ID Perhitungan Faktor Emisi Di Sistem Jarin
ID Perhitungan Faktor Emisi Di Sistem Jarin
Abstract
The methodology of calculation for emission factor for grid connection is determined by
IPCCC Intergovernmental Panel Climate Change). The methodology is revised periodically,
and become comprehensive calculation. Mainly in developed countries, the emission factor
is provided by government related institution yearly. Therefore the developers who need
that value can get easily, and they can save a time and money in the developing Clean
Development Mechanism Project. In Indonesia, until now there is no government institution
or other related institutions that have an obligation to provide and calculate that number.
PTPSE-BPPT has initiated to calculate the emission factor of grid system of Jawa-Madura-
Bali using data between 2002 and 2006. The Approved Consolidated Methodology 0002 and
Approved Methodology Simple I-D were used in the calculation. Based on the calculation
result, it was proved that the emission factor of JAMALI grid increased 18.2%, resulted to coal
consumption increased. The value of this emission factor has been adopted by Directorate
General Electricity and energy Utilization and recognized by Indonesian Designated National
Authority, as a National Number of emission factor in JAMALI in 2008.
menyebabkan peningkatan kapasitas faktor nilai kalor dari masing masing pembangkit,
rata – rata (CFaverage) untuk pembangkit yang juga bergantung kepada efisiensi panas
terkoneksi di sistem JAMALI meningkat dari pembangkit. Parameter nilai kalor
seperti ditunjukkan pada gambar 3. Pada dan kandungan karbon adalah tetap,
tahun 2006 dengan penambahan kapasitas sedangkan efisiensi panas pembangkit akan
pembangkit PLTU batubara Tanjung Jati B selalu berubah bergantung kepada sistem
(1320 MW) dan PLTGU gas Cilegon (740 pengoperasian pembangkit, seperti telah
MW), CF average turun drastis sebesar dijelaskan sebelumnya.
5%. Dari gambar 4 ditunjukkan bahwa
Peningkatan konsumsi bahan bakar rasio emisi karbon untuk batubara adalah
jelas akan meningkatkan emisi karbon. terbesar dibandingkan dengan gas dan
Besarnya jumlah emisi karbon, selain BBM (Bahan Bakar Minyak), sehingga untuk
bergantung kepada jumlah konsumsi bahan membangkitkan 1 kWh bahan bakar batubara
bakar, juga bergantung kepada efisiensi akan menghasilkan emisi karbon lebih
panas pembagkit itu sendiri, dimana efisiensi banyak dibandingkan dengan gas dan BBM.
panas pembangkit akan berubah-ubah BBM terdiri dari bahan bakar MFO (Marine
bergantung kepada load factor pembangkit. Fuel Oil), HSD (High Speed Diesel) dan
Semakin tinggi load faktor (mendekati 100%) IDO (Industrial Diesel Oil). Rasio batubara
maka nilai efisiensi panas pembangkit akan dan BBM cenderung mengalami penurunan
mendekati nilai disain efisiensi panas, atau dalam kurun waktu 2001-2006, sedangkan
dengan kata lain, semakin tinggi load faktor untuk gas mengalami kenaikan. Peningkatan
pembangkit maka pembangkit tersebut akan kebutuhan listrik yang meningkat tidak diikuti
semakin efisien. dengan penambahan kapasitas pembangkit
Dari gambar 4 dapat diketahui rasio diduga menyebabkan kenaikan load factor di
emisi karbon terhadap konsumsi bahan tiap tiap pembangkit, Hal ini menyebabkan
bakar untuk membangkitkan 1 kWh di sistem kenaikan efisiensi pembangkit, atau dengan
JAMALI. Emisi karbon ini merupakan hasil kata lain karena pengoperasian load faktor
pembagian dari nilai rata rata emisi karbon pembangkit meningkat maka pada saat itu
yang dihasilkan oleh seluruh pembangkit pengoperasian efisiensi panas pembangkit
di sistem JAMALI dalam satu tahun dibagi mendekati nilai disain efisiensi panas
dengan jumlah daya listrik yang dibangkitkan pembangkit. Dalam kondisi ini, rasio emisi
oleh pembangkit tersebut dalam kurun waktu karbon akan cenderung menurun. Rasio
1 tahun. emisi karbon ini sangat bergantung kepada
Besaran emisi karbon ini selain efisiensi panas pembangkit. Kecenderungan
bergantung kepada kandungan karbon dan penurunan rasio emisi karbon batubara dan
unit
MW GWh net GJ/GWh GJ/k t fuel GJ/ k ltr fuel (t- CO2/GJ) (GJ/MMBTU) t-CO2
references
Owner Power Plant A B C C=AxBx8760/1000 D E F G= CxD/I G= 1000x CxD/E H I G=(ExF)xH/1000 G=ExGxH
1 PT Paiton Energi Paiton I Steam-Coal 1999 1,290.0 9,116.0 24,030.8 4,437,332 ton 0.0961 10,243,842
2 PT Java Power Paiton II Steam-Coal Nov, 2000 1,220.0 9,109.0 24,030.8 4,273,017 ton 0.0961 9,864,511
3 PT Magma Nusantara LisWayangwindu Geothermal 2001 110.0 922.0 0 0
4 I
Chevron Texaco EnergiDarajad Geothermal 2001 89.3 735.0 0 0
5 PT Geo Dipa Energi Dieng Geothermal 2002 50.0 319.0 0 0
6 PT Indonesia Power Pemaron GT-Oil 2003 97.6 23.55% 201.3 11,015.36 5 36.11 61,422 kltr 0.0741 164,255.5
7 PT Cikarang Listrindo PoCikarang GT-Gas 2003 150.0 403.0 10,656.24 6 4,070,300.0 MMBTU 0.0561 1.0551 240,919.5
8 PT Krakatau Daya ListrikKrakatau Steam-Coal 2003 80.0 2.2 9,005.05 1 24,030.8 835.6 ton 0.0961 1,929.1
9 Muara Tawar Block 3 GT-Oil 2004 858.0 1,618.0 10,625.43 2 16,294,548.7 MMBTU 0.0561 1.0551 964,468.3
Block 4 GT-Oil 2004
10 PT Sumberenergi Sakti CPilacap Steam-Coal 2006 600.0 1,937.0 9,479.00 3 24,030.8 764,054.0 ton 0.0961 1,763,863.7
11 Tanjung Jati B Tanjung Jati B Steam-Coal 2006 1,320.0 3,869.0 9,479.00 3 24,030.8 1,526,135.8 ton 0.0961 3,523,174.3
12 Cilegon Cilegon CCGT-Gas 2006 740.0 742.0 9,479.00 4 6,666,284.2 MMBTU 0.0561 1.0551 394,574.9
TOTAL 28,973.6 27,161,539.0