Anda di halaman 1dari 15

PENANGANAN GEJALA TRAUMATIK

DENGAN TERAPI EMDR (EYE


MOVEMENT DESENSITIZATION AND
REPROCESSING) PADA NARAPIDANA
WANITA DI LAPAS KELAS IIA
BANDUNG, JAWA BARAT
Eka Susanty
eka. susanty@gmail. com

Ditya Indria Sari


ade_aditis@yahoo. co. uk
Fakultas Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi dengan kondisi para narapidana wanita yang
mengalami kejadian penuh stres selama perjalanan kehidupan mereka. Tujuan dari
penelitan ini adalah untuk untuk mendapat gambaran tentang perubahan gejala-gejala
traumatik dengan menggunakan terapi EMDR pada narapidana wanita,di Lapas Wanita
Kelas IIA, Bandung. Target yang diharapkan adalah terjadinya penurunan gejala-gejala
traumatik pada narapidana wanita. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimental dengan desain a simple pretest-posttest design yaitu rancangan
penelitian yang mengukur perilaku sebelum dan sesudah treatment. Assessment dilakukan
dengan mengukur kondisi traumatik responden menggunakan kuesionair IES (Impact
Event Scale) dan SRQ (Self Reporting Questionaire), yang bertujuan untuk menentukan
kategori gejala traumatik responden. Terapi EMDR diberikan kepada 7 narapidana wanita
yang menunjukkan tingkat traumatik kategori tinggi. Terapi diberikan sebanyak 4 kali sesi/
pertemuan, dimana masing-masing sesi terdiri dari 8 tahapan (Shapiro, 1995). Setelah terapi
dilakukan assessment kembali menggunakan IES dan SRQ untuk mengetahui penurunan
gejala traumatik yang dialami narapidanan wanita. Hasil menunjukkan terjadi penurunan
gejala traumatik pada ke-6 responden, dan hanya ada 1 orang responden yang mengalami
peningkatan skor gejala traumatik. Uji statistik Wilcoxon dilakukan untuk mengetahui
signifikansi perbedaan skor gejala traumatik sebelum dan sesudah terapi. Berdasarkan
hasil uji statistik Wilcoxon dengan menggunakan tingkat kesalahan 0,05 di peroleh nilai
asymp. Sig (0,028) < 0,05, maka tolak H0 . Dari hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat
perbedaan yang signifikan antara skor gejala traumatik sebelum dan sesudah terapi EMDR.
Artinya terapi EMDR dapat menurunkan gejala traumatik pada responden narapidana
wanita Lapas kelas IIA, Bandung.
Kata kunci: narapidana wanita, EMDR (eye movement disensitization and reprocessing),
gejala traumatik, stres.

1
2 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juli 2017, hlm 1-15

Abstract: The background of this reseach is the condition of female prisoners who experienced
stressful events in their life. The objective of this reseach is to obtain a description of the changes
in traumatic symptoms through the application of EMDR theraphy to the female prisoners in
Female Prison Class IIA in Bandung. The target expected is to achieve the decline in traumatic
symptoms of the female prisoners. The method used in this reseach is experimental method
with simple pretest-postest design which is a research design that measures behaviour before
and after teratment. Assessment was conducted by IES (Impact Event Scale) and SRQ (Self
Reporting Questionair) to determine level of traumatic respondents. EMDR therapy was given
to seven female prisoners who were indicated to be in the high category of traumatic level. The
theraphy was given in 14 session/meetings. Each session consists of 8 phases (Shapiro,1995).
A measurement of PTSD symptoms was done using IES (Impact Event Scale) questionnaires
before and after EMDR Therapy. A decline in PTSD symptoms of the female prisoners could
be seen. Wilcoxon Statistic test was done to find out the significance of the score difference
of traumatic symptoms before and after the therapy. The results show a decline of traumatic
symptoms in six respondents and one respondent had an increase in traumatic symptom score.
Based on the result of Wilcox statistical test with an error rate of (0. 05). The asymp. sig
value is (0. 028)<0. 05, H0 is rejected. The result shows the significant difference of traumatic
symptoms before and after EMDR Therapy. This means that EMDR Theraphy can reduce
traumatic symptoms of the female prisoners in Community Prison Class II A in Bandung.
Keywords: female prisoner, eye movement desensitization and reprocessing, traumatic
symptoms, stress.

PENDAHULUAN dilakukan oleh kaum wanita dapat dilihat

K
ejadian penuh stres akan dari peningkatan jumlah penghuni Warga

dialami oleh manusia sepanjang Binaan Pemasyarakatan (WBP) wanita.

kehidupannya. Hanya saja Salah satunya adalah warga binaan yang

bagaimana individu dapat menghadapi terdapat di Lembaga Pemasyarakatan

berbagai sumber stres akan berbeda- Wanita Kelas IIA Bandung. Berdasarkan

beda pada setiap orang. Hal ini juga data bulan Januari 2014 dari SDP (Sistem

dialami oleh sekelompok masyarakat Database Pemasyarakatan) yang diperoleh

yang berhadapan dengan kasus hukum. dari petugas Lapas Wanita Sukamiskin

Mereka mengalami berbagai pengalaman Bandung, diketahui jumlah penghuni

kehidupan yang penuh stres, yakni ketika lapas kelas IIA Bandung berjumlah 426

proses penangkapan, selama proses yang terdiri dari 69 tahanan dan 357
hukum di pengadilan, dan diikuti dengan napi. Dengan meningkatnya jumlah
kehidupan baru yang mereka jalani warga binaan pemasyarakatan tersebut,
selama di lembaga pemasyarakatan. peran lembaga pemasyarakatan dalam
Peningkatan jumlah kejahatan melaksanakan pembinaan menjadi sangat
atau perilaku kriminal yang dilakukan oleh penting.
wanita tidak lepas dari perkembangan Peningkatan jumlah penghuni
kehidupan yang semakin kompleks. WBP wanita saat ini terkait peran
Meningkatnya pelanggaran hukum yang wanita dalam berbagai aspek kehidupan.
Susanty, E, Sari, D.I, Penanganan Gejala Traumatik Dengan Terapi Emdr (Eye Movement Desensitization
And Reprocessing) Pada Narapidana Wanita Di Lapas Kelas IIA Bandung, Jawa Barat 3

Kondisi ini membuka peluang terjadinya memiliki salah satu fungsi memberikan
penyimpangan atau pelanggaran hukum bimbingan sosial kerohanian narapidana.
yang dilakukan wanita. Namun demikian Hal ini diwujudkan pada sasaran dari
berdasarkan studi tindak kejahatan Lembaga Pemasyarakatan Wanita yaitu
yang dilakukan oleh wanita berbeda meningkatkan kualitas kesehatan jasmani
dibandingkan dengan pria dalam hal dan rohani narapidana dan tahanan.
latar belakang personal dan jalan yang Merujuk hal tersebut, para narapidana
ditempuh (Belknap, 2001). Mereka pada wanita memiliki hak untuk mendapat
umumnya berpendidikan rendah, secara pembinaan dan perlindungan hak asasi
ekonomi lemah dan kurangnya keahlian selama masa tahanan.
untuk mendapat pekerjaan yang layak. Berbagai persoalan psikologis
Jadi tindak kejahatan yang dilakukan dialami para napi wanita dalam menjalani
karena faktor desakan ekonomi, masatahanannya. Penelititelahmelakukan
keterbatasan pengetahunan atau upaya studi awal terhadap 30 orang napi wanita
perlawanan atas tindakan kekerasan kelas IIA, Bandung. Studi ini dilakukan
seksual. Beberapa kasus seperti untuk mengetahui latar belakang napi
kekerasan seksual, perlakuan yang tidak wanita yang berkaitan dengan kondisi
layak dan kekerasan di rumah tangga stres yang dialami. Kepada napi wanita
terkait langsung dengan gender (Bloom, diberikan kuesionair yang dilengkapi
Owen, & Covington, 2004). Keadaan ini dengan berbagi sumber kejadian stres
membutuhkan perhatian khusus dalam yang mungkin dialami seseorang. Mereka
proses pembinaan sehingga ketika keluar diminta untuk memberikan tanda cek (√)
dari lembaga pemasyarakatan mereka pada peristiwa atau kejadian yang pernah
dapat menjadi manusia yang layak dialami dan menimbullkan stres dalam
diterima dan tetap berkontribusi dalam kehidupan. Kejadian yang dianggap penuh
masyarakat. stres oleh sebagian besar napi adalah
Fungsi pembinaan adalah proses penangkapan atau penahanan
merupakan satu upaya untuk mewujudkan (27 napi). Kejadian berikutnya yang
integritas sosial. Dalam Undang- dianggap penuh stres adalah kejadian
undang Nomor 12 tahun 1995 tentang mendadak, seperti kematian orang
Pemasyarakatan menyatakan bahwa terdekat (19 napi), pengalaman penuh
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan stres (17 napi), luka serius (12 napi)
dalam rangka membentuk warga binaan serta penderitaan kehidupan (11 napi).
pemasyarakatan menjadi manusia Hasil ini menunjukkan bahwa napi wanita
seutuhnya baik sebagai pribadi, anggota mengalami kejadian-kejadian penuh
masyarakatan maupun sebagai makhluk stres yang berpotensi bagi kemunculan
Tuhan”. Lembaga Pemasyarakatan gangguan psikologis seperti: kecemasan,
4 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juli 2017, hlm 1-15

trauma atau depresi. Berbagai terapi Di Indonesia penggunaan terapi


psikologis telah banyak berkembang dan psikologis dalam menangani gangguan
diterapkan pada berbagai kasus gangguan PTSD, kecemasan, depresi telah banyak
psikologis. Salah satu terapi yang relatif digunakan. Namun penggunaan terapi
baru adalah EMDR (Eye Movement EMDR untuk kasus gangguan traumatik
Desensitization and Reprocessing). Terapi atau PTSD (posttraumatic stress disorder)
EMDR merupakan terapi yang memiliki masih terbatas penerapannya. Persoalan-
paradigma terapeutik mencakup persoalan psikologis yang dihadapi para
neurological sensitivity dan psychological narapidana di Lapas perlu mendapat
sensitivity. Terapi ini dirancang untuk perhatian berbagai pihak yang terlibat.
menghilangkan distres yang berkaitan Berbagai tekanan dan sumber stres yang
dengan pengalaman atau ingatan dialami sebelum berada di lapas dan
traumatik. selama di lapas merupakan determinan
Shapiro (1995) mengemukakan penting bagi kemunculan gangguan
hipotesa bahwa EMDR memperlancar psikologis pada narapida wanita.
akses ke dalam jejaring ingatan traumatik Berdasarkan fenomena-fenomena
sehingga proses informasi meningkat. di atas persoalan kesehatan psikologis
Pemrosesan menjadi lebih lancar dengan narapidana perlu mendapat perhatian.
dibangunnya asosiasi antara ingatan Masih sedikit para narapidana yang
traumatik dan ingatan atau informasi mendapatkan bantuan pelayanan
lain yang lebih adaptif. Asosiasi atau kesehatan psikologis berupa konseling
hubungan baru ini diyakini akan dan intervensi dari psikolog atau psikiater.
menghasilkan pemrosessn informasi Namun persoalan tidak hanya bersumber
yang sempurna, hasil belajar yang baru dari ketersediaan layanan yang diberikan
dan berkembangnya pemahaman kognitif oleh pihak lapas tapi juga dari para
mengenai ingatan traumatik. narapidana sendiri. Sebagian dari
Berdasarkan hasil dari beberapa narapidana menolok untuk mendapatkan
penelitian dapat disimpulkan bahwa bantuan psikologis. Mereka bersedia
trauma focus therapy dan EMDR untuk mengikuti layanan atau bantuan
menunjukkan tingkat efektivitas tertinggi jika mereka berada di Lapas dalam jangka
dalam menurunkan gejala-gejala PTSD waktu yang lebih lama.
dibandingkan terapi yang lain (Bisson & Oleh karena itu peneliti
Andrew, 2009). Hasil studi Raboni, Tufik memandang penting adanya suatu
dan Sucheki (2006) tentang penanganan studi yang mengkaji tentang terapi
PTSD dengan menggunakan EMDR dapat atau intervensi yang dapat diberikan
meningkatkan kualitas tidur, kualitas kepada para narapidana yang mengalami
hidup dan persepsi terhadap stres. permasalahan psikologis. Penelitian
Susanty, E, Sari, D.I, Penanganan Gejala Traumatik Dengan Terapi Emdr (Eye Movement Desensitization
And Reprocessing) Pada Narapidana Wanita Di Lapas Kelas IIA Bandung, Jawa Barat 5

ini bertujuan untuk menggambarkan gejala-gejala PTSD yang berada pada


kondisi psikologis narapidana dan juga katagori tinggi. Hal ini dilakukan untuk
menguji penggunaan terapi EMDR pada memenuhi kriteria PTSD yang meliputi re-
narapidana yang terindikasi mengalami experiencing, avoidance dan hyperarousal.
trauma.
Rancangan Penelitian
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan
Subyek Penelitian termasuk ke dalam jenis penelitian
Subyek penelitian adalah Warga eksperimental dimana peneliti
Binaan Pemasyarakatan (WBP) lapas memanipulasi satu atau lebih independent
wanita kelas IIA, Bandung. Jumlah variable dalam kondisi yang sedapat
WBP sebanyak 426 orang terdiri dari mungkin dikontrol oleh peneliti (Graziano
69 tahanan dan 357 napi. Sampel & Raulin, 2000). Desain penelitian yang
penelitian dilakukan dengan teknik digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, yaitu sampel yang One group pretest-posttest design yaitu
diambil berdasarkan karakterisik yang rancangan penelitian yang mengukur
ditentukan oleh peneliti. Karakteristik perilaku sebelum dan sesudah treatment.
subyek penelitian adalah Penghuni lapas Tabel berikut menggambarkan desain
wanita usia 20-50 tahun, pendidikan penelitian yang dilakukan :
minimal SMP, serta diagnosis adanya

Tabel 1. Desain penelitian

Pretest Treatment
Kelompok Pertemuan ke - Posttest (Y2)
(Y1) (X)
Subyek 1 Pretest
2 Sesi 1
3 Sesi 2
4 Sesi 3
5 Sesi 4
6 Posttest
Sumber: Peneliti (2017)

Prosedur assessment diketahui terdapat 16


Pada tahap awal dilakukan narapidana yang didiagnosa mengalami
assessment terhadap 100 orang WBP gejala traumatik kategori tinggi.
wanita yang terdiri ke dalam tiga kasus Selanjutnya dilakukan pembagian
hukum yaitu: kasus narkoba, tipikor kelompok intervensi yaitu kelompok yang
dan pidana umum. Berdasarkan hasil mendapat terapi EMDR (7 orang ) dan
6 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juli 2017, hlm 1-15

kelompok yang mendapat teknik relaksasi Sesi ini penting untuk membangun
saja (6 orang). kepercayaan dengan responden.
Hal ini dilakukan berdasarkan Terapis juga menjelaskan EMDR
hasil deep interview dengan pertimbangan secara lebih detail baik teori maupun
tidak semua responden memiliki prosedur yang akan dijalani.
kesediaan waktu dalam mengikuti terapi 3. Assessment Pada tahap ini terapis
EMDR dan pertimbangan teknis lainya mengidentifikasi komponen target
seperti masa hukuman yang segera dengan menanyakan tiga hal:
berakhir. Bayangan visual yang
Berikut tahapan prosedur terapi merepresentasikan kejadian target.
EMDR: Jadi mengklarifikasi bayangan visual
1. Latar belakang klien dan perencanaan dari trauma yang dialami.
intervensi (Client history) a. Keyakinan negatif atau pikiran negatif
Pada tahap ini terapis yang mengekspresikan kondisi
mendapatkan informasi yang maladaptif responden. Pikiran negatif
dibutuhkan untuk merancang sebenarnya verbalisasi dari sesuatu
perencanaan intervensi. Informasi yang mengganggu dan termasuk
tentang gambaran klinis klien, pernyatan-pernyatan seperti saya
termasuk didalamnya tentang sensasi tidak berguna, saya jelek, saya bodoh.
emosi dan fisik yang dirasakan Responden kemudian menetapkan
mengganggu. Terapis kemudian pikiran positif yang akan digunakan
menetapkan target spesifik yang untuk mengganti pikiran negatif
dibutuhkan. Target termasuk juga selama fase installation (fase kelima),
kejadian yang mengakibatkan trauma, misalnya “saya orang yang berguna,
situasi sekarang yang memicu gejala, saya orang baik, saya dicintai.
dan jenis perilaku dan sikap positif Responden kemudian diminta
yang diperlukan untuk ke depannya. untuk menetapkan validitas pikiran
2. Persiapan (Preparation) positifnya dengan menggunakan
Fase persiapan meliputi upaya skala 1 sampai dengan 7 berdasarkan
membangun ikatan terapetik dengan Validity of Cognition (VoC)
responden, penjelasan proses EMDR b. Responden juga diminta untuk
dan efek-efeknya, membuat responden mendeskripsikan tingkat gangguan
perhatian dan mengajarkan teknik- emosi yang dirasakan ketika
teknik self-care sehingga responden responden memfokuskan bayangan
dapat mengatasi emosi-emosi negatif visualnya dengan menetapkan
yang muncul selama atau di antara intensitas pada poin 0 sampai dengan
sesi terapi, misalnya teknik relaksasi. 11 berdasarkan Subjective Units of
Susanty, E, Sari, D.I, Penanganan Gejala Traumatik Dengan Terapi Emdr (Eye Movement Desensitization
And Reprocessing) Pada Narapidana Wanita Di Lapas Kelas IIA Bandung, Jawa Barat 7

Disturbance (SUD). adalah untuk memperkuat keyakinan


4. Desensitization positif atau self statement sampai
Responden akan memfokuskan klien menerima sepenuhnya.
perhatiannya pada semua perasaan Setiap satu set rapid eye
negatif dan emosi yang terganggu movement, terapis akan meminta klien
serta sensasi tubuh yang muncul untuk menentukan pada level berapa
ketika klien memfokuskan pada target keyakinan positif berdasarkan 7 skala
bayangan saat mengikuti jari-jari VoC, yang memberikan ukuran konkrit
terapis maju mundur pada matanya. bagi terapis kemajuan yang terjadi.
Responden juga diminta untuk Fase ini selesai ketika responden
mencatat semua reaksi selama proses dapat menerima keyakinan positifnya
terapi berupa baik, buruk atau netral, pada level 7.
termasuk juga keberadaan munculnya 6. Body scan
insight, asosiasi atau emosi yang Setelah menggantikan keyakinan
dialami. negatif yang berkaitan dengan trauma
Selama fase desensitization dengan keyakinan yang lebih positif,
terapis mengulang set rapid eye pada fase selanjutnya responden
movement, dengan variasi yang tepat memfokuskan pada berbagai sensasi
dan perubahan fokus. Jika perlu fisik. Terapis akan meminta responden
sampai level SUD klien berkurang untuk memikirkan tentang target awal
menjadi 0 atau 1. Ini mengindikasikan bersamaan itu responden sepintas
bahwa disfungsi primer yang mendeteksi tubuh mulai dari kepala
merupakan target kejadian telah hingga kaki, untuk mendeteksi adanya
hilang. Namun demikian, reprocessing ketegangan yang tersisa. Ketegangan
belum sempurna, dan informasi akan yang masih ada atau sensasi fisik yang
diperlukan lebih lanjut pada fase tidak nyaman kemudian dijadikan
berikut. sasaran dengan stimulasi bilateral
5. Installation hingga tuntas.
Pada fase ini responden diminta Teknik ini menjadi terpercaya
untuk fokus pada pikiran positif tidak hanya pada level intelektual. Fase
yang telah diidentifikasi untuk ini dianggap sukses bila responden
menggantikan keyakinan negatif dapat berfikir atau berbicara tentang
atau pikiran negatif yang tentang target awal tanpa adanya perasaan
trauma. Seperti fase ke-4 responden ketegangan di seluruh tubuh.
berkonsentrasi pada bayangan mental 7. Closure
secara bersamaan menelusuri jari Responden harus menyatakan
terapis dengan matanya. Tujuannya keseimbangan emosi diakhir
8 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juli 2017, hlm 1-15

setiap sesi, apakah ada atau tidak ini terapis akan memutuskan apakah
reprocessing terselesaikan. Sebagai meneruskan pada target baru atau
tambahan, penting bagi responden kembali pada target lama untuk
diberikan instruksi yang tepat diakhir dilakukan tambahan reprocessing dan
setiap sesi. Selanjutnya terapis harus integration.
mengingatkan responden bahwa
gangguan bayangan, pikiran atau Teknik Pengambilan Data
emosi dapat saja muncul diantara
Dalam penelitian ini peneliti
sesi. Responden diminta untuk tetap
menggunakan instrumen kuesionair
membuat catatan harian dari pikiran-
untuk mengukur gejala PTSD yaitu
pikiran negatif, situasi, mimpi-mimpi
Impact of Event Scale-Revised (IES-R)
dan ingatan yang mungkin terjadi.
yang diadaptasikan dari Horowitz,
Instruksi ini membuat responden
Wilner dan Alvarez (Christianson,
menjaga jarak secara kognitif dari
2013). Untuk mengukur stabilitas emosi
gangguan emosi melalui tindakan
responden digunakan emotional stability
menulis dan hal ini akan membuat
test yang dikembangkan berdasarkan
responden menentukan target pada
alat ukur personality the Big Five. Pada
sesi berikutnya. Terapis juga akan
penelitian ini juga digunakan kuesioner
mereview teknik visualisasi dan
Self Reporting Quesionnaire (SRQ) untuk
latihan relaksasi yang dapat digunakan
mengukur penghayatan stres responden
untuk menjaga keseimbangan emosi
dalam menghadapi kehidupan.
diantara sesi-sesi berikutnya.
8. Reevaluation
Analisis Data
Setiap sesi baru dimulai dengan
melakukan reevaluasi terhadap Analisis data yang digunakan

kemajuan yang dialami responden. dalam penelitian ini adalah menggunakan

Pertama, responden akan diminta analisis deskriptif. Uji beda Wilcoxon

untuk fokus terhadap beberapa digunakan untuk menguji efektivitas

target yang telah dijalani. Terapis terapi EMDR yang diberikan sebelum

akan mereview respon responden, dan sesudah terapi. Teknik analisis

melihat apakah responden berhasil deskriptif membantu menyimpulkan dan

mempertahankan hasil yang menggambarkan data yang diperoleh

positif. Terapis juga menanyakan tersebut secara lebih sederhana dan

bagaimanan perasaan responden komunikatif, yang disajikan dalam bentuk

tentang target sebelumnya dan distribusi frekuensi, grafik, diagram,,

mereview gangguan yang muncul tabel, perhitungan rata-rata maupun

diantara sesi. Berdasarkan reevaluasi persentase (Graziano & Raulin, 2000).


Susanty, E, Sari, D.I, Penanganan Gejala Traumatik Dengan Terapi Emdr (Eye Movement Desensitization
And Reprocessing) Pada Narapidana Wanita Di Lapas Kelas IIA Bandung, Jawa Barat 9

Uji Statistik pada kategori tinggi. Berdasarkan

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara yang mendalam ternyata

pengujian menggunakan uji statistik hanya 7 responden yang bisa mengikuti

Wilcoxon untuk menguji signifikansi keseluruhan sesi terapi hingga selesai.

hipotesis komparatif dua sampel yang Sebanyak 6 orang sisanya mendapat

berpasangan dengan data berbentuk konsultasi dan pelatihan relaksasi

ordinal. Hipotesis penelitian ini adalah : sebanyak 2-3 kali. Hal ini mengingat

H0: Tidak terdapat perbedaan jumlah 6 orang responden tersebut memiliki

skor gejala PTSD sebelum dan kondisi psikologis yang relatif lebih baik

sesudah terapi EMDR dan gejala traumatik juga telah berkurang.

H1: Terdapat perbedaan jumlah skor Sisanya 1 orang responden telah bebas

gejala PTSD sebelum dan sesudah menjalani masa hukuman dan 1 orang

terapi EMDR. Jadi terapi EMDR menjadi tenaga korve (narapidana yang

berpengaruh terhadap penurunan dipercaya melakukan tugas-tugas

gejala PTSD adminsitrasi atau beberapa kegiatan di


lapas).
Hasil terapi meliputi hasil skor sebelum
HASIL DAN PEMBAHASAN
dan sesudah pemberian terapi EMDR
Hasil Penelitian
dengan menggunakan kuesionair Impact
A. Gambaran Gejala Stres dan Gejala Event Scale (IES) dan pengujian statistik
Traumatik menggunakan Uji beda Wilcoxon.
Setelah dilakukan assesment pada 100 Berikut ditampilkan gambar grafik yang
orang responden kemudian dilakukan menunjukkan perbedaan skor gejala
terapi EMDR kepada 15 orang responden traumatik sebelum dan sesudah terapi
yang menunjukkan gejala traumatik EMDR menggunakan kuesionair IES.

Skor Simptom PTSD pre dan post terapi EMDR

Gambar 1. Grafik skor gejala PTSD sebelum dan sesudah terapi EMDR
10 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juli 2017, hlm 1-15

Berdasarkan grafik 1 dapat dilihat bahwa gejala traumatik dari skor 66 menjadi 70
sebagian besar responden mengalami setelah terapi. Berarti terjadi peningkatan
penurunan skor gejala traumatik sebelum skor sebesar 4 poin untuk responden LY.
dan sesudah terapi EMDR kecuali untuk Selanjutnya grafik 2 ditunjukkan skor
responden LY. Penurunan skor gejala respon stres sebelum dan sesudah terapi
PTSD terbesar terjadi pada responden LS
EMDR dengan menggunakan kuesionair
yaitu sebesar 34 poin. Sedangkan pada
SRQ (Self Reporting Questionnair).
responden LY ternyata terjadi peningkatan

Gambar 2. Grafik selisih skor respon stres sebelum dan sesudah terapi EMDR

Berdasarkan grafik 2 diketahui hasil tersebut dapat dinyatakan terdapat


terjadi penurunan skor respon stres perbedaan yang signifikan antara skor
pada semua responden setelah diberikan gejala traumatik sebelum dan sesudah
terapi EMDR. Selisih penurunan yang terapi EMDR.
terjadi paling besar pada subyek LS yaitu
14 dan yang paling kecil pada responden Pembahasan
SJ yaitu 3. Data ini juga menunjukkan
Hasil uji beda Wilcoxon diperoleh
nilai rata-rata skor sebelum dan sesudah
kesimpulan ditolaknya H0 yang
terapi terjadi penurunan dari skor 20,7
menunjukkan terdapat perbedaan yang
menjadi 13,3.
signifikan antara skor gejala traumatik
sebelum dan sesudah terapi EMDR.
B. Hasil Uji Statistik
Berdasarkan hasil pengukuran skor
Berdasarkan hasil uji statistik
gejala PTSD menggunakan kuesionair
Wilcoxon dengan menggunakan tingkat
IES dapat diketahui bahwa terjadi
kesalahan 0,05 di peroleh nilai asymp.
penurunan skor gejala traumatik sebelum
Sig (0,028) < 0,05, maka tolak H0. Dari
Susanty, E, Sari, D.I, Penanganan Gejala Traumatik Dengan Terapi Emdr (Eye Movement Desensitization
And Reprocessing) Pada Narapidana Wanita Di Lapas Kelas IIA Bandung, Jawa Barat 11

diberikan terapi dibandingkan dengan Elemen penting di dalam


skor sesudah terapi. Hanya satu orang prosedur EMDR adalah responden
responden yang mengalami kenaikan diinstruksikan untuk melakukan gerakan
skor gejala PTSD. Berdasarkan data mata (eye movement) kemudian secara
menggunakan kuesionair SRQ diperoleh bersamaan mememanggil ingatan
gambaran terjadi penurunan respon traumatik (recalling) yang pernah
stres sebelum dan sesudah terapi. Hal dialami. Bagaimana gerakan mata
ini menunjukkan bahwa terapi EMDR berperan dalam menurunkan gejala
dapat menurunkan gejala traumatik pada PTSD dijelaskan berdasarkan hipotesis
responden narapidana wanita lapas kelas yang dikemukakan dalam model Working
IIA, Bandung. Memori (WM). Kapasitas ingatan
Perubahan gejala PTSD yang jangka panjang sangat besar tetapi
terjadi dapat dijelaskan berdasarkan kapasitas WM terbatas (Baddeley, 1998).
prinsip-prinsip yang diterapkan dalam Model ini menjelaskan bahwa gerakan
proses terapi EMDR. Melalui model mata menurunkan kejelasan gambar
Adaptive Information Processing (vividness) dari bayangan kejadian
(Shapiro, 2001) dinyatakan bahwa EMDR trauma. Bayangan mental dan gerakan
memperlancar akses ke dalam ingatan mata yang dilakukan secara bersamaan
traumatik dan prosesnya untuk mencapai menyebabkan terbaginya kapasitas
pemecahan adaptif. Terapi EMDR yang penyimpanan working memory dan
berhasil akan berakhir dengan hilangnya proses ini berpengaruh pada penurunan
distres afektif, adanya perumusan baru bayangan mental dan intensitas emosi
dari keyakinan (belief ) yang sebelumnya dari ingatan kejadian trauma (Jeffries &
negatif dan meredanya bangkitan Davis, 2013).
(arousal) fisiologis. Hipotesis model Gerakan mata yang digunakan
AIP yang dikemukakan oleh Shapiro dalam EMDR memicu mekanisme
adalah apabila informasi yang terkait fisiologis yang mengaktivasi information
dengan pengalaman traumatik tidak processing system. Dalam waktu yang
diproses sepenuhnya maka persepsi, bersamaan secara internal dilakukan
emosi dan pikiran awal yang terdistrosi pemanggilan kembali (recalling) kejadian
akan disimpan tepat seperti yang dialami traumatik dan dilakukan program
pada saat kejadian traumatik. Menurut ulang (reprocessing) terhadap kejadian
Shapiro pengalaman yang tidak terproses dan dilepaskannya emosi negatif yang
tersebut menjadi dasar bagi munculnya tersimpan sehingga terbentuk keyakinan
reaksi disfungsional di masa kini dan positif. Pemilihan belief yang disadari
merupakan penyebab berbagai gangguan dengan menggunakan gerakan mata akan
mental. memfasilitasi proses koneksi jaringan
12 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juli 2017, hlm 1-15

saraf sehingga terbangunnya mekanisme selama proses terapi diketahui persoalan


insight dan integrasi (Shapiro, 2001). yang dihadapi para responden cukup
Data dari proses terapi EMDR beragam. Sumber kejadian yang penuh
yang dilakukan mendukung bahwa stres yang dialami responden tidak
telah terjadi proses integrasi dan proses hanya terkait masalah hukum yang
reprocessing pada responden WBP. dihadapi. Namun ada juga persoalan
Responden diminta untuk menyebutkan atau permasalahan dengan orang-orang
kognisi negatif yang ia gambarkan tentang terdekat seperti suami dan orang tua.
dirinya, yang menunjukkan skema yang Dari tujuh responden yang diterapi
tidak berfungsi. Kemudian responden secara penuh, enam orang telah menikah.
diminta untuk mengganti kognisi negatif Semua responden memiliki konflik atau
menjadi kognisi positif dan diperkuat pertengkaran dengan suami bahkan
dengan skala subjektif (Validity of berakhir dengan perceraian. Sesuai
Cognition/VOC). Artinya responden telah dengan hasil assessment kejadian penuh
memproses kejadian traumatik yang stres yang dialami responden, sumber
dialami dan membangun keyakinan positif stres juga muncul karena kehilangan
dalam bentuk pernyataan “saya mampu orang terdekat (meninggal) dalam waktu
menghadapi”, “saya ikhlas menerima”, yang tidak jauh dari kejadian.
“saya sabar dan kuat menghadapi”, “saya EMDR juga memberi efek pada
tegar” dan “saya bisa menerima” dan respon stres yang dialami individu
sebagainya. PTSD. Berdasarkan data empirik terjadi
Pada individu yang mengalami peningkatan dan reaksi berlebihan
trauma informasi ingatan traumatik dari parameter psikofisiologis pada
mengalami disosiasi dan terpisah individu yang mengalami PTSD (Orr &
menjadi fragmen-fragmen. Ingatan Roth,2000). Pengukuran psikofisiologis
traumatik meliputi kumpulan bayangan terkait aktivitas sistem saraf autonom
multisensori (visual, auditoris, (saraf simpatis dan parasimpatis)
somatosensori, dan sebaginya), kognisi yang mempengaruhi denyut jantung,
negatif, emosi negatif dan sensasi fisik keterbangkitan (arousal) dan tekanan
yang tidak nyaman. Fragmen-fragmen darah. Studi pada pasien PTSD ditemukan
tersebut labil dan merupakan informasi terjadinya penurunan tone parasimpatis
disfungsional hingga individu PTSD dibandingkan dengan kelompok kontrol
dapat mengintegrasikannya. Tujuan dari (Rothbaum, Kozak, Foa & Whitaker,
EMDR secara khusus mengintegrasikan 2001). Pada penelitian ini juga dilakukan
fragmen-fragmen tersebut (Coubard, pengukuran mengenai derajat stres yang
2016). dialami responden. Setelah pemberian
Berdasarkan hasil wawancara terapi menggunakan kuesionair SRQ
Susanty, E, Sari, D.I, Penanganan Gejala Traumatik Dengan Terapi Emdr (Eye Movement Desensitization
And Reprocessing) Pada Narapidana Wanita Di Lapas Kelas IIA Bandung, Jawa Barat 13

(Self Reporting Quesionnaire) terjadi Untuk proses terapi sendiri baru


penurunan derajat stres pada semua dimulai ketika responden telah memiliki
responden. Hal ini menunjukkan EMDR kondisi emosi yang relatif stabil. Dalam
dapat menurunkan ketegangan fisiologis penelitian ini dilakukan minimal dua kali
maupun psikologis yang terjadi pada pertemuan untuk memberikan relaksasi
responden. dan stabilisasi emosi. Kemudian faktor
Validitas dari penelitian ini internal yang juga berpengaruh adalah
dilakukan berdasarkan keterbatasan motivasi responden untuk mengikuti
metodologi yaitu pertama, jumlah sampel proses terapi. Terdapat responden yang
yang relatif sedikit yakni dari 15 orang belum sepenuhnya memiliki kemauan
yang menunjukkan gejala PTSD hanya kuat untuk mengikuti proses terapi.
tujuh orang yang mengikuti terapi secara Biasanya terkait banyaknya persoalan
lengkap. Kedua, tidak ada kelompok yang dihadapi sehingga tidak bisa fokus
kontrol sebagai pembanding efek terapi dalam menjalani proses terapi.
EMDR yang diberikan. Ketiga, tidak ada Selain faktor internal, terdapat
pengukuran fisiologis yang menunjukkan faktor eksternal yang berpengaruh bagi
perubahan fisiologis responden setelah keberhasilan terapi: dukungan sosial, dan
diberikan terapi EMDR. Data yang kenyamanan selama proses terapi. Dari 7
digunakan hanya merujuk pada hasil responden yang menjalani terapi terdapat
pengukuran kuesionair subjektif (self tiga responden yang belum pernah
report) dari responden yaitu IES-R dan mendapat kunjungan dari keluarga.
SRQ. Meskipun demikian, penurunan Satu orang responden (LL) menyatakan
yang signifikan gejala PTSD setelah bahwa orang tua malu atas peristiwa
diberikan terapi EMDR pada responden yang menimpa dirinya sehingga ada saja
menunjukkan bahwa EMDR bekerja alasan orang tua untuk tidak bisa datang
dalam menurunkan gejala PTSD pada untuk berkunjung. Ia sendiri sudah
responden napi di LP wanita, Bandung. lama bercerai dengan suami. Semua
Terdapat data kualitatif dari anak-anaknya ikut mantan suaminya.
proses terapi yang dapat melengkapi Satu orang responden (LY) menyatakan
keterbatasan penelitian ini. Terdapat ia tidak memiliki keluarga dekat lagi.
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Dengan suami ia sudah berpisah dan
keberhasilan proses terapi, yaitu faktor orang tua juga sudah meninggal. Ia
internal dan faktor eksternal. Faktor juga tidak memiliki anak. Kemudian
internal yang ditemukan peneliti adalah: satu responden (SP) mengatakan suami
kondisi emosi yang relatif belum stabil bekerja di luar pulau jawa sehingga
sehingga proses terapi perlu diawali tidak mungkin bisa berkunjung ke lapas.
dengan pemberian stabilisasi emosi. Sementara ibunya sudah sepuh sehingga
14 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 1, Juli 2017, hlm 1-15

sulit untuk berkunjung seorang diri ke maka dari penelitian ini dapat disimpulkan
lapas. sebagai berikut:
Faktor eksternal lain adalah 1. Terjadi penurunan gejala
kenyamanan selama proses terapi. Kondisi traumatik pada responden
ruangan untuk dilakukannya proses terapi narapidana wanita setelah
sebenarnya cukup memadai. Hanya saja diberikan terapi EMDR.
ruangan tidak khusus digunakan untuk Penurunan skor terjadi pada ke-6
konsultasi atau terapi psikologis. Setiap responden. Hanya satu responden
bagian dari ruangan terdapat sekat yang menunjukkan peningkatan

namun tidak ada pintu dan tidak kedap skor gejala traumatik.

suara sehingga sangat mudah terganggu 2. Terjadi penurunan derajat


stres pada semua responden
dengan suara-suara dari luar. Beberapa
narapidana wanita setelah
kali terapi responden mengeluhkan tidak
diberikan terapi EMDR
dapat berkonsentrasi sehingga proses
3. Hasil uji statistik menggunakan
terapi tidak dapat dilanjutkan. Terapi
uji Wilcoxon dapat disimpulkan
masih dapat berlangsung bagi responden
bahwa terdapat perbedaan
yang cukup kondusif kondisi emosinya. Ia
secara sigifikan antara skor gejala
lebih mudah fokus dan mudah mengikuti
traumatik sebelum terapi dan
instruksi terapi selama proses terapi.
skor gejala traumatik sesudah
terapi. Hal ini artinya terjadi
PENUTUP
penurunan skor yang signifikan
Berdasarkanhasildanpembahasan setelah diberikan terapi EMDR.

DAFTAR PUSTAKA Effect of Public Policy. Review of


Policy Research, 21 (1), 31-48.
Baddeley, A. D. (1998). Human memory:
Coubard, O. A, (2016). An Integrative Model
Theory and practice. Boston: Allyn
for the Neural Mechanism of Eye
& Bacon.
Movement Desensitization and
Bisson, J. , & Andrew, M. (2009).
Reprocessing (EMDR). Frontier in
Psychological treatments of
Behaviour Neuroscience, 10 (52),
posttraumatic stress disorder
1-17.
(PTSD). The Cochrane Collaboration.
Christianson, S. (2013). The Impact
Published by John Wiley & Sons, Ltd.
Belknap, J. (2001). The invisible woman: of Event Scale–Revised (IES-R).

Gender, crime, and justice. Diunduh dari https://consultgeri.


org/try-this/general-assessment/
Belmont, CA: Wadsworth
issue-19. pdf pada tanggal 9
Bloom, B. , Owen, B. , & Covington, S, 2004.
Agustus 2017.
Women Offender and the Gender
Susanty, E, Sari, D.I, Penanganan Gejala Traumatik Dengan Terapi Emdr (Eye Movement Desensitization
And Reprocessing) Pada Narapidana Wanita Di Lapas Kelas IIA Bandung, Jawa Barat 15

Fleming, J. (2012). The Effectiveness of Sleep Quality, Quality of life and


Eye Movement Desensitization Perception of Stress. Annals of
and Reprocessing in the Treatment The New York Academy of Sciences,
of Traumatized Children and 1071, 508-513.
Youth. Journal of EMDR Practise Rothbaum, B. O. , Kozak, M. J. , Foa,
and Research, 6 (1), 16-26. E. B. , & Whitaker, D. J. (2001).
Graziano, A. M. , & Raulin, M. L. (2000). Posttraumatic stress disorder
Research methods: A process in rape victim: Autonomic
Inquiry (4th edition). Boston: habituation to auditory stimulus.
Allyn and Bacon. Journal of Traumatic Stress, 14 (2),
Jeffries, F. W. , & Davis, P. (2013). What 283-293
is the Role of Eye Movement Shapiro, F. (1995). Eye Movement
Desensitization and Reprocessing Desensitization and Reprocessing.
(EMDR) for Post-Traumatic Stress Basic Prinsiples, Protocols, and
Disorder (PTSD)? A Review. Procedures. New York: The
Behavioural and Cognitive Guilford Press.
Psychotherapy, 41 (3), 290-300. . (2001). EMDR as An Integrative
Orr, S. P. , & Roth, W. T. (2000). Psychotherapy Approach. Expert
Psychophysiological assessment: of Diverse Orientations Explore
Clinical application for PTSD. the Paradigm Prism. USA:
Journal of Traumatic Stress, 16, The American Psychological
247-250. Association.
Raboni, M. R. , Tufik, S. , & Sucheki, D. http//lapaswanitabandung. com/home/
(2006). Treatment of PTSD by Eye ber ita/d ata-s tatis tik-lapas /
Movement Desensitization and jumlah-penghuni-khusus diunduh
Reprocessing (EMDR) Improves pada tanggal 10 Februari 2014.

Anda mungkin juga menyukai