Koherensi Sistem Hukum Pancasila Dengan
Koherensi Sistem Hukum Pancasila Dengan
Abstract
The state’s ideology as the fundamental norm must be coherent with the legal system that is built because ideology is the beginning
and the end that must be achieved in a state. In fact, in Indonesia, the formation, implementation, and enforcement of the law
is not based on Pancasila but is based on and aims at the ideals of liberalism law. This paper aims to analyze the Pancasila legal
system with the framework of the Pancasila ideological reasoning method. The author uses a systems approach, semiotics, history,
and concepts, using secondary data. Qualitative data analysis was built with analysis-synthetic arguments to conclude. The analysis
results show that the reasoning method symbolized on the Garuda Pancasila mandala shield is a form of the concept of balance and
pyramidal compounds. The current structure of the Pancasila Law System reasoning method, which is prismatic, is not coherent with
the Pancasila method of reasoning, which is actually a pyramidal shape. As a philosophy and State Basic Norms, Pancasila must be
derived from the state legal system, so that the Pancasila legal system must be in a pyramidal shape, which places Pancasila as the
pinnacle of the formation, implementation, and enforcement of state law. Therefore, the reasoning method of Article 1 paragraph
3 of the 1945 Constitution needs to be amended so that the editorial of the basic legal idea that “Indonesia is a State of Law” will
change to “Indonesia is a State of Law of Pancasila”. This change will build a legal paradigm that is genuinely based on Pancasila.
Keywords: Pancasila; legal system; methods of reasoning; coherence
Abstrak
Ideologi Negara sebagai fundamentalnorm harus koheren dengan Sistem Hukum yang dibangun, karena ideologi
merupakan awal dan akhir yang harus dicapai dalam bernegara. Pada kenyataannya, pembentukan, pelaksanaan
dan penegakan hukum di Indonesia tidak berdasarkan Pancasila, tetapi berpijak dan bertujuan pada cita
hukum liberalisme. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis sistem hukum Pancasila dengan kerangka metode
penalaran ideologi Pancasila, dengan menggunakan pendekatan sistem, semiotik, sejarah, dan konsep, dengan
menggunakan data sekunder. Analisis data kualitatif dibangun dengan argumen analisis-sintetik, sehingga
mendapat sebuah kesimpulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode penalaran yang disimbolkan pada
perisai mandala Garuda Pancasila merupakan suatu bentuk konsep keseimbangan dan persenyawaan yang
berbentuk piramidal. Namun, bentuk metode penalaran Sistem Hukum Pancasila saat ini yang berbentuk
prismatik, tidak koheren dengan metode penalaran Pancasila yang sebenarnya berbentuk piramidal. Pancasila
sebagai falsafah dan Norma Dasar Negara, harus dapat diderivasi ke dalam sistem hukum negara. Dengan
demikian, sistem hukum Pancasila harus berbentuk piramidal, yang menempatkan Pancasila sebagai puncak
pembentukan, pelaksanaan dan penegakan hukum bernegara. Oleh karena itu, metode penalaran Pasal 1 ayat
(3) UUD NRI Tahun 1945 perlu diamandemen, agar redaksi gagasan hukum dasar yang berbunyi ‘Indonesia
adalah Negara Hukum’ akan berubah menjadi ‘Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila’. Perubahan ini akan
membangun paradigma berhukum yang benar-benar berdasarkan Pancasila.
Kata kunci: Pancasila; sistem hukum; metode penalaran; koherensi
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 143
I. Pendahuluan orang. Oleh karena itu, penting memahaminya
Sistem hukum sebuah negara tidak lebih detail atau khusus tentang simbol “negara
terlepas dari pemikiran negara hukum yang hukum” yang beracuan pada sistem hukum yang
ditranspalantasi dari pemikiran Barat. Ajaran membentuknya. Muhammad Tahir Azhary secara
tersebut secara historikal telah dibahas Plato khusus membagi lima negara hukum, yakni
dalam bukunya ‘Republik’, yang mengatakan Rechtsstaat (bertumpu pada sistem hukum civil
bahwa “pengasuhan atau pemeliharaan dan law), the Rule of Law (bertumpu pada Common
pendidikan (negara) yang baik menanamkan Law), Nomokrasi Islam (bertumpu pada sistem
konstitusi yang baik” (Nomoi).1 Pemikiran negara hukum Islam), Social Legality (bertumpu pada
hukum berkembang kembali pada abad ke-17 di Socialist), dan negara hukum Pancasila (bertumpu
Eropa sebagai jawaban absolutisme kekuasaan pada sistem hukum integrasi prismatik Rechtsstaat,
raja yang mengutamakan “prinseps legibus solutus The Rule of Law, Agama, dan Adat).4
est, salus publica suprema lex.” Pada hakikatnya Negara hukum dengan sistem hukum harus
raja adalah hukum, sehingga rajalah yang berhak memiliki hubungan yang koheren, karena
menentukan organisasi negara karena dialah satu- berjalannya sebuah negara berdasarkan atas
satunya pembuat undang-undang.2 Berdasarkan hukum harus bertumpu atau berpijak pada sistem
pemikiran tersebut muncul berbagai doktrin yang hukum yang mendasarinya. Selain itu, sistem
menjiwai negara hukum, sehingga menjadi suatu hukum baru dapat dianggap sebuah sistem jika
karakter atau tipe negara hukum. Beberapa tipe memiliki sifat yang koheren dalam kesatuan
negara hukum, yakni Polizeistaat, Negara Hukum sistemnya agar dapat mencapai tujuan dengan
Liberal, Negara Hukum Formal, dan Negara baik. Oleh karena itu, bangunan sebuah sistem
Hukum Materiil. Berdasarkan hal tersebut, ada hukum akan berpangkal dan berpuncak pada
beberapa doktrin yang menginginkan bahwa ideologi yang menjiwainya, sehingga sebuah
hukum dibentuk di bawah kontrak sosial sistem dapat dilaksanakan dengan baik mencapai
yang diusung Locke dan Hobbes. John Locke tujuannya. Hal ini dapat merujuk pada pendapat
mengatakan bahwa kebebasan hanya bisa eksis Friedricht Carl von Savigny bahwa sebuah sistem
jika di bawah hukum, sehingga “bahwa tidak ada hukum baru dapat dilaksanakan dengan baik jika
hukum, disitu tidak ada kebebasan”.3 dibangun sesuai volkgeist bangsanya.5 Ini artinya
Berdasarkan historikal perkembangan hukum harus dibangun dengan memperhatikan
pemahaman hukum tersebut, dipahamilah bahwa kebutuhan masyarakat dan tidak bertentangan
sistem hukum merupakan tempat bertumpu dengan nilai-nilai luhur masyarakat.6 Indonesia
berbagai tipe negara hukum. Oleh karena itu, sebagai negara yang kemerdekaanya sudah lebih
“negara hukum” akhirnya dipahami dengan dari 75 tahun seharusnya sudah mempunyai sistem
pengertian yang sangat luas. Namun, secara umum hukum tersendiri yang sesuai dengan kepribadian
istilah “negara hukum” dapat dipahami sebagai bangsanya.7
suatu simbol yang dijadikan acuan mempertegas
4 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum (Suatu Studi
bahwa negara berdasarkan hukum. Istilah “negara Tentang Prinsip-prinsip Hukum Islam, Implementasinya pada
berdasarkan hukum” memiliki pengertian Periode Negara Madinah dan Masa Kini), Jakarta: Prenada
berkeluasan akan tetapi sudah dapat digunakan Media Group Kencana, cet ke 5, 2015, hal. 11.
5 Yang dimaksudkan dengan Volksgeist sebenarnya adalah
sebagai alat dissimulation pandangan publik falsafah hidup suatu bangsa atau pola-pola kebudayaan
suatu negara bahwa negara benar-benar punya atau “kepribadiannya” yang tumbuh akibat pengalaman-
pengalaman dan tradisi-tradisi di masa yang lampau,
hukum untuk dapat ditegakkan kepada setiap Sunaryati Hartono, Capita Selecta Perbandingan Hukum,
1 Plato, The Republic (Diterjemahkan Sylvester G. Sukur: Republik), Bandung: Alumni, 1976, hal. 92.
Yogyakarta: Narasi, 2018, hal. 164. 6 Oksep Adayanto, “Perkembangan Sistem Hukum Nasional,”
2 Jimly Asshaddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 4, Nomor 2, Februari-Juli 2014,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012, hal. 73. hal. 208..
3 Andrew Heywood, Political Ideologies: An Introdution 7 Teguh Prasetyo, "Membangun Sistem Hukum Pancasila
(diterjemahkan Yudi Santoso: Ideologi Politik Sebuah Pengantar), yang Merdeka dari Korupsi dan Menjunjung HAM," Refleksi
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, hal. 63. Hukum, Volume 8, Nomor 1, Tahun 2014, hal.24.
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 145
belum bersenyawa yang dilakukan para Founding dan kondisi yang sama juga dapat dirasakan pada
Fathers merupakan pekerjaan rumah yang harus pemilu 2014 dan 2019.
difokuskan secara revolusi. Jika tidak dilakukan Sebelumnya sudah ada kajian tentang
maka pemahaman berhukum akan jauh dari sistem hukum Pancasila yang dilakukan Mahfud
muara cara pandang berhukum ke-Indonesiaan MD dan Kaelan. Namun, tidak ada di antara
yang telah terbentuk beratus tahun lamanya oleh keduanya melakukan kajian normatif tentang
volkgeist religus dan adat.20 penilaian koherensi metode penalaran ‘Indonesia
Pasca-amandemen UUD NRI Tahun 1945, sebagai Negara Hukum’ menurut Pasal 1 ayat
sebenarnya telah ditegaskan bahwa salah satu (3) UUD NRI Tahun 1945 sebagai legitimatisi
prinsip baru dalam konstitusi Indonesia adalah konstitusioanal sistem hukum Pancasila, dengan
ditegaskannya nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya, metode penalaran Pancasila. Mahfud MD
dan nilai-nilai kemanusiaan sebagai bagian dalam bukunya ‘Politik Hukum di Indonesia’22
integratif dari nilai fundamental Pancasila.21 Pada dan ‘Perdebatan Hukum Tata Negara’23 hanya
kenyataannya (das sein) dapat dilihat bahwa konflik mengkaji realitas dinamika politik dan hukum,
norma antar-sistem hukum mengakibatkan sehingga kajian Mahfud tidak pada ‘bagaimana
adanya bentuk-bentuk percikan api kekacauan penampakan tata susunan sistem hukum
dalam kehidupan masyarakat ini. Norma hukum itu’ melainkan cenderung pada ‘pengalaman
positif yang dibentuk bedasarkan politik hukum pelaksanaan pembentukan sistem hukum’.
oleh kekuasaan politik berkuasa mengalami Oleh karena itu, kajian Mahfud MD cenderung
kontradiktif dengan semangat religius dan adat di dari perspektif sosial. Kaelan dalam bukunya
tataran akar rumput masyarakat. ‘Inkonsistensi dan Inkoherensi dalam Undang-
Pancasila dijadikan alat dissimulasi dan Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen (Kajian
pengekangan bagi kekuatan yang berseberangan. Filosofis dan Yuridis)24, tidak membahas metode
Kenyataannya dapat dilihat dari penegakan penalaran pada gagasan hukum dasar ‘Indonesia
kehendak politik berkuasa pada periode Orde Negara Hukum’ dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI
Lama tahun 1959—1965 dan Orde Baru tahun Tahun 1945, dan juga tidak melakukan penilaian
1970—1998. Penggunaan demokrasi Pancasila ‘apakah metode penalaran pada gagasan hukum
dalam jiwa negara hukum Pancasila juga tidak dasar ‘Indonesia Negara Hukum’ koheren atau
dapat mengubah cara berfikir atau berpandangan inkoheren dengan metode penalaran Pancasila.
bangsa Indonesia sebagaimana kerangka Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,
metode penalaran Pancasila yang berketuhanan, permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini
berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, adalah apakah sistem hukum Pancasila Indonesia
musyawarah dan berkeadilan. Selanjutnya, situasi koheren dengan metode penalaran ideologi
Pancasila. Dengan demikian, tujuan kajian ini
dan Yuridis), Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2016, hlm 84.
20 W. Friedmann menyimpulkan pendapat Savigny tentang untuk mengetahui koherensi sistem hukum
hukum yakni: hukum ditemukan, bukan dibuat, karena itu Pancasila dengan metode penalaran ideologi
perundangan tidak lebih penting dati hukum adat; hukum Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia.
adat menjadi hukum modern lebih mudah dipahami
masyarakat, oleh karenanya kesadaran hukum hanya dapat Kajian tentang koherensi sistem hukum Pancasila
disajikan oleh ahli hukum untuk merumuskan prinsip-prinsip dengan metode penalaran ideologi Pancasila ini
hukum secara teknis dan perundang-undangan menyusul
pada tingkat terakhir; “hukum tidak dapat diterapkan pada
penting dilakukan karena metode penalaran suatu
masyarakat daerah lain jika tidak sesuai dengan volksgeist-nya’, sistem hukum harus jelas dan pasti (tidak boleh
dan volksgeist dapat dilihat dalam setiap hukum serta penting ambigu), sehingga ada kejelasan keterkaitan antara
penelitian tentang evolusi volksgeis melalui penelitian hukum
sepanjang sejarah, W. Friedmann, Legal Teory (Diterjemahkan 22 Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES,
Muhammad Arifin: Teori dan Filsafat Hukum (Idealisme Filosofis 2006.
dan Problema Keadilan), Jakarta: Rajawali, 1990, hal. 61. 23 Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
21 Nasarudin Umar, "Konsep Hukum Modern: Suatu Perspektif Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pres, 2010.
KeIndonesiaan, Integrasi Sistem Hukum Agama dan Sistem 24 Kaelan, Inkonsistensi dan Inkoherensi dalam Undang-undang
Hukum Nasional," Walisongo, Volume 22, Nomor 1, Mei Dasar Republik Indonesia 1945 hasil Amandemen (Kajian Filosofis
2014, hal. 162. dan Yuridis), Penerbit Paradigma, Yogyakarta, 2016.
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 147
Daerah, sehingga akhirnya diupayakan untuk keseimbangan berdasarkan dasar-dasar prinsip
direalisasikan.28 Hal yang sama juga dikemukakan ilmu pengetahuan berbentuk pesonifikasi siklus
oleh Ambiro Puji Asmaroini bahwa pokok pikiran kosmis yang digambarkan bangunan tiga tingkat
Pancasila yang dijabarkan dalam Undang-Undang candi dan/atau bangunan tiga tingkat atap rumah
Dasar1945 yang diharapkan dapat menjadi pijakan ibadah lainnya, atau juga digambarkan pada
dalam membuat tatanan kehidupan dan kebijakan bentuk konstruksi limas pada atap bangunan.32
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.29 Jika diskematiskan secara hierarki simbol
Jika dipahami istilah Pancasila dari aspek mandala pada perisai Pancasila, yakni adanya
sintaktik (syntactic), dapat dipahami bahwa adanya pertemuan atau keterkaitan turunan gelombang
lima komponen yang berkaitan satu dengan yang (derivasi) dari pusat gelombang (up to bottom)
lainnya dengan dilambangkan atau sign Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa yang berbentuk
yang menggambarkan struktur lambang atau tanda garis vertikal terpancar ke dalam empat sudut
tersusun secara piramidal sebagai batas antara dan empat arah yang berbentuk garis harizontal
satu komponen dengan komponen lainnya, yang yang pola penalarannya berbentuk konkretisasi
dalam tanda-tanda bahasa disebut grammatical. yang sepenuhnya bersifat deduktif. Gagasan
Secara leksikal, panca berarti lima. Sila (syila) umum fundamental yang bersifat maha abstrak
berarti batu sendi atau pondasi, dasar.30 Penilaian ‘Ketuhanan Yang Maha’ diderivasi menjadi empat
sintaktik merupakan penilaian form (bentuk) sila yang memiliki derajat yang sama, yang di
dari luar lambang (eksternal), sehingga struktur antaranya disusun secara hierarki. Oleh karena itu,
lambang dapat diskematiskan susunannya. empat sila sebagai prinsip kemanusian, persatuan,
Morfologi susunan internal lambang. Menurut kerakyatan/permusyarawatan, dan keadilan akan
Kaelan, sintaktik merupakan hubungan tanda bersintetik pada bentuk kesatuan maha abstrak
dengan tanda (strukturalisme).31 Jika dimisalkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan
seperti telapak tangan, secara sintaktik, antara sumber asal usul dari keempat sila tersebut.
satu jari dengan jari lainnya merupakan jari-jari Berdasarkan uraian-uraian yang menggunakan
terpisah yang akan menjadi satu kekuatan jika penilaian (kognisi) secara analisis dan penilaian
kepalan atau pegangan tangan dikunci dengan sintetis tersebut, dapat digambarkan bahwa
ibu jari. Secara marfologi jari-jari terdiri dari tiga hubungan hierarki keempat sila yang mengandung
ruas yang bisa dibengkokkan agar menyatu dalam prinsip kemanusian, persatuan, kerakyatan/
suatu kepalan tangan. permusyarawatan, dan keadilan dengan
Jadi, struktur komponen lima gelombang Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sumber asal
atau levelitas yang dibangun pada kesatuan usul, yang dapat dirunut secara rinci berikut ini:
Pancasila dapat dipahami sebagai bentuk yang a. Kemanusaiaan (moral) Berketuhanan Yang
merujuk pada simbol keseimbangan, kedamaian Maha Esa di dalamnya juga bersintetik nilai-
atau simbol mandala (simbol mata angin). nilai persatuan, musyawarah/kerakyatan, dan
Konsep Mandala pada Pancasila diangkat dari ide keadilan, akan tetapi nilai Kemanusaiaan
(moral) yang berketuhanan Yang Maha Esa
28 Solly Lubis, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan…, hal. 26.
29 Ambiro Puji Asmoroini, "Menjaga Eksistensi Pancasila dan yang menjadi nilai dominan atau utama pada
Penerapannya bagi Masyarakat di Era Globalisasi, JPK," Jurnal tingkat pertama ini;
Pancasila dan Kewarganegaraan, Volume 1, Nomor 2, Januari
2017, hal. 53.
b. Persatuan yang Berketuhanan Yang Maha
30 Istilah Pancasila ditulis oleh Empu Prapanca dalam sarga 53 Esa di dalamnya juga bersintetik nilai-nilai
bait 2 dalam buku Negarakertagama (1365) yang berbunyi kemanusiaan, musyawarah/kerakyatan,
“Yatnaggewani pancasyiila kertasanskarbhisekaka krama” (raja
menjalankan lima pantangan, begitu juga upacara-upacara
keadilan akan tetapi nilai persatuan yang
ibadat dan penobatan)” Slamet Muljana, Tafsir sejarah berketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi
Nagarakretagama, Yogyakarta:LKiS, 2008, hal. 308. nilai dominan atau utama pada tingkat ke dua
31 Semiotik adalah ilmu tanda atau metode analisis tanda,
seperti gerak, kata, tanda, bendera dan sebagainya, lihat 32 Dapat dibandingkan konsep mandala dalam Boechari,
Kaelan, Filsafat Bahasa, Semiotika dan Hermeneutika, Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, Jakarta:
Yogyakarta: Paradigma,, 2017, hal. 162. Gramedia, 2012, hal. 53.
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 149
analisis sintetis atau metode konkretisasi abstraksi sejarah panjang praktik ketatanegaraan dunia
dan melakukan pendekatan terhadap nilai- dan Indonesia sendiri. Cita-cita pendirian
nilai simbol yang sama dan mengkomperasikan sebuah negara hukum Indonesia oleh The
untuk mendapatkan pemahaman utuh. Metode Founding Fathers tidak terlepas dinamika
konkretisasi dipahami bahwa norma meta yuridik dialektika ideologi dunia yang diderivasi pada
(Pancasila) dan kesatuan sistem dijabarkan menjadi sistem hukum yang ada dan padanya bertumpu
bagian-bagian norma yang bersifat normatif negara hukum. Hal ini terlihat dari pendapat
koheren. Sedangkan abstraksi merupakan kegiatan arsitek sistem hukum Indonesia, Soepomo yang
mengumpulkan bagian-bagian khusus (sintetis) menyatakan sebagai berikut:
bersifat pragmatis karena bermanfaat secara praktis “Tamatnya kolonial, kami (Soepomo
dalam kehidupan empirik dalam kehidupan sosial dan Founding Father lainya) dihadapkan
yang diangkat menjadi suatu pernyataan umum pada masalah mengubah dan
yang bersifat abstrak yang merupakan bentuk memperbaharui Indonesia, yang berarti
kesatuannya. Sedangkan penalaran kebenaran meruntuhkan tata-tertib yang lampau
yang dibangun harus berbentuk koherensi dan dan menciptakan ukuran-ukuran baru,
konsistensi sebagai suatu sistem. berdasarkan kebutuhan nasional dari
Bangsa Indonesia, disesuaikan dengan
IV. Koherensi dan Inkoherensi Sistem Hukum
syarat-syarat hidup modern... penciptaan
Pancasila dengan Kerangka Penalaran
tata tertib sosial baru Indonesia...
Ideologi Pancasila
haruslah terutama memenuhi hasrat
Pancasila sebagai ideologi, pandangan untuk pertama untuk melangsungkan
hidup bangsa (Weltanschauung), falsafah bangsa kehidupan nasional sendiri...
(Fhilosophisce Grondslag) memiliki nilai puncak yang
religius bersifat paling abstrak dibandingkan dari ....Setelah terjadi kemerdekaan
sila-sila lainnya yang bernilai hukum moral dan politik Indonesia, pengaruh dari dan
hukum kodrat. Pancasila menjadi sumber hukum perhubungan dengan Barat masih tetap
materiil bagi Sistem Norma Hukum di Indonesia. tidak bisa ditiadakan. Inipun bukan
Karena itu, Pancasila sebagai cita hukum (rechtsidee) maksud dari penguasa baru. Semenjak
maupun sebagai staatfundamentalnorm merupakan tamatnya kekuasaan Barat, penerimaan
konsep dasar sistem hukum yang mederivasikan tantangan Barat oleh Timur berlaku
nilai-nilainya pada lapisan hierarki norma hukum dalam keadaan tekanan. Timur akan
di bawahnya yang sifatnya harus koheren sebagai menempatkan cara berpikirnya sendiri
bentuk konsistensi dari sebuah sistem norma di hadapan cara berpikir Barat... inti
hukum. Pancasila merupakan prinsip dasar puncak persoalan “bagaimana mempersatukan
atau fundamental atas koherensi sistem norma cita-cita Timur dengan cita-cita dan
hukum. Pancasila sebagai dasar derivasi normatif kebutuhan-kebutuhan modern dari Barat
dan praktis karena sebagai dasar legitimasi yuridis, menjadi suatu harmoni... jawabannya
filosofis, politis, historis, dan kultur.36 ialah asimilasi pengertian-pengertian
Jika ditinjau koherensi Sistem Hukum Barat dalam bentuk yang sesuai dengan
Indonesia terhadap Pancasila secara historical, strukturnya masyarakat Indonesia
dapat dimulai dari perkembangan negara sendiri”. 37
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 151
sumber etis diderivasi atau diterapkan dengan negara bekas kolonial Inggris, seperti Amerika
norma hukum dasar (UUD/Konstitusi) dan Serikat, Malaysia, Canada, dan Australia. Ciri
diderivasi lagi dengan norma hukum formal khas dari sistem hukum ini, yaitu memulai
(undang-undang/UU) dan lalu diserivasi lagi penegakan hukum dari kasus-kasus yang konkrit
menjadi norma hukum teknis dan/atau organis. untuk kemudian ditarik asas-asas hukum dan
Metode penalaran sistem norma hukum secara kaidah-kaidah hukum umum. Dengan demikian,
derivatif meninggalkan kesatuan norma dan/ putusan-putusan hakim (yurisprudensi) menjadi
atau norma dasar yang merupakan ‘asas’ (values tolak ukur dalam menilai suatu kasus yang
and principles atau waardan en beginselen) dan lahir kemudian. Putusan hakim menjadi sendi
falsafah bangsa (Fhilosophisce Grondslag) melalui utama dalam pembentukan hukum. Karena
tindakan kehendak praktis institusi politik yang berangkat dari kasus-kasus yang konkrit, sistem
duduk dalam lembaga negara pembentuk hukum ini disebut juga “case law system”. The rule of law
(legislatif). Suatu kehendak praktis akan lepas dari (negara berdasarkan hukum) merupakan konsep
sifat-sifat nilai-nilai atau moral (etis) yang bentuk negara hukum dari arti luas. Negara hukum ini
metodenya Induksi. Tindakan politik ini menjadi merupakan pergeseran asas legalitas menjadi lebih
sumber hukum tata negara materiil yang diderivasi longgar yang dinamika penalarannya dimulai dari
ke dalam sistem norma atau tata hierarki norma wetmatigheid van het bestuur ke rechtsmatigheid van
hukum yang bermetode deduksi. Oleh karena itu, het bestuur dan ke doelmatigheid van het bestuur.
hubungan falsafah bangsa (Fhilosophisce Grondslag) A.V Dicey mengemukakan tiga karakteristik dari
Pancasila sebagai norma dasar tidak secara negara hukum the rule of law yakni:44
lansung koheren dengan sistem norma hukum 1. supermasi hukum absolut sebgai dominasi
di bawahnya karena ada batas signifikan oleh hukum dalam negara;
tindakan metode praktis yang induktif institusi 2. persamaan dihadapan hukum (equality before
politis bersifat kebenaran korespondensi terhadap the law); dan
peristiwa-peristiwa aktual. Seharusnya hubungan 3. hak-hak individu dijamin konstitusi dan dapat
falsafah bangsa (Fhilosophisce Grondslag) Pancasila ditegakkan hakim di pengadilan.
sebagai norma dasar dengan norma hukum di Metode Penalaran Sistem Hukum Common
bawahnya harus koheren yang bersifat deduktif Law bertolak dari analisis praktik-praktik hukum
absolut yang disintetikkan dengan kebenaran (law case) untuk mendapatkan sebuah keputusan
korespondensi dan Pragmatis. Adanya bentuk umum. Peranan sikap subjektif atas dasar kegunaan
koheren deduktif absolut inilah institusi politik dan manfaat (utilitas) menjadi ukuran nilai moral
tunduk sepenuhnya pada nilai moral dengan yang dijunjung tinggi, sehingga kebenaran yang
sikapnya yang subjektif pragmatis yang harus ditonjolkan bersifat korespondensi dan pragmatis.
dievaluasi nilai moral Pancasila.43 Kultur yang Sehingga metode penalaran yang dibangun benar-
dipraktiskan institusi politik harus berkonsep benar induktif.45
metode penalaran Pancasila. Sejalan dengan Soepomo tentang cara
Kedua, the rule of law bertumpu pada sistem pandang integralistik tersebut, Mahfud MD
hukum common law dalam tradisi Anglo Saxon berusaha menderivasi cara pandang integralistik
Inggris. Common law berkembang di negara- ke dalam sistem hukum Indonesia dari Konsep
43 Analisa tersebut dapat dibandingkan dengan dasar
Prismatik Fred W. Riggs, yaitu Sistem hukum
pembagian ilmu dan pengetahuan menurut Peter Mahmud Pancasila berbeda jauh dengan sistem hukum
Marzuki, yaitu “ilmu dalam perspektif scientia sebenarnya Eropa Kontinental dan Anglo Saxon, karena
dibagi ke dalam dua bagian, yakni bebas nilai dan sarat nilai.
Selain itu, ada ilmu sarat dengan nilai-nilai yang sifatnya
sistem hukum Pancasila merupakan integratif
preskriptif yang mengusung kebenaran koherensi. Ilmu ini 44 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum…., hal. 43.
bersifat menganjurkan bukan mengemukakan apa adanya. 45 Ilmu bebas nilai itu bertolak dari pemahaman science karena
Oleh karena itu, ilmu ini disebut juga ilmu normatif yang bertolak dari praktik empiris, baik observasi maupun
lingkup kajiannya dinominasi etika, Peter Mahmud Marzuki, ekperimen yang sifatnya deskriptif. Ilmu ini mengusung
Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media kebenaran korespondensi, Peter Mahmud Marzuki, Pengantar
Group, cet-ke 5, 2013, hal. 5. Ilmu Hukum…., hal. 43.
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 153
baik.49 Secara Sintaktik (syntactic) menunjukkan berhukum berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu,
bahwa komponen-komponen yang membangun hubungan lambang Pancasila dengan tata susunan
sistem hukum Pancasila tidak ada kaitan secara hierarki norma Indonesia sebagai lambang-
koherensi atau berinkonsistensi dengan yang lambang norma praktis yang berhubungan
dilambangkan atau sign Pancasila tersebut. Oleh langsung dengan dunia luar yang diacunya
karena itu, hal ini dapat disimpulkan bahwa harus mengarah pada arti lambang-lambang (de
bentuk metode penalaran yang direfleksikan betekende) secara utuh sebagaimana dicerminkan
Pancasila yang berbentuk piramidal, dengan Pancasila. Dari sini akan dapat terlihat metode
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber asal pembentukan norma dan implementasi norma
usul bersifat derivatif untuk pembentukan empat hukum dengan dunia luar apakah mencerminkan
sila di bawahnya. Artinya, keempat sila lainnya yang dilambangkan Pancasila atau tidak. Jika
sebagai bagian-bagian ruang dari kesatuan ruang ditinjau apa yang diacu sistem hukum Indonesia
Ketuhanan Ketuhanan Yang Maha Esa. sekarang, dalam praktiknya tidak mencerminkan
Jika melihat bentuk metode penalaran perlambangan Pancasila seutuhnya yang acuan
dalam membangun sistem hukum Pancasila sistem hukum Pancasila tertuju hanya pada
yang berbentuk Prismatik yang berpuncak pada kepastian hukum yang dicerminkan rechtsstaat dan
kepastian hukum yang dicerminkan rechtsstaat keadilan hukum yang dicerminkan the rule of law
dan keadilan hukum yang dicerminkan the rule yang tidak mencerminkan jiwa bangsa seutuhnya
of law, akan bertentangan dengan pola penalaran yang memiliki jiwa (geist) Ketuhanan Yang Maha
Pancasila. Pertentangan seperti ini tidak boleh Esa. Oleh sebab itu, kepastian dan keadilan
terjadi dalam suatu kesatuan sistem norma yang dicapai harus mengacu pada kepastian
hukum, karena Pancasila sebagai sumber asal dan keadilan sesuai jiwa agama masing-masing.
usul dan juga sebagai cita-cita hukum (rechtidee) Formulasi metode penalaran berhukum seperti
sistem norma hukum. Seharusnya kedua puncak inilah yang hendaknya dibentuk di kemudian hari
tujuan hukum (kepastian dan keadilan) pada sebagaimana simbolkan Pancasila itu sendiri.
Sistem Hukum Pancasila bukan menjadi tujuan Sementara itu secara pragmatik (pragmatic),
akhir hukum. Ini dimaksudkan agar bangunan sistem hukum Pancasila belum merefleksikan
penalaran pada sistem norma hukum berhenti hubungan metode penalaran yang bersifat
pada ‘gagasan hukum dasar’ bukan pada Pancasila kebatinan antara pemakaian lambang oleh
sebagai gagasan umum dan sebagai cita-cita lembaga negara dengan tata hierarki norma sebagai
hukum (rechtsidee). Bentuk penalaran primatik pemakai lambang. Hal ini dapat dilihat dari tujuan
telah eliminasi Pancasila sebagai gagasan umum akhir dari sistem hukum yang ada yang menjiwai
dan sebagai cita-cita hukum (rechtsidee), yang pembentukan hierarki dan keberfungsian norma
asal-usul dan puncak penalarannya betitik tolak tidak memiliki sifat koherensi yang mengacu
dan berakhir pada puncak abstrak Ketuhanan pada fungsi tanda yang ada pada Pancasila yang
Yang Maha Esa sebagaimana dicerminkan oleh berbentuk piramidal mandala. Oleh karena
struktur simbolik Pancasila yang berbentuk itu, tujuan akhir dari sistem hukum Pancasila
piramidal mandala. Oleh karena itu, konsep belum menjangkau dimensi maha abstrak yang
kebulatan penalaran piramidal mandala Pancasila terkandung pada sila satu Ketuhanan Yang Maha
dapat dinyatakan sebagai konsep penalaran yang Esa. Dimensi maha abstrak ini menjadi tujuan
berbentuk “datang dari Tuhan maka akan kembali setiap individu berbangsa dan bernegara dalam
kepada Tuhan” (innalilalhiwainnailahirojiun). kehidupannya dan harus dijamin secara absolut
Secara semantik (semantic), istilah sistem dalam konstitusi dan hukum organik di bawahnya.
hukum Pancasila dapat dipahami sebagai metode Hal ini dikarenakan memang demikian maksud
filosofi simbolik yang dibangun dalam bentuk
49 Lihat Struktur Semiotik di tulisan Turiman, "Analisis
Semiotika Hukum Terhadap Lambang Negara Indonesia," piramidal mandala pada Pancasila. Jika tujuan
Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun ke-44, Nomor. 3, Juli- akhir dari hukum itu mengandung religius nation
September 2014, hal. 358.
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 155
Polarisasi pemikiran tersebut berdampak pada unifikasi dalam negara hukum rechtsstaat pada
penghapusan berbagai kodifikasi hukum kolonial mulanya merupakan propaganda politik hukum
yang tidak sesuai cita-cita bangsa Indonesia dan modern yang dilakukan Belanda untuk menjamin
nilai-nilai universalistik. Pemberian ruang gerak dan sekaligus menembus hak dipertuan
pada hakim untuk menemukan hukum dari nilai- (beschikkingsrecht) hukum di nusantara. Lama-
nilai ke-Indonesia-an sesuai asas ius curia novit, kelamaan politik hukum tersebut memengaruhi
telah menempatkan hakim sebagai artikulator pola pikir pendiri bangsa, sehingga menjadi pintu
sebagaimana tergambar dalam Pasal 5 UU No. 48 untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.54 Oleh karenanya, tidak bisa disangkal bahwa,
Sistem hukum Indonesia menyatukan empat sistem Indonesia memiliki spirit (geist) sistem
sistem hukum menjadi satu kasatuan. Sistem hukum penjajah Belanda yang menganut sistem
hukum Indonesia berbentuk piramidal, yaitu sisi hukum Eropa Kontinental. Aplikasinya dapat
terbaik dari sistem hukum adat, sistem hukum dilihat bahwa metode penalaran dalam sistem
agama, civil law, dan common law dijadikan pondasi hukum tersebut menjadi sendi utama dalam
dalam satu kesatuan bangunan yang setiap pembentukan peraturan perundang-undangan.
bidangnya terintegrasi dan ternormalisasi dalam Skematis “politik hukum” tersebut dapat dipahami
wujud metode sintetik. Pancasila sebagai volkgeist sebagaimana tertuang dalam GBHN Tahun 1973.
bangsa Indonesia yang telah meresepsikan hukum Bab IV yang berjudul Pola Umum Pelita Kedua
agama ke dalam hukum adat dan dapat menerima Bagian A Paragrap c yang berjudul Bidang Politik,
sisi terbaik sistem hukum modern, yakni civil law Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar
dan common law. Negeri menyatakan bahwa adanya peningkatan
Pada kenyataannya, pelaksanaan sistem dan penyempurnaan Hukum Nasioanal dengan
hukum Pancasila masih mencari bentuk metode antara lain mengadakan pembaharuan. Kodifikasi
penalaran logis. Indonesia masih mencari bentuk dan Unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu
konstitusionalisme yang baik untuk dirinya dangan jalan memperhatikan kesadaran hukum
sendiri, sehingga terjadi peristiwa pergeseran di dalam masyarakat. Di dalam GBHN-GBHN
ketatanegaraan melalui perubahan konstitusi selanjutnya kebijakan seperti itu semakin tersamar
yang telah dimulai dari zaman orde lama dan (implisit). Walaupun bidang hukum dijadikan
sampai reformasi. Di zaman reformasi yang bagian tersendiri di dalam GBHN 1993, kebijakan
serba transparan dan terbuka ini masih kencang tersebut dapat dipahami sebagai pembentukan
menghembuskan perubahan-berubahan tersebut. hukum diselenggarakan melalui proses secara
Oleh karena itu, pelaksanaan sistem hukum terpadu. Pelaksanaan demokratis berdasarkan
Indonesia sebelum dan sesudah reformasi metode Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta
penalarannya masih dalam ambiguitas dan menghasilkan produk hukum hingga kepada
terkesan menyimpang dari metode penalaran peraturan tingkat pelaksanaannya.
Pancasila. Ranah ambiguitas sebelum reformasi Ranah ambiguitas metode penalaran sistem
berada pada bidang dialektika idea rechtsstaat yang hukum Indonesia yang dicantumkan pada Pasal 1
berdasarkan atas hukum yang menjunjung tingi ayat (3) UUD 1945 sebelum dan setelah reformasi
kepastian hukum bergeser menjadi otoritarian. berada pada tanda yang menyimbolkan puncak
Politik hukum kodifikasi dan unifikasi tidak berhukum yang mengarah pada kepastian hukum
bisa terlepas dari ajaran hukum empiris yang dan keadilan hukum. Tujuan puncak ini tidak
meletakkan hukum sebagai alat rekayasa dan sejalan dengan tujuan puncak yang disimbolkan
perubahan sosial (law is a tool social engineering). Pancasila. Oleh karena itu, sistem hukum Pancasila
Muncul bentuk politik hukum kodifikasi dan pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 merupakan
inkoheren dengan Pancasila itu sendiri. Hal ini
54 Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dapat dilihat dari bagunan simbolik metode
dalam masyarakat, Pasal 5 UU No. 48 Tahun 2009 tentang penalaran Pancasila sebagai Staatfundmentalnorm
Kekuasaan Kehakiman.
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 157
metode penalaran Pancasila yang berbentuk Ismayawati, Any. "Pancasila sebagai Dasar
piramidal dan mengandung prinsip Ketuhanan. Pembangunan Hukum di Indonesia,"
YUDISIA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2017.
B. Saran
Lestari, Sulistyani Eka. "Pancasila dalam
Sebagai falsafah dan Norma Dasar Negara, Konstruksi Sistem Hukum Nasional," Jurnal
Pancasila harus dapat diderivasi ke dalam sistem Negara dan Keadilan, Volume 7, Nomor 2,
hukum negara, sehingga sistem hukum pancasila Agustus 2018.
harus berbentuk piramidal, yang menempatkan
Pancasila sebagai puncak pembentukan, Muhtadi, "Penerapan Teori Hans Kelsen dalam
pelaksanaan dan penegakan hukum bernegara. Tertib Hukum Indonesia," Fiat Justitia Jurnal
Oleh karena itu, metode penalaran Pasal 1 ayat Ilmu Hukum, Volume 5, Nomor 2, September-
(3) UUD NRI Tahun 1945 perlu diamandemen Desember 2012, hal. 301.
sehingga redaksi gagasan hukum dasar yang Pramono, Agus. "Ideologi dan Politik Hukum
berbunyi ‘Indonesia adalah negara hukum’ Pancasila," Gema Keadilan Edisi Jurnal, Volume
akan berubah menjadi ‘Indonesia adalah 5, Edisi 1, September 2018.
Negara Hukum Pancasila’. Perubahan ini akan
Prasetyo, Teguh. "Membangun Sistem Hukum
membangun paradigma berhukum yang benar-
Pancasila yang Merdeka dari Korupsi dan
benar berdasarkan Pancasila.
Menjunjung HAM," Refleksi Hukum, Volume
8, Nomor 1, Tahun 2014.
Santoso, Lukman. "Perbandingan Sistem Civil
Law dan Hukum Islam serta Interaksinya
Daftar Pustaka
dalam Sistem Hukum Indonesia," Istinbath,
Jurnal Volume 13, Nomor. 2, November 2016.
Adayanto, Oksep. "Perkembangan Sistem Hukum Sobur, H.A. Kodir. "Logika dan Penalaran Dalam
Nasional," Jurnal Ilmu Hukum, Volume 4, Perspektif Ilmu Pengetahuan," TAJDID, Vol
Nomor 2, Februari-Juli 2014. XVI, Nomor 2, Juli-Desember 2015.
Agus, A. Aco. "Relevansi Pancasila sebagai Ideologi Turiman, "Analisis Semiotika Hukum Terhadap
Terbuka di Era Reformasi," Jurnal Office, Lambang Negara Indonesia," Jurnal Hukum
Volume. 2, Nomor. 2, Tahun 2016. dan Pembangunan, Tahun ke-44, Nomor 3,
Juli-September 2014.
Asmoroini, Ambiro Puji. "Menjaga Eksistensi
Pancasila dan Penerapannya bagi Masyarakat Umar, Nasarudin. "Konsep Hukum Modern:
di Era Globalisasi," JPK: Jurnal Pancasila Suatu Perspektif KeIndonesiaan, Integrasi
dan Kewarganegaraan, Volume 1, Nomor 2, Sistem Hukum Agama dan Sistem Hukum
Januari 2017. Nasional," Walisongo, Volume 22, Nomor 1,
Mei 2014.
Farida, Any. "Teori Hukum Pancasila sebagai
Sintesa Konvergensi Teori-Teori Hukum di Wahyudi, Agus. "Ideologi Pancasila: Doktrin yang
Indonesia," Perspektif, Volume XXI, Nomor 1 Komprehensif atau Konsepsi Politis," Jurnal
Tahun 2016, Edisi Januari. Filsafat, Vol 39, Nomor 1, April 2006.
Hastangka dkk, "Analisis Semiotika Peirce dalam Widiatama dkk, "Ideologi Pancasila sebagai Dasar
Pengggunaan Istilah Empat Pilar Berbangsa Membangun Negara Hukum Indonesia,"
dan Bernegara MPR RI," Litera, Volume 17, Jurnal USM Law Riview, Volume 3, Nomor 2,
Nomor 3, November 2018. Tahun 2020.
NUR HIDAYAT, DESI APRIANI: Koherensi Sistem Hukum Pancasila dengan Metode Penalaran... 159
W. Friedmann, Legal Teory (Diterjemahkan
Muhammad Arifin: Teori dan Filsafat Hukum
(Idealisme Filosofis dan Problema Keadilan),
Jakarta: Rajawali, 1990.
Makalah
Cholisin, Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan
Relevansinya saat Ini, Makalah, Disampaikan
pada kegiatan Workshop Pengembangan
Bahan ajar PKn dan Penyususunan Dokumen
II KTSP, MGMP PKn SMP Kabupaten Kulon
Progo Semester Gasal Tahun 2011/2012.