Anda di halaman 1dari 32

PENGARUH LIKUIDITAS, MANAJEMEN MODAL KERJA, LEVERAGE,

DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PROFITABILITAS


PADA PERUSAHAAN PARIWISATA, PERHOTELAN DAN RESTORAN
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK IDONESIA

SKRIPSI

Disusun oleh :

WAHYUNI SEPTYANA
NPM : 211020015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN
BATAM
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam melakukan peningkatan usaha, suatu perusahaan memerlukan investasi.

Investasi secara umum diartikan sebagai kegiatan menentukan dana atau modal

untuk hal tertentu dengan harapan mendapat keuntungan baik dalam jangka waktu

yang pendek maupun jangka waktu yang panjang. Perkembangan pasar modal di

Indonesia menunjukkan sebuah indikasi bahwa disamping perbankan, pasar

modal sudah menjadi alternatif sebuah investasi bagi pemilik modal atau investor.

Dalam berinvestasi banyak faktor yang menjadikan dasar pemikiran untuk

mengambil keputusan, apakah akan berinvestasi atau tidak dan seberapa besar

dana yang akan di investasikan pada perusahaan tersebut sehingga calon investor

mau melakukan berbagai cara agar dana yang di investasikan tersebut memiliki

return yang maksimal. Untuk memaksimalkan modalnya, seseorang investor harus

benar-benar mengontrol maupun mengetahui berbagai hal mengenai kondisi

perusahaan sebelum memutuskan investasinya.

Kegiatan usaha/bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan, tentu

memiliki beberapa tujuan yang ingin diraih oleh pemilik dan manajemen, salah

satunya adalah perusahaan menginginkan laba yang optimal atau untuk mendapat

laba yang besar. Untuk melihat tingkat keuntungan perusahaan, digunakan rasio

keuntungan/laba atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan nama rasio

rentabilitas. Menurut Syafri (2013) rasio profitabilitas atau disebut juga rasio

rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui


semua kemampuan, dan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,

modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio ini memberikan

tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh laba yang

didapatkan dari hasil penjualan dan pendapatan investasi. Intinya dalam rasio ini

adalah untuk menunjukkan efisiensi perusahaan. Tingkat profitabilitas yang tinggi

dalam suatu perusahaan berarti tinggi pula efisiensi penerapan modal yang

digunakan oleh perusahaan tersebut. Maka setiap perusahaan akan berusaha untuk

meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu

perusahaan maka kelangusngan hidup perusahaan akan lebih terjamin. Ada

banyak hal yang dapat mempengaruhi rasio profitabilitas diantaranya yaitu

likuiditas, manajemen modal kerja, leverage, dan good corporate governance.

Sebagai perusahaan yang berorientasi pada laba, maka laba memiliki

peranan yang sangat dominan dalam sebuah perusahaan untuk menentukan

apakah perusahaan tersebut akan pailit atau dapat terus bertahan di dunia

perindustrian. Salah satu cara agar perusahaan dapat mempertahankan serta

memajukan perusahaannya yaitu dengan terus memantau tingkat likuiditas

perusahaannya. Menurut Hery (2017) rasio likuditas merupakan rasio yang

menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya yang segera jatuh tempo. Perusahaan harus dapat menjaga

likuiditasnya dengan cara mengatur kewajiban jangka pendeknya. Semakin

banyak perusahaan menahan uang kasnya maka semakin likuid perusahaan

tersebut, dan semakin berkurang pula uang kas yang digunakan oleh perusahaan

dalam peredarannya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pilot (2016), menghasilkan bahwa

likuiditas berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan penelitian

yang dilakukan Khafidz (2015) menghasilkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh

signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas masih

tidak konsisten dalam mempengaruhi profitabilitas perusahaan.

Selain likuiditas, faktor lain yang harus diperhatikan oleh perusahaan

adalah faktor modal kerja atau sering di sebut rasio aktivitas. Menurut Kasmir

(2013) rasio aktivitas (manajemen modal kerja) adalah rasio yang digunakan

untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menetapkan aktiva yang

dimilikinya. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik dalam

melakukan kegiatan operasionalnya sehari-hari maupun untuk melunasi hutang-

hutangnya dan mendukung investasi jangka panjangnya akan membutuhkan dana.

Dana yang dibutuhkan untuk hal-halyang demikianlah yang disebut sebagai

modal kerja.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Pilot (2016), menghasilkan bahwa

modal kerja berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Octavianty (2015) menghasilkan bahwa perputaran modal

kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini menunjukkan

bahwa manajemen modal kerja masih tidak konsisten dalam mempengaruhi

tingkat profitabilitas suatu perusahaan.

Selain masalah di atas, perusahaan juga dihadapkan pada masalah-masalah

penentuan sumber dana. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dapat dipenuhi


dari sumber intern perusahaan, yaitu dengan mengupayakan penarikan modal

melalui penjualan saham kepada masyarakat atau laba ditahan yang tidak dibagi

dan digunakan kembali sebagai modal. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan

dapat juga dipenuhi dari sumber eksternya itu dengan meminjam dana kepada

pihak kreditur seperti bank, lembaga keuangan bukan bank, atau dapat pula

perusahaan menerbitkan obligasi untuk ditawarkan kepada masyarakat. Agar

penggunaan dana tidak saling menunjang, perlu disiasati dengan melakukan

kombinasi dari masing- masing sumber dana. Kombinasi dari penggunaan dana

dikenal dengan nama rasio penggunaan dana pinjaman atau utang dan juga

dikenal dengan nama rasio solvabilitas atau rasio leverage.

Menurut Syafri (2013) rasio solvabilitas (leverage) menggambarkan

kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau

kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Semakin tinggi rasio

solvabilitas (leverage) berarti semakin tinggi biaya yang harus ditanggung

perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang dimilikinya. Hal ini dapat

menurunkan profitabilitas perusahaan karena semakin tinggi solvabilitas

(leverage) maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba semakin

rendah.

Pada penelitian yang dilakukan Romadhon (2017), menunjukkan bahwa

rasio solvabilitas (leverage) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, dan

penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2017) jugak menghasilkan bahwa secara

parsial leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas yang diukur


dengan return on asset. Hal ini menunjukkan bahwa rasio leverage masih tidak

konsisten dalam mempengaruhi tingkat profitabilitas suatu perusahaan.

Selain itu, setiap perusahaan yang sudah go publik memiliki tata kelola

perusahaan yang dikenal dengan suatu istilah yaitu good corporate governance.

Corporate governance menurut Tunggal (2014) merupakan sistem yang mengatur,

mengawasi dan mengelola proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai

saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, kreditur,

karyawan, dan masyarakat sekitar. Praktek corporate governance ini diakui

membantu mengebalkan perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak

menguntungkan. Dalam banyak hal, corporate governance yang baik telah terbukti

juga meningkatkan kinerja korporat sampai 30% diatas tingkat kembalian (rate of

return) yang normal.

Santoso & Nila (2017) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa good

corporate governance yang diukur dengan proporsi dewan komisaris independen,

komite audit, kepemilikan manajeril tidak berpengaruh signifikan terhadap

profitabilitas yang diukur dengan ROA dan ROE, sementara Wanodyatama

(2018) pada penelitiannya menunjukkan bahwa corporate governance yang diukur

dengan dewan komisaris, proporsi anggota independen dewan komisaris, dan

jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap profitabilitas

perusahaan yang diukur dengan ROE. Berdasarkan kedua hasil penelitian diatas,

good corporate governance masih tidak konsisten dalam mempengaruhi tingkat

profitabilitas suatu perusahaan.


Industri Hotel, Restoran, dan Pariwisata merupakan industri yang potensial

untuk dikembangkan dan berperan dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi

dan kesejahteraan masyarakat. Industri ini mampu memberikan dampak positif

terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, yaitu memberikan sumbangan

terhadap penerima devisa, penciptaan lapangan kerja, memperluas kesempatan

berusaha di sektor formal dan inforamal, peningkatan pendapatan pemerintah

pusat dan pemerintah daerah melalui berbagai pajak dan retribusi, peningkatan

pendapatan masyarakat, dan pemerataan pembangunan.

Memasuki era globalisasibebas, sektor pariwisata tidak hanya

mengandalkan

mutu dan pelayanan, melainkan harus diperhatikan bagaimana cara mengeloh

informasi yang tepat sehingga dapat mendukung kegiatan pariwisata. Dalam

pelaksanaannya, perusahaan tidak hanya sekedar memberikan promosi-promosi,

melainkan harus mampu mengolah data perusahaan dengan baik. Kegiatan wisata

memiliki peranan yang sangat penting pada industri pariwisata, yaitu untuk

kesejahteraan negara dikarenaka pendapatan yang dihasilkan dari konsumsi

barang dan jasa oleh wisatawan, pajak-pajak yang dikenakan pada bisnis dalam

industri pariwisata dan kesempatan untuk pekerjaan, dan kemajuan ekonomi

dengan bekerja di industry. Perkembangan teknologi mobilitas yang semakin

meningkat serta globalisasi membaharui perilaku konsumen dan perilaku dunia

usaha. Perubahan landscape bisnis yang dipicu gaya hidup digital, disrupted

inovation, dan dinamika perilaku konsumen mendorong semua pihak menciptakan

pendekatan baru dan business model yang inovatif agar bisnis tetap survive dan
berkelanjutan. Banyak perusahaan baru berhasil memanfaatkan perubahan

tersebut dan dengan jeli memberikan penawaran produk ataupun jasa secara

berbeda. Hal ini menciptakan tantangan baru bagi perusahaan-perusahaan yang

telah berhasil menguasai industri, serta memaksa untuk memikirkan kembali cara

menjalankan bisnis untuk tetap bertahan dari persaingan baru.

Untuk dapat bertahan di kondisi yang berubah-ubah dengan cepat, apalagi

ditengah-tengah pandemic COVID-19 membawa dampak langsung kepada

pembisnis perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata pasalnya salah satu cara

menekan penyeberannya dengan melakukan karantina secara mandiri dan tidak

melakukan pertemuan secara besar-besaran, Hal tersebut membuat banyak tempat

wisata, hotel, maupun restoran menjadi sepi pengunjung. Akibatnya, pelaku usaha

pun menutup atau membatasi kegiatan operasional perusahaannya untuk menekan

Biaya operasional selain juga kerana mengikuti anjuran pemerintah. Perhimpunan

Hotel dan Restoran Indonesia mencatat, hingga 13 April 2020, anggotanya telah

menutup 1.642 hotel dan 353 restoran atau tempat hiburan yang tak beroperasi,

industri pariwisata pun kehilangan potensi pendapatan dari wisatawan asing meski

begitu beberapa upaya dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pariwisata ditengah

sepinya pelancong, beberapa perusahaan yang sahamnya dimiliki publik di sektor

pariwisata, perhotelan, dan restoran. harus dapat melakukan strategi dan inovasi

terhadap bisnisnya pada saat masa pademi ini secara responsif terhadap perubahan

tersebut.

Lebih dari 2000 hotel dan 8000 restoran tutup dengan potensi hilang

pendapatan Januari-April 2020 dari sektor hotel sekitar Rp30 triliun dan restoran
Rp40 triliun. Kemudian kerugian maskapai 812 juta USD atau setara Rp11,3

triliun. Kerugian tour operator mencapai Rp4 triliun. Hal ini dapat dilihat dari

SHID dimana berdasarkan laporan keuangan SHID, tercatat adanya tren

penurunan penjualan saat pandemi cofid 19 ini, yakni sebesar 30,9 triliun rupiah

pada triwulan II tahun 2020, turun -50,2% di banding triwulan II tahun 2019 yang

sebesar 62,2 triliun rupiah. Dari segi laba komprehensif, pada triwulan II tahun

2020, SHID juga mencatat kerugian sebesar -22 triliun rupiah. Kerugian ini

meningkat jika dibandingkan dengan triwulan II tahun 2019 yaitu sebesar -19

triliun rupiah. Hal ini dikarenakan adanya penurunan signifikan pada penjualan

SHID dan tingginya beban usaha SHID.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan per 31 maret 2020, BEI, laba

bersih Fast Food Indonesia turun 89,24% menjadi Rp5,41 miliar pada kuartal

I/2020, padahal pada periode kuartal I/2019 emiten ini berhasil meraup laba

Rp50,31 miliar.Air Asia Indonesia juga melaporkan pendapatan usaha Rp1,32

triliun per 30 juni 2020, reliasasi ini turun 55,15% dari Rp2,99 triliun dari periode

yang sama di tahun 2019.

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil-hasil penelitian terdahulu

yang tidak konsisten mengenai faktor yang mempengaruhi profitabilitas di suatu

perusahaan mendorong peneliti untuk meneliti kembali variabel dari penelitian

terdahulu. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin menguji dan mengadakan

penelitian dengan judul "Pengaruh Likuiditas, Manajemen Modal Kerja,

Leverage, dan Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas Pada


Perusahaan Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia"

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, identifikasi dari masalah yang ada

adalah adanya perbedaan hasil penelitian dari beberapa penelitian terdahulu yang

menyangkut permasalahan hubungan antara likuiditas, solvabilitas, ukuran

perusahaan, dan corporate governance terhadap profitabilitas. Terdapat juga

permasalahan dari perusahaan sektor pariwisata, hotel dan restoran dimana secara

umum Indonesia sedang dalam masa pandemi, dapat dilihat di setiap kota dan

daerah sedang mengalami masalah secara merata tetapi peusahaan-perusahaan

yang terdapat dalam sektor ini tidak mengalami peningkatan keuntungan bahkan

beberap yang mengalami kerugian.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi agar

pembahasannya lebih fokus dan terarah serta tidak menyimpang dari tujuan yang

diinginkan. Dengan demikian peneliti membatasi masalah hanya pada likuiditas

yang diukur dengan current ratio (CR), pengaruh manajemen modal kerja yang

diukur melalui perputaran modal kerja yaitu dengan working capital turnover

(WCT), leverage yang diukur dengan debt to equity ratio (DER), Good Corporate

Governance yang diukur dengan jumlah dewan komisaris (UDK), dan

profitabilitas yang di ukur dengan return on asset (ROA).

D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas peneliti adalah:

1. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan

perhotelan, pariwisata, da restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah manajemen modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas pada

perusahaan pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia?

3. Apakah leverage berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan

pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah Good Corporate Governance berpengaruh terhadap profitabilitas pada

perusahaan pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia?

5. Apakah likuiditas, manajemen modal kerja, leverage, dan Good Corporate

Governance secara bersama-sama berpengaruh terhadap profitabilitas pada

perusahaan pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan dan batasan masalah diatas, maka tujuan dilakukannya

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas pada perusahaan

pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas

pada perusahaan pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh leverage terhadap profitabilitas pada perusahaan

pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance terhadap

profitabilitas pada perusahaan pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia.

5. Untuk mengetahui secara bersama-sama pengaruh likuiditas, manajemen modal

kerja, leverage, dan Good Corporate Governance terhadap profitabilitas pada

perusahaan pariwisata, perhotelan, dan restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah:

1.Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang masalah likuiditas, manajemen

modal kerja, leverage dan Good Corporate Governance yang mempengaruhi

profitabilitas suatu perusahaan.

2. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan yang bersangkutan dalam

mengambil keputusan, terutama yang berhubungan dengan masalah likuiditas,

manajemen modal kerja, leverage dan Good Corporate Governance terhadap

profitabilitas perusahaan.

3. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan dalam menilai kinerja

perusahaan, sehingga dapat menilai kembalian dana yang di investasikan oleh

investor serta menciptakan nilai perusahaan lebih baik.

4. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan informasi dalam

pengembangan penelitian yang lebih baik lagi terutama yang berhubungan dengan

manajemen, keuangan khususnya mengenai profitabilitas perusahaan.

5. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini akan bermanfaat bagi penelitilainnya untuk menambah wawasan di

dalam memecahkan masalah dengan teori-teori yang ada, serta menjadi referensi

penelitian selanjutnya.

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kajian Teori

1.Profitabilitas

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah

memperoleh laba atau keuntunga nmaksimal, disamping hal-hal lainnya. Artinya

keuntungan haruslah dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan berarti

asal untung. Untuk mengukur tingkat keuntungan dalam suatu perusahaan,

digunakanlah rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan

rasio rentabilitas.
Menurut Fahmi (2017) rasio profitabilitas atau disebut juga rasio rentabilitas

adalah rasio yang mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang

ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam

hubungannya dengan penjualan maupun investasi.

Menurut Hery (2017) rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, dimana rasio ini dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu rasio tinggkat pengembalian atas investasi dan

rasio kinerja operasi.

Menurut Kasmir (2013) rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga dapat

memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen pada suatu perusahaan.

Dari pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bawah rasio profitabilitas

adalah rasio untuk menujukan dan menggambarkan suatu keadaan perusahaan

bagaimana menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba

dalam suatu periode tertentu.

Dikatakan perusahaan profitabilitasnya baik apabila mampu menggunakan modal

atau aktiva yang dimilikinya. Menurut Fahmi (2017), rasio profitabilitas secara

umum ada 4 (empat), yaitu:

1) Gross Profit Margin (GPM)


Pengukuran ini merupakan ukuran persentase dari setiap hasil penjualan sesudah

perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin besar gross profit margin

maka semakin baik. Rumus untuk mencari GPM adalah sebagai berikut:

Gross Profit Margin = Gross Profit/Sales x 100%

2). Operating Profit Margin (OPM)

Pengukuran ini merupakan ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan

sesudah semua biaya dan pengeluaran lain dikurangi kecuali bunga dan pajak.

Rumus untuk mencari OPM adalah sebagai berikut:

Operating Profit Margin = Net Income /Sales x 100%

3). Net Profit Margin (NPM).

Pengukuran ini merupakan ukuran untuk mengukur persentase keuntungan atau

laba perusahaan setelah dikurangi semua biaya dari pengeluaran termasuk bunga

dan pajak. Rumus untuk mencari NPM adalah sebagai berikut:

Net Profit Margin = Net Profit/Sales x 100%

4) Return On Assets (ROA).

Pengukuran ini merupakan ukuran keefektifan manajemen dalam menghasilkan

laba dengan aktiva yang tersedia. Rumus untuk mencari return on assets adalah

sebagai berikut:

Return On Assets = Net Income/Total Assets x 100%


5) Return On Investment (ROI)

Return on investment menunjukan kemampuan perusahaan yang mengukur

efisiensi sebuah investasi dengan membandingkan laba bersih dengan total biaya

atau modal yang di investasikan. Dengan kata lain ROI mengukur keuntungan

atau kerugian yang dihasilkan dari investasi terhadap jumlah uang yang di

investasikan. Rumus untuk mencari return on investment adalah sebagai berikut:

Net Income

Return On Investment = Net Income/Total investasi x 100%

6) Return On Equity (ROE)

Pengukuran ini adalah ukuran pengembalian yang diperoleh pemilik atas investasi

di perusahaan. Rumus untuk mencari return on equity adalah sebagai berikut:

Return On Equity = Net Income/Total Equity x 100%

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan return on asssets (ROA) sebagai

parameter profitabilitas. Peneliti menggunakan ROA karena peneliti ingin melihat

tingkat laba yang dapat dihasilkan perusahaan dengan seluruh aktiva yang dimiliki

perusahaan.

2. Likuiditas

Sebuah perusahaan dalam menjalankan kegiatannya memerlukan bantuan pihak

luar dalam menjalankan operasinya. Pihak luar ini biasa di sebut dengan kreditor.
Seorang kreditor dalam membantu sebuah perusahaan, harus mengetahui

bagaimana kemampuan perusahaan tersebut dalam membayar kewajibannya yang

sudah jatuh tempo. Untuk mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam

mengembalikan kewajibannya dengan menggunakan rasio likuditas.

Menurut Syafri (2013) rasio likuiditas adalah rasio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya.

Menurut Fahmi (2017) rasio likuditas adalah kemampuan suatu perusahaan

memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu dan rasio ini sering

juga disebut dengan short term liquidity.

Menurut Kasmir (2013) rasio likuiditas diartikan sebagai rasio yang mengukur

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo,

baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun di dalam perusahaan.

Dari pengertian beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio likuditas

adalah rasio yang menggambarkan dan menunjukan kemampuan perusahaan

dalam memenuhi atau menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya yang harus

segera dibayarkan.

Menurut Fahmi (2017) terdapat beberapa cara untuk mengukur tingkat likuiditas

suatu perusahaan yaitu:

1) Rasio Lancar (Current Ratio)


Rasio lancar (Current Ratio) merupakan aktiva lancar perusahaan yang dibagi

dengan kewajiban lancar. Rumus dari current ratio adalah sebagai berikut:

Current Ratio = Aset Lancar/KewajibanLancar

2) Rasio Cepat (Quick Ratio)

Rasio Cepat (Quick Ratio) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang

jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan

(inventory). Quick ratio dapat dihitung dengan formula:

Quick Ratio = AsetLancar - Persediaan/HutangLancar

3) Rasio Modal Kerja Bersih (Net Working Capital Ratio)

Modal kerja adalah suatu ukuran dari likuiditas perusahaan. Sumber modal kerja

merupakan pendapatan bersih, penigkatan kewajiban yang tidak lancar, kenaikan

ekuitas pemegang saham, dan penurunan aktiva yang tidak lancar. Adapun rumus

net working capital ratio adalah:

Net Working Capital Ratio= Current Asset - Current Liabilities

4) Rasio Likuiditas Arus Kas (Cash Flow Liquidity Ratio)

Rasio likuiditas arus kas menggunakan pembilang sebagai suatu perkiraan sumber

kas, kas dan surat berharga menyajikan jumlah kas yang dihasilkan dari operasi
perusahaan seperti kemampuan menjual persediaan dan menagih kas. Adapaun

rumus Cash Flow Liquidity Ratio adalah:

Cash Flow Liquidity Ratio = Cash + Commercial Papper+ CFO/Current

Liabilities

Sebagai parameter dari likuiditas, peneliti menggunakan current ratio (CR),

karena dalam praktiknya, sering kali dipakai bahwa rasio lancar dengan standar

200% (2:1) yang terkadang sudah dianggap sebagai ukuran yang cukup baik atau

memuaskan bagi perusahaan. Current ratio yang tinggi juga menunjukkan posisi

para kreditor yang baik karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa

utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya.

3.Manajemen Modal Kerja

Manajemen modal kerja meliputi kebijakan modal kerja dan penggunaannya pada

operasional perusahaan sehari-hari. Perusahaan memiliki kewajiban dalam

mengelola sumber daya dalam aktivitasnya untuk mendapatkan laba yang

diinginkan.

Menurut Fahmi (2017) rasio aktivitas (rasio modal kerja) adalah rasio yang

menggambarkan sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya

yang dimilikinya guna menunjang aktivitas perusahaan, dimana penggunaan

aktivitas ini dilakukan dengan sangat maksimal dengan maksud mendapat hasil

yang maksimal.
Menurut Hery (2017) rasio aktivitas (rasio modal kerja) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi atas pemanfaatan sumber daya yang

dimiliki perusahaan atau untuk menilai kemampuan perusahaan dalam

menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

Menurut Syafri (2013) rasio aktivitas (manajemen modal kerja) adalah rasio yang

menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan

operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian dan kegiatan lainnya.

Dari pengertian beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio ktivitas atau

rasio manajemen modal kerja adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dan

mengukur tingkat efektivitas dan efesiesi.

Menurut Fahmi (2017) terdapat beberapa cara untuk mengukur rasio aktivitas

suatu perusahaan yaitu:

1) Perputaran Modal Kerja

Manajemen penggunaan modal kerja dapat diuji dengan menggunakan rasio

perputaran modal kerja (working capital turnover), yakni perbandingan antara

penjualan dengan jumlah keseluruhan aset lancar yang dimiliki suatu perusahaan

pada suatu periode tertentu. Bila volume penjualan naik, investasi persediaan dan

piutang meningkat, ini berarti juga meningkatkan modal kerja. Formulasi dari

working capital turnover (WCT) atau bisa disebut perputaran modal kerja adalah

sebagai berikut:
Working Capital Turnover = Penjualan/

AsetLancar - HutangLancar

2). Perputaran Persediaan

Perputaran Persediaan (inventory turnover) menunjukkan barang dijual dan

diadakan kembali selama satu periode akuntansi. Dengan demikian, tingkat

perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan bahwa tingkat penjualan yang

tinggi pada perusahaan. Perputaran persedian ini dihitung dengan cara sebagai

berikut:

Inventory Turnover= Harga Pokok Penjualan/Persediaan Rata-Rata

Persediaan rata-rata dapat dihitung dengan membagi jumlah persediaan akhir

tahun dan awal tahun dengan dua. Besarnya hasil perhitungan perputaran

persediaan menunjukkan tingkat kecepatan persediaan menjadi kas atau piutang

dagang. Melalui tingkat perputaran persediaan, maka kita dapat menghitung hari

rata-rata barang disimpan digudang yaitu dengan membagi hari dalam satu tahun

dengan tingkat perputaran persediaan. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Hari Rata-Rata Barang Disimpan=360/

Perputaran Persediaan

Hari rata-rata barang disimpan digudang akan bermanfaat untuk menilai efisiensi

dari persediaan.

3)Perputaran Aset Tetap


Rasio perputaran asset tetap (fixed asset turnover) menunjukkan berapa kali nilai

aset berputar bila diukur dari volume penjualan. Semakin tinggi rasio ini semakin

baik. Artinya kemampuan aset tetap menciptakan penjualan tinggi. Adapun

rumusnya adalah sebagai berikut:

Fixed Asset Turnover=Penjualan/

Asset Tetap Bersih

4)Rasio Perputaran Piutang

Rasio perputaran piutang (receivable turnover) menunjukkan berapa cepat

penagihan utang. Semakin besar semakin baik karena penagihan piutang

dilakukan dengan cepat. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Receivable Turnover = Penjualan Kredit Bersih/Rata-Rata Piutang

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan working capital turnover (WCT)

sebagai parameter manajemen modal kerja sebab working capital turnover

menunjukkan seberapa efektifnya pemanfaatan modal kerja yang tersedia dalam

meningkatkan profitabilitas perusahaan.

4. Rasio Leverage

Seperti yang diketahui, dalam mendanai usahanya, perusahaan memiliki beberapa

sumber dana. Sumber-sumber dana yang diperoleh adalah pinjaman atau modal

sendiri. Keputusan untuk memilih menentukan modal sendiri atau modal

pinjaman haruslah digunakan beberapa perhitungan yang matang. Untuk melihat


aktivitas perusahaan yang dibiayai dengan utang dapat menggunakan rasio

solvabilitas (leverage).

Menurut Hery (2017) rasio solvabilitas (leverage) merupakan rasio yang

menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya.

Perusahaan harus menyeimbangkan berapa utang yang layak diambil dan dari

mana sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membayar utang.

Menurut Fahmi (2017) rasio solvabilitas (leverage) adalah rasio yang mengukur

seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Pemakain utang yang terlalu

besar akan membahayakan perusahaan sehingga perusahaan terjebak dalam

tingkat utang yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut.

Menurut Kasmir (2013) rasio solvabilitas atau leverage ratio adalah rasio yang

digunakan mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang,

artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan

dengan aktivanya.

Dari beberapa pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio

solvabilitas atau sering juga disebut rasio leverage adalah rasio yang

menggambarkan dan menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau

melunasi kewajiban jangka panjangnya dalam suatu periode tertentu.

Menurut Fahmi (2017) adapun jenis-jenis rasio yang ada dalam rasio leverage

antara lain.

1) Debt to Asset Ratio


Debt to asset ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur

perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Rumus untuk mencari debt to

asset ratio dapat digunakan sebagai berikut:

Debt to Asset Ratio = Total Debt/

Total Asset

2) Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk

mengetahui dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik

perusahaan. Bagi perusahaan, semakin tinggi rasio ini akan semakin tinggi resiko

keuangan perusahaan tersebut. Rumus dari debt to equity ratio adalah sebagai

berikut:

Debt to Equity Ratio = Total Debt/Total Equity

3) Long Term Debt to Equity Ratio

Long term debt to equity ratio (LTDtER) merupakan rasio antara utang jangka

panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian

dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang

dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri

yang disediakan oleh perusahaan. Rumus untuk mencari long term debt to equity

ratio adalah dengan menggunakan perbandingan antara utang jangka panjang dan

modal sendiri, yaitu:


Long Term Debt Equity Ratio = Total Term Debt/Total Equity

4) Time Interest Earned

Times interest earned merupakan rasio untuk mencari jumlah kali perolehan

bunga. Jumlah kali perolehan bunga merupakan rasio untuk mengukur sejauh

mana pendapatan dapat menurun tanpa membuat perusahaan merasa malu karena

tidak mampu membayar biaya bunga tahunannya. Rumus untuk mencari Time

interest earned dapat digunakan dengan dua cara sebagai berikut:

Earning Before Income Tax (EBIT)

Time Interest Earned = Earning Before Income Tax (EBIT)/Biaya Bunga

(Interest)

Atau :

Time Interest Earned = EBIT + Biaya Bunga/Biaya Bunga (Interest)

5) Fix Charged Coverage

Fixed charge coverage (FCC) merupakan rasio yang dilakukan apabila perusahaan

memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak

sewa. Rumus untuk mencari fixed charged coverage(FCC) adalah sebagai berikut:

Fixed charge coverage=EBIT + Biaya Bunga + KewajibanSewa/

Biaya Bunga + KewajibanSewa


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan debt to equity ratio (DER) sebagai

parameter dari rasio leverage, karena bagi perusahaan, semakin tinggi rasio ini

akan semakin tinggi resiko keuangan perusahaan dan mempengaruhi profitabilitas

perusahaan tersebut.

5.Good Corporate Governance

Definisi corporate governance menurut Cadburry dalam Wijaya (2011)

merupakan prinsip yang mengarahkan serta mengendalikan perusahaan agar

tercapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam

memberikan pertanggung jawabannya kepada para shareholders khususnya, dan

stakeholders pada umumnya.

Adapun Center for Europan Policy study (CESP) dalam Wijaya (2011)

memformulasikan good corporate governance adalah seluruh sistem yang

dibentuk mulai dari hak (right), proses dan pengendalian baik yang ada di dalam

maupun di luar manajemen perusahaan.

Corporate governance menurut Tunggal (2014) adalah sistem yang mengatur,

mengelola dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikkan nilai

saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan,

kreditor, dan masyarakat sekitar.

jadi, berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa good

corporate governance adalah sistem yang mengelola, mengatur, serta mengawasi

proses pengendalian usaha yang bertujuan menjaga keseimbangan antara kekuatan


dan kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung jawabannya kepada

shareholders dan stakeholders serta masyarakat sekitar. Penerapan corporate

governance yang baik menurut Tunggal (2014) memberikan manfaat sebagai

berikut:

a. Perbaikan dalam komunikasi

b. Minimalisasi potensial benturan

C. Fokus pada strategi-strategi utama

d. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi

e. Kesinambungan manfaat

f. Promosi citra korporat

g. Peningkatan kepuasan pelanggan

h. Perolehan kepercayaan investor

Menurut The Forum for Corporate Governancein Indonesia yang dikutip oleh

Tunggal (2014), kegunaan dari corporate governance yang baik adalah:

a. Lebih mudah memperoleh modal

b. Biaya modal (cost of capital) yang lebih rendah

C. Memperbaiki kinerja usaha


d. Mempengaruhi harga saham

e. Memperbaiki kinerja ekonomi.

Unsur-unsur yang penting dalam corporate governance yang baik menurut

Tunggal (2014) terdiriatas:

a. Komisaris

b. Pemegangsaham

c. Direksi

d. Komite audit

e. Sekretarisperusahaan

f. Manajer dan karyawan

g. Auditor eksternal

h. Auditor internal

i. Stakeholder lainnya (pemerintah, kreditor, dan lain-lain)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ukuran dewan komisaris sebagai

parameter corporate governance. Menurut UU No. 1/1995 tentang Perseroan

Terbatas menganut two board system, yaitu direksi dan komisaris. Ada direksi

sebagai pengurus dan komisaris sebagai pengawas. Sedangkan di Amerika

menganut single board system yang disebut Board of Directors.


Board of Directors (di Indonesia dewan komisaris) merupakan faktor sentral

dalam corporate governance karena hukum perseroan menempatkan tanggung

jawab legal atas urusan suatu perusahaan kepada Board of Directors. Board of

Directors secara legal bertanggung jawab untuk menetapkan sasaran korporat,

mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personel tingkat atas untuk

melaksanakan sasaran dan kebijakan tersebut. Board of Directors juga menelaah

kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik

dan kepentingan pemegang saham di lindungi.

Ukuran dewan komisaris pada penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah seluruh

anggota dewan komisaris, baik yang berasal dari internal perusahaan maupun dari

eksternal perusahaan sampel.

UDK = Jumlah total anggota dewan komisaris

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian yang telah ada

sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain

terletak pada periode waktu data yang digunakan, defenisi operasional penelitian

dan objek penelitian. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang dapat

mendukung penelitian ini.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka konseptual atau sering juga disebut kerangka pemikiran adalah suatu

model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor- faktor
yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka

pemikiran akan menghubungkan antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel

dependent dan variabel independent.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, terlihat bahwa hubungan antara

variabel independen dan variabel dependen adalah hubungan kausatif (sebab

akibat), dimana variabel independen yang telah ditentukan yaitu likuiditas yang

diproksikan dengan current ratio (X1), manajemen modal kerja yang diproksikan

dengan working capital turnover (X2), leverage yang diproksikan dengan debt to

equity ratio (X3), good corporate governance yang diproaksikan dengan UDK

(X4) akan mempengaruhi variabel dependen profitabilitas dengan return on asset

(ROA) (Y). Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:

D. Hipotesis Penelitian

Rusiadi (2014), mengemukakan bahwa hipotesis adalah suatu pendapat atau

kesimpulan yang sifatnya masih sementara. Atas dasar pemikiran ini, peneliti

mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Hat Likuiditas berpengaruh terhadap profitabilitas pada Perusahaan Pariwisata,

Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Hot Likuiditas tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada Perusahaan

Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


Ho2- Manajemen modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas pada

perusahaan Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Ho2- Manajemen modal kerja tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada

Perusahaan Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Ha3= Leverage berpengaruh terhadap profitabilitas pada Perusahaan Pariwisata,

Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ho3= Leverage tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan

Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Ha4= Good corporate governance berpengaruh terhadap profitabilitas pada

perusahaan Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Ho4- Good corporate governance tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada

perusahaan Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

Has- Likuiditas, manajemen modal kerja, leverage, Good corporate governance

secara bersama-sama berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan

Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


Hos- Likuiditas, manajemen modal kerja, leverage, Good corporate governance

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan

Pariwisata, Perhotelan, dan Restoran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai