Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH SEMESTER GANJIL 2011/2012

Bab 4
Sistem Opersional Bank Syariah
Disusun oleh Kelompok 1 Kelas : G Putri Yunita A Cindy Dwiratna Siti Nurlaila Fandi Ibnu Salam Alvinurita N Fenny Ayu Dhaniar 2009.310.102 2009.310.104 2009.310.107 2009.310.114 2009.310.130 2009.310.179 2009.310.240

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS SURABAYA 2011

Bab 4
Sistem Opersional Bank Syariah

1. Definisi, Asas, dan Tujuan Bank Syariah Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu dan/atau unit syariah. Berdasarakan pasal 2 UU No. 21 tahun 2008, disebutkan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Terkait dengan tujuan bank syariah, pada Pasal 3 dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksaan pembangunan nasional dalam rangkja meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

2. Fungsi Bank Syariah Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dalam beberapa literatur perbankan syariah, bank syraiah dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki setidaknya empat fungsi, yaitu (1.) fungsi manajer investasi, (2.) fungsi moneter, (3.) fungsi sosial, dan (4.) fungsi jasa keuangan.

(1.)

Fungsi manajer Investasi Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpun dana oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemliki dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana. Imbalan bank syariah kepada deposan sangat bergantung pada pendapatan yang diperoleh oleh bank sebagai mudharib dalam mengelola dana mudharabah. Dalam hal bagi hasil kepada nasabah, bank syariah menggunakan konsep nisbah bagi hasil atas persentase pendapatan yang diperoleh.

(2.)

Fungsi Investor Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. Dalam menginvestasikan dana bank syariah harus menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah meliputi akad jual beli, akad investasi, akad sewa-menyewa dan akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.

(3.)

Fungsi Sosial Ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) dan instrumen qardhul hasan. Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para innvestor. Instrumen qardhul hasan berfungsi menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sedekah yang tidak ditentukan peruntuknya secara spesifik oleh yang memberi.

(4.)

Fungsi jasa Keuangan Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran

gaji, letter of sebagainnya.

guarantee,

letter

of

credit,

dan

lain

3. Sistem Operational Bank Syariah Sistem operasional bank syariah adalah : Pertama , sistem operasional bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpun dan dari masyarakat. Dalam penghimpunan dana dengan skema investasi dari nasabah pemilik dana, bank syariah berperan sebagai pengelola dana. Adapun pada penghimpunan dengan skema penitipan, bank syariah berperan sebagai penerima titipan. Kedua, dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada berbagai pihak. Pada saat dana disalurkan dalam bentuk investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana. Pada saat disalurkan dalam kegiatan jual beli, bank syariah berperan sebagai penjual. Ketiga, dari penyaluram dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperbolehkan. Keempat, pedapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran selanjutnya dibagikan kepada nasabah pemilik dana atau penitip dana. Kelima, selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran, bank syariah dalam sistem operasionalnya juga meberikan layanan jasa keuangan.

4. Prinsip-Prinsip dalam Penghimpunan Dana Bank Syariah Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasiona (DPS), prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Penghimpunan dana dengan prinsip wadiah adalah titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang hatus dijaga dan dikembalikan oleh yang menerima titipan, kapan pun si penitip mengehendaki. Prinsip wadiah yang lazim digunakan dalam perbankan syariah adalah wadiah yad-dhamanah. Prinsip ini dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Penghimpunan dana dengan prinsip Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama bertanggung jawab atas

pengelolaan usaha. Tabungan mudharabah aalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu. Deposito mudharabah adalah simpanan dana dengan skema pemilik dana memercayakan dananya untuk dikelola bank dengan hasil yang diperoleh dibagi antara pemilik dana dan bank dengan nisbah yang disepakati sejak awal. 5. Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah Prinsip Jual Beli Prinsip jual beli terdiri atas tiga, yaitu murabahah, salam, dan istishna. Jual beli dengan skema murabahah adalah jual beli dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Jual beli dengan skema salam adalah jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. Jual beli dengan skema istishna adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Prinsip Investasi Prinsip investasi dalam pembiayaan oleh bank syariah terdiri atas investasi dengan skema mudharabah dan investasi dengan skema musyarakah. Penyaluran dana dengan skema mudharabah terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Invetasi dengan skema musyarakah dengan kerja sama investasi para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Prinsip Sewa Prinsp sewa terdiri dari dua skema, yaitu skema ijarah dan skema ijarah muntahiya bittamlik. Sewa dengan ijarah adalah sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Sewa dengan ijarah muntahiya bittamlik adalah

transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.

6. Prinsip-Prinsip dalam Pelaksaaan Fungsi jasa Keuangan Perbankan. Beberapa prinsip itu adalah prinsip wakalah, kafalah, sharf, ijarah. Prinsip Wakalah Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam konteks muamalah, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh sesorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Berdasarkan fatwa DSN nomor 10 tahun 2000, seorang muwakkil haruslah prmilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang ia wakilkan. Prinsip Kafalah Dalam fatwa DSN Nomor 11 tahun 2000, kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepaa pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Prinsip Hawalah Dalam praktik perbankan, prinsip hawalah dapat digunakan untuk transaksi anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu mebayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu. Prinsip Sharf Prinsip sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antarmata uang sejenis maupun antarmata uang berlainan jenis. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 28 Tahun 2002, terdapat beberapa syarat transaksi jual beli mata uang, yaitu (1.) tidak untuk spekulasi, (2.) ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga , (3.) apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka, nilainya harus sama dan secara tunai, dan (4.) apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. Prinsip Ijarah

Prinsip ijarah merupakan prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 9 tahun 2000, disebutkan bahwa objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang/jasa. Ijarah bila ditetapkan untuk mendapatkan manfaat orang disebut upah-mengupah. Menurut Karim (2004), ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya bergantung pada kinerja yang disewa, dan ijarah yang pembayarannya tidak bergantung pada kinerja yang disewa.

Anda mungkin juga menyukai