Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM IX

TRANSISTOR BJT
Disusun untuk Memenuhi Matakuliah Elektronika
Dibimbing oleh Bapak I Made Wirawan, S.T., S.S.T, M.T.

Asisten Praktikum:
Muhammad Arif Syarifudin
Muhammad Bagus Arifin

Oleh :
Dwitha Fajri Ramadhani 160533611410
S1 PTI OFF B

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
November 2016
TRANSSTOR BJT
1.1 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara menentukan kaki-kaki transistor menggunakan
ohmmeter.
2. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik transistor bipolar
3. Mahasiswa mampu merancang rangkaian sederhana menggunakan transistor biolar
4. Mahasiswa mampu menganalisa rangkaian sederhana transistor bipolar.

1.2 Pendahuluan
Suatu alat elektronik akan tersusun dari banyak rangkaian elektronika. Serangkaian itu
sesungguhnya hanya memanfaatkan penggabungan sifat dari masing-masing komponen
elektronika. Karena tiap-tiap komponen elektronika memiliki karakteristik kerja yang
berbeda. Resistor yang memiliki sifat menghambat arus, kapasitor yang berfungsi sebagai
penyimpan energy dalam medan listrik, inductor yang memiliki karakter penyimpanan
energy dalam bentuk medan magnet, diode yang memiliki sifat pensaklaran, dan sebagainya.
Perbedaan inilah yang akan di rancang sedemikian rupa dari sehingga menjadi kesatuan
rangkaian elektronika yang saling melengkapi sifatnya, sehingga terciptalah suatu alat
elektronik dengan fungsi tertentu.
Dalam pengukuran tegangan , arus , dan hambatan , dapat menggunakan multimeter
digital demi mendapatkan ukuran suatu komponen elektronika yang tepat. Sehingga dalam
penciptaan suatu alat elektronika tidak terjadi kegagalan sedikitpun saat alat berkerja.
Komponen komponen elektronika dikenal ada dua jenis komponen. Dua macam
komponen ini adalah komponen aktif dan komponen pasif. Dua macam komponen
elektronika dalan elektronika dasar ini selalu ada dalam setiap rangkaian elektronika.
Komponen aktif adalah jenis komponen elektronika yang memerlukan arus listrik
agar dapat bekerja dalam rangkaian elektronika. Contoh komponen aktif ini adalah Transistor
dan IC juga Lampu Tabung. Besarnya arus panjar bisa berbeda-beda untuk tiap komponen2
ini. Sedangkan komponen pasif adalah jenis komponen elektronika yang bekerja tanpa
memerlukan arus listrik. Contoh komponen pasif adalah resistor, kapasitor,
transformator/trafo, dioda dsb.
Dalam elektronika dasar penggunaan kedua jenis komponen ini hampir selalu
digunakan bersama-sama, kecuali dalam rangkaian-rangkaian pasif yang hanya menggunakan
komponen-komponen pasif saja misalnya rangkaian baxandall pasif, tapis pasif dsb. Untuk
IC
2
(Integrated Circuit) adalah gabungan dari komponen aktif dan pasif yang disusun menjadi
sebuah rangkaian elektronika dan diperkecil ukuran fisiknya.
Kegunaan dari transistor adalah sebagai penguat arus, pemutus, dan penyambung,
stabilisasi sinyal dan lainnya disbut dengan transistor. Transistor diperlukan untuk
menguatkan arus yang masuk pada rangkaian listrik, atau pada komponen listrik tertentu,
agar arus yang masuk tepat pada rangkaian atau component tersebut, sehingga komponen
dapat bekerja secara optimal.

1.3 Dasar Teori

Pengertian Transistor
adalah salah satu komponen yang selalu ada di
setiap rangkaian elektronika, seperti radio,
televisi, handphone, lampu flip-flop dll.
Fungsi dari komponen ini sangatlah penting.
Kebanyakan, transistor digunakan untuk
kebutuhan penyambungan dan pemutusan
(switching), seperti halnya saklar. Yaitu untuk
memutus atau menyambungkan arus listrik.
Selain itu transistor juga berfungsi sebagai
penguat (amplifier), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal, dan banyak lagi. Keinginan kita
untuk merubah fungsi transistor ini adalah dari pemilihan jenis transistor atau dengan cara
perangkaian sirkit transistor itu sendiri. Dengan banyaknya fungsi itu, komponen transistor
banyak sekali digunakan di dalam rangkaian elektronika.

Jenis-jenis transistor dibedakan berdasarkan arus inputnya BJT (Bipolar Junction


Transistor) atau tegangan inputnya FET (Field Effect Transistor). Yang membedakan
transistor dengan komponen lain, adalah memiliki 3 kaki utama, yaitu Base (B), Collector,
(C) dan Emitter (E). dimana base terdapat arus yang sangat kecil, yang berguna untuk
mengatur arus dan tegangan yang ada pada Emitor, pada keluaran arus Kolektor. Sehingga
apabila terdapat arus pada basis, tegangan yang besar pada kolektor akan mengalir menuju
emitor.

Bahan dasar pembuatan transistor itu sendiri atara lain Germanium, Silikon, Galium Arsenide.
Sedangkan kemasan dari transistor itu sendiri biasanya terbuat dari Plastik, Metal, Surface

3
Mount, dan ada juga beberapa transistor yang dikemas dalam satu wadah yang disebut IC
(Intregeted Circuit).

Contoh penggunaan transistor dalam rangkaian analog, adalah digunakan untuk fungsi
amplifier (penguat), rangkaian analog melingkupi pengeras suara, sumber listrik stabil
(stabilisator) dan penguat sinyal radio. Dalam rangkaian-rangkaian digital, transistor
digunakan sebagai saklar berkecepatan tinggi. Beberapa transistor juga dapat dirangkai
sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai logic gate, memori dan fungsi rangkaian-
rangkaian lainnya.

Jenis-Jenis Transistor

Secara umum, transistor dapat dibeda-bedakan berdasarkan banyak


kategori: Materi semikonduktor : Germanium, Silikon, Gallium Arsenide
Kemasan fisik : Through Hole Metal, Through Hole Plastic, Surface Mount, IC
Tipe : UJT, BJT, JFET, IGFET (MOSFET), IGBT, HBT, MISFET,
VMOSFET
Polaritas : NPN atau N-channel, PNP atau P-channel
Maximum kapasitas daya : Low Power, Medium Power, High Power
Maximum frekuensi kerja : Low, Medium, atau High Frequency, RF transistor, Microwave
Aplikasi : Amplifier, Saklar, General Purpose, Audio, Tegangan Tinggi,
dan lain-lain

Bipolar junction transistor (BJT)


Bipolar junction transistor (BJT) adalah jenis transistor yang memiliki tiga kaki, yaitu (Basis,
Kolektor, dan Emitor) dan di pisah menjadi dua arah aliran, positif dan negatif. Aliran positif
dan negatif diantara Basis dan Emitor terdapat tegangan dari 0v sampai 6v tergantung pada
besar tegangan sumber yang dipakai. Dan besar tegangan tersebut merupakan parameter
utama transistor tipe BJT. Tidak seperti Field Effect transistor (FET), arus yang dialirkan
hanya terdapat pada satu jenis pembawaan (Elektron atau Holes). Di BJT, arus dialirkan dari
dua tipe pembawaan (Elektron dan Holes), hal tersebut yang dinamakan dengan Bipolar

Ada dua jenis tipe transistor BJT, yaitu tipe PNP dan NPN. Dimana NPN, terdapat dua
daerah negatif yang dipisah dengan satu daerah positif. Dan PNP, terdapat dua daerah positif
yang dipisah dengan daerah negatif.

4
TRANSISTOR NPN
Pada transistor jenis NPN terdapat arah arus aliran yang berbeda dengan transistor j

kolektor ke emitor akan berkurang, hingga titik cutoff. Penurunan ini sangatlah cepat karena perbandingan p
Contoh gambar rangkaian penggunaan transistor NPN :

TRANSISTOR PNP
Pada PNP, terjadi hal sebaliknya ketika arus mengalir pada kaki basis, maka transi

Contoh gambar rangkaian penggunaan transistor PNP :

5
Transistor BJT digunakan untuk 3 penggunaan berbeda: mode cut off, mode linear amplifier,
Karaktersitik dan daerah kerja
dan mode saturasi. Penggunaan fungsi transistor bisa menggunakan karakteristik dari masing-
masing daerah kerja ini. Selain untuk membuat fungsi daripada transistor, karakteristik
transistor juga dapat digunakan untuk menganalisa arus dan tegangan transistor

Karakteristik daerah kerja transistor

Karakteristik dari masing-masing daerah operasi transistor tersebut dapat diringkas


sebagai berikut:

 Daerah Potong (cutoff) :


Dioda Emiter diberi prategangan mundur. Akibatnya, tidak terjadi pergerakan elektron,
sehingga arus Basis, IB = 0. Demikian juga, arus Kolektor, IC = 0, atau disebut ICEO (Arus
Kolektor ke Emiter dengan harga arus Basis adalah 0).

 Daerah Saturasi :
Dioda Emiter diberi prategangan maju. Dioda Kolektor juga diberi prategangan maju.
Akibatnya, arus Kolektor, IC, akan mencapai harga maksimum, tanpa bergantung kepada

6
Basis, IB, dan βdc. Hal ini, menyebabkan Transistor menjadi komponen yang tidak dapat
dikendalikan. Untuk menghindari daerah ini, Dioda Kolektor harus diberi prateganan
mundur, dengan tegangan melebihi VCE(sat), yaitu tegangan yang menyebabkan Dioda
Kolektor saturasi.
Daerah Aktif :
Dioda Emiter diberi prategangan maju. Dioda Kolektor diberi prategangan mundur. Terjadi sifat-sifat yang

atau

sebagaimana penjelasan pada bagian sebelumnya. Transistor menjadi komponen yang dapat dikendalikan.

 Daerah Breakdown

Dioda Kolektor diberi prategangan mundur yang melebihi tegangan Breakdown-nya,


BVCEO (tegangan breakdown dimana tegangan Kolektor ke Emiter saat Arus Basis adalah
nol). Sehingga arus Kolektor, IC, melebihi spesifikasi yang dibolehkan. Transistor dapat
mengalami kerusakan.

7
Contoh sederhana penggunaan transistor tipe NPN dengan fungsi switching

Ketika saklar (switch) diaktifakan, maka terdapat arus y

Mencari Kaki Base


Atur multimeter pada pengukuran ohmmeter x100. Lakukan pengukuran seperti ini :
Perhatikan penunjuk pergerakan jarum. Apabila jarum bergerak
ke kanan dengan posisi probe yang satu tetap pada kaki 3 dan
-+ probe lainnya pada kaki 2 berarti kaki 3 adalah base transistor.
Jika probe positif berada pada kaki 3 perarti transistor tersebut
berjenis NPN, sebaliknya jika probe negatif berada pada kaki 3
berarti transistor tersebut berjenis PNP.

Mencari Kaki dan Emitter


Misal transistor berjenis NPN
Lakukan pengukuran septerti gambar dibawah ini : Perhatikan penunjukkan jarum. Apabila
jarum bergerak ke kanan maka kaki 1
(pada probe positif) adalah emittor dan
kaki 2 (pada posisi negatf) adalah
kolektor atau jika dipasang
kebalikannya (probe positif pada kaki 2 dan probe negatif pada kaki 1 ) dan jarum tidak
bergerak. Maka kaki 1 adalah emittor dan kaki 2 adalah kolektor

Untuk transistor jenis PNP dapat di lakukan seperti diatas dan haislnya kebalikan dar
transistor jenis NPN.

8
1.4 Data dan Analisis (Foto)
1.4.1 Tugas Pendahuluan
1. Jika β DC suatu transistor adalah 250, berapakah nilai arus emiter?
𝛽DC = αDC/(1-αDC)
250 = αDC/(1-αDC)
250∗(1−𝛼DC) =𝛼DC
250 − 250 𝛼DC =𝛼DC
250 = 251 𝛼DC
𝛼DC = 250/251 = 0.9960

2. Sebutkan cara mengenali urutan kaki-kaki transistor selain menggunakan Ohmmeter?


Dibawah ini adalah beberapa tips untuk menentukan kaki transistor tanpa menggunakan
multimeter, caranya adalah :
 Kaki kolektor biasanya terhubung dengan badan transistor apabila transistor tersebut
dipacking menggunakan metal. Apabila transistor dipacking dengan plastik maka kaki
kolektor biasanya terhubung dengan badan transistor yang akan dihubungkan dengan
pendingin.
 Apabila transistor tersebut tidak dihubungkan dengan pendingin, maka sebaiknya
dicari dulu kaki basisnya. Kalau sudah ketemu, sekarang kaki basisnya ditengah apa
dipinggir? Kalau kaki basisnya ditengah, biasanya kaki kolektor berada pada sebelah
kanan. Kalau basisnya dipinggir maka kaki kolektor berada pada sebelah tengah.
 Atau untuk menentukan kaki – kaki nya perlu melihat data sheet book transistor.

3. Tentukan persamaan-persamaan untuk mendapatkan bentuk kurva kolektor transistor?


Data kurva kolektor CE diperoleh dengan cara
membangun rangkaian seperti gambar 1 atau
dengan menggunakan transistor curve tracer (alat
yang dapat menggambarkan kurva transistor). Ide
dari kedua cara tersebut adalah dengan mengubah
catu tegangan VBB dan VCC agar diperoleh
tegangan dan arus transistor yang berbeda – beda.
Prosedurnya yaitu biasanya dengan men set harga IB dan menjaganya tetap dan VCC diubah
– ubah. Dengan mengukur IC dan VCE dapat agar dapat memperoleh data untuk membuat

9
grafik IC vs VCE. Misalnya, anggap dalam gambar 1 IB = 10µA. Kemudian VCC diubah dan
ukur IC dan VCE. Selanjutnya kita akan dapat gambar 2. Pada kurva IB = 10µA dibuat tetap
selama semua pengukuran.
Pada gambar 2, jika VCE nol, dioda kolektor tidak terbias
reverse, oleh sebab itu arus kolektor sangatlah kecil. Untuk
VCE antara 0 dan 1 V, arus kolektor bertambah dengan
cepat dan kemudian menjadi hampir konstan. Ini sesuai
dengan memberikan bias reverse dioda kolektor. Kira –
kira diperlukan 0,7 V untuk membias reverse dioda
kolektor.
Setelah level ini, kolektor mengumpulkan semua elektron
yang mencapai lapisan pengosongan. Di atas knee, harga yang eksak dari VCE tidaklah
begitu penting karena dengan membuat bukit kolektor lebih curam tidaklah dapat menambah
arus kolektor yang berarti. Sedikit pertambahan pada arus kolektor dengan bertambahnya
VCE disebabkan oleh lapisan pengosongan kolektor menjadi lebih lebar dan menangkap
beberapa elektron basis sebelum mereka jatuh ke dalam hole.

Dengan mengulangi pengukuran IC dan VCE untuk IB =


20µA, sehingga diperoleh gambar 3. Kurvanya hampir
sama, kecuali di atas knee, arus kolektor kira – kira sama
dengan 2 mA. Juga kenaikan VCE menghasilkan
pertambahan arus kolektor sedikit karena pelebaran lapisan
pengosongan menangkap tambahan elektron basis sedikit.

Jika beberapa kurva dengan IB yang berbeda


diperlihatkan dalam gambar 4 karena
menggunakan transistor dengan βdc kira –
kira 100, arus kolektor kira – kira 100 kali
lebih besar daripada arus basis untuk setiap
titik di atas knee dari kurva tersebut. Oleh
karena arus kolektor sedikit bertambah
dengan bertambahnya VCE, βdc sedikit
bertambah dengan bertambahnya VCE.

10
 Daerah jenuh (saturasi) adalah daerah dengan VCE kurang dari tegangan lutut (knee)
VK. Daerah jenuh terjadi bila sambungan emiter dan sambungan basis dibias maju.
Pada daerah jenuh arus kolektor tidak bergantung pada nilai IB. Tegangan jenuh
kolektor – emiter, VCE(sat) untuk transistor silikon adalah 0,2 V, sedangkan untuk
transistor germanium adalah 0,1 V.
 Daerah aktif, adalah antara tegangan lutut VK dan tegangan dadal (breakdown) VBR
serta di atas IB = ICO. Daerah aktif terjadi bila sambungan emiter diberi bias maju
dan sambungan kolektor diberi bias balik. Pada daerah aktif arus kolektor sebanding
dengan arus basis. Penguatan sinyal masukan menjadi sinyal keluaran terjadi pada
daerah aktif.
 Daerah cut – off (putus) terletak dibawah IB = ICO. Sambungan emitter dan
sambungan kolektor diberi bias balik. Pada daerah ini IE = 0 ; IC = ICO = IB.

1.4.2 Data Analisa


Alat dan Bahan :
1. Transistor BC549 4. Catu daya
2. Resistor 5. Multimeter
3. Projectboard 6. Ampere Meter
Langkah Percobaan :
Menentukan kaki-kaki transistor BC549 : 1,2,3 => C, B, E
Menentukan kaki basis dengan mengatur
multimeter pada pengukuran ohmmeter x100.
Perhatikan penunjuk pergerakan jarum. Apabila
jarum bergerak ke kanan dengan posisi probe yang
satu tetap pada kaki 2 dan probe lainnya pada kaki
3 berarti kaki 2 adalah base transistor. Menentukan

11
kaki emitor dan kolektor, perhatikan penunjukkan jarum. Apabila jarum bergerak ke kanan
maka kaki 3 (pada probe positif) adalah emittor dan kaki 1 (pada posisi negatif) adalah
kolektor.
1. Menyusun rangkaian seperti gambar

2. Atur RB sebesar kurang lebih IB ±10µA


3. Ubah VCC sebesar : 0, 0.3, 0.5, 0.8, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 15, 20, 25, 30 volt.
NB : VCC dicek menggunakan multimeter apakah besar tegangan di Catu daya memiliki
keluaran yang sama, apabila tidak maka atur voltage catu daya agar sesuai dengan
voltage yang dibutuhkan.
4.
Mengukur besar VCE dan IC pada setiap perubahan VCC yang diminta.
5.
Mengukur tegangan VCE dengan menempelkan probe merah (positif) pada resistor input,
dan probe hitam (negatif) pada resistor output, dengan menggunakan range selector
switch DCV

6.
Mengukur arus IC dengan memutus rangkaian (open circuit) dengan cara kaki resistor
dicabut dan ditaruh di ground, kemudian menempelkan probe merah (positif) pada
resistor input, dan probe hitam (negatif) pada resistor output, dengan menggunakan range
selector switch DCA

12
Tabel Analisis Data Percobaan

VCC : 0V VCE : 0V IC : 0mA IB : 0µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0V, maka hasil dari percobaan tersebut
output dari tegangan tersebut juga 0

VCC : 0,3V VCE : 0,0005V IC : 0,2 mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,4V, potensiometer sebagai pengatur out

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 0,5 pada skala 250, dimana range switch

selector adalah 0,25 DCV, maka hasil 𝑉= 0,25 × 0, 5 = 0, 0005 𝑉


𝐶𝐸 250

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 20 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 20 = 0, 2 𝑚𝐴
𝐶 250

13
VCC : 0,5V VCE : 0,4V IC : 0,125mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,5V, potensiometer sebagai pengatur out

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 40 pada skala 250, dimana range switch

selector adalah 2,5 DCV, maka hasil 𝑉= 2,5 × 40 = 0, 4 𝑉


𝐶𝐸 250

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 12,5 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 12, 5 = 0, 125 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 0,8V VCE : 0,6V IC : 0,125mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,8V, potensiometer sebagai pengatur out
keadaan open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus).

14
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 0,6 pada skala 10, dimana range switch
selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑉= 10 × 0, 6 = 0, 6 𝑉
𝐶𝐸 10

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 12,5 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 12, 5 = 0, 125 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 1V VCE : 0,6V IC : 0,125mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 0,9V, potensiometer sebagai pengatur out
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 0,6 pada skala 10, dimana range switch

selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑉= 10 × 0, 6 = 0, 6 𝑉


𝐶𝐸 10

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 12,5 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 12, 5 = 0, 125 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 2V VCE : 1,2V IC : 0,25mA IB : 10µA

15
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 1,8V, potensiometer sebagai pengatur o

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 1,2 pada skala 10, dimana range switch

selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑉= 10 × 1, 2 = 1, 2 𝑉


𝐶𝐸 10

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 25 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 25 = 0, 25 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 4V VCE : 1,8V IC : 0,75mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 3,9V, potensiometer sebagai pengatur out

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 1,8 pada skala 10, dimana range switch

selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑉= 10 × 1, 8 = 1, 8 𝑉


𝐶𝐸 10

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 75 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 75 = 0, 75 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 6V VCE : 2,2V IC : 1,25mA IB : 10µA

16
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 5,9V, potensiometer sebagai pengatur out

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 2,2 pada skala 10, dimana range switch

selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑉= 10 × 2, 2 = 2, 2 𝑉


𝐶𝐸 10

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 125 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 125 = 1, 25 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 8V VCE : 6,5V IC : 0,5mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 7,7V, potensiometer sebagai pengatur out
open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus).

17
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 6,5 pada skala 50, dimana range switch
selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑉= 50 × 6, 5 = 6, 5 𝑉
𝐶𝐸 50

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 50 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 50 = 0, 5 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 10V VCE : 7V IC : 0,6mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 9,8V, potensiometer sebagai pengatur out

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7 pada skala 50, dimana range switch

selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑉= 50 ×7=7𝑉


𝐶𝐸 50

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 60 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 2,5 DCA, maka hasil 𝐼 = 2,5 × 60 = 0, 6 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 15V VCE : 7,2V IC : 2,5mA IB : 10µA

18
Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 15V, potensiometer sebagai pengatur ou

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7,2 pada skala 10, dimana range switch

selector adalah 10 DCV, maka hasil 𝑉= 10 × 7, 2 = 7, 2 𝑉


𝐶𝐸 10

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 25 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝐼 = 25 × 25 = 2, 5 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 20V VCE : 7,2V IC : 6,5mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 20,4V, potensiometer sebagai pengatur ou
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7,2 pada skala 50, dimana range switch

selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑉= 50 × 7, 2 = 7, 2 𝑉


𝐶𝐸 50

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 65 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝐼 = 25 × 65 = 6, 5 𝑚𝐴
𝐶 250

19
VCC : 25V VCE : 7,4V IC : 6mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 25,4V, potensiometer sebagai pengatur ou

Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7,4 pada skala 50, dimana range switch

selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑉= 50 × 7, 4 = 7, 4 𝑉


𝐶𝐸 50

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 60 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝐼 = 25 × 60 = 6 𝑚𝐴
𝐶 250

VCC : 30V VCE : 7V IC : 7,5mA IB : 10µA

Dalam percobaan tersebut menggunakan tegangan pada catu daya 30,5V, potensiometer sebagai pengatur ou
open circuit (rangkaian terbuka/rangkaian putus).

20
Pada saat mengukur tegangan posisi jarum berada di 7 pada skala 50, dimana range switch
selector adalah 50 DCV, maka hasil 𝑉= 50 × 7 = 7 𝑉
𝐶𝐸 50

Sedangkan pada saat mengukur arus posisi jarum berada di 75 pada skala 250, dimana range
switch selector adalah 25 DCA, maka hasil 𝐼 = 25 × 75 = 7, 5 𝑚𝐴
𝐶 250

Tabel Data Percobaan


VCC VCE IC IB
0V 0V 0 mA 0 µA
0,3 V 0,0005 V 0,2 mA 10µA
0,5 V 0,4 V 0,125 mA 10µA
0,8 V 0,6 V 0,125 mA 10µA
1V 0,6 V 0,125 mA 10µA
2V 1,2 V 0,25 mA 10µA
4V 1,8 V 0,75 mA 10µA
8V 6,5 V 0,5 mA 10µA
10 V 7V 0,6 mA 10µA
15 V 7,2 V 2,5 mA 10µA
20 V 7,2 v 6,5 mA 10µA
25 V 7,4 V 6 mA 10µA
30 V 7V 7,5 mA 10µA

Simulasi Rangkaian pada Program Livewire

21
1.5 Laporan Akhir
1.5.1 Buatlah grafik kurva kolektor transistor dari data hasil percobaan diatas.

Kurva Kolektor Transistor


7,5 7; 7,5
7
6,5
6
5,5
5
4,5
V

4
3,5
3
2,5
2
1,5
1 00,511,522,53 3,54 4,555,566,577,5
0,5 IC
0

1.5.2 Berikan analisis dan kesimpulan dari hasil percobaan diatas.


Praktikum diatas membuktikan bahwa :
 Pada percobaan analisa transistor rangkaian common base, tegangan input terdapat
pada emitter dan tegangan outputnyapada collector.
 Jika kaki base – emitor dan kaki base – collector diberi bias maju, maka transistor
dalam keadaan saturasi. Jika kaki base – emitor dan kaki base – collector diberi bias
mundur, maka transistor dalam keadaan mati. Jika kaki base – emitor diberi bias maju
dan kaki base – collector diberi bias mundur, maka transistor dalam keadaan aktif.
 Karakteristik input suatu transistor bipolar menggambarkan kerja yang sama dengan
prinsip dioda. Karakteristik output menyatakan hubungan antara tegangan collector –
emitor (VCE) dan arus collector (IC) untuk beberapa nilai arus base (IB) yang konstan.
Sedangkan karakteristik transfer menyatakan hubungan antara arus base (IB) dan
arus collector (IC) untuk tegangan collector – emitor (VCE) yang bernilai konstan.

1.6 Kesimpulan
- Transistor merupakan komponen yang dipakai sebagai penguat arus, saklar, penstabil
tegangan, modulasi sinyal, dll
- Sifat penguat common base yaitu osilasi input dan output tinggi sebagai feedback
lebih kecil, cocok sebagai pre-Amp karena mempunyai impedansi input tinggi yang
dapat menguatkan sinyal rendah, dapat dipakai sebagai penguat frekuensi tinggi,
dapat dipakai sebagai buffer atau penyangga.

22
- Sifat penguat common emitor yaitu output berbeda phasa 180o atau berbalik phasa
180o terhadap sinyal input, sangat memungkinkan adanya osilasi akibat feedback
(dapat dicegah dengan sering dipasanh feedback negatif), sebagai penguat audio
(frekuensi rendah), stabilitas penguatan rendah karena tergantung stabilitas suhu dan
bias transistor.
- Sifat penguat common collector yaitu sinyal output dan sinyal input satu phasa,
mempunyai penguatan tegangan sama dengan 1, mempunyai penguat arus tinggi, dan
mempunyai impedansi input tinggi dan impedansi output rendah sehingga cocok
digunakan sebagai buffer.

1.7 Daftar Pustaka


Loku, d'richkey, 2015. Pengertian Transistor, Jenis, dan Karakteristik, http://werden-
forscher.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-transistor-jenis-dan.html, diakses pada
tanggal 3 Desember 2016, pukul 19:49 WIB.

Arlin, Septi, 2013. Cara Menentukan Kaki-Kaki Transistor,


http://arlinlily.blogspot.co.id/2013/05/cara-menentukan-kaki-kaki-transistor.html,
diakses pada tanggal 3 Desember 2016, pukul 20:09 WIB.

Humairoh, Siti, 2011. Karakteristik Transistor,


http://mamaynisaa.blogspot.co.id/2011/04/karakteristik-transistor.html, diakses pada
tanggal 3 Desember 2016, pukul 20:14 WIB.

Pamous, 2015. Penguat Daya dan Penguat Tegangan, http://web.if.unila.ac.id/pamous


/2015/06/11/dasar-elektronika-penguat-daya-dan-penguat-tegangan/, diakses pada
tanggal 3 Desember 2016, pukul 21:00 WIB.

23

Anda mungkin juga menyukai