Anda di halaman 1dari 2

- Essai Etika Hukum Kesehatan : Etika Profesi

Nama : Wandafa Seven Al-Fadhilah


NIM : 21401048

Masalah malpraktik dalam pelayanan Kesehatan pada akhir-akhir ini mulai ramai
dibicarakan masyarakat dari berbagai golongan. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya
pengaduan kasus-kasus malpraktik yang diajukan dari masyarakat terhadap profesi dokter
yang dianggap telah merugikan pasien dalam melakukan perawatan. Sebenarnya dengan
meningkatnya jumlah pengaduan ini telah membuktikan bahwa masyarakat kita sudah
mulai sadar akan haknya dalam usaha untuk melindungi dirinya sendiri dari Tindakan pihak
lain yang merugikan. Dengan munculnya keadaan yang sebenarnya sangat
menggembirakan ini, sekaligus menunjukkkan makin meningkatnya kesadaran hukum
masyarakat, tetapi sayang, banyak menimbulkan masalah. Salah satu yaitu masalah yang
dimaksud dan sangat merisaukan ialah adanya perbedaan pendapat antara para pengacara
dengan dokter atau tenaga Kesehatan lainnya tentang apa yang dimaksud dengan
malpraktik tersebut.

Berbicara mengenai malpraktik atau malpractice berasal dari kata “mal” yang
berarti buruk. Sedangkan kata “practice” berarti suatu Tindakan atau praktik. Yang dengan
demikian secara harfiah malpractice ini dapat diartikan sebagai suatu Tindakan medik
“buruk” yang dilakukan daripada dokter dalam hubungannya kepada pasien. Di Indonesia,
istilah malpraktik sudahlah menjadi rahasia umum dan sangat dikenal oleh para tenaga
kesehata, yang mana malpraktik tersebut hannyalah suatu bentukmedical malpractice, atau
medical negligence yang berarti kelalaian medik. Ada beberapa arti dari malpraktik ini
menurut Arul Azwar. Yang pertama adalah setiap kesalahan professional yang diperbuat
oleh dokter. Yang kedua malpraktik menurutnya adalah setiap kesalahan yang diperbuat
oleh dokter. Sedangkan yang ketiga, malpraktik adalah setiap kesalahan professional yang
diperbuat oleh seorang dokter.
Didalam sistem perhukman di Indonesia yang salah satu komponennya merupakan
satu hukum subtantif, diantaranya hukum positif yang berlaku tidak kenal adanya istilah
malpraktik,baik dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Maupun dalam UU No.
29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran. Kritik masyarakat terhadap profesi kedokteran
di Indonesia pada akhir-akhir ini makin sering muncul diberbagai media, baik mediacetak
maupun elektronik. Yang pada awalnya dunia kedokteran hamper tak terjangkau oleh
hukum, kini dengan berkembangnya kesadaran masyarakat menjadikan dunia pengobatan
bukan hanya sebagai hubungan keperdataan melainkan telah berkembangan menjadi
persoalan pidana. Apabila seseorang pada waktu melakukan perbuatan melawan hukum itu
faham betul akan peruatannya yang pada dalam keadaan tertentu dapat merugikan pihak
lain dapat dikatakan bahwa pada umumnya seseorang tersebut dapat
dipertanggungjawabkan. Doktrin adalah asas hukum yang mengedepankan communis
opiniodoctorum atau seorang tidak boleh menyimpang dari pendapat umum para sarjanan
atau ahli hukum. Doktrin ini dirasa lebih memberikan keadilan pada pasien, mengingat
pasien adalah orang awam bidang ilmu kedokteran. Sangatlah tidak pantas dan
bertentangan dengan asa keadilan jika pasien yang menjadikorban suatu Tindakan kelalaian
harus membtukkan Tindakan kelalaian tersebut. Yang pada kenyataannya pasien tidaklah
tahu menahu mengenai proses bagaimana kelalaian tersebut terjadi, dan bagaimana ia bisa
terjaidnya, hal tersebut dikarenakan bahwa pasien telah mempercayakan hidun dan
kesehatannya pada dokter yang dianggap lebih ahli.

Beberapa hal dapat disimpulkan dari pembahasan diatas. Bahwasannya malpraktik dokter
merupakan bentuk kelalaian dari dokter dalam melakukan tindakanmedik yang
mengakibatkan rasa sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, bahkan kematian yang pada
akhirnya akan menimbulkan kerugian lainnya. Dokter yang melakukan kasus malpraktik
dapat dipertanggunjawabkan karena perbuatannya terhadap pasien yang sangat dirugikan
dan hal tersebut juga bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku atau dokter tadi, yaitu
melawan hukum hak subyektif orang lain dan melawan kaidah kesusilaan serta
bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati yang harusnya dimiliki semua
orang. Dan terakhi, pasien yang menjadi korban dari malpraktik dokter harus dan wajib
mendapat perlindungan hukum, yang seuai dengan doktrin Res Ipsa Loquitur atau dalam
Bahasa Indonesia nya ialah keberpihakan kepada korban, dengan menuntut ganti kerugian
material dan immaterial.

Anda mungkin juga menyukai