Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK 5

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


SARS [ SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME]

Dosen Pengampu: NS. INDAH SRI WAHYUNINGSIH, M.KEP

Disusun Oleh :
ADINDA SALSA VINABILA [ 40902200005 ]
GHANDEN BAIHAQI RAMADHAN [ 40902200024 ]
INDAH NOVITA SARI [ 40902200029 ]
IRSYAD GHANI JATMIKO [ 40902200031 ]
MAYA MEGYARANI [ 40902200036 ]
TRI WIDAYANTI [ 40902200056 ]
RANGGA SAPUTRA [ 40902200063 ]

DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
OKTOBER 2023

i
Kata pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “SARS” ini dapat terselesaikan. Makalah
ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Respirasi 2. Saya mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan
sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua

ii
Daftar isi

Kata pengantar.......................................................................................................................................ii
Daftar isi................................................................................................................................................iii
SARS.......................................................................................................................................................4
[ SEVERE ACUTE RESPIRATORY ].............................................................................................................4
A. DEFINISI SARS [ SEVERE ACUTE RESPIRATORY ]..........................................................4
B. ETIOLOGI SARS......................................................................................................................4
C. TANDA GEJALA SARS...........................................................................................................5
D. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS SARS.......................................................................5
E. PATHWAY SARS......................................................................................................................8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG SARS....................................................................................9
G. ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................................9
PEMERIKSAAN...........................................................................................................................9
DIAGNOSIS...............................................................................................................................10
INTERVENSI A..........................................................................................................................10
INTERVENSI B..........................................................................................................................11
INTERVENSI C..........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................12

iii
SARS
[ SEVERE ACUTE RESPIRATORY ]

A. DEFINISI SARS [ SEVERE ACUTE RESPIRATORY ]

Severe Respiratory Syndrome (SARS) atau sindrom pernafasan akut berat adalah
sindrom akibat infeksi virus pada paru yang bersifat mendadak dan menunjukkan
gejala gangguan pernafasan pada pasien yang mempunyai riwayat kontak dengan
SARS. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah suatu jenis kegagalan
paru-paru dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang menyebabkan terjadinya
pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru). SARS merupakan kedaruratan medis
yang dapat terjadi pada orang yang sebelumnya mempunyai paru-paru yang normal.
Walaupun sering disebut sindroma gawat pernafasan akut dewasa, keadaan ini dapat
juga terjadi pada anak-anak. [ Kunoli,2021].

Infeksi saluran pernapasan akut parah (SARS) atau yang dikenal sebagai
Pneumonia Atipikal Menular disebabkan oleh virus Corona SARS (SARS-COV) dari
keluarga paramyxoviridae. Gejala pertama seperti flu tetapi bisa memburuk dengan
cepat. Secara klinis penyakit ini ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot,
kelelahan, batuk kering jarang berdahak, dan diare.

B. ETIOLOGI SARS

Pada 7 April 2003, WHO mengumumkan kesepakatan bahwa corona virus yang
baru teridentifikasi adalah mayoritas agen penyebab SARS. Coronavirus (Virus
Corona Family Paramyxovirus) berasal dari kata “Corona” yang berasal dari bahasa
Latin yang artinya “crown” atau mahkota. Ini sesuai dengan bentuk Coronavirus itu
sendiri yang kalau di lihat dengan mikroskop nampak seperti mahkota [ Kunoli,2021].

Mikroorganisme patogen SARS adalah varian baru virus corona, SARS-


coronavirus (SARS-CoV), yang gennya berbeda dari tiga kelompok virus corona
klasik yang diketahui. Setelah terinfeksi, antibodi yang diproduksi dalam tubuh
manusia berbeda dengan antibodi yang dihasilkan setelah terinfeksi tiga kelompok
virus corona yang diketahui. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa SARS-
CoV merupakan virus patogen baru bagi manusia. Berdasarkan pengetahuan
sebelumnya, teridentifikasi tiga kelompok (kelompok 1, kelompok 2, dan kelompok
3) virus corona dan tiga serotipe (HcoV-229E kelompok 1 dan HCoV-OC43
kelompok 2). Saat ini, SARS-CoV diidentifikasi sebagai virus corona kelompok 4.

SARS-CoV adalah virus berselubung dan dikategorikan dalam genus


Betacoronavirus dan famili Coronaviridae. Diameternya biasanya 60–120 mm,
dengan kelopak yang tersusun secara radial atau tonjolan seperti cilium pada
selubungnya. Tonjolan tersebut memiliki panjang sekitar 20 mm atau lebih dengan
4
dasar sempit dan tampilan seperti mahkota yang menyerupai virus corona klasik.
Selubung virus terutama mencakup tiga jenis glikoprotein: protein lonjakan (protein
S), protein membran (protein M), dan protein selubung (protein E). Pada beberapa
strain virus, protein hemagglutinin-esterase (protein HE) juga dapat ditemukan.
Protein S adalah glikoprotein berbentuk bisbol yang menonjol keluar dari selubung,
yang memainkan peran penting dalam pengikatan virus ke reseptor permukaan sel
inang dan dalam memediasi fusi membran ke dalam sel inang. Ini juga merupakan
protein antigen utama virus corona. Protein M adalah protein transmembran, yang
berperan penting dalam pembentukan selubung dan tunas virus. Protein E adalah
protein yang relatif kecil yang sebagian besar tersebar di selubung virus

Resistensi dan stabilitas SARS-CoV di lingkungan eksternal lebih kuat


dibandingkan virus corona manusia lainnya. Ia mampu bertahan selama 4 hari di
permukaan plastik kering, minimal 1 hari di urin, lebih dari 4 hari di tinja penderita
diare, dan 15 hari di darah. Pada permukaan plastik, kaca, mozaik, logam, kain, dan
kertas fotokopi dapat bertahan selama 2–3 hari. SARS-CoV sensitif terhadap suhu,
dengan resistensi yang lebih lemah pada suhu yang lebih tinggi. Dapat diinaktivasi
pada suhu 56 °C selama 90 menit dan 75 °C selama 30 menit. SARS-CoV dapat
dibunuh dengan dietil eter pada suhu 4 °C selama 24 jam. Dan dapat diinaktivasi
dengan etanol 75% selama 5 menit atau dengan disinfektan yang mengandung klorin
selama 5 menit. Selain itu, virus ini sensitif terhadap radiasi ultraviolet [Lianchun
Liang, 2015].

C. TANDA GEJALA SARS

Suhu tubuh melebihi 38°C sehingga menyebabkan batuk, sesak nafas, dan nafas
pendek-pendek, tenggorokan gatal. Jika seseorang mengalami gejala-gejala ini dan
pernah melakukan kontak dekat dengan pasien yang mengidap penyakit tersebut,
orang tersebut dapat ditetapkan sebagai suspect SARS. Jika hasil rontgen
menunjukkan orang tersebut mengidap penyakit radang paru-paru (pneumonia) atau
gagal pernafasan, maka orang tersebut dapat ditetapkan kemungkinan mengidap
SARS atau diduga probable SARS. Gejala lainnya berupa sakit kepala, otot kaku,
diare terus-menerus, bintik merah pada kulit, dan lemas yang berlangsung beberapa
hari. Itu semua adalah gejala nyata yang bisa dirasakan langsung oleh seseorang yang
diduga mengidap SARS. Namun, jika tidak melakukan kontak langsung dengan
penderita, gejalanya tidak terlalu parah. Pemeriksaan kesehatan tetap diperlukan
untuk menyimpulkan seseorang menderita penyakit ini. Paru-paru mengalami radang,
dan limfosit menurun, dalam beberapa kasus trombosit menurun. Pada penyakit yang
parah, kadar oksigen dalam darah menurun dan enzim hati meningkat.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS SARS

Penyebab penyakit SARS disebabkan oleh Corona Virus Family Paramoxyviridae


yang pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Virus ini stabil pada tinja dan
urin pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada

5
penderita diare. Seperti virus lain, corona menyebar lewat udara, masuk melalui
saluran pernafasan, lalu bersarang di paru-paru. Lalu berinkubasi dalam paru-paru
selama 2-10 hari yang kemudian menyebabkan paru-paru akan meradang sehingga
bernafas menjadi sulit. Metode penularannya melalui udara serta kontak langsung
dengan pasien atau terkena cairan pasien. Misalnya terkena ludah (droplet) saat pasien
bersin dan batuk. Dan kemungkinan juga melalui pakaian dan alat-alat yang
terkontaminasi [Kunoli,2021].

SARS-CoV bersifat pantropis terhadap jaringan manusia, namun patogenesisnya


masih sulit dipahami. Ia memperoleh aksesnya ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernapasan dan bereplikasi di epitel mukosa pernapasan. Kemudian mereka
dilepaskan ke aliran darah menyebabkan viremia, yang diikuti dengan invasi ke
berbagai organ dan jaringan. Dan virus ini terutama menyerang paru-paru dan sistem
kekebalan tubuh, dengan sel epitel alveolar tipe I dan limfosit mungkin sebagai sel
targetnya.

Melalui uji imunologi, antibodi spesifik terhadap SARS-CoV terdeteksi dalam


serum, sedangkan SARS-CoV mengekspresikan protein M, protein N, protein S, dan
protein E untuk memainkan peran patogeniknya yang penting. Secara klinis, SARS
ditandai dengan peradangan paru akut dan cedera paru akut, dengan 5–10% kasus
disertai komplikasi ARDS dan MODS. Dan kondisi 90% pasien tersebut bersifat self-
limited. Peradangan paru-paru yang disebabkan oleh limfosit T secara klinis sejajar
dengan prognosisnya. Berdasarkan otopsi, ditemukan eksudasi interstisial paru,
inflamasi transudatif, dan cedera alveolar. Pusat germinal kelenjar getah bening tidak
ada, dan jumlah limfosit menurun. Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS)
melibatkan sel epitel alveolar dan sel endotel pembuluh darah paru menyebabkan
kemacetan inflamasi, selanjutnya menginduksi eksudat cairan serosa dan fibrinogen
dalam jumlah besar. Fibrinogen yang dieksudasi beraglutinasi menjadi selulosa,
bersama dengan sisa-sisa epitel alveolar nekrotik, untuk membentuk membran hialin.
Makrofag dan limfosit yang teraktivasi dapat melepaskan sitokin dan radikal bebas,
yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas kapiler alveolar dan menginduksi
proliferasi fibroblas. Selama interaksi virus dengan sel imun yang menyusup ke
jaringan paru-paru, sel imun inang (termasuk makrofag, neutrofil, dll.) memproduksi
molekul radikal bebas secara berlebihan, seperti radikal oksigen (O Makrofag dan
limfosit yang teraktivasi dapat melepaskan sitokin dan radikal bebas, yang selanjutnya
meningkatkan permeabilitas kapiler alveolar dan menginduksi proliferasi fibroblas.
Selama interaksi virus dengan sel imun yang menyusup ke jaringan paru-paru, sel
imun inang (termasuk makrofag, neutrofil, dll.) memproduksi molekul radikal bebas
secara berlebihan, seperti radikal oksigen (O Makrofag dan limfosit yang teraktivasi
dapat melepaskan sitokin dan radikal bebas, yang selanjutnya meningkatkan
permeabilitas kapiler alveolar dan menginduksi proliferasi fibroblas. Selama interaksi
virus dengan sel imun yang menyusup ke jaringan paru-paru, sel imun inang
(termasuk makrofag, neutrofil, dll.) memproduksi molekul radikal bebas secara
berlebihan, seperti radikal oksigen (O− 2 ), radikal oksida nitrat (NO), dan turunannya
(ROS). Dengan demikian sel dan jaringan yang terinfeksi menjadi rusak [Lianchun
Liang,2015].

6
Perubahan patologis yang menonjol pada kasus SARS terjadi di paru-paru.
Perubahan patologis awal ditandai dengan edema paru dan pembentukan membran
hialin. Perubahan patologis tingkat lanjut meliputi cedera alveolar, eksudat seluler dan
fibrosa, dan infiltrasi sel inflamasi interstisial dengan limfosit yang tidak mencukupi.
Dengan pengamatan mikroskopis, paru-paru terkena peradangan eksudatif dan
hemoragik akut yang menyebar. Terdapat juga lesi difus pada sel epitel alveolar,
kapiler alveolar yang sangat melebar dan padat, serta proliferasi dinding alveolar
akibat edema dan infiltrasi limfosit dan monosit. Di sebagian besar rongga alveolar,
selulosa, eritrosit, makrofag, dan sel epitel diamati, kadang-kadang dengan
pembentukan membran hialin. Pada stadium lanjut, Fibrosis interstisial dan oklusi
serat alveolar dapat diamati, tanpa adanya pusat germinal kelenjar getah bening dan
penurunan limfosit. Organ lain, termasuk jantung, hati, limpa, ginjal, pankreas, dan
kelenjar adrenal, mengalami berbagai tingkat degenerasi hidropik seluler, degenerasi
lemak, proliferasi sel interstisial, dan perubahan patologis nonspesifik lainnya.

Berdasarkan otopsi kasus kematian akibat SARS, terlihat bahwa SARS terutama
menyerang paru-paru dan organ kekebalan tubuh, seperti limpa dan kelenjar getah
bening. Organ lain, seperti jantung, hati, ginjal, kelenjar adrenal, dan otak, juga
mungkin terlibat dengan tingkat lesi yang berbeda-beda.

7
E. PATHWAY SARS

Normal ( system pertahanan) targganggu Organisme

Staphytococcus

Virusa Sel nafas bagian bawah


peumokokus
Trembus
Cairan endema+leukosa ke
alveoli Eksudat masuk ke alveoli

Toksint, Koagulasi
Konsolidasiparu alveoli

Sel darah merah, leukosit, Permukaan lapisan


Kuman pathogen mencapai pleura tertutup
penemukokus mengisi alveoli
bronkioli terminasi merusak tebal, eksudat
sel epital bersilia sel thrombus vena
Leukosit+fibrin pengamalan pulmunalis
konsali dasi
Kapasitas vital,camplaoance
penurunan hemoragik
leukositosis

Intoleransi aktifitas
Suhu tubuh meningkat Nekrosis Hemoragik

Hipertermia

Produksi sputum Abses pneumatocele


meningkat (kerusakan jaringan parut)

Ketidakefektifan Ketidakefektifan pola napas


bersihan jalan napas

8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG SARS

1. Pemeriksaan radiologis : air bronchogram : Streptococcus pneumonia.


2. Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi
pernafasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali
rendah dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis, karena
kekurangan oksigen).
3. Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis SARS :
a. Rontgen dada, menunjukkan adanya penimbunan cairan di tempat yang
seharusnya terisi udara.
b. Gas darah arteri.
c. Hitung jenis darah dan kimia darah.
d. Bronkoskopi.
e. Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit.
f. Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau
transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi, biopsy.
g. Test DNA sequencing bagi coronavirus yang dapat diperoleh hasilnya dalam 8
jam dan sangat akurat. Test yang lama hanya mampu mendeteksi antibody.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
PEMERIKSAAN
Hal-hal yang perlu di kaji pada pasien dengan SARS:
o Kaji terhadap nyeri, takipnea, penggunaan otot aksesori, nadi cepat
bersambungan, batuk, sputum purulen, dan auskultasi bunyi nafas untuk
mengetahui konsolidasi.
o Perhatikan perubahan suhu tubuh.
o Kaji terhadap kegelisahan dan delirium dalam alkoholisme.
o Kaji terhadap komplikasi yaitu demam berlanjut atau kambuhan, tidak berhasil
untuk sembuh, atelektasis, efusi pleural, komplikasi jantung, dan superinfeksi.
o Faktor perkembangan pasien: Umur, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-
hari, mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
o Pengetahuan pasien atau keluarga : Pengalaman terkena penyakit pernafasan,
pengetahuan tentang penyakit perna- fasan dan tindakan yang dilakukan.

9
DIAGNOSIS

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi
jalan nafas.
b. Defisit Volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu,
demam.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakemampuan pemasukan berhubungan dengan faktor biologis (sesak nafas).

INTERVENSI A
AirWay Suction :
o Pastikan kebutuhan oral atau tracheal suctioning.
o Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
o Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning.
o Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
o Berikan oksigen, dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal.
o Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan.
o Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter di keluarkan
dari nasotrakeal.
o Monitor status oksigen pasien.
o Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
o Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien. menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi oksigen, dan lain-lain.

Airway Management:
o Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu. Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
o Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
o Kolaborasi pemberian bila perlu.
o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
o Monitor respirasi dan status oksigen.

10
INTERVENSI B
Fluid management :
o Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
o Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik), jika diperlukan..
o Monitor vital sign.
o Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian..
o Lakukan terapi IV.
o Monitor status nutrisi.
o Berikan cairan.
o Dorong masukan oral.
o Berikan penggantian nesogatrik sesuai output.
o Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
o Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.
o Atur kemungkinan tranfusi.
o Persiapan untuk transfusi.

INTERVENSI C
Eating disorder manajemen :
o Tentukan kebutuhan kalori harian.
o Ajarkan klien dan keluarga tentang pentingnya nutrient.
o Monitoring TTV dan nilai Laboratorium.
o Monitor intake dan output.
o Pertahankan kepatenan pemberian nutrisi parenteral.
o Pertimbangkan nutrisi enteral.
o Pantau adanya Komplikasi Gl.

Terapi gizi :
o Monitor masukan makanan atau minuman dan hitung kalori harian secara
tepat.
o Kolaborasi ahli gizi.
o Pastikan dapat diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein).
o Berikan perawatan mulut.
o Pantau hasil labioratoriun protein, albumin, globulin, HB.
o Jauhkan benda-benda yang tidak enak untuk di pandangseperti urinal, kotak
drainase, bebat dan pispot.
o Sajikan makanan hangat dengan variasi yang menarik, d. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan isolasi respiratory.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kunoli, Firdaus J.. (2021). <i>Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis.</i> Jakarta:


Trans Info Media.

Liang L. Infectious Atypical Pneumonia. Radiology of Infectious Diseases: Volume 1.


2015 Apr 30:415–50. Doi: 10.1007/978-94-017-9882-2_20. PMCID: PMC7122593.

12

Anda mungkin juga menyukai