$RSKQ6GK
$RSKQ6GK
PENDAHULUAN
Poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan
predileksinya merusak sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang (anterior horn cells of
the spinal cord) dan batang otak (brain stem); dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan
distribusi dan tingkat yang bervariasi serta bersifat permanen.
Pertama sekali ditemukan oleh Jacob Heine (1840) yaitu seorang ortopedik
berkebangsaan Jerman, dimana ia mengidentifikasi berbagai gejala dan gambaran patologi dari
penyakit ini. Pada tahun 1890, Medin seorang dokter anak berkebangsaan Swedia
mengemukakan berbagai data epidemiologi penyakit Poliomielitis. Atas jasa kedua sarjana ini,
maka Poliomielitis disebut juga sebagai penyakit Heine-Medin.
Tahun 1908, Landsteiner dan Popper berhasil memindahkan penyakit ini pada kera
melalui cara inokulasi jaringan sumsum tulang belakang penderita yang meninggal akibat
penyakit Poliomielitis.
Tahun 1949 Enders, Weller dan Robbins dapat menumbuhkan virus ini pada sel-sel yang
bukan berasal dari susunan syaraf, sehingga memungkinkan ditelitinya patogenesis dan
perkembangan vaksin polio.
Tahun 1952, Bodian dan Horstmann mendapatkan bahwa viremia terjadi pada awal
infeksi, yang mana hal ini perlu untuk menerangkan fase sistemik penyakit dan bagaimana
penyebaran virus polio ke susunan syaraf pusat.
Salk pada tahun 1953 melaporkan keberhasilan imunisasi dengan formalin-inactivated
poliovirus, dan lisensi vaksin ini diperoleh pada tahun 1955. Beberapa tahun kemudian Sabin,
Koprowski dan lain-lain mengembangkan vaksin live attenuated poliovirus dan mendapat lisensi
pada tahun 1962.
ETIOLOGI
Virus poliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus enterovirus dan famili
picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon).
Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Epidemi yang luas dan ganas
biasanya disebabkan oleh virus tipe 1.
Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup dari spesifik
untuk satu tipe.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan satu-satunya reservoir
penyakit Poliomielitis. Di negara yang mempunyai 4 musim, penyakit ini lebih sering terjadi di
musim panas, sedangkan di negara tropis musim tidak berpengaruh. Penyebaran penyakit ini
terutama melalui cara fecal-oral walaupun penyebaran melalui saluran nafas dapat juga terjadi.
Sebelum tahun 1880 penyakit ini sering terjadi secara sporadis, dimana epidemi yang
pertama sekali dilaporkan dari Scandinavia dan Eropah Barat, kemudian Amerika Serikat.
Pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an epidemi Poliomielitis secara teratur ditemukan
di Amerika Serikat dengan 15.000 - 21.000 kasus kelumpuhan setiap tahunnya. Pada tahun 1920,
90% kasus terjadi pada anak <5 tahun, sedangkan di awal tahun 1950an, kejadian tertinggi
adalah pada usia 5-9 tahun; bahkan belakangan ini lebih dari sepertiga kasus terjadi pada usia >
15 tahun.
Sejak dipergunakannya vaksin ada tahun 1955 dan 1962, secara dramatis terjadi
penurunan jumlah kasus di negara maju. Di Amerika Serikat angka kejadian turun dari 17.6
kasus Poliomielitis per 100.000 penduduk di tahun 1955 menjadi 0.4 kasus per 100.000 di tahun
1962. Sejak tahun 1972, kejadiannya <0,01 kasus per 100.000 atau 10 kasus per tahun.
PATOGENESIS
Bila tertelan virus yang virulen, maka akan terjadi multiplikasi di orofaring dan mukosa
usus (Peyer's patches). lnvasi sistemik terjadi melalui sistem limfatik dan kemudian darah.
Kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus, kemudian terjadi penyebaran, termasuk ke
susunan syaraf pusat. Penyebaran virus polio melalui syaraf belum jelas diketahui. Penyakit yang
ringan ("minor illness”) terjadi pada saat viremia, yaitu kira-kira hari ketujuh, sedangan major
illness ditemukan bila konsentrasi virus di susunan syaraf pusat mencapai puncaknya yaitu pada
hari ke-12 sampai 14.
GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berkisar anatara 9 - 12 hari, tetapi kadang-kadang 3 - 35 hari.
Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai dengan
yang paling berat, yaitu :
1. Infeksi tanpa gejala (asymptomatic, silent, anapparent)
Kejadian infeksi yang asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya cukup tinggi terutama
di daerah-daerah yang standar higine-nya jelek. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat
pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap penyakit tersebut. Bayi baru
lahir mula-mula terlindungi karena adanya antibodi maternal yang kemudian akan
menghilang setelah usia 6 bulan.
Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di tinja atau meningginya titer
antibodi.
2. Infeksi abortif
Kejadiannya di perkirakan 4-8% dari jumlah penduduk pada suatu epidemi. Tidak dijumpai
gejala khas Poliomielitis. Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dengan gejala "minor
illnesss" seperti demam bisa sampai 39.5 C, malaise, nyeri kepala, sakit tenggorok,
anoreksia, filial, muntah, nyeri otot dan perut serta kadang-kadang diare .
Penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit virus lainnya, hanya dapat diduga bila terjadi
epidemi. Diagnosa pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan jaringan.
Diagnosa banding adalah influenzae atau infeksi tenggorokan lainnya.
3. Poliomielitis non Paralitik
Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinik sama dengan infeksi abortif yang
berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi kemudian naik kembali
(dromedary chart), disertai dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan
ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kemig
dan Brudzinsky yang positip. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk
dari sikap tidur, maka ia
akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang kebelakang pada
tempat tidur. Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada kedua
ketiak, akan menyebabkan kepala terjatuh kebelakang. Refleks tendon biasanya normal. Bila
refleks tendon berubah maka kemungkinan akan terdapat poliomielitis paralitik. Diagnosa
banding adalah Meningitis serosa, Meningismus
4. Poliomielitis Daralitik Gambaran klinis sama dengan Poliomielitis non paralitik disertai
dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial. Gejala ini bisa
menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan kelumpuhan
(paralitik) yaitu berupa flaccid paralysis yang biasanya unilateral dan simetris. Yang paling
sering terkena adalah tungkai. Keadaan ini bisa disertai kelumpuhan vesika urinaria, atonia
usus dan kadang-kadang ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan
otot pernafasan.
Secara klinis dapat dibedakan atas 4 bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada susunan syaraf
pusat yaitu :
4.1. Bentuk spinal Dengan gejala kelemahan otot leher, perut, punggung, diaftagma, ada atau
ekstremitas, dimana yang terbanyak adalah ekstremitas bawah. Tersering yaitu otot-otot
besar, pada tungkai bawah kuadriseps femoris, pada lengan otot deltoideus. Sifat
kelumpuhan ini adalah asimetris. Refleks tendon menurun sampai menghilang dan
tidak ada gangguan sensibilitas.
Diagnosa banding adalah :
4.1.1. Pseudo paralisis non neurogen: tidak ada kaku kuduk, tidak pleiositosis.
Disebabkan oleh trauma/kontusio, demam rematik akut, osteomielitis
4.1.2. Polineuritis : gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapat dengan
paralisis palatum mole dan gangguan otot bola mala.
4.1.3. Poliradikuloneuritis (sindroma Guillain-Barre) : 50% kasus sebelum paralisis
didahului oleh demam tinggi; Paralisis tidak akut tetapi perlahan-lahan;
kelumpuhan blateral dan simetris; pada likuor serebrospinalis protein
meningkat; sembuh tanpa gejala; terdapat gangguan sensorik.
4.2. Bentuk bulbar ditandai dengan kelemahan motorik dari satu atau lebih syaraf kranial
dengan atau tanpa gangguan pusat vital seperti pernafasan, sirkulasi dan temperatur
tubuh. Bila kelemahan meliputi syaraf kranial IX, X dan XII maka akan menyebabkan
paralisis faring, lidah dan taring dengan konsekwensi terjadinya sumbatan jalan nafas.
4.3. Bentuk bulbospinal Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bubar
4.4. Bentuk ensefalitik Ditandai dengan kesadaran yang menurun, tremor, dan kadang-
kadang kejang.
LABORATORIUM
Virus polio dapat di isolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok pada minggu
pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Berbeda dengan enterovirus lainnya,
virus polio jarang dapat di isolasi dari cairan serebrospinalis. Bila pemeriksaan isolasi virus tidak
mungkin dapat dilakukan, maka dipakai pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan
memakai serum pada fase akut dan konvalesen. Dikatakan positip bila ada kenaikan titer 4 kali
atau lebih. Tes netralisasi sangat
spesifik dan bermanfaat untuk menegakkan diagnosa Poliomielitis. Selain itu bisa juga
dilakukan pemeriksaan CF (Complement Fixation), tetapi ditemukan reaksi silang diantara
ketiga tipe virus ini.
Pemeriksaan likuor serebrospinalis akan menunjukkan pleiositosis biasanya kurang dari
500/mm3, pada permulaan lebih banyak polimorfonukleus dari limfosit, tetapi kemudian segera
berubah menjadi limfosit yang lebih dominan. Sesudah 10-14 hari jumlah sel akan normal
kembali. Pada stadium awal kadar protein normal, kemudian pada minggu kedua dapat naik
sampai 100 mg%, dengan jumlah set menurun sehingga disebut dissociation cytoalbuminique,
dan kembali mencapai normal dalam 4-6 minggu. Glukosa normal. Pada pemeriksaan darah tepi
dalam batas normal dan pada urin terlihat gambaran yang bervariasi dan bisa ditemukan
albuminuria ringan.
PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap Poliomielitis. Antibiotika, γ-globulin dan vitamin
tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis daft suportif.
lnfeksi tanpa gejala : istirahat
Infeksi abortif : Istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat
diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu. 2 bulan kemudian
dilakukan pemeriksaan neuro-muskuloskletal untuk mengetahui adanya kelainan.
Non Paralitik: Sama dengan tipe abortif Pemberian analgetik sangat efektip bila diberikan
bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam dan kadang-kadang
mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot board, papan penahan pada
telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi
dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul
sebagai akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
Paralitik: Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis pernafasan,
dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan
fisioterapi pasip dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka
diberikan stimulan parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2.5-5
mg/SK.
PROGNOSIS
Bergantung kepada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian
yang terkena. Prognosis jelek pada bentuk bulbar, kematian biasanya karena kegagalan fungsi
pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Data dari negara berkembang
menunjukkan bahwa 9% anak meninggal pada fase akut, 15% sembuh sempurna dan 75%
mempunyai deformitas yang permanen seperti kontraktur terutama sendi, perubahan trofik oleh
sirkulasi yang kurang sempurna, sehingga mudah terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan
pengobatan secara ortopedik.
2.1 DEFINISI, ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI DARI POLIOMIELITIS
2 .1 .1 D ef in is i P ol i o
Poliomielitis merupakan penyakit virus dengan penularan cepat dan mengenai sel anterior
masa kelabu medulla spinalis dan inti motorik batang otak dan akibat kerusakkan tersebut terjadi
kelumpuhan dan atrofi otot.
Terdapat banyak terminologi untuk poliomyelitis, antara lain : Poliomielitis Anterior
Akuta, Infantile Paralysis, Penyakit Heine dan Medin.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dengan beraneka ragam gambaran epidemiologis
dan klinis. Dan telah diketahui sejak akhir abad XVIII. Di Indonesia penyakit ini sering
dihubungkan dengan akibat salah suntik.
Poliomielitis terutama menyerang pada anak di bawah 5 tahun. Pencegahan penyakit ini
sangat penting, oleh karena belum ada obat yang efektif terhadap penyakit ini. Namun, akhir-
akhir ini dengan begitu agresifnya program vaksinasi di seluruh dunia, tampak bahwa insiden
penyakit ini sudah menurun dengan sangat drastic, bahkan 10 tahun terkhir ini sangat jarang
dijumpai terutama di Indonesia.
2.1.2 Poliomielitis terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Poliomielitis asimtomatis : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala
karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
3. Poliomielitis non paralitik : gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif ,
hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul1 -2 ha ri k ad an g-
k ad an g d ii ku t i pe n ye mbu h an s e me n ta r a u nt uk k e mud i a n remisi demam atau
masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan
hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna
posterior.
4. P o li o mi e l i ti s pa ra l i ti k : gej a la s a ma pa da p ol io m ye l i t is n on pa ra l i ti k disertai
kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada
bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus.
2. Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
3. Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk
bulbar.kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan
kadang kejang.
Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan dilakukan pula
tindakan bedah seperti tonsilektomi ,ekstraksi gigi dan penyuntikan.Walaupun penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang harus segera dilaporkan ,Namun data epidemiologi yang
sukar didapat.Dalam salah satu symposium imunisasi dijakarta(1979) dilaporkan bahwa:
1. Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative makin bertambah (10%)
2. Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk.
3. Paralytic rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan 9.000
kasus.Namun,10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat gencarnya program
imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia.
Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik ,disebabkan oleh komplikasi berupa
kegagalan nafas ,sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya kematian.Walaupun
kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%);hanya 5-10% yang memberikan
gejala poliomyelitis
b).Poliomyelitis abortif
Gejala klinisnya berupa panas dan jarang melibihi 39,5 derajat C,sakit tenggorokkan,sakit
kepala,mual,muntah,malaise,dan faring terlihat hiperemi.Dan gejala ini berlangsung beberapa
hari.
d).Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik.Awalnya berupa gejala abortif
diikuti dengan membaiknya keadaan selama 1-7 hari.kemudian disusun dengan timbulnya gejala
lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan saraf yang terjadi pada ekstremitas inferior
yang terdapat pada femoris,tibialis anterior,peronius.sedangkan pada ekstermitas atas biasanya
pada biseps dan triseps.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
3. Bebtuk bulbospinal yang merupakan gejala campuran antara bentukspinal dan bentuk
bulbur.dan gejalanya berupa : kadang ensepalitik,di sertai dengan delirium,kesadaran
menurun,tremor dan kejang.
2.3 DIAGNOSA POLIOMEILITIS
2.3.1. ANAMNESIS
1. Riwayat penyakit:
Keluhan utama (poliomielitis)
Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya
Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat
Di bagian tubuh mana atau Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)
Riwayat imunisasi (lengkap atau tidak).
2. RIWAYAT PEKERJAAN
Hobi/kebiasaan
3. RIWAYAT ALERGI
Apakah ada alergi makanan
Apakah pasien ada alergi obat
4. RIWAYAT KELUARGA
Apakah ada anggota keluarga mengalami keluhan yang sama
Apakah ada tetangga mengalami keluhan yang sama
5. RIWAYAT PENYAKIT
Apakah penyakit dahulu yang mungkin berulang
Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
1) Pemeriksaan darah biasanya dalam batas normal. Laju endap darah meningkatkan sedikit,
lekopenia/lekositosis ringan terjadi pada stadium dini.Cairan serebrospinalis
2) Biasanya tekanan serebrospinalis nermal, cairan liquor jernih; pleositosis antara 15-500
sel/mm3, dengan sel limposit yang predominan tetapi pada stadium awal sel PMN lebih
dominan. Kadar protein normal pada minggu ke-1, meningkat pada minggu ke-2 dan ke-3. Kadar
glukosa dan klorida dalam batas normal.
3) Isolasi virus polio
• Dapat diperoleh dari asupan tenggorak satu minggu sebelum dan sesudah paralisis
• Dari tinja pada minggu 2-6 minggu bahkan sampai 12 minggu setelah gejala klinis
4) pemeriksaan imunoglobulin mempunyai nilai diagnostik, bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x
dari imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positip.
a) pseudoparalitik
Disebabkan oleh trauma, osteomielitis, dan artritis, biasanya didapatkan nyeri tekan lokal dan
refleksi tendon tidak beracun.
b) Sindrom Guillain Berre
Gejala khas paralisis simetris, asenden, adanya gangguan sensibilitas. Pada cairan
serebrospinalis, kadar protein meningkat tampa kenaikan sel. Pada pemeriksaan EMG terdapat
penurunan kecepatan hantar syarap motorik.
c) Transverse myelitis/neuromyelitis optika
Penyebabnya transverse myelitis/neuromyelitis optika tidak diketahui. Di bawah lesi terdapat
paraplegia dengan arefleksia pada awal gejala, kemudian hiperefleksia, kehilangan rasa. Di atas
lesi didapati hiperestesia ata normal, terdapat paralisis kandung kemih dan rektum, atrofi saraf
optikus atau neuritis. Cairan serebrospinalis terliahat meningkat dan globulin meningkat,
pleositosis dengan monosit predominan.
d) Tick bite paralis
Ada riwayat gigitan kutu yang mengeluarkan toksin, terjadi paralisis yang menaik secara cepat
dan progresif disertai rasa sakit /parestesia, gangguang sensibilitas, paralisis tipe flaccid,
simentris, dapat terjadi gangguan saraf kranialis, gangguan bulbar sedangkan pernapasan dan
sfingter tidak ada gangguan dan cairan serebrospinalis dalam batas normal.
e) Mielopati akut sekunder dan polineuropati
Berhubungan dengan infeksi vaksinasi, gangguan metabolisme endokrin, tumor, alergi,
intoksikasi.
Gejala seperti sindrom Guillain Berre, dengan gangguan sensibilitas lebih menonjol.
Gambaran serebrospinalis seperti pada sindrom Guillain Berre tipe Landri, kecuali pada infeksi
dan posvaksinasi terdapat pleositosis ringan 15-250 sel/mm3 dengan monosit yang menonjol,
protein meningkat (lebih besar dari pada 150 mg%).
Poliomielitis Abortif
a. Cukup diberikan analgetika dan sedatifa, untuk mengurangi mialgia atau nyeri kepala,
b. Diet yang adekuat dan
c. Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya aktivitas yang berlebihan dicegah
selama 2 bulan, dan 2 bulan kemudian diperiksa sistem neuroskeletal secara teliti untuk
mengetahui adanya kelainan.
Poliomielitis nonparalitik
a) Sama seperti tipe abortif, Pemberian analgetik sangat efektif
b) Selain diberi analgetika dan sedatifsangat efektif. Bila diberikan bersamaan dengan kompres
hangat selama 15 – 30 menit, setiap 2 – 4 jam, dan kadang – kadang mandi air panas juga
membantu
Poliomielitis Paralitik
a. Membutuhkan perawatan di rumah sakit.
b. Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui
c. Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
d. Perubahan posisi penderita dilakukan dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot dan
hindari gerakan menekuk punggung.
e. Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan
maksud untuk mencegah terjadinya deformitas.
f. Akupunktur dilakukan sedini mungkin
g. Interferon diberikan sedinini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif.
Poliomielitis bentuk bulbar
a. Perawatan khusus terhadap paralisis palatum, seperti pemberian makanan dalam bentuk padat
atau semisolid
b. Selama fase akut dan berat, dilakukan drainase postural dengan posisi kaki lebih tinggi (20°-
25°), Muka pada satu posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi, pengisapan lendir dilakukan
secara teratur dan hati – hati, kalau perlu trakeostomi.
2.4.2 PENCEGAHAN
1. Jangan masuk ke daerah wabah
2. Di daerah wabah sebaiknya dihindari faktor – faktor predisposisi seperti tonsilektomi, suntik,
dan lain – lain.
3. Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan
4. Imunisasi aktif
Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir
sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu.
Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid
paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun.
Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.Tindakan lain adalah
melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita
polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
d) Hipertensi ringan
Keadaan ini terjadi selama fase akibat gangguan pusat vasoregulator
e) Pneumonia
Disebabkan oleh terganggunya refleks batuk dan menurunnya gerakan pernafasan.
6. Refleks Ulna
Lengan bawah di semifleksikan dan semipronasi.Kemudian diketok pada prosesus stiloideus dan
ulna. Hal ini mengakibatkan gerakan pronasi pada lengan bawah dan kadang-kadang juga
gerakan aduksi pada pergelangan tangan. Lengkungan refleks, melalui nervus medianus yang
pusatnya terletak di C5-Th1.
7. Refleksi Fleksor Jari-Jari
Tangan pasien yang ditumpukan pada dasar yang agak keras disupinasikan dan jari-jari
difleksikan sedikit.Telunjuk pemeriksa ditempatkan menyilang pada permukan volar falang jari-
jari.Kemudian telunjuk pemeriksa diketok. Pada keadaan normal, jari-jari pasien akan berfleksi
enteng demikian juga falang akhir ibu jari. Pada lesi pyramidal, fleksi jari-jari lebih kuat.Nilai
patologiknya lebih penting jika terdapat asimetri antara jari kanan dan kiri.Lengkungan refleks
ini melalui nervus medianus dan nervus ulnaris, yang pusatnya terletak di C6-Th1.
1. Refleks Babinski
Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan
tungkai diluruskan.Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya.Untuk
merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda agak runcing. Goresan harus dilakukan
perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri , sebab hal ini akan menimbulkan refleks
menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit
menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat
disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya
Tadi telah dikemukakan bahwa cara membangkitkan refleks patologis ini bermacam-
macam diantaranya dapat disebut :
a) Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
b) Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke
anterior
Respon : seperti babinsky
c) Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
d) Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
e) Schaffer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
f) Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
g) Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
h) Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
i) Mendel-Bechterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
j) Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
k) Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
l) Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian
ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
m) Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
2. KLONUS
salah satu gejala kerusakan piramidal ialah adanya hiper-refleksi. Bila hiperrefleksi ini
hebat dapat terjadi klonus.Klonus ialah kontraksi mimik dari otot, yaitu timbul bila otot
diregangkan secara pasif. Klonus merupakan refkes regang otot (muscle stretch reflex) yang
meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir (upper motor neuron,piramida) . Ada orang
normal yang mempunyai hiperrefleksi fisiologis ; pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi
klonusnya berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama (yang
terus berlangsung selama rangsangan diberikan), hal ini diangap patologis. Klonus dapat
dianggap sebagai rentetan refleks regang otot, yang meninggi. Hal ini menunjukkan adanya
hiperrefleksi yang patologis, yang dapat disebabkan oleh lesi piramidal.
Pada lesi piramidal kita sering mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut, dan
pergelangan tangan.
a. Klonus kaki
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis.Pemeriksa
menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan
cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso fleksi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng.Hal
ini mengakibatkan teregangan otot betis.Bila ada klonus, maka terlihat gerakan ritmik (bolak-
balik) dari kaki, yaitu berupa plantar fleksi dan dorso fleksi secara bergantian.
b. Klonus patella
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris.Kita pegang
patella penderita, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) ke arah distal sambil
diberikan tahanan enteng. Bila terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot kuadriseps
yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patela. Pada pemeriksaan ini tungkai harus
diekstensikan serta dilemaskan.
2.6.5 Refleks dan gejala patologis lain yang perlu diketahui
1. Refleks Hoffman Trommer
Pada orang normal, refleks refleks fleksor jari-jaribiasanya tidak ada atau enteng saja
karena ambang refleks tinggi.Akan tetapi, pada keadaan patologik, ambang refleks menjadi
rendah dan kita dapatkan refleks yang kuat.Refleks inilah yang merupakan dasar dari refleks
Hoffman-Trommer, dan refleks lainnya, misalnya refleks Bechterew.Tiap refleks tendon dapat
meninggi secara bilateral, namun hal ini belum tentu berarti adanya lesi pyramidal.Lain halnya
kalau peninggian refleks bersifat asimetris.
Cara membangkitkan refleks Hoffman-trommer : tangan penderita kita pegang pada
pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-entengkan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit
di antara telunjuk dan jari tengah kita. Dengan ibu jari kita “gores kuat” (snap) ujung jari tengah
penderita. Hal ini mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, bila refleks
positif.Kadang juga disertai fleksi jari lainnya.
2. Refleks massa, refleks automitisme spinal
Bila refleks Babinski cukup hebat , kita dapatkan dorso jari-jari, fleksi pada pergelangan
kaki, fleksi tungkai bawah dan atas dan kadang-kadang terdapatjuga kontraksi tungkai yang satu
lagi. Daerah pemberian rangsangpun bertambah luas.Hal ini demikian dapat kita jumpai pada lesi
transversal medulla spinalis, dan siebut refleks autotisme spinal.Hal ini dapat ditimbulkan oleh
berbagai macam rangsang, misalnya goresan, rangsangan nyeri dan lain sebagainya.
Bila refleks lebih hebat lagi, didapatkan juga kontraksi otot dinding perut, adanya miksi
dan defekasi, keluarnya keringat, refleks eritema dan refleks pilomotor. Keadaaan demikian
disebut pula sebagai refleks massa dari Riddoch. Hal demikian didapatkan pada lesi transversal
yang komplit dari medulla spinalis, setelah fase syoknya lampau.
3. Refleks genggam (grasp reflex)
Refleks genggam merupakan hal normal pada bayi sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada
orang normal, bila telapak tangan digores kita tidak mendapatkan gerakan fleksi jari-jari, tetapi
kadang-kadang terjadi fleksi enteng (ambang refleks ini tinggi).
Dalam keadaaan patologis, misalnya pada lesi di lobus frontalis, didapatkan reaksi (fleksi
jari) yang nyata.Penggoresan telapak tangan mengakibatkan tangan digenggamkan, dan
menggenggam alat yang digunakan sebagai penggores.Hal ini dinamai refleks genggam.Refleks
genggam terdiri dari fleksi ibu jari dan jari lainnya, sebagai jawaban terhadap ransangan taktil,
misalnya bila pemeriksa meraba telapak tangan pasien atau menyentuh atau menggores tangan
pasien di antara ibu jari dan telunjuknya.
a. Gejala Leri
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut : kita pegang lengan bawah pasien yang
disupinasikan serta difleksi sedikit. Kemudian kita tekukkan dengan kuat (fleksi) jari-jari
pergelangannya. Pada orang normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan
lengan atas, dan kadang-kadang juga disertai aduksi lengan atas. Refleks ini negative bila
terdapat lesi pyramidal.Tidak adanya refleks ini dinyatakan sebagai gejala Leri positif.
b. Gejala Mayer
Pasien disuruh men-supinasikan tangannya, telapak tangan ke atas dan jari-jarinya di-
fleksi-entengkan serta ibu jari difleksi-entengkan dan diabduksikan.Tangannya kita
pegang.Kemudian dengan tangan yang satu lagi kita tekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal
dan menekannya pada telapak tangan (fleksi).Pada orang normal, hal ini mengakibatkan aduksi
dan oposisi ibu jari disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeal dan ekstensi di persendian
interfalang ibu jari.Jawaban demikian tidak didapatkan pada lesi pyramidal dan tidak adanya
jawaban ini disebut sebagai gejala Mayer positif
anak bisa mengalami kelumpuhan pada kaki, ketajaman otak menjadi lemah, bahkan bisa
terkena ayan. Step memiliki beberapa tanda yang mudah dikenali. Yang paling mudah dikenali
adalah kejang yang sifatnya mendadak. Dalam tingkatan yang parah step dapat menimbulkan
busa pada mulut, wajah biru, mata terbalik sehingga warna putih berada dibawah, tidak
ditengah,mulut mencong (ujung mulut tertarik kearah pipi). Semua gejala ini hanya berlangsung
dalam beberapa menit.
b. Polio
kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf dan
menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2
tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas, muntah dan sakit otot.
Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun sering kali sebagian tubuh
menjadi lemah dan lumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling sering terjadi pada salah satu atau
kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat
anggota gerak yang lain
c. Cerebral Palsy
Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.Cerebral
Palsy bukan merupakan penyakit dan tidak bersifat progresif (semakin memburuk). Pada bayi
dan bayi prematur, bagian otak yang mengendalikan pergerakan otot sangat rentan terhadap
cedera
Cerebral Palsy terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering ditemukan pada bayi
prematur dan lebih sering ditemukan pada bayi yang sangat kecil.
Penyebabnya Lahir dini merupakan faktor risiko cerebral palsy. Otak prematur berada pada
risiko tinggi perdarahan, dan ketika cukup berat, dapat mengakibatkan cerebral palsy. Anak-anak
yang lahir prematur juga dapat mengalami gangguan pernapasan serius akibat paru-paru belum
matang dan kurang berkembang. Hal ini dapat menyebabkan periode penurunan oksigen yang
dikirimkan ke otak yang mungkin mengakibatkan cerebral palsy, Penyebab penting lain dari
cerebral palsy termasuk kecelakaan pada waktu perkembangan otak, kelainan
genetik , stroke karena pembuluh darah abnormal atau bekuan darah dan infeksi otak
KESIMPULAN
Seorang anak perempuan umur 4 tahun menderita poliomyelitis paralitik, ,Tidak ada
pengobatan yang spesifik. Diberikan obat simtomatis dan suportif. Istirahat total jangan
dilakukan terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda. Istirahat sangat penting di fase akut,
karena terdapat hubungan antara banyaknya keaktifan tubuh dengan berat nya penyakit.
Poliomielitis Paralitik Membutuhkan perawatan di rumah sakit,Istirahat total minimal 7 hari
atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui,Selama fase akut kebersihan mulut dijaga,Perubahan
posisi penderita dilakukan dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot dan hindari
gerakan menekuk punggun,.Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai
dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya deformitas,Akupunktur
dilakukan sedini mungkin,Interferon diberikan sedinini mungkin, untuk mencegah terjadinya
paralitik progresif.
REFRAT
POLIOMYELITIS
Disusun untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf di
RSUD Tugurejo Semarang
Disusun oleh :
01.210.6288
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2015
KEPUSTAKAAN
1. Marc Laforce F: Poliomyelitis. In Hunter's Tropical Medicine Sixth Edition. Edited by
Strickland G.T. W.B Saunders Company. Philadelphia-London-Toronto-Mexico City-Rio de
Janeiro-Sydney-Tokyo. 121-124, 1984.
2. Jolly H: Diseases of Children. Third edition. ELBS and Blackwell Scientific Publications.
Oxford-London-Edinburg. 407-412,1976
3. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Jilid 2.632-637,11985
4. Modlin IF: Poliovirus. In Principles and Practice of Infectious Diseases. Second edition.
Edited by Mandell G.L, Douglas Jr R G, Bennet J .E. A Wiley Medical Publication. New
York-Chichester-Brisbane- Toronto-Singapore. 806-814,1985
5. Lepow M.L: Poliomyelitis. In nfections in Children. Edited by Wedgwood RJ, Davis S.D, Ray
C.G, Kelley V.c. Harper & Row Publisher Philadelphia. 1240-1258,1982
6. Cherry ID: Enteroviruses. In Nelson Textbook of Pediatrics. 13th edition. Edited by Behrman
RE and Vaughan V.C. W.B Saunders Company. Philadelphia-LondonToronto-Montreal-
Sydney-Tokyo. 689-698,1987.
«SP-95»
Dibacakan pada Sarasehan Ilmiah Pekan Imunisasi Nasional tanggal 25 April 1995 di Medan
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 5