Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

PENERAPAN ALAT PERAGA MOBIL GARIS BILANGAN DALAM


MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK
PEMBELAJARAN KONSEP BILANGAN BULAT SISWA SEKOLAH DASAR.

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian


dari Syarat untuk Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Matematika

Milon Wonda 10010110020


Atera Kogoya 100101100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SURYA
TANGERANG
2014

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 1


A. JUDUL
Penerapan Alat Peraga Mobil Garis Bilangan Dalam Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman Matematika Untuk Pembelajaran Konsep Bilangan Bulat Siswa Sekolah Dasar

B. LATAR BELAKANG MASALAH


Guru dan pendidik dianggap sebagai orang tua kedua bagi anak-anak, atau sebagai
pengganti orang tua mereka di rumah. Pendidik (yang selanjutnya penulis sebutkan sebagai
guru) hendaknya mampu menempatkan diri mereka sebagai orang tua, teman/sahabat bagi
anak-anak didik mereka. Sebuah kesadaran yang belum semua guru mampu menerapkannya.
Sebuah kesalahan paradigma yang mengatakan bahwa anak didik ibarat sebuah wadah kosong
yang siap untuk diisi sewaktu-waktu. Peran guru hanyalah memberikan dan menularkan ilmu
yang mereka miliki, tanpa melibatkan peran serta siswa dalam proses pembelajaran. Mereka
kerap melupakan bahwa anak-anak didik mereka juga memiliki perasaan, keterbatasan dan
perbedaan daya pikir, dan faktor-faktor lainnya yang dapat menghambat proses pembelajaran
atau sebaliknya mampu membantu proses pembelajaran jika guru dapat menyikapinya dengan
tepat. Sebagai pendidik atau pengajar, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
setiap upaya pendidikan. Guru harus memaksimalkan segala upaya yang dilakukan dalam
pembelajaran agar para peserta didik mau belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Proses belajar mengajar melibatkan interaksi antar guru dan peserta didik secara
terarah dan terencana. Guru memerlukan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah
direncanakan dalam proses belajar mengajar tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang
guru harus berusaha menempatkan diri tidak hanya sebagai media penyampai pesan dan
informasi pengetahuan, tetapi juga sebagai motivator, mediator, fasilitator dan sebagainya.
Peran guru terhadap tumbuh kembang anak, baik itu kecerdasan kognitif, belajar akan
norma-norma kesopanan dalam lingkungan sekolah dan mayarakat penting diberikan kepada
diri setiap peserta didik. Mereka harus dipersiapkan untuk terjun langsung ke dalam
kehidupan bermasyarakat sebagai salah salah satu wujud dari tujuan pendidikan. Pendidikan
adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan informal, non-
formal, dan formal di sekolah dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang
bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar di kemudian hari
dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 2


Salah satu tujuan negara Republik Indonesia yang tercantum pada pembukaan UUD 1945
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai tindak lanjut dari tujuan tersebut, maka
diadakan program pendidikan nasional.
Sehubungan dengan hal ini pemerintah telah mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan,
di antaranya mengenai pelaksanaan pendidikan dewasa ini yang lebih diorientasikan pada
peningkatan mutu, khususnya untuk memacu penguasaan pengetahuan dan teknologi yang
perlu ditingkatkan.
Paparan di atas, secara eksplisit tertera dalam UU RI No.20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yaitu:
1. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
.2 Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah melaksanakan usaha dan upaya dengan
melaksanakan berbagai perbaikan seperti:
Melengkapi sarana dan prasarana, meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum.
Pada bidang kurikulum, pemerintah telah melakukan perubahan yang mendasar dengan
memberlakukan pendekatan kurikulum berbasis kompetensi. Kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini menempatkan
posisi pendidikan sebagai penentu bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi
suatu negara di masa yang akan datang. Untuk menunjang perkembangan IPTEK
diperlukan penguasaan terhadap ilmu dasar, salah satunya matematika. Perkembangan
IPTEK tidak hanya menuntut kemampuan menerapkan matematika tetapi juga membentuk
kemampuan, penalaran untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Oleh karena itu,
penguasaan suatu konsep matematika sangat penting dalam mendukung hal tersebut. Tak
diragukan lagi bahwa matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual.
Di samping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika merupakan bahasa,
proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Perhitungan
matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran di bidang sosial dan ekonomi. Di
samping itu pemikiran matematis memberikan warna kepada kegiatan seni lukis, arsitektur

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 3


dan musik. Bahkan jatuh bangun suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuannya di
bidang matematika. Akhirnya matematika merupakan salah satu kekuatan utama
pembentuk konsepsi tentang alam, serta hakekat dan tujuan manusia dalam berkehidupan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pelajaran yang penting dikuasai
setiap siswa agar proses bernalar dapat terus diasah, karena yang terpenting dari pelajaran
matematika adalah proses bernalar, berlogika dan berfikir terstruktur, serta melatih analisis.
Dengan dikuasainya ilmu matematika yang mengandalkan penalaran dan logika maka siswa
mampu menjalankan kehidupannya kelak dengan proses berfikir yang lebih terarah pula.
Namun pada kenyataannya, pentingnya diajarkan matematika dengan proses bernalar tidak
sejalan dengan kenyataan di sekolah. Pengalaman penulis sebagai pengajar di salah satu
bimbingan belajar menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik di bimbingan belajar
tersebut mengatakan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sebagai momok
di sekolah, baik dari tingkat dasar hingga tingkat menengah atas, matematika dianggap
sebagai pelajaran yang sulit dipelajari. Matematika seringkali dianggap sebagai pelajaran yang
membosankan, tidak bermanfaat, menegangkan dan citra-citra buruk lainnya. Tidak salah
memang jika melihat itu dari sisi proses pembelajaran atau peran guru selama ini. Metode
yang selama ini digunakan guru kerapkali dianggap membosankan bagi peserta didik.
Mengajar tak ubahnya proses “mendongeng”. Guru menjelaskan di depan kelas, memberikan
rumus, contoh soal, dan menugaskan siswa untuk mengerjakan soal-soal. Sebuah proses
monoton dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Salah satu hal yang membuat siswa
menganggap matematika sebagai pelajaran yang membosankan karena matematika adalah
pelajaran yang hanya menuliskan angka-angka dan menghitungnya berdasarkan rumus yang
telah diajarkan guru. Siswa tidak mengerti dari mana rumus itu berasal, siswa kurang diajak
terlibat langsung untuk menemukan jawaban menurut pola pikir dan dari pengetahuan yang
telah mereka dapatkan sebelumnya. Kurangnya penguasaan materi matematika bagi siswa
diantaranya disebabkan karena siswa terbiasa menghafal suatu rumus tanpa mengetahui
bagaimana pembentukan rumus itu berlangsung. Hal ini menyebabkan siswa sering lupa
dengan apa yang telah dipelajari dan siswa kurang dapat memahami atau menarik kesimpulan
dari informasi yang telah diberikan guru. Siswa juga tidak pernah diberi pengalaman langsung
atau contoh konkret, sehingga memberikan kesan yang membosankan. Selain itu, terdapat
guru yang kurang berhasil menyampaikan konsep atau materi karena kurangnya penguasaan

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 4


metode pembelajaran. Masih rendahnya penguasaan terhadap pemahaman konsep matematika
ditandai oleh nilai prestasi matematika siswa yang masih rendah. Sebagian siswa beranggapan
bahwa matematika adalah pelajaran ilmu pasti yang membosankan dan sangat sulit untuk
dipelajari karena dianggap sebagai pelajaran yang hanya berisi rumus-rumus, angka-angka,
dan untuk menguasainya harus memiliki hapalan yang kuat.

Anggapan yang tidak sepenuhnya salah, misalnya anggapan bahwa matematika adalah
pelajaran yang berisi rumus-rumus. Memang benar bahwa matematika identik dengan rumus,
namun yang perlu diajakan bahwa rumus-rumus itu tidak datang dengan sendirinya, namun
ada pendekatan-pendekatan yang digunakan sehingga didapatkan rumus-rumus yang ada saat
ini. Para pendidik cenderung tidak mengikutsertakan peserta didik dalam mencari suatu
jawaban dari permasalahan yang ada dengan menggunakan penalaran, melainkan dengan
menggunakan rumus yang ada. Sehingga pada saat anak lupa dengan rumus yang sudah ia
hafal, maka ia tidak bisa mengerjakan soal tersebut. Padahal yang terpenting dalam menguasai
matematika adalah proses bernalar. Penekanan hafalan pada pembelajaran matematika
tradisional merupakan sesuatu yang dianggap paling buruk dan harus disingkirkan. Namun
kita juga tidak boleh melupakan bahwa proses dan keahlian menghafal juga harus
diperhatikan oleh para guru. Perlu diingat bahwa dalam menghadapi ujian, siswa tidak
diperkenankan menggunakan kalkulator dan alat hitung lainnya. Jadi pemahaman akan suatu
permasalahan dengan keahlian menghafal tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Pemodelan Matematika, Universitas Indonesia
(UI), Prof Djati Kerami mengemukakan, cara memperkenalkan pelajaran matematika kepada
anak-anak harus secara alami, agar anak tidak merasa takut terlebih dahulu, sehingga mereka
diharapkan tertarik kepada pelajaran metematika. Ia mencontohkan bagaimana seorang anak
diperkenalkan lingkungan dengan beberapa pohon yang ada di sekelilingnya. Biarkan anak
tersebut menghitung pohon tersebut, tanpa disadari mereka telah belajar matematika. Belajar
matematika harus didasari dengan rasa senang, dengan begitu siswa akan “memiliki”
matematika, dan proses belajar mengajar akan lebih kondusif sehingga pada akhirnya tujuan
pembelajaran matematika dapat tercapai. Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan
belajar mengajar harus dapat memahami tujuan dari proses belajar yang yang dilakukan.
Secara umum, tujuan dari belajar adalah agar ilmu yang didapatkan dari proses belajar dapat

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 5


dimanfaatkan bagi kehidupan sehari-hari, atau dapat digunakan sebagai bekal pada pendidikan
selanjutnya. Sampai saat ini masalah-masalah pendidikan tentang pelajaran matematika masih
menjadi beban berat bagi guru dan siswa, lemahnya intensitas pemahaman terhadap suatu
materi membuat siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal dalam pelajaran
matematika. Selama ini siswa kurang memahami konsep dari pelajaran matematika yang
diajarkan guru, bahkan tak jarang mereka tidak mengerti untuk apa mereka menghitung
dengan rumus yang telah diberikan oleh guru. Prestasi siswa Indonesia pada mata pelajaran
matematika masih belum memuaskan. Data UNESCO berdasarkan penelitian Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMMS) pada tahun 1999 menempatkan
Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 38 negara pada mata pelajaran matematika, masih di
bawah Malaysia dan Singapura.4 Sedangkan berdasarkan penelitian TIMMS yang dilakukan
oleh Frederick K. S. Leung pada tahun 2003, jumlah jam pelajaran matematika di Indonesia
tidak sebanding dengan prestasi yang diraih. “Jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia
jauh lebih banyak dibanding kedua negara tersebut. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di
Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika, sementara siswa di Malaysia
hanya mendapat 120 jam dan 112 jam di Singapura. Namun, waktu yang dihabiskan siswa
Indonesia tidak sebanding dengan prestasi yang diraih. Prestasi matematika siswa Indonesia
hanya menembus skor rata-rata 411, 11 angka lebih tinggi dari rata-rata rendah dan masih
kurang 64 poin lagi untuk menembus rata-rata menengah. Sementara Malaysia dan Singapura
masing- masing mencapai 508 dan 605.5 Lebih lanjut, dari 49 negara yang ikut serta dalam
TIMSS 2007, prestasi siswa Indonesia dalam matematika berada di urutan ke-36, dengan skor
rata-rata 405 (skor rata-rata internasional = 500). Dalam pencapaian prestasi belajar
matematika, lima urutan terbaik dunia diduduki oleh Taiwan diikuti oleh Korea Selatan,
Singapura, Hong Kong, dan Jepang. Secara umum, hasil TIMSS 2007 tersebut menunjukkan
bahwa siswa kita mempunyai pengetahuan dasar matematika tetapi tidak cukup untuk dapat
memecahkan masalah rutin (manipulasi bentuk, memilih strategi, dan sebagainya) apalagi
yang non-rutin (penalaran intuitif dan induktif berdasarkan pola dan kereguleran).
Hasil penelitian dari TIMSS ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep matematika
siswa di Indonesia masih rendah. Jumlah jam pelajaran tidak berbanding lurus dengan hasil
yang dicapai. Ini memberi indikasi ada yang salah dalam sistem pendidikan yang berjalan di
Indonesia. Guru selaku pendidik memliki kewajiban untuk bisa mengangkat prestasi siswa di

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 6


kelas dengan metode, atapun media yang bisa memberikan konsep yang benar dalam proses
belajar matematika. Matematika merupakan ilmu yang berhubungan dengan ide-ide atau
konsep abstrak yang tersusun secara hierarki dan penalaran deduktif yang membutuhkan
pemahaman secara bertahap dan berurutan. Kesulitan memahami matematika merupakan
faktor utama yang menyebabkan siswa tidak menyukai matematika, yang pada dasarnya siswa
bukan paham akan konsep tetapi menghapal rumus-rumus pada matematika. Jika konsep-
konsep dasar diterima siswa secara salah, maka akan sulit untuk memperbaikinya.
Keberhasilan proses belajar matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa mengikuti
kegiatan pembelajaran tersebut. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan
pemahaman, penguasaan materi dan hasil belajar siswa, terutama pada penguasaan konsep
yang merupakan dasar untuk belajar matematika di tingkat selanjutnya. Semakin tinggi
pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat
keberhasilan pembelajaran. Selain dari kemampuan siswa menerjemahkan informasi yang ia
dapatkan di sekolah, yang terpenting adalah peran guru dalam sistem pembelajaran, terutama
peningkatan kualitas belajar mengajar. Guru tidak dapat menyalahkan sepenuhnya output dari
hasil pembelajaran pada usaha siswa dalam belajar, karena dalam proses belajar terdiri dari
rangkaian peristiwa yang sangat kompleks, bahkan peran guru sangat besar untuk mencapai
hasil belajar yang maksimal. Proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa komponen
pengajaran yaitu: guru, prasarana/sarana termasuk media pengajaran, kurikulum, metode
pengajaran, materi pengajaran, alat evaluasi, lingkungan atau masyarakat setempat. Khusus
untuk pendidikan di tingkat dasar banyak sekali kesalahan konsep yang disampaikan oleh
guru, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan guru terhadap bidang studi matematika. Guru
sekolah dasar adalah guru borongan, artinya bahwa guru sekolah dasar harus menguasai
semua mata pelajaran. Salah satu upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas guru
SD adalah dengan memberlakukannya aturan penyetaraan S1 bagi guru-guru SD.7 Upaya
pemerintah dalam memajukan pembelajaran matematika memang perlu dilakukan. Guru yang
sudah mengajar di tingkat dasar sebelum diberlakukannya aturan penyetaraan gelar
pendidikan diberikan kesempatan untuk melanjutkan studinya, namun guru tersebut juga
ditantang untuk mengupayakan suatu cara agar matematika yang selama ini menjadi momok
bagi siswa dapat disajikan dengan menarik dan dapat memberikan konsep yang benar kepada
siswa. Artinya pendidikan guru sebagai pendidik memang perlu diperhatikan dan

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 7


ditingkatkan, namun kreatifitas guru dalam mengajar jauh lebih penting agar materi yang
ingin disampaikan kepada peserta didik dapat diberikan dengan baik dan tentunya menarik.
Salah satu cara yang penulis coba terapkan dalam membawakan matematika ke dalam “dunia
siswa” adalah dengan menggunakan alat peraga. Dengan alat peraga, siswa diajak untuk
terlibat langsung dalam proses belajar mengajar. Siswa secara mandiri diajak untuk
memecahkan suatu permasalahan dan soal-soal. Untuk menanamkan secara baik pemahaman
konsep-konsep matematika diperlukan kekongkritan, karena beberapa konsep-konsep
matematika memiliki sifat yang abstrak, maka diperlukan suatu benda-benda yang menjadi
perantara atau alat peraga yang berfungsi untuk mengkongkritkan, sehingga fakta-faktanya
menjadi jelas dan mudah diterima siswa.
Dengan menggunakan alat peraga, guru dapat memberikan kesamaan dalam
pengamatan. Pengamatan seseorang terhadap sesuatu biasanya berbeda-beda, tergantung pada
pengalamannya masing-masing. Dengan bantuan alat peraga, guru dapat memberikan persepsi
yang sama terhadap suatu benda atau peristiwa tertentu kepada para siswa. Kemudian persepsi
yang sama akan menimbulkan pengertian dan pengalaman yang sama. Dengan alat peraga,
guru juga dapat mengatasi keterbatasan waktu, tempat dan tenaga. Dan yang terpenting alat
peraga juga dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa sehingga dapat
menimbulkam motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan
lingkungannya, dan menanamkan konsep yang benar kepada siswa. “Menurut Cronbach,
belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dengan mengalami itu si pelajar
mempergunakan panca inderanya”. Alat peraga sebagai media pendidikan diharapkan dapat
mengambil peran itu. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik untuk membahas
masalah tersebut dalam penelitian yang berjudul “Penggunaan Alat Peraga Mobil Garis
Bilangan Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Pada Materi Bilangan”.

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal-hal yang diungkapkan di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
Apakah alat peraga mobil garis bilangan dapat membantu meningkatkan kemampuan
pemahaman matematis siswa terhadap pembelajaran konsep bilangan bulat sekolah dasdar ?

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 8


D. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian yang menjadi variable penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu
variabel bebas (Independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel
bebas adalah variabel yang akan diubah-ubah oleh peneliti. Sedangkan variabel terikat
adalah hasil yang timbul sebagai akibat dari variable bebas yang telah diubah-ubah. Maka,
yang menjadi variabel bebas disini adalah mengajar menggunakan metode Gasing dan
mengajar menggunakan metode konvensional. Sedangkan yang menjadi variabel terikatnya
adalah kemampuan pemahaman matematika siswa.
Dalam pelaksanaannya pasti akan juga dipengaruhi oleh banyak sekali variabel-
variabel luar, atau yang biasa disebut sebagai variabel extraneous. Seperti kemampuan
peneliti dalam mengajar, desain pembelajaran yang dibuat, waktu pengajaran dan lain-lain.
Namun, dalam hal ini peneliti mengasumsikan bahwa variabel-variabel tersebut tidak
mengganggu tingkat validitas eksternal maupun internal dari penelitian secara signifikan.

2 . Definisi Operasional
Untuk mengantisipasi kesalahpahaman tentang definisi-definisi yang ada dalam
proposal penelitian ini, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi operasional
yang meliputi:

 Kemampuan Pemahaman Matematis


Kemampuan pemahaman matematia adalah salah satu tujuan penting dalam
pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi- materi yang diajarkan kepada siswa
bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan alat peraga mobil garis
bilangan terhadap pemahaman konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman
matematia juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh
guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan.
Hal ini sesuai dengan Hudojo yang menyatakan: “Tujuan mengajar adalah agar
pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik“. Pendidikan yang baik
adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar
bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh siswa.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 9


 Alat Peraga Mobil Garis Bilangan
Alat peraga mobil garis bilangan yang dimaksud di sini adalah media alat peraga yang
dibuat penulis sendiri dalam proses belajar di kelas IV dalam materi “bilangan”. Alat
peraga ini terbuat dari bahan sederhana seperti kayu, triplek, plastik bening, dan karton.
Adapun bentuk jadi dari alat peraga ini kurang lebih akan tampak seperti gambar berikut:

SEMENTARA GAMBAR INI NANTI GANTI

Gambar Garis bilangan bulat

Alat peraga ini bermanfaat untuk mengajarkan materi operasi perhitungan, seperti
penjumlahan dan pengurangan.

Bahan-bahan yang dibutuhkan:

 Kayu/papan
 Bambu
 Kertas Karton/Manila Berwarna
 Busa/Styrofoam
 Lem/perekat
 Spidol

Cara pembuatan :
MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 10
 Kayu dipotong memanjang
 Buat potongan karton seukuran permukaan kayu, kemudian buat tulisan bilangan bulat
diatasnya (misalnya -10 sampai dengan 10)
 Tempelkan tulisan bilangan bulat pada kayu menggunakan lem/perekat
 Siapkan dua potongan bambu, yang digunakan sebagai dudukan kayu bertuliskan
bilangan bulat
 Hias bambu menggunakan kertas warna, beri tulisan pada batang bambu pertama
“Negatif” dan bambu kedua “Positif”
 Bentuk busa/styrofoam menjadi bentuk mobil, tempelkan pula tanda panah dari kertas
ke badan mobil

Cara Penggunaan :

 Mobil diletakkan di titik nol menghadap lurus


 Apabila bilangan positif mobil menghadap ke kanan lalu maju jika negatif mobil
menghadap ke kiri lalu maju sesuai dengan banyaknya angkah
 Jika dikurangi mobil harus menghadap ke kiri

 Jika ditambah mobil harus menghadap ke kanan

D. TUJUAN PENELITIAN
Mengacu pada rumusan masalah yang tertera di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
Meneliti peranan alat peraga mobil garis bilangan dalam meningkatkan
kemampuan pemahaman matematia untuk pembelajaran konsep bilangan bulat
untuk siswa sekolah dasar.

E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat alat peraga dalam pembelajaran matematika tidak hanya sebagai alat yang digunakan
oleh guru, tetapi juga mampu mengkomunikasikan pesan kepada peserta didik. Pada dasarnya
manfaat alat peraga adalah menumbuhkan motivasi kepada peserta didik, dapat mengingat
pelajaran dengan mudah, peserta didik menjadi aktif dalam merespon, memberi umpan balik
MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 11
dengan cepat, mendorong peserta didik untuk melaksanakan kegiatan praktek dengan tepat.
Dalam buku Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer yang dikutip Erman Suherman,
ditulis bahwa manfaat alat peraga.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat,
diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi guru
Menggunakan hasil desain berbasis alat peraga mobil garis bilangan, sebagai starting
point pembelajaran, yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika sekolah
dasar.
2. Bagi siswa
Melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan matematika lebih terkhususnya untuk
kemampuan pemahaman matematika, mengembangkan strategi berhitung, dan
mengemukakan ide mereka, dengan variasi soal yang diberikan.
3. Bagi peneliti lainnya
Menjadi rujukan bahwa alat peraga garis bilangan dapat dijadikan referensi dalam
penelitian tentang pembelajaran matematika kedepannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat alat peraga dalam proses
pembelajaran adalah memperjelas penyajian pesan dan informasi, menanamkan konsep yang
benar, menunjukkan hubungan antara konsep matematika dengan dunia di sekitar, serta dapat
meningkatkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar. Interaksi yang
lebih langsung antara siswa dan lingkungannya memungkinkan siswa untuk belajar sendiri
sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Pengalaman akan benda-benda kongkrit yang
didapatkan siswa akan sangat membantu dalam mendasari konsep-konsep yang abstrak. Oleh
karena itu benda-benda nyata dan benda-benda yang dimanipulasi akan sangat membantu
siswa dalam belajar matematika. Alat peraga sebagai media pendidikan memegang peranan
yang besar dalam penanaman konsep matematika.

F. KAJIAN TEORITI

1. Kemampuan Pemahaman Matematika

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 12


Kemampuan pemahaman matematika adalah salah satu tujuan penting dalam
pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa
bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih
mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan
salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan
pembimbing siswa.

2. Pengertian Belajar
Setiap saat dalam kehidupan manusia selalu terjadi proses belajar. Proses ini
berlangsung baik disengaja maupun tidak disengaja, disadari maupun tidak disadari. Hal
ini disebabkan karena sifat manusia yang selalu ingin mengetahui sesuatu yang belum
diketahuinya. Belajar merupakan kebutuhan setiap orang, sebab dengan belajar seseorang
dapat memahami dan menguasai sesuatu sehingga kemampuannya dapat ditingkatkan.
Hal ini tampak pada semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran
dan sikap manusia yang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. “Belajar
seringkali didefinisikan sebagai perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada
masa berikutnya yang diperoleh kemudian dari pengalaman-pengalaman”.“Belajar dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dengan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif”. Dari beberapa definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para pakar
pendidikan, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan
pengertian tentang belajar, yaitu bahwa:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui proses latihan atau
pengalaman.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus
merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan,
ataupun sikap.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 13


e. Belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng
sebagai hasil latihan yang diperkuat.
f. Belajar merupakan proses yang secara umum menetap, ada kemampuan bereaksi,
adanya sesuatu yang diperkuat, dan dilakukan dalam bentuk praktek atau latihan.

Dalam kaitannya dengan perkembangan manusia, “belajar adalah merupakan


faktor penentu proses perkembangan, manusia memperoleh hasil perkembangan
berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, nilai, reaksi, keyakinan, dan lain-lain
tingkah laku yang dimiliki manusia adalah diperoleh melalui belajar”. Berdasarkan
definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses memperoleh pengetahuan dan perubahan dalam kepribadian sebagai akibat
dari pengalaman atau latihan, yang termanifestasikan sebagai pola-pola respon yang
baru dalam bentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.
Perubahan kemampuan bersifat relatif langgeng sebagai hasil dari latihan yang
diperkuat. Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang terjadi setelah siswa
mengikuti atau mengalami suatu proses belajar mengajar, yaitu hasil belajar dalam
bentuk penguasaan kemampuan dan keterampilan tertentu. Perubahan kemampuan
ini dapat dilihat dari perubahan perilaku seseorang. Perubahan tersebut dapat berupa
peningkatan kemampuan tertentu dalam berbagai jenis kinerja, sikap, minat atau
nilai. Berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung pada bermacam- macam
faktor yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor individual dan
faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor individual, antara lain
kematangan/pertumbuhan, kecerdasan dan intelegensia, latihan dan ulangan,
motivasi, dan sifat-sifat pribadi. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor sosial
atau yang berada di luar individu itu, antara lain: keadaan keluarga, guru dan cara
mengajar, alat-alat peragaan, lingkungan dan kesempatan, motivasi sosial.

Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang dikemukakan ustaqim
di antaranya adalah:
a. Kemampuan pembawaan.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 14


Anak yang memiliki kemampuan pembawaan yang lebih, akan lebih mudah dan
lebih cepat belajar dibandingkan dengan anak yang memiliki kemampuan
pembawaan rata-rata atau kurang.
b. Kondisi fisik orang yang belajar.
Orang yang belajar tidak terlepas dari kondisi fisiknya. Anak yang cacat,
misalnya kurang pendengaran atau penglihatan, maka prestasinya juga kurang
apabila dibandingkan dengan anak normal.
c. Kondisi psikis.
Keadaan psikis yang kurang baik banyak sebabnya, mungkin karena cacat, sakit,
keadaan lingkungan rumah yang tidak baik dan sebagainya. Agar dapat
membantu belajar seseorang maka harus dijaga kondisi psikisnya.
d. Kemauan belajar.
Adanya kemauan belajar akan memperkuat proses belajar seseorang, dan
sebaliknya tidak adanya kemauan belajar akan memperlemah belajar.
e. Sikap terhadap guru.
Sikap siswa terhadap guru juga mempengaruhi belajarnya. Sikap guru yang baik,
ramah, mengenal siswa, akan membantu mendorong siswa untuk menyukai
gurunya. Penampilan guru yang selalu muram ataupun cara berpakaiannya juga
akan mempengaruhi sikap siswa.
f. Bimbingan.
Dalam proses belajar, anak memerlukan bimbingan. Bimbingan perlu diberikan
agar anak tidak mengalami kegagalan dalam belajar, melainkan kesuksesan.
Sebagai sebuah aktifitas, belajar juga memiliki tujuan. Tujuan belajar tersebut
erat kaitannya dengan perubahan atau pembentukan tingkah laku tertentu.
Menurut Surachmad dalam Sabri tujuan belajar di sekolah itu ditujukan untuk
mencapai pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan kecekatan atau
keterampilan, dan pembentukan sikap dan perbuatan. Tujuan belajar yang lebih
dikenal dalam dunia pendidikan sekarang adalah tujuan pendidikan menurut
Taksonomi Bloom.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 15


Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui pencapaian
tujuan tersebut, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian terhadap ranah
kognitif bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmun
berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Ranah kognitif
menurut Bloom memiliki enam jenjang proses berpikir, yaitu pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, penerapan analisis, sintesis, dan evaluasi. Tujuan belajar afektif
untuk memperoleh sikap, apresiasi, karakterisasi. Sedangkan tujuan psikomotorik
untuk memperoleh keterampilan fisik yang berkaitan dengan keterampilan gerak
maupun keterampilan ekspresi verbal dan non verbal.

3. Pengertian dan Karakteristik Matematika


''Kata matematika mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike yang berarti
“relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat
erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti
belajar (berpikir).” Dalam kamus besar bahasa Indonesia, matematika diartikan sebagai
“Ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Pengertian matematika sangat
sulit didefinsikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu
cabang matematika yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat
didefinisikan zebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari
bilangan-bilangan bulat 0, 1, 2, 3, 4, ..., dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah,
kurang, kali dan bagi.

4. Pengertian Alat Peraga


Pada usia pra sekolah anak-anak memperoleh stimulus dari benda- benda untuk
belajar, seperti main-mainan, perabot rumah, binatang, tanaman, dan sebagainya. Benda-
benda terus digunakan untuk memberi stimulus juga di sekolah sampai Perguruan Tinggi.
“Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan.
Pesan, sumber pesan, saluran media dan penerima pesan adalah komponen-komponen

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 16


proses komunikasi”. Media pendidikan merupakan komponen yang penting dalam proses
belajar mengajar. Dengan adanya media pendidikan, proses penyampaian informasi dari
guru kepada peserta didik menjadi lebih mudah, efisien dan menyenangkan. “Kata media
berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟ atau
„pengantar‟. Dalam bahasa Arab, media berasal dari kata wasaa’ilu yang berarti perantara
atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971)
mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi,atau
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah
merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk
menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal”. “Media
adalah setiap orang, bahan, alat dan peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap”.Sedangkan Hamzah
B. Uno menjelaskan bahwa media adalah “alat komunikasi yang digunakan untuk
membawa suatu informasi dari suatu sumber kepada penerima”. Adapun alat peraga
merupakan bagian dari media pendidikan walaupun para ahli pendidikan masih terdapat
perbedaan dalam penggunaan istilah media dan alat peraga. “Sebenarnya perbedaan antara
alat peraga dan media hanyalah pada fungsi, bukan pada substansi atau bendanya sendiri.
Sesuatu disebut alat peraga bila fungsi hanya sebagai alat bantu belaka dan disebut media
bila merupakan bagian yang integral dari seluruh kegiatan belajar mengajar dan ada
pembagian antara guru kelas di satu pihak dan media di lain pihak.”Dalam buku Media
Pendidikan karangan Hamalik (1994), dinyatakan bahwa di dalam pendidikan kita
mengenal berbagai istilah peragaan atau keperagaan. Ada yang lebih senang menggunakan
istilah peragaan. Tetapi ada pula yang menggunakan istilah komunikasi keperagaan.
Dewasa ini telah mulai dipopulerkan istilah baru yakni “Media Pendidikan”. Oleh karena
beragamnya istilah tersebut, namun memiliki arti yang sama. Maka dapat dikategorikan
bahwa alat peraga sebagai media pembelajaran dan pendidikan memiliki ciri-ciri umum
sebagai berikut:

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 17


1) Media pendidikan identik, artinya dengan pengertian peragaan yang berasal dari
kata “raga” artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan yang dapat
diamati melalui panca indera kita.
2) Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang bisa dilihat dan didengar.
3) Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam
pengajaran, antara guru dan siswa.
4) Media pendidikan adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik di dalam atau
di luar kelas.
5) Berdasarkan (3) dan (4), maka pada dasarnya media pendidikan merupakan suatu
“perantara” (medium, media) dan digunakan dalam rangka pendidikan.
6) Media pendidikan mengandung aspek; sebagai alat dan sebagai teknik, yang
sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar.
Dari beberapa pengertian dan ciri-ciri alat peraga yang telah disebutkan sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran dan
merupakan alat bantu yang dapat membantu dalam memperjelas penyampaian konsep sebagai
perantara atau visualisasi suatu pelajaran, sehingga siswa dapat memahami konsep abstrak
dengan bantuan benda-benda konkret. Dengan menggunakan alat peraga konkret dalam
mengajarkan berhitung pada siswa, maka diharapkan siswa menjadi termotivasi dalam belajar,
apalagi bila alat peraga yang digunakan dibuat semenarik mungkin. Sehingga dengan adanya
alat peraga, konsep matematika akan mudah dipahami dan dimengerti.

5. Syarat Alat Peraga


Sebagai pendidik dalam bidang studi apa saja, guru harus mampu menggunakan
lingkungan sekitar sebagai media belajar. Pendidik di zaman sekarang seharusnya mampu
memanfaatkan media belajar yang sangat kompleks seperti video, televisi dan film, di
samping media yang sangat sederhana. Alat peraga dapat berupa benda riil, gambar atau
diagram. Keuntungan alat peraga benda riil adalah dapat dipindah-pindahkan
(dimanipulasi). Sedangkan kelemahannya tidak dapat disajikan dalam buku (tulisan). Oleh
karena itu disamping harus mengetahui alat peraga apa yang akan digunakan, seorang guru
juga harus terampil membuat alat peraga tersebut. Dalam buku Strategi Pembelajaran

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 18


Matematika Kontemporer, alat peraga yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Tahan lama.
2) Bentuk dan warnanya menarik.
3) Ukurannya sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak.
4) Dapat menyajikan (dalam bentuk riil, gambar atau diagram) konsep matematika.
5) Sederhana dan mudah dibuat (tidak rumit).
6) Sesuai dengan konsep.
7) Dapat menunjukkan konsep matematika dengan jelas.
8) Peragaan itu supaya merupakan dasar bagi timbulnya konsep abstrak.
9) Alat peraga itu dapat dimanipulasikan.
10) Bila mungkin dapat berfaedah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam membuat alat peraga harus
memenuhi syarat dan kriteria tertentu demi keefektifan dan ketepatan dalam
penggunaannya.

6. Manfaat Alat Peraga


Manfaat alat peraga dalam pembelajaran matematika tidak hanya sebagai alat yang
digunakan oleh guru, tetapi juga mampu mengkomunikasikan pesan kepada peserta didik.
Pada dasarnya manfaat alat peraga adalah menumbuhkan motivasi kepada peserta didik,
dapat mengingat pelajaran dengan mudah, peserta didik menjadi aktif dalam merespon,
memberi umpan balik dengan cepat, mendorong peserta didik untuk melaksanakan kegiatan
praktek dengan tepat. Dalam buku Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer yang
dikutip Erman Suherman, ditulis bahwa manfaat alat peraga:
1) Proses belajar mengajar termotivasi, sehingga minat siswa akan timbul.
2) Konsep abstrak matematika akan lebih dapat dipahami dan dimengerti, dan dapat
ditanamkan pada tingkat yang lebih rendah.
3) Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda di alam sekitar
akan lebih dapat dipahami.
4) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk
model matematika yang dapat dipakai sebagai objek penelitian maupun sebagai

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 19


alat untuk meneliti ide-ide baru menjadi bertambah. Sedangkan manfaat alat
peraga menurut Sudjana dan Rivai yang dikutip Aryad mengemukakan manfaat
alat peraga dalam proses belajar siswa, yaitu:
1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami
oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan
pembelajaran.
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi.
4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetatpi aktifitas lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat alat peraga dalam proses
pembelajaran adalah memperjelas penyajian pesan dan informasi, menanamkan konsep yang
benar, menunujukkan hubungan antara konsep matematika dengan dunia di sekitar, serta dapat
meningkatkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar. Interaksi yang
lebih langsung antara siswa dan lingkungannya memungkinkan siswa untuk belajar sendiri
sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Pengalaman akan benda-benda kongkrit yang
didapatkan siswa akan sangat membantu dalam mendasari konsep-konsep yang abstrak. Oleh
karena itu benda-benda nyata dan benda-benda yang dimanipulasi akan sangat membantu
siswa dalam belajar matematika. Alat peraga sebagai media pendidikan memegang peranan
yang besar dalam penanaman konsep matematika.

7. Menurut orang tua:


a. Matematika berisi bilangan-bilangan dan hitungan-hitungan, ketepatan yang pasti, serta
aturan-aturan yang tidak mungkin keliru.
b. Anak perlu mengetahui kebenaran-kebenaran dan aturan-aturan matematika.
c. Belajar matematika merupakan kemampuan bawaan. Jika anak tidak berbakat, maka ia
tidak mungkin berhasil dalam pelajaran matematika.
d. Matematika merupakan pelajaran yang sulit, sehingga anak tidak bisa terlalu diharapkan
untuk berhasil mempelajarinya.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 20


e. Di sekolah dasar, pelajaran membaca lebih penting daripada matematika. Kurang mahir
matematika, tidak perlu dirisaukan. Menurut guru:
a. Matematika bersifat instrumental, yaitu berupa kumpulan aturan- aturan, tanpa perlu
mengetahui alasan-alasannya.
b. Matematika adalah pelajaran yang isinya sudah tertentu bersifat statis.
c. Memahami matematika berarti menghafal rumus-rumus dan aturan-aturan, serta
memakainya untuk mencari jawaban soal- soal.
Bertitik tolak dari hasil rangkuman tersebut, Riedesel dkk (1996: 13- 15) menyajikan
pandangan baru yang benar mengenai apa yang dimaksud dengan matematika, yaitu:
a. Matematika bukanlah sekadar berhitung.
b. Matematika merupakan kegiatan pembangkitan masalah dan pemecahan masalah.
c. Matematika merupakan kegiatan menemukan dan mempelajari pola serta hubungan.20
d. Matematika adalah sebuah bahasa.
e. Matematika adalah cara berpikir dan alat berpikir.
f. Pelajaran matematika bukan sekadar untuk mengetahui matematika, tetapi terutama
untuk melakukan matematika.

Pelajaran matematika merupakan suatu jalan menuju berpikir merdeka. Menurut Jujun,
”matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang
ingin kita sampaikan. Lambang- lambang matematika bersifat “Artifisial”, yaitu baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus mati”.11 Menurut James dan James, ”matematika adalah
ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep- konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam
tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.Selain dari definisi matematika di atas ada
beberapa definisi lain yang dikemukakan oleh para tokoh matematika antara lain:
a. Jhonson dan Myklebust, “Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya
untuk mengekpresikan hubungan- hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir”.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 21


b. Lerner, “Matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa
universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mendata, dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”.
c. Kline, “Matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan
cara berfikir deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif”. Berdasarkan
beberapa pengertian tentang matematika yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah ilmu yang berasal dari hasil pemikiran intelektual anak
manusia. Matematika merupakan respon yang timbul karena adanya permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari tentang bilangan, bentuk, susunan besaran, konsep-konsep
yang berhubungan dan terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan
geometri, sehingga muncul aturan-aturan atau yang biasa para siswa kenal dengan
istilah rumus. Meskipun tidak ada definisi tunggal yang disepakati, matematika
memiliki ciri-ciri atau karakteristik khusus yang terdapat pada pengertian matematika.
Beberapa karakteristik matematika dalam ( Anitah, dkk.14 ) adalah

8. Ilustrasi Alat Peraga Mobil Garis Bilangan


Ilustrasi pengggunaan mobil garis bilangan adalah sebagai berikut:
1. Operasi penjumlahan berarti mobil bergerak maju ke arah kanan, operasi
pengurangan berarti mobil bergerak mundur ke arah kiri. Jika melibatkan bilangan
negatif berarti mobil berbalik arah.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 22


2. Misalkan diberikan soal 5 + 3? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan
digerakkan ke arah kanan sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di angka 5,
kemudian mobil digerakkan maju ke arah kanan sejauh 3 kotak, sehingga mobil
akan berada di angka 8. Maka jawaban dari soal di atas adalah 8.
3. Misalkan diberikan soal 5 + (-3)? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan
digerakkan ke arah kanan sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada pada angka 5,
operasi penjumlahan berarti mobil maju ke arah kanan, namun karena operasinya
melibatkan bilangan negatif maka mobil berbalik arah menghadap ke arah kiri dan
maju sejauh 3 kotak, sehingga mobil akan berada di angka 2. Maka jawaban dari
soal di atas adalah 2.
4. Misalkan diberikan soal -5 + 3? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan berbalik
arah menghadap ke arah kiri sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di angka -5,
kemudian mobil digerakkan maju ke arah kanan sejauh 3 kotak, sehingga mobil
akan berada di angka -2. Maka jawaban dari soal di atas adalah -2.
5. Diberikan soal -5 + (-3)? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan berbalik arah
menghadap ke arah kiri sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di angka -5, operasi
penjumlahan berarti mobil maju ke arah kanan, namun karena operasinya
melibatkan bilangan negatif maka mobil berbalik arah menghadap ke arah kiri dan
maju sejauh 3 kotak, sehingga mobil akan berada di angka -8. Maka jawaban dari
soal di atas adalah -8.
6. Misalkan diberikan soal 5 – 3? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan
digerakkan ke arah kanan sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di angka 5,
kemudian mobil bergerak mundur ke arah kiri sejauh 3 kotak, sehingga mobil akan
berada di angka 2. Maka jawaban dari soal di atas adalah 2.
7. Diberikan soal 5 – (-3)? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan digerakkan ke
arah kanan sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di angka 5, operasi pengurangan
berarti mobil mundur ke arah kiri, namun karena operasinya melibatkan bilangan
negatif maka mobil berbalik arah menghadap ke arah kiri dan mundur ke arah
kanan sejauh 3 kotak, sehingga mobil berada di angka 8. Maka jawaban dari soal di
atas adalah 8.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 23


8. Diberikan soal -5 – 3? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan berbalik arah
menghadap ke arah kiri sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di angka -5, operasi
pengurangan berarti mobil mundur ke arah kiri sejauh 3 kotak, sehingga mobil
berada di angka -8. Maka jawaban dari soal di atas aldalah -8. 9. Diberikan soal -5
– (-3)? Maka mobil ditempatkan pada angka 0 dan berbalik arah ke arah kiri sejauh
5 kotak, sehingga mobil berada di angka -5, operasi pengurangan berarti mobil
mundur ke arah kiri yang artinya muka mobil menghadap ke arah kanan, namun
karena operasinya melibatkan bilangan negatif maka mobil berbalik arah
menghadap ke arah kiri dan mundur ke arah kanan sejauh 3 kotak, sehingga mobil
berada di angka 8. Maka jawaban dari soal di atas adalah -2.

Keterangan:
1. Siswa hanya diberikan panduan awal bahwa posisi awal mobil berada di angka 0
dan menghadap ke arah kanan. Operasi penjumlahan berarti mobil bergerak maju
ke arah kanan, dan operasi pengurangan berarti mobil bergerak mundur ke arah
kiri.
2. Operasi pengurangan dengan bilangan negatif (-) memiliki arti yang berbeda.
3. Posisi awal mobil berada di angka 0 dan menghadap ke arah kanan. Operasi
penjumlahan berarti mobil bergerak ke arah kanan, dan operasi pengurangan
berarti mobil bergerak ke arah kiri, jika melibatkan bilangan negatif (-) berarti
mobil berbalik arah. 4. Untuk tipe soal nomor 3, 4, 5, 7, 8 dan 9, siswa tidak
diberikan panduan sebelumnya. Penyeleasian tipe soal di atas dibahas bersama
sama dalam kelompok dengan dibantu guru. Ini dimaksudkan untuk melatih nalar,
perkiraan, dan daya berfikir siswa ketika menjumpai tipe soal tersebut.
5. Di akhir pelajaran, guru bersama sama murid menyimpulkan bahwa cara
menyelesaikan soal tipe nomor 3, 4, 5, 7, 8 dan 9 adalah sebagaimana tercantum
pada ilustrasi penggunaan mobil garis bilangan di atas.

9. Kerangka Berpikir

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 24


Berhasil tidaknya siswa dalam belajar salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan guru
dalam menyajikan materi, maka dibutuhkan evaluasi tentang metode pembelajaran yang
tepat, sehingga peserta didik menjadi tertarik dengan materi yang mereka pelajari dan
tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dengan menggunakan alat peraga, guru dapat
memberikan kesamaan dalam pengamatan. Pengamatan seseorang terhadap sesuatu
biasanya berbeda- beda, tergantung pada pengalamannya masing-masing. Dengan bantuan
alat peraga, guru dapat memberikan persepsi yang sama terhadap suatu benda atau
peristiwa tertentu kepada para siswa. Kemudian persepsi yang sama akan menimbulkan
pengertian dan pengalaman yang sama. Dengan alat peraga, guru juga dapat mengatasi
keterbatasan waktu, tempat dan tenaga. Dan yang terpenting alat peraga juga dapat
meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkam motivasi
belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan menanamkan
konsep yang benar kepada siswa. Alat peraga mobil garis bilangan sebagai media
pembelajaran yang menempatkan anak sebagai pusat dari proses pembelajaran
diindikasikan mampu memberikan semangat dan motivasi belajar siswa, serta memberikan
penanaman konsep yang benar kepada siswa. Berdasarkan anggapan ini diduga bahwa
siswa yang diajar dengan menggunakan alat peraga mobil garis bilangan mempunyai
pemahaman konsep matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak
diajar dengan menggunakan alat peraga mobil garis bilangan.

10. Teori Belajar Pendukung


a. Teori Bruner
Menurut Brunner belajar matematika adalah belajar tentang konsep- konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi dan serta mencari hubungan
antara konsep-konsep dan strukturstruktur matematika. Menurut Brunner belajar selalu
memulai dengan memusatkan manipulasi material, di sini anak didik dalam belajar harus
terlibat aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Brunner
melukiskan anak-anak berkembang melalui 3 tahap perkembangan mental yaitu;
1.Tahap Enaktif.
Pada tahap ini dalam belajar anak didik menggunakan atau memanipulasi objek-objek
konkret secara langsung.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 25


2.Tahap Ikonik
Pada tahap ini kegiatan anak didik akan menyangkut mental yang merupakan
gambaran objek-objek konkret.
3.Tahap Simbolik.
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada
lagi ada kaitannya dengan objek-objek.

Beberapa teori menurut bruner yaitu :


1. Dalil penyusunan
Menurut dalil penyusunan siswa selalu ingin mempunyai kemampuan menguasai definisi,
teorema, konsep dan kemampuan matematika lainnya.
2. Dalil notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep sangat memegang peranan yang
sangat penting, penggunaan notasi dalam menyatakan konsep matemaka tertentu harus
disesuaikan dengan perkembangan anak didik.
3. Dalil pengkonterasan dan keanekaragaman
Pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep
matematika dari konsep konkret menjadi konsep yang lebih abstrak, untuk melakukan itu
diperlukan banyak contoh dan keanekaragaman, sehingga anak memahami karakteristik
konsep yang dipelajari.
4. Dalil pengaitan
Dalil pengaitan menatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep
yang lainya sangat erat baik dari segi isi maupun dari penggunaan rumus-rumus.

11. Hasil Penelitian yang Relevan


Keprihatinan akan tingkat penguasaan matematika yang tergolong rendah di tanah air,
telah menarik perhatian beberapa peneliti sebelumnya, untuk melakukan penelitian dalam
lingkup pembelajaran matematika. Banyak cara dan metode yang digunakan sesuai dengan
kemampuan masing-masing peneliti. Salah satunya juga dengan menggunakan alat peraga
mobil garis bilangan. Beberapa penelitian tentang alat peraga mobil garis bilangan

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 26


seringkali dilakukan dalam beberapa materi pembelajaran dan mendapatkan hasil yang
baik.

G. HIPOTESIS PENELITIAN
Penelitian ini akan melibatkan 2 buah kelas yang akan belajar tentang bilangan bulat.
Satu kelas berperan sebagai kelas kontrol dan kelas yang satunya akan berperan sebagai
kelas eksperimen. Dalam kasus ini, kelas kontrol akan diajarkan menggunakan
pengajaran konvensional sedangkan pada kelas eksperimen akan diajarkan menggunakan
pengajaran alat peraga mobil garis bilangan. Dengan demikian, hipotesis dari penelitian
ini adalah:
H0 = Siswa yang diajarkan menggunakan alat peraga mobil garis bilangan
memiliki tingkat kemampuan pemahaman matematika yang tidak lebih
baik daripada siswa yang diajarkan menggunakan metode konvensional.

Ha = Siswa yang diajarkan menggunakan alat peraga mobil garis bilangan


memiliki tingkat kemampuan pemahaman matematika yang lebih baik
daripada siswa yang diajarkan menggunakan metode konvensional.

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan di atas, maka dapat


dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Pemahaman konsep matematika siswa di kelas yang menggunakan alat peraga mobil garis
bilangan lebih baik jika dibandingkan dengan pemahaman konsep matematika siswa di
kelas yang tidak menggunakan alat peraga mobil garis bilangan.

H. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara kemampuan siswa yang
diajarkan menggunakan alat peraga mobil garis bilangan dengan siswa yang diajarkan
menggunakan metode konvensional. Karena menggunakan kelas kontrol dan juga
eksperimen, maka jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Kedua kelas ini, belum
pernah belajar bilangan bulat sebelumnya. Sehingga tingkat kemampuan pemahaman siswa

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 27


akan diukur berdasarkan nilai pretest dan postest yang telah diolah menggunakan statistik
deskriptif dan inferensial. Desain penelitian yang akan digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah nonequivalent control group design. Yaitu diaman dalam desain
penelitian ini, akan diambil 2 kelas homogen yang tidak dipilih secara acak. Satu kelas
akan berperan sebagai kelas kontrol (X1) dan kelas lainnya akan berperan sebagai kelas
eksperimen (X2). Masing-masing kelas akan diberikan pretest dan juga postest. Pretest
akan diberikan pada awal pelajaran, dengan tujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana
tingkat pengetahuan siswa dalam konsep bilangan bulat. Sedangkan postest sendiri akan
diberikan setelah siswa telah selesai diajarkan menggunakan metode yang berbeda. Hal ini
dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan/perkembangan siswa. Skema desain
penelitiannya dapat dilihat sebagai berikut:

O1 X1 O2
Tidak Acak

O3 X2 O4

Keterangan:
X1 = Kelas Kontrol (diajarkan menggunakan metode konvensional)
X2 = Kelas Eksperimen (diajarkan menggunakan alat peraga mobil garis bilangan)
O1 = Pretest untuk kelas kontrol
O2 = Postest untuk kelas kontrol
O3 = Pretest untuk kelas eksperimen
O4 = Postest untuk kelas eksperimen

2. Subjek Penelitian
Populasi penelitian untuk penelitian ini adalah siswa sekolah dasar (SD). Alasan hasil
penelitian dapat digeneralisasikan untuk siswa sekolah dasar karena tidak terdapat bilangan

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 28


bulat antara kelas unggu maupun reguler. Dengan kata lain, semua kelas yang pada SD
adalah homogen.
Alasan peneliti memilih SD karena:
 Jarak sekolah kita penelitia ke tempat domisili peneliti relatif dekat sehingga
memudahkan akomodasi dan mobilitas peneliti.
 Siswa SD belum pernah belajar konsep bilangan bulat dan baru akan
mempelajarinya sesuai dengan silabus yang digunakan.
 Guru-guru yang mengajar di SD memiliki tekad yang kuat alam mencapai kemajuan
sekolah mereka dalam hal pendidikan terkhususnya matematika.
 Belum pernah ada penelitian tentang bilangan bulat sebelumnya pada sekolah yang
bersangkutan.
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Non Probability Sampling dengan jenis
sampling purposive. Sehingga kelas yang akan digunakan sebagai kelas kontrol dan kelas
eksperimen adalah misal kelas A dan B

3. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai alat ukur kemampuan siswa adalah
berupa instrumen tes yang berisi soal-soal yang berhubungan dengan materi bilangan bulat.
Langkah pembuatan instrumen, dimulai dari menyusun kisi- kisi lalu merekonstruksi soal-
soal dalam instrumen. Uji validitas dan reliabilitas instrumen juga dilakukan oleh peneliti
dengan dibantu tenaga ahli yakni pembimbing dan pakar pendidikan matematika. Intrumen
penelitian yang akan digunakan adalah intrumen penelititan kuantittif berupa tes
kemampuan pemahaman matematika dan instrumen penelitian kualitatif berupa pedoman
observasi.

I. INSTRUMEN PENELITIAN KUANTITATIF


a. Tes Kemampuan Pemahaman Matematika
Tes kemampuan pemahaman matematika disusun oleh peneliti berdasarkan indikator
pemahaman matematika yang telah dijabarkan sebelumnya. Tes yang akan digunakan
berupa tes tertulis dan lisan. Dalam tes tertulis, soal yang akan digunakan berupa soal-
soal uraian/essay. Peneliti bermaksud menggunakan soal uraian, agar peneliti dapat

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 29


melihat bagaimana proses/langkah pengerjaan yang dilakukan siswa dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan. Dari proses inilah, akan dapat dilihat sejauh
mana tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah diajarkan. Untuk tes lisan,
siswa akan dilatih kemampuan mencongak dengan soal-soal yang disampaikan secara
verbal oleh peneliti. Tes yang digunakan dibagi dalam 2 jenis, yaitu pretest dan postest.
Pretest akan diberikan diawal pelajaran, sebelum guru menyampaikan materi, dengan
maksud untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman awal siswa terhadap materi
yang akan diajarkan. Sedangkan postest diberikan diakhir pembelajaran untuk
mengetahui kemampuan pemahaman matematika siswa setelah menggunakan
pembelajaran dengan alat peraga mobil garis bilangan maupun metode konvensional.

II. Instrumen Penelitian Kualitatif


a. Pedoman Observasi
Lembar observasi digunakan sebagai feedback untuk peneliti. Lembaran ini
digunakan untuk mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan, telah sesuai dengan
alat peraga mobil bilangan bulat atau tidak. Tujuan lain dari lemabr observasi adalah
untuk mengetahui aktivitas siswa selama berlangsungya pembelajaran. Lembar obsrvasi
ini terdiri dari lembar observasi untuk siswa dan juga untuk guru/peneliti, yang nantinya
akan diisi oleh guru mata pelajaran atau rekan mahasiswa.

4. Teknik Analisis
Untuk menganalisis data digunakan statistik uji F atau ANOVA satu jalur, jika
persyaratan-persyaratan pengujian telah terpenuhi.
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan
Software SPSS 16,0 for windows dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain meliputi skor
terendah, skor tertinggi, rata-rata, simpangan baku, dan varians.

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 30


b.Menguji normalitas skor pretes, postes, dan skor N-Gain dengan uji non- parametrik
One-Sample Kolmogorov-smirnov pada taraf kepercayaan 95%.
c. Menguji homogenitas varians dengan uji levene dalam One-Way Anova pada taraf
kepercayaan 95%.
d. Untuk melihat peningkatan kemampuan representasi matematis siswa antara sebelum
dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus skor gain
ternormalisasi:
s pos − s pre

g =

s maks − s pre

Keterangan :
spos = Skor Postest
spre = Skor Pretest
smaks = Skor maksimal ideal
Kategori:
Nilai Keterangan :
Nilai Keterangan
G ≥ 7 Tinggi

0.3 ≤ g < 0.7 Sedang


g < 0.3 Rendah

e. Menguji hipotesis penelitian dengan uji F atau ANOVA satu jalur


f. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan antar kelas eksperimen digunakan
analisis Scheffe’s dalam Post Hoc Tests.
g. Untuk mengetahui kelas eksperimen yang perbedaan rata-ratanya tidak berbeda
secara signifikan digunakan analisis Scheffe’s dalam homogeneous subset.

5. Prosedur Penelitian

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 31


Prosedur pelaksanaan penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan dan juga tahap evaluasi/refleksi.

I. Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, antara lain:
a. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan pembalajaran,
serta alat dan bahan yang akan digunakan
b. Melakukan perijinan tempat untuk penelitian
c. Menyusun insrumen penelitian
d. Melakukan proses pembimbingan
e. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitas
nstrumen yang digunakan. Uji coba ini dilakukan subjek lain diluar penelitian
tetapi mempunyai kemampuan yang setara dengan subjek yang akan diteliti
f. Analisis kualitas instrumen yang akan dilakukan dengan Uji Validitas, Uji
Reliabilitas, Uji Daya Pembeda dan Uji Indeks Kesukaran.
g. Memetukan sampel danpopulasi yang akan diteliti
h. Menghubungi pihak sekolah, untuk mengkonsultasikan waktu dan teknis
penelitian

II. Tahap Pelaksanaan


Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, antara lain:
a. Memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kedua kelas tersebut, Untuk kelas
eksperimen, pembelajaran digunakan dengan menggunakan metode Gasing.
Sedangkan untuk kelas kontrol, pembelajaran dilakukan dengan metode
konvensional.
c. Memberikan postest pada kedua kelas tersebut.
d. Melakukan observasi kelas disetiap pembelajaran. Dalam hal ini, observasi
akan dilakukan oleh guru mata pelajaran atau rekan mahasiswa
III. Tahap Evaluasi dan Refleksi

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 32


Pada tahap ini dilakukan pengkajian dan analisis terhadap penemuan-
penemuan dalam peneltian dan juga melihat pengaruh terhadapa peningkatan koneksi
matematis siswa yang ingin diukur. Selanjutnya, dibuat kesimpulan berdasarkan data
yang telah diperoleh.

J. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

MILON WONDA MAHASISWA STKIP SURYA PRODI MATEMATIKA 33

Anda mungkin juga menyukai