Anda di halaman 1dari 14

OKSIGENASI DAN TERMOREGULASI PADA TUBUH MANUSIA

Disusun oleh: Home Group 4 Eka Putri Yulianti 1006672371

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada fasilitator mata kuliah Keperawatan Dasar 3 yang telah membantu kami dalam memperdalam materi. Makalah dengan judul, Oksigenasi dan Termoregulasi pada Tubuh Manusia ini kami tujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Dasar 3 pada semester ganjil tahun 2011. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk proses penyempurnaan makalah kami ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat. Baik untuk kami sebagai penyusun maupun pembaca.

Depok, Sepetember 2011

Penyusun

ABSTRAK

Manusia membutuhkan oksigen untuk bernapas. Dalam bernapas, inspirasi dan ekspirasi oksigen dilakukan oleh paru-paru sebagai organ utama dengan bantuan organ lainnya seperti trakea dan hidung. Manusia juga mempunyai kemampuan untuk mempertahankan temperatur tubuh melalui mekanisme termoregulasi. Salah satu gangguan yang dialami dalam termoregulasi yaitu demam. Seringkali demam disertai dengan batuk dan hidung tersumbat. Hal ini terjadi karena saat bernapas, mikroorganisme penyebab penyakit masuk melalui saluran pernapasan yang erat dengan mekanisme oksigenasi. Efeknya adalah aktivasi pyrogen yang menimbulkan panas sebagai efek bekerjanya mekanisme termoregulasi manusia. Kata Kunci: Batuk; Demam; Oksigenasi; Pyrogen; Termoregulasi.

DAFTAR ISI ABSTRAK ....................................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... BAB .I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 RumusanMasalah ......................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 1.4 Metodologi Penulisan .................................................................... 1.5 Sistematika Penulisan .................................................................... BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ...................................................................................................... Struktur dan Mekanisme .............................................................................. 6 2.1.1. Mekanisme Oksigenasi .......................................................... 6 2.1.2. Mekanisme Termoregulasi. .................................................... 6 2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi dan Termoregulasi.6 2.2 ...................................................................................................... Gangguan Oksigenasi dan Termoregulasi ........................................................ 7 2.2.1. Gangguan Oksigenasi ............................................................ 7 2.2.2. Gangguan Termoregulasi ....................................................... 8 BAB.III. PEMBAHASAN KASUS 3.1. Penyebab Batuk ...................................................................... 10 3.2. Kemungkinan yang Dialami Oleh Klien.................................. 11 BAB. IV. PENUTUP 3.1 Kesimpulan dan Saran................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia dan perawat sering menjumpai klien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen mandiri akibat ada gangguan pada saluran pernapasan. Gangguan oksigenasi ada banyak macamnya mulai dari ringan sampai berat, dan dibedakan menjadi dua yaitu gangguan saluran pernapasan atas dan bawah Penyusunan makalah mengenai mekanisme oksigenasi dan termoregulasi ini

bertujuan untuk memperjelas materi mengenai konsep oksigenasi dan termoregulasi pada tubuh manusia.

1.2.

Rumusan Masalah a. Demam sebagai salah satu peristiwa termoregulasi.

b. Batuk dalam kaitannya dengan mekanisme oksigenasi. 1.3. Tujuan Penulisan a. Menjelaskan mekanisme oksigenasi pada sistem pernapasan manusia. b. Menjelaskan mekanisme termoregulasi pada manusia. c. Menjelaskan faktor dan gangguan oksigenasi. d. Menjelaskan faktor dan gangguan termoregulasi. 1.4. Metodologi Penulisan Pengkajian studi mengenai konsep oksigenasi dan termoregulasi pada tubuh manusia ditelaah melalui studi pustaka dengan menggunakan berbagai literatur dan pencarian data dari internet. Penyusun mencari literatur baik dari buku teks maupun dari internet yang berkaitan dengan topik dan sumbernya bisa dipercaya. Literatur tersebut dikaitkan dengan kasus yang tersedia. 1.5. Sistematika Penulisan Metode penulisan dalam makalah ini terdiri atas empat bab, yaitu bab satu berisi pendahuluan, bab dua berisi tinjauan pustaka, bab tiga berisi pembahasan masalah, dan bab empat berisi penutup. kemudian dianalisis dan

BAB.

II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur dan Mekanisme 2.1.1 Mekanisme Oksigenasi Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang menuju ke paru, paru itu sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan udara masukkeluar paru melalui saluran pernapasan. Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveoli, tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung. Saluran pernapasan dimulai dari hidung (nasal). Saluran hidung berjalan ke faring (tenggorokan). Bagian atas dari trakea disebut dengan laring. Trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri. Di dalam setiap paru, bronkus terus bercabang-cabang. Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung-ujung bronkiolus terkumpul alveoli. Otot-otot pernapasan, ruang pleura, dan paru-paru adalah esensial dari ventilasi, perfusi, dan pertukaran udara. Udara dapat keluar masuk paru-paru karena adanya perubabahan tekanan. Untuk aliran udara ke paru-paru, tekanan intrapleural lebih rendah dari tekanan atmosfer, mengatur gradien tekanan atmosfer dan alveoli. Diafragma dan otot interkostal eksternal berkontraksi menciptakan tekanan pleural negatif dan membuat dada mengembang untuk pernapasan. Diafragma berelaksasi dan otot interkosta internal berkontraksi membuat udara keluar dari paru-paru dan kembali ke atmosfir. Koordinasi dari otot pernapasan adalah inti dari pernapasan dan pertukaran gas yang efektif. Paru-paru mengirim oksigen dari atmosfir ke dalam alveoli, tempat di mana pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Alveoli dikelilingi oleh pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Ventilasi adalah proses perpindahan gas masuk dan keluar paru-paru. Dibutuhkan koordinasi dari otot dan properti elastik dari paru-paru dan toraks. Otot inspirasi utama pernapasan adalah diafragma. Perfusi berkaitan dengan kemampuan sistem kardiovaskular memompa darah beroksigen ke jaringan dan darah terdeoksigenasi kembali ke paru-paru. Difusi bertanggung jawab pada perpindahan molekul-molekul dari suatu area ke area lain. Difusi pernapasan terjadi di membran kapiler alveolus. Tingkat difusi dipengaruhi oleh ketebalan membran. Membran yang tebal menyebabkan difusi udara berlangsung lama. Agar
5

pertukaran udara terjadi, organ-organ, saraf, dan otot-otot pernapasan harus lengkap dan sistem saraf pusat dapat mengatur siklus pernapasan. 2.1.2. Mekanisme Termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Termoregulasi melibatkan mekanisme homeostatik yang mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal. Hal ini dicapai dengan mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan. Keseimbangan diperoleh melalui mekanisme neurologis dan kardiovaskular. Hipotalamus mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja thermostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol poduksi panas. Fungsi dari termoregulasi adalah mempertahankan suhu normal tubuh manusia. Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37C. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat dimulai dari vasodilatasi yang disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior (penyebab vasokontriksi) sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit. Peristiwa ini memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak. Setelah itu, tubuh akan mengeluarkan keringat yang menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui evaporasi. Evaporasi selanjutnya akan menurunkan panas dan mengembalikan temperatur tubuh kembali normal. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun dimulai dari vasokontriksi kulit di seluruh tubuh karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior. Selanjutnya, terjadi piloereksi yang disebabkan oleh rangsangan simpatis sehingga menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada folikel rambut. Piloereksi selanjutnya meningkatkan pembentukan panas, sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi tiroksin. 2.1.3. Faktor yang mempengaruhi oksigenasi dan termoregulasi.
6

Faktor gaya hidup yang mempengaruhi sistem pernapasan seperti pemenuhan nutrisi, olahraga, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, dan pengurangan stress. Pemenuhan nutrisi mempengaruhi kondisi tubuh. Obesitas, misalnya, dapat menyebabkan perluasan paru-paru serta peningkatan berat badan menyebabkan permintaan oksigen untuk metabolisme meningkat. Olahraga meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh dan permintaan oksigen karena meningkatnya frekuensi dan kedalaman pernapasan. Merokok berhubungan langsung dengan beberapa penyakit, termasuk penyakit jantung dan kanker paru-paru yang secara langsung juga akan mengganggu kelancaran sistem pernapasan. Penggunaan alkohol dan obat-obatan lain yang berlebihan juga mempengaruhi oksigenasi. Stress yang terus menerus meningkatkan metabolisme tubuh sehingga mempengaruhi kedalaman pernapasan seseorang. Faktor lingkungan tempat tinggal seseorang sangat mempengaruhi kinerja sistem pernapasan. Lingkungan perkotaan dan pedesaan tentu saja memiliki iklim dan udara yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi kerja sistem termoregulasi yaitu usia, olahraga, kadar hormon, irama sirkardian, stress dan lingkungan. Usia individu sangat mempengaruhi respon tubuhnya dalam mengatur panas dan dingin. Bayi misalnya, dalam kandungan suhu lingkungannya hangat, sedangkan setelah lahir, dia hidup di lingkungan yang suhunya sangat fluktuatif. Faktor kedua yaitu olahraga, berkaitan dengan aktivitas otot yang meningkatkan metabolisme tubuh sehingga memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan karbohidrat dan lemak. Peningkatan metabolisme meingkatkan produksi panas sehingga suhu tubuh pun juga meningkat. Hormon sebagai faktor ketiga juga mempengaruhi termoregulasi. Wanita yang masih produktif, saat menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkat dan menurun secara bertahap selama menstruasi. Bila kadar progesteron rendah, suhu tubuh menurun beberapa derajat di bawah kadar batas. Faktor keempat yaitu irama sirkardian. Suhu tubuh paling rendah biasanya antara pukul 1.00 dan 4.00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh akan naik sampai sekitar pukul 18.00 dan kemudian turun seperti pada dini hari. Stress sebagai faktor kelima baik fisik maupun emosi juga mempengaruhi suhu tubuh, karena pada saat itu suhu tubuh akan meningkat. Faktor terakhir yaitu lingkungan. Lingkungan yang hangat membuat seseorang tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui pengeluaran panas dan suhu tubuh akan naik.

2.2. Gangguan Mekanisme Oksigenasi dan Termoregulasi

2.2.1. Gangguan Oksigenasi Gangguan yang menghambat mekanisme oksigenasi diantaranya yaitu : 1. ISPA Infeksi saluran pernapasan bagian atas termasuk sinus, saluran hidung, faring, dan laring, infeksi seperti pilek, flu, sinus infeksi, radang amandel (tonsil meradang), dan laringitis (peradangan laring), pembengkakan membrane mukosa dan keluarnya eksudat serosa mukopurulen semua dianggap infeksi saluran pernafasan atas. Kadang-kadang, ISPA disebabkan oleh infeksi bakteri, namun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 2. Tuberkulosis (TBC), Merupakan penyakit menular yang tidak disebabkan oleh virus, tetapi oleh bakteri yang menyerang paru-paru. Seperti halnya virus pilek atau flu, bakteri yang menyebabkan TB dapat menyebar melalui udara. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang dengan kasus TB aktif, batuk atau bersin. 3. Radang paru-paru. Disebut juga pneumonia. Sekitar setengah kasus pneumonia yang disebabkan oleh virus. Tapi virus bukan hanya mikroorganisme menular yang menyebabkan pneumonia, bakteri atau infeksi jamur juga dapat menyebabkan pneumonia. 4. Orang yang memiliki radang saluran napas kronis memiliki asma. Peradangan menyebabkan saluran udara pada orang dengan asma menjadi sangat sensitif dan menyebabkan mereka untuk bereaksi kuat terhadap iritasi seperti debu, partikel asing, dan asap. Jika penderita asma kontak dengan sesuatu yang menyebabkan alergi, ini dapat menyebabkan peradangan menjadi lebih buruk.

2.2.2. Gangguan Termoregulasi Gangguan yang menghambat mekanisme termoregulasi diantaranya yaitu : 1. Demam Demam merepresentasikan adanya peningkatan temperatur tubuh oleh sitokin yang dihasilkan pada pusat termostatik di hipotalamus. Demam merupakan respon nonspesifik yang dimediasi oleh pyrogen (Graaff, 2001)sebagai respon terhadap gangguan infeksius dan noninfeksius. Demam memiliki empat fase, dimana fase pertama klien akan merasa sakit kepala ringan, kelelahan, general malaise, dan rasa nyeri. Fase kedua ditunjukkan dengan adanya sensasi dingin yang menyebabkan tubuh klien menggigil, kontras dengan temperatur tubuh yang semakin meningkat. Sensasi dingin ini biasanya membuat klien lebih suka
8

memakai pakaian yang tebal, serta merangsang otot arrector pilii berkontraksi, sehingga panas semakin banyak terkumpul dalam tubuh. Fase ketiga dimulai dengan vasodilatasi sebagai respon peningkatan panas tubuh setelah fase kedua terjadi. Fase ketiga ditandai dengan kulit yang menghangat, serta berwarna kemerahan. Seiring, waktu, maka tubuh akan berusaha mengelauarkan panas melalui keringat, yang berlangsung pada fase keempat. Namun, tidak semua orang mengalami empat fase ini. 2. Hipertermia Berbeda dengan demam, hipertermia merupakan kondisi dimana mekanisme termoregulasi tubuh tidak cukup efektif mengatur perubahan temperatur yang terjadi, sehingga temperatur tubuh semakin meningkat (Porth, 2004). Pada hipertermia, panas yang dialami terlalu berlebihan sehingga pusat termoregulasi terbebani, dan temperatur tubuh normal tak dapat dipertahankan. Selain itu, obat-obatan seperti antipiretik dan aspirin tidak efektif karena hipertermia diinduksi oleh lingkungan (sinar matahari pada umumnya), bukan substansi pyrogen. Hipertermia diinduksi oleh aktivitas otot yang berlebihan, tubuh terpapar panas, obat-obatan, cedera pada bagian hipotalamus, serta kelainan genetik yang langka. Beberapa profesi yang riskan mengalami hipertermia yaitu atlet, buruh pabrik, serta orang yang bekerja di bidang militer. 3. Heat cramps Adalah kram yang terjadi pada otot skeletal dan biasanya terjadi pada otot yang paling sering digunakan, dan durasinya berkisar antara 1 hingga 3 menit dengan sensasi nyeri, kejang otot. Kram merupakan kondisi yang terjadi ketika kehilangan cairan digantikan hanya dengan air, tanpa disertai garam elektrolit yang diperlukan tubuh (DeLaune & Ladner, 2010). Otot menjadi lemah, kulit biasanya lembab. Temperatur tubuh normal, atau sedikit mengalami kenaikan. 4. Heat exhaustion

Adalah bentuk dari hipertermia yang diakibatkan oleh panas yang terpapar secara berlebihan pada tubuh. Selain itu, simptom yang terjadi mirip dengan syok karena kekurangan cairan tubuh. Heat exhaustion biasanya terjadi pada orang yang bekerja dibawah terik matahari, terutama pemuda dan manula karena tubuh mereka sulit berkompensasi terhadap kehilangan cairan. 5. Heatstroke

Heatstroke adalah penyakit berat dengan ciri-ciri temperature inti besar dari 40 derajat celcius disertai dengan kulit panas dan kering serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti
9

delirium, kejang, atau koma yang disebabkan oleh pajanan lingkungan atau kegiatan fisik yang berat. Heat stroke berbeda dengan heat exhaustion karena panas dapat mencapai 40C atau lebih tinggi dari itu dan menyebabkan cedera pada otak. Perawat perlu mencegah terjadinya heat exhaustion yang berkepanjangan pada klien agar tidak menjadi heat stroke. Penyebab utama heat stroke yaitu heat exhaustion ditambah dengan hipovolemia (Hurst, 2008) yang menyebabkan inti tubuh semakin memanas sementara pengeluaran keringat tidak terjadi karena cairan tubuh tidak memadai akibat dehidrasi 6. Hipotermia

Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia.

BAB. III PEMBAHASAN KASUS 3.1. Penyebab Batuk Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa di mana saja dalam saluran pernapasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari suatu proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh udara. Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap akumulasi sekresi dalam bronki dan bronkiolus (Brunner & Suddarth, 2001: 530). Menurut dr.Diana Komara, batuk sebenarnya bukan penyakit melainkan merupakan bentuk mekanisme protektif normal, dimana saluran pernapasan berusaha untuk mengeluarkan benda asing atau produksi lendir yang berlebih. Penyebab umumnya adalah sesuatu yang mengiritasi saluran pernapasan (bahan asing, debu, asap), infeksi, flu, sinusitis, penyakit lain seperti alergi, asma, bronkitis, serta efek samping obat. Menurut dr.S Titis Iramawati, praktisi kesehatan dari Rumah Sakit Pusat Pertamina mengatakan bahwa perubahan cuaca dapat menyebabkan gejala batuk dan pilek. Pada perubahan cuaca, virus dan bakteri berkembang biak dengan baik. Daya tahan tubuh juga berpengaruh terhadap penyebab gejala flu, batuk dan pilek (Koran Republika, 2006). Batuk yang terlalu lama hampir selalu membentuk sputum. Pembentukan sputum adalah reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang kambuh secara konstan. Nafsu makan mungkin menurun karena bau sputum dan rasanya yang tertinggal dalam mulut yang mengindikasikan adanya abses paru (Brunner & Suddarth, 2001). Batuk menandakan adanya
10

iritan yang menghalangi saluran napas, hal ini akan menstimulasi mukosa untuk mensekresi lendir lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan mukosa menjadi bengkak, mukosa yang bengkak mudah terinfeksi bakteri dan dapat membentuk tonjolan lokal, atau polip yang nantinya akan menyumbat jalan napas (Price & Wilson, 2005) Cuaca dingin dapat menyebabkan penderita alergi hidung atau Rinitis alergika mengalami hidung tersumbat berat dan dapat mengeluarkan secret hidung yang berlebihan (rinore), serta bersin yang terjadi berulang dan cepat. Pada penderita alergi, eosinofil dalam sekret hidung akan bertambah banyak ketika ada stimulasi dari luar misalnya alergi cuaca dingin yang mengakibatkan bersin terus menerus, rinore banyak, selaput lendir sangat pucat dan bengkak, dengan produksi lendir yang banyak dapat menimbulkan batuk sebagai bentuk usaha tubuh untuk mengeluarkan lendir itu. Pruritus pada mukosa hidung, tenggorokan dan telinga sering mengganggu dan disertai kemerahan pada konjungtiva, pruritus mata, dan lakrimasi. Selaput lendir yang terserang menunjukkan dilatasi pembuluh darah (khususnya venula) dan edema yang menyeluruh dengan gambaran mencolok dari eosinofil dalam jaringan maupun dalam sekresi. Mukosa yang bengkak mudah terinfeksi bakteri dan sering dijumpai obstruksi sinus paranasal, mengakibatkan sinusitis rekuren atau kronik. Pengeluaran sekret dan fokus-fokus infeksi dalam hidung mempermudah timbulnya sakit tenggorokan dan bronkus menjadi kotor sehingga timbul infeksi. Adanya infeksi dapat menyebabkan demam sebagai perlawanan tubuh terhadap adanya infeksi tersebut. Mukosa hidung yang bengkak dapat membentuk tonjolan lokal, atau polip yang nantinya akan menyumbat jalan napas. Selain itu, khususnya pada anak-anak, muara tuba eustachius dalam faring dapat tersumbat oleh pembengkakan mukosa, pembesaran jaringan limpoid, atau eksudat. Tanpa adanya hubungan dengan udara, tekanan telinga bagian tengah menjadi negatif dan terisi cairan, menimbulkan otitis serosa kronik dengan sekurangkurangnya terjadi kehilangan pendengaran sementara, dapat mengganggu kemampuan berbicara, dan pada banyak kasus, sering terjadi infeksi telinga tengah rekuren (Price & Wilson, 2005). 3.2. Kemungkinan yang terjadi pada klien Mekanisme terjadinya sakit yang dialami oleh mahasiswi pada kasus tersebut mungkin dapat disebabkan oleh virus. Apabila sakitnya itu dipengaruhi oleh cuaca, yaitu kehujanan mekanismenya sebagai berikut: ketika hujan maka suhu lingkungan menjadi turun dan terasa dingin, untuk menstabilkan suhu tubuh dengan suhu lingkungan maka tubuh melakukan
11

peningkatan suhu tubuh, hal ini yang menyebabkan demam. Pada perubahan cuaca, virus dan bakteri dapat berkembang biak dengan baik. Virus masuk ke dalam tubuh dapat melalui perantara udara yang telah terkontaminasi oleh virus ketika bernafas, adanya virus memicu peningkatan produksi lendir oleh sel goblet pada mukosa hidung, peningkatan lendir ini menyebabkan mukosa hidung bengkak yang dapat membentuk tonjolan lokal atau polip yang akan menyumbat jalan napas, sehingga menyebabkan hidung tersumbat. Mukosa yang bengkak mudah terinfeksi dan sering dijumpai obstruksi sinus paranasal, mengakibatkan sinusitis. Pengeluaran sekret dan fokus-fokus infeksi dalam hidung mempermudah timbulnya sakit tenggorokan dan bronkus menjadi kotor sehingga timbul infeksi. Proses infeksi ini juga dapat menyebabkan batuk. Batuk yang cukup lama hampir selalu membentuk sputum. Jumlah sputum yang banyak (kental dan kuning atau hijau) atau perubahan warna sputum kemungkinan menandakan infeksi bakteri. Masuknya zat asing termasuk virus akan merangsang sistem pertahanan tubuh untuk memberikan perlawanan, salah satu caranya dengan meningkatkan suhu tubuh yang menimbulkan demam. Dengan suhu tubuh yang tinggi, sel darah putih (leukosit) dan limposit akan bekerja lebih baik. Apabila sistem pertahanan tubuhnya tidak baik maka perlawanan yang dilakukan kurang optimal. Penurunan sistem pertahanan tubuh dapat disebabkan karena klien sedang ada pikiran yang membuatnya stress dan tidak napsu makan, hal tersebut menyebabkan kadar serotonin menurun yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun.

BAB. VI KESIMPULAN DAN SARAN Dari berbagai uraian yang telah disampaikan pada makalah ini dapat disimpulkan bahawa terdapat hubungan antara mekanisme oksigenasi dengan termoregulasi yang pada dasarnya berfungsi menjaga keseimbangan fungsi tubuh. Dalam hal ini, perawat perlu menganalisa lebih jauh mengenai penyebab sakit klien serta berupaya melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan penyakit klien. Dengan demikan, diharapkan kondisi kesehatan klien dapat ditingkatkan.

12

DAFTAR PUSTAKA Campbell NA., Reece JB., Mitchel LG.(2004). Biologi. Alih Bahasa : Wasmen Manalu. Jakarta : Erlangga. DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2010). Fundamentals of nursing standards & practice, 4th Edition. New York: Delmar. Graaff, K. V. (2001). Human anatomy, 6th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Guyton AC and Hall JE. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Alih Bahasa : Irawati Hurst, M. (2008). Hurstreviews: Pathophysiology review. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Porth, C. M. (2004). Pathophysiology: Concepts of altered health states. Philadelphia: :
Lippincott Williams & Wilkins.

Sloanne, E. 2004. Anatomy and Physiology: An Easy Learner. (Terj. James Veldman). Jakarta: EGC.

13

Anda mungkin juga menyukai