Theory of Behaviorism
Theory of Behaviorism
net/publication/331233871
CITATIONS READS
6 105,862
3 authors, including:
All content following this page was uploaded by A.M.Irfan TAUFAN Asfar on 10 September 2023.
TEORI BEHAVIORISME
(Theory of Behaviorism)
Abstrak
Behaviorisme menekankan pada perubahan tingkah laku yang didasari oleh prinsip
stimulus dan respon. Dalam penentuan kebijakan pendidikan paham behavioris ini
masih mendominasi terutama pada kebijakan-kebijakan yang bersifat hakekat dan
prinsip, sedangkan kebijakan penetapan program kurikulum, penyiapan tenaga guru
yang kualifikatif, serta sistem penilaian yang baik merupakan sebuah usaha untuk
memberikan stimulus yang terbaik untuk menghasilkan respon yang diharapkan. Untuk
itu kebijakan pendidikan yang bersifat behavioristik perlu melihat kenyataan di
lapangan dan mengadakan pendekatan inovatif untuk diupayakan keterlaksanaannya
dalam proses pembelajaran. Namun, kesiapan dari berbagai unsur sistem pendidikan
menjadi faktor penentunya. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan yang relevan dengan
tuntutan perubahan harus didukung oleh semua pelaku pendidikan termasuk komponen
pendidikan yang lain.
Kata kunci: behaviorisme, stimulus dan respon, pendekatan inovatif
Abstract
Behaviorism emphasizes behavior change based on the principle of stimulus
and response. In determining the behaviorist education policy, this still dominates,
especially in policies that are of the nature and principle, while the policy of
determining curriculum programs, preparation of qualified teacher staff, and a good
assessment system is an effort to provide the best stimulus to produce the expected
response . For this reason behavioristic education policies need to look at the reality on
the ground and make innovative approaches to work in the learning process. However,
the readiness of various elements of the education system is a determining factor.
Therefore, education policies that are relevant to the demands of change must be
supported by all education actors including other educational components.
Keywords: behaviorism, stimulus and response, innovative approach
Cite: Asfar, AMIT., Asfar, AMIA., Halamury MF. 2019. Teori Behaviorisme. 1
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini bahwa untuk
mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap aktivitas individu yang
dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang terjadi dalam diri individu. Oleh
karena itu, penganut aliran behaviorisme menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran
atau mentalitas dalam individu. Pandangan ini sebetulnya sudah berlangsung lama
sejak jaman Yunani Kuno, ketika psikologi masih dianggap bagian dari kajian filsafat.
Namun kelahiran behaviorisme sebagai aliran psikologi formal diawali oleh J.B.
Watson pada tahun 1913 yang menganggap psikologi sebagai bagian dari ilmu
kealaman yang eksperimental dan obyektif, oleh sebab itu psikologi harus
menggunakan metode empiris, seperti: observasi, conditioning, testing, dan verbal
reports.
John A. Laska dalam Knight (1982), pendidikan dikatakan sebagai sebuah
usaha yang terencana oleh pelajar atau oleh orang lain untuk mengontrol (memberi
panduan, mengarahkan, atau mempengaruhi atau mengatur) suatu situasi belajar untuk
mencapai tujuannya. Pendidikan dilihat dari sudut pandang ini tidak terbatas di
sekolah, kurikulum atau metode sekolah yang tradisional. Pendidikan dapat dipandang
sebagai suatu proses belajar seumur hidup yang dilaksanakan secara terarah dan
terencana. Sedangkan proses pembelajaran menurut Corey (1982) dalam Sagala (2003)
adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
2
Teori Behaviorisme
seperti yang telah dilakukan binatang lainnya; pendidikan adalah proses perubahan
perilaku; peran guru adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif;
efisiensi, ekonomi, ketepatan dan obyektivitas merupakan perhatian utama dalam
pendidikan.
Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan
fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar
(Syah, 2003). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu, apa
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah
laku tersebut. Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga, gambar-
gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar (Budiningsih, 2003).
Teori belajar Behavioristik memandang individu sebagai makhluk reaktif yang
memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk
perilaku mereka.
Belajar merupakan perubahan perilaku dan penge-tahuan yang relatif lama dari
hasil praktek maupun penga-laman. Ada beberapa poin kunci untuk membahas hal
tersebut dikutip dari Kusmintardjo dan Mantja (2011). Pertama, belajar menghasilkan
perubahan. Pengalaman anda tentang bagaimana melakukan sesuatu di sekolah telah
3
Teori Behaviorisme
berubah melalui belajar yang diawali sejak menjadi murid baru. Demikian halnya
perilaku dokter berubah ketika dia mampu menyembuhkan pasien.
Kedua, perubahan dalam pengetahuan atau perilaku terjadi dalam waktu yang
relatif permanen atau cukup lama. Ketika pertama kali anda mendaftarkan diri ke
sekolah, anda menanyakan kepada teman anda tentang bagaimana cara pengisian
borang pendaftaran, maka hal itu bukan belajar karena tidak ada suatu perubahan
permanen dalam cara pendaftaran. Demikian halnya, dokter yang menangani pasien.
gawat darurat karena kecelakaan juga bukan belajar karena tidak ada perubahan yang
permanen dalam penanganan tersebut.
Ketiga, belajar merupakan hasil dari praktek atau melalui pengalaman melihat
orang lain. Pikirkan kembali ketika anda belajar cara mengemudi mobil. Hanya dengan
melalui praktek anda akan menguasainya. Demikian halnya dengan praktek dan
pengalaman, seorang sekretaris belajar bagaimana cara penggunaan software baru,
belajar seorang analis keuangan belajar implikasi hukum pajak yang baru, insinyur
belajar bagaimana cara mendesain kendaraan yang efisien, dan pramugari belajar
bagaimana cara menghidangkan makanan di atas pesawat.
T. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat
antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan
ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar.
B. Tokoh-tokoh Behaviorisme
Para tokoh aliran behaviorisme antara lain Thorndike, Skinner, Pavlov,
Gagne, dan Bandura. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and
Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of
4
Teori Behaviorisme
5
Teori Behaviorisme
6
Teori Behaviorisme
7
Teori Behaviorisme
dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan
oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi
dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-
konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin,
2000). Oleh karena itu, dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar
harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang
digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner:
Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang sistematis pada
perilaku yang spesifik untuk mendapatkan hubungan S-R. Pendekatannya
induktif. Dalam hal ini pengaruh Watson jelas terlihat.
Empty organism, menolak adanya proses internal pada individu.
Menolak menggunakan metode statistikal, mendasarkan pengetahuannya
pada subyek tunggal atau subyek yang sedikit namun dengan manipulasi
eksperimental yang terkontrol dan sistematis.
Konsep-konsep utama:
1. Proses operant conditioning:
Memilah perilaku menjadi respondent behavior dan operant behavior.
Respondent terjadi pada kondisioning klasik, dimana reinforcement
mendahului UCR/CR. Dalam kondisi sehari-hari yang lebih sering terjadi
adalah operant behavior dimana reinforcement terjadi setelah respons.
8
Teori Behaviorisme
2. Behavior Modification
Adalah penerapan dari teori Skinner, sering juga disebut sebagai behavior
therapy. Merupakan penerapan dari shaping (pembentukan TL bertahap),
penggunaan positive reinforcement secara selektif, dan extinction. Pendekatan
ini banyak diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.
Kritik terhadap Skinner:
Pendekatannya yang lebih bersifat deskriptif dan kurang analitis
dianggap kurang valid sebagai sebuah teori
Validitas dari kesimpulan yang diambilnya yang merupakan
generalisasi berlebihan dari satu konteks perilaku kepada hampir
seluruh perilaku umum
Pandangan ‘empty organism’ mengundang kritik dari pendukung
aspek biologis dan psikologi kognitif yang percaya pada kondisi
internal mansuia, entah itu berupa proses biologis atau proses mental
9
Teori Behaviorisme
10
Teori Behaviorisme
11
Teori Behaviorisme
12
Teori Behaviorisme
pengaruh Angell. Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep utama
dari aliran behaviorisme:
1) Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara
dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di
dalamnya
2) Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai
natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan
bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya kesadaran/mind
harus dihapus dari ruang lingkup psi.
3) Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.
13
Teori Behaviorisme
efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan
ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati.
Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini
tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis
organisma.
Hypothetico-deductive theory
Adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan metode
deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus
didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena
individual (induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang
menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit,
reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991).
Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang
dengan hasil-hasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull
banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan.
14
Teori Behaviorisme
15
Teori Behaviorisme
16
Teori Behaviorisme
17
Teori Behaviorisme
18
Teori Behaviorisme
19
Teori Behaviorisme
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek
pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu,
para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa.
Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata
dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam
proses evaluasi. Guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun
bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga
contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang
kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat
diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Metode ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan,
daya tahan, contohnya percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi orang dewasa, suka
mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi
dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka karena teori
behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas
20
Teori Behaviorisme
dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau
kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar.
Siswa atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng,
2006). Kesimpulan mengenai kekurangan secara umum metode ini adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistik dan hanya
berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal
penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.
21
Teori Behaviorisme
Pendidikan akan tercapai apabila pihak pendidik dan terdidik memahami teori
pendidikan, tentu saja teori yang dipakai tidak bisa berdiri sendiri, tetapi satu dengan
yang lain akan saling melengkapi, sehingga dapat menggunakan teori tersebut sesuai
yang dibutuhkan saat itu. Pengaruh berbagai macam teori pendidikan dalam penentuan
kebijakan tentu saja tidak dapat dibantah lagi, termasuk pengaruh teori behaviorisme
dalam penentuan kebijakan pendidikan di Indonesia. Berikut sebagian kebijakan yang
bisa dikaitkan dengan konsep filosofi behaviorisme, yang diantaranya adalah :
1. Pendidikan adalah suatu proses untuk pembentukan perilaku. Tertuang
secara jelas dalam Tujuan pendidikan nasional
Menurut para behavioris, manusia diprogram untuk bertindak dalam cara-cara
tertentu oleh lingkungannya. Jika benar akan diberi hadiah oleh alam dan bila
salah akan dihukum oleh alam. Tindakan yang diberi hadiah cenderung diulang,
sedangkan yang dihukum cenderung dihilangkan. Oleh sebab itu, perilaku
dapat dibentuk dengan memanipulasi proses penghargaan dan hukuman
tersebut. Tugas dari pendidikan adalah untuk menciptakan lingkungan
belajar yang mengarah pada perilaku yang diinginkan. Sekolah dipandang
sebagai cara untuk merancang suatu budaya.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional, UU No. 20 tahun 2003 tentang
sisdiknas Menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berperan
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadfi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
Standar Sarana Prasarana, Pasal 45. ayat 1 bahwa “Setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi
keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi
fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”.
22
Teori Behaviorisme
23
Teori Behaviorisme
24
Teori Behaviorisme
tradisional pula, masih sering menggunakan bentuk terapi kontrol yang negatif
seperti hukuman. Seiring dengan kemajuan dunia pendidikan, guru diharapkan
mampu memberikan sebuah stimulus yang sesuai dengan kondisi anak dan
kondisi lingkungan yang ada saat ini. Seorang guru yang mempunyai
kualifikasi keilmuan dan pedagogis yang cukup tentunya mampu memberikan
stimulus yang tepat agar bisa menimbulkan respon yang positif dari siswa.
Dalam pasal 42 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dikemukakan
bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Demikian pula yang terdapat pada permendiknas no. 16/2007 tentang standar
kompetensi guru.
Merujuk dari pasal diatas terlihat bahwa proses pendidikan di Indonesia masih
terlihat dijiwai oleh paham behaviorisme yang mengutamakan keefektifan
pemberian stimulus oleh seorang yang berkualifikasi. Dengan kualifikasi guru
yang memadai ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif
agar siswa dapat memberikan respon yang sesuai.
4. Sistem evaluasi behavoristik menekankan pada respon pasif, keterampilan
secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Teori behavioristik menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara
individual, biasanya dalam bentuk evaluasi yang menuntut satu jawaban yang
”benar” sesuai dengan keinginan guru atau keinginan ”kunci”. Evaluasi belajar
dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah kegiatan pembelajaran.
Kebijakan berkaitan dengan pandangan ini tentu saja masih sangat dekat dalam
kehidupan pendidikan kita, misalnya dengan adanya test tengah semester, test
akhir semester, bahkan sampai kebijakan Ujian Nasional. Semua instrumen dari
penilaian ini selalu dalam bentuk pilihan yang menunjuk pada satu jawaban
yang paling benar walaupun ada pertanyaan yang menuntut jawaban sikap.
25
Teori Behaviorisme
Lebih-lebih dalam Ujian Nasional yang sampai saat ini masih banyak
dipertanyakan tentang pelaksanaannya juga sangat kental dengan suasana
behaviorisme. Seperti yang tercantum dalam Pasal 66 PP 19 tahun 2005
tentang (1) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
(1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional. (2) Ujian
nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. (3) Ujian
nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua
kali dalam satu tahun pelajaran.
Pada hakekatnya teori behavioristik ini masih sangat kental terasa dalam setiap
kebijakan pendidikan, terutama di Indonesia. Hampir semua kebijakan pendidikan
yang ada selalu menekankan pada pembentukan perilaku dan pemberian stimulus yang
cocok untuk mencapai perilaku yang diinginkan. Walaupun teori ini sarat dengan
kritikan, namun banyak dalam hal tertentu masih diperlukan, khususnya dalam
mempelajari aspek-aspek yang bersifat tetap dan permanen dengan tujuan belajar yang
telah dirumuskan secara ketat.
Tentu saja paparan diatas tidak bisa mewakili seberapa besar paham behavioris
ini memengaruhi pendidikan yang ada di Indonesia, karena penerapan teori ini kadang
berkaitan dengan teori yang lain dalam mewarnai satu kebijakan sehingga sulit
mendefinisi suatu kebijakan itu lebih cenderung ke arah teori yang mana. Penerapan
Teori pendidikan eklektik merupakan solusi yang dirasa paling sesuai saat ini, dengan
meniadakan kekurangan dari satu teori dan menutupinya menggunakan teori yang lain
diharapkan proses pendidikan yang terjadi akan lebih sempurna.
26
Teori Behaviorisme
27
Teori Behaviorisme
musik dipelajari dengan mengamati tingkah laku orang lain. Modelling dapat terjadi,
baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan “vicarious reinforcement”. Misal,
seseorang yang menjadi idola kita menawarkan produk tertentu di layar TV. Kita akan
merasa senang jika bisa memakai produk serupa.
Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk melakukannya.
Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman belajar pertama termasuk
reinforcement langsung dengan meniru model (orang tuanya). Hal yang biasa jika kita
mendengar bahwa anak kita dengan bangga mengatakan, bahwa dia telah mengerjakan
sebagaimana yang telah dikerjakan orang tuanya.
Modelling juga dapat dipakai untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan
akademis dan motorik. Salah satu contoh ketika membaca sebuah wacana di kelas oleh
guru yakni dengan kadang-kadang tertawa terbahak-bahak, tersenyum, mengerutkan
dahi dan sebagainya, untuk membangkitkan minat anak terhadap buku itu.
Modelling bisa diterapkan di sekolah dengan mengambil guru maupun orang
lain atau anak lain yang sebaya sebagai model dari suatu tingkah laku, mungkin
pelajaran akidah akhlak, Qur’an Hadits, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan lain-lain.
Berkaitan dengan pengajaran keterampilan motorik dan akademis. Misal, siswa diajak
ke suatu tempat di mana terdapat sesuatu yang bisa ditiru oleh anak atau menghadirkan
model tersebut ke dalam kelas/sekolah.
2. Prosedur-prosedur Pengendalian atau Perbaikan Tingkah Laku.
a) Memperkuat Tingkah Laku Bersaing
Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan penguatan
tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiatan – kegiatan kerjasama,
membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan
menentang, melamun, dan hilir mudik.
Misalnya, sekelompok siswa memperlihatkan tingkah laku yang tidak
diinginkan, yaitu menarik rambut, mengabaikan perintah guru, berkelahi,
berjalan sekeliling kelas. Sesudah menerapkan aturan-aturan kelas kepada
siswa, guru melupakan atau mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau
28
Teori Behaviorisme
dan memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk
mengajar. Dalam beberapa waktu, social reinforcement untuk tingkah laku
yang tepat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.
b) Ekstingsi
Ekstingsi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak
mendapat reinforcement lagi. Ekstingsi dilakukan dengan
membuat/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi
dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling dan social
reinforcement”. Misalnya, Ana salah seorang siswi kelas tiga selalu
mengacungkan tangan ketika guru meminta para siswa untuk menjawab
pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan perhatian pada Ana yang ingin
menjawab pertanyaan gurunya tersebut. Suatu ketika Ana tidak mau lagi
mengacungkan tangan ketika guru meminta para siswa untuk menjawab
pertanyannya meskipun ia bisa menjawabnya.
Guru-guru sering mengalami kesulitan mengadakan ekstingsi karena mereka
harus belajar mengabaikan “misbehaviors” tertentu. Tentu saja ada jenis-jenis
tingkah laku yang tidak dapat diabaikan oleh guru-guru terutama tingkah laku
yang menyinggung perasaan murid-murid.
Ekstingsi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila
murid memperhatikan ke sana ke mari, maka perubahan interaksi guru murid
akan menghentikan tingkah laku murid tersebut.
c) Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan
berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh: seorang ayah yang
memergoki anak kecilnya merokok menyuruh anak merokok sampai habis satu
pak sehingga anak itu bosan. Jika tingkah laku yang diulang berbeda dengan
tingkah laku yang tidak diinginkan maka satiasi tidak tepat. Tepat adalah
menerapkan metode disiplin seperti menulis 100 kali. Guru sebaiknya mencoba
29
Teori Behaviorisme
memperkuat tingkah laku yang tepat untuk menggantikan tingkah laku yang
tidak diinginkan.
d) Perubahan Lingkungan Stimuli
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang
mempengaruhi tingkah laku itu. Jika murid terganggu oleh suara gaduh di luar
kelas, ketukan jendela dapat menghentikan gangguan itu. Jika suatu tugas yang
sulit mengecewakan murid, maka guru dapat mengganti dengan tugas yang
kurang begitu sulit. Jika di kelas ada dua orang murid yang termenung saja,
guru dapat menghampiri atau duduk di dekat mereka.
e) Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di kelas
dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan
dalam waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman
menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid, sedangkan reward
menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.
Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas kelakuan murid yang tak pantas lebih
efektif daripada tidak menghukum.
Ada dua bentuk hukuman:
1. Pemberian stimulus derita, misalnya: bentakan, cemoohan, atau ancaman.
2. Pembatalan perlakuan positif, misalnya: mengambil kembali suatu
mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama teman-
temannya.
Harus kita ingat dalam memberikan hukuman, bahwa hukuman sering tidak
disetujui oleh kelompok teman sebaya. Sia-sialah guru menghukum seorang
anak jika teman–temannya kelihatan tidak setuju terhadap hukuman itu.
Hukuman hendaknya dilaksanakan Iangsung, secara kalem, disertai
reinforcement dan konsisten.
30
Teori Behaviorisme
H. Penutup
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara, begitu definisi pendidikan yang terkandung dalam
ketentuan umum di Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa, instrument yang digunakan adalah pendidikan. Pendidikan yang
berkualitas akan melahirkan manusia-manusia cerdas, kemudian akan menjadi agen
perubahan untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik. Paolo Freire seorang tokoh
pendidikan menyatakan ada dua pandangan dunia yang mempersepsikan manusia
dalam dunia pendidikan. Pandangan pertama melihat manusia sebagai objek, yang
dapat dibentuk dan disesuaikan. Pandangan lainnya melihat manusia sebagai subyek,
mahluk yang bebas dan mampu melampaui dunianya.
Behaviorisme adalah paham yang menekankan pada perubahan tingkah laku
yang didasari oleh prinsip stimulus dan respon. Dalam penentuan kebijakan pendidikan
di indonesia paham behavioris ini masih mendominasi terutama pada kebijakan-
kebijakan yang bersifat hakekat dan prinsip misalnya adanya tujuan nasional
pendidikan. Sedangkan kebijakan penetapan program kurikulum, penyiapan tenaga
guru yang kualifikatif, serta sistem penilaian yang baik merupakan sebuah usaha untuk
memberikan stimulus yang terbaik untuk menghasilkan respon yang diharapkan.
Untuk itu Kebijakan Pendidikan yang bersifat behavioristik tidak sepenuhnya
tidak baik. Untuk mewujudkannya Pemerintah perlu melihat kenyataan dilapangan,
untuk mengadakan pendekatan inovatif untuk diupayakan keterlaksanaannya dalam
proses pembelajaran. Namun kesiapan dari berbagai unsur sistem pendidikan menjadi
faktor penentunya. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan yang relevan dengan tuntutan
perubahan harus didukung oleh semua pelaku pendidikan termasuk komponen
pendidikan yang lain.
31
Teori Behaviorisme
Daftar Pustaka
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Degeng, I Nyoman Sudana. 2006. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Depdikbud.
Gredler, Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali.
Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar & Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang.
Knight, G.R. 1982. Issue and Alternativesen Educational Philosophy. Michigan:
Andrews University Press
Kusmintardjo. Mantja, W. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran.
Program Studi Doktor Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang.
Lundin, (1991). Theories and Systems of Psychology. 4 rd Ed. Toronto: D.C. Heath
and Company.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.
Boston: Allyn and Bacon.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
32