1435 2798 1 SM
1435 2798 1 SM
Lands that were formerly owned based on adat title are historically
attached to and inseparable from the history of the bourne identity of The
Republic of Indonesia with its various ethnic and social system
background. Agrarian policy is stipulated in the Constitution 1945 as the
political master plan in Article 33 paragraph (3) regarding agrarian,
further stipulated in Law NO.5 Year 1960 (Agrarian Law) which affirmed
the deliverance of authority to the State to manage agrarian elements. In
line with the system adopted by the conversion provisions in Agrarian
Law, ownership of land must be followed up by registration in order to
obtain protection and certainty of rights based on Agrarian Law system
including ownership of lands that were formerly owned by adat title. This
esay elaborates the way the practice of such registration will guarantee
certainty of law and protection of law especially within the area of Bogar
and Depok as the samples of this research.
A. Pendahuluan
tersebut dalam Pasal 21. Menurut alur log is dari pengaturan yang dimuat
di dalam UUPA maka terhadap tanah-tanah bekas hak milik adat yang
juga dikenal istilah bekas hak-hak Indonesia yang telah diakomodasikan di
dalam ketentuan konversi di atas maka secara hukum telah berubah
menjadi tanah hak milik sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA.
Sejalan dengan sistem yang dianut ketentuan konversi UUP A,
maka harus diikuti dengan pendaftaran agar dapat memperoleh
perlindungan dan kepastian hak menurut sistem UUPA. Secara khusus
pendaftaran tanah bekas hak milik adat (bekas hak-hak Indonesia) itu
ditetapkan di dalam Pasal 15, 18 PP Nomor IO Tahun 1961 dan
diselenggarakan dengan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor
2 Tahun 1962 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.
261DDA11970 . Terakhir dengan adanya penggantian PP No. IO Tahun
1961 dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka
pendaftaran terhadap tanah-tanah tersebut yang belum didaftarkan akan
dilakukan menurut ketentuan peraturan pemerintah tersebut yang
dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria No.3 Tahun 1997.
B. Permasalahan
Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria No.3 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah'.
Adapun tahapan prosedur yang harus dilalui dalam pendaftaran
tanah pertama kali yang berlaku untuk tanah-tanah bekas hak milik adat di
kantor pertanahan adalah sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data Fisik
Untuk memperoleh data fisik atas bidang tanah yang didaftarkan
maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah (1) mendatangi
lokasi tanahnya; (2) menetapkan batas-batas tanah berdasarkan
persetujuan dari para pemegang hak yang berbarasan bidang tanahnya
(Contradiction Delimitation); (3) menyelesaikan perselisihan jika ada
dan jika perselisihan yang ada tidak terselesaikan akan dibuat batas-
batas tanah berdasarkan penetapan batas sementara; (4) membuat
tanda-tanda batas; (5) melakukan pengukuran; (6) pembuatan peta
bidang tanah yang didaftar dan sura! ukur.
2. Pengumpulan Data Yuridis
Data yuridis diperoleh dari pembuktian hak atas tanah dengan
mengumpulkan dan meneliti kebenaran alat-alat bukti yang diajukan
dan menuangkan hasil penelitian tersebut ke dalam daftar is ian berupa
Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas.
3. Pengumuman
Pengumuman atas Daftar Isian yang berisi data fisik dan data
yuridis beserta peta bidang tanah yang akan didaftar di Kantor
Pertanahan setempat dan Kantor Kepala Desa/Lurah setempat selama
30 hari (jika dilakukan pendaftaran tanah yang bersifat sistematik)
atau 60 hari (jika pendaftaran dilakukan secara sporadik).
Pengumuman ini dimaksudkan dapat memberikan kesempatan bagi
pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan.
I Sesuai dengan proses penctaftaran tanah yang diatur di dalam peraturan tersebut , maka
pendaftaran tanah bekas hak milik adat adalah termasuk dalam jenis pendaftaran tanah
untuk pertama kali (initial registration) yailu di dalam Pasal 14 s.d. 31 PP No. 24 Tahun
1997 dan di dalam Pasal 82 s.d. 177 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.
3 Talmn 1997.
4. Penyelesaian Keberatan
Apabila muneul keberatan dad pihak lain maka keberatan tersebut
akan diupayakan penyelesaiannya secara musyawarah mufakat yang
akan dituangkan ke dalam Berita Acara Penyelesaian. Namun jika
penyelesaian tidak tercapai pad a tahap ini maka Kepala Kantor
Pertanahan akan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pihak
yang mengajukan keberatan itu agar melanjutkan proses itu ke
pengadilan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak
disampaikannya pemberitahuan terse but.
5. Pengesahan data fisik dan data yuridis
Pengesahan terhadap data fisik dan data yuridis dilakukan dengan
membuat Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis.
6. Penegasan Konversi Hak atas Tanah
Penegasan konversi dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
dengan menambahkan catatan di dalam Risalah Hasil Penelitian dan
Penetapan Batas tentang penegasan konversi hak atas tanah tersebut
menjadi Hak Milik dengan mencantumkan nama pemohon sebagai
pemegang hak.
7. Pembukuan Hak
Pembukuan Hak dilakukan dengan membuat buku tanah (mencatat
dalam buku tanah) Hak Milik atas nama pemohon dengan nomor
sendiri dan mencatatkan hak itu pada surat ukur dan daftar umum
lainnya.
8. Penerbitan Sertipikat atas nama pemohon
Sertipikat akan diterbitkan jika di dalarn buku tanah tidak ada
catatan mengenai kekuranglengkapan data, ada sengketa yang terjadi
atas tanah tersebut.
2 Hal itu dengan pertimbangan fakta bahwa dari penelitian Tesis Selijali Sekaras ih tahun
2002 pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor diperoleh data bahwa jumlah permohonan
pendaftaran yang mencapai 300 berkas per bulan, yang mana berarti tidak seluruh anggoGt
Satgas dapat melakukan pengukuran pada saat bersamaa n di S3tU lokasi.
c. Faktor-faktor Penghambat/Kendala
Namun demikian dari tenggang waktu tersebut tidak dapat dicapai
secara konsisten dan akurat karena adanya faktor penghambat berupa:
a. pihak pemohon yang tidak serta merta melengkapi berkas pendaftaran
yang diperlukan sesuai peraturan yang berlaku;
b. adanya kuantitas permohonan pendaftaran tanah yang mencapai jumlah
rata-rata 300 per bulan
3 Kriteria lengkap dokumen uotuk konversi laogsung ini menurut Pasai 2 Peraturan
Me nteri Pertanian dan Agraria No.2 Tahun 1962 , yailu: (1) tanda bukti haknya; (2) tanda
bukti kewarganegaraan ; dan (3) keterangan pemilik lanah tentang penggunaan tanahnya
uotuk perumahan alau pertanian.
4 Sebelum berlakunya Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Ta hun 1962,
pendaftaran tanah-tanah bekas hak milik adat dilakukan di tiga instansi yang berbeda
berkaitan dengan:
a. pemberian penegasan haknya yang dikonversi (Bupati)
h. pemberian penegasan konvers i (Kepala Inspeksi Agraria)
c. yang membukukan hak yang baru (Kepala Kantor Pendaftaran Tanah/ KKPT)
5Data hasiJ wawancara tanggal 1 Juli 2004 dengan nara sumber di Kantor Pertanahan
Kota Depok.
diperoleh rentang waktu pendaftaran tanah bekas hak milik adat kurang
lebih 4 bulan terhitung sejak masuknya berkas ke loket hingga terbitnya
sertipikat dengan rincian sebagai berikut.
a. 30 hari sejak berkas diterima di loket pendaftaran dan diberi resi dan
nomor, lalu diteliti kelayakannya sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan di dalam Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala BPN
No. 3 tahun 1997. Jika sudah lengkap dan memenuhi syarat maka
akan dilakukan pengukuran yang disaksikan oleh pemilik hak yang
bidang tanahnya berbatasan;
b. 15 hari selanjutnya adalah untuk membuat peta bidang tanah hasil dari
pengukuran yang sudah dilakukan;
c. 60 hari yang kemudian dalah saat untuk mengumumkan di kantor
kepala desallurah setempat agar jika ada pihak yang berkeberatan
dapat mengajukan keberatan;
d. 15 hari terakhir adalah untuk pembuatan sertipikat dan memberikan
kepada pemohon.
c. Faktor-faktor Penghambat/kendaIa
c. 1. Faktor Intern Aparat
Penyebab dari tenggang waktu yang tidak dapat dicapai secara
konsisten dan akurat di Kantor Pertanahan Kota Depok diinventaris karena
adanya faktor-faktor penghambat berupa:
a. belum adanya pemahaman yang mantap mengenai prinsip publikasi
negatif yang dianut menimbulkan "ketakutan" di kalangan aparat
untuk bertindak mencari aman dari gugatan dan tuntutan, khususnya
tuntutan pidana. Hal itu tercermin dari perlakuan terhadap pendaftaran
bekas hak milik ad at yang bukan berupa Akta Jual beJi, kebanyakan
masih berupa jual beli di atas kertas segel. Pihak aparat pendaftaran
tanah tidak mau menerima kertas segel untuk dilengkapi berkas
pendukung yang harus diperoleh dari keterangan riwayat tanah dari
kepala desallurah setempat, sementara hal itu tidak selalu dapat
diperoleh karena kacaunya administrasi desa;
b. adanya kuantitas permohonan pendaftaran tanah yang mencapai jumlah
rata-rata 300 per bulan dan terus menumpuknya tunggakan secara
akumulatif terus-menerus;
D. Analisis
6 Hal itu menghambat dalam proses pe ndaftaran selanjutnya di kantor pertanahan yang
berpedoman pada konsep harta bersama yang diatur di dalam Pasal 35 dan 36 UU No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menetapkan bahwa terhadap harta bersama (harta
yang dim iliki yang diperoleh dalam hubungan perkawinan) harus dengan persetujuan pihak
isteri atau suami. Mesk ipun di dalam penerapannya seeara hukum dapat dilihat dari bukl i-
bukti perolehannya dapat diketahui statusnya sebagai harta bersama atau harta pribadi,
yang implikasinya jelas untuk memberlakukan persaya ratan persetujuan dari suam i/ iste ri
atau tidak. Namun kebanyakan hal itu tidak menj adi perhat ian aparat pendaftaran tanah
yang menerapkan pukul rata mensyaratkan adanya persetujuan suamilisteri.
Sedangkan terhadap hak-hak yang tidak ada atau tidak ada lagi
tanda bukti haknya masih tetap perlu dilakukan penegasan hak, tapi
penegasan hak itu dan penegasan konversinya (juga disebut:
Pengakuan Hak) melalui Panitia Pemerikasaan Tanah A yang dulu
dibentuk dengan Keputusan Menteri Agraria No . SK. 113/Ka/ 1961 yang
menyaratkan adanya pengumuman selama 2 bulan di kantor desa, camat
dan Kepala Agraria Daerah. Acara pengakuan hak masih tetap diperlukan,
karena seringkali sangat perlu diperoleh kepastian apakah hak yang
dimintakan pembukuan memang betul sesuai yang dikatakan oleh
pemohon dan bukan hak lain yang lebih rendah.
c. Kesimpulan
9 Dr. Kartona Kartini. Patologi Sosial, Jakarta: PT Radja Grafindo Persada, 1999 dalam
Bab 4, mengenai korupsi.
10 Data hasH wawancara tanggal 1 Juli 2004 dengan nara sumber di Kantor Pertanahan
KOla Depok
Daftar Pustaka