Anda di halaman 1dari 65

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

SINTESIS DAN KARAKTERISASI


KOMPLEKS KROMIUM(III) DENGAN BENZOKAIN

Disusun oleh:
LANJAR SARIYANTO
M0304044

SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli, 2010

i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PENGESAHAN

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas


Sebelas Maret Surakarta telah mengesahkan skripsi mahasiswa:

Lanjar Sariyanto NIM M0304044, dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi


Kompleks Kromium(III) dengan Benzokain”

Skripsi ini dibimbing oleh:


Pembimbing

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D


NIP. 19560507 198601 1 001

Dipertahankan di depan TIM Penguji Skripsi pada:


Hari : Kamis
Tanggal : 8 Juli 2010

Anggota Tim Penguji:


1. Drs. Mudjijono, Ph.D 1. ……………….
NIP. 19540418 198601 1 001

2. Sri Hastuti, M.Si 2. ……………….


NIP. 19710408 199702 2 001

Ketua Jurusan Kimia


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D


NIP. 19560507 198601 1 001

ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul
“SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROMIUM(III) DENGAN
BENZOKAIN” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 1 Juli 2010

LANJAR SARIYANTO

iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SINTESIS DAN KARAKTERISASI


KOMPLEKS KROMIUM(III) DENGAN BENZOKAIN

LANJAR SARIYANTO
Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK
Kompleks kromium(III) dengan benzokain telah disintesis dengan
perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 5 dalam metanol dengan
menambahkan larutan CrCl3.6H2O tetes demi tetes disertai pengadukan secara
kontinyu selama 1 jam pada suhu kamar ke dalam larutan benzokain melalui
proses pemanasan. Sintesis ini telah dilakukan untuk mengetahui rumus empiris,
formula, dan karakteristik dari kompleks yang terbentuk.
Sintesis yang dilakukan mengacu pada Kumar & Singh (2006) dan Dari
(2009). Kompleks yang diperoleh dari sintesis dianalisis dengan metode
spektroskopi serapan atom, daya hantar listrik, Termografimetric Analysis/
Differential Thermal Analysis (TG/DTA) dan spektroskopi infra merah.
Kemungkinan rumus empiris dan formula kompleks yang diperoleh dari analisis
adalah Cr(benzokain)4Cl3(H2O)n (n= 2 atau 3) dan [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O
(n= 1 atau 2). Analisis spektra elektronik kompleks menunjukkan bahwa
kompleks berstruktur oktahedral dengan transisi 4A2g(F)→4T2g(F) (υ1) dan
transisi 4A2g(F)→4T1g(F) (υ2). Pengukuran momen magnet dengan Magnetic
Susceptibility Balance (MSB) menunjukkan bahwa kompleks bersifat
paramagnetik dengan µeff= 3,80±0,03 BM. Analisis spektra infra merah (IR)
menunjukkan adanya pergeseran serapan gugus ›C=O ulur yang mengindikasikan
gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada ion pusat Cr3+ secara monodentat.

Kata kunci: Sintesis, Karakterisasi, Kompleks Kromium(III), Benzokain

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF


CHROMIUM(III) COMPLEX WITH BENZOCAINE

LANJAR SARIYANTO
Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty.
Sebelas Maret University

ABSTRACT
The complex of chromium(III) with benzocaine has been synthesized with
mole ratio of metal and ligand was 1 : 5 in methanol solution by adding drop-wise
CrCl3.6H2O solution, stirring continuously for one hour at room temperature to a
solution of benzocaine through the heating process. This synthesis has been
conducted to determine the empirical formula, formula, and characteristics of the
formed complex.
The synthesis based on Kumar & Singh (2006) and Dari (2009). Complex
obtained from the synthesis was analyzed by atomic absorption spectroscopy,
electrical conductivity, Thermogravimetric Analysis/Differential Thermal
Analysis (TG/DTA) and infrared spectroscopy methods. Possibility of empirical
formula and the formula obtained from the analysis of complex was
Cr(benzocaine)4Cl3(H2O)n (n= 2 or 3) and [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 or 2).
Electronic spectra analysis of complex shows that octahedral structure of complex
with 4A2g(F)→4T2g(F) (υ1) and 4A2g(F)→4T1g(F) (υ2) transitions. Measurement of
magnetic moment with Magnetic Susceptibility Balance (MSB) indicate that the
complex was paramagnetic with µeff= 3,80±0,03 BM. Analysis of infrared spectra
(IR) shows the shift of absorption group ›C=O stretching indicating the functional
groups coordinated to the Cr3+ center ion monodentately.

Keyword: Synthesis, Characterization, Chromium(III) Complex, Benzocaine

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Hakekat Hidup:
“hidup untuk menolong orang lain & tidak untuk menyakiti orang lain..”

”Jika manusia harus lama menanti apa yang diinginkannya, maka hilanglah
kesabaran dan sempit dadanya, ia lupa bahwa Allah memiliki sunah-sunah yang
tidak berubah. Bahwa segala sesuatu itu mempunyai waktu yang telah ditetapkan.
Allah tidak akan dipengaruhi oleh ketergesa-gesaan seseorang. Sama halnya
setiap buah memiliki waktu matang, tidak ada yang dapat mematangkannya
sebelum batas waktunya, sebab ia tunduk dengan sunnatullah.”

“Orang Bijak adalah orang yang bijaksana dalam menjalani hidup”


--------------------------------------------------------------------------------------

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk:

v Ibu dan Bapak tercinta yang selalu memberikan cinta, kasih

sayang, semangat, dukungan, kepercayaan dan do’anya …

v Keluarga besar Alm. Mbah Karyo Dimejo (Bapak) &

Alm. Mbah Reso Jimin (Ibu) …

v Sahabat-sahabat Sak-saké Football Chemistry …

v Ade’-ade’ & temen-temen seXan …

v I Love U FuLL …!!!

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,


karunia, dan ijin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains dari
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sebelas Maret. Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada
Rosulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak,
karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan FMIPA UNS.
2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku Ketua Jurusan
Kimia dan Pembimbing.
3. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si., selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar
FMIPA UNS.
4. Bapak Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si., selaku Ketua Sub
Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat FMIPA UNS.
5. Bapak Achmad Ainurofiq M.Si., Apt., selaku Pembimbing Akademis.
6. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang
berguna dalam penyusunan skripsi ini.
7. Mas Anang dan Mbak Nanik selaku staf Laboratorium Kimia FMIPA
UNS.
8. Bapak Kentriyus, Bapak Sugito, Bapak Basuki, Mas Wanto, Mbak
Retno, Mbak Watik dan Mbak Tutik selaku staf Sub Laboratorium
Kimia Laboratorium Pusat FMIPA UNS.
9. Mbak Imah dan Mbak Asri selaku karyawan Jurusan Kimia FMIPA
UNS.
10. Staf Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta.
11. Staf Laboratorium Uji Polimer Pusat Penelitian Fisika–LIPI Bandung.
12. Sahabat-sahabat Kimia 2009–2002, selamat berjuang dan semangat.

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan
dengan balasan yang lebih baik. Amin.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.
Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan semuanya. Amin.

Surakarta, 1 Juli 2010

Lanjar Sariyanto

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………................ i
HALAMAN PENGESAHAN…………...................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................... iv
ABSTRACT................................................................................................. v
MOTTO ....................................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI……………………………………………………................ x
DAFTAR TABEL…………........................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR………… ................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………….................... xvi
TABEL LAMPIRAN………………………………………....................... xvii
GAMBAR LAMPIRAN……………………………………… .................. xviii
BAB I PENDAHULUAN………………………...................................... 1
A. Latar Belakang Masalah………………..................................... 1
B. Perumusan Masalah…………………........................................ 4
1. Identifikasi Masalah…………………................................... 4
2. Batasan Masalah………………… ........................................ 4
3. Rumusan Masalah………………… ...................................... 5
C. Tujuan Penelitian……………………………............................ 5
D. Manfaat Penelitian………………………………… ................. 5
BAB II LANDASAN TEORI…… .............................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka…………………………… ............................ 6
1. Benzokain ……………………………................................. 6
2. Sintesis Kompleks …………………………….................... 7
3. Kompleks Kromium(III) ....................................................... 8
4. Teori Pembentukan Kompleks.............................................. 10
a. Teori Ikatan Valensi…………… ..................................... 10

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Teori Medan Ligan……………....................................... 11


c. Teori Orbital Molekul…………… .................................. 14
5. Spektroskopi UV-Vis………................................................ 16
6. Sifat Magnetik..…………………………............................. 18
7. Analisis Termal………………………… ............................. 19
8. Spektroskopi Infra Merah (IR)……...................................... 21
9. Daya Hantar Listrik............................................................... 23
B. Kerangka Pemikiran…. .............................................................. 24
C. Hipotesis…................................................................................. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………… ............................ 27
A. Metode Penelitian……………………....................................... 27
B. Tempat dan Waktu Penelitian………………………… ............ 27
C. Alat dan Bahan………………………… ................................... 27
1. Alat………………………………….................................... 27
2. Bahan………………………… ............................................ 28
D. Prosedur Penelitian..................................................................... 29
1. Diagram Percobaan ............................................................... 29
2. Sintesis Kompleks Cr(III) dengan Benzokain ...................... 30
3. Pengukuran Kadar Kromium dalam Kompleks .................... 30
4. Pengukuran Spektra Elektronik ............................................ 30
5. Pengukuran Daya Hantar Listrik........................................... 30
6. Pengukuran Spektra Infra Merah .......................................... 31
7. Analisis TG/DTA.................................................................. 31
8. Pengukuran Momen Magnet................................................. 31
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data...... .............................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………… . 33
A. Sintesis Kompleks………………….......................................... 33
Sintesis Kompleks Cr(III) dengan Benzokain ........................... 33
B. Penentuan Rumus Empiris dan Formula Kompleks................... 34
1. Penentuan Kadar Kromium dalam Kompleks ....................... 34
2. Pengukuran Daya Hantar Listrik............................................ 35

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Analisis Thermal dengan TG/DTA........................................ 36


C. Sifat-Sifat Kompleks .................................................................. 38
1. Spektra Elektronik.................................................................. 38
2. Sifat Kemagnetan................................................................... 39
3. Spektra Infra Merah ............................................................... 39
D. Perkiraan Struktur Kompleks..................................................... 41
Perkiraan Struktur Kompleks Cr(III)–benzokain....................... 41
BAB V PENUTUP...................................................................................... 43
A. Kesimpulan ................................................................................ 43
B. Saran........................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA………………………………… .............................. 44
LAMPIRAN……………………………………………............................. 47

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri......................... 11
Tabel 2. Sebagian Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Ion dan Mole-
kul............................................................................................ 18
Tabel 3. Kadar Kromium dalam Kompleks Cr(III)–benzokain Secara
Teoritis...................................................................................... 35
Tabel 4. Hasil Pengukuran Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan
Senyawa Kompleks dalam Metanol.......................................... 36
Tabel 5. Panjang Gelombang Maksimum (λmaks), Absorbansi (A)
dan Absorptivitas Molar (ε) untuk Kompleks
[Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O.................................................... 38
-1
Tabel 6. Serapan Gugus Fungsi Ligan dan Senyawa Kompleks (cm ).. 41

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Struktur: (a) aminobenzonitril/ABN, (b) sulfanilamid/Sa,
(c) asam 2-tioasetat benzotiazol, dan (d) benzokain/benz... 2
Gambar 2. Kemungkinan struktur kompleks Cr(III)–benzokain.......... 3
Gambar 3. Struktur kompleks M {Ni(II) dan Co(II)} dengan asam
1,3,5-benzenatrikarboksilat dimana R= H2O untuk Ni(II)
dan R= asam 1,3,5-benzenatrikarboksilat untuk Co(II)...... 7
Gambar 4. Struktur kompleks M {Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II) dan
Sn(II)} dengan asam 2-tioasetat benzotiazol...................... 7
Gambar 5. Struktur senyawa kompleks Cr(III) dengan ligan
makrosiklik 1,5-diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo
tetradodecane yang bergeometri oktahedral....................... 9
Gambar 6. Struktur kompleks Cr(III) dengan 2,2’-bipiridin, sodium
oksalat dan kation tetrafenilfosfonium bergeometri okta-
hedral terdistorsi.................................................................. 10
Gambar 7. Ilustrasi pembentukan kompleks CrL(CNS)3 (L= 1,5-
diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane)
yang bergeometri oktahedral............................................... 11
Gambar 8. Kontur orbital d .................................................................. 12
Gambar 9. Arah sumbu x, y dan z dalam medan oktahedral ............... 12
Gambar 10. Diagram tingkat energi orbital d pada medan oktahedral... 13
Gambar 11. Hubungan tetrahedral dengan kubus................................... 13
Gambar 12. Diagram tingkat energi orbital d pada medan tetrahedral... 14
Gambar 13. Diagram tingkat energi kompleks oktahedal...................... 15
Gambar 14. Diagram tingkat energi kompleks tetrahedral..................... 15
Gambar 15. Tingkat energi elektron molekul......................................... 16
Gambar 16. Diagram tingkat energi ion d3 pada medan oktahedral....... 17
Gambar 17. Termogram (TG) dekomposisi Co(C8H10N4)(NO3)2 di
udara.................................................................................... 20

xiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 18. Termogram (DTA) dekomposisi Cu(C8H10N4)(NO3)2 di


udara.................................................................................... 21
Gambar 19. Vibrasi rentangan: (a) rentangan simetri, (b) rentangan
asimetri. Vibrasi bengkokan: (c) guntingan, (d) goyangan,
(e) kibasan dan (f) pelintiran............................................... 22
Gambar 20. Struktur benzokain dan empat gugus donor elektron yaitu
(1) gugus NH primer, (2) O pada gugus ›C=O, (3) O pada
gugus C–O–C dan (4) awan elektron (cincin) pada
benzena............................................................................... 25
Gambar 21. Diagram tahap-tahap sintesis kompleks Cr(III)–
benzokain........................................................................... 29
Gambar 22. Spektra elektronik (a) CrCl3.6H2 O dan (b) kompleks
Cr(III)–benzokain............................................................... 33
Gambar 23. Termogram: (a) DTA, (b) TG dan (c) DTG kompleks
Cr(III)–benzokain............................................................ 37
Gambar 24. Spektra serapan gugus fungsi ligan bebas benzokain......... 40
Gambar 25. Spektra serapan gugus fungsi kompleks Cr(III)–
benzokain............................................................................ 40
Gambar 26. Perkiraan struktur [Cr(benz)4(H2 O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1
atau 2)................................................................................. 42

xv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks............... 47
Lampiran 2. Pengukuran Kadar Kromium(III) dalam Kompleks dengan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).............................. 48
Lampiran 3. Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan Konduktiviti-
meter…............................................................................... 50
Lampiran 4. Pengukuran Sampel Kompleks dengan TG/DTA............... 52
Lampiran 5. Analisis Spektra Elektronik................................................ 54
Lampiran 6. Penentuan Momen Magnet Efektif..................................... 58
Lampiran 7. Spektra Infra Merah............................................................ 61

xvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

TABEL LAMPIRAN

Halaman
Tabel 1. Rendemen Hasil Sintesis Kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.-
nH2O......................................................................................... 47
Tabel 2. Data dan Hasil Pengukuran Kadar Cr(III) dengan SSA dalam
Kompleks Cr(III)–benzokain.................................................... 49
Tabel 3. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Sampel Kompleks
dalam Metanol.......................................................................... 50
Tabel 4. Kondisi Pengukuran Sampel Kompleks dengan TG/DTA....... 52
Tabel 5. Hasil Uji Pengukuran Sampel Kompleks dengan TG/DTA..... 52
Tabel 6. Perhitungan Pelepasan Molekul dalam Kompleks Cr(III)–
benzokain.................................................................................. 52
o
Tabel 7. Hasil Pengukuran Kerentanan Magnetik (T= 25 C)................ 58
Tabel 8. Sebagian Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Ion dan Mole-
kul............................................................................................. 58
Tabel 9. Serapan Gugus Fungsi Ligan dan Senyawa Kompleks (cm-1).. 62

xvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

GAMBAR LAMPIRAN

Halaman
Gambar 1. Kurva larutan standar Cr(III)..................................... 48
Gambar 2. Spektra serapan gugus fungsi ligan bebas benzo-
kain............................................................................. 61
Gambar 3. Spektra serapan gugus fungsi kompleks Cr(III)–
benzokain.................... .............................................. 61

xviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk akibat terjadinya
ikatan koordinasi antara atom pusat dan atom donor. Atom logam atau ion logam
disebut sebagai atom pusat dan atom donor merupakan atom yang mendonorkan
elektronnya ke atom pusat. Atom donor dapat berasal dari ion atau suatu molekul
netral. Ion atau molekul netral yang mempunyai atom-atom donor yang dikoor-
dinasikan pada atom pusat disebut sebagai ligan.
Kromium(III) dapat membentuk senyawa kompleks dengan berbagai ligan
karena Cr(III) mempunyai orbital-orbital kosong yang dapat menerima pasangan
elektron bebas. Suatu senyawa dapat bertindak sebagai ligan apabila mempunyai
atom donor, yaitu atom yang mempunyai pasangan elektron bebas atau molekul
dengan orbital π yang terdelokalisasi.
Biswas, Rosair, Pilet, Fallah, Ribas, dan Mitra (2007) berhasil mensintesis
Cu(II) dan Ni(II) dengan aminobenzonitril/ABN (Gambar 1a) dan dicyanamid
(dca) membentuk kompleks Cu(dca)2(para-ABN)2, Cu(dca)2(ortho-ABN)2 dan
Ni(dca)2(para-ABN)2(H2O)2. Ligan para-ABN dan ortho-ABN terkoordinasi pada
ion Cu(II) atau Ni(II) melalui atom nitrogen amina.
Kompleks [Ni(sa)3 (H2O)3]SO4.3H2O telah disintesis oleh Rahardjo,
Wahyuningsih, dan Damayanti (2006) dari Ni(II) dengan sulfanilamid/Sa
(Gambar 1b). Sulfanilamid terkoordinasi pada ion Ni(II) melalui atom nitrogen
amina.
Yousif, Farina, Kasar, Graisa, dan Ayid (2009) telah mensintesis asam 2-
tioasetat benzotiazol (Gambar 1c) dengan beberapa logam {Ni(II), Cu(II), Zn(II),
Cd(II) dan Sn(II)} membentuk kompleks Ni(L)2, Cu(L)2, Zn(L)2, Cd(L)2, dan
Sn(L)2 (L=.2-tioasetat benzotiazol). Ligan 2-tioasetat benzotiazol terkoordinasi
pada ion Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II) dan Sn(II) melalui atom oksigen karbonil.
Sederetan senyawaan kromium diperoleh Hein dari reaksi CrCl3 dengan
C6H5MgBr menghasilkan senyawaan polifenilkromium dimana elektron π yang

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

terdelokalisasi (awan elektron) pada benzena terkoordinasi pada ion Cr3+.


Misalnya pada senyawa netral dibenzenakromium [(C6H6)2Cr], awan elektron
juga terkoordinasi pada ion Cr3+ (Cotton and Wilkinson, 1976: 599 & 600).
Benzokain (Gambar 1d) mempunyai kemiripan struktur dengan ABN, Sa,
dan asam 2-tioasetat benzotiazol, karenanya benzokain kemungkinan juga dapat
membentuk kompleks dengan Cr(III). Struktur benzokain dan beberapa ligan yang
mempunyai kemiripan struktur dengan benzokain ditunjukkan oleh Gambar 1.

NH2 NH2 NH2

S N

O S O C 2H 5
S
O O
NH2 N

(a) (b) (c) O (d)


HO

Gambar 1. Struktur: (a) aminobenzonitril/ABN, (b) sulfanilamid/Sa,


(c) asam 2-tioasetat benzotiazol, dan (d) benzokain/benz

Kompleks tembaga(II)–benzokain telah disintesis Dari (2009) dengan cara


mereaksikan larutan CuSO4.5H2O dengan benzokain dengan perbandingan mol
1.:.4 dalam metanol, campuran diaduk selama ±1 jam. Kompleks yang dihasilkan
berkoordinasi enam, gugus NH primer diperkirakan terkoordinasi pada atom pusat
Cu(II).
Kompleks Cr(III) dengan berbagai ligan dapat membentuk geometri
tetrahedral terdistorsi, trigonal bipiramid, oktahedral dan pentagonal bipiramid
terdistorsi (Cotton and Wilkinson, 1988: 680–693). Kompleks Cr(III) dengan 1,7-
diaza-10,14-dioxa-4-thia-8,9:15,16-dibenzocyclohexadeca-2,6-dione yang telah
disintesis oleh Kumar dan Singh (2006) bergeometri oktahedral, sedangkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

kompleks [Cr(etdtc)Cl]2 (etdtc= ethylenediamine dithiocarbamato) bergeometri


oktahedral terdistorsi (Siddiqi et al., 2006: 107–112).
Benzokain mempunyai beberapa atom donor elektron, yaitu N pada gugus
NH primer, O pada gugus ›C=O dan C–O–C serta elektron π yang terdelokalisasi
(awan elektron) pada benzena yang dapat terkoordinasi pada ion Cr3+ membentuk
senyawa kompleks. Dengan demikian terdapat beberapa kemungkinan struktur
kompleks yang akan terbentuk antara Cr(III) dengan benzokain seperti
ditunjukkan oleh Gambar 2.

Cr3+ NH 2 NH 2

NH 2

C 2H 5 C 2H 5
O O O O

C 2H 5
O O

Cr3+ Cr3+
NH 2
NH 2
Cr3+

C 2H 5
C 2H 5 O O
O O
Cr3+

Gambar 2. Kemungkinan struktur kompleks Cr(III)–benzokain

Oleh karena itu sintesis dan karakterisasi kompleks Cr(III) dengan benzokain
menarik untuk dipelajari.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah
a. Dalam sintesis kompleks pelarut memiliki peranan yang penting dalam
pembentukan suatu kompleks. Penggunaan pelarut basa memungkinkan
terjadinya persaingan antara ligan (benzokain) dengan pelarut (contoh:
terbentuknya endapan M(OH)n(s)). Penggunaan pelarut asam memungkinkan
ligan akan terprotonasi oleh H+ dari pelarut sehingga menyebabkan kompleks
Cr(III)–benzokain tidak terbentuk. Oleh karena itu sintesis kompleks perlu
dipilih pelarut yang bersifat netral dan dapat melarutkan garam logamnya dan
ligannya. Permasalahan yang timbul pelarut apa yang dapat digunakan dalam
sintesis kompleks ini.
b. Rumus empiris kompleks dapat ditentukan dari hasil analisis persentase unsur-
unsur pembentuknya. Setelah diketahui rumus empiris perlu ditentukan
formula kompleksnya. Permasalahan yang timbul bagaimana penentuan
formula kompleks. Setelah diketahui formula kompleks timbullah masalah
bagaimana struktur kompleks yang terbentuk. Struktur kompleks dapat
diperkirakan dari karakteristik kompleksnya.

2. Batasan Masalah
a. Benzokain merupakan ligan yang sedikit larut dalam air dan mudah larut
dalam pelarut alkohol, oleh karena itu pelarut yang dapat digunakan adalah
alkohol. Pemakaian pelarut air akan menyebabkan ligan terprotonasi sehingga
pada penelitian kali ini menggunakan pelarut alkohol (metanol).
b. Rumus empiris kompleks kromium(III) dengan benzokain ditentukan dari
analisis unsur logam saja. Formula kompleks ditentukan dari rumus empiris
disertai data daya hantar listrik larutan. Struktur kompleks kromium(III)
dengan benzokain diperkirakan dari analisis spektra FT-IR gugus-gugus
fungsi yang mengandung donor elektron. Keberadaan molekul H2O dalam
kompleks diperkirakan dari hasil termogram TG/DTA kompleks.
c. Karakterisasi kompleks kromium(III) dengan benzokain yang dilakukan
meliputi sifat kemagnetan, transisi elektronik dan spektra infra merah kompleks.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sintesis kompleks kromium(III) dengan benzokain?
b. Bagaimana perkiraan rumus empiris, formula dan struktur kompleks
kromium(III) dengan benzokain?
c. Bagaimana sifat kemagnetan, transisi elektronik dan spektra infra merah
kompleks kromium(III) dengan benzokain?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Mensintesis kompleks kromium(III) dengan benzokain.
b. Memperkirakan rumus empiris, formula dan struktur kompleks kromium(III)
dengan benzokain.
c. Mengetahui sifat kemagnetan, transisi elektronik dan spektra infra merah
kompleks kromium(III) dengan benzokain.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
sintesis, cara penentuan rumus empiris, formula dan struktur serta sifat kompleks
dari kromium(III) dengan benzokain. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan sumbangan dalam bidang farmasi mengingat benzokain merupakan
salah satu turunan dari kokain yang merupakan obat anestetik lokal.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Benzokain
Anestetik lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam berbagai macam
kelompok diantaranya adalah senyawa-ester yang meliputi kokain dan ester-
PABA (PABA= para-aminobenzoic acid). Ester-PABA meliputi benzokain, pro-
kain, oksibuprokain, dan tetrakain (Tjay dan Rahardja, 2007: 407).
Benzokain atau 4-asam amino benzena etil ester (C9H11NO2) merupakan
senyawa ester yang sangat sukar larut dalam air. Berat molekul benzokain 165,19
g/mol, titik leleh 89–92 oC dan titik didih 172 oC (Tjay dan Rahardja, 1979: 72).
Senyawa ini merupakan salah satu turunan dari kokain yang merupakan obat
anestetik lokal yang dibuat secara sintetik. Absorpsinya lambat karena sukar larut
dalam air, sehingga relatif tidak toksik. Benzokain dapat digunakan langsung pada
luka dengan ulserasi dan menimbulkan anestesia yang cukup lama. Selain sebagai
saleb dan supositoria, obat ini terdapat juga sebagai bedak (Tanu, 2007: 267).
Benzokain mempunyai sifat-sifat yang memenuhi syarat senyawa aromatik yaitu
mempunyai struktur lingkar, lingkar tersebut planar (datar), mempunyai elektron-
elektron π yang berada pada orbital p yang tegak lurus pada bidang lingkar
tersebut dan memenuhi kaidah Hueckel. Jadi jumlah elektron π dalam lingkar
adalah 4n + 2, dimana n adalah jumlah lingkar. Benzena mempunyai elektron π
yang tidak terlokalisasi dan selalu dalam keadaan teresonansi sehingga benzena
menjadi lebih stabil (Pudjaatmaka, 1997: 463–466). Selain itu, adanya gugus ester
COO- (karboksilat) dapat mengalami resonansi. Anion karboksilat mempunyai
berbagai cara pengikatan sebagai ligan, yaitu bisa secara monodentat atau bidentat
dan mononuklir maupun binuklir (Cotton and Wilkinson, 1976: 129).
Beberapa kompleks yang memiliki struktur dasar benzena telah banyak
disintesis dengan berbagai logam transisi, antara lain Ni(II) dan Co(II) dengan
asam 1,3,5-benzenatrikarboksilat menghasilkan kompleks bergeometri oktahedral,
seperti ditunjukkan Gambar 3 (Landee et al., 2003: 193–201). Logam Ni(II),

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Cu(II), Zn(II), Cd(II) dan Sn(II) juga telah berhasil disintesis dengan asam 2-
tioasetat benzotiazol menghasilkan kompleks bergeometri tetrahedral, seperti
ditunjukkan Gambar 4 (Yousif et al., 2009: 582–585).

HO H-O-H
O H-O-H R
M
H-O-H H-O-H
H-O-H O
O H-O-H
M
O O O
H-O-H H-O-H
O H-O-H
H-O-H
M O
R H-O-H
H-O-H
OH
O

Gambar 3. Struktur kompleks M {Ni(II) dan Co(II)} dengan asam 1,3,5-


benzenatrikarboksilat, dimana R= H2O untuk Ni(II) dan R= asam
1,3,5-benzenatrikarboksilat untuk Co(II) (Landee et al., 2003: 196)

Gambar 4. Struktur kompleks M {Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II) dan Sn(II)}


dengan asam 2-tioasetat benzotiazol (Yousif et al., 2009: 584)

2. Sintesis Kompleks
Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara
antara lain dengan pencampuran larutan pada berbagai perbandingan mol
logam.:.mol ligan dalam berbagai pelarut tanpa pemanasan atau pencampuran
larutan disertai pemanasan pada berbagai temperatur. Selain itu juga dapat
dilakukan dengan reaksi substitusi dengan cara pemberian energi (sinar) pada
materi (senyawa kimia) yang disebut dengan induksi fotolisis.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Sintesis kompleks Cu(II) dengan benzokain dilakukan dengan mencam-


purkan larutan CuSO4.5H2O dalam metanol secara bertetes-tetes disertai penga-
dukan secara kontinyu selama 1 jam pada suhu kamar ke dalam larutan benzokain
dalam metanol (Dari, 2009:.42). Sintesis kompleks Cr(C26N4H26)(NO3)3 dilakukan
dengan menambahkan C26N4H26 dalam larutan etanol yang mengandung garam
Cr(III), kemudian campuran direfluks selama beberapa jam pada suhu 75–85ºC
(Kumar and Singh, 2006: 77–87) dan kompleks trans-[Cr([16]aneN4)(CN)2]PF6
disintesis dengan mencampurkan trans-[Cr([16]aneN4)(Cl)2]PF6 dalam pelarut
DMSO, campuran dipanaskan pada suhu 62 oC dan setelah terjadi dissolusi
(pemutusan) pada kompleks, kemudian ditambahkan NaCN. Campuran tersebut
dipanaskan dan diaduk selama 75 menit (Wagenknecht et al., 2010: 157–162).
Kompleks C6H6Cr(CO)2PPh2Bz (PPh2Bz= benzyldiphenylphosphine) di-
buat dengan mereaksikan benzyldiphenylphosphine dengan kompleks sandwich
C6H6Cr(CO)3. Reaksi substitusi dilakukan dengan induksi fotolisis menghasilkan
kompleks berwarna kuning yang stabil di udara atmosfer. Kompleks tersebut larut
dalam THF, CHCl3 dan toluena, tapi tidak larut dalam aseton dan pelarut polar
lainnya (Lorenz et al., 1998: 101–108).
Kompleks 2-(1H-2-benzimidazolyl)-6-(1(arylimino)ethyl)pyridylchromium
chlorides diperoleh dengan cara melarutkan 2-(1H-2-benzimidazolyl)-6-(1-
(arylimino)ethyl)pyridine (0,15 g; 0,44 mmol) dalam diklorometana sedikit
mungkin kemudian ditambahkan CrCl3(THF)3 (0,16 g; 0,44 mmol) dalam 10 mL
diklorometana dan diaduk pada temperatur kamar selama 9 jam. Pelarut
dihilangkan dengan vakum hingga diperoleh padatan berwarna hijau (Xiao et al.,
2010: 142–147).

3. Kompleks Kromium(III)
Kromium adalah salah satu unsur logam transisi golongan VIB yang ber-
warna putih, nomor atom 24 dengan massa atom 51,996 g/mol, mempunyai titik
lebur 1765 ºC, dapat larut dalam asam klorida encer atau pekat, asam sulfat encer
dan asam nitrat (Vogel, 1979: 285). Kromium memiliki bilangan oksidasi yang
paling stabil dan penting yaitu +2 dan +3. Dalam senyawa kompleks kromium
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

banyak terdapat sebagai Cr(III), membentuk kompleks dengan bilangan koor-


dinasi 3, 4, 5 dan 6. Pada umumya kompleks Cr(III) memiliki bilangan koordinasi
6 dengan geometri oktahedral (Cotton and Wilkinson, 1988: 679–681). Selain itu
kompleks Cr(III) juga bisa mempunyai geometri non-oktahedral, misalnya penta-
gonal bipiramid terdistorsi (Cotton and Wilkinson, 1988: 689).
Kompleks Cr(III) dengan ligan makrosiklik 1,5-diaza-8,12-dioxa-6,7:
13,14-dibenzocyclo tetradodecane memiliki bilangan koordinasi 6 dengan struktur
oktahedral (Kumar and Singh, 2006: 77–87) seperti pada Gambar 5.

HN CNS NH

Cr (CNS)

O CNS O

Gambar 5. Struktur kompleks Cr(III) dengan ligan makrosiklik 1,5-diaza-8,12-


dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane bergeometri oktahedral
(Kumar and Singh, 2006: 85)

Pada kompleks tersebut terjadi pergeseran bilangan gelombang serapan


infra merah gugus N–H (3285 cm-1 pada ligan menjadi 3200 cm-1 pada
kompleksnya) dan serapan gugus Ph–O–CH2 juga mengalami pergeseran ke arah
yang lebih kecil. Pergeseran tersebut mengindikasikan bahwa kedua gugus
terkoordinasi pada ion Cr(III).
Kompleks Cr(III) dengan 2,2’-bipiridin, sodium oksalat dan kation
tetrafenilfosfonium (Julve et al., 2003: 131–142), yang strukturnya ditunjukkan
oleh Gambar 6, kromium(III) berkoordinasi 6 yaitu 2 atom nitrogen bipiridin, 4
atom oksigen oksalat dari 2 gugus oksalat bidentat dan bergeometri oktahedral
terdistorsi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

N N

PPh4 O Cr3+ O .H2O

O
O O
O

O O

Gambar 6. Struktur senyawa kompleks Cr(III) dengan 2,2’-bipiridin, sodium


oksalat dan kation tetrafenilfosfonium bergeometri oktahedral
terdistorsi (Julve et al., 2003: 136)

Pada contoh Gambar 5 dan 6 terlihat bahwa atom N yang berkedudukan di


luar dan di dalam inti benzena, keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk
terkoordinasi pada atom pusat. Demikian pula pada Gambar 3 dan 4 terlihat
bahwa atom O karbonil karboksilat juga dapat terkoordinasi pada atom pusat.

4. Teori Pembentukan Kompleks


a. Teori Ikatan Valensi
Pada teori ikatan valensi yang dikembangkan oleh Pauling, senyawa
kompleks mengandung ion kompleks, dengan ligan harus mempunyai
pasangan elektron bebas yang terkoordinasi pada atom pusat yang mempunyai
orbital kosong (Lee, 1994: 202).
Pada senyawa kompleks Cr(III) dapat berperan sebagai atom pusat,
sehingga Cr(III) harus menyediakan orbital kosong untuk ditempati pasangan
elektron bebas dari ligan, contohnya pada pembentukan kompleks Cr(III)
dengan 1,5-diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane (Kumar
and Singh, 2006: 77–87). Kompleks Cr(III) dengan 1,5-diaza-8,12-dioxa-
6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane yang bergeometri oktahedral dapat
terbentuk apabila Cr(III) menyediakan 6 orbital kosong untuk ditempati
pasangan elektron bebas dari ligan. Keenam orbital kosong tersebut adalah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p yang kemudian membentuk
hibridisasi d2sp3 yang berbentuk oktahedral seperti diilustrasikan Gambar 7.
Orbital hibridisasi dapat digunakan untuk meramalkan geometri suatu
senyawa, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 (Lee, 1994: 85).
Cr Ar

3d5 4s1 4p0 4d0

Cr(III) Ar

3d3 4s0 4p0 4d0

:N :N :O :O : CNS : CNS
CrL(CNS)3 Ar

3d7 4s2 4p6 4d


0

Donasi oleh 2 atom O, 2 N dan 2 CNS


2 3
Hibrida d sp = oktahedral

Gambar 7. Ilustrasi pembentukan kompleks CrL(CNS)3 (L= 1,5-diaza-8,12-


dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane) yang bergeometri
oktahedral (Kumar and Singh, 2006: 77–87)

Tabel 1. Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri (Lee, 1994: 85)


Bilangan Koordinasi Bentuk Hibridisasi Geometri
2 Sp Lurus
3 sp2 Segitiga datar
4 sp3 Tetrahedral
4 dsp2 Segiempat datar
5 sp3d Trigonal bipiramida
6 sp3d2 Oktahedral
7 sp3d3 Pentagonal bipiramida

b. Teori Medan Ligan


Pada teori medan ligan diasumsikan bahwa ligan dan ion logam
sebagai titik muatan, interaksi logam dan ligan adalah elektrostatik serta tidak
ada interaksi antara orbital logam dan ligan. Orbital d logam (kontur
ditunjukkan Gambar 8) mempunyai tingkat energi yang sama (terdegenerasi),
akan tetapi ketika terbentuk kompleks mengalami pembelahan karena adanya
medan ligan (Lee, 1994: 204).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

z y y z z

y x x y x

x
3 dz2 dx2-y2 dxy dyz dxz

Gambar 8. Kontur orbital d (Huheey et al., 1993: 396)

1) Medan Ligan Pada kompleks oktahedral


Pada medan oktahedral, ion logam terletak di tengah oktahedron
dan ligan berada di keenam sudutnya seperti ditunjukkan pada Gambar 9.
Orbital d terpisah menjadi dua kelompok yaitu dxy, dxz, dyz yang disebut t2g
dan dx2-dy2, dz2 adalah orbital eg.
Z

Gambar 9. Arah sumbu x, y dan z dalam medan oktahedral (Lee, 1994)

Medan ligan akan menyebabkan kenaikan tingkat energi orbital eg


lebih besar jika dibandingkan t2g. Diagram tingkat energi orbital d dalam
medan ligan oktahedral ditunjukkan pada Gambar 10. Perbedaan energi
antara orbital t2g dan eg adalah 10 Dq atau ∆o. Orbital eg mempunyai
energi +0,6 ∆o di atas tingkat energi rata-rata, sedangkan orbital t2g
mempunyai energi -0,4 ∆o di bawah tingkat energi rata-rata (Lee, 1994:
208).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

eg

+ 0 ,6 A o Ao
------------------------------ tin g k a t e n e r g i ra ta - ra ta
- 0 ,4 A o

e n e rg i r a ta - r a ta
io n lo g a m d a la m
t2g
m e d a n s p h e ric a l io n lo g a m d a la m
m e d a n o k ta h e d r a l

Gambar 10. Diagram tingkat energi orbital d pada medan oktahedral (Lee,
1994: 206)

2) Kompleks tetrahedral
Tetrahedral sering dihubungkan dengan sebuah kubus. Pada kom-
pleks tetrahedral, atom pusat terletak di tengah kubus dan empat dari
delapan sudutnya terisi oleh ligan, seperti Gambar 11.
Z

Gambar 11. Hubungan tetrahedral dengan kubus (Lee, 1994: 219).

Ligan yang terkoordinasi menyebabkan orbital t2g mengalami


kenaikan energi yang lebih besar jika dibandingkan orbital eg. Hal ini
dikarenakan orbital t2g lebih dekat pada ligan.
Diagram tingkat energi orbital d pada medan tetrahedral ditun-
jukkan Gambar 12. Medan ligan kuat dapat menyebabkan perbedaan
energi pemisahan t2g dan eg yang lebih besar. Akan tetapi, energi pemisah-
an tetrahedral selalu lebih kecil jika dibandingkan energi pemisahan
oktahedral. Kompleks tetrahedral mempunyai energi pemisahan sebesar
4/9∆o jika dibandingkan dengan kompleks oktahedral (Lee, 1994: 220).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

t 2g

+0,4A t
Tingkat energi rata-rata

-0,6A t At

Energi
eg
Energi rata-rata ion logam Ion logam dalam medan tetrahedral
pada medan sphericalal

Gambar 12. Diagram tingkat energi orbital d pada medan tetrahedral (Lee,
1994: 221).

c. Teori Orbital Molekul


Teori orbital molekul dapat digunakan untuk menjelaskan adanya
ikatan kovalen dalam senyawa kompleks. Orbital atom logam dan ligan
digunakan untuk membentuk orbital molekul. Pada kompleks oktahedral,
orbital dxy, dxz, dyz yang arahnya berada diantara arah ligan menuju ion pusat
tidak terlibat dalam membentuk ikatan, sedangkan orbital dx2-dy2 dan dz2 yang
mengarah langsung pada ligan dapat membentuk orbital molekul ikatan
(bonding) dan anti-ikatan (antibonding). Selain itu orbital 4s dan 4p juga
terlibat dalam pembentukan orbital molekul (Lee, 1994: 228). Diagram tingkat
energi untuk kompleks oktahedral ditunjukkan Gambar 13.
Pada kompleks tetrahedral, lima orbital d logam terpisah menjadi dua
kelompok yaitu orbital e (dx2-dy2 dan dz2) dan t2 (dxy, dxz, dyz). Orbital (dx2-dy2
dan dz2) merupakan orbital nonbonding e, yang tak terlibat dalam
pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t2
dan orbital molekul antibonding t2*. Orbital dx2-dy2 dan dz2 membentuk orbital
molekul bonding t2 dan orbital antibonding t2*. Orbital s membentuk orbital
molekul bonding a1 dan orbital antibonding a1*. Empat orbital ligan juga
mempunyai orbital molekul bonding dan antibonding (Huheey et al., 1993:
418–420). Diagram tingkat energi untuk kompleks tetrahedral ditunjukkan
Gambar 14.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

t1*g

t1u
(n+1)p

a1*g
a1g
(n+1)s

e*g

Dq
eg,t2g
nd
t2g
a1g, eg, t1u

eg

t1u

a1g

M ML6 6L

Gambar 13. Diagram tingkat energi kompleks oktahedal (Huheey et al.,


1993: 417)

t*2
t2
(n+1)p

a*1
a1
(n+1)s

t*2
e, t2 Dt
nd
t2, a1
e

a1

t2

M ML4 4L

Gambar 14. Diagram tingkat energi kompleks tetrahedral (Huheey et al.,


1993: 419)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

5. Spektroskopi UV-Vis
Absorpsi radiasi sinar UV-Vis oleh atom/molekul akan menyebabkan
atom/molekul (misalnya M) mengalami eksitasi elektronik. Produk dari reaksi ini
berupa atom atau molekul dalam keadaan tereksitasi (misalnya M*), setelah
selang waktu tertentu (10-8–10-9 detik) akan terjadi proses relaksasi, yang paling
umum yaitu dengan mengubah energi eksitasi menjadi energi panas. Proses
absorpsi dan relaksasi tersebut seperti pada reaksi berikut:
M + hυ → M*
M* → M + panas
Absorpsi radiasi UV-Vis biasanya dihasilkan dari eksitasi elektron ikatan.
Spesies yang dapat mengabsorpsi radiasi UV-Vis meliputi: (1) elektron-elektron
n, π, σ, (2) elektron-elektron d dan f, dan (3) elektron transfer muatan (Skoog et
al., 1998: 330).
Penggunaan spektroskopi serapan umumnya didasarkan pada transisi
elektron n dan π ke keadaan tereksitasi π* karena energi yang diperlukan untuk
proses ini cukup rendah, yaitu pada daerah (200 sampai 700 nm). Energi-energi
untuk beberapa jenis orbital molekul sangat berbeda. Biasanya, tingkat energi
elektron-elektron nonbonding terletak diantara orbital-orbital π dan σ bonding dan
antibonding. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 15.

σ* ________________ antibonding
π* ________________ antibonding
n ________________ nonbonding
π ________________ bonding
σ ________________ bonding

Gambar 15. Tingkat energi elektron molekul (Hendayana, dkk., 1994: 158)

Absorptivitas molar puncak spektrum yang dihasilkan dari transisi n→π*


umumnya lemah dan mempunyai rentang harga 10–100 L.cm-1mol-1, sedangkan
untuk transisi π→π* mempunyai rentang harga 1000–10000 L.cm-1mol-1. Sifat
lain yang berbeda antara dua tipe transisi tersebut adalah efek pelarut terhadap λ
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

puncak spektra. Puncak n→π* biasanya bergeser ke arah λ yang lebih kecil
dengan meningkatnya polaritas pelarut, disebut dengan pergeseran biru
(hypsochromic). Biasanya, tetapi tidak selalu keadaan yang berkebalikan akan
teramati untuk transisi π→π*, disebut dengan pergeseran merah (bathochromic)
(Skoog et al., 1998: 330). Efek hypsochromic disebabkan oleh bertambahnya
solvasi pasangan elektron yang mengakibatkan menurunnya energi orbital n.
Pergeseran merah atau bathochromic disebabkan oleh gaya polarisasi antara
pelarut dan spesies, yang berakibat menurunnya selisih tingkat energi eksitasi dan
tingkat energi tidak tereksitasi (Hendayana, dkk., 1994: 161).
Kebanyakan ion logam transisi mengabsorpsi radiasi di daerah spektrum
sinar tampak. Untuk deret pertama logam transisi menyebabkan transisi elektron
3d yang cenderung mengabsorpsi dengan pita absorpsi melebar (Hendayana, dkk.,
1994: 165–166). Pada spektrum elektronik Cr(III), jika dilihat diagram tingkat
energi Cr(III) dalam medan oktahedral (Gambar 16) terindikasikan adanya tiga
transisi spin yang diijinkan (spin-allowed transitions). Misalnya pada kompleks
[Cr(F)6]3- tiga pita transisi tersebut adalah: transisi 4
A1g(F)→4T2g(F), yang
muncul di daerah 14900 cm-1, transisi 4A1g(F)→4T1g(F) mempunyai puncak
serapan di daerah 22700 cm-1 dan transisi 4A1g(F)→4T1g(P) muncul di daerah
34800 cm-1 (Huheey et al., 1993: 447).

Gambar 16. Diagram tingkat energi ion d3 pada medan oktahedral (Cotton and
Wilkinson, 1988: 690)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

6. Sifat Magnetik
Senyawa kompleks dengan orbital d dan f yang belum terisi penuh, dapat
diketahui rentang sifat kemagnetannya, yang tergantung pada tingkat oksidasi,
konfigurasi elektron dan bilangan koordinasi atom logamnya. Perkalian
kerentanan spesifik (χg) dari suatu senyawa dengan berat molekulnya akan
diperoleh harga kerentanan molar (χM) yang dapat dihubungkan dengan momen
paramagnetik permanen (µ) suatu molekul dengan Persamaan 1 (Huheey et al.,
1993: 459).

N 2m 2
χM = ...........................................................................(1)
3RT
Dengan N adalah bilangan Avogadro, R adalah tetapan gas ideal, T adalah suhu
(dalam K) dan µ dalam satuan BM (1 BM= eh/4mπ). Dari Persamaan 1 dapat
diketahui besarnya harga µ, yaitu dengan:

é 3RTc m ù
1 2

µ= ê ú ............................................................ (2)
ë N û
2

µ = 2,84 (χM T) 1/2 ................................................................. (3)


Untuk mengubah µ kedalam jumlah spin elektron tak berpasangan, perlu
menyertakan kontribusi paramagnetik dan diamagnetik. Kontrisbusi diamagnetik
dari suatu senyawa dapat diperoleh dari jumlah kerentanan diamagnetik setiap
komponennya (atom, ion dan molekul netral sebagian di tunjukkan Tabel 2).

Tabel 2. Sebagian Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Ion dan Molekul (Szafarn
et al., 1991: 52) dan (Huheey et al., 1993: 463)
Unsur/Ion/Molekul Koreksi diamagnetik (χL) .10-6 c.g.s
Cr3+ -13,00
Cl- -23,40
H2O -13,00
C -6,00
C (benzena) -0,24
H -2,93
N -5,57
O (alkohol atau eter) -4,61
O (aldehid atau keton) -1,73
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Dengan demikian diperoleh kerentanan molar terkoreksi, seperti ditunjukkan


Persamaan 4.
χA = χM x χL ......................................................................(4)
Sehingga Persamaan 3 dapat ditulis menjadi:
m eff = 2,828 [c A .T ]1 / 2 .......................................................... (5)
Senyawa kompleks dengan tingkat energi dasar A seperti d3 oktahedral, dan d5
spin tinggi mempunyai rumusan momen paramagnetik permanen (µs) secara
teoritis:
µs = 2 [S (S+1)]1/2 ................................................................(6)
Persamaan 6 dikenal dengan formula spin-only, dimana S adalah bilangan
kuantum momentum anggular spin, S berhubungan dengan jumlah elektron tak
berpasangan (n) = S/2, sehingga didapatkan Persamaan 7 (Lee, 1994: 225).
µs = [n(n+2)] 1/2 ................................................................... (7)

7. Analisis Termal
Teknik-teknik yang dicakup dalam metode analisis termal diantaranya
adalah analisis termogravimetri (Thermogravimetric Analysis/TGA) yang didasari
pada perubahan berat akibat pemanasan dan analisis differensial termal
(Differential Thermal Analysis/DTA) yang didasari pada perubahan kandungan
panas akibat perubahan temperatur.
Pada analisis termogravimetri, perubahan berat sampel diamati sebagai
fungsi temperatur. Informasi yang diperoleh dari metode termogravimetri terbatas
pada dekomposisi, reaksi oksidasi dan beberapa proses fisik seperti penguapan,
sublimasi dan desorpsi (Skoog et al., 1998: 800). Plot persen kehilangan berat
sebagai fungsi temperatur disebut sebagai termogram. Salah satu contoh
termogram adalah termogram kompleks Co(C8H10N4)(NO3)2 yang terdapat pada
Gambar 17. Pada termogram (TG) Co(C8H10N4)(NO3)2 (Gambar 17) terdapat
daerah yang mendatar yang mengindikasikan senyawa kobalt dalam keadaan
stabil. Dekomposisi tahap pertama terjadi pada 200–400 °C mengindikasikan
bahwa kompleks kehilangan senyawa nitrat dalam bentuk radikal. Pada tahap
kedua terjadi kehilangan 1,2 diimidazolethane (Arshad et al., 2008: 593–604).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

Gambar 17. Termogram (TG) dekomposisi Co(C8H10N4)(NO3)2 di udara (Arshad


et al., 2008: 598)

Differential Thermal Analysis (DTA) mengukur perbedaan temperatur


antara sampel dan materi pembanding inert sebagai fungsi temperatur, jika
temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepatan sama dan konstan. Proses yang
terjadi dalam sampel adalah eksoterm dan endoterm, yang ditampilkan dalam
bentuk termogram differensial (Skoog et al., 1998: 803). Salah satu contoh
termogram differensial (DTA) adalah termogram Cu(C8H10N4)(NO3)2 dengan laju
kenaikan temperatur 10 °C/min dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar tersebut
memperlihatkan adanya puncak maksimum yang menunjukkan terjadinya reaksi
endoterm (320 °C) konsekuensinya, sampel menjadi bersuhu lebih tinggi daripada
material inert pembandingnya. Satu puncak minimum (eksoterm) pada (600 °C)
menunjukkan terlepasnya C8H10N4 (Arshad et al., 2008: 593–604).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

Gambar 18. Termogram (DTA) dekomposisi Cu(C8H10N4)(NO3)2 di udara


(Arshad et al., 2008: 599)

8. Spektroskopi Infra Merah (IR)


Atom-atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi. Bila
radiasi infra merah yang kisaran energinya sesuai dengan frekuensi vibrasi
rentangan/ulur (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari ikatan kovalen
dalam kebanyakan molekul dilewatkan dalam suatu cuplikan, maka molekul-
molekul akan menyerap energi tersebut dan terjadi transisi diantara tingkat energi
vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi (Hendayana, dkk., 1994: 189). Namun
demikian tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi infra merah
meskipun mempunyai frekuensi radiasi sesuai dengan gerakan ikatan, hanya
ikatan yang mempunyai momen dipol dapat menyerap radiasi infra merah
(Sastrohamidjojo, 1992: 3). Umumnya daerah radiasi infra merah (IR) terbagi
dalam daerah IR dekat (14290–4000 cm-1), IR jauh (700–200 cm-1) dan IR tengah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

(4000–666 cm-1). Daerah yang paling banyak digunakan untuk keperluan


penyidikan terbatas pada daerah IR tengah (Silverstein et al., 1986: 95).
Menurut hukum Hooke, gerakan harmonik sederhana atom-atom diberikan
oleh Persamaan 8.
1/ 2
1 é k ù
υ= ê ú ................................................ (8)
2cp ë m1 m2 / m1 + m2 û

Keterangan:
υ = bilangan gelombang (cm-1)
c = kecepatan cahaya (cm/detik)
k = tetapan gaya ikatan (dyne/cm)
m1 = massa atom 1 (g)
m2 = massa atom 2 (g)

Vibrasi rentangan dapat dibedakan vibrasi rentangan simetri dan vibrasi


rentangan asimetri. Sedangkan vibrasi bengkokan dibedakan menjadi guntingan
(scissoring), kibasan (waging), pelintiran (twisting) dan goyangan (rocking).
Ragam vibrasi rentangan dan bengkokan ditunjukkan oleh Gambar 19.

H
H H H H H
H H

H H
H H

a b c dd ee ff

Gambar 19. Vibrasi rentangan: (a) rentangan simetri, (b) rentangan asimetri.
Vibrasi bengkokan: (c) guntingan, (d) goyangan, (e) kibasan dan (f)
pelintiran (Sastrohamidjojo, 1992: 5)

Gugus fungsi tertentu dapat menyerap radiasi sinar inframerah antara lain:
a). Nitrogen–Hidrogen pada amina
Uluran N–H dari amina primer (–NH2) mempunyai dua buah serapan
lemah yaitu satu di dekat 3500 cm-1 dan yang lainnya di dekat 3400 cm-1.
Serapan-serapan ini menyatakan uluran N–H tak simetri dan simetri. Amina
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

primer aromatik menyerap pada serapan lebih tinggi. Tekukan N–H amina primer
teramati di daerah spektrum 1650–1580 cm-1 (Hartomo dan Purba, 1986: 127).
b). Karbon–Nitrogen
Uluran C–N yang kuat pada amina aromatik terletak di daerah 1342–1266
cm-1 dan uluran C–N pada alkil amina terletak di daerah 1150–1020 cm-1
(Hartomo dan Purba, 1986: 128).
c). Karbon–Hidrogen
Uluran C–H dari alkana alifatik mempunyai serapan ulur 3000–2840 cm-1,
υas CH3 pada 2962 cm-1 dan υs CH3 pada 2872 cm-1 (Hartomo dan Purba,
1986: 106–107). Uluran C–H dari senyawa aromatik mempunyai satu serapan
ulur pada 3100–3000 cm-1 (Hartomo dan Purba, 1986: 111).
d). Karbon–Karbon pada rantai siklik
Uluran C=C aromatik menyerap di daerah 1600–1585 cm-1 dan 1500– 400
cm-1, biasanya muncul sebagai serapan kembar (Hartomo dan Purba, 1986:
111).
e). Karbon–Oksigen pada ester
Uluran kuat C=O dari ester tak jenuh terletak di daerah 1730–1715 cm-1.
Uluran C–O dari ester tak jenuh menghasilkan serapan di daerah 1300–1160
cm-1 (Hartomo dan Purba, 1986: 122–123).
f). Tekukan cincin benzena yang tersubstitusi para menyerap di dekat 800 cm-1
(Kemp, 1987: 44).

9. Daya Hantar Listrik


Konduktometri merupakan metode analisis kimia berdasarkan daya hantar
listrik suatu larutan, yang bergantung pada konsentrasi dan jenis ion dalam
larutan. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion dalam
larutan. Ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar
(Hendayana, dkk., 1994: 90). Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat
dinyatakan sebagai daya hantar molar (Λm), yang didefinisikan sebagai daya
hantar yang ditimbulkan oleh satu mol zat dirumuskan sesuai dengan Persamaan 9
(Atkins, 1990: 301).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

k
Lm = ......................................................................................(9)
C
keterangan:
Λm = daya hantar molar (Scm2mol-1)
к = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (Scm-1)
C = konsentrasi (mol.cm-3)

Apabila satuan konsentrasi larutan elektrolit adalah mol.L-1, maka Persamaan


9 di atas dapat ditulis menjadi:

1000 k
Lm = .............................................................................(10)
C
keterangan:
Λm = daya hantar molar (Scm2mol-1)
к = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (Scm-1)
C = konsentrasi (mol.L-1)

Daya hantar molar larutan bergantung pada konsentrasi dan jumlah ion
senyawa elektrolit. Jumlah muatan atau jumlah ion dari spesies yang terbentuk
ketika larutan kompleks dilarutkan dapat diketahui dengan cara membandingkan
daya hantar molar kompleks tersebut dengan senyawa ionik sederhana dalam
berbagai pelarut yang sesuai dan telah diketahui daya hantar molarnya (Lee, 1994:
197–198).

B. Kerangka Pemikiran
Senyawa kompleks akan terbentuk apabila terjadi ikatan kovalen koor-
dinasi antara ion logam yang mempunyai orbital kosong dengan ligan yang
merupakan pendonor elektron. Kromium(III) dengan konfigurasi elektron d3 dapat
menyediakan orbital kosong bagi benzokain yang mempunyai pasangan elektron
bebas (donor elektron), dengan demikian dapat disintesis kompleks Cr(III) dengan
benzokain.
Ligan ABN, Sa, asam 2-tioasetat benzotiazol dan benzokain mempunyai
struktur dasar benzena. Ligan ABN terkoordinasi pada Cu(II) dan Ni(II) melalui
atom nitrogen amina dan Sa terkoordinasi pada Ni(II) juga melalui atom nitrogen
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

amina. Sedangkan asam 2-tioasetat benzotiazol terkoordinasi pada Ni(II), Cu(II),


Zn(II), Cd(II) and Sn(II) melalui atom O karbonil. Benzokain mempunyai ke-
miripan struktur dengan ABN, Sa dan asam 2-tioasetat benzotiazol, sehingga
benzokain diperkirakan dapat terkoordinasi pada ion Cr(III) melalui atom nitrogen
amina atau atom O karbonil.
Terbentuknya kompleks ditunjukkan oleh adanya pergeseran puncak
serapan spektra elektronik di daerah ultraviolet dan sinar tampak. Rumus empiris
kompleks dapat ditentukan dari analisis logamnya dan formula kompleks yang
terbentuk tergantung sifat dan jumlah ligan yang terkoordinasi pada atom pusat,
anion dan jumlah molekul air dalam kompleks. Anion juga bisa bertindak sebagai
ligan atau sisa asam. Benzokain merupakan ligan yang mempunyai atom donor
elektron lebih dari satu, sehingga dapat membentuk ikatan koordinasi dengan
Cr(III) dalam berbagai kemungkinan formula. Berdasarkan penelitian Dari (2009)
benzokain merupakan ligan lemah, hampir sama dengan air. Kompleks Cr(III)
dengan ligan lemah umumnya mempunyai bilangan koordinasi 6 dengan
kemungkinan geometrinya adalah oktahedral. Ada empat gugus donor elektron
pada benzokain yang memungkinkan untuk berikatan dengan atom pusat, yaitu
(1) gugus NH primer, (2) O pada gugus ›C=O, (3) O pada gugus C–O–C dan (4)
awan elektron (cincin) pada benzena seperti ditunjukkan oleh Gambar 20.

(1) NH 2

(4)

(3)

C 2H 5
(2) O O

Gambar 20. Struktur benzokain dan empat gugus donor elektron yaitu (1) gugus
NH primer, (2) O pada gugus ›C=O, (3) O pada gugus C–O–C dan
(4) awan elektron (cincin) pada benzena
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

Sifat magnetik kompleks dipengaruhi oleh kuat medan ligan. Sifat


kemagnetan ini dapat diketahui dari harga momen magnet efektifnya (µeff). Harga
momen magnet efektif Cr(III) dengan 3 elektron tak berpasangan berkisar antara
3,70–3,90 BM dan bersifat paramagnetik.

C. Hipotesis
1. Kompleks Cr(III)–benzokain dapat disintesis dari CrCl3.6H2O dengan
benzokain.
2. Berbagai kemungkinan rumus empiris dan formula kompleks Cr(III)–
benzokain yang terbentuk dipengaruhi oleh jumlah ligan, anion dan H2O dalam
kompleks.
3. Kompleks Cr(III)–benzokain dapat mempunyai struktur oktahedral, bersifat
paramagnetik dan gugus ›C=O pada benzokain terkoordinasi pada ion Cr3+.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Sintesis kompleks yang dilakukan mengacu pada Kumar dan Singh (2006) dan
Dari (2009). Logam CrCl3.6H2O direaksikan dengan benzokain pada suhu kamar
dengan perbandingan mol logam dan mol ligan tertentu dalam pelarut metanol
melalui proses pemanasan tanpa refluks.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan selama delapan bulan mulai dari bulan Juni 2009
sampai dengan bulan Januari 2010.
1. Sintesis kompleks dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Penentuan kadar kromium, pengukuran momen magnet, analisis spektra
elektronik dan pengukuran daya hantar listrik (DHL) larutan kompleks
dilakukan di Sub Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat Fakultas MIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Analisis gugus fungsi dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas
MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
4. Analisis TG/DTA dilakukan di Laboratorium Uji Polimer, Pusat Penelitian
Fisika (P2F) LIPI Bandung.

C. Alat dan Bahan

1. Alat
a. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-6650
b. Magnetic Susceptibility Balance (MSB) AUTO Sherwood Scientific 10169
c. Konduktivitimeter CDS 5000 LaMotte
d. Spektrofotometer UV-Vis Double Beam Shimadzu 1601
e. Spektrofotometer FTIR Shimadzu 1821 PC
f. Pengaduk magnetik Heidholp M1000 Germany

27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

g. Neraca Analitik Shimadzu AEL-200


h. Pemanas Listrik Shimadzu AEL-200 dan Cole palmer 4658
i. Thermogravimetric/Differential Thermal Analyzer 200 Seiko SSC 5200H
DTA-50
j. Desikator
k. Peralatan gelas Pyrex & Duran

2. Bahan
a. CrCl3.6H2O p.a (E. Merck)
b. Benzokain (Brataco)
c. Metanol (CH3OH) 95% p.a (E. Merck)
d. Asam klorida (HCl) pekat 37% p.a (E. Merck)
e. KCl p.a (E. Merck)
f. CuSO4.5H2O p.a (E. Merck)
g. NiSO4.6H2O p.a (E. Merck)
h. CuCl2.5H2O p.a (E. Merck)
i. MgCl2.6H2O p.a (E. Merck)
j. AlCl3.6H2O p.a (E. Merck)
k. FeCl3.6H2O p.a (E. Merck)
l. Aseton p.a (E. Merck)
m. Aseton teknis (Brataco)
n. Aquades
o. Kertas saring
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

D. Prosedur Penelitian
1. Diagram Percobaan
Tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Cr(III)–benzokain
ditunjukkan oleh Gambar 21.
CrCl3.6H2O (1,066 g) Benzokain (3,304 g)
dalam metanol (25 mL) dalam metanol (50 mL)

Bertetes-tetes Pengadukan selama 1 jam


Larutan Kompleks

1. Dipekatkan menjadi 1/3 volume semula


2. Didiamkan selama 72 jam
3. Penyaringan

Campuran Endapan

Endapan I Disaring Filtrat I

Disaring
Endapan II Filtrat II

Disaring
Endapan III Filtrat III

1. Dicuci dengan aseton


2. Dikeringkan dalam desikator

Karakterisasi Endapan

1. Pengukuran Spektra UV-Vis 4. Pengukuran DHL


2. Pengukuran Kadar Krom 5. Pengukuran TG/DTA
3. Pengukuran Spektra IR 6. Pengukuran Momen Magnet

Rumus Empiris, Formula, Struktur


dan Sifat Kompleks

Gambar 21. Diagram tahap-tahap sintesis kompleks Cr(III)–benzokain


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

2. Sintesis Kompleks Cr(III) dengan Benzokain


CrCl3.6H2O (1,066 g; 4 mmol) dalam metanol (25 mL) ditambahkan
secara bertetes-tetes pada larutan benzokain (3,304 g; 20 mmol) dalam metanol
(50 mL) yang diaduk dengan pengaduk magnet selama 1 jam pada suhu kamar,
kemudian dipekatkan (pemanasan secara langsung tanpa proses refluks) hingga
volume larutan menjadi ±1/3 dari volume semula. Larutan kompleks didiamkan
selama 72 jam hingga terbentuk endapan. Endapan disaring dan dicuci dengan
aseton kemudian dikeringkan dalam desikator.

3. Pengukuran Kadar Kromium dalam Kompleks


Penentuan kadar kromium dilakukan dengan menggunakan Spektrofoto-
meter Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-6650. Larutan induk 1000 ppm dibuat
dengan melarutkan CrCl3.6H2O (0,512 g) dalam HCl 0,1 M (100 mL) sehingga
didapatkan konsentrasi Cr3+ 1000 ppm. Sebanyak 10 mL larutan induk diambil
dan diencerkan menjadi 100 mL sehingga didapatkan konsentrasi Cr3+ 100 ppm.
Selanjutnya dari larutan standar Cr(III) 100 ppm diambil 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 mL
dan masing-masing diencerkan dengan HCl 0,1 M sampai volume 100 mL
sehingga diperoleh larutan standar Cr(III) dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4 dan 5
ppm. Larutan kompleks (sampel) dalam HCl 0,1 M dibuat dengan konsentrasi
kromium diperkirakan terletak antara 0–5 ppm, diukur absorbansinya kemudian
diplotkan pada kurva standar.

4. Pengukuran Spektra Elektronik


Pengukuran spektra elektronik logam dan kompleks dilakukan pada
konsentrasi 10-2–10-3 M dalam metanol dan pada serapan panjang gelombang
400–800 nm. Serapan diamati dengan Spektrofotometer UV-Vis Double Beam
Shimadzu 1601.

5. Pengukuran Daya Hantar Listrik


Seri larutan kompleks Cr(III)–benzokain dalam metanol pada konsentrasi
(1, 3, dan 5).10-3 M diukur daya hantar molarnya dengan konduktivitimeter CDS
5000 LaMotte dan dilakukan 3x pengulangan pengukuran tiap larutan sampelnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

6. Pengukuran Spektra Infra Merah


Ligan bebas benzokain dan kompleks Cr(III)–benzokain dibuat pellet
dengan KBr kering. Masing-masing pellet ditentukan spektrumnya menggunakan
spektrofotometer FTIR Shimadzu 1821 PC pada daerah 4000–400 cm-1.

7. Analisis TG/DTA
Identifikasi adanya molekul H2O dalam kompleks dapat diperkirakan dari
analisis termal dengan Thermogravimetric/Differential Thermal Analyzer 200
Seiko SSC 5200H DTA-50 pada temperatur 30–550 oC. Sampel kompleks yang
diukur antara 5,0–20,0 mg ditempatkan pada perangkat sampel DTA. Kemudian
diukur puncak suhu endoterm dan eksoterm serta pengurangan massanya.

8. Pengukuran Momen Magnet


Sampel senyawa kompleks padat yang akan ditentukan harga
kemagnetannya dimasukkan dalam tabung kosong pada neraca kerentanan
magnetik, diukur tinggi sampel antara 1,5–4,5 cm dan berat antara 0,001–0,999
gram sehingga diperoleh harga kerentanan magnetik per gram (χg). Harga χg
diukur dengan Magnetic Susceptibiliy Balance (MSB) AUTO Sherwood Scientific
10169.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Senyawa kompleks diperoleh dengan cara sintesis, setelah itu dilakukan
karakterisasi. Data hasil percobaan diolah secara deskriptif. Terbentuknya
kompleks antara logam Cr(III) dengan benzokain diindikasikan dengan adanya
pergeseran serapan spektra elektronik. Rumus empiris diperkirakan dengan
membandingkan kadar logam hasil analisis SSA dengan kadar logam secara teori.
Formula kompleks diperkirakan dari rumus empiris disertai data perbandingan
kation dan anion kompleks yang dapat diketahui dengan cara membandingkan
daya hantar listrik larutan senyawa kompleks dengan daya hantar listrik larutan
standar. Adanya molekul H2O dalam kompleks diperkirakan dari hasil analisis
TG/DTA.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

Momen magnet efektif (µ eff) senyawa kompleks diketahui dari harga


kerentanan magnetik per gram (χg). Momen magnet efektif (µ eff) dapat
menunjukkan banyaknya elektron yang tidak berpasangan dan kompleks berada
pada spin rendah atau tinggi. Gugus fungsi benzokain yang terkoordinasi pada
Cr(III) diketahui dengan membandingkan pergeseran serapan gugus fungsi infra
merah dari ligan bebas dan kompleks. Serapan gugus fungsi ligan akan bergeser
jika terkoordinasi pada ion pusat logam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Kompleks
Sintesis Kompleks Cr(III) dengan Benzokain
Sintesis kompleks Cr(III)–benzokain dilakukan dengan mencampurkan
larutan CrCl3.6H2O (1,066 g dalam 25 mL metanol) secara bertetes-tetes dalam
larutan benzokain (3,304 g dalam 50 mL metanol) yang diaduk dengan pengaduk
magnet selama 1 jam pada suhu kamar. Campuran menghasilkan larutan berwarna
hijau muda jernih, setelah dipekatkan (pemanasan secara langsung tanpa proses
refluks) hingga volume larutan menjadi ±1/3 dari volume semula dan didiamkan
selama 72 jam diperoleh endapan (dari filtrat kedua) berwarna hijau muda (1,416
g) yang diperkirakan sebagai kompleks Cr(III)–benzokain (Data selengkapnya
terdapat pada Lampiran 1), hal ini ditandai oleh adanya pergeseran λmaks spektra
elektronik. Hasil pengukuran spektra elektronik CrCl3.6H2O dan kompleks
Cr(III)–benzokain dalam metanol ditunjukkan oleh Gambar 22.

A
b
s

Gambar 22. Spektra elektronik (a) CrCl3.6H2O dan (b) kompleks


Cr(III)–benzokain
Terlihat adanya pergeseran serapan panjang gelombang maksimum
CrCl3.6H2O (633,50 dan 452,00 nm) ke arah panjang gelombang yang lebih kecil
pada kompleks Cr(III)–benzokain (581,50 dan 417,00 nm). Hal ini mengindi-
kasikan adanya reaksi antara CrCl3.6H2O dengan benzokain sehingga terjadi

33
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

perubahan kompleks CrCl3.6H2O menjadi kompleks Cr(III) yang baru dimana ada
ligan H2O yang digantikan oleh benzokain sebagai ligan baru yang berikatan
koordinasi dengan Cr(III) membentuk kompleks Cr(III)–benzokain.

B. Penentuan Rumus Empiris dan Formula Kompleks


1. Penentuan Kadar Kromium dalam Kompleks
Besarnya kadar kromium dalam kompleks dapat diketahui melalui analisis
SSA. Dengan kadar kromium ini, maka perkiraan berat molekul kompleks dapat
diketahui. Sampel kompleks sebanyak 16 mg dalam 50 mL HCl 0,1 M diambil 2,5
mL kemudian diencerkan dengan HCl 0,1 M hingga 50 mL. Sampel dibuat dalam
tiga seri larutan, pengukuran absorbansi dilakukan tiga kali sehingga diperoleh
sembilan absorbansi. Dari kesembilan absorbansi tersebut masing-masing dihi-
tung kadar kromiumnya (%). Besarnya konsentrasi Cr(III) setelah pengenceran
20x diperoleh persamaan garis yang dipeoleh melalui kurva standar Cr(III),
ditunjukkan oleh Persamaan 11.
y = 0,0394x + 0,0049 ............................................................(11)
dimana, y = Absorbansi dan x = Konsentrasi Cr(III).
(Kurva standar Cr(III) dan data absorbansi sampel kompleks pada Lampiran 2).
Besarnya massa kromium dalam kompleks diperoleh dari perhitungan
menggunakan Persamaan 12.

massa Cr(III) (mg)


[Cr(III)] (ppm) = ..................................(12)
volume larutan (L)

massa Cr(III) (mg) = [Cr(III)] (ppm) x volume larutan (L)

Setelah diperoleh massa kromium dalam kompleks, maka dapat diketahui kadar
kromium dalam kompleks dari Persamaan 13.

massa Cr(III) (mg)


%Cr(III) = x 100 % ...............................(13)
massa sampel (mg)

Dari tahapan di atas maka didapatkan hasil pengukuran kadar kromium dalam
kompleks Cr(III)–benzokain sebesar 6,03±0,10 %.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

Jika hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan kadar kromium


secara teoritis pada berbagai kemungkinan rumus empiris kompleks seperti
ditunjukkan oleh Tabel 3 (Perhitungan secara lengkap terdapat pada Lampiran 2),
maka dapat diperkirakan bahwa rumus empiris kompleks Cr(III)–benzokain yang
mungkin adalah Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)n (n= 2 atau 3).

Tabel 3. Kadar Kromium dalam Kompleks Cr(III)–benzokain Secara Teoritis

No Kompleks Mr (g.mol-1) Cr (%)


1. Cr(benzokain)4.Cl3 819,111 6,348
2. Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O) 837,126 6,211
3. Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)2 855,141 6,080
4. Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)3 873,126 5,955
5. Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)4 891,171 5,835
6. Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)5 909,186 5,719
7. Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)6 927,201 5,608

2. Pengukuran Daya Hantar Listrik


Pengukuran daya hantar listrik untuk mengetahui anion bertindak sebagai
ligan, sisa asam atau kedua-duanya. Hasil pengukuran daya hantar listrik larutan
senyawa standar dan larutan kompleks Cr(III)–benzokain dalam metanol
ditunjukkan oleh Tabel 4 (Perhitungan secara lengkap terdapat pada Lampiran 3).
Daya hantar listrik kompleks dibandingkan dengan daya hantar listrik
larutan standar pada Tabel 4, terlihat bahwa daya hantar listrik larutan kompleks
Cr(III)–benzokain hasil pengukuran DHL mendekati harga daya hantar listrik
larutan standar CuCl2.5H2O dan MgCl2.6H2O yang berarti kompleks Cr(III)–
benzokain yang terbentuk mempunyai perbandingan kation dan anion adalah 2 : 1.
Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan satu atom Cl terkoordinasi pada atom
pusat Cr(III) sebagai ligan dan dua atom Cl lainnya tidak terkoordinasi pada atom
pusat Cr(III) akan tetapi berkedudukan sebagai anion (sisa asam), dengan
demikian dapat diperkirakan bahwa formula kompleks Cr(III)–benzokain yang
mungkin adalah [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Tabel 4. Hasil Pengukuran Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Senyawa
Kompleks dalam Metanol

Λm Perbandingan Muatan
No Larutan 2 -1
(Scm mol ) (Kation : Anion)
1 Metanol 0 -
2 NiSO4.6H2O 0,97±0,26 1:1
3 CuSO4.5H2O 2,45±0,71 1:1
4 CuCl2.5H2O 50,27±5,35 2:1
5 MgCl2.6H2O 72,27±3,30 2:1
6 AlCl3.6H2O 203,90±52,62 3:1
7 FeCl3.6H2O 190,68±51,57 3:1
8 Cr–benzokain.Cl3.nH2O 69,12±1,93 2:1

3. Analisis Thermal dengan TG/DTA


Adanya pelepasan H2O dapat diketahui dengan analisis DTA, sedangkan
persentase pengurangan massa sebagai akibat dari pelepasan H2O dan yang
lainnya dapat diketahui dari analisis TG. Termogram TG/DTA dan DTG
(Differential Thermogravimetric) kompleks Cr(III)–benzokain ditunjukkan oleh
Gambar 23 (Perhitungan secara lengkap terdapat pada Lampiran 4).
Gambar 23b (termogram TG) menunjukkan kompleks Cr(III) stabil hingga
mencapai suhu 52,1 oC, pada suhu tersebut kompleks Cr(III) mulai terdekompo-
sisi dan berakhir pada 300,0 oC. Kompleks Cr(III)–benzokain mengalami dekom-
posisi termal secara bertahap, yaitu pada suhu 52,1–140,5; 140,5–169,0 dan
169,0–300 oC. Puncak endoterm yang terjadi pada 91,7 oC (23a) mengindikasikan
terlepasnya molekul H2O dari kompleks Cr(III)–benzokain yang ditandai dengan
adanya pengurangan massa pada termogram TG. Pelepasan molekul H2O
berlangsung dalam satu tahap yaitu pada suhu antara 52,1 dan 140,5 oC. Hal ini
menunjukkan bahwa kompleks Cr(III)–benzokain mengandung molekul air yang
akan menunjang perkiraan formula kompleks. Dengan demikian formula
kompleks yang terjadi adalah [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

(c)

Gambar 23. Termogram: (a) DTA, (b) TG dan (c) DTG kompleks
Cr(III)–benzokain

Adanya puncak endoterm pada 163,8 oC menunjukkan terdekomposisinya


atom Cl (sisa asam) dan untuk puncak endoterm pada 226,8 oC menunjukkan
terdekomposisinya ligan benzokain karena melebihi titik leleh dan titik didih
benzokain (89–92 oC dan 172 oC). Dekomposisi ini terdiri dari tiga sub langkah
yang saling tumpang tindih seperti yang ditunjukkan oleh termogram DTG
(23c). Termogram TG dan DTG menjadi relatif horisontal di atas 300 oC.
Puncak endoterm 359 oC menunjukkan terdekomposisinya senyawa yang lain
dari kompleks (sisa: 8,5%) (Data selengkapnya terdapat pada Lampiran 4).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

Analisis kompleks [Ni2C11H22N2O2(OAc)4.4H2O].H2O dengan TG/DTA


dilakukan oleh Duman dan Sekerci (2008). Data yang diperoleh menunjukkan
kompleks Ni(II) stabil hingga suhu 26,92 oC dan pada suhu tersebut mulai
terdekomposisi hingga berakhir pada 880,77 oC. Kompleks Ni(II) terdekomposisi
menjadi NiO (sisa: 18,72 %) dalam tiga tahap yaitu pada 26,93–103,85 oC,
103,85–226,92 oC dan 226,92–880,77 oC. Proses pada dekomposisi kompleks
Ni(II) ini pada tahap I kehilangan satu molekul air, tahap II kehilangan gugus
2,3–O–siklopentilidin, empat molekul air yang terkoordinasi dan tahap III
kehilangan setengah dari senyawa organiknya (Duman and Sekerci, 2008: 33–38).

C. Sifat-Sifat Kompleks
1. Spektra Elektronik
Besarnya panjang gelombang maksimum (λmaks), absorbansi (A) dan
absorptivitas molar (ε) untuk kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2)
dalam pelarut metanol ditunjukkan oleh Tabel 5 (Perhitungan secara lengkap
terdapat pada Lampiran 6).

Tabel 5. Panjang Gelombang Maksimum (λmaks), Absorbansi (A) dan


Absorptivitas Molar (ε) untuk Kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O
ε
No Formula Kompleks λmaks (nm) A
(Lmol-1cm-1)
633,50 0,0592 9,858
1 CrCl3.6H2O
452,00 0,0692 11,528
581,50 0,0168 11,168±0,163
2 [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O
417,00 0,0277 18,414±0,268

Salah satu karakteristik spektra kompleks oktahedral ditandai oleh harga


absorptivitas molar (ε) yang rendah, berkisar antara 1–100 Lmol-1cm-1 (Huheey,
1993: 438). Absorptivitas molar (ε) kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1
atau 2) adalah 11,168±0,163 dan 18,414±0,268 Lmol-1cm-1, yang mengindi-
kasikan bahwa kompleks yang terbentuk bergeometri oktahedral. Harga 10 Dq
kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2) adalah 205,533 dan 286,612
kJmol-1 (Perhitungan secara lengkap terdapat pada Lampiran 5).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2) memiliki puncak


serapan pada panjang gelombang 581,50 dan 417,00 nm (17197 dan 23981 cm-1)
4
puncak tersebut menandakan transisi A2g(F)→4T2g(F) (υ1) dan transisi
4
A2g(F)→4T1g(F) (υ2), sebagaimana pada kompleks CrL’(NO3)3 (L’= 1,5-aiaza-
8,12-dioza-6,7:3,14-benzocyclo tetradecane), mempunyai dua puncak serapan
pada 12422 cm-1 (υ1) dan 17857 cm-1 (υ2) yang masing-masing serapan itu
menunjukkan transisi 4A2g(F)→4T2g(F) (υ1) dan 4A2g(F)→4T1g(F) (υ2) yang sesuai
dengan geometri oktahedral (Kumar and Singh, 2006: 77–87). Pada kompleks
[Cr(etdtc)Cl]2 (etdtc= S4N4C11H18) memiliki tiga puncak serapan 15503 cm-1 (υ1),
26881 cm-1 (υ2) dan 35714 cm-1 (υ3) yang menandakan transisi 4A2g(F)→4T2g(F)
(υ1), 4A2g(F)→4T1g(F) (υ2) & 4A2g(F)→4T1g(P) (υ3) (Siddiqi et al., 2006: 107–
112).

2. Sifat Kemagnetan
Harga momen magnet efektif (µeff) hasil pengukuran kompleks
[Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2) adalah 3,80±0,03 BM. Huheey dan
Keither (1993) dalam bukunya menyatakan bahwa harga µeff kompleks Cr(III)
spin tinggi berada pada kisaran 3,70–3,90 BM. Harga µeff kompleks Cr(L’)(NO3)3
(L’= 1,5-diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradecane) sebesar 3,80 BM
menunjukkan bahwa Cr(III) berada dalam keadaan spin tinggi dengan 3 elektron
tak berpasangan (Kumar and Singh, 2006: 77–87). Dengan demikian kompleks
[Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2) juga diperkirakan berada pada keadaan
spin tinggi dengan tiga elektron tak berpasangan dan bersifat paramagnetik
(Perhitungan secara lengkap terdapat pada Lampiran 6).

3. Spektra Infra Merah


Analisis spektra IR merupakan analisis untuk mengetahui gugus yang
terkoordinasi dengan atom pusat . Analisis IR ini dilakukan terhadap ligan bebas
benzokain dan kompleks Cr(III)–benzokain. Benzokain mempunyai gugus yang
dapat terkoordinasi dengan atom pusat yaitu N–H primer, ›C=O, C–O–C, dan
awan elektron pada cincin benzena.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Spektra IR dan serapan gugus N–H primer, ›C=C‹ siklis, ›C–N‹ ulur, ›C=O
ulur, dan C–O–C pada benzokain dan kompleks [Cr(benz)4 (H2 O)Cl]Cl2.nH2O
(n= 1 atau 2) ditunjukkan oleh Gambar 24 dan 25 (Spektra IR selengkapnya
terdapat pada Lampiran 7), sedangkan data serapan IR ditunjukkan oleh Tabel 6.

Gambar 24. Spektra serapan gugus fungsi ligan bebas benzokain

Gambar 25. Spektra serapan gugus fungsi kompleks Cr(III)–benzokain


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Tabel 6. Serapan Gugus Fungsi Ligan dan Senyawa Kompleks (cm-1)

No Gugus Fungsi υN–Hprimer υC=O υC=C υC–O–C υC–N


3425,58 1597,06 1172,72
1 Benzokain 1681,93 1026,13
3340,71 1635,64 1118,71
Cr(III)– 3425,58 1681,93 1597,06 1172,72
2 1026,13
benzokain 3340,71 1712,79 1635,64 1126,43

Spektra IR pada Gambar 24 dan 25 memperlihatkan bahwa kompleks


[Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2) tidak ada pergeseran serapan gugus
N–H primer ligan bebas benzokain, sedangkan serapan gugus C–O–C tidak
mengalami pergeseran serapan yang cukup berarti. Hal ini menunjukkan bahwa
gugus N–H maupun C–O–C tidak terkoordinasi dengan ion pusat Cr3+. Perubahan
tampak terlihat pada serapan gugus ›C=O ulur ligan bebas dan kompleks yang
sangat berarti yaitu terjadi pergeseran serapan 1681,93 cm-1 menjadi 1681,93 dan
1712,79 cm-1, hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terbentuk kompleks
Cr(III)–benzokain dengan gugus ›C=O terkoordinasi pada ion pusat Cr3+ secara
monodentat.
Koordinasi ›C=O juga terjadi pada asam 2-tioasetat benzotiazol (yang
memiliki struktur mirip benzokain) yang terkoordinasi pada beberapa logam
{Ni(II), Cu(II), Zn(II), Cd(II) dan Sn(II)} (Yousif et al., 2009: 582–585).
Pergeseran serapan gugus ›C=O ulur ke arah yang lebih besar terjadi pada
kompleks (N(C2H5)4)[Nd(hfa)4(H2O)] (hfa= hexafluoroacetylacetone), dimana
terjadi pergeseran serapan gugus ›C=O ulur ligan bebas hexafluoroacetylacetone
dan kompleks dari 1651 cm-1 menjadi 1700 cm-1 (Mech, 2008: 393–405).

D. Perkiraan Struktur Kompleks


Perkiraan Struktur Kompleks Cr(III)–benzokain
Dari hasil pengukuran kadar kromium dalam kompleks diperkirakan
rumus empiris Cr(III)–benzokain adalah Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)n (n= 2 atau 3).
Pengukuran daya hantar listrik kompleks dalam metanol menunjukkan
perbandingan muatan kation dan anion adalah 2 : 1, yang berarti ada satu atom Cl
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

dalam kompleks Cr(III)–benzokain terkoordinasi pada atom pusat Cr(III) dan dua
atom Cl bertindak sebagai anion (sisa asam) dalam kompleks Cr(III)–benzokain,
formula kompleks yang mungkin adalah [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2).
Pengukuran DTA menunjukkan terdapatnya molekul H2O dalam kompleks
Cr(III)–benzokain.
Hasil pengukuran momen magnet menunjukkan 3,80±0,03 BM, harga ini
mengindikasikan struktur oktahedral. Terdapat pergeseran spektra IR pada daerah
1681,93 cm-1 menjadi 1681,93 dan 1712,79 cm-1 pada gugus ›C=O ulur
mengindikasikan gugus fungsi ›C=O terkoordinasi pada ion pusat secara
monodentat. Dengan demikian struktur kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O
(n= 1 atau 2), diperkirakan seperti ditunjukkan oleh Gambar 26.

NH2

C2H5

O
H H
H2 N C2H5
O
O O
O

Cr3+ Cl2.nH2O
O
O O
C2H5 Cl NH2

C2H5

NH2

Gambar 26. Perkiraan struktur [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bedasarkan penelitian dan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kompleks kromium(III) dengan benzokain dapat disintesis dengan
cara mencampurkan CrCl3.6H2O dengan benzokain dalam metanol
dengan pemanasan pada perbandingan mol logam : ligan adalah 1 : 5.
2. Rumus empiris dan formula kompleks kromium(III) dengan benzokain
diperkirakan adalah Cr(benzokain)4.Cl3.(H2O)n (n= 2 atau 3) dan
[Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O (n= 1 atau 2), sedangkan struktur
kompleks bergeometri oktahedral.
3. Karakterisasi kompleks Cr(III)–benzokain adalah sebagai berikut:
a. Kompleks kromium(III) dengan benzokain bersifat paramagnetik
dengan harga µeff sebesar 3,80±0,03 BM.
b. Serapan maksimum kompleks [Cr(benz)4(H2O)Cl]Cl2.nH2O pada
581,50 dan 417,00 nm (17197 dan 23981 cm-1) dengan harga 10
Dq sebesar 205,533 dan 286,612 kJmol-1 menandakan transisi
4
A2g(F)→4T2g(F) (υ1) dan 4A2g(F)→4T1g(F) (υ2).
c. Gugus ›C=O ulur benzokain terkoordinasi pada ion pusat Cr3+
secara monodentat membentuk kompleks Cr(III)–benzokain.

B. Saran
Sintesis kompleks dan pengukuran kadar Cr(III) dengan SSA sebaiknya
dilakukan perulangan sebanyak tiga kali (triplo) untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat. Penentuan formula kompleks akan lebih tepat jika dapat dilakukan
analisis tiap unsur. Jarak ikatan, besar sudut, karakterisasi dan struktur kompleks
yang lebih tepat dapat dianalisis secara kristalografi. Sifat elektrokimia kompleks
Cr(III) perlu dipelajari lebih lanjut dengan voltametri siklis untuk mengetahui
reaksi redoks yang terjadi dan perlu dilakukan pengukuran konstanta kestabilan
kompleks (k) untuk mengetahui kestabilan kompleks.

43
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Arshad, M., S. U. Rehman., A. H. Qureshi., M. Arief., K. Masud., A. Saeed., and


R. Ahmed. 2008. Thermal Decomposition of Metal Complexes of Type
MLX2 (M= Co(II), Cu(II), Zn(II) and Cd(II): L= DIE; X= NO3-) by TG-
DTA-DTG Techniques in Air Atmosphere. Turkey Journal Chem. Vol. 32,
593–604
Atkins, P. W. 1990. Physical Chemistry. Oxford University Press. Oxford. Alih
Bahasa: Kartohadiprodjo, I. I. 1999. Kimia Fisika. Jilid Kedua. Edisi
Keempat. Erlangga. Jakarta
Biswas, M., G. M. Rosair., G. Pilet., M. S. E. Fallah., J. Ribas., and S. Mitra.
2007. Synthesis, Crystal Structures and Magnetic Properties of Five New
Metal(II) Compounds Constructed with Isomers of Aminobenzonitrile and
Dicyanamide Ligands. Polyhedron. Vol. 26, 123–132
Cotton, F. A. and G. Wilkinson. 1976. Basic Inorganic. John willey and Sons Inc.
New York. Alih Bahasa: Suharto, S. 1989. Kimia Anorganik Dasar.
Universitas Indonesia Press. Jakarta
Cotton, F. A. and G. Wilkinson. 1988. Advanced Inorganic chemistry. Fifth
Edition. John willey and Sons Inc. New York
Dari, R. W. 2009. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Cu(II) dengan Benzokain.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta
Duman, S. and M. Şekercî. 2008. Preparation of Complexes with Acetates of
Transition Metal of Amino Compounds Including 1,3-Dioxalane Group.
International Journal of Natural and Engineering Sciences 2. Vol. 3, 33–38
Hartomo A. J. dan A. V. Purba. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa
Organik. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta. Terjemahan: Spectrometric
Identification of Organic Compound. Silverstein, R. M., G. C. Bassler.,
and T. C. Morril. 1981. John Willey and Sons Inc. New York
Hendayana, S., A. Kadarohmah., A. A. Sumarna., dan A. Supriatna. 1994. Kimia
Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. IKIP Semarang Press. Semarang
Huheey, J. E., E. A. Keitter., and R. L. Keitter. 1993. Inorganic Chemistry,
Principle of Structure and Reactivity. Second Edition. Harper Collins
College Publisher. New York
Julve, M., R. Lescouëzec., G. Marinescu., J. Vaissermann., F. Lloret., J. Faus.,
and M. Andruh. 2003. [Cr(AA)(C2O4)]- and [Cu(bpca)]+ as Building
Blocks in Designing New Oxalato-bridged CrIII–CuII Compounds [AA=
2,2’-bipyridine and 1,10-phenanthroline; bpca= bis(2-pyridylcarbonyl)-
amide anion]. Inorganica Chimica Acta. Vol. 350, 131–142
Kemp, W. 1987. Organic Spectroscopy. Second Edition. Macmillan Publisher.
London

44
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

Kumar, R. and R. Singh. 2006. Chromium(III) Complexes with Different


Chromospheres Macrocyclic Ligands: Synthesis and Spectroscopic
Studies. Turkey Journal Chem. Vol. 30, 77–87
Landee, C. P., W. Zhang., S. Bruda., J. L. Parent., and M. M. Turnbull. 2003.
Structures and Magnetic Propeties of Transition Metal Complexes of
1,3,5-benzenetricarboxylic Acid. Inorganica Chimica Acta. Vol. 342,
193–201
Lee, J. D. 1994. Concise Inorganic Chemistry. Fourth Edition. Chapman and Hall.
London
Lorenz, I. P., J. Geicke., and K. Polborn. 1998. Comparison of the Natural
Benzyldiphenylphosphine Complexes C6H6Cr(CO)2PPh2Bz and C5H5Mn(CO)2-
PPh2Bz with the Isoelectronic Manganiobenzyldiphenylphosphonium Salt
[C5H5Mn(CO)(NO)PPh2Bz]BF4. Inorganica Chimica Acta. Vol. 272, 101–108
Mech, A. 2008. Crystal Structure and Optical Properties of Novel
(N(C2H5)4)[Nd(hfa)4(H2O)] Tetrakis Complex. Polyhedron. Vol. 27, 393–405
Pudjaatmaka, A. H. 1997. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Terjemahan: Organic Chemistry. Fessenden, R. J and J. S. Fessenden.
1979. Williard Grant Press. Singapore
Rahardjo, S. B., S. Wahyuningsih., dan R. N. Damayanti. 2006. Sintesis dan
Karakterisasi Kompleks Triaquasulfanilamidnikel(II)sulfat.3hidrat. Jurnal
Alchemy. Vol. 5. No. 1
Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Liberty. Yogyakarta
Siddiqi, K. S., S. A. A. Nami., Luyfullaha., and Y. Chebude, Y. 2006. Template
Synthesis of Symmetrical Transition Metal Dithiocarbamates. J. Braz.
Chem. Soc. Vol. 17, 107–112
Silverstein, R. M., G. C. Bassler., and T. C. Morril. 1986. Spectroscopic
Identification of Organic Compounds. Mc Graw–Hill Inc. New York
Skoog, A., H. Douglas., and F. James. 1998. Principles of Instrumental Analysis.
Fifth Edition. Thomas Learning Inc. Australia
Szafran, Z., R. M. Pike., and M. M. Singh. 1991. Microscale Inorganic
Chemistry. John Willey and Sons. New York
Tanu, I. 2007. Farmokologi dan Terapi. Edisi Kelima. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gaya Baru.
Jakarta
Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 1979. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keempat. Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan Depkes RI. Jakarta
Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan Depkes RI. Jakarta
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
46

Vogel. 1979. Text Book Of Macro and Semimacro Qualitative Inorganic Analysis.
London. Alih Bahasa : Setiono. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimakro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Wagenknecht P. S., David L. Grisenti., Marybeth Smith., Luxi Fang., and
Nicholas Bishop. 2010. A Convenient Synthesis of Isocyclam and
[16]aneN4 and the Photophysics of their Dicyanochromium(III)
Complexes. Inorganica Chimica Acta. Vol. 363, 157–162
Xiao, L., Min Zhang., and Wen-Hua Sun. 2010. Synthesis, Characterization and
Ethylene Oligomerization and Polymerization of 2-(1H-2-benzimidazolyl)-
6-(1-(arylimino)ethyl)pyridylchromium Chlorides. Polyhedron. Vol. 29,
142–147
Yousif, E., Y. Farina., K. Kasar., A. Graisa., and K. Ayid. 2009. Complexes of 2-
Thioacetic Acid Benzothiazole with Some Metal Ions. American Journal
of Applied Sciences 6. Vol. 4, 582–585
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

Anda mungkin juga menyukai