Anda di halaman 1dari 3

Laporan Akhir Penyusunan Naskah Akademis dan Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kota Jakarta dewasa ini telah tumbuh menjadi pusat berbagai aktivitas. Perkembangan penduduk, sosial dan ekonomi serta penduduk yang bermukim di dalamnya telah menyebabkan tata ruang Kota Jakarta terus mengalami proses transformasi yang diindikasikan oleh dinamisnya perubahan penggunaan tanah untk berbagai kegiatan kota seperti permukimian, perkotaan, perdagangan, wisata dan kegiatan sosial. Dinamisnya dan pesatnya perkembangan dan perubahan fisik sebagai akibat dari penggunaan tanah tersebut menyebabkan perlunya pengendalian tata ruang secara terencana sehingga pembangunan Kota Jakarta dapat dilaksanakan secara terpadu. Kelestarian lingkungan juga diharapkan akan tetap dipelihara. Hal-hal inilah yang menjadi salah satu latar belakang diterbitkannya kebijakan-kebijakan penataan ruang terutama Undang-Undang RI No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Daerah No 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2010 serta Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 1516 tentang Rencana Rinci Tata Ruang untuk Wilayah Kecamatan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (RRTRW) juga Undang-Undang RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-Undang RI No 24 Tahun 1992. Undang-Undang RI No 26 Tahun 2007 tersebut mempunyai 3 (tiga) landasan, diantaranya yaitu 1. Landasan Filosofis Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wilayah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi ,maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar 3. Landasan Yuridis Undang-Undang RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan hal-hal sebagai berikut : 2. Landasan Sosiologis Negara menyelenggarakan penataan ruang yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang.

Pasal 78 ayat (4) huruf b dan huruf c ;

(4) b. Semua peraturan daerah provinsi tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diberlakukan dan; (4) c. Semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan . Pasal 18 (1) Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri Pasal 27 (1) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi (2) Ketentuan mengenai muatan pedoman dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri, catatan
I-1

Laporan Akhir Penyusunan Naskah Akademis dan Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

dalam hal ini Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota beserta Rencana Rincinya B. IDENTIFIKASI MASALAH Identifikasi masalah tata ruang Kota Jakarta antara lain sebagai berikut : a. b. c. RTRW Propinsi DKI Jakarta mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta RRTRW Kecamatan telah berakhir pada tanggal 22 September 2007, karena jangka RTRW Provinsi DKI Jakarta dan RRTRW Kecamatan perlu disusun atau disesuaikan didalamnya serta masih perlu dijabarkan lebih rinci dan teknis pada tingkat kecamatan. waktu berlakunya hanya 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal 22 september 1997; dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 78 ayat (4) huruf (b) dan huruf (c), Pasal 18 atau Pasal 27 tersebut diatas. C. TUJUAN DAN KEGUNAAN C.1 Pedoman Perumusan Tujuan dan Kegunaaan 1. Tujuan dan kegunaan naskah akademik berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan a. Tujuan memuat sasaran utama dibuatnya naskah akademik peraturan perundangundangan, yakni sebagi landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, yang memberikan arah, dan menetapkan peraturan perundangundangan. b. Kegunaan memuat pernyataan tentang manfaat disusunnya naskah akademik tersebut, yakni selain untuk bahan masukan bagi pembuat rancangan peraturan perundangundangan juga dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Dari pedoman tersebut jelas bahwa naskah akademik bertujuan memberikan landasan, argumen yang kokoh untuk menjawab pertanyaan mengapa perlu diterbitkan suatu peraturan perundang-undangan.. Sedang kegunaannya dapat lebih luas daripada hanya sebagai masukan untuk perumusan rancangan peraturan perundang-undangan. C.2 Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik Raperda tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kecamatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta D. HAM Nomor HH.01.PP.01.01 Tahun 2008, memberikan pedoman sebagai berikut :

a. Mengemban amanat Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang , Pasal 78 ayat (3) huruf b dan huruf c yang menyatakan bahwa : (b). Semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah propinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak UndangUndang Penataan Ruang diberlakukan yaitu tanggal 26 April 2007; (c). Semua peraturan daerah kabupaten/ kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/ kota disusun atau disesuaikan paling lamabat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang tentang Penataan Ruang diberlakukan , yaitu tanggal 26 April 2007. b. Menelaah, mengkaji dan menemukan cara penyesuaian rencana detail tata ruang yang akan dirumuskan dengan dinamika perkembangan, situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang.

c.

Menelaah, mengkaji dan menemukan cara penyesuaian rencana detail tata ruang

yang akan dirumuskan dengan penyelenggaraan negara yang semula menekankan pada wewenang dan kekuasaan yang tersentralisasi menjadi di desentralisasikan dan demokratisasi juga makin mendapatkan bentuknya.

2. a. b.

Kegunaan naskah akademik ini adalah untuk : Menjadi dokumen acuan pembahasan dan pengambilan keputusan tentang Menjadi dokumen acuan sekiranya di kemudian hari terjadi penafsiran yang

rencana detail tata ruang; berbeda atas rencana detail tata ruang yang telah diterbitkan. METODE PENELITIAN 1. Metode adalah pedoman untuk berpikir, berbuat atau membuat. Dalam kegiatan

D.1 Metode Penelitian dan Penelaahan (assessment) penelitian seperti penyusunan naskah akademik ini, metoda yang terutama digunakan adalah metoda untuk berpikir yaitu cara untuk tahu, mengerti dan memahami, cara untuk menganalisis dan cara untuk membuat sintesis 2. Dalam proses penyusunan naskah akademik ini, penetuan metode ini penting terutama karena proses untuk tahu, analisis dan sintesis dilakukan secara kolektif dan partisipatif. Jelasnya metode ini dikembangkan dalam rangka pengorganisasian dan bukan hanya pertanggung jawaban seperti penelitian dalam bidang akademik. Oleh karena itu cara diskusi kelompok terfokus, sistem pakar, delphi dan sebagainya adalah cara yang sering digunakan dalam penelitian semacam perumusan naskah akademikperaturan perundangan;

1.

Tujuan naskah akademik ini adalah untuk :

I-2

Laporan Akhir Penyusunan Naskah Akademis dan Raperda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

3.

Pedoman ini dapat berupa suatu kerangka konseptual (conceptual framework) atau

urutan kegiatan (procedure). Kerangka konseptual biasanya digunakan untuk suatu proses acak dan inkremental. 4. Kerangka konseptual yang digunakan dalam analisis kebijakan pada umumnya adalah analisis legal dan normatif, analisis logik dan analisis empirik. Analisis legal dan normatif menguraikan , mencari dan menemukan norma dan ketentuan legal yang dapat menjadi dasar penentuan kebijakan, Analisis logik menelaah interelasi dan interkoneksi antar faktor, sedang analisa empirik menelaah realita dan fenomena yang terjadi. D.2 Metode Menurut Pedoman

1.

Pedoman yang dilampirkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor a. Metode penelitian di bidang hukum dilakukan melalui pendekatan Yuridis Normatif maupun Yuridis Empiris dengan menggunakan data sekunder maupun primer b. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder, baik yang berupa perundang-undangan maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan referensi lainnya.

HH.01.PP.01.01 Tahun 2008, antara lain menyatakan bahwa :

c. Pendekatan Yuridis Empiris dapat dilakukan dengan menelaah data primer yang
diperoleh/ dikumpulkan langsung dari masyarakat. Data primer dapat diperoleh dengan cara pengamatan (observasi), diskusi (Focus Group Discussion), wawancara, mendengar pendapat narasumber atau para ahli, menyebarkan kuesioner dan sebagainya.

d. Pada umumnya metode penelitian pada Naskah Akademik menggunakan pendekatan


yuridis normatif yang utamanya menggunakan data sekunder, yang dianalisi secara kualitatif. Namun demikian, data primer juga sangat diperlukan sebagai penunjang dan untuk mengkorfimasi data sekunder. D.3 Metoda Penyusunan Naskah Akademik Raperda tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kecamatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta

1.

Naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata

Ruang Wilayah Kecamatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta ini diselenggarakan dalam dua tahap yaitu pertama analisis, telaah permasalahan dan pengembangan oleh ahli dan para pemangku kepentingan di lingkungan Kecamatan meliputi tinjauan kondisi kecamatan, analisa pengembangan kecamatan dan konsep pengembangan kecamatan; dan tahap kedua pembahasan oleh berbagai pemangku kepentingan.

2.

Pembahasan dilakukan dengan berbagai cara antara lain penyelenggaraan

Forum Group Discussion (FGD) guna menampung inspirasi berbagai pemangku kepentingan
I-3

Anda mungkin juga menyukai