Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Geografi

Media Informasi Pengembangan Ilmu


dan Profesi Kegeografian

ARAHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE: KASUS


PESISIR KECAMATAN TELUK PAKEDAI, KABUPATEN KUBURAYA,
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Su Ritohardoyo¹, Galuh Bayu Ardi²


¹Staf Pengajar Prodi Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta
²Staf Pengajar Prodi Geografi, Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan PGRI, Pontianak
Info Artikel
________________ Abstract
Sejarah Artikel: General purposes of this research was to assess perceptions and participation in
Diterima Agustus 2013 utilization, prevention of mangrove forests damage, to look for an alternative
Disetujui Desember 2013 direction for mangrove forest management to the societies surrounding. Data
Dipublikasikan Januari collection using surveys, through interviews with a sample of respondents were
2014 90 families (KK) or 25 percent of the total population of 358 families. The results
________________ showed that the population majority (48.8%) had moderate category knowledge
Keywords: about the benefits, the damage effect after use, and the need for prevention of
Mangrove forest knowledge, mangrove forests damage. Most of the population (53.6%) had a low perception
mangrove forest perception, of the category. This is influenced by the knowledge level of mangrove forests (c
mangrove management = 12.71; significance 0.013). Local government policy to mangrove forests
participation
management, responded negatively by the local community. This was caused by
___________________
the absence of mangrove forest management efforts clearly and firmly. Local
government should immediately develop a plan of integrated mangrove forests
management, and immediately disseminated to the public around the mangrove
forests.

Abstrak
Tujuan penelitian secara umum untuk mengkaji persepsi dan partisipasi
masyarakat dalam pemanfaatan, pencegahan kerusakan hutan mangrove, untuk
mencari alternatif arahan pengelolaan hutan mangrove dari aspek sosial ekonomi
masyarakat di sekitarnya. Pengumpulan data menggunakan metode survei,
dengan melakukan wawancara terhadap sample responden sebanyak 90 kepala
keluarga (KK) atau 25 persen dari seluruh jumlah populasi sebanyak 358 KK..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk (48,8%) memiliki
pengetahuan kategori sedang tentang manfaat, kerusakan akibat pemanfaatan, dan
perlunya pencegahan kerusakan hutan mangrove. Sebagian besar penduduk
(53,6%) memiliki persepsi pada kategori rendah. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan tentang hutan mangrove (c = 12,71; signifikansi 0,013). Kebijakan
pemerintah daerah untuk pengelolalaan hutan mangrove, ditanggapi secara
negatip oleh masyarakat setempat. Hal itu disebabkan oleh belum adanya usaha
pengelolaan hutan mangrove secara jelas dan tegas. Pemerintah daerah
seyogyanya segera menyusun rencana pengelolaan hutan mangrove secara
terpadu, dan segera disosialisasikan kepada masyarakat di sekitar hutan
mangrove.

© 2014 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi:
Gedung C1 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: geografiunnes@gmail.com

43
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

PENDAHULUAN mengurangi terjadinya abrasi pantai dan


intrusi air laut; (3) mempertahankan
Hutan mangrove secara umum keberadaan spesies hewan laut dan
merupakan komunitas vegetasi pantai vegetasi, dan (4) dapat berfungsi sebagai
tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis penyangga sedimentasi. Fungsi hutan
pohon yang mampu tumbuh dan mangrove secara ekonomis, sebagai
berkembang di daerah pasang surut pantai penyedia berbagai jenis bahan baku
berlumpur. Perbedaannya dengan hutan kepentingan manusia dalam berproduksi,
lain, adalah keberadaan flora dan fauna seperti kayu, arang, bahan pangan, bahan
yang spesifik, dengan keanekaragaman kosmetik, bahan pewarna, dan penyamak
jenis yang tinggi (Bengen, 1999; Giesen, et kulit, sumber pakan ternak dan lebah
al., 2006). Namun demikian hutan (Yuliarsana dan Danisworo, 2000). Oleh
mangrove rentan terhadap kerusakan jika karena itu, seperti pendapat yang
lingkungan tidak seimbang. Bahkan dikemukakan Tandjung (2002) bahwa
rusaknya mangrove bukan saja diakibatkan kerusakan dan kepunahan hutan mangrove
oleh proses alami, tetapi juga akibat perlu dicegah, dan perlu dikelola secara
aktivitas manusia (Pramudji, 2000). benar, mendasarkan pada prinsip ekologis
Keberadaan eksploitasi hutan mangrove dan pertimbangan sosial ekonomis
untuk pemenuhan kebutuhan manusia, masyarakat di sekitarnya.
cenderung berlebihan dan tidak Kondisi hutan mangrove di Indonesia
mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. dewasa ini sudah sangat memerlukan
Hal ini menyebabkan ekosistem hutan pengelolaan. Hal ini mengingat penyusutan
mangrove mengalami degradasi, dan secara selama 11 tahun (1981seluas 2.496.158
langsung kehilangan fungsinya, sebagai hektar (ha) atau sekitar 46,96 persen;
tempat mencari pakan bagi bermacam ikan sehingga pada tahun 1992 tercatat tinggal
dan udang yang bernilai komersial tinggi, seluas 5.209.543 ha (Nugroho dan Dahuri,
dan tempat perlindungan bagi makhluk 2004). Persebaran hutan mangrove di
hidup lain di perairan pantai sekitarnya. Indonesia terluas di Irian Jaya (95% atau
Beberapa fungsi lain hutan mangrove seluas 2.382.000 ha), dan sisanya tersebar
secara ekologis: (1) sebagai pelindung di daerah- daerah lain, salah satunya di
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; (2) Kabupaten Kubu Raya Provinsi

44
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

Kalimantan Barat. Hutan mangrove di mangrove dari aspek masyarakat,


Kabupaten Kubu Raya seluas 55.439 mengingat peranan masyarakat dalam
hektar (31% dari seluruh luas daerah). pemanfaatan dapat merusak hutan
Sebagian hutan mangrove tersebut (3.981 mangrove.
hektar) di antaranya berada di Desa Kuala Uraian di atas, mendasari perlunya
Karang, Kecamatan Teluk Pakedai dalam penyusunan arahan pengelolaan hutan
kondisi rusak berat, dan 561 hektar rusak mangrove. Oleh karena itu, penelitian ini
ringan akibat konversi, antara lain 300 dilakukan dengan tujuan umum untuk
hektar hutan mangrove dengan status hutan menyusun sebagian arahan pengelolaan
lindung dikonversi menjadi tambak udang. hutan mangrove dari aspek sosial ekonomi
Kerusakan juga diakibatkan oleh maraknya masyarakat. Tujuan khusus penelitian
pemanfaatan kayu untuk kebutuhan untuk mengetahui (1) persepsi masyarakat
ekonomi masyarakat sekitar, serta terhadap manfaat, kerusakan, dan cara
kerusakan akibat tingginya abrasi pada pencegahan kerusakan hutan mangrove; (2)
ekosistem mangrove di Kabupaten Kubu partisipasi masyarakat dalam usaha
Raya (KOMPAS, 2008; Dinas Kehutanan pengelolaan hutan mangrove; dan (3)
Kab. Kubu Raya, 2010). menyusun arahan pengelolaan hutan
Pemanfaatan hutan mangrove di mangrove dari aspek sosial ekonomi
Kecamatan Teluk Pakedai selama 5 (lima) masyarakat.
tahun terakhir, secara umum lebih Fungsi hutan mangrove terhadap
mengutamakan fungsi konomis dari pada lingkungan hidup sangat besar, mengingat
fungsi ekologis. Jika hal ini tidak dikelola hutan ini merupakan ekosistem utama
secepatnya, maka kerusakan hutan pendukung kehidupan yang penting di
mangrove akan semakin luas. Bertolak dari wilayah pesisir dan lautan. Selain memiliki
masalah tersebut maka dilakukan penelitian fungsi ekologis, hutan mangrove juga
tentang tanggapan masyarakat yang berfungsi ekonomis yang penting, seperti
terwujud dalam persepsi dan partisipasi penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan baku obat- obatan, dan lain-lain (Hamilton,
pemanfaatan hutan mangrove. Hal ini et al., 1984; Alikondra, 1998, Bengen,
penting dilaksanakan dalam rangka 1999).
mendukung usaha pengelolaan hutan Hal ini menunjukkan bahwa hutan

45
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

mangrove memiliki manfaat ganda, baik pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu,
dari aspek ekologi maupun aspek sosial perlu kebijakan untuk menentukan
ekonomi. Dari aspek ekonomi Saenger, et alternatif pemanfaatan berdasar kondisi
al. (1983) mengidentifikasi lebih dari 70 sosial ekonomi masyarakat, untuk memilih
macam fungsi mangrove bagi kepentingan dan mengadopsi cara-cara pemanfaatan
umat manusia, baik produk langsung yang paling baik, untuk memenuhi
seperti bahan bakar, bahan bangunan, areal kebutuhan mereka, sekaligus
penangkapan ikan, pupuk pertanian, bahan mengamankan sumberdaya untuk masa
baku kertas, makanan, obat-obatan, depan (Sorensen et al., 1990; Clark, 1992).
minuman, dan tekstil maupun produk tidak Salah satu aspek penting dalam
langsung seperti: tempat rekreasi, dan pengelolaan sumberdaya hutan mangrove,
bahan makanan. Mengingat besarnya adalah peningkatan peranan masyarakat.
manfaat hutan mangrove tersebut maka Sunoto (1997) mengemukakan peranan
untuk menjaga keberlanjutannya perlu masyarakat dapat ditelusuri dari hasil
pengelolaan. kajian keadaan sosial ekonomi,
Pengelolaan dalam konteks pemanfaatan kearifan lokal, perlindungan
sumberdaya hutan, merupakan penerapan terhadap teknologi tradisional dan ramah
cara-cara pengurusan, dan pengusahaan lingkungan, serta peningkatan kepatuhan
hutan, serta teknik kehutanan ke dalam masyarakat terhadap peraturan perundang-
usaha pemanfaatan sumberdaya alam hutan undangan dan tata nilai masyarakat lokal,
tersebut (Kenneth, 1979). Dalam kaitannya yang berwawasan lingkungan hidup.
dengan kebijakan, pengelolaan Maknanya, bahwa keberlanjutan hutan
dimaksudkan sebagai cara pencapaian mangrove, sangat bergantung pada respon
tujuan dengan pengarahan tindakan, yang masyarakat, baik berwujud persepsi dan
diikuti oleh suatu organisasi atau individu, partisipasi baik secara kelompok maupun
dan merupakan suatu haluan (Soekanto, secara individu setiap anggota masyarakat
1985). Khusus tentang pengelolaan hutan di sekitarnya.
mangrove di dalamnya, sebaiknya Ritohardoyo (2009) berpendapat,
dilakukan menyeluruh baik kawasan pesisir bahwa keberadaan usaha pelestarian hutan,
beserta sumberdaya alam dan jasa bukan hanya bergantung pada ada tidaknya
lingkungan. Dalam perencanaan partisipasi pemerintah dan masyarakat,

46
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

tetapi sangat bergantung pada tinggi Jumlah populasi responden Desa


rendahnya tingkat partisipasi tersebut. Hal Kuala Karang. 358 kepala keluarga atau
itu bergantung pada pengetahuan dan KK (BPS. Kab. Kubu Raya. 2010). Jumlah
persepsi masyarakat tentang manfaat dan sampel ditentukan secara acak sederhana,
keuntungan yang dapat diperoleh dari sebanyak 25 persen dari jumlah populasi,
hutan. Oleh karena itu, dalam usaha yakni sebanyak 90 KK. Pengumpulan data
pengelolaan hutan mangrove aspek primer dilakukan dengan wawancara
pengetahuan, persepsi terhadap hutan kepada responden.
mangrove, dan tingkat partisipasi Namun karena data 6 responden tidak
masyarakat dalam pengelolaan hutan valid, maka analisis data primer hanya
mangrove, perlu dikaji sebagai dasar dilaksanakan dari 84 KK sampel
penentuan arah kebijakan pengelolaan responden. Pengumpulan data sekunder
hutan mangrove. bersumber dari kantor Bapedalda, Dinas
Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan,
METODE PENELITIAN dan Kantor BPS Kabupaten Kubu Raya.
Pengolahan data hasil pengukuran
Penelitian ini dilaksanakan di daerah pada tingkat rumahtangga menggunakan
Desa Kuala Karang, Kecamatan Teluk cara kuantifikasi data kualitatif ke data
Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi kuantitatif menjadi indeks komposit. Cara
Kalimantan Barat, menggunakan metode ini diutamakan untuk pengukuran status
survei. Data primer yang digunakan terdiri sosial ekonomi, pengetahuan, persepsi, dan
dari identitas sosial ekonomi rumah tangga, peranserta dalam pengelolaan hutan
pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove. Untuk mengetahui peranserta
mangrove, persepsi masyarakat terhadap responden dalam pengelolaan hutan
hutan mangrove, dan partisipasi masyarakat mangrove dan variabel yang berpengaruh,
dalam pengelolaan hutan mangrove. Selain dianalisis dari hubungan variabel status
itu digunakan data sekunder terdiri atas sosial ekonomi, pengetahuan, persepsi, dan
data kerusakan lahan hutan mangrove, partisipasi. Hubungan ini diuji
kerusakan vegetasi mangrove, serta kondisi memenggunakan analisis tabulasi silang
fisik, biotik hutan mangrove diambil dari dan uji statistik kai kuadrat dan koefisien
beberapa instansi terkait. kontingensi.

47
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

HASIL PENELITIAN untuk tambak (Tabel 1). Perubahan


pemanfaatan lahan hutan rakyat sebagian
Kerusakan Hutan Mangrove besar untuk perkebunan, dan sebagian
Daerah Kecamatan Teluk Pakedai lahan hutan mangrove dimanfaatkan untuk
Kabupaten Kubu Raya, merupakan daerah lahan tambak, memiliki makna, bahwa
yang mengalami perubahan penggunaan Daerah Kecamatan Teluk Pakedai sebagai
lahan cukup tinggi. Di satu sisi perubahan daerah perdesaan pesisir, sedang dalam
luas penggunaan lahan selama 5 tahun proses perkembangan kehidupan ekonomi
terakhir (tahun 2005-2010) semakin wilayah dari kehidupan maritim ke
meningkat, baik luas lahan permukiman ekonomi wilayah daratan. Ditinjau dari
(100 ha), maupun luas lahan prasarana perkembangan ekonomi wilayah fakta
kehidupan permukiman (perkebunan 1.450 tersebut menunjukkan gejala
ha, sawah 150 ha, dan tambak seluas perkembangan perdesaan yang positip,
372,38 ha). Di sisi lain luas lahan namun dari aspek lingkungan justru
mengalami penyusutan, terutama lahan menujukkan gejala degradasi, apabila
hutan rakyat (-1.482 ha), hutan mangrove (- eksploitasi sumber-daya lingkungan ini
511,88 ha), dan lahan rawa (-160,5 ha) tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah
yang kesemuanya beralih fungsi baik untuk konservasi.
permukiman, perkebunan, sawah, ataupun
Tabel 1. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2005 -2010 di Kecamatan Teluk Pakedai

Penggunaan Lahan (Ha) Luas (Ha) Persen Perubahan


(Ha)
2005 2010
Permukiman 1.100,0 1.200,0 4,11 100,00
Perkebunan 400,0 1.850,0 6,34 1.450,00
Sawah 6.100,0 6.250,0 21,41 150,00
Hutan Rakyat 12.204,0 10.722,0 36,73 -1.482,00
Rawa-rawa 729,0 568,5 1,95 -160,50
Hutan negara 5.300,0 5.300,0 18,16 0,00
Hutan mangrove 2.838,98 2.327,1 7,97 -511,88
Tambak, kolam 18,0 372,4 1,28 354,38
Sungai, jalan, lahan tandus 500,0 600,0 2,06 100,00
Jumlah Luas Kecamatan 29.190 29.190 100,00 0,00
(Ha)
Sumber: BPS Kab. Kubu Raya, Tahun 2005; dan Tahun 2010

48
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

Berkaitan dengan masalah hutan tambak tersebut pun tidak pernah ada yang
mangrove di Kecamatan Teluk Pakedai, masuk ke kas desa setempat.
lima tahun yang lalu (2005) masih seluas Beberapa informan menyatakan
2.838,98 ha. Namun demikian akibat bahwa sebagian besar masyarakat di daerah
adanya konversi lahan hutan mangrove, penelitian tidak memiliki pengetahuan
hingga tahun 2010 tinggal seluas 2.327,1 tentang fungsi hutan mangrove. Namun
ha atau 7,97 persen dari seluruh luas daerah demikian dengan keberadaan usaha tambak
kecamatan. Penyusutan luas hutan di desa tersebut, mereka telah menyadari
mangrove selama lima tahun terakhir adanya kerusakan lahan hutan mangrove
sebesar 511,89 ha, dialihfungsikan untuk akibat penebangan untuk dijadikan lahan
lahan tambak seluas 372,38 ha, dan akibat tambak, dan telah khawatir dan merasakan
penebangan liar seluas 139,50 ha menjadi akibatnya antara lain terjadinya abrasi
lahan semak-belukar, yang kesemuanya pantai di Desa Kuala Karang.
terjadi di Desa Kuala Karang. Kekhawatiran sebagian anggota masyarakat
Keterangan kerusakan hutan tersebut sebenarnya cukup logis, mengingat
mangrove di Desa Kuala Karang dari hasil pengukuran, pengamatan, dan
beberapa informan, sebagai akibat wawancara terhadap beberapa anggota
pengusahaan tambak, yang dilakukan di masyarakat setempat, menunjukkan bahwa
daerah ini oleh beberapa pemilik modal tingkat abrasi pantai selama tahun 2005
(investor) dari luar daerah, atas ijin sampai tahun 2010 berkisar 200 meter.
rekomendasi perolehan sewa dan Konversi lahan hutan mangrove
pembelian lahan dari kepala desa setempat, seluas 139,50 hektar, yang saat ini menjadi
tanpa sepengetahuan atau ijin dari semak belukar di desa ini, pada awalnya
pemerintah atau dinas terkait. Kegiatan juga direncanakan untuk lahan usaha
usaha tambak tidak melibatkan penduduk tambak. Namun setelah pepohonan antara
asli Desa Kuala Karang, sejak dari awal lain bakau (Rhizopora spp, Brugueira spp),
kegiatan pembukaan hutan mangrove dan api-api (Avicena alba, Avicenia
hingga pengelolaan tambak, sepenuhnya marina) ditebang, ternyata hanya dibiarkan
dikelola oleh pengusaha pihak luar Desa saja dalam jangka waktu lama, sehingga
Kuala Karang. Di samping itu menurut sampai penelitian ini dilaksanakan masih
keluhan beberapa informan produk usaha berupa semak- belukar, dalam kondisi

49
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

rusak. Secara umum dapat dinyatakan sebagian kecil bekerja sebagai nelayan
bahwa dari hasil pengukuran peta, penangkap ikan di laut. Pemilikan dan
wawancara terhadap beberapa tokoh pengusahaan lahan pertanian yang sempit
masyarakat setempat, dan pengamatan di ini, merupakan salah satu pendorong
lapangan langsung di lapangan, hutan mereka untuk mengkonversi sebagian lahan
mangrove di desa Kuala Karang dalam hutan mangrove menjadi lahan sawah dan
kondisi kurang rusak sejak tahun 2005 kebun.
hingga 2010. Rata-rata pendapatan rumahtangga
cukup tinggi, yakni Rp 1.168.755,- per
Karakteristik Sosial Ekonomi bulan, dengan jumlah rata- rata anggota
Secara demografis sebagian besar keluarga per rumahtangga 4 jiwa, maka
(51,26%) kepala rumah tangga atau KK di besarnya pendapatan per kapita Rp
Desa Kuala Karang adalah penduduk 292.189,- per bulan. Rata-rata pendapatan
berusia dewasa (30 – 45 tahun), dengan rumahtangga tersebut sedikit lebih tinggi
jumlah tanggungan keluarga penduduk dari pada UMR di Kabupaten Kubu Raya
termasuk kecil (4 orang/KK). Tingkat besarnya Rp 1.024.500,- tahun 2010
pendidikan mereka sebagian besar (56,0 %) (Mahendra, 2010).
tidak tamat dan tamat SD, bahkan 3,6 Maknanya, bahwa ditinjau dari aspek
persen tidak pernah sekolah. Ditinjau dari pendapatan rumhtangga, kondisi sosial
proporsi penduduk menurut pekerjaan, ekonomi penduduk Desa Kuala Karang
sebagian besar (73,8%) adalah petani dan secara umum relatif sejahtera.
nelayan; sebanyak 19,1 persen bekerja Ditinjau dari aspek tingkat status
sebagai nelayan dan buruh petani tambak, sosial ekonomi, sebagian besar (64,3%)
dan hanya 7,1 persen sebagai pedagang dan rumahtangga penduduk pesisir Aeramo,
pegawai. termasuk kategori tinggi. Sebagian lagi
Bagi sebagian besar penduduk yang termasuk kelompok penduduk dengan
bekerja di sektor pertanian dan nelayan, status sosial ekonomi kategori sedang
luas pemilikan lahan pertanian sebagian (11,9%) dan kategori rendah (23,8%).
besar (65,1%) penduduk kurang dari 7.500 Tingginya status sosial ekonomi sebagian
m2. Kegiatan sebagian besar nelayan besar penduduk di Desa Kuala karang
sebagai penangkap kepiting, dan hanya sangat wajar, mengingat pendapatan rata-

50
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

rata perkapita yang cukup tinggi. Dengan namun tampaknya mereka belum
pendapatan yang relatif tinggi, seharusnya menyadari pentingnya usaha di luar
mampu untuk memanfaatkan sebagai pertanian.
modal usaha di luar sektor pertanian,
Tabel 2. Hubungan antara Pengetahuan tentang Hutan Mangrove dengan Persepsi Penduduk
terhadap Hutan Mangrove

Persepsi Pengetahuan tentang Hutan Jumlah %


Jumlah Jumlah
Rendah 31(63,3%) 14 (40%) 45 53,6
Sedang 2 (4,1%) 1 (2,9%) 3 3,6
Tinggi 16 (32,7%) 20 (57,1%) 36 42,9
Jumlah 49 (100%) 35 (100%) 84 100
Kai kuadrat 12,7; signif. 0,01
Koefisien kontingensi 0,36
Sumber: Analisis data primer

Pengetahuan Penduduk tentang Hutan penduduk setempat tentang hutan


Mangrove mangrove, termasuk kategori cukup tinggi.
Hasil penelitian mengenai
pengetahuan masyarakat tentang manfaat Persepsi Penduduk terhadap Hutan
hutan mangrove menunjukkan, bahwa Mangrove
sebagian besar (71,4%) masyarakat di Desa Manfaat keberadaan hutan mangrove
Kuala Karang cukup memahami, atau sangat disadari oleh semua penduduk Desa
termasuk dalam kategori cukup mengetahui Kuala Karang. Persepsi sebagian besar
(sedang). Ditinjau dari proporsi jumlah (58,03%) penduduk terhadap manfaat hutan
penduduk yang memiliki pengetahuan mangrove termasuk kategori cukup dan
tentang kerusakan hutan mangrove, tinggi. Namun demikian persepsi terhadap
sebagian besar (53,5%) termasuk dalam kerusakan akibat pemanfaatan hutan
kategori tinggi atau banyak mengetahui. mangrove, sebagian besar (52,4%) pada
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kategori rendah. Persepsi mereka terhadap
pengetahuan masyarakat tentang perlunya perlunya pencegahan sebagian besar
pencegahan kerusakan hutan mangrove (56,0%) juga termasuk pada kategori
termasuk kategori tinggi (84,5%). Ditinjau persepsi rendah. Ditinjau dari persepsi
secara umum dari aspek pengetahuan penduduk terhadap keberadaan hutan

51
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

mangrove secara umum, pada sebagian dilaksanakan di desa ini, maka partisipasi
besar penduduk tentang pentingnya penduduk dalam pemanfaatan hutan
keberadaan hutan mangrove dianggap mangrove sebagian besar (95,2%) pada
kurang penting. Hal ini tampak dari kategori sedang. Dalam pencegahan
persepsi mereka terhadap hutan mangrove kerusakan lahan maupun tumbuh-
secara umum (53,6%) termasuk pada tumbuahan hutan mangrove, sebagian besar
kategori persepsi rendah. partisipasi penduduk juga pada kategori
Pada Tabel 2 ditunjukkan sebagian sedang (50,0% dan 48,8%). Wujud
besar kelompok penduduk yang memiliki partisipasi dalam pencegahan kerusakan
pengetahuan tentang hutan mangrove tersebut, terbatas dalam pemanfaatan hutan
kategori rendah dan sedang (63,3%); mangrove untuk sumber kayu bakar dan
adalah mereka yang memiliki tingkat pertukangan, jika pengambilan kayu masih
persepsi terhadap hutan mangrove pada berukuran sedikit, mereka artikan sebagai
kategori rendah. Tetapi sebagian besar ikut serta mencegah kerusakan lahan dan
(57,1%) kelompok penduduk yang vegetasi hutan mangrove. Secara umum
memiliki pengetahuan tentang hutan berbagai jenis partisipasi baik dalam
mangrove kategori tinggi, ternyata mereka pemanfaatan, maupun dalam pencegahan
yang juga memiliki persepsi tehadap hutan kerusakan hutan mangrove; atau partisipasi
mangrove pada kategori tinggi. Hasil dalam pengelolaan, termasuk pada kategori
analisis nilai c2 = 12,7; signifikansi 0,01; sedang (54,8%). Sebagian lagi (45,2%)
dan besarnya nilai koefisien kontingensi adalah kelompok penduduk dengan peran
(C) = 0,36. Artinya, makin tinggi tingkat serta kategori rendah. Partisipasi penduduk
pengetahuan penduduk tentang hutan dalam pengelolaan hutan hutan mangrove
mangrove di daerah ini, semakin tinggi tersebut, dipengaruhi oleh tingkat status
persepsinya terhadap keberadaan hutan sosial ekonomi mereka. Pada Tabel 3.
mangrove. ditunjukkan, bahwa sebagian terbesar (53,3
%) kelompok penduduk yang memiliki
Partisipasi Penduduk dalam Pengelolaan status sosial ekonomi sedang, adalah
Hutan Mangrove mereka yang memiliki partisipasi dalam
Sebagai akibat penyuluhan tentang pengelolaan hutan mangrove dengan
hutan mangrove belum pernah kategori rendah. Tetapi sebagian terbesar

52
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

(59,3%) kelompok penduduk yang signifikansi 0,05; dan besarnya nilai


memiliki status sosial ekonomi tinggi, koefisien kontingensi (C) = 0,38.
adalah mereka memiliki partisipasi dalam Maknanya, bahwa semakin tinggi status
pengelolaan hutan mangrove dengan sosial ekonomi penduduk di daerah ini,
kategori sedang. Hasil analisis memperoleh maka semakin tinggi partisipasinya dalam
nilai kai kuadrat (c2) = 7,78; pada pengelolaan hutan mangrove.
Tabel 3. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Partisipasi
Penduduk dalam Pengelolaan Hutan Mangrove

No Partisipasi Status Sosial Ekonomi Jumlah %


Sedang Tinggi
Jumlah (%) Jumlah (%)
1 Rendah 16 (53,3%) 22 (40,7%) 38 45,2
2 Sedang 14 (46,7%) 32 (59,3%) 46 54,8
Jumlah 30 (100%) 54 (100%) 84 100
Kai kuadrat 7,78; signif. 0,05
Koef. kontingensi 0,38
Sumber: Analisis data primer

Tabel 4. Hubungan antara Pengetahuan tentang Hutan Mangrove dengan Tingkat Partisipasi Penduduk
dalam Pengelolaan

No Partisipasi Status Sosial Ekonomi Jumlah %


Sedang Tinggi
Jumlah (%) Jumlah (%)
1 Rendah 30 (61,2%) 8 (22,9%) 38 45,2
2 Sedang 19 (38,8%) 27 (77,1%) 46 54,8
Jumlah 49 (100%) 35 (100%) 84 100
Kai kuadrat 17,93; signif. 0,01
Koef. kontingensi 0,42
Sumber: Analisis data primer

Tabel 5. Hubungan antara Persepsi terhadap Keberadaan Hutan Mangrove dengan Tingkat Partisipasi
Penduduk dalam Pengelolaan

No Partisipasi Status Sosial Ekonomi Jumlah %


Sedang Tinggi
Jumlah (%) Jumlah (%)
1 Rendah 29 (64,4%) 1 (33,3%) 8 22,2
2 Sedang 16 (35,6%) 2 (66,7%) 28 77,8
Jumlah 45 (100%) 3 (100%) 36 100
Kai kuadrat 14,57; signif. 0,007
Koef. kontingensi 0,38
Sumber: Analisis data primer

53
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

Pada Tabel 4 ditunjukkan sebagian mangrove dengan kategori rendah. Bagi


besar kelompok penduduk yang memiliki sebagian besar (77,8 %) kelompok
pengetahuan tentang hutan mangrove penduduk yang memiliki persepsi terhadap
kategori rendah dan sedang (61,2. %); keberadaan hutan mangrove kategori
adalah mereka yang memiliki tingkat tinggi; adalah mereka yang juga memiliki
partisipasi penduduk dalam pengelolaan tingkat partisipasi penduduk dalam
hutan mangrove dengan kategori rendah. pengelolaan hutan mangrove dengan
Sebagian besar (71,1 %) kelompok kategori sedang. Besarnya nilai c2 = 14,57;
penduduk yang memiliki pengetahuan signifikansi 0,007; dan nilai C = 0,38;
tentang hutan mangrove kategori tinggi, mendekati nilai baku C = 0,50. Artinya,
adalah mereka yang juga memiliki tingkat bahwa semakin tinggi tingkat persepsi
partisipasi penduduk dalam pengelolaan terhadap keberadaan hutan mangrove,
hutan mangrove dengan kategori sedang. maka semakin tinggi partisipasinya dalam
Kenyataan ini juga didukung besarnya nilai pengelolaan hutan mangrove.
c2 = 17,9; signifikansi 0,01 dan besarnya
nilai kontingensi (C) = 0,32; mendekati Arahan Pengelolaan Hutan Mangrove
nilai baku koefisien kontingensi (0,50). Berdasar Sosial Ekonomi Masyarakat
Berarti ada kecenderungan makin tinggi Beberapa alternatif arahan untuk
tingkat pengetahuan penduduk tentang dipertimbangkan dalam penyusunan
hutan mangrove, makin tinggi partisipasi rencana pengelolaan hutan mangrove,
dalam pengelolaan hutan mangrove. berdasar hasil penelitian yang telah
Hubungan antara partisipasi penduduk dilakukan lebih menekankan pada beberapa
dalam pengelolaan hutan mangrove, aspek karakterisitik, dan perilaku sosial
dengan persepsi penduduk tentang ekonomi penduduk daerah penelitian.
keberadaan hutan mangrove sangat kuat Dalam menunjang pengelolaan hutan
(Tabel 5). Sebagian besar kelompok mangrove di daerah penelitian, beberapa
responden penduduk yang memiliki hasil analisis data penelitian yang telah
persepsi terhadap keberadaan hutan dilakukan, dapat menjadi salah satu dasar
mangrove kategori rendah (64,4 %); adalah untuk menyusun rekomendasi beberapa
mereka yang memiliki tingkat partisipasi arahan rencana pengelelolaan hutan
penduduk dalam pengelolaan hutan mangrove dari aspek manusia, secara

54
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

umum adalah sebagai berikut. (1) Dinas Kehutanan, Perikanan dan Kelautan,
Mengingat belum adanya rencana Pertanian dan pemuka masyarakat setempat
pengelolaan hutan mangrove di Kecamatan dalam hal (a) penataan daerah perikanan
Teluk Pakedai dari Pemerintah Daerah tambak di areal hutan mangrove; dan (b)
Kabupaten Kubu Raya, maka secepatnya penyuluhan mengenai kegiatan usaha
perlu disusun rencana pengelolaan hutan tambak yang ramah lingkungan.
mangrove, yang sebelumnya perlu
penelitian aspek biofisik hutan KESIMPULAN
mangrove untuk identifikasi dan
inventarisasi permasalahan biofisik dan Keberadaan hutan mangrove di Desa
sosio budaya masyarakat sekitar hutan Kuala Karang secara umum dipahami oleh
mangrove. (2) Apabila rencana pengelolaan penduduk. Pengetahuan penduduk setempat
di tingkat kabupaten telah tersusun, maka relatif cukup tinggi tentang manfaat,
perlu disosialisasikan kepada beberapa kerusakan akibat pemanfaatan, serta
instansi yang terkait (Kehutanan, Perikanan perlunya pencegahan kerusakan hutan
dan Kelautan), dan kepada pemerintah mangrove. Namun demikian tingkat
daerah di setiap kecamatan yang memiliki pengetahuan tentang hutan mangrove
hutan mangrove, dan yang penting kepada tersebut lebih mengarah pada pengetahuan
masyarakat sekitar hutan mangrove. (3) manfaat ekonomi rumahtangga. Pentingnya
Perencanaan kegiatan penyuluhan kepada hutan mangrove secara umum
masyarakat seyogyanya diikuti kegiatan dipersepsikan oleh penduduk setempat
pengawasan, dan pengendalian langsung di masih pada tingkat rendah. Persepsi
lapangan yang sesegera mungkin penduduk tersebut lebih banyak
dilaksanakan. (4)Agar program diakibatkan tingkat pengetahuan mereka
pengelolaan hutan mangrove memperoleh tentang hutan mangrove, dari pada akibat
dukungan penuh dari segenap komponen perbedaan status sosial ekonomi.
masyarakat, dan agar memperoleh hasil Peran serta penduduk dalam
yang baik, maka perlu menjalin koordinasi pengelolaan hutan mangrove, termasuk
yang lebih baik dengan semua pihak yang kategori sedang. Variasi tinggi- rendahnya
terkait. (5) Untuk mengurangi konflik tingkat partisipasi penduduk dalam usaha
penggunaan lokasi; perlu kerja sama antara pengelolaan hutan mangrove bergantung

55
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

pada status sosial ekonomi, pengetahuan Teluk Pakedai Dalam Angka Tahun
2005. Sungai Raya: BPS. Kab. Kubu
tentang hutan mangrove, dan tingkat
Raya.
persepsi terhadap hutan mangrove
____ . 2010. Kecamatan Teluk Pakedai
Dari sisi partisipasi pemerintah dalam
Dalam Angka Tahun 2010. Sungai
wujud kebijakan untuk pengelolalaan hutan Raya: BPS. Kab. Kubu Raya.
mangrove di Kabupaten Kubu Raya belum
Clark, R.B., 1992, Biological Causes and
tersedia. Akibatnya, tanggapan masyarakat Effect of Paralytic Shelfish
Poisoning, in The Lancet (7571). P:
setempat terhadap peranserta pemerintah
770-772.
cenderung negatip, dalam kaitannya dengan
Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting. dan M. J.
belum tersedianya pengelolaan hutan
Sitepu. 1996. Pengelolaan
mangrove. Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT.
Arahan pengelolaan hutan mangrove
Pradnya Paramita.
dari aspek sosial ekonomi, pemerintah
Dinas Kehutanan Kabupaten Kubu Raya.
daerah perlu secepatnya menyusun
2010. Perkembangan Kondisi
pengelolaan hutan mangrove. Pengelolaan Kawasan Hutan. Sungai Raya: Dinas
Kehutanan Kabupaten Kubu Raya.
perlu disosialisasikan kepada beberapa
instansi terkait dan masyarakat sekitar FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980
– 2005.A thematic study prepared in
hutan mangrove, dengan cara secepatnya
the freamwork of the global forest
merencanakan kegiatan penyuluhan kepada Resources Assessment 2005. Rome:
FAO.
masyarakat, disertai kegiatan pengawasan,
dan pengendalian langsung di lapangan. Giesen, Wim, Zieren, Max, Scholten, and
Liesbeth. 2006. Mangrove
Guidebook For Southeast Asia.
DAFTAR PUSTAKA FAO and Wetlands International.

Alikodra, H. 1998. Kebijakan Pengelolaan Hamilton, Lawrence, S. And Samuel C.


Hutan Mangrove Dilihat dari Snedaker.1984. Handbook for
Lingkungan Hidup, dalam Prosidings Mangrove Area Management.
Seminar VI Ekosistem Mangrove. Honolulu: EAPI, IUCNNR,
Jakarta: LIPI. Hal: 33-43. UNESCO, and UNEP.

Bengen, D.G. 1999. Ekosistem dan Kenneth, F.D. 1979. Forest Management,
Sumberdaya Alam Pesisir, dalam Regulation, and Valuation. London:
Bahan Kuliah SPL. Bogor: Program McGraw-Hill Book Co.
Pasca Sarjana IPB.
Kompas. 2008. ‘209.547 Hektar Hutan
BPS. Kab. Kubu Raya. 2005. Kecamatan Mangrove di Kalimantan Barat

56
Jurnal Geografi Volume 11 No. 1 Januari 2014: 43-57

Rusak’dalamhttp://nasional.kompas.c Tanjung, S.D. 2002. ‘Tipe-Tipe Ekosistem’


om/read//23121466/209.547.htm. dalam Bahan Kuliah Ekologi dan
Diakses tanggal 24 Juli 2010. Ilmu Lingkungan Magister
Pengelolaan Lingkungan. Universitas
Mahendra. 2010. UMR/UMK Propinsi Gadjah Mada. Yogyakarta: Fak
Kalimantan Barat, Non Sektor pada Geografi UGM.
Tahun2010,dalamhttp://www.hrcentr
o.com/umr/kalimantan_barat/non_ka Yuliarsana, N. dan Danisworo, T. 2000.
b /non_ sektor/2010. Rehabilitasi Pantai Berhutan
Mangrove, dalam Prosiding Seminar
Nugroho, I., Dahuri, R. 2004. Nasional Pengelolaan Ekosistem
Pembangunan Wilayah, Perspektif Pantai dan Pulau-pulau Kecil dalam
Ekonomi, Sosial dan lingkungan. Konteks Negara Kepulauan.
Jakarta: LP3ES Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.
Pramudji. 2000. ‘Dampak Perilaku
Manusia Pada Ekosistem Hutan
Mangrove di Indonesia’ dalam
Osean, Volume XXV, Nomor 2,
2000; 13-20.

Ritohardoyo, Su., 2009. Ekologi Manusia.


Bahan Ajar. Yogyakarta: Program
Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah
Pasca Sarjana UGM.

Saenger, P,.E.J Hegerl, and J.D.S. Davie


(Eds.). 1983. Global Status
Mangrove Ecosystems. Commission
on Ecology Pappers Number 3.
Gland, Switzerland: International
Union for the Conservation of Nature
and Natural Resources. Sorensen,
J.C., and S. Mc Creary. 1990. Coast:
Institustional Arrangementsfor
Managing Coastal Resources.
University of California of Berkeley.

Soekanto, S. 1983. Kamus Sosiologi,


Jakarta: CV. Rajawali.

Sunoto. 1997. Analysis Kebijakan dalam


Pembangunan Berkelanjutan, dalam
Bahan Pelatihan Analisis Kebijakan
Bagi Pengelolaan Lingkungan.
Jakarta: Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup.

57

Anda mungkin juga menyukai