Laporan Identifikasi Masalah Dan Intervensi Dengan Pendekatan Psikoanalisis
Laporan Identifikasi Masalah Dan Intervensi Dengan Pendekatan Psikoanalisis
Disusun oleh:
NIM 220111604216
Offering: B22
OKTOBER 2023
A. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Identitas Konseli
Nama : Nizar Sufi Al Azhar
Tempat, tanggal lahir : Banyuwangi, 24 Juni 2001
Alamat : Dsn. Krajan RT 01/RW 01 Tegalharjo, Glenmore,
Banyuwangi
Alamat Domisili : Jl Letjend Sutoyo Gg. IV No. 53, Lowokwaru, Malang
Nomor Ponsel : 081231409815
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Anak Ke- : 2 dari 3 bersaudara
Profesi : Mahasiswa
2. Metode Asesmen
Pelaksanaan asesmen dilaksanakan dengan menggunakan metode wawancara
dengan teknik asosiasi bebas dengan rincian sebagai berikut:
B. RENCANA INTERVENSI
1. Tahap Pertama
Konselor menggunakan teknik asosiasi bebas untuk mengungkap alam
bawah sadar konseli, apa yang mengganggu pikiran konseli beberapa waktu
belakang. Dengan teknik asosiasi bebas, konseli dapat menyampaikan
masalahnya meskipun masalah tersebut terdengar menyakitkan, aneh, tidak
penting, dan tidak masuk akal.
Pada tahap ini, konseli mengungkapkan kekhawatirannya terhadap
masalah yang terjadi di keluarganya saat ini. Orang tua konseli kerap
menanyakan terkait perkuliahan kakak konseli, apakah kakak konseli sudah
menamatkan perkuliahannya. Konseli selalu menjawab bahwa konseli tidak
tahu menahu terkait perkuliahan kakaknya meskipun sebenarnya konseli tahu
bahwa kakak konseli sudah lama tak aktif sebagai mahasiswa.
2. Tahap Kedua
Konselor menggunakan teknik analisis dan interpretasi transferensi
untuk mengungkap lebih dalam terkait masalah konseli. Dengan transferensi,
konselor dapat mengungkap kemungkinan penyebab dari masalah yang
dihadapi oleh konseli serta hubungan konseli dengan orang-orang terdekatnya
di masa lampau.
Pada tahap ini, konseli mengungkapkan bahwa konseli khawatir jika
orang tuanya akan jatuh sakit akibat syok ketika mengetahui bahwa kakak
konseli sampai saat ini masih belum menamatkan perkuliahan bahkan sudah
bukan mahasiswa aktif sejak 3 tahun lalu.
Konseli memaparkan bahwa konseli ingin orang tuanya berhenti
menanyakan tentang kakak konseli pada konseli, karena konseli tidak ingin
merasa terbebani dan terdesak oleh pikiran tersebut. Konseli juga tidak ingin
keharmonisan keluarganya terpecah akibat hal tersebut, konseli tidak ingin
orang tuanya kecewa terhadap kakak konseli, dan konseli juga tidak ingin
bertengkar dengan kakaknya karena telah memberitahu hal tersebut pada
orang tuanya. Konseli selama ini memendam sendiri pikiran ini karena tidak
ingin keluarganya terpecah. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme
pertahanan ego yang dimiliki oleh konseli adalah rasionalisasi.
Konseli menjelaskan bahwa hubungan konseli dan keluarga konseli
sangat baik, terutama hubungan konseli dan kakaknya. Konseli
mengungkapkan bahwa kakaknya adalah anggota keluarga terdekat yang
dimilikinya. Konseli juga menjelaskan bahwa ibu konseli memiliki tekanan
darah tinggi, serta kakek konseli memiliki riwayat penyakit jantung, yang
menjadi penyebab konseli tidak ingin menceritakan tentang kondisi kakaknya
kepada keluarga karena khawatir keluarganya akan syok dan jatuh sakit.
Pada tahap ini konselor membantu konseli untuk memahami kaitan
antara kejadian masa lampau dan masalahnya saat ini sehingga konseli
mendapatkan pandangan atau perspektif baru terkait masalahnya. Konselor
juga menggunakan teknik interpretasi untuk memberikan perspektif baru
terhadap masalah konseli secara kolaboratif. Konselor menjelaskan dan
menerjemahkan apa yang telah disampaikan oleh konseli, dalam kasus ini,
konselor menjelaskan bahwa kemungkinan penyebab dari rasa khawatir
konseli adalah karena kedekatan konseli dan kakaknya. Karena konseli
menganggap bahwa kakak konseli merupakan anggota keluarga yang paling
dekat dengannya, konseli sangat takut untuk memberitahukan faktanya pada
keluarga karena konseli tidak ingin bertengkar dan dimusuhi oleh kakaknya.
3. Tahap Ketiga
Konselor menggunakan teknik penyelesaian transferensi, dimana
konseli diminta untuk merangkum pengalaman dan wawasan yang telah
diperoleh selama proses konseling.
Pada tahap ini, konseli menerangkan bahwa konseli memahami bahwa
ada kaitan antara pengalaman masa lalu dengan masalahnya saat ini, konseli
memahami bahwa konseli takut akan bertengkar dengan kakaknya yang
merupakan anggota keluarga yang paling dekat dengannya serta menghindari
kemungkinan orang tuanya jatuh sakit akibat syok. Pada tahap ini pula konseli
memutuskan untuk tetap tidak membicarakan hal ini baik kepada orang tuanya
maupun kakaknya untuk menjaga keharmonisan keluarga konseli.
Terminasi dilaksanakan setelah konseli merasa puas dengan
pelaksanaan konseling, tujuan utama dari sesi konseling tercapai, dan konseli
mendapatkan perspektif baru terhadap masalahnya.