Anda di halaman 1dari 8

1.

Gerakan Islamisasi di Nusantara Semua usaha untuk menjadikan orang di luar Islam agar memeluk Islam, dan untuk meningkatkan kualitas keislaman orang-orang yang telah memeluk Islam dinamakan dengan: Islamisasi Pribumisasi Santrinisasi Reislamisasi Istilah yang lain adalah "kemapanan Islam" (the establishment of Islam). Keberadaan Indonesia tidak lepas dari sejarah Kolonialis Belanda di Nusantara yang berlangsung sampai ratusan tahun (3,5 abad). Dalam ungkapan lain, tidak ada nama Indonesia kalau tidak ada kolonial Belanda, karena wilayah Indonesia itu adalah tanah yang dikuasasi kerajaan Belanda di wilayah nusantara. Kemudian nama Indonesia mulai dikenal dan disosialisasikan di wilayah nusantara, terhitung sejak lahirnya gerakan nasionalisme pada Rabu, 20 Mei 1908 yang dikenal dengan istilah gerakan Boedi Oetomo. Nama Indonesia tersebut, kemudian dipakai partai politik Islam yang dirintis H. Samanhudi pada 1911 yang kemudian dipimpin HOS. Tjokroaminoto dan KH. Agus Salim yaitu PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia). Setelah itu diabadikan dalam sebuah lagu kebangsaan Indonesia Raya yang digubah WR.Soepratman dan dikumandangkan dalam kongres Sumpah Pemuda, Ahad 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Salah satu baitnya berbunyi Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku. Kemudian pada Jumat, 17 Agustus 1945, Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari cengkeraman kekuasan kolonial Belanda. Adapun makna istilah Indonesiawi (Keindonesiaan) adalah manifestasi dari rasa kebangsaan, yang cinta terhadap tanah air Indonesia yang kaya raya dengan jutaan flora dan pauna, keragaman ras, suku, agama dan budaya yang tersebar di ribuan kepulauan dari Sabang sampai ke Marauke, yang kemudian dibingkai dalam filsafat Bangsa Bhineka Tunggal Ika.

Dalam proses mewujudkan kemerdekaan NKRI, umat Islam memainkan peranan penting. Hal ini bisa dikaji dari tokoh-tokoh Islam yang tercatat dalam daftar pahlawan nasional, antara lain HOS. Tjokroaminoto dan KH. Agus Salim, KH. Ahmad Dahlan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah pada 1912, KH. Hasyim Asyari pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama pada 1926 dan ratusan pahlawan Islam nasional lainnya. Partai politik Islam dan organisasi sosial keislaman yang lahir, tumbuh dan berkembang pada awal abad ke 20, termasuk al-Irsyad (1914) dan Persatuan Islam (1923) serta Young Islamiten Bond yang turut andil dalam kongres Sumpah Pemuda pada 1928. Keanggotaan partai politik dan organisasi tersebut, tidak hanya di pulau Jawa melainkan tersebar di wilayah nusantara. Mereka telah turut serta menumbuhkan semangat nasionalisme, dan anti kolonial Belanda. Sikap politik anti kolonial Belanda tersebut, di kalangan umat Islam sudah bergejolak jauh sebelum itu, seperti gerakan Paderi yang dipimpin Imam Bonjol di Padang Sumatera Barat, Gerakan Aceh Merdeka yang dipimpin Teuku Umar, Tjut Nja Din di Aceh Sumatera Paling Utara, Pangeran Diponegoro di Jawa, Sultan Hasanudin di Makasar Sulawesi Selatan, Pangeran Antasari di Kalimantan Selatan dan gerakan tokoh Islam lainnya di daerah lainnya. Sebelum lahirnya semangat nasionalisme, gerakan umat Islam masih bersifat kedaerahan (regionalisme). Perjuangan mereka masih terbatas pada perjuangan mempertahankan wilayah kerajaannya masing-masing, yaitu wilayah kerajaan Islam yang tersebar di berbagai daerah di nusantara. Di pulau Jawa saja terdapat beberapa kerajaan Islam, antara lain kerajaan Mataram, kerajaan Banten, kerajaan Cirebon, kerajaan Giri dan kerajaan lainnya. Di luar Jawa terdapat kerajaan Aceh, kerajaan Melayu, kerajaan Bone, kerajaan Ternate dan lain sebagainya. Munculnya beraneka ragam kerajaan Islam di nusantara tersebut, sebuah bukti dalam sejarah bahwa Islam sudah lebih dulu hadir di nusantara, dibandingkan dengan keberadaan Kristen yang dibawa oleh kolonial barat (Portugis, Inggeris dan Belanda) pada abad ke 16. Keberadaan kerajaan Islam tersebut adalah bagian dari aktivitas islamisasi melalui politik (dakwah bil-yad). Hal ini tercatat dalam sejarah Islam di Jawa, bahwa munculnya kerajaan Demak (Jawa Tengah) yang dipimpin Raden Fatah telah memporakporandakan kerajaan Mojopahit yang berpusat di Mojokerto (Jawa Timur)

pada abad ke 15 M. Demikian pula keberadaan kerajaan Cirebon telah menghancurkan kerajaan Siliwangi di Jawa Barat. Dalam catatan sejarah, Islam masuk ke nusantara pada abad ke 7 M, yaitu pada abad pertama hijriyah. Islam masuk dan berkembang di nusantara dengan cara damai, tanpa melalui kekerasan dan pertumpahan darah, yang dibawa langsung para pedagang Arab Yaman. Kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di nusantara adalah kerajaan Islam Perlak dan Pasir (Pasei) di Aceh. Kemudian terus berkembang di sepanjang pantai barat Sumatera hingga ke Bengkulu dan pantai timur ke Melayu (kepulauan Riau) sampai ke Palembang dan Lampung. Perkembangan Islam selanjutnya adalah memasuki pulau Borneo (Kalimantan) terus ke Sulawesi dan kepulauan Maluku di bagian utara nusantara, sedangkan di bagian selatan masuk ke Jawa terus ke nusatenggara. Pada ujungnya masuk ke Papua Barat dan terus berkembang sampai ke benua Australia. Perkembangan Islam tersebut dicatat, yaitu pada abad ke 13 M. Adapun mereka yang memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di Jawa, antara lain adalah tokoh yang tercantum dalam daftar nama Wali Songo, yaitu Sunan Malik Ibrahim, Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Paku (Sunan Giri), Jakfar Sodik (Sunan Kudus), Raden Syahid (Sunan Kalijaga), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Raden Qasim (Sunan Drajad), Raden Said (Sunan Muria) dan Raden Ibrahim (Sunan Bonang). Diantara tokoh wali songo tersebut, sebagian adalah pendatang (muhajirin) dari luar nusantara, seperti Sunan Malik Ibrahim langsung dari Arab dan Raden Rahmat dari Cina. Mereka kawin dengan penduduk asli (pribumi) yang kemudian melahirkan wali songo lainnya, seperti Sunan Drajat dan Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, termasuk istri Sunan Kalijaga. Dengan demikian, para wali songo tersebut telah melakukan metodologi islamisasi dakwah bil-hijrah, dakwah bil-nikah dan dakwah bilyad, selain dakwah bil-lisan dan dakwah bil-hikmah serta metode dakwah lainnya. Pada saat itu, mereka belum disebut sebagai bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia ini terdiri dari berbagai macam ras dan suku, seperti suku Batak, Melayu, Minang, Palembang, Lampung (Sumatera), Banten, Sunda, Jawa, Madura (Jawa), Dayak (Kalimantan), Bugis, Menado (Sulawesi), Ambon (Maluku), Bali, Sasak

(Mataram) dan ribuan suku lainnya, termasuk ras Arab, Cina, Eropa dan Hindia disingkat ACEH.

2. Teori-teori Islamisasi di Nusantara Penyebaran Islam di Indonesia di indikasikan dibawa oleh para pedagang dari berbagai negara, pertumbumbuhan komunitas Islam bermula di berbagai pelabuhan pelabuhan penting di sumatera, jawa, dan daerah-daerah pesisir lainya. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama berdiri di daerah pesisir, seperti kerajaan Samudera Pasai, Aceh, Demak, Banten, dan Cirebon. Secara umum terdapat 3 teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Adapun ketiga teori-teori tersebut antara lain adalah sebagai berikut: A. Teori Gujarat Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Teoi Gujarat adalah teori tertua yang menjelaskan masuknya agama islam di Nusantara. Dasar dari teori ini adalah: a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia. b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia CambayTimur TengahEropa. c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Sedangkan alasan Teori Gujarat adalah sebagai berikut: a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam proses islamisasi b. Adanya hubungan dagang antara India Nusantara yang telah lama terjalin c. Inskripsio tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera yang menggambarkan hubungan Sumatera dan Gujarat

Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya. Pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.

B.

Teori Makkah Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori

lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Teori ini dicetuskan HAMKA dalam pidatonya pada Dies Natalis PTAIN ke-8 di Yogyakarta (1959)

sebagai antitesis teori gujarat, dan Seminar Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia (1963). Dasar teori ini adalah: a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina. b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh mazhab Syafii terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi. c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

Alasan-alasan Teri Makkah adalah sebagai berikut: Peranan bangsa Arab Sebagai pembawa Agama Islam ke Indonesia, kemudian diikuti oleh orang Persia dan Gujarat. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan Makkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran islam. Berdirinya suatu kekuatan politik Islam di nusantara pada abad ke-7M atau abad pertama Hijriyah. Pengamatan tentang madzhab Syafii sebagai madzhab istimewa di Makkah yang mempunyai pengaruh terbesar di Indonesia

C. Teori Persia Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti: a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad SAW, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro. b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al Hallaj. c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda bunyi Harakat. d. Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Madzhab Syafii Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada perkembangannya pada abad 13. Wallahualam. abad ke-7 dan mengalami

3. Tahap-tahap Perkembangan Islam di Nusantara Kepulauan nusantara jauh dari pusat-pusat Islam di Timur Tengah. Jauhnya kepulauan Nusantara dengan pusat-pusat Islam menjadikan islamisasi di Indonesia berbeda dibandingkan dengan islamisasi di pulau-pulau lainnya, seperti ; Afrika Utara, atau Asia Selatan. Tetapi salah satu hal terpenting adalah Islamisasi di Nusantara berjalan dengan damai, bukan kekerasan apalagi kolonisasi kekuasaan. Proses Islamisasi di wilayah Nusantara tidak sama, hal ini karena waktunya berlainan disamping juga watak budaya lokal di masing-msing wilayah berbeda, misalnya daerah pesisir pada umumnya memiliki budaya maritim dengan mata pencaharian berdagang, pada umumnya mereka lebih bersikap terbuka, menerima kehidupan Kosmopolitan yang ditampilkan oleh Islam. Berbeda dengan daerah pedalaman yang pada umumnya masyarakat agraris, mereka bersifat tertutup, sulit menerima kemajuan / perubahan. Perbedaan tersebut dapat kita lihat misalnya perkembangan Islam di Prahyangan (pesisir wilayah kerajaan Champa) , Leran (pesisir Jawa Timur), Pasai ( utara Sumatra), Malaka (pesisir semenanjung Malaya). A. Faktor-faktor yang Mendorong Perkembangan Islam di Nusantara a. Jatuhnya kota Bagdad kepada bangsa Mongolia pada taun 1258 M, menyebabkan gelombang orbanisasi ke India dan asia Tengah secara besar-besaran. b. Banyaknya para sufi, penganut tarikat, mengembara bersedia mendakwahkan Islam dengan suka rela ke seluruh dunia. c. Jaringan perdagangan internasional, dijadikan sebagai sarana penyebaran ajaran Islam. B. Tahapan-tahapan Perkembangan Islam di Nusantara Secara umum tahapan perkembangan Islam di Indonesia dari abad ke 13 sampai dengan awal abad ke 20 dapat dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu :

1. Tahap pertama, yaitu dimulai adab 13 M 15 M. Fase ini merupakan tahapan kepemelukan Islam secara formal. Fase ini yang ditekankan adalah pengenalan dasar-dasar kosmopolitanisasi Islam, ketentuan dasar-dasar syariat dan fiqh. 2. Tahap ke II, yaitu dimulai abad ke 15 M 16 M. Pereode ini merupakan merupakan proses Islamisasi kepulauan Melayu dan berbagai pelosok Nusantara. Tradisi intelektualisme mulai terbentuk, seperti penulisan buku-buku agama dengan menggunakan bahasa melayu. Dalam fase ini pengaruh tasyawuf sangat dominan. 3. Tahap ke III, yaitu dimulai dari abad ke 17 M akhir abad ke 17 M. Adalah tahapan penyempurnaan pemahaman ajaran Islam dan berkembangnya tradisi intelektual. Pada masa ini kita menyaksikan berkembangnya penulisan sastrasastra dan buku-buku keagamaan dengan menggunakan bahasa melayu. Pokokpokok yang dibahas meliputi ; fiqh ibadah, dan mumalah, fiqh duali ( ketata negaraan), syariah, ushuluddin, ilmu kalam, tasyawuf, akhlak, filsafat, tafsir al Quran, Al Hadits, ensiklopedi, historiografi, tata bahasa (nahwu shorof), ilmu maani (simantik), estetika (balaghoh), astronomi, ilmu hisab, perkapalan, ekonomi perdagangan, sastra dan seni, ketabiban, farmasi dan lain-lain. 4. Tahap IV, yaitu dimulai abad ke 18 M 19 M. Pereode ini terjadi penekanan (ortodoksi) terhadap syariah. Hal ini mendorong berkembangnya ajaran tarikat. Pemurnian ajaran Islam sangat efektif sebagai sarana integratif atau pemersatu bangsa. 5. Tahap Ke V, yaitu dimulai dari awal abad 20 M, fase ini dinamakan masa perkembangan (tajdid). Pada pereode ini gerakan keagamaan tumbuh menjadi gerakan kebangsaan. 4. Corak Islam di Nusantara

Anda mungkin juga menyukai