Referat Fix Woy
Referat Fix Woy
PENDAHULUAN
1
2
3
4
Gambar 2.1 (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a)
bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya
yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya
tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi
yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang
dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel
inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi
mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI.
5
industri
7
g. Olium olivarium
h. Parafin cair
Konsentrasi yang digunakan pada umumnya sudah ditentukan
berdasarkan penelitian-penelitian. Menurut pengalaman para peneliti
dermatitis kontak. Ada beberapa zat yang sering menimbulkan dermatitis
kontak, sehingga Kelompok Riset Dermatitis Kontak Inter nasional
(ICDRG= International Contact Dermatitis Research Group)
menetapkan standar untuk tes dengan bahan-bahan tersebut, dengan pelarut
dan konsentrasi yang ditetapkan. Setiap melakukan uji tempel, bahan-bahan
tersebut hampir selalu disertakan.13 Berikut daftar allergen standar uji
tempel yang dianjurkan oleh ICDRG13 :
a. Kalium bichromat 0,5% dalam vaselin
b. Cobalt chloride 1% dalam vaselin
c. Nickel sulfat 5% dalam vaselin
d. Formaldehyde 2% dalam air
e. Para phenylene diamine 1% dalam vaselin
Bahan Penutup
Untuk uji tempel tertutup digunakan bahan penutup yang merupakan
suatu kesatuan, disebut Unit Uji tempel, yang terdiri atas13 :
a. Kertas saring berbentuk bulat atau persegi, dengan diameter
kira-kira 1 cm.
b. Bahan impermeabel dengan diameter kira -kira 2,5 cm.
c. Plester dengan diameter kira -kira 4,5 cm.
Cara Penempelan
Bahan ditempelkan pada kulit dengan jarak satu sama lain cukup jauh
sehingga jika terjadi reaksi tidak saling mengganggu. Menempelnya cukup
lekat, tidak mudah lepas, sehingga penyerapan bahan lebih sempurna.13
Lamanya Tes
Penempelan dipertahankan selama 24 jam untuk memberi
kesempatan absorbsi dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu
lama. Meskipun penyerapan untuk masing-masing bahan bervariasi, ada
14
yang kurang dan ada yang lebih dari 24 jam, tetapi menurut para
peneliti waktu 24 jam sudah memadai untuk kesemuanya, sehingga
ditetapkan sebagai standar.13
Tabel 2.1 Cara penilaian yang dianjurkan oleh ICDRG sebagai berikut13 :
15
Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah penyakit peradangan kulit yang kronis,
ditandai rasa gatal ringan sampai berat, bersifat kumat-kumatan, sebagian
muncul pada saat bayi dan anak. Berbagai faktor turut berperan dalam
patogenesis dermatitis atopik antara lain faktor genetik terkait dengan
kelainan sawar kulit, kelainan imunologik, dan faktor lingkungan.17
2.1.1.8 Penatalaksanaan
a. Nonmedikamentosa
1. Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan
tersangka.
2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya
sarung tangan apron, sepatu bot. Pada beberapa kondisi
18
2.1.1.9 Edukasi
1. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit,
serta perjalanan penyakit yang akan lama walaupun dalam
terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan,
perawatan kulit.
19
2.1.1.10 Prognosis
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab
dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna.
Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya
multifaktor, juga pada penderita atopik.6
Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.
Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif
disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung
selama 2-3 minggu.6
b. Fase Elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.19
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk
melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema,
edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. 19 Proses peredaan
atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan
sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel
makrofag akibat stimulasi INF gamma.19
PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut
berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan
antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap
antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.19
23
24
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.
Kelopak
Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata
mata
Anting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata, obat topikal, gagang
Telinga
telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat warna pakaian,
Paha dan
tungkai Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu / sandal.
bawah
Bibir
Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.
Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir.
Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat
rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat
mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Tindikan pada
telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang
bisa mengarah pada dermatitis kontak kronik.
Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada
karet dari celananya Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas sesuai
dengan daerah yang terkena allergen.
Genitalia
Penyebabnya : antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita
alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Dermatitis
kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi pada cream yang
mengandung neomisin, dan terlihat eritema.
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin
dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk
yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila
diduga keras penyebab alergi.6
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai
penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil
bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi
bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai
Finn Chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat
bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5
sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.6
b. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara6 :
1. Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan
yang didapat dengan cara biopsi dengan pisau atau
plong/punch.
2. Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit
infeksi, kulit normal tidak perlu diikutsertakan.
3. Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan
dibiopsi adalah lesi primer yang belum mengalami
garukan atau infeksi sekunder.
4. Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih
dahulu.
30
5. Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak, lebih baik
biopsi lebih dari satu.
6. Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan
subkutis.
7. Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi, misanya
formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan sel-selnya mati.
8. Lalu dikirim ke laboratorium.
9. Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin - Eosin(HE). Ada
pula yang menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.
10. Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume jaringan.
11. Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya tebal
jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam cairan fiksasi.
b. Medikamentosa
1. Sistemik : simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis.
Derajat sakit berat : dapat ditambah kortikosteroid oral
setara dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka pendek
(3 hari).
2. Topikal : Pelembab setelah bekerja.
Disarankan pelembab yang kaya kandungan lipid,
misalnya : vaselin (petrolatum).
Sesuai dengan gambaran klinis, yaitu18 :
Basah (madidans) : beri kompres terbuka (2-3 lapis
kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9%.
Kering : beri krim kortikosteroid potensi sedang
sampai tinggi, misalnya mometason furoat,
flutikason propionat, klobetasol butirat.
Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan
klobetasol propionate interiten.
3. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons
dengan steroid bisa diberikan inhibitor kalsineurin atau
fototerapi BB/NB UVB2, atau obat imunosupresif
sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada
superinfeksi oleh bakteri : antibiotika topikal/sistemik.18
2.1.2.9 Edukasi
1. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta
perjalanan penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan
sudah modifikasi lingkungan pekerjaan, perawatan kulit.
2. Edukasi mengenai penggunaan alat pelindung diri yang sesuai
dengan jenis pekerjaan, bila dermatitis berhubungan dengan kerja.
3. Edukasi mengenai perawatan kulit sehari-hari dan penghindaran
terhadap alergen berdasarkan hasil uji tempel.18
33
2.1.2.10 Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi
kronis bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor
endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasis). Faktor
lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang
tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.6
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit kulit akibat kerja yang paling umum terjadi adalah dermatitis
kontak, yaitu sebanyak 70-90%. Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah
kondisi kelainan kulit akibat terpapar oleh bahan yang digunakan pada saat
bekerja. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI)
dan dermatitis kontak alergi (DKA).
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan peradangan pada kulit non-
imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
pengenalan/ sensitisasi dan dermatitis kontak alergi (DKA) adalah dermatitis yang
terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan
penyebab/alergen.
Penyebab DKI ialah pajanan dengan bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu,
sedangkan penyebab DKA ialah bahan kimia sederhana dengan berat molekul
rendah ( <1000 dalton).
Berdasarkan penyebab dan pengaruh berbagai faktor tersebut, ada yang
mengklasifikasikan DKI menjadi 10 jenis, yaitu : DKI akut, lambat akut (acute
delayed irritancy), reaksi iritan, kronik kumulatif, reaksi traumatik, exsiccation
eczematid, reaksi pustular dan akneformis, iritasi non-eritematosa, dermatitis
karena friksi dan iritasi subyektif.
Keluhan yang timbul pada DKAK dapat bervariasi, tergantung sifat bahan
paparan. Pada DKI yang akut akan lebih sering mengalami keluhan nyeri atau rasa
panas seperti terbakar, sedangkan pada DKA rasa gatal lebih dominan, dan pada
lesi yang kronis dapat berupa kulit yang kering. Diagnosis dermatitis kontak
didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti
dan standar utama pemeriksaan penunjang pada dermatitis kontak adalah uji
tempel (patch test).
35
36
37
38