Laporan Praktikum PPJ
Laporan Praktikum PPJ
Disusun Oleh:
Kelompok 5B
Asisten
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan Praktikum “Perancangan
Perkerasan Jalan”. Adapun tujuan dari kajian laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Perancangan Perkerasan Jalan Semester 6 Tahun Ajaran 2022/2023 di
Institut Teknologi Sumatera.
Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar penyusunan laporan ini.
Sehingga, dapat terselesaikan dengan baik oleh karena itu sudah sepantasnya saya
ucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga
dapat menjalankan praktikum dan penyusunan laporan dengan baik.
2. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan laporan ini.
3. Ibu Ir. Titi Liliani Soedirdjo, M.Sc., selaku dosen pengajar mata kuliah
“Perancangan Perkerasan Jalan”.
4. Bapak Dr. Ir. Sri Hendarto, M.Sc., selaku dosen pengajar mata kuliah
“Perancangan Perkerasan Jalan”.
5. Bapak Michael, S.T., M.Sc., selaku dosen pengajar mata kuliah “Perancangan
Perkerasan Jalan”.
6. Kak Herni Meykrin Sitanggang, selaku koordinator asisten Praktikum
“Perancangan Perkerasan Jalan” di Institut Teknologi Sumatera.
7. Bang Nathanael Siahaan, selaku asisten Praktikum “Perancangan Perkerasan
Jalan” di Institut Teknologi Sumatera.
8. Seluruh teman-teman prodi Teknik Sipil angkatan 2019 Institut Teknologi
Sumatera.
iv
Akhir kata, saya meminta maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam laporan ini.
Saya sangat menerima apabila ada kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
agar ke depannya saya dapat memperbaiki nya dan membuat karya yang lebih baik
lagi. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang. Terima kasih.
Penulis
v
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
KELOMPOK 5B
2
BAB I
PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN
(PENETRATION OF BITUMINOUS MATERIALS)
1.1. Pendahuluan
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum modul ini adalah untuk mendapatkan angka penetrasi aspal
dan tingkat kekerasan aspal yang dinyatakan dalam masuknya jarum dengan beban
tertentu pada kurun waktu tertentu pada suhu kamar. Tingkat kekesaran ini
merupakan klasifikasi aspal.
KELOMPOK 5B
3
Berikut ini merupakan alat dan bahan percobaan yang digunakan pada saat
pengujian.
1.3.1. Alat Percobaan
Adapun Alat - alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain.
1. Alat penetrasi.
KELOMPOK 5B
4
3. Jarum penetrasi.
KELOMPOK 5B
5
6. Pengukur waktu.
Bahan - bahan yang digunak3an pada percobaan kali ini antara lain.
1. Sampel aspal.
KELOMPOK 5B
6
Aspal adalah suatu cairan kental ataupun padat yang merupakan senyawa
hidrokarbon dan turunannya, yang terlarut dalam Trichloroethylene dan tidak
mudah berubah dan melunak secara perlahan apabila dipanaskan, memiliki warna
hitam atau coklat, memiliki sifat kedap air dan sifat adhesi. Aspal diperoleh melalui
proses destilasi dari minyak mentah dan bisa ditemukan dalam bentuk deposit alami
yang tercampur dengan mineral lain (Maricar, 2018).
Indeks penetrasi adalah salah satu parameter pengukur kepekaan aspal terhadap
temperatur. Makin rendah nilai Indeks Penetrasi, makin rendah tingkat ketahanan
aspal terhadap perubahan temperatur. Untuk menggambarkan karakteristik ragam
respon material aspal diperkenalkan beberapa parameter, salah satunya adalah nilai
pen (penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan aspal pada suhu standar 25oC
yang diambil dari pengukuran kedalaman penetrasi jarum standar dengan beban
standar (50 sampai 100 gr) dalam rentang waktu yang juga standar (5 detik). British
Standard (BSI) membagi nilai penetrasi menjadi 10 macam dengan rentang nilai
pen 15 sampai dengan 450 sedangkan AASHTO mendefinisikan nilai pen 40- 50
sebagai rentang pen untuk material aspal terkeras dan pen 200-300 untuk material
aspal terlembut.
Aspal keras/panas (Aspalt cement, AC) adalah aspal yang digunakan dalam keadaan
cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temperatur
KELOMPOK 5B
7
ruang). Aspal keras pada suhu ruang 250 ± 300 °C, aspal dibedakan berdasarkan
penetrasi (tingkat kekerasannya) aspal keras yang biasa digunakan :
1. AC Pen 40/50 yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 40 ± 50
2. AC Pen 60/70 yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 60 ± 70
3. AC Pen 80/100 yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 80 ± 100
4. AC Pen 200/300 yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 200 ± 300
Aspal dengan penetrasi rendah digunakan untuk cuaca panas, volume lalu lintas
yang tinggi. Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah dengan cuaca
dingin dan lalulintas rendah. Di Indonesia umumnya digunakan aspal keras dengan
penetrasi 60-70 dan 80-100 (Al-Amri, 2010).
Tabel 1.1. Ketentuan Perbedaan Nilai Penetrasi Tertinggi VS Terendah
KELOMPOK 5B
8
KELOMPOK 5B
9
KELOMPOK 5B
10
KELOMPOK 5B
11
10. Mengatur waktu dan memulai penetrasi serta mencatat angka penetrasi
untuk benda uji lainnya.
Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan, maka didapatkan data hasil
percobaan sebagai berikut.
Tabel 1.2. Data Hasil Percobaan Penetrasi Bitumen
No. Penetrasi pada 25oC, 100 gr, 5 detik I II
1 Pengamatan 1 53 52
2 Pengamatan 2 51 52
3 Pengamatan 3 53 52
4 Pengamatan 4 51 51
5 Pengamatan 5 51 54
Sumber: Data Laboratorium Praktikum 2022
KELOMPOK 5B
12
1.7. Perhitungan
Perhitungan penetrasi dapat digunakan persamaan sebagai berikut. Dari data yang
telah didapatkan, diperoleh hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 1.1
sebagai berikut.
1. Rata-rata benda uji I
53 + 51 + 53 + 51 + 51
p̅ =
5
= 51,8
2. Rata-rata benda uji II
52 + 52 + 52 + 51+ 54
p̅ =
5
= 52,2
3. Nilai rata-rata penetrasi
51,8 + 52,2
p̅ =
2
= 52
Tabel 1.3. Data Hasil Perhitungan Penetrasi Bitumen
No. Penetrasi pada 25oC, 100 gr, 5 detik I II
1 Pengamatan 1 53 52
2 Pengamatan 2 51 52
3 Pengamatan 3 53 52
4 Pengamatan 4 51 51
5 Pengamatan 5 51 54
Rata-rata 51,8 52,2
Rata-rata 52
Sumber: Data Hasil Perhitungan
1.8. Analisis
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh nilai penetrasi untuk
sampel 1 untuk 5 kali pengamatan berturut-turut sebesar 53, 51, 53, 51, dan 51
dengan nilai rata-rata penetrasi sebesar 51,8. Untuk sampel 2 dengan jumlah
pengamatan yang sama yakni dari 5 kali pengamatan diperoleh nilai penetrasi
berturut-turut sebesar 52, 52, 52, 51, dan 54 dengan nilai rata-rata penetrasi yang
sama besar seperti sampel pertama 52,2. Maka, berdasarkan hasil yang diperoleh
dapat dianalisis bahwa tingkat kekentalannya aspal dengan nilai pen 50/60 menurut
KELOMPOK 5B
13
SNI 06-2456-1991 termasuk dalam kategori AC-20. Aspal ini dapat digunakan
untuk jalan dengan volume lalu lintas sedang atau rendah, dan daerah dengan cuaca
iklim panas.
1.9. Kesimpulan
1.10. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.
1. Diharapkan praktikan untuk mempelajari modul praktikum sebelum
memulai kegiatan praktikum.
2. Kepada Praktikan agar dapat menonton video tutorial praktikum agar lebih
dapat memahami praktikumnya.
3. Kepada praktikan agar dapat mengikuti praktikum online dengan baik.
KELOMPOK 5B
14
KELOMPOK 5B
15
BAB II
TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER (SOFTENING POINT OF
ASPHALT AND TAR IN ETHYLENE GLYCOL (RING AND
BALL))
2.1. Pendahuluan
Titik lembek menjadi pengujian yang dijadikan sebagai acuan untuk pada saat di
lapangan, titik lembek sebaiknya lebih tinggi daripada suhu permukaan jalan. Titik
lembek merupakan besarnya suhu dimana aspal atau ter mencapai derajat
kelembekan dibawah kondisi spesifik tes. Spesifikasi yang ditentukan Bina Marga
tentang titik lembek untuk aspal keras PEN 40 (ring and ball) adalah minimum
51ºC dan maksimum 63ºC, sedangkan untuk PEN 60 adalah minimum 48ºC dan
maksimum 58ºC.
2.2. Tujuan
Pengujian titik lembek aspal dan ter bertujuan untuk mengetahui suhu dimana aspal
dan ter mulai lembek, alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah alat ring dan
ball. Suhu yang didapatkan dari hasil pengujian dijadikan sebagai acuan atas
kemampuan aspal dan ter dalam menahan suhu permukaan yang terjadi di lapangan.
KELOMPOK 5B
16
Berikut ini merupakan alat dan bahan percobaan yang digunakan pada saat
pengujian.
Adapun alat - alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain.
1. Cincin kuningan.
KELOMPOK 5B
17
KELOMPOK 5B
18
6. Termometer.
Bahan - bahan yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain.
1. Sampel aspal.
KELOMPOK 5B
19
2. Es batu.
KELOMPOK 5B
20
Titik lembek merupakan besarnya suhu dimana aspal atau ter mencapai derajat
kelembekan dibawah kondisi spesifik tes. Titik lembek juga diartikan sebagai suatu
perubahan suhu yang terjadi pada bola baja dengan berat tertentu mendesak turun
lapisan aspal atau ter yang tertahan sampai ke dasar plat dibawahnya. Titik lembek
menjadi salah satu cara menentukan dan menggolongkan aspal atau ter, titik lembek
seharusnya memiliki suhu yang lebih tinggi daripada suhu permukaan perkerasan
jalan sehingga tidak terjadi pelelehan aspal. Spesifikasi yang ditentukan Bina
Marga tentang titik lembek untuk aspal keras PEN 40 (ring and ball) adalah
minimum 51ºC dan maksimum 63ºC, sedangkan untuk PEN 60 adalah minimum
48ºC dan maksimum 58ºC. Terdapat beberapa yang mempengaruhi pengujian titik
lembek yaitu kualitas dan jenis cairan penghantar, berat bola besi, jarak antara ring
dengan dasar pelat besi, dan besarnya suhu pemanas (Alya, 2019).
Titik lembek sangat penting digunakan pada saat pengaspalan. Pada pengerjaan di
lapangan, titik lembek dibutuhkan pada saat pencampuran aspal dengan agregat.
Karena pada kondisi tersebut, aspal memerlukan suhu tertentu untuk mencapai
panas optimum sehingga pencampuran aspal dengan agregat dapat tercapai dengan
maksimal (Karim, 2018).
KELOMPOK 5B
21
KELOMPOK 5B
22
KELOMPOK 5B
23
Gambar 2.18. Mengatur Alat Pengarah Bola pada Dudukan Alat Benda Uji
Sumber: Youtube Laboratorium Teknik Sipil ITERA
8. Memasang termometer pada alat dudukan benda uji.
KELOMPOK 5B
24
10. Setelah suhu sampai 5ºC, catat dan amati waktu tiap kenaikan suhu 5ºC.
11. Mencatat suhu dan waktu pada saat benda uji menyentuh permukaan plat
dasar.
KELOMPOK 5B
25
Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan, maka didapatkan data hasil
percobaan sebagai berikut.
Tabel 2.1. Data Hasil Percobaan
Waktu Titik Lembek (ºC)
No Suhu yang Diamati (ºC)
I II I II
1 5 0 0 - -
2 10 2’49” 2’49” - -
3 15 5’03” 5’03” - -
4 20 8’16” 8’16” - -
5 25 12’08” 12’08” - -
6 30 16’37” 16’37” - -
7 35 21’15” 21’15” - -
8 40 26’35” 26’35” - -
9 43,5 30’25” 30’25” 44ºC -
10 44 0 31’02” - 44,6 ºC
Sumber : Data Hasil Percobaan
2.7. Analisis
Berdasarkan dari data hasil percobaan yang didapat pada suhu 43,5ºC dengan
rincian waktu pengamatan 30 menit 25 detik dan pada suhu 44ºC dengan rincian
waktu pengamatan yaitu 31 menit 2 detik didapatkan hasil titik lembek secara
berurut yaitu 44ºC dan 44,6 ºC. Spesifikasi Bina Marga tentang titik lembek untuk
aspal PEN 40 (Ring and Bal Test) adalah antara minimal 51ºC dan maksimal 63ºC,
sedangkan PEN 60 adalah antara minimal 48ºC dan maksimal 58ºC. Dengan
demikian, hasil percobaan tidak memenuhi standar yang ditetapkan Bina Marga.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa aspal tidak memenuhi kualitas menurut Bina
Marga dikarenakan sampel aspal lebih cepat leleh.
KELOMPOK 5B
26
2.8. Kesimpulan
1. Pada hasil percobaan didapatkan titik lembek pada sampel I yaitu 44ºC dan
titik lembek pada sampel II yaitu 44,6ºC.
2. Hasil percobaan tidak memenuhi spesifikasi Bina Marga dimana nilai
minimum titik lembek yang diambil secara keseluruhan adalah 48ºC.
3. Aspal yang digunakan tidak memenuhi kualitas Bina Marga dikarenakan
sampel aspal lebih cepat leleh, sehingga mempengaruhi kualitas aspal
tersebut.
2.9. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.
KELOMPOK 5B
27
KELOMPOK 5B
28
BAB III
BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER (SPECIFIC
GRAVITY OF SEMI SOLID BITUMINOUS MATERIAL)
3.1. Pendahuluan
Aspal merupakan bahan pengikat yang mengikat agregat dan bersifat termoplastik,
jumlah aspal juga menentukan keberhasilan suatu campuran aspal. Terdapat
berbagai pengujian yang dilakukan terhadap aspal untuk dapat mengetahui
kelayakan aspal, kualitas dan material aspal tentunya perlu diperhatikan. Salah satu
pengujian terhadap aspal yang dilakukan yaitu pengujian berat jenis aspal. Selain
untuk menentukan kelayakan aspal, pengujian berat jenis juga dilakukaan pada saat
pelaksanaan untuk konversi dari berat ke volume, begitu juga sebaliknya.
Standar pengujian berat jenis aspal diatur dalam SNI 2441:2011 tentang Cara Uji
Berat Jenis Aspal Keras. Standari ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan
berat jenis aspal dan menyeragamkan cara pengujian. Selain itu, standar ini juga
digunakan sebagai pengendalian mutu aspal agar diperoleh jenis aspal yang
berkualitas.
3.2. Tujuan
Pada praktikum kali ini memiliki tujuan untuk mengetahui nilai berat jenis aspal
dengan menggunakan piknometer dan berdasarkan perbandingan berat di udara
dengan berat di dalam air.
KELOMPOK 5B
29
Alat dan bahan yang digunakan pada pengujian ini antara lain.
Adapun Alat - alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain.
1. Timbangan ketelitian 0,01 gram.
KELOMPOK 5B
30
Bahan - bahan yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain.
1. Air suling sebanyak 1 liter.
KELOMPOK 5B
31
Aspal merupakan material perkerasan jalan yang berfungsi sebaagai bahan pengikat
dan pengisi antar agregat. Aspal sebagai material perkerasan jalan harus memiliki
kemampuan dalam mempertahankan sifat fisiknya terhadap kelenturan dan
kelekatannya (Widianty, 2018). Berat jenis bitumen atau ter merupakan
perbandingan berat bitumen atau ter dengan berat air suling pada suhu tertentu.
Berat jenis bitumen bergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen. Maka
dari itu, diperlukan pengujian berat jenis bitumen atau ter dengan mengacu pada
SNI 2441:2011 dimana cara ujinya mencakup penentuan berat jenis dan berat isi
aspal keras menggunakan alat piknometer (Widianty, 2018). Terdapat beberapa
macam berat jenis bitumen, yaitu:
1. Penetration grade bitumen memiliki berat jenis antara 1,010 (untuk bitumen
dengan penetrasi 300) sampai dengan 1,040 (untuk bitumen dengan
penetrasi 25).
2. Bitumen yang teroksidasi memiliki berat jenis antara 1,015 sampai dengan
1,035.
3. Hard grades bitumen memiliki berat jenis antara 1,045 sampai dengan
1,065.
4. Cutback grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1,045 sampai
dengan 1,065.
Dalam upaya pencegahan kerusakan dini pada perkerasan jalan, material yang
digunakan juga mempengaruhi kualitas perkerasan jalan. Dalam SNI 06-2441-1991
berat jenis aspal merupakan perbandingan antara berat jenis aspal padat dan berat
air suling dengan isi yang sama pada suhu 15,6ºC atau 25ºC. Berat jenis diperlukan
sebagai data koversi di lapangan, yaitu mengkonversi dari berat ke volume atau dari
volume ke berat (Laoli, 2013).
KELOMPOK 5B
32
KELOMPOK 5B
33
KELOMPOK 5B
34
6. Masukkan air suling ke dalam piknometer yang sudah berisi benda uji aspal.
KELOMPOK 5B
35
3.7. Perhitungan
= 1,10 gr/cm3
= 1,19 gr/cm3
= 1,07 gr/cm3
= 1,03 gr/cm3
= 1,01 gr/cm3
KELOMPOK 5B
36
1,10 gr/cm3 + 1,19 gr/cm3 + 1,07 gr/cm3 +1,03 gr/cm3 +1,01 gr/cm3
Rata-rata =
5
= 1,08 gr/cm3
3.8. Analisis
Dari hasil perhitungan dapat dilihat dari kelima sampel aspal yang digunakan
memiliki berat jenis yang berbeda-beda. Berat jenis sampel 1 sebesar 1,10 gr/cm3,
sampel 2 sebesar 1,19 gr/cm3, sampel 3 sebesar 1,07 gr/cm3, sampel 4 sebesar 1,03
gr/cm3, dan sampel 5 sebesar 1,01 gr/cm3. Dengan nilai rata-rata berat jenis yaitu
1,08 gr/cm3. Jika dibandingkan dari hasil pengujian yang tertera pada SNI
2441:2011, sampel aspal yang digunakan memenuhi syarat berat jenis dikarenakan
nilai minimal berat jenis aspal menurut SNI 2441:2011 adalah 1 gr/cm3 dan rata-
rata berat jenis yaitu 1,034 gr/cm3. Maka, dapat disimpulkan bahwa aspal dapat
digunakan sebagai bahan perkerasan jalan.
3.9. Kesimpulan
KELOMPOK 5B
37
3.10. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada saat praktikum kali ini yaitu sebagai
berikut.
4. Praktikan sebaiknya dapat melihat video praktikum dengan seksama dan
memahami cara pengujiannya.
5. Praktikan sebaiknya memahami konsep dari pengujian berat jenis aspal dan
dapat melakukan analisis secara teliti.
6. Praktikan sebaiknya mempersiapkan jaringan yang stabil sebelum memulai
praktikum secara online agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
KELOMPOK 5B
38
KELOMPOK 5B
39
BAB IV
DAKTILITAS BAHAN BITUMEN
(DUCTILITY OF BITUMINOUS MATERIALS)
4.1. Pendahuluan
Daktilitas aspal sangat diperlukan dalam suatu campuran bahan perkerasan jalan
dengan aspal sebagai bahan perekat dari agregat yang ada. Gaya kohesi dari aspal
tersebut merupakan usaha untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya dan
tidak sampai terlepas, sehingga semakin tinggi nilai daktilitas aspal maka akan
semakin baik mutu aspal tersebut sebagai bahan perekat atau pengikat campuran
bahan perkerasan jalan.
Pengujian benda uji dilakukan di dalam bak perendam pada suhu 25±0.5°C ditarik
dengan menggunakan mesin uji dengan kecepatan 50 mm/menit (dengan toleransi
± 5%) sampai benda uji putus. Pada pengamatan, benda uji ditarik menggunakan
alat uji sampai melebihi dari batas ukur alat uji. Benda uji tersebut tidak putus.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui salah satu sifat mekanik bahan
bitumen yaitu kekenyalan yang diwujudkan dalam bentuk kemampuannya untuk
ditarik yang memenuhi syarat jarak tertentu (dalam pemeriksaan ini adalah 100 cm)
tanpa putus. Apabila bahan bitumen tidak putus setelah melewati jarak 100 cm,
maka dianggap bahan ini memiliki sifat daktilitis yang tinggi.
4.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum modul ini adalah untuk mengetahui kekenyalan aspal yang
dinyatakan dengan Panjang pemuluran aspal yang dapat tercapai hingga sebelum
putus. Daktilitas ini tidak menyatakan kekuatan tarik aspal.
KELOMPOK 5B
40
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum daktilitas bahan–bahan
bitumen adalah.
KELOMPOK 5B
41
KELOMPOK 5B
42
KELOMPOK 5B
43
Daktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal yang diukur dari jarak terpanjang,
saat bitumen keras ditarik sebelum putus dengan mesin pada suhu 25°C dan dengan
kecepatan 50 mm/menit.
Sifat daktilitas dipengaruhi oleh sifat kimia aspal, yaitu susunan senyawa
hidrokarbon yang dikandung oleh aspal tersebut. Standar regangan yang dipakai
adalah 100 cm - 200 cm.
Pada pengujian daktilitas disyaratkan jarak yang dapat ditarik antara cetakan yang
berisi bitumen minimum 100 cm. Adapun tingkat kekenyalan dari aspal adalah :
1. < 100 cm = getas
2. 100 cm – 200 cm = plastis
3. > 200 cm = sangat plastis
Sifat daktilitas ini sangat dipengaruhi oleh kimia aspal yaitu akibat susunan
senyawa karbon yang dikandungnya. Bila aspal banyak mengandung senyawa
prakin dengan senyawa panjang, maka daktilitas rendah. Demikian aspal
didapatkan dari blowing, dimana gugusan aspal hidrokarbon tak jenuh yang mudah
menyusut sedangkan yang banyak mengandung prakin karena susunan rantai
hidrokarbon dan kekuatan strukturnya kurang plastis.
KELOMPOK 5B
44
Adapun prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Memanaskan sampel aspal hingga cair.
KELOMPOK 5B
45
KELOMPOK 5B
46
KELOMPOK 5B
47
10. Menjalankan mesin uji dengan kecepatan 5 cm per menit sampai sampel
terputus.
KELOMPOK 5B
48
4.7. Analisis
4.8. Kesimpulan
4.9. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada saat praktikum kali ini yaitu sebagai
berikut.
1. Sebaiknya praktikan teliti memperhatikan alat dan bahan praktikum sesuai
acuan praktikum. Agar tidak terjadi kesalahan pengamatan.
2. Sebaiknya praktikan mengikuti praktikum dengan serius sehingga mengerti
terhadap praktikum ini.
3. Mengoleskan gliserin secara merata pada cetakan kuningan agar aspal saat
ingin dikeluarkan dari cetakan mudah lepas.
KELOMPOK 5B
49
KELOMPOK 5B
50
BAB V
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR
(COARSE AGGREGATE SPECIFIC GRAVITY TESTING)
5.1. Pendahuluan
Agregat dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal yang lebih
banyak karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan aspal menjadi lebih
tipis. Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat terabsorbsi oleh
agregat. Nilai penyerapan adalah perubahan berat agregat karena penyerapan air
oleh pori-pori dengan agregat pada kondisi kering.
Mencari berat jenis dari suatu contoh bahan secara umum dilakukan dengan
menggunakan timbangan dan keranjang baja (steel yard). Dalam pengujian berat
jenis ini dibutuhkan ketelitian dikarenakan hasil nilai dari pengujian ini umumnya
akan digunakan dalam memperkirakan seberapa besar volume material yang akan
digunakan dalam proses pencampuran.
KELOMPOK 5B
51
4. Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah berat jenis yang
memperhitungkan volume partikel saja tanpa memperhitungkan volume
pori yang dapat dilewati air.
5.2. Tujuan
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis lepas (bulk), berat jenis
kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent)
dan penyerapan dari agregat kasar.
Alat dan bahan yang digunakan pada pengujian ini antara lain.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.
1. Satu set timbangan beserta keranjang.
KELOMPOK 5B
52
KELOMPOK 5B
53
6. Bejana.
Hasil nilai dari pengujian ini umumnya akan digunakan dalam memperkirakan
seberapa besar volume material yang akan digunakan dalam proses pencampuran
aspal, campuran ini berdasarkan perbandingan berat tidak dengan perbandingan
volume karena hasilnya lebih akurat dan juga untuk menentukan banyaknya pori
agregat. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar sehingga
dengan berat yang sama akan membutuhkan aspal yang banyak. Pengukuran hasil
berat jenis agregat ini sering dipakai untuk mengekspresikan nilai kerapatan atau
density agregat, dimana nilai kerapatan agregat diperoleh dengan mengalikan nilai
berat jenis agregat dengan kerapatan air pada suhu standar yang dipakai untuk
KELOMPOK 5B
54
Bj
Berat Jenis Kering Permukaan (SSD) = Bj - Ba.............. 5.2
Bk
Berat Jenis Semu = ................................. 5.3
Bk - Ba
Bj - Bk
Penyerapan = x 100% ............................... 5.4
Bk
Keterangan :
Bk = Berat sampel kering setelah di oven (gram)
Bj = Berat sampel jenuh setelah di lap (gram)
Ba = Berat sampel di dalam air (gram)
KELOMPOK 5B
55
KELOMPOK 5B
56
KELOMPOK 5B
57
Tabel 5.1. Data Hasil Percobaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Sampel (gr)
No.
Pengukuran
A B
KELOMPOK 5B
58
5.7. Perhitungan
Dari data hasil percobaan dapat dilakukan perhitungan pengujian berat jenis dan
penyerapan agregat kasar dengan menggunakan persamaan 5.1, persamaan 5.2,
persamaan 5.3, persamaan 5.4 sebagai berikut.
= 2,141 gram/cm3
3995,6 gram
Sampel B = 4105 gram - 2533,9 gram
= 2,543 gram/cm3
2,141 + 2,543
Rata-rata =
2
= 2,342 gram/cm3
= 2,143 gram/cm3
4105 gram
Sampel B = 4105 gram - 2533,9 gram
= 2,613 gram/cm3
2,143 + 2,613
Rata-rata =
2
= 2,378 gram/cm3
KELOMPOK 5B
59
= 2,146 gram/cm3
3995,6 gram
Sampel B = 3995,6 gram - 2130,9 gram
= 2,734 gram/cm3
2,146 + 2,734
Rata-rata =
2
= 2,440 gram/cm3
4. Perhitungan Penyerapan
3995 gram - 3990,6 gram
Sampel A = x 100%
3990,6 gram
= 0,11%
4105 - 3995,6
Sampel B = x 100%
3995,6
= 2,74%
0,11 % - 2,74%
Rata-rata =
2
= 1,42%
5.8. Analisis
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan,didapatkanlah nilai rata-rata dari berat
jenis bulk/curah adalah sebesar 2,342 gram, nilai rata-rata dari berat jenis kering
permukaan jenuh adalah 2,378 gram, nilai rata-rata dari berat jenis semu adalah
2,440 gram dan nilai rata-rata dari persentase penyerapan adalah sebesar 1,42%.
KELOMPOK 5B
60
Menurut standar yang digunakan dalam pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat kasar yaitu SNI 03-1969-1990,data yang diperoleh kurang sesuai, karena
nilai rata-rata setiap berat jenis dibawah nilai 2,5 – 2,57 gram, sedangkan nilai rata-
rata penyerapan telah memenuhi standar, karena berdasarkan standar SNI 03-1969-
1990 yang mana memuat tentang penyerapan dari agregat adalah tidak boleh lebih
dari 3%.
5.9. Kesimpulan
1. Nilai rata-rata berat jenis bulk yang didapatkan adalah 2,342 gram.
2. Nilai rata-rata berat jenis dalam kondisi SSD yang didapatkan adalah 2,378
gram.
3. Nilai rata-rata berat jenis semu yang telah didapatkan adalah 2,440 gram.
4. Nilai persentase penyerapan rata-rata yang didapatkan adalah sebesar 1,42%
dan telah memenuhi standar SNI 03-1969-1990 dengan nilai penyerapannya
harus dibawah 3%.
5. Sampel agregat kasar yang diuji tidak dapat digunakan sebagai bahan dalam
campuran aspal karena berat jenisnya tidak memenuhi standar SNI 03-1969-
1990 karena syarat berat jenis harus diantara 2,5-2,57 gram.
5.10. Saran
KELOMPOK 5B
61
KELOMPOK 5B
62
BAB VI
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS
(SPECIFIC GRAVITY AND WATER ABSORPTION OF FINE
AGGREGATE)
6.1. Pendahuluan
6.2. Tujuan
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis lepas (Bulk), berat jenis
kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent)
dan penyerapan (absorbtion).
KELOMPOK 5B
63
Alat dan bahan yang digunakan pada pengujian ini antara lain.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.
1. Timbangan.
KELOMPOK 5B
64
5. Kerucut Abrams.
KELOMPOK 5B
65
6. Batang penumbuk.
7. Oven.
KELOMPOK 5B
66
Perhitungan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut.
Bk
Berat Jenis Curah Kering (Sd) = ....................... 6.1
(B+A – Bt)
A
Berat Jenis Curah Jenuh Kering Permukaan (Ss) = ....... 6.2
(B+A – Bt)
Bk
Berat Jenis Semu (Sa) = ............................. 6.3
(B+Bk – Bt)
KELOMPOK 5B
67
(A -Bk)
Penyerapan Air (Sw) = x 100% ......................... 6.4
Bk
Keterangan:
C = Berat Piknometer (gram)
Bk = Berat Benda Uji Kering Oven (gram)
Bt = Berat Piknometer Berisi Air dan Benda Uji (gram)
B = Berat Piknometer Berisi Air, (gram)
A = Berat Benda Uji dalam Keadaan SSD (gram)
KELOMPOK 5B
68
KELOMPOK 5B
69
6. Tumbuk benda uji dengan total 25 kali tumbukan, dengan tingkat jatuh
batang penumbuk ± 1cm.
KELOMPOK 5B
70
KELOMPOK 5B
71
KELOMPOK 5B
72
6.7. Perhitungan
Dari data hasil percobaan yang telah didapatkan, diperoleh hasil perhitungan
sebagai berikut.
1. Perhitungan Berat Jenis Kering
Menghitung berat jenis kering menggunakan persamaan (6.1).
488
Berat Jenis Kering 1 =
(673,9+510– 980,6)
= 2,40 gram/cm3
478
Berat Jenis Kering 2 =
(675,9+510– 981,6)
= 2,34 gram/cm3
2,40 + 2,34
Berat Jenis Kering Rata-rata =
2
= 2,37 gram/cm3
KELOMPOK 5B
73
510
Berat Jenis Kondisi SSD 1 =
(673,9+510– 980,6)
= 2,509 gram/cm3
510
Berat Jenis Kondisi SSD 2 =
(675,9+510– 981,6)
= 2,502 gram/cm3
2,50 + 2,50
Berat Jenis SSD Rata-rata =
2
= 2,502 gram/cm3
488
Berat Jenis Semu 1 =
(673,9+488– 980,6)
= 2,692 gram/cm3
478
Berat Jenis Semu 2 =
(675,9+478– 981,6)
= 2,774 gram/cm3
2,69 + 2,77
Berat Jenis Semu Rata-rata =
2
= 2,733 gram/cm3
4. Perhitungan Persentase Absorbsi (%)
Menghitung persentase absorbsi menggunakan persamaan (6.4).
(510 - 488)
Persentase Absorbsi 1 = x 100%
488
= 4,51 %
(510 - 478)
Persentase Absorbsi 2 = x 100%
478
= 6,69%
KELOMPOK 5B
74
4,51% + 6,69
Persentase Abrsorbsi Rata-rata =
2
= 5,60%
6.8. Analisis
Pada hasil praktikum yang telah dilakukan mengenai modul berat jenis agregat
halus, didapatkan nilai rata-rata pada berat jenis kering sebesar 2,37 gram. Nilai
rata-rata berat jenis kering kondisi SSD yaitu sebesar 2,502 gram. Pada nilai berat
semu rata-rata adalah 2,733 gram. Nilai presentase abrsorbsi rata-rata sebesar
5,60%. Menurut SNI 03 – 2417 – 1990 untuk nilai berat jenis minimum sebesar 2,5
gram dan untuk penyerapan air maksimum 5%. Maka berat jenis curah tidak
memenuhi standar SNI 03 – 2417 – 1990 dikarenakan sampel benda uji belum
dalam kondisi SSD atau sampel masih dalam keadaan basah. Pada hasil yang
didapat kurang bagus untuk dijadikan bahan material dari konstruksi. Penyerapan
agregat ini, dipegaruhi pori pori yang ada pada agregat, semakin porositas agregat
tersebut maka semakin besar persentase penyerapan agregat tersebut.
6.9. Kesimpulan
KELOMPOK 5B
75
3. Nilai berat semu rata-rata adalah 2,733 gram. Menurut SNI 03 – 2417 – 1990
untuk nilai berat jenis minimum sebesar 2,5 gram, Nilai yang didapat dari
hasil pratikum telah memenuhi syarat.
4. Nilai presentase abrsorbsi rata-rata sebesar 5,60%. Menurut SNI 03 – 2417
– 1990 untuk penyerapan air maksimum 5%. Nilai yang didapat dari hasil
pratikum belum memenuhi syarat.
5. Menurut SNI 03 – 2417 – 1990 berat jenis curah tidak memenuhi standar
dikarenakan sampel benda uji belum dalam kondisi SSD atau sampel masih
dalam keadaan basah.
6. Sampel pengujian agregat yang didapatkan kurang cocok untuk dijadikan
bahan material dari kontruksi perkerasan jalan.
6.10. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada saat praktikum kali ini yaitu sebagai
berikut.
1. Praktikan sebaiknya dapat melihat video praktikum dengan seksama dan
memahami cara pengujiannya.
2. Praktikan sebaiknya mempersiapkan jaringan yang stabil sebelum memulai
praktikum secara online agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
3. Praktikan diharapkan teliti dalam membaca data untuk mendapatkan hasil
yang tepat dan akurat nantinya.
KELOMPOK 5B
76
KELOMPOK 5B
77
BAB VII
UJI KEKUATAN AGREGAT TERHADAP
TUMBUKAN (AGGREGATE IMPACT VALUE)
7.1. Pendahuluan
Jalan raya adalah jalur – jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh
manusia dengan bentuk, ukuran – ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat
digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang
mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat
(Clarkson H.Oglesby,1999). Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk
geometriknya harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan
dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada lalu lintas sesuai dengan
fungsinya, sebab tujuan akhir dari perencanaan ini adalah menghasilkan
infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan
ratio tingkat penggunaan biaya juga memberikan rasa aman dan nyaman kepada
pengguna jalan.
Berdasarkan bahan pengikatnya menurut Sukirman (1991), perkerasan jalan dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Fleksibel pavement)
Perkerasan lentur yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan
beban lalu lintas ke tanah dasar. Adapun lapisan perkerasan lentur yang berada
paling atas adalah lapisan permukaan surface crouse yang berfungsi sebagai
penahan beban roda secara langsung, dengan 10 stabilitas tinggi dan
merupakan lapisan aus atau yang menderita gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah menjadi aus. Kemudian dibawahnya terdapat lapisan pondasi
atas base crouse dimana lapisan ini menggunakan material dengan indeks CBR
> 50,0% dan PI plastisitas indeks < 4%, yang tersusun dari material-material
alam seperti batu pecah kelas A hingga C, kerikil pecah, stabilitas dengan kapur
atau semen. Adapun fungsi sebagai bagian lapisan yang menahan gaya lintang
dari bebean roda dan menyebarkan beban ke bawahnya, selain itu lapisan base
crouse juga berfungsi untuk bantalan dari lapisan permukaan peresapan lapisan
KELOMPOK 5B
78
7.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum modul ini adalah mengukur kekuatan sampel agregat
terhadap beban tumbukan sebagai salah satu simulasi terhadap kemampuan agregat
terhadap rapid load dan memberikan kemampuan kepada mahasiswa agar bisa
menentukan nilai kuat tumbukan dengan menyatakan nilai AIV nya.
KELOMPOK 5B
79
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengujian kekuatan agregat
terhadap tekanan adalah.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.
1. Satu set alat Agregate Impact Machine.
KELOMPOK 5B
80
3. Kontainer.
KELOMPOK 5B
81
6. Tumbukan.
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Agregat kasar yang lolos saringan 19 mm dan tertahan di 9,5 mm.
KELOMPOK 5B
82
A = B + C .......................................................... 7.3
KELOMPOK 5B
83
Prosedur percobaan yang dilakukan pada praktikum kali ini sebagai berikut.
1. Mengambil sampel agregat.
KELOMPOK 5B
84
KELOMPOK 5B
85
KELOMPOK 5B
86
Adapun hasil dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hasil percobaan
sebagai berikut.
Tabel 7.1. Data Hasil Percobaan
Sampel 1 Sampel 2
No Item Pengujian Indeks
(gram) (gram)
1 Berat wadah / cup W1 3178 3179
Berat Wadah + Sampel
2 W2 3873 3807
(setelah dipadatkan)
Setelah Tumbukan dan Disaring 1 menit
Berat Sampel lewat
3 B 38 38
saringan 2,36 mm
Berat Sampel tertahan
4 C 657 690
saringan 2,36 mm
Sumber : Data hasil percobaan
7.7. Perhitungan
KELOMPOK 5B
87
= 5,4 %
2. Sampel 2
a. Menghitung berat sampel dapat menggunakan persamaan 7.2.
A’ = W2−W1
= 3807 – 3179
= 628 gr
b. Menghitung total berat sampel dapat menggunakan persamaan 7.3.
A =B+C
= 38 + 690
= 728 gr
c. Menghitung selisih total dengan berat awal sampel dapat menggunakan
7.4.
Selisih = | A – A’ |
= | 728 – 628 |
= 100 gr
KELOMPOK 5B
88
7.8. Analisis
Dari hasil analaisis pengujian kekuatan agregat terhadap tumbukan didapatkan total
berat awal sampel yaitu masing-masing 695 gr , 628 gr. Berat total yang didapatkan
yaitu 695 gr dan 728 gr. Dari hasil ini ketentuan bahwa jumlah selisih jumlah berat
agregat yang lolos dan tertahan dengan berat awal tak sesuai dengan ketentuan yaitu
sebesar 1 gram. Didapatkan hasil dari AIV yaitu 5,4 % dan 5,2% dan rata- rata yang
didapatkan dari dua sampel yaitu sebesar 5,3%.
KELOMPOK 5B
89
7.9. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut.
1. Kesimpulan hasil dari pengujian Aggregate Impact Value yang didapatkan
sebesar 5,3%.
2. Hasil berat total yang didapatkan masing-masing agregat yaitu sebesar 695
gram dan 728 gram.
3. Menurut british standart bila AIV kecil dari 30% maka agregat tergolong
agregat normal dan baik digunakan.
7.10. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam menghitung hasil.
2. Praktikan sebaiknya lebih memperhatikan dalam praktikum yang dilakukan.
3. Sebaiknya seluruh praktikan diberikan kesempatan untuk melakukan
praktikum secara langsung agar dapat lebih mengerti.
KELOMPOK 5B
90
KELOMPOK 5B
91
BAB VIII
UJI KEKUATAN AGREGAT TERHADAP TEKANAN
(AGGREGATE CRUSHING VALUE)
8.1. Pendahuluan
KELOMPOK 5B
92
nilai kehancuran agregat terhadap beban tekan atau disebut dengan Aggregate
Crushing Value (ACV).
8.2. Tujuan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengujian kekuatan agregat
terhadap tekanan adalah.
Adapun alat yang digunakan pada praktikum pengujian kekuatan agregat terhadap
tekanan adalah sebagai berikut.
1. Satu set Aggregate Crushing Machine dengan mesin penekan
(Commpression Machine).
KELOMPOK 5B
93
KELOMPOK 5B
94
5. Silinder baja
KELOMPOK 5B
95
KELOMPOK 5B
96
Salah satu metoda untuk menguji kekuatan agregat terhadap beban, khususnya
beban lalu lintas adalah dengan melakukan simulasi pemberian beban terhadap
suatu sampel agregat. Salah satu beban yang dapat diberikan adalah beban tekanan
(crushing). Prinsipnya adalah sampel agregat ditekan dengan alat khusus selama
beberapa waktu. Agregat yang hancur kemudian ditimbang dan dibandingkan
dengan berat semula sampel. Perbandingan ini merupakan nilai dari Aggregate
Crushing Value (ACV).
KELOMPOK 5B
97
Penekanan pada ACV hanya dilakukan pada arah aksial saja, berbeda dengan proses
penekan yang dilakukan pada Agregate Crushing Plant dimana penekanan aksial
dikombinasikan dengan arah lateral. Selain itu kadang-kadang dikombinasikan dengan
beban tumbukan (impact).
Praktikum ini pada dasarnya adalah mengukur kekuatan relatif agregat
terhadap beban tekanan (crushing) yang dinyatakan dengan Aggregate Crushing
Value (ACV). Prosedur praktikum didasarkan pada British Standard, BS 812, bagian
3, tahun 1975. Perhitungan % agregat yang lolos saringan 2,36 mm dinyatakan
dalam model matematik sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan 8.1.
B
AIV (%) =
A
100 % .......................................... 8.1
Keterangan :
AIV = Aggregate Impact Value (%)
ACV = Aggregate Crushing Value (%)
A = Berat awal sampel 2,36 mm (gr)
B = Berat sampel lolos saringan 2,36 mm (gr)
Adapun rumus - rumus pada praktikum kali ini sebagai berikut :
A’ = (W2 – W1) .................................................. 8.2
A = B + C .......................................................... 8.3
KELOMPOK 5B
98
Adapun prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Timbang silinder dengan timbangan ketelitian 0,1 gram untuk mendapatkan
data W1.
KELOMPOK 5B
99
3. Lakukan penumbukkan benda uji di dalam silinder per 1/3 bagian dan
padatkan dengan besi penusuk sebanyak 25 tumbukan.
KELOMPOK 5B
100
KELOMPOK 5B
101
16. Tekan sampel melalui plunger dengan mesin penekan yang diberi gaya
hingga 400 kN (40 ton).
17. Lepaskan beban dan pindahkan benda uji yang sudah ditekan pada sebuah
kontainer, pastikan tidak ada partikel yang hilang selama pemindahan atau
yang tertinggal di dalam silinder.
KELOMPOK 5B
102
18. Saring benda uji dengan saringan 2,0 mm dan timbang berat yang lolos yang
dinyatakan dengan B gram dan yang tertahan dinyatakan dengan C gram.
Pastikan tidak ada partikel yang hilang selama proses tersebut.
Adapun hasil dari percobaan pengujian kekuatan agregat terhadap tekanan yang
telah dilakukan, diperoleh data hasil percobaan sebagai berikut.
Tabel 8.1. Data Hasil Percobaan
Indeks
Item Pengujian Nilai
(Satuan)
Berat Silinder Pengujian + Alas W1 (gr) 1994
Berat Silinder Pengujian + Alas + Sampel W2 (gr) 2252,5
Setelah Penekanan dan Disaring 10 menit
Berat Sampel Lolos Saringan 2,36 mm B (gr) 36,4
Berat Sampel Tertahan Saringan 2,36 mm C (gr) 222
Sumber: Data Laboratorium Praktikum 2022
8.7. Perhitungan
KELOMPOK 5B
103
= 14,087 %
Tabel 8.1. Data Hasil Perhitungan
Indeks
Item Pengujian Nilai
(Satuan)
Berat Silinder Pengujian + Alas W1 (gr) 1994
Berat Silinder Pengujian + Alas + Sampel W2 (gr) 2252,5
Berat Awal Sampel A’ = W2 –
258,5
W1
Setelah Penekanan dan Disaring 10 menit
Berat Sampel Lolos Saringan 2,36 mm B (gr) 36,4
Berat Sampel Tertahan Saringan 2,36 mm C (gr) 222
Total A=B+C 258,4
Selisih total dengan Berat Awal Sampel (<1) [A –A’] 0,1
Agregate Crushing Value (%) B/A (%) 14,087
Sumber: Data Hasil Perhitungan
8.8. Analisis
Dari hasil pengujian kekuatan agregat terahadap tekanan didapatkan total berat
sampel yang lewat dan tertahan saringan 2,36 mm yaitu 258,4 gram. Sedangkan
berat awal sampel yaitu 258,5 gram, maka hasil dari total berat dengan berat awal
sebesar 0,1 gram sehingga sesuai dengan ketentuan bahwa selisih jumlah berat
agregat yang lolos dan tertahan (A) dengan berat awal (A') tidak boleh lebih dari 1
gram. Didapatkan nilai untuk Aggregate Crushing Value yaitu 14,087%. Nilai ACV
yang didapatkan melalui hasil pengujian lebih kecil dibandingkan dengan nilai
ACV berdasarkan British Standard : 812 Part 3:1975 yaitu sebesar < 30%, maka
sampel yang diuji tersebut dapat dikatakan kuat dalam menahan beban lalu-lintas.
8.9. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut.
1. Dari hasil pengujian Aggregate Crushing Value (ACV) pada sampel didapat
nilai ACV sebesar 14,087 %.
2. Diperoleh selisih total dengan berat awal sampel sebesar 0,1 gram sehingga
sesuai dengan ketentuan bahwa selisih jumlah berat agregat yang lolos dan
tertahan (A) dengan berat awal (A') tidak boleh lebih dari 1 gram.
KELOMPOK 5B
104
3. Sampel dikatakan kuat dalam menahan beban lalu lintas sesuai dengan
acuan British Standard.
8.10. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Diharapkan praktikan untuk mempelajari modul praktikum sebelum
memulai kegiatan praktikum.
2. Kepada praktikan agar dapat menonton video tutorial praktikum agar lebih
dapat memahami praktikumnya.
3. Kepada praktikan agar dapat mengikuti praktikum online dengan baik.
KELOMPOK 5B
105
KELOMPOK 5B
106
BAB IX
PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS
ANGELES (LOS ANGELES ABRATION TEST)
9.1. Pendahuluan
Pada pekerjaan sipil khususnya sipil transportasi, objek bangunan yang dikerjakan
sangat dipengaruhi oleh kondisi agregat terutama pada tingkat keausan agregat.
Seperti pada pekerjaan jalan, baik yang rigid atau pun yang flexible pavement,
agregat akan mengalami proses tambahan seperti pemecahan, pengikisan akibat
cuaca, pengikisan ketika pencampuran dan akibat penghamparan dan pemadatan.
Setelah jalan dapat dioperasikan, agregat masih mengalami proses pengausan oleh
roda-roda kendaraan. Oleh karena itu, agregat harus mendapat perlakuan khusus
untuk mengetahui daya tahan terhadap keausan. Secara umum agregat harus
memiliki daya tahan yang cukup terhadap :
1. Pemecahan (rusting)
2. Penurunan mutu (degradation)
3. Penghancuran (disintegration)
Ketahanan agregat terhadap keausan akibat pengikisan dapat diketahui melalui
percobaan laboratorium dengan menggunakan mesin los angeles. Penggolongan
tingkat keausan agregat diindikasikan oleh nilai abrasi dari hasil pengujian mesin
Los Angeles terdiri dari:
Tabel 9.1. Klasifikasi Agregat
No Jenis Agregat Nilai %
1 Agregat Keras Nilai Abrasi < 20%
2 Agregat Lunak Nilai Abrasi > 50 %
Sumber : SNI 2417-2008
9.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum los angeles kali ini adalah untuk mengetahui
durabilitas agregat dengan cara mekanis dengan menggunakan alat los angeles
Abrasion Test.
KELOMPOK 5B
107
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum los angeles adalah.
Adapun alat yang digunakan pada praktikum los angeles adalah sebagai berikut.
1. Mesin los angeles.
KELOMPOK 5B
108
3. Kontainer.
5. Timbangan.
KELOMPOK 5B
109
6. Bola-bola baja.
Abrasi atau keausan agregat adalah proses penghancuran atau pecahnya agregat
Dalam hal ini agregat kasar akibat proses mekanis seperti gaya-gaya yang terjadi
selama proses pelaksanaan pembuatan jalan, Penghamparan, Pelayanan terhadap
beban lalu lintas dan proses kimiawi, Seperti pengaruh kelembaban, kepanasan dan
perubahan suhu sepanjang hari.
Nilai abrasi adalah nilai yang menunjukkan daya tahan agregat kasar terhadap
penghancuran (degradasi) akibat dari beban mekanis. Nilai abrasi ditentukan
KELOMPOK 5B
110
KELOMPOK 5B
111
Adapun prosedur percobaan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Membuka penutup mesin los angeles.
KELOMPOK 5B
112
KELOMPOK 5B
113
KELOMPOK 5B
114
10. Menjalankan mesin uji dengan kecepatan 5 cm per menit sampai sampel
terputus.
9.7. Perhitungan
KELOMPOK 5B
115
9.8. Analisis
Berdasarkan SK SNI 2417 – 1991 Apabila nilai keausan yang diperoleh > 40%,
maka agregat yang diuji tidak baik digunakan dalam bahan perkerasan jalan
sedangkan apabila nilai keausan agregat yang diperoleh < 40%, maka agregat yang
diuji baik digunakan dalam bahan perkerasan jalan. Dari data hasil perhitungan
yang telah di lakukan menunjukkan bahwa agregat yang dijadikan benda uji
mempunyai nilai keausan sebesar 19,02 %. Nilai ini sesuai dengan standar SK SNI
2417 – 1991. Agregat ini baik digunakan untuk perkerasan jalan, karena memiliki
daya tahan terhadap keausan yang tinggi.
9.9. Kesimpulan
9.10. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada saat praktikum kali ini yaitu sebagai
berikut.
1. Sebaiknya praktikan menonton video proses praktikum terlebih dahulu.
2. Sebaiknya praktikan memahami dan mengerti dengan baik perihal prosedur
percobaan.
3. Sebaiknya praktikan membaca modul terlebih dahulu.
KELOMPOK 5B
116
KELOMPOK 5B
117
BAB X
INDEKS KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN
(FLANKINESS AND ELONGATION INDEX)
10.1. Pendahuluan
British Standard Institution (BSI) membagi bentuk agregat dalam enam kategori
yaitu, bulat (rounded), tidak beraturan (irregular), bersudut (angular), pipih
(flaky), lonjong (elongated), serta pipih dan lonjong (flaky and elongated). Suatu
agregat dikatakan pipih, lonjong dan pipih lonjong atau berdimensi seragam
ditentukan berdasarkan perbandingan antara diameter terpendek, terpanjang dan
rata-ratanya. Sebagai ilustrasi, untuk sebuah agregat berbentuk balok, maka
diameter terpendeknya adalah tebalnya, diameter terpanjang adalah panjangnya,
dan diameter rata-rata adalah lebarnya. BSI menentukan jika perbandingan antara
rata-rata diameter dengan diameter terpanjang kurang dari 0,55 maka bentuk
agregat tersebut adalah lonjong, sedangkan jika perbandngan antara diameter
terpendek dengan rata-rata diameter kurang dari 0,60 maka bentuk agregat tersebut
adalah pipih. Butiran agregat berbentuk lonjong merupakan butiran agregat yang
mempunyai rasio panjang terhadap lebar lebih besar dari nilai yang ditentukan
dalam spesifikasi, sedangkan butiran agregat berbentuk pipih merupakan butiran
agregat yang mempunyai rasio lebar terhadap tebal besar dari nilai yang ditntukan
dalam spesifikasi. Butiran agregat berbentuk pipih dan lonjong merupakan butiran
agregat yang mempunyai rasio panjang terhadap tebal besar dari nilai yang
ditentukan dalam spesifikasi. Berdasarkan SNI 03-4137-1996 untuk agregat pipih
dan lonjong maksimal dalam penggunaannya dibatasi yaitu 20 %.
10.2. Tujuan
Pengujian ini bertujuan untuk menilai secara kuantitatif distribusi agregat yang
berbentuk pipih (flaky) dan lonjong (elongated), yang dinyatakan dengan Indeks
Kepipihan dan Indeks Kelonjongan.
KELOMPOK 5B
118
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Flankiness and Elongation Index
kali ini adalah sebagai berikut.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Alat pengukur kepipihan.
KELOMPOK 5B
119
3. Timbangan.
KELOMPOK 5B
120
6. Oven
Bahan yang digunakan pada percobaan Flankiness and Elongation Index kali ini
adalah.
1. Agregat kasar
Agregat yang pipih adalah agregat yang lolos atau lewat dari uji kepipihan,
sedangkan agregat yang lonjong adalah agregat yang tertahan pada alat uji
kelonjongan. Nilai indeks menunjukkan persentase jumlah agregat yang pipih atau
lonjong dari sampel yang ada. Semakin besar nilai indeks, maka semakin banyak
jumlah agregat pipih atau lonjongnya. Dalam pelaksanaan di lapangan, agregat
yang diambil dari Aggregate Crushing Plant (ACP) biasanya jarang dilakukan
pengukuran indeks kepipihan dan kelonjongan. Umumnya agregat yang dihasilkan
dari ACP memiliki bentuk sudut. Bentuk pipih atau lonjong dapat terjadi karena
KELOMPOK 5B
121
komposisi dan struktur batuan. Pada penghancuran batuan yang sangat keras
akan terjadi proporsi bentuk pipih yang cukup besar. Tetapi pada proses crushing
yang selanjutnya akan didapat proporsi bentuk bersudut yang lebih banyak.
Pengukuran Indeks Kepipihan dan Kelonjongan biasanya dilakukan untuk agregat
yang diambil langsung dari alam seperti dari sungai atau dari penggalian langsung
batuan di gunung.
Bentuk agregat pipih dan atau lonjong tidak diharapkan dalam struktur perkerasan
jalan. Hal ini dikarenakan sifatnya yang mudah patah sehingga dapat
mempengaruhi gradasi agregat, interlocking (ikatan antar agregat) dan
menyebabkan peningkatan porositas perkerasan tidak beraspal. Bina Marga masih
menerima bentuk agregat pipih, yaitu maksimal 25% yang dibatasi
penggunaannya, hanya paling tinggi untuk lapis pondasi. Penggunaan pada lapis
permukaan hanya dimungkinkan untuk kelas jalan yang rendah.
Bentuk agregat bulat pun tidak disukai dalam perkerasan jalan. Tetapi untuk kondisi
perkerasan tertentu, misalnya untuk kelas jalan rendah, agregat berbentuk bulat
masih diperbolehkan tetapi hanya sebatas penggunaan untuk lapisan pondasi bawah
dan lapisan pondasi saja. Maksimal penggunaan untuk lapisan pondasi tidak boleh
lebih dari 40%, sedangkan untuk lapisan pondasi bawah dapat lebih besar lagi. Pada
penggunaan praktis di lapangan, agregat berbentuk bulat dapat digunakan untuk
lapisan permukaan dengan sebelumnya dipecahkan terlebih dahulu. Perhitungan
Indeks Kepipihan dan Kelonjongan. (Alik Ansyori Alamsyah, 2003).
M3E
Indeks Kelonjongan (%) = ×100 ......................... 10.1
M2
M3F
Indeks Kepipihan (%) = ×100 ............................ 10.2
M2
Keterangan :
M2 = Total berat sampel tertahan yang lebih dari 5% berat total (gram)
M3F = Total berat sampel yang lolos alat pengujian kepipihan (gram)
M3E = Total berat sampel yang tertahan alat pengujian kelonjongan (gram)
KELOMPOK 5B
122
KELOMPOK 5B
123
KELOMPOK 5B
124
7. Lewatkan dengan tangan setiap butir agregat kasar pada uji kepipihan
sesuai dengan ukuarannya dan memisahkan butiran agregat kasar yang
dapat lewat dengan yang tidak dapat lewat.
KELOMPOK 5B
125
9. Menimbang agregat kasar yang lolos dari alat uji kepipihan dan kelonjongan.
10.7. Perhitungan
Dari data yang telah didapatkan, diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut.
M1 = (0 + 34 + 892 + 2164 + 1119 + 767) gr
= 4976 gr
M2 = (892 + 2164 + 1119 + 767) gr
= 4942 gr
M3F = (393 + 594 + 363 + 224) gr
= 1574 gr
KELOMPOK 5B
126
= 1467 gr
34
= x 100
4976
= 0.68 %
892
= x 100
4976
= 17.93%
2164
= x 100
4976
= 43.49%
1119
= x 100
4976
= 22.49%
KELOMPOK 5B
127
767
= x 100
4976
= 15.41%
2. Perhitungan Indeks Kepipihan Menggunakan Persamaan 10.2
M3F
Indeks Kepipihan (%) = x 100
M2
M3F
= x 100
M1-Y
1574
= x 100
4942
= 31.85%
M3F
= x 100
M1-Y
1467
= x 100
4942
= 29.68%
KELOMPOK 5B
128
10.8. Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang didapat dalam praktikum, bahwa
nilai Indeks Kepipihan dari sampe ujil adalah 31.85% dan Indeks Kelonjongan
29.68%. Menurut Bina Marga, syarat batas maksimal penggunaan agregat pipih
untuk lapis pondasi atas adalah sebesar 40% dan agregat lonjong untuk lapisan
pondasi bawah dan lapisan pondasi saja adalah sebesar 25%.
10.9. Kesimpulan
KELOMPOK 5B
129
10.10. Saran
Saran yang dapat diberikan terkait modul kepipihan dan kelonjongan adalah sebagai
berikut.
1. Sebaiknya praktikan lebih tertib saat praktikum.
2. Sebaiknya praktikan fokus dan mendengarkan arahan dari asisten
praktikum.
3. Sebaiknya praktikan membaca modul terlebih dahulu.
KELOMPOK 5B
130
KELOMPOK 5B
131
BAB XI
PENGUJIAN ANALISIS SARINGAN (SIEVE ANALYSIS)
11.1. Pendahuluan
Agregat merupakan batuan-batuan yang terdapat di tanah yang berasal dari kulit
bumi. Material agregat yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan tugas
utamanya untuk memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang
baik dibutuhkan untuk lapiosan permukaan yang langsung memikul beban dan
mendistribusikan ke lapisan di bawahnya. Oleh karena itu, sifat agregat yang
menentukan kualitasnya sebagai bahan perkerasan jalan. Agregat adalah
sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lainnya baik berupa
hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737-1989-F). Agregat adalah material
granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai bersama-sama dengan
suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan.
Menurut Silvia Sukirman (2003), agregat merupakan butir- butir batu pecah,
kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang
berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-
fragmen.Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan perkerasan
jalan, yaitu 90% – 95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75 – 85%
agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan
jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material
lain.
Penggunaan agregat selain untuk lapis perkerasan jalan juga bisa digunakan untuk
pengunaan lain seperti, bahan campuran beton, bantalan kereta api dan lain
sebagainya
11.2. Tujuan
Pengujian kali ini bertujuan untuk membuat suatu distribusi ukuran agregat dalam
bentuk grafik yang dapat memperlihatkan pembagian butir (gradasi) suatu agregat
dengan menggunakan saringan.
KELOMPOK 5B
132
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini sebagai berikut.
KELOMPOK 5B
133
KELOMPOK 5B
134
6. Kuas.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan kali ini sebagai berikut.
1. Agregat halus yang lolos saringan 4,75 mm (No. 4) seberat 1000 gram.
KELOMPOK 5B
135
2. Agregat sedang yang lolos saringan 12,7 mm (1/2”) tertahan saringan 4,75
mm (No. 4) seberat 1500 gram.
KELOMPOK 5B
136
Batu pecah dan batu alam secara teoritis terbagi atas dua grup, yakni agregat kasar
dan halus, pemisah dari dua grup ini adalah ukuran 5 mm dimana divatas ukuran
itu disebut kasar dan divbawahnya adalah agregat halus (BS 882, 1973). Di
laboratorium pembagian ini perbanyak, misalnya untuk keperluan spesifikasi beton
menggunakan empat zona gradasi untuk keperluan perencanaan perkerasan
digunakan tiga zona gradasi atau lebih dikenali fraksi agregat, yakni fraksi agregat
kasar, sedang, dan halus.
Penentuan gradasi agregat menggunakan cara grafis, yaitu data hasil analisis
saringan dimasukkan ke dalam grafik semi logaritma, sumbu x menunjukan
parameter diameter saringan dalam skala logaritma dan sumbu y menunjukan
parameter persentase (%) lolos saringan. Hasilnya lebih bersifat visual sedangkan
penentuan gradasi agregat dengan menggunakan cara analitis, yaitu dengan
membuat suatu parameter koefisien keseragaman/uniformity coefficient (Cu) dan
parameter koefisien kurvatur/curvatur coefficient (Cz). Persamaan parameter dapat
dilihat berikut :
Kumulatif Tertahan = Kumulatif Tertahan + Berat Tertahan ........ 11.1
Berat Tertahan
% Tertahan = Total Berat Tertahan ×100% ......................... 11.2
(D30 )2
Cc = ................................................ 11.4
D60 ×D10
D60
Cu = .................................................. 11.5
D10
Keterangan :
D = Ukuran sampai x% lolos saringan (mm)
Cc = Koefisien kurvatur
Cu = Koefisien keseragaman
KELOMPOK 5B
137
KELOMPOK 5B
138
KELOMPOK 5B
139
11.7. Perhitungan
KELOMPOK 5B
140
KELOMPOK 5B
141
= 40,1%
1044,6 gr
% Tertahan 9,5 mm = 2474,7 gr ×100%
= 42,2%
428,7 gr
% Tertahan 4,8 mm = 2474,7 gr ×100%
= 17,3%
7,4 gr
% Tertahan 2,4 mm = 2474,7 gr ×100%
= 0,3%
1,6 gr
% Tertahan 1,2 mm = 2474,7 gr ×100%
= 0,1%
1,0 gr
% Tertahan 0,6 mm = 2474,7 gr ×100%
= 0,0%
5. Perhitungan Persentase Tertahan Agregat Sedang
789,4 gr
% Tertahan 4,8 mm = 1489,1 gr ×100%
= 53%
442,1 gr
% Tertahan 2,4 mm = 1489,1 gr ×100%
= 29,7%
112,1 gr
% Tertahan 1,2 mm = 1489,1 gr ×100%
= 7,5%
65,6 gr
% Tertahan 0,6 mm = 1489,1 gr ×100%
= 4,4%
31,2 gr
% Tertahan 0,3 mm = 1489,1 gr ×100%
= 2,1%
KELOMPOK 5B
142
19,4 gr
% Tertahan 0,2 mm = 1489,1 gr ×100%
= 1,3%
12,3 gr
% Tertahan 0,1 mm = 1489,1 gr ×100%
= 0,8%
17 gr
% Tertahan Pan = 1489,1 gr ×100%
= 1,1%
6. Perhitungan Persentase Tertahan Agregat Halus
87 gr
% Tertahan 4,8 mm = 990,5gr ×100%
= 8,8%
109,3 gr
% Tertahan 2,4 mm = 990,5gr ×100%
= 21,1%
223,2 gr
% Tertahan 1,2 mm = 990,5gr ×100%
= 22,5%
185,1 gr
% Tertahan 0,6 mm = 990,5gr ×100%
= 18,7%
126,1 gr
% Tertahan 0,3 mm = 990,5gr ×100%
= 12,7%
71,4 gr
% Tertahan 0,2 mm = 990,5gr ×100%
= 5,4%
35 gr
% Tertahan Pan = 990,5gr ×100%
= 3,5%
7. Perhitungan Persentase Lolos Saringan Agregat Kasar
Persentase lolos saringan 12,7 mm = 100% - 40,1%
= 59,9%
Persentase lolos saringan 9,5 mm = 59,9% - 42,2%
= 17,7%
KELOMPOK 5B
143
KELOMPOK 5B
144
KELOMPOK 5B
145
4,8-2,4
D30 = 30 + (47-17,3)
47-17,3
= 3,4
9,5-4,8
D60 = 60 + (100-47)
100-47
= 5,9
3,42
Cc =
5,9 × 1,2
= 1,6
5,9
Cu =
1,2
= 4,9
12. Parameter koefisien Cu dan Cc Agregat Halus
Perhitungan parameter koefisien Cu, Cc dapat dilakukan dengan persamaan
11.4, dan 11.5 sebagai berikut.
0,6-0,3
D10 = 10 + (16,1-8,9)
16,1-8,9
= 0,3
1,2-0,6
D30 = 30 + (47,6-28,9)
47,6-28,9
= 0,6
2,4-1,2
D60 = 60 + (70,1-47,6)
70,1-47,6
= 1,8
0,62
Cc =
1,8 × 0,3
= 0,6
1,8
Cu =
0,3
= 5,3
KELOMPOK 5B
146
100,0
90,0
80,0
70,0
60,0
% Lolos
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,1 1,0 10,0 100,0
Ukuran Saringan
Pada hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan nilai Cc dan Cu pada agregat
kasar yaitu sebesar 1,2 dan 1,7. Pada agregat sedang sebesar 1,6 dan 4,9. Pada
agregat halus sebesar 0,6 dan 5,3. Krikil disebut begradasi baik jika Cu < 4 dan 1 <
Cc < 3 terpenuhi, Namun jika tidak maka termasuk bergradasi jelek. Dari hasil
perhitungan Cc dan Cu pada agregat kasar, sedang dan halus tidak memenuhi
gradasi baik sehingga dapat dikatan agregat bergradasi buruk (poorly graded
/uniformly-graded). Dengan demikian agregat tidak baik digunakan untuk
konstruksi jalan dan dapat menggantinya dengan agregat yang lain yang sesuai
dengan ketentuan.Hal ini dapat disebabkan oleh benda uji agregat yang terus
digunakan untuk praktikum sehingga gradasi dari agregat tidak dapat dikatakan
baik, mungkin hal ini juga dapat menyebabkan praktikum analisis saringan ini tidak
optimal.
11.9. Kesimpulan
KELOMPOK 5B
147
11.10. Saran
KELOMPOK 5B
148
KELOMPOK 5B
149
BAB XII
KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL DAN AGREGAT
(JOB MIX FORMULA)
12.1. Pendahuluan
Terdapat bermacam-macam tipe campuran aspal dan agregat yang paling umum
adalah campuran Aspal Beton (Asphaltic Concrete) yang lebih dikenal dengan AC
atau LASTON dan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA). Perbedaan mendasar dari
kedua tipe campuran ini adalah pada gradasi agregat pembentuknya. Campuran tipe
AC menggunakan agregat bergradasi menerus (continuous graded) sedangkan
campuran tipe HRA menggunakan agregat bergradasi senjang (gap graded).
Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh suatu campuran aspal dan agregat:
1. Stabilitas
Campuran harus memiliki ketahanan terhadap deformasi permanen yang
disebabkan oleh beban lalu lintas. Stabilitas suatu campuran dapat diperoleh
dari adanya sifat interlocking agregat dalam campuran ataupun dengan
menggunakan aspal berpenetrasi rendah.
2. Fleksibilitas
Campuran harus dapat menahan defleksi dan momen tanpa timbul retak
pada campuran tersebut yang diakibatkan oleh perubahan jangka panjang
pada daya dukung tanah atau lapis pondasi., lendutan yang berulang akibat
beban lalu lintas dan perubahan volume campuran akibat perubahan suhu.
Fleksibilitas suatu campuran dapat diperoleh dengan cara meninggikan
kadar aspal dalam campuran, menggunakan aspal berpenetrasi tinggi dan
juga dengan menggunakan agregat bergradasi terbuka (open graded).
3. Durabilitas
Durabilitas berkaitan dengan keawetan suatu campuran terhadap beban lalu
lintas dan pengaruh cuaca. Campuran harus tahan terhadap air dan
perubahan sifat aspal karena penguapan dan oksidasi. Durabilitas dapat
ditingkatkan dengan cara membuat campuran yang dapat kedap air, yang
KELOMPOK 5B
150
dapat diperoleh dari penggunaan agregat bergradasi rapat dan kadar aspal
yang tinggi.
4. Workability
Workabilitas berarti kemudahan suatu campuran untuk dihamparkan dan
dipadatkan untuk mencapai tingkat kepadatan yang diinginkan. Hal ini
dapat tercapai jika viskositas campuran pada suhu pencampuran dan
pemadaman cukup rendah.
5. Ekonomis
Campuran harus direncanakan dengan menggunakan jenis dan kombinasi
material yang menghasilkan biaya termurah tetapi memenuhi persyaratan
stabilitas, fleksibilitas, durabilitas, kekesatan dan workabilitas.
Perencanaan suatu agregat dan aspal terutama ditujukan agar campuran tersebut
dapat memiliki sifat-sifat seperti yang dijelaskan di atas. Tujuan akhir dari
perencanaan tersebut adalah menentukan suatu kadar aspal optimum yang akan
memberikan keseimbangan dari semua sifat campuran tersebut, karena tidak ada
satu kadar aspal pun yang akan dapat memaksimalkan semua sifat campuran.
12.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum karakteristik campuran aspal dan agregat adalah untuk
menentukan komposisi yang tepat antara agregat, aspal dan material pengisi (filler)
dalam campuran aspal dan agregat.
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum karakteristik campuran
aspal dan agregat adalah.
KELOMPOK 5B
151
Adapun alat yang digunakan pada praktikum karakteristik campuran aspal dan
agregat adalah sebagai berikut.
1. Cetakan (mold) benda uji dari logam berdiameter 10,4 cm dan tinggi 6,3 cm,
lengkap dengan pelat alas dan leher sambung.
KELOMPOK 5B
152
3. Wajan.
Gambar 12 4. Spatula
Sumber: Youtube Laboratorium Teknik Sipil ITERA
5. Kompor.
KELOMPOK 5B
153
KELOMPOK 5B
154
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum karakteristik campuran aspal dan
agregat adalah sebagai berikut.
1. Benda uji berupa campuran antara agregat kasar, sedang dan halus yang
telah ditimbang.
KELOMPOK 5B
155
Persiapan benda uji terdiri dari penyiapan agregat dan aspal serta pembuatan benda
uji sesuai dengan spek yang direncanakan.
Setelah pemadatan selesai, proses selanjutnya adalah pengujian berat jenis uji untuk
menghitung kandungan rongga di dalam campuran dan kemudian diikuti dengan
pengujian stabilitas. Jumlah benda uji yang harus dibuat untuk suatu kadar aspal
tertentu adalah tiga buah, agar hasil pengujian terjamin secara statistik. Umumnya
kadar aspal yang divariasikan dengan kenaikan 0,5% atau 1%.
Praktikum ini pada dasarnya adalah untuk menentukan komposisi yang tepat
antara agregat, aspal dan material pengisi (filler) dalam campuran aspal dan agregat.
Adapun rumus-rumus pada praktikum kali ini sebagai berikut:
Keterangan:
Pb’ = Sampel kadar aspal (%)
Bj bulk + Bj apperant
Bj = …………………………..12.4
2
% Tertahan agregat
ØBj = ……………………..…….12.5
Bj Terpakai
KELOMPOK 5B
156
Kadar aspal
% KA = ……………………..…......12.6
Bj aspal
100 - Kadar aspal
% KAg = ∑ ØBj× ……………………12.7
Bj aspal
Total % benda uji = %KA + %KAg………………….12.8
100
BJ teori maksimum = …………….12.9
Total %benda uji
Keterangan:
BJ = Berat jenis agregat (kg/m3)
BJBulk = Berat jenis agregat kondisi normal (kg/m3)
BJApparent = Berat jenis agregat kondisi setelah di oven (kg/m3)
ØBJ = Nilai berat jenis agregat
%KA = Persentase kadar aspal (%)
BJaspal = Berat jenis aspal (kg/m3)
%KAg = Persentase kebutuhan agregat (%)
1
Volume = × π × d2 × t……………………...12.10
4
Keterangan:
V = Volume benda uji (cm3)
d = Diameter benda uji (cm)
t = Tinggi benda uji (cm)
KELOMPOK 5B
157
Keterangan:
Berat CA = Berat agregat 1 – 2 cm (gr)
Berat FA = Berat agregat 0,075 – 1 cm (gr)
KELOMPOK 5B
158
3. Memasukkan benda uji ke dalam oven dengan suhu 105˚ – 110˚ C selama
24 jam.
KELOMPOK 5B
159
6. Campurkan benda uji ke dalam wajan berisi aspal, aduk hingga aspal
menyelimuti setiap benda uji secara merata.
KELOMPOK 5B
160
KELOMPOK 5B
161
12.6. Perhitungan
KELOMPOK 5B
162
KELOMPOK 5B
163
Dari rumus kadar aspal rencana, didapat hasil perhitungan dan ditampilkan di dalam
Tabel 12.3.
Tabel 12.3. Hasil Perhitungan Kadar Aspal Rencana
∑Kolom I ((100- BJ Teori Max
Pb BJ Aspal Pb/BJ Aspal C+D
pb)/100) (100/E)
4,3 1,08 3,981 38,573 42,555 2,350
4,8 1,08 4,444 38,372 42,816 2,336
5,3 1,08 4,907 38,170 43,078 2,321
5,8 1,08 5,370 37,969 43,339 2,307
6,3 1,08 5,833 37,767 43,601 2,294
Sumber: Hasil perhitungan kadar aspal rencana
9. Menghitung volume mold menggunakan persamaan (12.10)
1
Volume = × π × d2 × t
4
1
= × π × 10,22 × 7
4
= 605,824 cm3
10. Menghitung kebutuhan berat total, berat aspal, dan berat agregat untuk
kadar aspal 4,3% menggunakan persamaan (12.11), (12.12) dan (12.13)
Berat Total = V × Bj teori maksimum
= 605,824 × 2,350
= 1423,631 gr
%Pb
Berat Aspal = × Berat total
100
43
= × 1423,631
100
= 61,216 gr
Berat Agregat = Berat total – Berat aspal
= 1423,631 – 61,216
= 1362,415 gr
Dari perhitungan kebutuhan berat total, berat aspal dan berat agregat, didapat hasil
perhitungan dan ditampilkan di dalam Tabel 12.4.
KELOMPOK 5B
164
Tabel 12.4. Hasil Perhitungan Berat Total, Berat Aspal, dan Berat Agregat
Berat (gr)
Pb (%)
Total Aspal Agregat
4,3 1423,631 61,216 1362,415
4,8 1414,939 67,917 1347,022
5,3 1406,352 74,537 1331,815
5,8 1397,868 81,076 1316,792
6,3 1389,487 87,538 1301,949
Sumber: Hasil perhitungan kebutuhan berat masing-masing agregat
11. Menghitung kebutuhan berat masing-masing agregat menggunakan
persamaan (12.14), (12.15) dan (12.16)
Berat agregat × Persentase CA
Berat CA =
100%
Berat agregat × Persentase FA
Berat FA =
100%
Berat agregat × Persentase Filler
Berat Filler =
100%
Dari rumus menghitung kebutuhan berat masing-masing agregat, didapat hasil
perhitungan dan ditampilkan di dalam Tabel 12.5.
Tabel 12.5. Hasil Perhitungan Berat Total, Berat Aspal, dan Berat Agregat
Berat agregat (gr)
Pb (%)
CA FA FILLER TOTAL
4,3 653,959 681,208 27,248 1362,415
4,8 646,570 673,511 26,940 1347,022
5,3 639,271 665,908 26,636 1331,815
5,8 632,060 658,396 26,336 1316,792
6,3 624,936 650,975 26,039 1301,949
Sumber: Hasil perhitungan kebutuhan berat masing-masing agregat
KELOMPOK 5B
165
12.7. Analisis
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan persentase kasar yaitu 48%
dan persentase halus yaitu 50% dan persentase filler semen yaitu 2%. Untuk kadar
aspal yang didapatkan yaitu 4,3%, 4,8%, 5,3%, 5,8%, 6,3%. Kadar aspal yang
semakin besar, maka campuran akan semakin encer. Pada kadar aspal 4,3% berat
agregat yang didapatkan yaitu 1362,415 gr, pada kadar aspal 4,8% berat agregat
yang di dapat yaitu 1347,002 gr, pada kadar aspal 5,3% berat agregat yang di dapat
yaitu 1331,815 gr, pada kadar aspal 5,8% berat agregat yang di dapat yaitu
1316,792 gr dan pada kadar aspal 6,3% berat agregat yang di dapat yaitu 1301,949
gr. Adanya selisih berat agregat antara kadar aspal satu dengan yang lain
disebabkan oleh penyusutan karena oven. Oleh karena itu, bila ingin hasil yang
baik, maka agregat ditimbang setelah benar-benar kering oven.
Sedangkan untuk berat masing-masing agregat yang didapatkan yaitu, untuk kadar
aspal 4,3% berat CA 653,959 gr, berat FA yaitu 681,208 gr, berat Filler yaitu
27,248 gr dan jumlah semua agregat yaitu 1362,415 gr. Untuk kadar aspal 4,8%
berat CA 646,570 gr, berat FA yaitu 673,511 gr, berat Filler yaitu 26,940 gr dan
jumlah semua agregat yaitu 1347,002 gr. Untuk kadar aspal 5,3% berat CA 639,271
gr, berat FA yaitu 665,908 gr, berat Filler yaitu 26,636 gr dan jumlah semua agregat
yaitu 1331,815 gr. Untuk kadar aspal 5,8% berat CA 632,060 gr, berat FA yaitu
658,396 gr, berat Filler yaitu 26,336 gr dan jumlah semua agregat yaitu 1316,792
gr. Untuk kadar aspal 6,3% berat CA 624,936 gr, berat FA yaitu 650,975 gr, berat
Filler yaitu 26,039 gr dan jumlah semua agregat yaitu 1306,949 gr.
KELOMPOK 5B
166
12.8. Kesimpulan
1. Nilai persentase kasar yaitu 48%, persentase halus yaitu 50% dan persentase
filler semen yaitu 2%
2. Nilai kadar aspal yang didapatkan yaitu 4,3%, 4,8%, 5,3%, 5,8% dan 6,3 %.
3. Perbedaan berat agregat dengan kadar aspal disebabkan oleh proses
pengeringan agregat dengan oven, sehingga terjadi penyusutan.
12.9. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada saat praktikum kali ini yaitu sebagai
berikut.
1. Pada saat mencampur aspal dengan agregat, diusahakan mengenai agregat
kasar dulu, karena jika mengenai filler terlebih dahulu akan sulit mencampur
dengan agregat kasar. Sebaiknya praktikan mengikuti praktikum dengan
serius sehingga mengerti terhadap praktikum ini.
2. Pada saat memanaskan dan mencampur aspal jangan terlalu panas atau suhu
terlalu tinggi, karena kandungan aspal dapat berkurang sehingga dapat
berpengaruh pada kelekatan agregat.
3. Pada saat penumbukan sebaiknya menurunkan suhu campuran aspal setelah
dipanaskan agar saat menumbuk campuran dapat saling mengikat atau
mempermudah dalam proses pemadatan
KELOMPOK 5B
167
KELOMPOK 5B
168
BAB XIII
ANALISIS PARAMETER MARSHALL (MARSHALL TEST)
13.1. Pendahuluan
Perkerasan jalan raya adalah segala jenis material konstruksi yang digambarkan
dandipadatkan di atas lapisan tanah dasar. Bahan jalan dapat terdiri dari satu jenis
maupun beragai jenis material baik kuantitas maupun kualitasnya. Bahkan
perkerasaan jalan merupakan salah satu faktor utama dari banyak faktor yang
ikut menentukan tingkat kestabilan perkerasaan jalan secara keseluruhan. Bahan
perkerasaan jalan yang diperlukan untuk pelaksanaan konstruksi perkerasaan
jalandapat digolongkan sebagai berikut :
KELOMPOK 5B
169
13.2. Tujuan
Alat dan bahan yang digunakan pada pengujian ini antara lain.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu sebagai berikut.
1. Water bath (bak perendam) dan mampu menyediakan temperatur konstan
60℃.
KELOMPOK 5B
170
KELOMPOK 5B
171
6. Jangka sorong.
Terdapat bermacam -macam tipe aspal campuran aspal dan agregat, yang paling
umum ada campuran Aspal Beton (Asphaltic Concrete/AC) yang lebih dikenal
dengan AC ada LASTON dan campuran Hot Rolled Asphalt (HRA). Perbedaan
mendasar dari kedua tipe campuran ini adalah pada gradasi agregat
pembentukannya. Campuran tipe AC menggunakan agregat bergradasi menerus
(continous graded) sedangkan campuran tipe HRA menggunakan agregat
bergradasi senjang (gap graded). Sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh
suatu campuran aspal dan agregat diantaranya :
KELOMPOK 5B
172
a. Stabilitas
Campuran harus memiliki ketahanan terhadap deformasi permanen yang
disebabkan oleh beban lalu lintas. Stabilitas suatu campuran dapat
diperoleh dari adanya sifat interlocking agregat dalam campuran.
b. Fleksibilitas
Campuran harus dapat menahan defleksi dan momen tanpa timbul retak
pada campuran tersebut yang diakibatkan oleh perubahan jangka panjang
pada dayadukung tanah atau lapis pondasi. Fleksibilitas suatu campuran
dapat diperolehdengan cara meninggikan kadar aspal dalam campuran,
menggunakan aspal penetrasi tinggi dan juga menggunakan agregat
bergradasi terbuka.
c. Durabilitas
Durabilitas berkaitan dengan keawetan suatu campuran terhadap beban
lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran harus tahan terhadap air dan
perubahan sifat aspal karena penguapan dan oksidasi. Durabilitas dapat
ditingkatkandengan cara membuat campuran yang padat dan kedap air,
yang diperoleh daripenggunaan agregat bergradasi rapat (Dense Graded)
dan kadar aspal yang tinggi.
d. Workabilitiy
Worakbilitiy berarti kemudahan suatu campuran untuk dihamparkan dan
dipadatkan untuk mencapai tingkat kepadatan yang diinginkan. Hal ini
dapat tercapai jika viskositas campuran pada suhu pencampuran dan
pemadatan cukup rendah.
e. Ekonomis
Campuran harus direncanakan dengan menggunakan jenis dan kombinasi
material yang menghasilkan biaya termurah tapi memenuhi persyaratan
stabilitas, fleksibilitas, durabilitas dan workabilitiy. Adapun spesifikasi
campuran menurut standar spesifikasi umum bina marga 2010, revisi 3,
divisi 6 yang dapat dilihat pada tebel 13.1.
Sumber : Standar Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, Revisi 3, Divisi 6
KELOMPOK 5B
173
Berat Kering
BJ Bulk = ...................................... 13.2
Volume Benda Uji
100
Berat Jenis Teoritis = % agregat % aspal ......................... 13.3
BJ Eff agregat
+ BJ aspal
100
BJ Bulk = % agregat kasar % agregat halus % Filter ............. 13.4
+ +
BJ Bulk agregat kasar BJ Bulk agregat halus BJ Filter
100
BJEff = % agregat kasar % agregat halus % Filter .................. 13.5
+ +
BJ Eff agregat kasar BJ Eff agregat halus BJ Filter
Berat Kering
Berat Volume = .................... 13.6
Berat Jenuh - Berat Dalam Air
Berat Volume
VIM = (1 - ) x 100.......................... 13.7
BJ Teori Maksimum
VMA-VIM
VFA = ( ) X 100 ................................... 13.9
VMA
Stabilitas Terkoreksi
MO = ..................................... 13.10
Flow
KELOMPOK 5B
174
KELOMPOK 5B
175
4. Menimbang sampel dalam air sehingga didapat berat sampel dalam air.
KELOMPOK 5B
176
7. Merendam Sampel dalam water bath selama 30 menit dengan suhu tetap
60ºC.
KELOMPOK 5B
177
11. Membaca dan Mencatat Nilai Kelelehan Dan Stabilitas Yang Di Tunjukkan
Oleh Dial Flow dan Dial Pengukur Stabilitas Pada Saat Pembebanan
Maksimum.
KELOMPOK 5B
178
Benda
(%) 1 2 2 (mm) (gr) (gr) (kg) (mm)
Uji
Rata-rata 72,69
Rata-rata 73,17
Rata-rata 68,61
Rata-rata 68,1
Rata-rata 72,42
KELOMPOK 5B
179
13.7. Perhitungan
Dari data hasil percobaan dapat dilakukan perhitungan benda uji marshall dengan
menggunakan persamaan 13.1, 13.2, 13.3, 13.4, 13.5, sampai dengan 13.10. Contoh
dalam perhitungan untuk kadar aspal 4,3% pada sampel 1 :
1. Volume Benda Uji
Volume benda uji = 1338,7 – 750,5
= 588,20 mm3
2. Berat Jenis Padat (BJ Bulk) Campuran
1335
BJ Bulk =
588,20
= 2,27
3. Berat Jenis Teori Maksimum
100
Berat Jenis Teoritis = 4,3 4,3
1,08
+ 61,216
= 2,35
4. Berat Jenis Bulk Agregat Gabungan
100
BJ Bulk = 48 50 2
2,34
+ 2,37+3,150
= 2,37
5. Berat Jenis Efektif Agregat Gabungan
100
BJEff = 48 50 2
2,39
+ 2,55+3,15
= 2,48
6. Berat Volume (Density)
1335
Berat Volume =
1338,7-750,5
= 2,27
7. % Rongga dalam campuran (VIM)
2,27
VIM = (1 - ) x 100
2,35
= 3,42
KELOMPOK 5B
180
KELOMPOK 5B
181
1 71.5 71.35 71.425 1335 750.5 1338.7 120 5 5.00 2.27 0.83 1464.56 292.91
2 73.8 74.1 73.95 1367 756.7 1370.7 105 4.77 4.77 2.23 0.79 1223.57 256.51
4.3%
Rata-rata 72.69 1351.00 753.60 1354.70 112.50 4.89 2.25 0.81 1344.07 274.71
1 72.65 72.55 72.6 1374 761.8 1376.7 100 4.67 4.67 2.23 0.82 1198.87 256.72
2 73.85 73.65 73.75 1347.00 756.40 1350.70 107.70 4.77 4.77 2.27 0.80 1260.98 264.36
4.8%
Rata-rata 73.18 1360.50 759.10 1363.70 103.85 4.72 2.25 0.81 1229.92 260.54
1 68.95 69.40 69.17 1359.00 741.80 1361.77 107.00 4.77 4.77 2.19 0.88 1387.95 290.97
2 68.15 67.95 68.05 1337 742.40 1339.77 101 5 14.71 5.00 2.24 0.90 1341.32 268.26
5.3%
Rata-rata 74.11 1348.00 742.10 1350.77 104.00 4.89 2.21 0.89 1364.63 279.62
1 67.04 67.00 67.02 1319.00 738.70 1322.77 88.00 5.27 5.27 2.26 0.92 1193.67 226.50
2 69.3 69 69.2 1322 735.6 1324.77 102 5 5.00 2.24 0.88 1323.65 264.73
5.8%
Rata-rata 74.11 1320.50 737.15 1323.77 95.00 5.14 2.25 0.90 1258.66 245.62
1 71.05 71.30 71.17 1297 723.10 1299.77 115.00 5.77 5.77 2.25 0.83 1411.36 244.60
2 73.50 73.85 73.67 1292.00 722.50 1294.77 102.00 5.87 5.87 2.26 0.79 1181.49 201.28
6.3%
Rata-rata 74.11 1294.50 722.80 1297.27 108.50 5.82 2.25 0.81 1296.43 222.94
Sumber: Data Hasil Perhitungan
KELOMPOK 5B
182
Hubungan
HubunganAntara
Antara Kadar Aspaldengan
Kadar Aspal denganStabilitas
Stabilitas
1600.00
1600,00
1400.00
1400,00
1200.00
1200,00
(kg)
Stabilitas(kg)
1000.00
1000,00
Stabilitas
800.00
800,00
600.00 Stabilitas UJI
600,00
400.00 Stabilitas BINA MARGA
400,00
200.00
200,00
0.00
0,00 0 1 2 3 4 5 6 7
0 2 4 Kadar6Aspal (%) 8
Kadar Aspal UJI
Stabilitas (%) Stabilitas BINA MARGA
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Kadar Aspal (%)
VMA UJI VMA BINAMARGA
KELOMPOK 5B
183
Hubungan
HubunganAntara
AntaraKadar Aspaldengan
Kadar Aspal denganVFA
VFA
90.00
90,00
80.00
80,00
70.00
70,00
60.00
(%)
60,00
50.00
(%)
50,00
VFA
40.00
VFA
40,00
30.00 VFA UJI
30,00
20.00 VFA BINA MARGA
20,00
10.00
10,00
0.00
0,00 0 1 2 3 4 5 6 7
0 2 4 Kadar 6Aspal (%) 8
Kadar Aspal (%)
VFA UJI VFA BINA MARGA
5.00
4.00
VIM (%)
3.00
2.00
1.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Kadar Aspal (%)
VIM UJI VIM MIN VIM MAX
KELOMPOK 5B
184
7.00
6.00
5.00
Flow (mm)
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Kadar Aspal (%)
Flow UJI Flow BINA MARGA
250.00
200.00
MQ (kg/mm)
150.00
100.00
50.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7
Kadar Aspal (%)
MQ UJI MQ BINA MARGA
13.8. Analisis
Dari data yang diperoleh, nilai stabilitas pada kadar 4,3%, 4,8%, 5,3%, 5,8%, 6,3%
berturut- turut sebesar 1344,07 kg, 1229,92 kg, 1364,63 kg, 1258,66 kg, 1296,43
kg. berdasarkan standar minimum stabilitas Bina Marga 2010 yaitu sebesar 800 kg,
maka semua kadar aspal yang digunakan memenuhi standar.
KELOMPOK 5B
185
Pada grafik VMA diperoleh persentase nilai pada kadar 4,3%, 4,8%, 5,3%, 5,8%,
6,3% berturut-turut sebesar 9,05%, 8,95%, 10,39%, 8,93%, 8,84%. Standar Bina
Marga 2010 untuk nilai VMA minimum sebesar 15% maka semua nilai kadar aspal
tidak memenuhi standar.
Pada grafik VFA (rongga terisi aspal) persentasenya berturut-turut pada kadar
4,3%, 4,8%, 5,3%, 5,8%, 6,3% adalah 52,65%, 59,67%, 56,42%, 72,75%, 80,22%.
Standar Bina Marga 2010 untuk rongga terisi aspal harus lebih besar dari 65% maka
dapat disimpulkan kadar aspal yang memenuhi standar hanya kadar 5,8% dan
6,3%.Pada grafik VIM ( rongga dalam campuran) terhadap kadar aspal didapatkan
hasil pada kadar 4,3%, 4,8%, 5,3%, 5,8%, 6,3% bertutut-turut sebesar 4,34%,
3,64%, 4,58%, 2,44%. 1,75%. Berdasarkan standar Bina Marga 2010 rongga dalam
campuran sebesar 3% - 5%, maka semua briket yang dibuat sesuai dengan standar,
kecuali pada kadar aspal 5,8% dan 6,3%.
Pada pengujian Flow dengan kadar aspal, didapatkan nilai pada kadar 4,3%, 4,8%,
5,3%, 5,8%, dan 6,3% berturut-turut sebesar 4,89 mm, 4,72 mm, 4,89 mm, 5,14
mm, dan 5,82 mm. Standar minimum nilai flow berdasarkan Bina Marga 2010
adalah 3 mm – 5 mm, maka semua kadar aspal memenuhi standar.Pada grafik
hubungan MQ dengan kadar aspal, didapatkan nialai pada kadar 4,3%,4,8%, 5,3%,
5,8%, dan 6,3% berturut - turut sebesar 274,71 kg/mm , 260,54 kg/mm, 279,62
kg/mm, 245,62 kg/mm, 222,94 kg/mm. Menurut standar Bina Marga nilaiminimum
yang digunakan sebesar 250 kg/mm, maka semua kadar aspal yang digunakan
memenuhi standar kecuali pada kadar aspal 5,8% dan 6,3%. Dari semua grafik data
percobaan, maka dapat dibuat table nilai kadar aspal optimum:
KELOMPOK 5B
186
MQ
; Memenuhi standar
Keterangan :
; Tidak Memenuhi Standar
Dari semua hasil analisis dan pengujian yang dilakukan, semua kadar aspal mulai
dari 4,3%, 4,8%, 5,3%, 5,8%, dan 6,3% yang digunakan tidak memenuhi standar
Bina Marga 2010.
13.9. Kesimpulan
13.10. Saran
KELOMPOK 5B
187
DAFTAR PUSTAKA
Sistra, dkk. (2015). Perencanaan dan Pengujian Aspal Penetrasi 60/70 yang
Dimodifikasi dengan Etyhlene Vinyl Acetate (EVA). Seminar Nasional
Teknik Sipil V, 147.
KELOMPOK 5B
188
Bina Marga, Revisi 3, Divisi 6. 2010. Spesifikasi Umum Perkerasan Aspal. Tim
Laboratorium Inti Jalan Raya. 2019.
Modul Ujian Kekuatan Agregat Terhadap Tumbukan. Lampung Selatan:ITERA
Alya, A. (2019). Titik Lembek Aspal dan Ter. Teknik Sipil.
Karim, F. W. (2018). Pemeriksaan Titik Lembek Aspal dengan Alat Cincin dan
Bola. Teknik Sipil.
Tim Laboratorium Inti Jalan Raya. 2019. Modul Ujian Kekuatan Agregat Terhadap
Tumbukan. Lampung Selatan:ITERA
KELOMPOK 5B
189
agregatkasar-dan-agregat-halus-pada-beton
Arifin, S. (2007). Jurnal SMARTek, Vol. 5, No. 1. PENGARUH NILAI ABRASI
AGREGAT TERHADAP KARAKTERISTIK BETON ASPAL.
SNI 06-2489-1991
Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Divisi 6 Perkerasan Aspal
Standard Specification for Transportation Materials and Methods of Sampling
and Testing Part II (1990)
KELOMPOK 5B