Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI Praktikum ke-1 TATALAKSANA TERAPI KOMPLIKASI GERD, HIPERTENSI, DAN ANEMIA

Dosen Jaga Asisten

: Fajar Prasetya, S.Farm., M.Si., Apt : Ahmad Fauzi Al-Amrie

Hari, Tanggal Praktikum : Senin, 26 September 2011 Kelompok IV 1. Muhammad Anwari Kamil 2. Aji Yuda Wijaya 3. Rima Hayanty Ritonga 4. Bayani 5. Maulia Ardiyati NIM. 08.110.152.26 NIM. 08.110.152. NIM. 08.110.152.42 NIM. 08.110.152.55 NIM. 08.110.152.59

LABORATORIUM FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2011

BAB II TERAPI UMUM PENYAKIT

2.1 Hipertensi 2.1.1. Definisi Hipertensi Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten. Krisis hipertensi tekanan darah di atas 180/120 mmHg dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat ( meningkatnya tekanan darah akut atau dissertai kerusakan organ) atau hipertensi gawat (beberapa tekanan darah meningkat tidak akut ). ISO Istilah hipertensi digunakan untuk kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan ini bertahan. Menurut definisi WHO tidak bergantung pada usia, pada keadaan istirahat batas normal teratas untuk tekanan systole adalah 160 mmHg, tekanan diastole 95 mmHg. Seseorang dikatakn mempunyai tekanan darah yang labil jika di samping tekanan darah yang tinggi, sewaktu-waktu diamati tekanan darah normal. Karena tekanan darah nmerupakan resultante dari volume menit jantung (heart minute volume) dan ketahanan perifer, maka hioertensi dapat disebabkan oleh naikknya volume menit jantung, naiknya ketahanan perifer atau naiknya kedua parameter tersebut. Kenaikan tekanan darah arteri yang bertahan ini merupakan salah satu penyebab terpenting aterosklerosis sebagai akibatnya terjadi serangan apoplektik di otak, penyakit jantung koroner di jantung, dan insufiensi di ginjal. ( dinamika obat) 2.1.2 Patofisiologi Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik ( hipertensi sekunder ) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder bernilai kurang dari 10%kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau renovaskular. Kondisi lain yang dapat

menyebabkan hipertensi sekunder antara lain pheocrhomocytoma, cindrom cushing, hipertiroid, hiperparatiroid, algosteron primer, kehamilan,

obstruktif sleep aonea. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekana darah adalah kortikosteroaid, estrogen, AINS, ampetamin, sibutramin, siklosporin dan lain-lain. 2.1.3 Manifestasi Klinik Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai gejala. Penderita hipeertensi sekunder dapat dosertai gejala suatu penyakit. Penderita feokromositoma dapat mengalami sakit kepala paroksimal, berkeringat, takikardia, palpitasi, dan hipotensi ortostatik. Pada

aldosteronemia primer yang mungkin terjadi adalah gejala hipokalamia, keram otot, dan kelelahan. Penderita hipertensi sekunder pada sindrom cushing dapat terjadi peningkatan berat badan, poliurea, edema, irregular menstruasi, jerawat dan atau kelelahan otot. 2.1.4 Hipertensi Lanjut Usia Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda. Baik tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat samapi umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun.

Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur. Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan predictok terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap system kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini

menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas

baroreseptor juga berubah dengan umur. Tabel classification of blood presure for adult

(JNC7,2004) Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi

adrenergik-b

dan

vasokonstriksi

adrenergik-a

akan

menyebabkan

kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam,sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahan- perubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikcl kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus. (Kuswardhani, 2006). 2.1.5 Terapi Non Farmakologi Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya dianjurkan untuk memodifikasi gaya hidup, termasuk penurunan berat badan jika kelebihan berat badan, melakukan diet makanan, mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4g/hari, melakukan aktifitas fisik seperti aerobic, mengurangi konsumsi alcohol dan menghentikan kebiasaan merokok. Penderita yang didiagnosis hipertensi tahap 1 atau 2 sebaiknya ditempatkan pada terapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat secara bersamaan. 2.1.6 Terapi Farmakologi Pemilihan obat tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan keberadaan compelling indication. Kebanyakan hipertensi tahap 1 sebaiknya terapi diawali dengan diuertik tiazid. Penderita hipertensi tahap 2 pada umumnya diberikan terappi kombinasi salah satunya obat diuretic tiazid kecuali terdapat kontra indikasi. Ada 6 compelling indication yang spesifik dengan obat anti hipertensi serta memberikan keuntungan yang unik. Diuretic, B bloker, inhibitor Angiotensin-Comperti Enzim ( ACE ), Angiotensin II Reseptor Bloker ARB, dan kalsium Channel Bloker ( CCB ),

merupakan agen primer beradasarkan pada data kerusakan organ target atau morbibitas dan kematian kardiovaskular.

2.2 Refluk Gastroesofagus 2.2.1. Definisi Gastroesofagus Refluk Gastroesofarus merupakan gerakan membalik isi lambung menuju esofagus. Penyakit refluks gastroesofagus juga memicu pada berbagai kondisi gejala klinik atau perubahan histologi yang terjadi akibat refluks gastroesofagus. Ketika esofagus berulang kali kontak dengan material refluk untuk periode yang lama, dapat terjadi inflamasi esofgusdan dalam beberapa kasus berkembang menjadi erosi esophagus. 2.2.2 Patofisiologi Kebanyakan pasien dengan RGE, permasalahannya bukan karena produksi asam yang berlebih, akan tetapi kontak yang terlalu lama antara asam yang diproduksi dengan mukosa esofagus. Refluk Gastroesofarus sering kali disebabkan karena telah rusaknya tekanan LES ( Lower Esophageal Sphincer ). Pasien mungkin mengalami penurunan tekanan LES karena relaksasi spontan LES, peningkatan sementara tekana abdominal atau lemahnya LES. Variasi makanan dan obat dapat menurunkan tekanan LES. Masalah lain dalam mekanisme pertahanan mukosa normal juga dapat menyebabkan berkembangnya RGE diantaranya adalah terlalu lamanya esofagus terpapar dengan asam, tertundanya pengosongan lambung, dan berkurangnya resistensi mukosa. Faktor-faktor agresif yang dapat kerusakan esofagus akibat refluks gastroesofagus adalah asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas. Komposisi dan volume refluks merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan akibat refluks gastroesofagus.

2.2.3 Terapi Tujuan dari pengobatan adalah untuk menurangi dan meringankan gejala, mengurangi frekuensi dan durasi refluks dan gastrofagus, mencegah

meningkkatkan

penyembuhan

mukosayang

terluka

berkembangnya komplikasi. Target terapi ditujukan pada menormalkan abnormalitas patofisiologi diantaranya aalah dengan menurunkan keasaman refluks, menurunkan volume lambung yang dapat terefluks, meningkatkan pengosongan lambung, meningkatkan tekanan LES, meningkatkan pengeluaran asam dari esofagos, dan melindungi mukosa esofagos. Terapi II digolongkan dalam beberapa fase : Fase I : Mengubah gaya hidup dan dianjurkan terapi dengan menggunakan antasida dan atau OTC antagonis reseptor HH2 ( ARH2) atau inhibitor pompa proton. Fase II : Intervensi farmakologi terutama dengan obat penekan asam dosis tinggi Fase III : Terapi intervensional ( pembedahan antirefluks atau terapi endoluminal ). Terapi awal bergantung pada kondisi pasien, frekuensi gejala, tingkat esofagitis, adanya komplikasi. Pendekatan meningkat bertahan digunakan, dimulai dari fase I kemudian bila perlu fase II dan III. Modifikasi gaya hidup harus dimulai dari awal dan diteruskan selama terapi. Tabel makanan dan Obat-obatan yang dapat memperburuk gejala GERD Menurunkan tekanan LES ( Lower Esophageal Sphincer ) Makanan Karminatif ( peprmint, spermint) Coklat Kopi, cola, teh Makanan berlemak Bawang putih Bawang

Obat-obat Antikolinergik Barbiturat Benzodiasepin Kaffein Dihidropidin Saluran Ca-Bloker Dopamin Estrogen Etanol Langsung mengiritasi mukosa esofagus Makanan Makanan yang pedas Jus jeruk Obat-obat Alendronat Aspirin Besi NSAID Kuinidin NaCl Jus tomat Kopi Isoproterenol Narkotik Nikotin Nitrat Phentolamine Progesteron Teofilin

2.3 Anemia 2.3.1 Definisi Anemia Anemia merupakan sekelompok gangguan yang dikarakterisasi dengan penurunan hemoglobin atau sel darah merah, berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Klasifikasi morfologi berdasarkan ukuran sel. Sel makrositik berukuran lebih besar daripada normal dan dihubungkan dengan defisiensi vitamin B12 atau folat. Sel mikrosotik berukuran lebih kecil daripada normal dan dihubungkan dengan defisiensi besi atau anomali genetik, konsentrasi besi mengalami penurunan.

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan asupan makanan yang tidak mencukupi, absorpsi gastrointestinal yang tidak cukup, kebutuhan besi yang meningkat, kehilangan darah, dan penyakit kronik. Anemia penyakit kronis merupakan anemia hipoprolirelatif yang berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi kronis, kerusakan jaringan, atau kondisi yang melepaskan sitokin proinflamasi. ( ISO, 2009 ) 2.3.2 Macam-Macam Anemia a. Anemia akibat kehilangan darah Setelah mengalami perdarahan yang cepat, tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu 1 sampai 3 hari, namun hal ini akan menyebabkan konsentrasi sel darah merah menjadi rendah. Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya, konsentrasi sel darah merah biasanya kembali normal dalam waktu dalam 3 sampai 6 minggu. Pada kehilangan darah yang kronik, pasien sering kali tidak dapat mengabsorbsi cukup besi dari usus untuk membentuk hemoglobin di dalamnya, sehingga menimbulkan anemia hipokromik mikrositik. b. Anemia aplastik Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang. Contohnya seseorang yang terpapar oleh radiasi sinar gamma akibat ledakan bom atom dapat tetap menderita kerusakan sumsum tulang yang menyeluruh dan dalam bebrapa minggu diikuti anemia yang mematikan. Demikian juga, terapi yang menggunakan sinar-X secara berlebihan, zat kimia tertentu pada industry dan bahkan obat-obatan pada pasien yang sensitive dapat menimbulkan efek yang sama ( patofisiologi kedokteran) c. Anemia defisiensi vitamin B12 Suplemen vitamin B12 oral sama efektifnya dengan parenteral meskipun pada beberapa pasien dengan anemia pernisiosa, karena jalur absorpsi vitamin B12 alternatif tidak dipengaruhi factor intristik. Kobalamin oral di awali dengan 1 hingga 2 minggu, dilanjutkan dengan

1 mg setiap hari. Terapi parenteral beraksi lebih cepat daripada terapi oral dan harus digunakan jika terdapat gejala neurologi. Regimen yang terkenal adalah siankobolamin 1000mg setiap hari selam seminggu, kemudian setiap minggu selam sebulan, dan kemudian setiap bulan. Ketika gejala dapat diatasi, pemberian oral harian dapat dimulai. d. Anemia defisiensi Besi Terapi besi secara oral dengan garam besi ferrous yang larut, bukan salut dan bukan lepas lambat atau bertahap, direkomendasikan pada dosis harian 200mg elemen dalam dua atau tiga dosis terbagi. Makanan memiliki peran signifikan karena besi sedikit diabsorpsi dari sayuran, produk padi-padian, produk susu dan telur. Besi diabsorbsi dengan baik dari daging, ikan dan unggas. Pemberian terapi besi dengan makanan mengurangi absorpsi lebih dari 50% tetapi dapat diperlukan untuk memperbaiki toleransi. Sediaan besi parental yang tersedia memiliki efikasi yang mirip tetapi berbeda dalam hal profil farmakologi, farmakokinetik dan keamanannya. Produk terbaru, natrium besi glukonat, dan besi sukrosa ditoleransi lebih baik daripada besi dekstran. Besi dekstran dapat diberikan secara intramuscular dengan pemberian Z-tract, atau secara intravena dengan penyuntikan pelan secara berulang larutan yang tidak diencerkan atau dengan infuse larutan yang diencerkan. Setelah dosis awal 25mg IM atau IV pasien harus dimonitor selama 1 jam untuk reaksi samping seperti reaksi alergi, termasuk anafilaksis.

Tabel Produk Besi Oral Garam Ferro sulfat Besi elemental (%) Elemental iron yang tersedia 20 60-65 mg/324-325 mg tablet

Ferro sulfat (exsiccated)

30

Ferro glukonat Ferro fumarat

12 33

Kompleks besi polisakarida Besi karbonat 2.3.3 TERAPI FARMAKOLOGI

100

100

18 mg besi/ 5 ml sirup 44 mg besi/ 5 ml eliksir 15 mg besi/ 0,6 ml drop 65 mg/200 mg tablet 60 mg/187 mg tablet 50 mg/ 160 mg tablet 36 mg/325 mg tablet 27 mg/240 mg tablet 33 mg/100 mg tablet 63-66 mg/200 mg tablet 33 mg/5 ml suspense 150 mg kapsul 50 mg tablet 100 mg/ 5 ml eliksir 50 mg kaplet

a. Produk yang mengandung Besi Mekanisme kerja Besi merupakan komponen hemoglobin. Mioglobin dan beberapa enzim. Besi terutama disimpan sebagai hemosiderin atau ferritin teragregasi, ditemukan pada system retikuloendotelial dan hepatosit. Defisiensi besi dapat mempengaruhi mmetabolisme katekolamin, dan dikaitkan dengan masalah perilaku atau proses belajar pada anak. Data farmakokkinetik Absorpsi besi terutama dari duodenum jejunum. Garam ferro diabsorpsi 3 kali lebih cepat dibandingkan bentuk ferrri. Garam ferro yang umum ( contoh sulfat, glukonat, fumarat) diabsorpsi hamper dengan dasar milligram tetapi berbeda dalam kandungan besi elemental. Makanan dapat menurunkan absorpsi besi setidaknya

sebesar 50%. Bagaimanapun intoleransi gastric mengharuskan pemberian obat bersamaan dengan makanan. Eksresi besi ditransportasikan melalui darah dan terikat pada transferring. Kehilangan besi dari urin, keringat dan sel mukosa intestinal sekitar 0,5 hingga 1 mg pada pria sehat. b. Besi Dekstran Mekanisme kerja Besi dekstran yang bersikulasi dibuang dari plasma oleh system retikuloendotelial yang membagi kompleks menjadi komponen besi dan dekstran. Besi segera terikat pada protein membentuk hemosiderin atau ferritin. Besi ini mengisi hemoglobin dan penyimpanan besi yang kosong. Data farmakokinetik Absorpsi/ distribusi Setelah injeksi IM, besi dekstran diabsorpsi dari area injeksi menuju kapilari dan system limfatik, sebagian besar injeksi Im besi dekstran diabsorpsi dalam 72 jam, sisanya diabsorpsi dalam 3-4 minggu. Metabolisme/ eksresi Dekstran, suatu poliglukosa, mengalami metabolisme dan juga ekskresi. Besi diekskresi melalui urin dalam jumlah yang dapat diabaikan. c. Besi sukrosa Mekanisme kerja Besi sukrosa digunakan untuk mengisi penyimpanan besi tubuh pada pasien defisiensi besi yyang sedang hemodialisis kronis dan menerima eritropetin. Pada pasien ini, defisiensi besi disebabkan kehilangan darah selama prosedur dialysis, peningkatan eritropoesis,dan absorpsi besi dari

saluran pencernaan yang tidak cukup. Besi penting untuk sintesis hemoglobin untuk mempertahankan transfort oksigen dan untuk pembentukan dan fungsi senyawa heme dan nonheme yang penting secara fisiologis. Data farmakokinetik Absorpsi Pada orang dewasa sehat yang diberikan besi sukrosa dosis IV, komponen besinya menunjukkan kinetic orde satu. Distribusi Pada orang dewasa sehat yang menerima besi sukrosa dosis IV, komponen besinya terdistribusi terutama di darah dan cairan ekstravakular. Suatu studi yang menggunakanbesi menunujukkan bahwa distribusi besi dalam jumlah signifikan terutama di hati, limpa, dan sumsum tulang. Metabolisme/ ekskresi Setelah pemberian besi sukrosa secara IV, besi sukrosa terdiosiasi menjadi besi dan sukrosa oleh system retikuloendotelial. Komponen sukrosa dieliminasi terutama oleh ekskresi urin dengan waktu paruh eliminasi selama 6 jam dan bersihan total 1,2 L/jam.

BAB III URAIAN KASUS DAN PENYELESAIANNYA

3.1. Uraian Kasus Bapak BT (65 tahun, 165 cm, 70 kg) mengalami nyeri di daerah abdominal. Gejala lain yang dirasakan adalah anoreksia, nausea, perut kembung, dan adanya pembengkakan (uedem) di daerah kaki. RPD RPO : anemia, sesak nafas, dan hipertensi. : becotide inhaler, voltaren

Diagnosa sementara : asma dan hipertensi Data pasien : TD = 140/78 Nadi = 80 kali /menit Suhu = 38C Data lab : Hb = 9,5 g/dL Na = 170 mEq/L K = 7,2 mEq/L Scr = 1,9 mg/dL AST = 36 IU/L ALT = 43 IU/L Glukosa = 110 mg/dL CK = 120 IU/L CK-HB = 9 g/L Eritrosit = 3x106 /mm2 Leukosit = 13.000 /mm2 Hematokrit = 35%

3.2. Pasien Database Nama Umur : BT : 65 tahun

Jenis kelamin TB BB Alergi Keluhan

: laki-laki : 165 cm : 70 kg :: nyeri di daerah abdominal, anoreksia, nausea, perut kembung, dan pembengkakan di daerah kaki

Riwayat penyakit

: anemia, sesak nafas, hipertensi

Riwayat penyakit keluarga: Riwayat obat : becotide inhaler, voltaren

Obat yang digunakan sekarang: Riwayat sosial TTV Data Klinik Tekanan Darah Suhu Nadi Data Laboratorium Data Laboratorium Hb Na K Scr AST ALT Glukosa CK Eritrosit :: Normal 120/80 mmHg 36-37C 80 kali /menit : Normal 14-18 g/dL 135-145 mEq/L 3,5-5 mEq/L 0,6-1,3 mg/dL sampai dengan 37 IU/L sampai dengan 42 IU/L 70-110 mg/dL 30-180 IU/L 4,6-6,2 juta/mm3 Kondisi Pasien 9,5 g/dL 170 mEq/L 7,2 mEq/L 1,9 mg/dL 36 IU/L 43 IU/L 110 mg/dL 120 IU/L 3x106 /mm3 Keterangan N N N Kondisi Pasien 140/78 38C 80 kali /menit Keterangan N

Leukosit Hematokrit Keterangan:

4000-10.000 mm3 40-48 % N = Normal = Meningkat = Menurun

13.000 /mm3 35%

Data Penunjang Lainnya: -

3.3. Metode SOAP 3.3.1. Subyektif: Pasien mengeluhkan nyeri di daerah abdominal, anoreksia, nausea, perut kembung, dan pembengkakan di daerah kaki. 3.3.2. Obyektif : Pasien mengalami kelebihan Na, K, Scr, ALT, dan leukosit, dan mengalami kekurangan Hb, eritrosit, dan hematokrit. 3.3.3. Assesment: Pasien merasakan nyeri abdomen (lambung), anoreksia (hilang selera makan), nausea (mual), dan perut kembung karena mengalami GERD (Refluk

Gastroesofagus), dimana cairan makanan kembali naik dari lambung ke esophagus yang mempengaruhi juga paru-paru dimana asam dari esofagus dapat menstimuli reseptor asam yang sensitif disaluran nafas bagian atas, menimbulkan bronkospasme sehingga mengakibatkan pasien mengalami asma pada riwayat penyakit terdahulunya dan karena inilah pada data laboratorium pasien mengalami kenaikan jumlah leukosit (sel darah putih) yang melebihi jumlah normalnya. Pembengkakan di daerah kaki yang dialami pasien dikarenakan pasien juga mengalami hipertensi tipe I yang dideteksi dari nilai tekanan darah yang melebihi normal serta kelebihan ion natrium dan kalium di dalam tubuh. Selain itu, berdasarkan dari data laboratorium, pasien juga mengalami anemia yang dideteksi dari nilai Hb, eritrosit, dan hematokrit yang kurang dari normal.

3.3.4. Plan a.

Terapi Farmakologi Untuk mengatasi GERD, point penting yang harus dilakukan adalah mempercepat pengosongan lambung, memperkuat sfingter, menetralkan asam, melapisi mukus, dan mengurangi sekresi lambung. Oleh karena itu, pasien akan diberikan obat cisapride sebanyak 5 mg 3xsehari yang merupakan obat prokinetik yang bekerja mempercepat pengosongan lambung dan memperkuat LES (lower esophageal sphincter), dan obat omeprazole sebanyak 20 mg 1xsehari yang merupakan obat golongan PPI (proton pump inhibitor) yang bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung sehingga akan mengurangi sekresi lambung, dan sangat efektif dalam menghilangkan keluhan, serta penyembuhan lesi esophagus. Untuk mengatasi hipertensi tipe I, sesuai dengan guideline JNC7 line pertama tentang penyakit hipertensi, pasien akan diberikan obat hidroklorthiazide sebanyak 25 mg 1xsehari yang merupakan obat golongan thiazide dimana obat ini merupakan diuretik lemah agar pasien tidak terlalu kehilangan banyak kalium mengingat kondisi pasien geriatrik. Hidroklorthiazide akan menghambat transport bersama Na-Cl (menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl-) di tubulus distal ginjal sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat, mekanisme ini akan mengurangi kelebihan Na+ yang dialami pasien. Untuk mengatasi anemia, pasien akan diberikan terapi besi oral yaitu ferro fumarat yang mengandung 33% besi sebanyak 200 mg 2xsehari. Ferro fumarat 33% besi merupakan pilihan tengah yang menurut kami terbaik dari lima pilihan garam besi yang tersedia dalam literatur karena mengingat kekurangan Hb dan eritrosit pasien yang jauh dari jumlah normalnya dengan mempertimbangkan efek samping dari besi oral ini yaitu dapat menyebabkan pasien merasakan nyeri abdominal dan mual kembali. Terapi besi oral ini dipilih karena mekanismenya

yang akan lebih cepat diabsorbsi dalam tubuh yang merupakan penyusun langsung dari eritrosit. b. Terapi Non Farmakologi a) Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12, misalnya dari sayur-sayuran hijau, ikan laut, dan unggas. b) Menjaga pola makan. c) Mengurangi konsumsi garam. d) Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi, dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam. e) Menghindari obat-obat yang yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolihergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis betaadrenergik, progesteron. f) Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus. g) Istirahat yang cukup h) Menurunkan berat badan

3.4. Evaluasi dari Obat yang Dipilih Obat yang digunakan 1. HCT Indikasi Efek samping Kontra Indikasi : Hipertensi : ganguan metabolic, pusing dan sakit kepala : Hipersensitif, hamil dan ibu menyusui, ganguan ginjal berat, ganguan hati dan hiperkalsemia. Peringatan pemakaian : Tidak boleh digunakan besama diuretic hemat kalium Dosis : 50 mg 3 kali 1 hari

Harga

: Rp 9.000,-

2. Ferro Fumarat Indikasi Efek samping Kontra Indikasi : Anemia disebabkan kekurangan zat besi ::-

Peringatan pemakaian : Dosis Harga : 1 kali 1 hari : Rp 10.000,-

3. Cisapride Indikasi : Ganguan motilitas gastrointestinal terutama gastroparesis dan refluks esopagitis Efek samping : Pusing, faringitis, nyeri dada, lelah, nyeri punggung, depresi, dehidrasi, kram perut Kontra indikasi :-

Peringatan pemakaian : aretmia, takiardi ventrikel, fibrilasi ventrikel ganguan ginjal dan pernafasan Dosis Harga : 5 mg 3 kali 1 hari : Rp 10.000,-

4. Omeprazole Indikasi : Ulkus duodenum, ulkus lambung, lesi gastroduodenal Efek samping : Sakit kepala, pusing , insomnia, pertigo, diare, konstipasi, ganguan GI Interaksi Obat Peringatan Dosis : eliminasi diperpanjang dengan diezapam, farfarin : termasuk keganasan jika suspek ulkus lambung : 20 mg 1 kali sehari

Harga

: Rp 3.000,-

3.5. Monitoring dan Follow Up a. Monitoring tekanan darah secara berkala, jika pengggunaan diuretik HCT belum dapat menurunkan tekanan darah secara optimal maka pada hari keempat dosis HCT ditingkatkan menjadi 50 mg 1xsehari. Jika masih belum ada penurunan tekanan darah yang signifikan terapi pada hari ketujuh diubah yaitu terapi kombinasi diuretik HCT 50mg 1xsehari dengan ACE-inhibitor yaitu kaptopril 25 mg 2x sehari. b. c. Monitoring kadar kalium dan natrium dalam darah. Monitoring kadar Hb, eritrosit, dan hematokrit dalam darah, jika kadar sudah normal maka pemakaian ferro fumarat dihentikan karena efek sampingnya dapat menyebabkan nyeri abdomen dan mual.

3.6. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi a. Obat hidroklorthiazide, obat tekanan, diminum dengan dosis 25 mg 1xsehari bersama makanan pada pagi hari. Efek sampingnya pusing kontra indikasi hepirsensitif, ganguan ginjal dan hati dan hiperkalsemia. harga Rp 9.000,-/ kepeng b. Obat cisapride, obat maag, diminum dengan dosis 5 mg 3xsehari 15 menit sebelum makan. Efek sampingnya nyeri dada dan kontra indikasi ganguan ginjal dan pernafasan. harga 10.000,-/ kepeng c. Obat omeprazole, obat maag, diminum dengan dosis 20 mg 1xsehari segera sebelum makan. Efek sampingnya sakit kepala, diare. Harga 3.000,-/ kepeng d. Obat ferro fumarat, obat tambah darah, diminum dengan dosis 200 mg 2xsehari tepat setelah makan. Harga 10.000,-/kepeng.

KESIMPULAN Pasien dengan diagnosa GERD, hipertensi stage 1, dan anemia diberi terapi yaitu: a) Terapi non farmakologi : Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12, misalnya dari sayur-sayuran hijau, ikan laut, dan unggas, menjaga pola makan, mengurangi konsumsi garam, menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi, dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, menghindari obat-obat yang yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolihergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta-adrenergik, progesteron, meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, istirahat yang cukup, dan mengurangi berat badan. b) Terapi farmakologi : hidroklorthiazid, ferro fumarat, cisapride, dan omeprazole.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton,Arthur C. 2007. Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta

Ernst, Mutchler. 1991. Dinamika Obat. ITB: Bandung

Kusnandar dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. ISFI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai