NIKEL LATERIT
II.1. Pelapukan
Batuan beku pada awalnya terbentuk jauh di kerak samudera serta pada kondisi
tekanan dan temperatur yang tinggi. Dengan terjadinya tektonik pada kerak
samudera, maka batuan tersebut terangkat dan tersingkap di permukaan bumi.
Proses pelapukan pada batuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelapukan
mekanik dan pelapukan kimia.
Pelapukan mekanik
Pelapukan mekanik pada batuan terjadi karena perbedaan temperatur yang besar
pada waktu siang dan malam, maka batuan akan mengalami ketegangan-
ketegangan yang menyebabkan batuan tersebut pecah.
Pelapukan kimia
Pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah struktur dalam mineral
dengan pengurangan atau penambahan unsur pada mineral tersebut. Batuan yang
mengalami pelapukan kimia akan terjadi perubahan komposisi mineral pada
batuan tersebut. Pelapukan kimia akan mengubah komposisi mineral batuan pada
awal pembentukan menjadi mineral baru. Dalam proses pelapukan, air menjadi
media yang sangat penting dalam mengubah komposisi mineral dan akan
mengoksidasi mineral dalam batuan yang dilaluinya.
8
Sebagian besar batuan dasar merupakan peridotit yang merupakan batuan
ultrabasa yang mengandung mineral olivin. Pada daerah tropis, mineral olivin
sangat tidak stabil sehingga lapuk dan mengalami perubahan komposisi mineral.
Mineral olivin terdekomposisi membentuk mineral lain yang kaya akan mineral
ekonomis seperti nikel, besi, dan kobalt.
Larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri
hidroksida. Endapan tersebut akan menghilangkan air dengan membentuk
mineral-mineral seperti geothite (FeO(OH)), hematite (Fe2O3), dan kobalt,
sehingga besi oksida mengendap dekat dengan permukaan air tanah.
Magnesium dan nikel silikat tertinggal di dalam larutan selama air tanah bersifat
asam, tetapi jika bereaksi dengan batuan dan tanah maka zat-zat tersebut
cenderung mengendap sebagai hidroksida.
Adanya erosi air tanah asam dan erosi di permukaan akan melarutkan mineral-
mineral yang telah terendapkan. Zat-zat tersebut terbawa ke tempat yang lebih
dalam, sehingga terjadi pengkayaan (enrichment) pada bijih nikel. Kandungan
nikel pada saat terendapkan akan semakin bertambah banyak, dan selama itu
magnesium tersebar pada aliran air tanah. Proses pengayaan bersifat kumulatif, di
mana proses dimulai dari batuan yang mengandung 0,25 % nikel, sehingga akan
menghasilkan 1,5 % bijih nikel.
9
Keadaan tersebut di atas merupakan kadar nikel yang sudah dapat di tambang, di
mana waktu yang diperlukan untuk proses pengkayaan tersebut mungkin dalam
beberapa ribu tahun atau bahkan berjuta-juta tahun. Nikel laterit yang mempunyai
kadar paling tinggi terdapat pada dasar zona pelapukan dan diendapkan pada
tekanan di bagian atas dari lapisan dasar batuan (bedrock). Nikel laterit terjadi
akibat dari proses pelapukan kimia pada kondisi iklim lembab dengan periode
waktu yang lama di mana kondisi tektoniknya stabil.
Endapan nikel laterit terdapat pada lapisan bumi yang kaya akan besi. Pembagian
yang sempurna dari besi dan nikel ke dalam zona-zona yang berbeda belum
diketahui. Pengkayaan besi dan nikel tejadi melalui pemindahan megnesium dan
silika. Pada bagian dalam, besi banyak berbentuk mineral ferri oksida yang pada
umumnya membentuk gumpalan yang disebut Limonit. Endapan nikel dapat
ditunjukkan dengan adanya jenis limonit tersebut atau sebagai nickel ferrous iron
ore. Hal tersebut berlawanan dengan nikel betipe silikat (yang kadang-kadang
disebut sebagai bijih sepentin) di mana pemisahan nikel dan besi lebih baik.
Pelapukan akan melarutkan silikat dan unsur-unsur logam dari batuan induk akan
menghasilkan bijih nikel limonit. Nikel silikat banyak terbentuk di daerah
beriklim tropis seperti Indonesia dan Kaledonia Baru. Daerah tersebut dengan
curah hujan cukup tinggi dan banyak tumbuh-tumbuhan yang teruraikan sehingga
menimbulkan asam organik dan CO2 pada air tanah.
10
Gambar II.1. Skema pembentukan nikel laterit (Darijanto, 1999)
11
II.3.2. Endapan silikat lempung (clay silicate deposits)
Dalam endapan ini, terjadinya pelapukan oleh air tanah Si akan terurai sebagian,
dan sebagian lagi bergabung dengan Fe. Ni dan Al akan membentuk mineral
lempung (clay) seperti nontronite, biasanya terdapat di bagian atas saprolit dan
protolith. Serpentin yang kaya akan Ni juga dapat digantikan oleh smektit atau
kuarsa juga dipengaruhi oleh air tanah yang cukup lama. Kandungan Ni rata-rata
1.0-1,5%.
12
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang
laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa
organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur.
Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan.
Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua,
merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai
kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-
mineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa.
Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit.
Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar
tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-
bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak
ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah
menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained,
merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh
area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi.
Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz,
gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork : putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan
sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite,
sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat
mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork
mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona Silika Boxwork jarang
terdapat pada bedrock yang serpentinized.
13
4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya
berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan
asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan
bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai
magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul
pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang
rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims,
vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa
kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-
mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya
diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih
besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan
batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang
umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada
rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%.
Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.
Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan
silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona
high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
14
II.4. Faktor Genesa Pembentukan Nikel Laterit
II.4.1. Komposisi protolith
Protolith untuk endapan Ni laterrit didominasi oleh batuan ultramafik yang
menganding kadar olivin forsterik yang tinggi dengan kandungan Ni antara 0,2
dan 0,4% berat. Beberapa endapan kecil tebentuk dari batuan sedimen, yang
berasal dari pelapukan batuan ultramafik. Jarang sekali, regolith pada tipe batuan
lain memiliki kandungan yang kaya nikel.
Protolith yang paling banyak dijumpai adalah peridotit harzburgitik yang sebagian
atau seluruhnya telah mengalami serpentinisasi, secara alami protolith memiliki
kendali mendasar terhadap genesis (pembentukan) endapan. Pada umumnya,
batuan ini secara mineralogi dan kimiawi memiliki komposisi terbatas, dan
mineral utamanya yaitu olivin, serpentin, dan piroksin (pyroxene) sangat rentan
terhadap pelapukan dalam lingkungan tropis.
Jenis endapan Ni laterit hanya sebagian yang dikontrol oleh litologi, tiap jenis dari
ketiga kelas endapan dapat terbentuk pada peridotit, namun pada protolith dunit,
endapan oksida mendominasi. Nikel laterit pada batuan kaya olivin yang tidak
mengalami serpentinisasi tidak terdokumentasi cukup baik, namun cenderung
membentuk endapan oksida dengan unit saprolitik yang cukup tipis dan berbatu.
Protolith yang mengalami serperntinisasi sebagian atau keseluruhan biasanya
menghasilkan endapan saprolit yang lebih tebal, namun kadarnya cenderung lebih
rendah dengan meningkatnya alterasi (perubahan). Endapan silikat lempung
dilaporkan hanya ditemukan dari peridotit terserpentinisasi, sejauh ini baru
diidentifikasi memiliki potensi ekonomis. Serpentinisasi juga berperan terhadap
karakteristik muka air tanah yang kurang bagus, yang memiliki efek signifikan
dalam genesa smectite. Nikel laterit sangat jarang terdapat dalam batuan karbonat
talk.
15
II.4.2. Setting tektonik
Nikel laterit dapat terbentuk pada kompleks ophiolit pharnerozoic, banyak
endapan terdapat di area Creatceous hingga Miocene yang makin melebar.
Kompleks tersebut biasanya berupa patahan (fault) dan kekar (joint), dan
dipengaruhi oleh pengangkatan tektonik yang menaikkan topografi dan
menurunkan permukaan air tanah, yang menyebabkan peningkatan aliran air tanah
dan intensitas pelapukan.
16
Gambar II.3. Pengaruh topografi pada pembentukan Nikel laterit
(Darijanto, 1999)
Di daerah dengan relief rendah, pengaliran terpengaruh dan permukaan air tanah
menjadi tinggi. Keadaan seperti ini umumnya dalam tatanan craton dan terjadi
secara lokal di kawasan yang melebar (accreted terrain). Aliran air yang
berkurang memperlambat laju proses leaching dan penghilangan larutan
pelapukan, sehingga konsentrasi Ni sebagian besar hanya berupa residu, dengan
sedikit akumulasi, kecuali jika patahan telah menyebabkan peningkatan leach.
Di atas peridotit, permukaan air tanah yang tinggi dan pengaliran yang terganggu
menyebabkan formasi endapan lempung smektit berkadar rendah di dalam saprolit
(misalnya Murrin Murrin di Yilgarn Craton, Western Australia). Di atas dunit,
pengaliran yang terganggu cenderung membantu pembentukan endapan oksida
(misalnya Cawse, Western Australia) dan akumulasi silika setempat.
Pengangkatan tektonik berperan penting pada beberapa endapan melalui
peremajaan topografi dan di beberapa tempat, menurunkan permukaan air tanah
yang tadinya tinggi, sehingga menghasilkan pengkayaan ulang pada zona
enrichment. Biasanya, hal ini meningkatkan akumulasi kadar Ni tinggi di dasar
saprolit.
17
II.4.4. Iklim
Iklim berperan besar dalam pembentukan endapan Ni laterit. Sebagian besar
terbentuk di savana (misalnya New Caledonia, Cuba) atau iklim tropis lembab
(hutan hujan, misalnya Colombia, Indonesia). Udara hangat dan curah hujan
tinggi, ditambah aktifitas biogen yang tinggi, memungkinkan pelapukan kimiawi
secara cepat dalam membentuk endapan di area dengan relief tinggi dengan laju
erosi yang tinggi. Namun banyak juga endapan di daerah iklim lainnya, misalnya
iklim panas di Ural, Rusia, Kazakhstan), Mediteran (Oregon, AS, Yunani,
Albania) dan subtropis (western Australia). Endapan-endapan di sini mungkin
berusia jauh lebih tua, karena terbentuk dalam iklim yang sama dengan savana
dan hutan hujan seperti saat ini, di berbagai periode Paleozoik akhir, Mezosoik,
dan awal Cenozoik.
18
Gambar II.4. Konsentrasi Mg terhadap pH air bawah permukaan (Ellias, 2003)
Pelapukan yang tejadi cepat di daerah pegunungan ditentukan oleh laju erosi yang
lebih cepat. Hal ini berdampak pada hancurnya endapan, Golighty (1981)
mengusulkan bahwa antara 20 hingga 100 juta peridotit mengalami pelindian
(leaching) untuk menghasilkan bijih saprolit yang dapat dicapai dalam satu juta
tahun. Meskipun demikian, laju pelapukan bersifat bergantung pada proses-proses
lokal dan mungkin menjadi bervariasi di setiap tempat.
19
II.5. Tinjauan Umum Daerah Penelitian
II.5.1. Kondisi Geografi Daerah Penelitian
Wilayah penambangan Mandiodo berada di Desa Mandiodo Kecamatan
Malowe, Kabupaten Konawe Utara, Propinsi Sulawesi Tenggara. Kuasa
Pertambangan ini menempati luasan 3.047 Ha.
Struktur geologi yang berkembang berupa kekar dan sesar. Struktur kekar yang
berpola tidak sistimatik dan tidak beraturan. Rekahan-rekahan tersebut pada
beberapa tempat kadang terisi oleh garnierite, krisopas dan serpentin.
20
Struktur sesar yang berarah utara-selatan yang terdapat dibagian timur Mandiodo
memotong regolit dunit piroksin dan peridotit terserpentinisasi kuat, umumnya
batuan yang berada di sekitar struktur sesar tersebut telah mengalami hancuran,
terbreksikan dan kadang-kadang telah berubah menjadi serpentinit.
Merujuk hasil kajian yang telah dilakukan sebelumnya (E. Sukmana, Sukido, D.
Sukarna, E. Haryono dan T.O Simandjuntak, Puslitbang Geologi, 1993), secara
regional termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari skala 1 :
250.000, berdasarkan karakteristik geologi dari Lajur pra-tersier, daerah Lasusua-
Kendari terbagi kedalam dua Lajur geologi yaitu Lajur Tinondo dan Lajur Hialu.
Lajur Tinondo dicirikan oleh endapan paparan benua sedangkan Lajur Hialu
dicirikan oleh batuan endapan kerak samudra/ofiolit, secara garis besar kedua
mendala ini dibatasi oleh Sesar Lasolo. Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo
yang merupakan batuan alas adalah Batuan malihan Palaezoikum (Pzm),
diperkirakan berumur Karbon, terdiri dari sekis mica, sekis kuarsa, sekis klorit,
sekis mika grafit, batusabak dan genes. Pualam Paleozoikum (Pzmm) menjemari
dengan batuan Malihan Paleozoikum terutama terdiri dari pualam dan
batugamping terdaunkan. Pada Permo-trias di daerah ini diduga terjadi kegiatan
magma yang menghasilkan terobosan aplit kuarsa, latit kuarsa dan andesit yang
menerobos batuan malihan Palaezoikum. Formasi Meluhu yang berumur Trias
Tengah sampai Jura, secara tak selaras menindih batuan Malihan Paleozoikum.
Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa yang termalihkan lemah dan kuarsit yang
setempat bersisipan dengan serpih hitam dan batugamping yang mengandung
Halobia sp, dan daonella sp, serta batusabak pada bagian bawah. Pada zaman
yangsama terendapkan Formasi Tolaka, terdiri dari batugamping berlapis dan
21
serpih bersisipan batupasir. Hubungannya dengan Formasi Meluhu adalah
menjemari. Pada kala eosen hingga miosen tengah, pada lajur ini terjadi
pengendapan formasi Salodik, yang terdiri dari kalkarenit dan setempat
batugamping oolit.
Batuan yang terdapat pada lajur Hialu adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri dari
peridotit, harsburgit, dunit dan serpentinit. Batuan ofiolit ini tertindih tak selaras
oleh formasi matanao (Km) yang berumur Kapur Akhir, dan terdiri dari
batugamping berlapis bersisipan rijang pada bagian bawahnya.
22
Fisiografi
Morfologfi daerah lembar ini dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu
pegunungan, perbukitan, kras dan dataran rendah. Pegunungan menempati bagian
tengah dan barat lembar, arah punggungannya memanjang barat laut-tenggara
seperti Peg. Mekongga, Peg. Tangkelemboke dan Peg. Matarombeo. Daerah
pegunungan yang batuan penyusunnya terdiri dari batuan malihan dan
batugamping umumnya bertonjolan kasar dan tajam, berlereng curam dan sempit;
sedangkan daerah pegunungan yang batuan penyusunnya berupa ultramafik
umumnya bertonjolan halus dan berlereng tidak begitu curam. Ketinggian
puncaknya berkisar dari 750m sampai 3000 m diatas permukaan laut, antara lain
G. Tangkelemboke (1972 m ), G Watuwila (2500m), G. Mekonnga (1970 m), G.
Tinondo (1800 m), G. Ranawuwu (851 m), G. Hialu (896 m) G Mantakasi (945
m), G. Andoluto (1100 m), dan G. Tangkesawua (1500 m). Pola alirannya secara
umum meranting dan setempat sejajar.
Perbukitan terdapat dibagian barat dan timur lembar sekitar kaki pegunungan dan
di P. Manui serta labengke. Satuan ini juga terdapat diantara pegunungan berupa
perbukitan landai, umumnya tersusun oleh konglomerat dari molasa sulawesi.
Ketinggian satuan ini biasanya membentuk perbukitan menggelombang yang
ditumbuhi semak dan alang-alang. Puncak-puncaknya yang terdapat disatuan
morfologi ini diantaranya G. Nipania (490 m), G. Meluhu (517m) dan G.
Tampakura (736 m) dan beberapa puncak lainnya yang tidak bernama. Sungai di
daerah ini berpola aliran meranting.
23
Gambar II.6 Peta satuan morfologi Lembar Kendari
24
Stratigrafi
Berdasarkan karakteristik geologi dari Lajur pra-tersier, daerah Lasusua-Kendari
terbagi kedalam dua Lajur geologi yaitu Lajur Tinondo dan Lajur Hialu, secara
garis besar kedua mendala ini dibatasi oleh Sesar Lasolo. Urutan stratigrafi
pengendapan sedimen di lembar ini dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
- Batuan Malihan Paleozoikum (Pzm), merupakan satuan batuan tertua,
lithologinya terdiri dari sekis, genes, filit, kuarsit dan sedikit pualam,
diperkirakan berumur Karbon. Satuan ini tersebar luas di bagian barat dan
baratdaya lembar, yaitu meliputi Peg. Mekongga, satuan ini merupakan
batuan alas di lajur Tinondo. Hubungannya dengan batuan Ofiolit dibagian
barat berupa sesar, tebalnya diperkirakan mencapai ribuan meter.
- Batuan Terobosan (PTr), terdiri dari aplit kuarsa, andesit dan latit kuarsa.
Umurnya diduga antara Perem sampai trias, batuan ini menerobos batuan
malihan mekongga.
- Formasi Meluhu (TrJm), terdiri dari batupasir, kuarsit, serpih hitam, serpih
merah, filit, batusabak, batugamping dan batulanau. Formasi ini berdasarkan
fosil Halobia sp, dan daonella sp, yang dikandungnya, diduga berumur Trias
tengah hingga tris akhir dan terbentuk dalam lingkungan laut dangkal
hingga laguna. Tebal seluruhnya diperkirakan mencapai 1000 m bahkan
lebih.
- Formasi Tokala (TrJt), terdiri dari Kalsilusit, batugamping, batupasir, serpih
napal dan batusabak. Dalam formasi ini di lembar bungku (simanjuntak dkk,
1981) terdapat fosil Halobia sp, dan Amonit yang menunjukan umur trias
akhir. Satuan ini terbentuk dalam lingkungan laut dalam di sekitar lereng
benua. Formasi ini tersingkap dibagian timurlaut dan tengah lembar dan
menerus ke lembar bungku di barat dan utara lembar. Hubungan dengan
batuan ofiolit berupa sesar, dan tertindih takselaras oleh endapan melosa.
Tebalnya diperkirakan mencapai ratusan meter, mungkin lebih dari 1000 m.
- Batuan Ofiolit (Ku), terdiri dari peridotit, harsburgit, dunit, gabro, basal dan
serpentinit. Pada umumnya batuan ultramafik di daerah ini telah mengalami
pelapukan cukup kuat yang menghasilkan lapisan laterit, mencapai
ketebalan beberapa meter sampai belasan meter. Mineral garnierit, magnesit
25
dan oksida besi sering dijumpai di daerah ini. Satuan ini adalah batuan asal
kerak samudera yang merupakan batuan dasar di lajur Hialu. Batuan ofiolit
ini tertindas tak selaras oleh Formasi Matano yang berumur Kapur Akhir.
Sehingga umur batuan ini di duga lebih tua dari kapur akhir. Batuan ofiolit
ini tersebar luas di bagian timurlaut dan utara lembar, serta sedikit di pantai
barat (Teluk Bone) yaitu di Tanjung Ladongi dan Tanjung Toli-Toli.
- Formasi Matano (Km), Terdiri dari Kalsilutit bersisipan serpih dan Rijang,
formasi ini terlipat sedang dengan kemiringan lapisan umumnya 45° atau
lebih kecil. Fosil radiolaria pada satuan ini belum dapat ditentukan
umurnya; berdasarkan kesamaan ciri litologi dengan formasi matano di
lembar Malili (Simanjuntak, dkk. 1981), diduga berumur Kapur Akhir.
Lingkungan pengendapannya adalah laut dalam. Tebalnya diperkirakan
mencapai ratusan meter. Formasi ini tersebar di bagian utara dan timurlaut
lembar yaitu peg. Matarombeo dan wiwirano dan di p. Labengke dibagian
tenggara lembar, menindih tak selaras di atas batuan ofiolit dan tertindih tak
selaras oleh formasi pandua.
- Formasi Salodik (Tems), terdiri dari Kalsilulit dan batugamping oolit,
Satuan ini umumnya berlapis baik dengan tebal antara 5 sampai 20 cm;
setempat mencapai puluhan sentimeter, terlipat sedang dengan kemiringan
antara 20° dan 35°, setempat hingga 45°. Formasi ini mempunyai kesamaan
dengan Formasi Salodik di Lembar Luwuk (Rusmana, dkk, 1984); sehingga
umurnya diduga Eosen – Miosen Tengah, lingkungan pengendapannya
diperkirakan neritik, dengan tebal formasi seluruhnya mencapai ratusan
meter.
- Formasi Pandua (Tmpp), terdiri dari konglomerat, batupasir dan
batulempung, Formasi ini disebandingkan dengan formasi Langkowala di
lembar Kolaka (Simanjuntak, dkk, 1984) yang berumur Miosen Akhir-
Pliosen Awal. Lingkungan pengendapannya darat hingga laut dangkal
antara litoral hingga neritik pinggir, tebalnya beberapa meter sampai
puluhan meter, setempat mencapai lebih dari 100 m. Satuan ini menindih
tek selaras formasi yang lebih tua. Sebarannya terdapat di bagian timurlaut
dan utara lembar, dan sebagian di p. Manui.
26
- Formasi Alangga (Qpa), terdiri dari batupasir dan konglomerat, umurnya
diduga Plistosen akhir, lingkungan pengendapannya darat sampai payau,
tebalnya diperkirakan mencapai puluhan meter dan menindih takselaras
batuan yang lebih tua.
- Terumbu Koral Kuarter (Ql); batugamping terumbu, fosil yang dijumpai
dalam satuan ini adalah koral, ganggang dan cangkang moluska, yang
semuanya sulit ditentukan umurnya, berdasarkan litologinya sama dengan
formasi yang sama di lembar kolaka (Simanjuntak, dkk, 1984) formasi ini
berumur plistosen hingga holosen, lingkungan pengendapannya adalah laut
dangkal, tebalnya diperkirakan dari beberapa meter sampai puluhan meter.
- Aluvium (Qa), satuan ini merupakan endapan sungai, rawa dan pantai.
Sebarannya terdapat didaerah dataran sekitar muara sungai besar dan pantai.
27
Sesar Lasolo berarah baratlaut-tenggara membagi Lembar Kendari menjadi dua
bagian sebelah timurlaut sesar tersebut disebut Lajur Hialu dan sebelah barat daya
di sebut Lajur Tinondo (Rusmana dan Sukarna, 1985). Lajur Hialu umumnya
merupakan himpunan batuan yang bercirikan asal Kerak Samudera, dan Lajur
Tinondo merupakan batuan yang bercirikan asal paparan benua.
Ditafsirkan bahwa sebelum Oligosen Lajur Hialu dan Lajur Tinondo bersentuhan
secara pasif, kemudian sesar ini berkembang menjadi suatu transform fault dan
menjadi sesar lasolo sejak oligosen; yaitu pada saat mulai giatnya kembali sesar
sorong. Daerah ini tampaknya telah mengalami lebih dari satukali periukan; hal
ini terlihat pada batuan mesozoikum yang sudah terlipat lebih dari satukali.
Jenis lipatan pada batuan ini berupa lipatan tertutup, setempat dijumpai lipatan
rebah; lipatan pirau dan lipatan terbalik. Lipatan pada batuan Tersier termasuk
jenis lipatan terbuka, berupa lipatan yang landai dengan kemiringan lapisan 15°
dan 30°. Kekar terdapat pada semua jenis batuan. Pada batugamping kekar ini
tampak teratur yang membentuk kelurusan, seperti yang terlihat jelas pada foto
udara. Kekar pada batuan beku umumnya menunjukkan arah tak beraturan. Gejala
pengangkatan terdapat di pantai timur dan tenggara Lembar, yang ditunjukkan
oleh undak-undak pantai dan sungai; dan pertumbuhan.
Distribusi pada batuan ofiolit dijumpai pada lengan timur dan pada bagian utara
tangan tenggara sulawesi mulai dari balantak sampai kolonedale. Penyebaran
yang luas terdapat pada bagian tengah lengan tersebut pada daerah soroako,
Malili, Waibutoh dan sepanjang danau matano, mahalona, towuti, menyebar
sampai Zmatarappe, Lasolo pada bagian timur lengan sulawesi dan setempat
28
setempat dijumpai di sulawesi tenggara seperti Sua-sua, Pao-pao, Pomalaa dan P.
Kabaena.
Hadirnya tubuh batuan ultramafik pada mendala geologi sulawesi bagian timur ini
telah memperkaya khazanah ilmu pengetahuan geologi pulau sulawesi dan
sehubungan pula dengan eksploitasi endapan laterit pada batuan ultrabasa ini.
Beberapa ahli geologi mengatakan bahwa batuan ofiolit ultrabasa yang terdapat
pada mendala geologi sulawesi bagian timur ini merupakan tubuh ultrabasa yang
tersingkap luas di dunia (Kundig 1956, Rutter 1927). Konsep tektonik lempeng
menafsirkan batuan ultrabasa sebagai bagian dari kerak samudera yang berasal
dari pematang tengah samudera. Akibat pergerakan lempeng samudera
menyebabkan bertemunya batuan ultramafik dengan kontinen yang bersatu dalam
bidang konvergensi yang dapat diamati pada mendala geologi ini.
29
Struktur
Struktur geologi yang berkembang berupa kekar dan sesar. Struktur kekar yang
berpola tidak sistimatik dan tidak beraturan. Rekahan-rekahan tersebut pada
beberapa tempat kadang terisi oleh garnierite, krisopas dan serpentin. Struktur
sesar yang berarah utara-selatan yang terdapat dibagian timur Mandiodo
memotong regolit dunit piroksin dan peridotit terserpentinisasi kuat, umumnya
batuan yang berada di sekitar struktur sesar tersebut telah mengalami hancuran,
terbreksikan dan kadang-kadang telah berubah menjadi serpentinit.
Morfologi
Secara keseluruhan morfologi wilayah Mandiodo terdiri dari dataran rendah
(daerah pantai), perbukitan cukup terjal dan bergelombang landai, perbukitan
terjal umumnya berlereng agak terjal dengan ketinggian (50 – 150 m) diatas
permukaan laut, menempati bagian tengah . Perbukitan bergelombang landai
sampai agak terjal dengan ketinggian 25-100 meter diatas permukaan laut
menempati bagian selatan. Tumbuhan (vegetasi) daerah ini umumnya didominasi
tumbuhan hutan sekunder, sedangkan didaerah yang dieksplorasi datar hingga
bergelombang dengan kemiringan lereng 100 – 200 berketinggian 25-150 meter
diatas permukaan laut.
30