Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Sehat adalah hak asasi manusia, sebagaimana tertera dalam deklarasi universal PBB tahun 1948. Sehat memungkinkan orang hidup sejahtera, dan produktif. Sehat memungkinkan keluarga tumbuh dan berkembang, dan berkontribusi produktif di komunitasnya. Sehat memungkinkan sebuah bangsa dengan daya tahan yang tinggi, dan berkontribusi positif dalam arena bangsa-bangsa di dunia. Pembangunan di bidang kesehatan Indonesia dalam 5 tahun ke depan diarahkan untuk mencapai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Sasaran yang ingin dicapai adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), dan menurunkan prevalensi gizi kurang. Dalam pencapaian MDGS setiap negara diupayakan untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan serta mengurangi tingkat kematian anak. Hal ini berkaitan erat dengan aspek gizi dan pangan masyarakat. Status gizi serta ketersediaan pangan di masyarakat yang baik pastinya dapat mengatasi situasi kesehatan dan kelaparan ini. Akan tetapi permasalahan gizi dan pangan di Indonesia banyak mengalami hambatan akibat kemiskinan dan pelaksanaan program kebijakan yang ada. Hubungan yang sangat erat antara kematian bayi dengan kekurangan gizi. Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan daya tahan anak sehingga anak mudah sakit hingga bisa berakibat pada kematian. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan bahwa 54% kematian bayi dan anak dilatarbelakangi keadaan gizi yang buruk. Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), terdapat sekitar 907 juta penduduk di negara berkembang mengalami kekurangan pangan. Ahmad Rusfidra (2005) menyatakan bahwa konsumsi protein hewani yang rendah banyak terjadi pada anak usia bawah lima tahun (balita), sehingga terjadi kasus busung lapar dan malnutrisi. Usia balita disebut sebagai periode the golden age (periode emas pertumbuhan), dimana sel-sel otak anak manusia sedang berkembang pesat. Fase ini, otak membutuhkan suplai protein hewani yang cukup agar berkembang optimal. Asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita berpotensi

menyebabkan gangguan pertumbuhan, meningkatkan risiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan kecerdasan dan performa mereka di sekolah serta produktivitas tenaga kerja setelah dewasa. 1.2 TUJUAN 1. Agar mahasisa bisa mengetahui pengertian dari pengaruh budaya dalam status gizi dan program KB 2. Faktor- faktor yang memepengaruhi pengaruh budaya dalam status gizi dan program KB 3. Metode penilaian status gizi 4. Mengetahui tujuan dan mamfaat dari status gizi dan program KB

BAB II PEMBAHASAN A. GIZI PENGERTIAN STATUS GIZI a. Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Contoh: Gondok merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa. IDN, 2002: 18). b. Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). c. Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya (Gibson, 1990). FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang adalah lingkungan fisik, biologis, budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Achmadi, 2009). a. Kondisi fisik yang dapat mempengaruhi terhadap status pangan dan gizi suatu daerah adalah cuaca, iklim, kondisi tanah, sistem bercocok tanam, dan kesehatan lingkungan. b. Faktor lingkungan biologi misalnya adanya rekayasa genetika terhadap tanaman dan produk pangan. Kondisi ini berpengaruh terhadap pangan dan gizi. Selain itu adanya interaksi sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi yaitu infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. c. Lingkungan ekonomi. Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam penyediaan pangan dan kualitas gizi. Apabila tingkat perekonomian seseorang baik maka status gizinya akan baik. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan golongan menengah ke atas. d. Faktor lingkungan budaya. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, takhayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Di samping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga.
3

e. Lingkungan sosial. Kondisi lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi ekonomi di suatu daerah dan menentukan pola konsumsi pangan dan gizi yang dilakukan oleh masyarakat. Misalnya kondisi sosial di pedesaan dan perkotaan yang memiliki pola konsumsi pangan dan gizi yang berbeda. Selain status gizi juga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, ketegangan dan tekanan sosial dalam masyarakat. f. Lingkungan politik. Ideologi politik suatu negara akan mempengaruhi kebijakan dalam hal produksi, distribusi, dan ketersediaan pangan FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBANTU TERCAPAINYA STATUS GIZI YANG BAIK Ada beberapa faktor yang membantu tercapainya status gizi yang baik, antara lain (Barasi, M.E, 2007: 90) : a. Aktivitas fisik Aspek ini mempertahankan kebutuhan energi dan nafsu makan, menjamin asupan makanan yang adekuat, serta mempertahankan massa otot, yang menunjang hidup mandiri dan kemampuan menyediakan makanannya sendiri. b. Interaksi sosial Hal ini mendorong orang untuk makan dan mempertahankan minat mereka terhadap makanan. c. Pemilihan makanan Pemilihan makanan dari berbagai macam jenis, yang mencakup semua kelompok makanan dalam jumlah yang sesuai.

METODE PENILAIAN STATUS GIZI Penilaian status gizi ada 2 macam, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung ( Supariasa. IDN, 2002: 18). A. Penilaian Status Gizi secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu: Antropometri Pengertian

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan Antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Indeks Antropometri Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu: Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.

Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutrirional Status). Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Berat badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat
5

badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U) Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT merupakan alat yang sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya, seperti adanya edema, asites dan hepatomegali. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: Berat Badan (kg) IMT = Tinggi badan (m) x Tinggi Badan (m)Atau Barat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m). Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8. Batas ambang IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut: IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat. IMT 17,0-18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan Kekurangan Berat Badan tingkat ringan atau KEK ringan. IMT 18,5-25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal. IMT 25,1-27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat ringan.

IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan bawah, di tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung lutut, dan pertengahan tungkai bawah. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul o Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat perubahan metabolisme yang

memberikan

gambaran

tentang

pemeriksaan

penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. o Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu: persen terhadap median, persentil, dan standar deviasi unit. 1. Persen terhadap Median Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi, median sama dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas. Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 Kategori Cut of point*) Gizi Lebih >120% Gizi Baik 80% - 120% Gizi Sedang 70% - 79,9%
7

Gizi Kurang 60% - 69,9% Gizi Buruk <60%

Persen dinyatakan terhadap Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983 *) Laki-laki dan perempuan sama Sumber: supariasa. IDN, 2002: 76

2. Persentil Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah persentil. Persentil 50 sama dengan Median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. NCHS merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik. 3. Standar Deviasi Unit (SDU) Standar Deviasi Unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Klinis Pengertian Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit. Biokimia Pengertian

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Biofisik Pengertian Merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Penggunaan Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja endemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. Penilaian status gizi secara tidak langsung Dapat dibagi menjadi 3, yaitu: i. Survei Konsumsi Makanan Pengertian Merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan Dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat

mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi ii. Statistik Vital Pengertian Pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
9

Penggunaan Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. iii. Faktor Ekologi Pengertian Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lainlain

Penggunaan Untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. FAKTOR PEMILIHAN METODE PENILAIAN STATUS GIZI Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan menggunakan metode adalah sebagai berikut (Supariasa. IDN, 2002: 22): 1). Tujuan Tujuan pengukuran sangat perlu diperhatikan dalam memilih metode, seperti tujuan ingin melihat fisik seseorang, maka metode yang digunakan adalah antropometri. Apabila ingin melihat status vitamin dan mineral dalam tubuh sebaiknya menggunakan metode biokimia. 2). Unit Sampel yang Akan Diukur Berbagai jenis unit sampel yang akan diukur sangat mempengaruhi penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis unit sampel yang akan diukur meliputi individual, rumah tangga/keluarga dan kelompok rawan gizi. 3). Jenis Informasi yang Dibutuhkan Pemilihan metode penilaian status gizi sangat tergantung pula dari jenis informasi yang diberikan. Jenis informasi itu antara lain: asupan makanan, berat dan tinggi badan, tingkatan hemoglobin dan situasi sosial ekonomi. Apabila menginginkan informasi tentang asupan makanan , maka metode yang digunakan adalah survei konsumsi. Dilain

pihak apabila ingin mengetahui tingkat hemoglobin maka metode yang digunakan adalah biokimia. Jika ingin membutuhkan informasi tentang keadaan fisik seperti berat badan dan tinggi badan, sebaiknya menggunakan metode antropometri. Begitu pula apabila membutuhkan informasi tentang situasi sosial ekonomi sebaiknya menggunakan pengukuran faktor ekologi. 4). Tingkat Realiabilitas dan Akurasi yang Dibutuhkan Masing-masing metode penilaian status gizi mempunyai tingkat reliabilitas dan akurasi yang berbeda-beda. Contoh penggunaan metode klinis dalam menilai tingkatan pembesaran kelenjar gondok adalah sangat subjektif sekali. Penilaian ini membutuhkan tenaga medis dan paramedis yang sangat terlatih dan mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang ini. Berbeda dengan penilaian secara biokimia yang mempunyai reliabilitas dan akurasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu apabila ada biaya, tenaga dan sarana-sarana lain yang mendukung, maka penilaian status gizi dengan biokimia sangat dianjurkan. 5). Tersedianya Fasilitas dan Peralatan Berbagai jenis fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi. Fasilitas tersebut ada yang mudah didapat dan ada pula yang sangat sulit diperoleh. Pada umumnya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi secara antropometri relatif lebih mudah didapat dibanding dengan peralatan penentuan status gizi dengan biokimia. 6). Tenaga Ketersediaan tenaga, baik jumlah maupun mutunya sangat mempengaruhi penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis tenaga yang digunakan dalam pengumpulan dara status gizi antara lain: ahli gizi, dokter, ahli kimia, dan tenaga lain. Penilaian status gizi secara biokimia memerlukan tenaga ahli kimia atau analisis kimia, karena menyangkut berbagai jenis bahan dan reaksi kimia yang harus dikuasai. Berbeda dengan penilaian status gizi secara antropometri, tidak memerlukan tenags ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih beberapa hari saja sudah dapat menjalankan tugasnya.

11

7). Waktu Ketersediaan waktu dalam pengukuran status gizi sangat mempengaruhi metode yang akan digunakan. Waktu yang ada bisa dalam mingguan, bulanan, dan tahunan. Apabila kita ingin menilai status gizi disuatu masyarakat dan waktu yang tersedia relatif singkat, sebaiknya dengan menggunakan metode antropometri. 8). Dana Masalah dana sangat mempengaruhi jenis metode yang akan digunakan untuk menilai status gizi. Umumnya penggunaan metode biokimia relatif mahal dibanding dengan metode lainnya. Penggunaan metode disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penilaian status gizi. B. PROGRAM KB PENGERTIAN Keluarga berencana adalah rogram yang dibentuk oleh pemerintah untuk

menurunkantingkat fertilitas, salah satunya melalui pemakaian alat kontrasepsi. Dengan bertambahbanyaknya jumlah penduduk Indonesia, sehingga pemerintah Indonesia

menciptakanlahprogram keluarga berencana. Program ini sangat bermampaat dalam mengatur jumlah anak. TUJUAN 1. Untuk mengetahui mamfaat dari keluarga berencana. 2. Untuk menurunkan tingkat fertilitas Pemerintah melalui BKKBN menyarankan penggunaan alat kontrasepsi untukmengontrol memiliki anak. Alat kontrasepsi yang digunakan dalam program keluarga berencana adalah: 1. Cara mekanik kontrasepsi intra unterine devince/ spiral kondom. 2. Cara kimiawi pil KB, suntik. Tujuan Program Keluarga Berencana (KB) Yang menjadi target atau sasaran dalam program keluarga berencana adalah pasangan usia subur yaitu pasangan usia 15-49 tahun, kemudian anggota masyarakat, institusi dan wilayah. Program keluarga brencana ini memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dantujuan khusus. Tujuan umum kecil dan sejahtera adalah secara bertahap dalam rangkaperkembangan dan pembudayaan norma keluarga kecil keluarga bahagia dansejahtera.(BKKBN).

Adapun tujuan khususnya adalah; 1. Penurunan tingkat kelahiran. 2. Meningkatkan jumlah peserta KB. 3. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu peningkatan kesejahteraan ibu dananak, 4. Memperpanjang tingkat harapan hidup, menurunkan kematian bayi. Meningkatkan kesadaran kepada masyarakat terhadap masalah kependudukan dalam melembagakan NKKBS. Meningkatkan dan memantapkan peran dan tanggungjawab pasangan usia suburdan generasi muda dalam penanggulangan masalah kependudukan. Faktor-Faktor Yang Mempengarui Pemakai Alat Kontrasepsi. Sebagai seorang tenaga kesehatan, apakah perawat atau bidan, kita tentu nya memiliki kepentingan untuk membantu masyarakat mencapai tingkat kesehatan yang baik, salahsatunya adalah membantu masyarakat menggunakan alat kontrsepsi untuk mengontrol memiliki anak. Hal yang penting perlu disadari oleh para tenaga kesehatan adalah bahwapenggunaan alat kontrasepsi pada masyarakat tidak hanya ditentukan oleh faktor kesehatan itusendiri, akan tetapi terdapat faktor lain seperti sosial budaya, serta program KB itu sendiri.Seringkali program kesehatan mengalami banyak kegagalan karena tidak memperhatikan faktorluar tersebut yang memilki pengaruh yang besar. Faktor Sosial BudayaFaktor pertama yang mempengaruhi masyarakat menggunakan alat kontrasepsiadalah faktor sosial budaya, aspek sosial budaya yang mempengaruhi adalah: 1. Alasan pribadi , misal nya kurang dari 20 tahun, atau lebih dari 35 tahun. 2. Ingin menjarangkan kehamilan 3. Ingin membatasi anak 4. Pendidikan meningkat Faktor kesehatan Faktor kedua yang mempengaruhi masyarakat menggunakan alat

kontrasepsiadalah faktor kesehatan. Alasan kesehatan yang mempengaruhi adalah : Terlalu sering hamil tidak baik untuk kesehatan ibu.

13

Faktor Program KBFaktor ketiga yang mempengaruhi masyarakat

menggunakan

alat

kontrasepsiadalah faktor program KB itu sendiri, aspek program yang mempengaruhi adalah : 1. Pemahaman masyarakat yang baik akan program KB 2. Kemudahan untuk memperoleh Jarak rumah mereka dengan lembaga yang bertanggungjawab terhadapprogram. Faktor-Faktor Yang Menghambat Pemakaian Alat Kontrasepsi Selain memahami faktor yang mempengarui masyarakat menggunakan alat kontrasepsi,disisi lain kita juga perlu memahami mengapa masyarakat masih enggan untuk menggunakanalat kontrasepsi. Beberapa factor yang menghambat penggunaan alat kontrasepsi adaalahfaktor sosial budaya, adat istiadat, agama, pilihan jenis kelamin, pandangan nilai anak,pendidikan yang rendah, serta ekonomi. 1.Faktor sosial budayaTidak dapat kita hindari bahwasanya faktor sosial budaya memegang peranan pentingdalam perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat untuk tidak menggunakan alat kontrasepsiternyata dipengarui oleh adat istiadat dan atau kepercayaan dalam budaya tertentu. Misalkan saja: 1. Senang banyak anak sebagai aset. 2. Mengawinkan anak pada usia muda untuk memperoleh keturunan. 3. Kurangnya pendidikan 4. Ekonomi yang sulit(tidak punya uang) Pilihan jenis kelamin (laki/perempuan) Contoh pada masyarakat bugis, harus ada anak perempuan, sehingga jika belum memiliki anak perempuan,mereka mencoba terus memiliki anak sampai mendapatkan anak perempuan.2.Agama.Faktor yang kedua adalah faktor agama. Berkaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi,terdapat kelompok masyarakat agama yang menerima dan menolak program tersebut. Dalam konteks ini tentunya sebagai tenaga kesehatan, kita perlu memahami pandangan kepercayaan atau agama pada masyarakat yang menjadi sasaran program KB.

Tentunya kepercayaan agama bukanlah suatu yang dapat kita paksakan, tetapi yang terpenting adalah kita memahaminya.Sebagai seorang tenaga kesehatan yang memiliki tugas mensukseskan program ini, tentunya kita menjadi paham bahwa kesuksesan suatu program kesehatan masyarakat tidak hanya di pengarui oleh program itu sendiri, akan tetapi oleh faktor lain. Seperti sosial budaya tersebut ditemukan oleh LIPSET dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa pendapatan,pendidikan, dan status sosial merupakan factor yang penting dalam partisipasi dalam programkeluarga berencana (KB).

15

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari makalah di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kurangnya pengetahuan dari masyarakat tentang status gizi dan program KB 2. Faktor faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi status gizi dan program KB 3. Kurang menngetahui mamfaat dan tujuan dari status gizi dan program KB B. SARAN Status gizi masyarakat Indonesia yang buruk harus segera ditemukan jalan keluarnya. Tidak hanya pemerintah saja tetapi seluruh elemen masyarakat berkewajiban membantu sesama manusia yang mengalami gizi buruk. Agar permasalahan ini tidak menimbulkan gangguan dalam tatanan kehidupan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. (2009), Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi, Ketersediaan dan Produksi Pangan. http:/ anianaharani.blogspot.com diakses pada 17 Pebruari 2011 Badrujaman,Aip.2008. SOSIOLOGI UNTUK MAHASISWA KEPERAWATAN Jakarta:Tran Info Media. Budaya Yang Mempengaruhi KB. Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan Sosial Budaya Dasar. Universitas Indonesia, Jakarta http//: www. google.co.id/ Aspek Sosial Budaya Dalam Program KB.http//: www. google.co.id/ Faktor Sosial Hadi. (2002). Pengertian Status Gizi. http:/www.rajawana.com diakses pada 15 Pebruari 2011

17

Anda mungkin juga menyukai