Anda di halaman 1dari 5
DK Vol .2/Desember/2014 ISSN 2337-8212 ~HUBUNGAN ELEVASI SEGMEN ST PADA FASE AKUT ST ELEVATION MYOCARD INFARCT (STEMI) DENGAN MORTALITAS DAN. LAMA. PERAWATAN Abdurahman Wahid', Endang Pertiwiwati', Barangkau* ' Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat ? Akademi Keperawatan Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan Abstrak Introduksi: Infark Miokand Akut (IMA) merupakan suatu kondisi kematian sel jantung yang terjadi karena (ersumbatnya aliran darah koroner. Salah satu kunel penting dalam penanganan IMA adalah pengenalan secara dini, Sampai saat ini, Elektrokardiogram (EKG) merupakan alat yang dapat mendeteksi IMA dengan cepat. Metode: Penclitian ini merupakan penélitian desktiptif analitik prospektif, Sampel yang digunakan adalah pasien dengan sindrom koroner aku! yang masuk melalui UGD dan dirawat di [CCU RSUD Ulin Banjarmasin. Varinbel yang diukur adalah besarnya deviasi segmen ST saat masuk ke UGD dan hasil perawatan (mortal / hidup) Hasil: Sebanyak 31 pasien sindrom koroner akut (24 laki - laki, 7 wanita) dijadikan sampel dalam penelitian ini, Usia rata - rata adalah $4,87 tahun dengan clevasi segmen ST rata - rata sebesar 0,258 mVolt, Jumlah pasien yang meninggal selama perawatan sebanyak 8 orang. Lama perawatan tersingkat adalah 2 hari dan terlama 14 hari, Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan ada perbedaan rerata elevasi segmen ST yang bermakna antara pasien yang mortal dengan yang bertahan hidup (P value 0.000). Namun, peningkatan elevasi segmen ST tidak berhubungan secara positif dengan lama perawatan pasien (P value 0.51). Kesimpulan: Ada perbedaan rerata elevasi segmen ST antara pasien yang hidup dengan yang meninggal dunia, namun besarnya elevasi segmen ST tidak berhubungan dengan lama perawatan Abstract Introduction: Acute Myocardial Infarction (AMI) is a necrotic process in myocardial caused by blood flow obstruction in coronary artery. One of the key elements in AMI treatment is early detection. Recently, Eleetrocardiogram (ECG) is a tool commonly used for AMI diagnosing, Method; Design of the research is descriptive analytic prospective study. Samples of the research are patients with acute coronary syndromes arrived in emergency department and then treated in intensive care coronary unit at Ulin General Hospital Banjarmasin, Measured variables are ST segment of recording ECG when arrived at emergency department and outcome of treatment. Results: Thirty one samples involved in this study (male = 24, female = 7), 8 of them died during treatment. Average age is $4.87 years, average ST elevation is 0.258 mVolt. Minimum length of stay is 2 days and maximum is 14 days. Statistical analysis show that there are different in mean of ST segment elevation between survival and mortal. Bu, there ate no relationship between elevation of ST segment and length of stay in survival. Conclusion: 76 DK Vol .2/Desember/2014 Pendahuluan Penyakit jantung’koroner (PJK) sampai saat ini masih merupakan penycbab kematian utama di berbagai benua.mulai dari Amerika Utara, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia. WHO mencatat, setidaknya terdapat .17 juta kematian :peitahun akibat penyakit jantung, dan 32 ‘juta kematian akibat jantung dan stroke. Di Indonesia, survei. kéesehatan rumah tangga. (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan pada tahun 1993 penyakit jantung memberikan kontribusi sebesar 19,8 persen dari seluruh penyebab kematian, Angka tersebut meningkat menjadi 24,4 persen pada tahun 1998, Pada tahun 2001, penyakit jantung koroner telah menempati urutan pertama dalam deretan penyebab utama kematian di Indonesia. Namun, pada tahun 2007 penyakit jantung tidak lagi menjadi penyebab kematian pertama di Indonesia, . posisinya turun menjadi peringkat 9 dengan proporsi kematian 5,1%. Walaupun secara umum terdapat penurunan persentasi kematian, namun survey pada tahun yang sama menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit jantung (digabung dengan penyakit’ —vaskuler __lainnya) menempati ‘peringkat pertama penycbab kematian di rumah sakit dengan persentasi 11,02% dari total kematian di rumah sakit qa). Salah satu penyakit jantung yang menyumbang angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi adalah infark miokard. Infark = miokard — merupakan terminologi yang menggambarkan kerusakan pada sel jantung akibat sumbatan dari arteri koroner dan percabangannya, baik sumbatan total maupun sebagian. The American Heart Association (AHA) pada tahun 2010 membagi infark pada fase akut menjadi dua, yakni ST Elevation myocardial infarction (STEMI) dan Non ST Elevation myocardial infarction (NSTEMI) (2) Proses perjalanan sel menuju kondisi infark dimulai saat terjadi sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan pada arteri koroner akan menyebabkan area yang diperdarahi oleh arteri yang tersumbat akan mengalami iskemik. Jika sumbatan bertahan, dalam 40 menit pertama akan terjadi infark di daerah subendokardium, Setelah tiga jam, Infark mulai’ menyentuh lapisan miokardium. Selanjutnya, infark akan menembus hingga ISSN 2337-8212 lapisan sub-epikardium dalam waktu 96 jam (4 hari) (3). Berbagai kondisi kegawat — daruratan dan komplikasi bisa muncul pada hari — hari pertama serangan. Kira -.kira..1/3 dari serangan STEMI akan mengakibatkan kematian dalam 24 jam pertama setelah iskemik...Adapun .yang berhasil selamat biasanya -akan mengalami komplikasi — komplikasi yang menurunkan kualitas hidup dan sebagian: diantaranya juga meninggal dalam satu tahun pertama paska serangan (4). Mortalitas terjadi umumnya karena gangguan konduksi dan perubahan anatomis jantung - yang mengakibatkan masalah hemodinamik pada pasien. Semakin berat kerusakan sel jantung, tentu semakin besar pula usaha yang diperlukan untuk mengembalikan fungsi jantung seoptimal mungkin sehingga dapat memperpanjang masa perawatan pasien. Proses iskemik bisa. menyebabkan perubahan (elevasi atau depresi) pada segmen ST. Iskemik akan menyebabkan sel mengalami kekurangan oksigen, kelebihan CO2, dan kekurangan nutrisi schingga sel akan mengalami — gangguan— dalam metabolisme (5). Kondisi ini menyebabkan penurunan dalam produksi ATP sel. Padahal, ATP sangat berperan dalam menyeimbangkan kadar kalium — antara intrase] dengan ekstrasel melalui pompa Na / K - ATPase. Akibatnya, terjadi kebocoran kalium sehingga terjadi perbedaan kadar kalium intra dan ekstrasel. Berdasarkan teori arus sistolik, perbedaan kadar ini akan memicu terjadinya depolarisasi pada daerah yang mengalami iskemik tersebut. Pada saat terjadi_iskemik dan cedera sel, durasi potensial aksi pada scl — se! yang rusak akan memendek, Hal ini menyebabkan sel — sel tersebut mengalami repolarisasi yang juga lebih cepat dari sel normal schingga muncul voltase tinggi yang membuat arus listrik mengarah menuju area iskemik (6). Dengan demikian, semakin banyak sel yang mengalami infark dan semakin dalam lapisan jantung yang terlibat, maka akan semakin besar juga perubahan voltase yang akan terekam pada EKG. METODE Penclitian ini merupakan penelitian kohort Prospektif. Pada penelitian . ini, pencliti mengukur deviasi amplitudo segmen ST pada kertas rekaman pertama EKG pasien yang masuk ke UGD RSUD Ulin: dengan WW DK Vol .2/Desember/2014 diagnosa infark miokard akut, Setelah itu, peneliti mengikuti perkembangan perawatan pasion pada —fase—kritis dan mengklasifikasikan luaran_ pasien yakni meninggal dan hidup. Jika hidup, maka akan dihitung berapa total hari perawatan pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien infark miokard akut. yang masuk ke UGD RSUD Ulin Banjarmasin selama periode Juni - Oktober 2014. Sampel pada penelitian ini adalah-anggota populasi yang memiliki lembar rekaman EKG saat datang ke UGD dan dirawat di UGD hingga ICCU RSUD Ulin, dengan jumlah sampet minimal 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan — tcknik accidenial \ sampling. Rekaman EKG yang ada harus bisa dilihat dengan jelas pada semua sadapan (J, II, 11, AVR, AVL, AVF, V1, V2, V3, V4, V5, dan. V6) dengan skala ukur (Kotak kecil dan kotak hesar pada kertas EKG) «tidak terhapus. Data yang didapatkan berupa data numerik (devasi amplitudo segmen. ST). dan data kategorik, Luaran perawatan akan dibagi menjadi mortal dan hidup, dan’ yang hidup akan dikategorikan lagi berdasarkan lama perawatan pada fase kritis. Hubungan antara deviasi amplitudo segmen ST dengan mortalitas akan diuji dengan metode uji t tidak berpasangan, sedangkan lama perawatan pasien akan diuji dengan metode uji korelasi pearson. ISSN 2337-8212 Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juni 2014 dan selesai pada bulan oktober 27 oktober 2014. Pencatatan dilakukan dengan cara menyalin kembali data nama (hanya ditulis inisial), nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, yang didapatkan pada lembar pengkajian dan tindakan selama di JGD. Selain melakukan pencatatan, juga dilakukan perekaman data hasil EKG saat pusien perlama datang ke UGD dengan menggunakan kamera saku merk Fujifilm model Finepix JVE 300 dengan ukuran 14 megapixel, Data mengenai mortalitas dan lama perawatan didapatkan dari buku laporan di UGD dan ruang 1CCU (Intensive Care Coronary Unit) RSUD Ulin Banjarmasin. Selama pelaksanaan _penelitian, didapatkan data 33 pasien yang -dirawat karena mengalami sindrom koroner akut. Dari 33 pasien, 31 diantaranya merupakan pasien dengan gambaran EKG ST elevasi dan 2 diantaranya dengan gambaran ST Depresi. Mortalitas selama perawatan fase kritis ditemukan pada 8 orang pasien dengan ST elevasi dan tidak ditemukan mortalitas pada pasien. dengan gambaran ST depresi Usia rata ~ rata sampel pada penelitian ini adalah 54,87.tahun dengan usia terendah 41 tahun dan tertinggi 80 tahun (SD 9,878). Jumlah pasien laki — laki pada penelitian ini sebanyak 24 orang dengan persentase 77.4 %. Adapun jumlah pasien wanita pada penelitian ini sebanyak. 7 orang dengan HASIL PENELITIAN persentase. bel 1. Gambaran elevasi segmen ST Variabel Mean Min Mak 95% CI 0.044 0.20040 (0.24 = 0.27 men ST(mVok) 0.258 Rata - rata tinggi elevasi segmen ST dalam penelitia ini adalah 0,258 millivolt (standar deviasi 0,044) dengan nilai terendah 0,20 dan tertinggi 0,40 millivolt. Tinggi elevasi segmen ST dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori berdasarkan dari nilai rata - rata yakni 2 0,3 dan < 0,3 millivolt. Jumlah sampel yang tinggi clevasi segmen ST > 0,3 millivolt sebanyak 52 orang (73,2 %) dan sampel dengan tinggi elevasi segmen ST <0,3 millivolt sebanyak 19 orang (26,8 %). Hubungan antara elevasi segmen ST dengan mortalitas pasien yang mengalami sindrom koroner akut diuji melalui uji t - test tidak berpasangan. Hasil ji. = menunjukkan hubungan yang kuat antara elevasi segmen ST dengan mortalitas pasien, dibuktikan dengan nilai p = 0,000 pada interval kepereayann 95 %. Untuk mengetahui apakah ada hubungan korelasi antara tinggi elevasi segmen ST dengan lama perawatan, dilakukan uji- stati korelasi pearson. Hasil uji menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tinggi elevasi segmen ST dengan lama perawatan pasien yang dibuktikan dengan nilai p sebesar 0.51 pada detajat kepercayaan 95 %. PEMBAHASAN Hubungan Elevasi Segmen ST dengan Mortalitas 78 DK Vol .2/Desember/2014 Infark pada jantung disertai dengan perubahan - perubahan pada gelombang EKG. Pada fase awal, biasanya gambaran EKG masih normal, Perubahan yang pertama kali muncul pada EKG adalah munculnya gelombang T _hiperakut, berbentuk gelombang T yang tinggi dan simetris, Bentuk gelombang T seperti ini sering ditemukan pada sadapan anterior. Perubahan bentuk gelombang T ini biasanya hanya terlihat sekitar 30 menit saja setelah onset (7). Setelah itu akan muncul elevasi segmen ST yang bertahan satu sampai delapan jam sctelah serangan IMA. Delapan jam sampai dua hari mulai_ terlihat gelombang Q patologis. Setelah lewat dua hari, gelombang’ T mulai berbentuk. inversi (terbalik) dan segmen ST kembali isoelektrik (8). Pada penelitian ini, ditemukan gambaran T hiperakut pada beberapa sampel'dan ST Elevasi pada semua sampel. : Pada penelitian ini didapatkan nilai rata - rata elevasi segmen ST sebesar 0,258 mv dengan nilai terendah 0,20 mv dan tertinggi 0.40 mv (SD 0,044 mVolt). Setelah dilakukan uji’ statistik, didapatkan nilai p sebesar 0,000 yang berarti terdapat perbedaan rerata tinggi elevasi segmen ST antara pasien yang mengalami mortalitas dengan yang berhasil bertahan hidup (survival). Adanya perbedaan rerata__elevasi segmen ST yang bermakna ‘antara_pasien yang hidup dan mortal bisa menunjukkan bahwa tingkat elevasi segmen ST memang menunjukkan derajat cedera sel jantung, Hal ini dibuktikan dengan rerata tinggi ¢levasi segmen ST pada kelompok yang mortal lebih tinggi daripada rerata clevasi segmen ST pada kelompok yang berhasil hidup Derajat elevasi segmen ST merupakan variabel prediksi mortalitas yang saat ini penggunaannya masih belum meyakinkan. Terdapat beberapa studi yang menunjukkan hasil yang berbeda - beda dalam penggunaan derajat elevasi segmen ST sebagai prediktor dalam mortalitas pasien. T/MI risk score merupakan salah satu metode stratifikasi resiko yang menempatkan deviasi segmen ST sebagai salah satu prediktor mortalitas pasien dalam 14 hari setelah serangan jantung. Sementara itu, penelitian lain yang lebih besar seperti dari Chan ef al (2006) yang menyatakan bahwa ukuran elevasi segmen ST ternyata tidak berpengaruh terhadap ISSN 2337-8212 mortalitas pasien S7EMI/ setelah 30 hari serangan (9). Model - model prediksi yang umum dipakai juga tidak menyebutkan tingkatan clevasi segmen ST berbanding lurus dengan peluang mortalitas pasien STEMI. Berdasarkan studi pada beberapa metode stratifikasi resiko mortalitas pasien dengan ST elevasi, pencliti tidak mendapatkan satupun metode yang menempatkan elevasi segmen ST sebagai satu - satunya variabel yang bisa memprediksi mortalitas pada pasien STEMI, Bahkan pada metode TIMI, deviasi segmen ST dikombinasikan dengan variabel lain seperti faktor resiko, usia, jenis kelamin, dan penggunaan aspirin. sebagai suatu kesatuan utuh untuk memprediksi mortalitas dalam 14 hari perawatan, Hubungan Elevasi Segmen ST dengan Lama Perawatan Penelitian untuk melihat hubungan antara elevasi segmen ST dengan lama perawatari dilakukan pada pasien yang berhasil bertahan - hidup —_(survival). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 24 pasien yang berhasil bertahan hidup dengan lama perawatan tersingkat adalah 2 hari dan terlama adalah 10 hari. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara elevasi segmen ST dengan Jama perawatan yang ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,51 pada rentang kepercayaan 95 %. Penelitian yang dilakukan oleh Barangkau et al (2013) juga menunjukkan hasil yang sama. Berdasarkan _ hasil penelitiannya, deviasi segmen ST baik elevasi maupun depresi tidak berhubungan dengan lama perawatan pasien dengan sindrom koroner akut, baik hubungan secara biivariat maupun secara multivariat (10). Tidak ditemukannya hubungan antara variabel ini bisa disebabkan olch berbagai faktor yang bisa mempengaruhi perekaman EKG maupun lama perawatan, Seperti yang kita ketahui, hasil rekaman EKG sangat tergantung oleh beberapa kondisi saat pengukuran, misalnya suhu —ruangan, penempatan elektroda, jarak dengan alat - alat_ yang menyebabkan — kebisingan, ketenangan pasien, usia, jenis kelamin, dan penyakit yang mendasari. Beberapa penyakit dapat menyebabkan hipovoltage pada rekaman EKG diantaranya adalah amyloidosis, alkohol, obesitas, COPD, dan iskemik (11). 73 “DK Vol .2/Desember/2014 Sementara itu, lama perawatan di 1CCU sendiri juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, bukan hanya oleh faktor kestabilan hemodinamika pasien itu sendiri tetapi juga oleh faktor luar seperti ketersediaan ruang perawatan diluar ICCU. Banyaknya faktor - faktor yang mempengaruhi keputusan untuk memindahkan pasien ke ICCU menjadikan data lama perawatan menjadi susab diukur. Data’yang’ diambil tidak menggambarkan secarajelas: kapan pasien sudah berhasil melalui perawatan kritis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan rerata ¢levasi segmen ST pada rekaman EKG saat datang ke UGD antara pasien yang mortal dengan pasien yang berhasil bertahan hidup selama masa perawatan kritis. Namun, tidak ditemukan ada korelasi antara ketinggian elevasi segmen ST dengan lama masa perawatan kritis pasion dengan infark miokard akut. Saran Berdasarkan hasil yang ditunjukkan olch penelitian ini, kami menyarankan untuk tidak menjadikan hasil rekaman EKG sebagai satu - satunya alat yang dipakai untuk memprediksi peluang, bertahan hidup pasien dengan infark miokard akut. REFERENSI 1. Depkes RI (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: jakarta 2, Crea, & Liuzzo, G. (2013). Pathogenesis of acute coronary syndromes. Journal Of the ‘American College Of Cardiology (ACC), 61(1), 1-IL, ISSN 2337-8212. doi:http://dx.doi.org/10.10164 jace.2012. 07.064 Hamm, C. W., Heeschen, C., Falk, E., & Fox, K. A. (2006). the ESC Textbook of Cardiovascular Medicine, Diakses dari https://www.mst.nl/opleidingeardiologie/ boeken/ese/1405126957chapter_12.pdf 4. Zafari, A. M., Reddy, S. V.; Jeroudi, A. M., & Garas, S. M. (2013). Myocardial Infarction. www. emedicine, medscape.com w . Guyton, A. C., & Hall, J. EB. (2006). Electrocardiographic Interpretation of Cardiac Muscle and Coronary Blood Flow Abnormalities: Vectorial Analysis. In Textbook of Medical Physiology(7th ed.). USA: Elsevier Saunders . Leonard, L.S.,(2011). Pathophysiology of Heart Disease 5th ed Baltimore. Lippincott Williams & Wilkins Morris F, Brady WJ. (2002). ABC of clinical —_electrocardiography: acute myocardial infarction-Part 1. BAA/. 324:831-834. 8. Aaronson, P. 1, & Ward, J. P. (2011). As A Glance: Sistem Kardiovaskular(3rd ed.). Surabaya, Indonesia: Erlangga. ©. Chan, KF., Ng, CP., Chung, CH. (2006). Prognostic predictive values of the initial clectrocardiogram with ST-segment elevation acute myocardial infarction in Chinese patients. Hongkong Journal of Emergency Medicine Vol 13 (2) 10, Barangkau., Sargowo, D., Suharsono, T. (2013). Analisis hubungan faktor risiko terhadap Jama perawatan kritis dan angka kematian penderita sindrom koroner akut. Jurnal Dunia Keperawatan Vol 1 edisi 2 11. Meyrs, J. (2010). ECG Abnormalities low voltage ECG. Diakses dari hup://www.cardiology.org/tools/ecg_abn ormalities/LowVK.ht w a ~ 80

Anda mungkin juga menyukai