Anda di halaman 1dari 12

SMALL GROUP DISCUSSION KOMPONEN VITAL

DALAM PROBLEM-BASED LEARNING

NIA FRANSISKA
PUTU GEDE SUDIRA
NI PUTU WARDANI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

i
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode pembelajaran dalam pendidikan ilmu kedokteran semakin berkembang

seiring dengan kemajuan zaman. Saat ini metode pembelajaran kedokteran sudah

beralih dari konvensional yang berbasis teacher-centered learning menjadi Problem-

Based Learning (PBL), yaitu metode pembelajaran dengan penyelesaian kasus yang

bertujuan melatih mahasiswa untuk terlatih menyelesaikan maslah dengan strategi

sendiri yang berbasis student-centered learning (Liansyah,2015). Penerapan metode

PBL dapat melalui lecture dan Small Group Discussion (grup diskusi kecil) yang saat

ini banyak diterapkan, baik di luar negeri maupun Indonesia.

Small Group Discussion memberikan suasana pembelajaran yang berbeda untuk

meraih standar yang lebih tinggi dalam pendidikan kedokteran (Hameed dkk, 2013).

Melalui diskusi kecil, mahasiswa dituntut untuk berperan aktif dalam pembelajaran

dengan menyumbangkan ide dan pikiran terhadap suatu permasalahan yang dibahas.

Interpersonal skill seperti mendengarkan, berbicara, berdebat, dan kepemimpinan

dibentuk dalam SGD sehingga mahasiswa dapat secara efektif berpartisipasi dalam

problem-solve learning. Small Group Discussion memberikan kesempatan kepada

mahasiswa, terutama mahasiswa baru, untuk membangun relasi dengan anggota SGD

lainnya dan dengan fasilitator diskusi (Mills dan Alexander, 2013).

Small Group Discussion sebagai komponen vital PBL memberikan kesempatan

bagi mahasiswa untuk memonitor cara belajar mereka dalam menyelesaikan masalah
2

sehingga dapat membangun pengalaman mengarahkan diri sendiri dalam menuntut ilmu

di fakultas kedokteran. Oleh sebab itu efektifitas SGD perlu ditingkatkan dan dalam

pelaksanaannya harus rencanakan dengan baik agar dapat mencapai hasil yang

maksimal yang dikehendaki oleh masing-masing fakultas kedokteran.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana peran SGD dalam menunjang PBL

1.2.2 Bagaimana cara meningkatkan efektifitas SGD

1.3 Tujuan

1.3.1 Memahami peran SGD dalam menunjang PBL

1.3.2 Mengetahui cara meningkatkan efektifitas SGD

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat penulisan ini yaitu dapat menjadi baha pertimbangan dalam

penerapan SGD sebagai penunjang PBL di fakultas kedokteran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Small Group Discussion (SGD)

Small Group Discussion merupakan tahap lanjut dalam pembelajaran untuk

memperdalam key-concept dari lecture yang diberikan oleh dosen maupun dari hasil

pembelajaran sendiri (Dent dan Harden, 2013). Anggota Small-group discussion terdiri

dari 8-10 siswa (Zubair dan Khoo Hoon, 2006). Menurut McCrorie (2006) penelitian di

United Kingdom, sebuah diskusi dapat dikatakan sebagai diskusi kecil apabila terdiri

dari 6-8 mahasiswa. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, jumlah tersebut

adalah jumlah yang ideal dan efektif untuk SGD daripada jumlah anggota yang lebih

dari 10 mahasiswa.

2.2 Peran SGD menunjang PBL

SGD berperan penting dalam menunjang PBL. Hal ini dikarenakan mahasiswa

diberikan kesempatan untuk belajar berpikir lebih kritis dan aktif dalam menyampaikan

pendapatnya terhadap suatu masalah. Secara karakteristik dan format pembelajaran,

SGD memberi suasana pembelajaran yang lebih interaktif. Jumlah anggota yang tidak

terlalu banyak memberikan mahasiswa kesempatan lebih untuk belajar cara

menyelesaikan masalah dari perspektif fasilitator dan dari anggota diskusi lainnya

sehingga mahasiswa dapat meningkatkan problem-solving skill (Annamalai dkk, 2015).

3
8

2.3 Karakteristik SGD

2.3.1 Partisipasi aktif

Karakteristik pertama yang dimiliki oleh SGD adalah keaktifan berpartisipasi.

Jumlah anggota yang sedikit memberikan kesempatan lebih kepada setiap mahasiswa

untuk ikut berkontribusi dalam pembelajaran di SGD. Keaktifan mahasiswa dalam

menyampaikan pendapat atau ide pribadi maupun dalam kerja kelompok berpengaruh

terhadap efektifitas diskusi. Pembentukan sub-grup dalam SGD dapat dilakukan untuk

mempermudah fasilitator dalam membimbing (Jeffries dan Hugget, 2010).

2.2.2 Face-to-face

Karakteristik yang kedua adalah interaksi face-to-face. Komunikasi efektif

bukan hanya secara verbal tetapi juga dengan non-verbal seperti postur, gerak tubuh,

ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. Melalui kontak secara langsung atau face-to-face,

fasilitator dapat mengobservasi bahasa non-verbal setiap mahasiswa dan mahasiswa

dapat mengobservasi bahasa non-verbal yang dimiliki oleh mahasiswa lain. Posisi

duduk dan model ruangan mempengaruhi interaksi face-to-face. Observasi bahasa non-

verbal akan lebih mudah jika anggota SGD duduk dalam posisi melingkar (Jeffries dan

Hugget, 2010).

2.2.3 Aktifitas dengan tujuan (Purposeful activity)

Karakteristik yang ketiga adalah aktifitas dengan tujuan jelas. Diskusi akan

berjalan dengan efektif jika kegiatan yang dilakukan direncanakan dengan baik dan

dengan tujuan yang jelas. Beberapa fakultas kedokteran memberikan tugas tetentu

seperti diskusi topik atau penyelesaian kasus cerita untuk mengarahkan jalannya

diskusi (Jeffries dan Hugget, 2010).

3
8

2.4 Format pembelajaran SGD

Setiap fakultas kedokteran memiliki format pembelajaran SGD yang berbeda-

beda berdasarkan kurikulum, sumberdaya, dan lingkungan akademik masing-masing

fakultas. Beberapa format yang sering digunakan di fakultas kedokteran adalah tutorial,

seminar, dan clinical-teaching session. Format tersebut harus berbasis pada prinsip

utama seperti pengenalan topik, peraturan dasar, peran dalam grup dan tugas peran,

aktifitas, briefing, dan debriefing (Meo, 2013).

2.5 Dinamika kelompok

Menurut Tuckman (1965) ada empat tahap yang mendasari pengembangan

pembelajaran dalam kelompok. Tahap pertama adalah forming (pembentukan), yaitu

tahap awal individu menyesuaikan diri dengan kelompok. Tahap kedua adalah storming

(keributan), yaitu tahap dimana terjadi terjadi argumen mengenai perbedaan pendapat

maupun tentang permasalahan yang terjadi di dalam kelompok. Tahap ketiga adalah

norming (penormaan) yang ditandai dengan adanya hubungan yang baik antar anggota

dan adanya kesepakatan tentang norma dan peran dalam kelompok. Tahap selanjutnya

adalah performing (pelaksanaan). Pada tahap ini ditandai dengan adanya kerjasama

kelompok dalam menyelesaikan masalah sehingga dapat dikatakan kelompok berfungsi

dengan baik (Jeffries dan Hugget, 2010).

2.6. Kelebihan dan Kekurangan SGD

2.6.1 Kelebihan SGD

SGD mempunyai banyak manfaat bagi mahasiswa seperti belajar mengarahkan

diri sendiri atau self-directing , pembelajaran aktif, dan regulasi diri. Melalui SGD

mahasiswa dibentuk kemampuan untuk menganalisis masalah, keberanian untuk

3
8

mengutarakan pendapat secara kritis dan ilmiah. Kemampuan intepersonal seperti

kepemimpinan, kerjasama, problem-solving, dan pengaturan waktu diasah untuk

mempersiapkan mental mahasiswa menghadapi dunia kerja dibidang kesehatan setelah

lulus (Meo, 2013).

2.6.2 Kekurangan SGD

Kekurangan dari SGD sering terjadi karena adanya problem individual.

Kepasifan salah satu atau beberapa anggota karena terlalu bergantung dengan anggota

lain dalah salah satu permasalahan yang dapat ditemui dalam SGD. Hal ini dikarenakan

salah satu atau beberapa mahasiswa lebih aktif dan agresif dalam berpartisipasi dalam

kegiatan SGD sehingga mahasisiwa yang lain hanya mengikuti tanpa kontribusi yang

berarti. (Edmunds dan Brown, 2013). Contoh dari hal ini adalah saat pembuatan tugas

kelompok.

Konflik pribadi antar anggota SGD juga merupakan hal yang sulit dihindari dalam

SGD karena dasar perbedaan karakter dari tiap individu. Masalah lainnya adalah

penggunaan waktu SGD yang disalahgunakan oleh mahasiswa untuk kegiatan yang

tidak berhubungan dengan pembelajaran merupakan hal yang sering terjadi ketika

fasilitator tidak hadir dalam diskusi (Gunn, 2007, pp. 4-6). Kekurangan dalam SGD

dapat diminimalisir apabila ada kerjasama dan kesadaran diri dari setiap anggota SGD.

2.7 Meningkatkan efektifitas SGD dalam menunjang PBL

Efektifitas SGD harus ditingkatkan untuk memperoleh hasil pembelajaran PBL

yang maksimal. Menurut Steinert (1996) ada 12 cara untuk meningkatkan efektifitas

SGD, yaitu :

3
8

1. Merencanakan lebih awal :

a) Mempertimbangkan kegunaan dari kelompok kecil

b) Menentukan tujuan yang jelas dan memetakan sesi pengajaran

c) Menentukan ukuran kelompok dan mengatur fasilitas

2. Membuat kelompok dan mengembangkan sesi penerimaan :

a) Memperkenalkan anggota kelompok satu sama lain

b) Menilai kebutuhan dan harapan mahasiswa

c) Mengembangkan agenda kelompok

3. Membuat atmosfer yang positif untuk belajar

4. Fokus pada tugas kelompok yang ada

5. Mendukung keterlibatan individual dan partisipasi aktif :

a) Bertanya secara efektif

b) Mendengarkan dengan seksama

c) Mendorong mahasiswa untuk berkontribusi

6. Variasi metode mengajar

7. Menyediakan informasi yang relevan dan respon yag sesuai

8. Observasi dan klarifikasi proses diskusi

9. Menangani masalah yang muncul

10. Sintesis dan meringkas diskusi

11. Evaluasi sesi diskusi dan rencana follow-up

12. Menikmati diskusi sebagai sesuatu yang menyenangkan

3
8

Efektifitas SGD dapat ditingkatkan melalui perpaduan dengan lecture. Perlu

diketahui bahwa menurut penelitian yang sudah dilakukan, kolaborasi yang seimbang

antara SGD dengan lecture lebih efektif apabila dibandingkan dengan penggunaan

metode SGD saja (Hafezimoghadam dkk., 2013). Lecture memberikan garis besar

tentang permasalahan sedangkan SGD mendalami permasalahan tersebut untuk

diselesaikan.

3
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Small group discussion mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang

PBL karena dalam SGD mahasiswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan problem-solving secara efektif. Mahasiswa juga dapat

mengasah kemampuan dalam bersosialisasi yang sangat dibutuhkan oleh seorang calon

dokter sehingga, dalam pelaksanaannya harus memaksimalkan efektifitas. Beberapa

cara dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas SGD dan salah satunya adalah

kolaborasi dengan metode lecture dengan porsi yang seimbang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Annamalai, N. Manivei, R. Palanisamy, R. 2015. Small group discussion: student


perception. Department of Physiology, Chennai Medical College Hospital and Research
Centre, Trichy, Tamil Nadu, India, pp, 518-20

Dent, J. and Harden, R. (eds). 2013. A practical guide for medical teachers. 4th ed.
Edinburgh: Elsevier Churchill Livingstone, pp. 69-74

Edmunds, S & Brown, G 2013, Effective small group learning, Dundee: Association
for Medical Education in Europe, viewed 21 July 2016, pp. 20-21,
https://www.amee.org/getattachment/AMEE-Initiatives/ESME-Courses/AMEE-ESME-
Face-to-Face-Courses/ESME/ESME-Online-Resources-China-Dec-2015/Effective-
small-group-learning-Guide-No-48.pdf

Gunn, V 2007, Approaches to Small Group Leaning and Teaching University of


Glasgow, viewed 21 July 2016, pp. 4-6,
http://www.gla.ac.uk/media/media_12157_en.pdf

Hafezimoghadam, P, Farahmand, S, Farsi, D, Zare, M & Abbasi, S 2013 A


Comparative Study of Lecture and Discussion Methods in education of Basic Life
Support and Advanced Cardiovascular Life Support for medical students, Turkish
Journal of Emergency Medicine, vol. 13, no.2, pp. 59-63.

Jeffries, WB & Hugget, KN 2010, An Introduction to Medical Learning. London:


Springer, viewed 21 July 2016, pp. 29, 30, 34, http://npu.edu.ua/!e-
book/book/djvu/A/iif_kgpm_Jeffries%20W.%20An%20Introduction%20to%20Medical
%20Teaching.pdf

Liansyah, TM 2015, Problem Based Learning Sebagai Metode Perkuliahan


Kedokteran yang Efektif , Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, vol.8, no.1 , pp, 55-6
Mills, D & Alexander, P 2013, Small group teaching: a tool kit for learning. United
Kingdom: Higher Education Academy, viewed 20 July 2016, pp. 4-9,
www.heacademy.ac.uk/resource/small-group-teaching-toolkit-learning

Meo, SA 2013, Basic steps in establishing effective small group teaching sessions in
medical schools. Pak J Med Sci, vol. 29, no. 4, pp. 1071-76.

Steinert, Y 1996, Twelve tips for effective small-group teaching in the health
professions. Medical Teacher, vol.18, no. 3, pp.203-07.

10
11

Zubair, A & Khoo Hoon Eng 2006, Basics in Medical Education, Singapore: World
Scientific, viewed 21 July 2016, pp. 115-116,
http://toniau.ac.ir/doc/books/basics%20in%20medical%20education.pdf.

Anda mungkin juga menyukai