Buku SisKon
Buku SisKon
Version 2.2.1
8 Pebruari 2023
Subiono
Penerbit: Subiono
Departemen Matematika-FMKSD
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Sukolilo, Surabaya
Indonesia
2
Copyright
c 2023 The Author, Subiono.
Buku ini disusun dengan maksud untuk membantu dan mempermudah mahasiswa
dalam mempelajari materi kuliah MATEMATIKA SISTEM. Selain dari pada itu juga
dimaksudkan untuk menambah suatu wacana bagi para peminat lainnya baik pada disi-
plin ilmu teknik, ekonomi atau kalangan industri dan perguruan tinggi.
Dalam buku ini diberikan beberapa konsep pengertian dari materi yang disajikan sete-
lah itu diikuti dengan beberapa contoh untuk mempermudah pemahaman, selain itu juga
diberikan beberapa contoh aplikasi dan beberapa soal sebagai latihan.
Topik bahasan disajikan dengan penekanan pada "matematika" tetapi tidaklah men-
jadikan para pemakai lain akan mengalami kesulitan dalam mempelajari buku ini, karena
peletakan penekanan aspek matematika dibuat dengan porsi yang seimbang. Sehingga para
peminat matematika tetap dapat menikmati dan menggunakan ilmunya terutama dalam
matematika sistem, begitu juga untuk para pemakai yang lainnya diharapkan mendapat
tambahan wawasan untuk melihat matematika sebagai alat yang dibutuhkan terutama
dalam kajian matematika sistem untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis yang di-
hadapinya.
Untuk memudahkan pembaca mengikuti alur dari setiap topik bahasan dalam buku
ini, diasumsikan pembaca mempunyai bekal pengetahuan tentang "Persamaan Differen-
sial" dan "Aljabar Linear" yang memadai.
Persiapan penulisan materi buku ini membutuhkan waktu yang agak lama, sejak penulis
i
ii
Penulis pada kesempatan ini menyampaikan keaktifan pembaca dalam mengkaji buku
ini untuk menyampaikan kritik dan saran guna perbaikan buku ini, sehingga pada versi
yang mendatang "mutu buku" yang baik bisa dicapai. Kritik dan saran ini sangat pent-
ing karena selain alasan yang telah disebutkan tadi, penulis percaya bahwa dalam sajian
buku ini masih kurang dari sempurnah bahkan mungkin ada suatu kesalahan dalam sajian
buku ini baik dalam bentuk redaksional, pengetikan dan materi yang menyebabkan men-
jadi suatu bacaan kurang begitu bagus. Kritik dan saran yang konstruktif dapat langsung
disampaikan pada alamat email berikut: subiono2008@matematika.its.ac.id
Buku ini dapat diperoleh secara gratis oleh siapapun tanpa harus membayar kepada
penulis. Hal ini berdasarkan pemikiran penulis untuk kebebasan seseorang mendapatkan
suatu bacaan yang tersedia secara bebas dengan maksud "kemanfaatan" dan "kejuju-
ran". Yang dimaksud dengan kemanfaatan adalah bergunanya bacaan ini untuk kemuda-
han pembaca memperoleh informasi penting yang diperlukannya dan untuk pembelajaran.
Sedangkan kejujuran adalah ikatan moral dari pembaca untuk tidak memdistribusi buku
ini dengan tujuaan yang tidak bermanfaat dan pengakuan secara pribadi (kepemilikan).
Penulis menulis buku ini berdasarkan pemikiran "kebebasan menulis" (tidak harus
menggunakan media cetak penerbit) dengan asas "kemanfaatan" menggunakan media yang
tersaji masa kini. Beberapa alat bantu untuk penulisan buku ini juga didapat secara gratis,
yaitu perangkat lunak LATEX dan TEXMAKER sebagai salah satu media LATEX editor. Be-
berapa gambar yang ada dalam buku ini menggunakan perangkat lunak LaTexDraw yang
juga didapat secara gratis. Begitu juga beberapa bahan rujukan didapat secara gratis
lewat internet. Selain itu untuk menyelesaikan beberapa contoh yang dibahas digunakan
alat bantu perangkat lunak Maxima versi 5.3.2 dan Maxima-5.24.0, kedua perangkat lunak
ini juga didapat dari internet secara gratis.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis memohon kepada Allah semoga pe-
nulisan ini bisa berlanjut untuk versi mendatang yang tentunya lebih "baik" dari Versi
1 yang tersedia saat ini dan semoga benar-benar buku yang tersaji ini bermanfaat bagi
pembaca.
Catatan Untuk Versi 1.1 Versi ini merupakan versi revesi dari beberapa kesalahan ketik,
gambar dan penulisan formula matematika yang terdapat dalam versi sebelumnya. Juga
diberikan suatu tambahan yaitu suatu cara atau algorithma untuk memperoleh matriks
eksponensial eAt . Bagi pembaca yang ingin mendapatkan cara menghitung matriks ekspo-
nensial eAt ini bisa memperolehnya dalam [6].
Catatan Untuk Versi 1.2 Versi 1.2 merupakan kelanjutan dari versi 1.1 dengan beberapa
tambahan yang melengkapi Bab 4. Penambahan pada Bab 4 khususnya mengenai penger-
tian kestabilan sistem dan kriteria kestabilan sistem menurut Routh-Hurwitz diberikan
secara agak lengkap. Materi ini merupakan hasil penulis ketika membimbing tugas akhir
S1 di Jurusan Matematika FMIPA-ITS. Pembahasan yang lebih lengkap dan rinci menge-
nai kestabilan dengan kriteria Routh-Hurwitz bisa dijumpai dalam [7].
Catatan Untuk Versi 2.0 Dalam Versi 2.0 ini ada beberapa tambahan meteri yang lebih
lengkap terutama materi yang berkaitan dengan pengertian keterkontrolan, keteramatan
dan penstabilan sistem dalam Bab 4 dan Bab 5 . Selain itu materi realisasi minimal dari
suatu sistem linear invarian waktu juga diberikan lebih lengkap dalam Bab 6. Tambahan
materi tsb. diambil dari tugas akhir S1 Jurusan Matematika FMIPA-ITS hasil bimbingan
penulis yang bisa didapat dalam [8] dan [9].
Catatan Untuk Versi 2.0.1 Dalam Versi 2.0.1 ini diberikan algorithma penghitungan ma-
triks transisi eAt yang lebih lengkap dan mudah dibandingkan dengan yang telah diberikan
sebelumnya.
Catatan Untuk Versi 2.1.1 Dalam Versi 2.1.1 ini ada beberapa tambahan bab yang berisi
materi kontrol optimal. Oleh kerana itu judul buku juga diubah sesuai isi dari materi buku
yaitu menjadi "Sistem Linear dan Kontrol Optimal".
Penulis
Kata Pengantar i
1 Pendahuluan 1
1.1 Pengertian Sistem . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Sejarah ringkas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1.3 Uraian ringkas isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2 Prinsip-prinsip pemodelan 9
2.1 Hukum-hukum konservasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
2.2 Prinsip-prinsip Phenomenalogi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.3 Hukum-hukum prinsip fisika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.3.1 Termodinamika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.3.2 Mekanika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.3.3 Elektromagnit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.4 Contoh-contoh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
2.4.1 Pendulum terbalik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
2.4.2 Dinamika satelit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.4.3 Batang dipanasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
2.4.4 Rangkaian Elektrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
2.4.5 Dinamika populasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2.4.6 Ketergantungan umur dinamika populasi . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.4.7 Bioreaktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
2.4.8 Transport polusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
2.4.9 Sistem Biomedikal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
v
vi DAFTAR ISI
4 Sifat-sifat sistem 85
4.1 Kestabilan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85
4.1.1 Kestabilan dari segi nilai karakteristik . . . . . . . . . . . . . . . . 85
4.1.2 Kriteria Routh-Hurwitz . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89
4.1.3 Kestabilan Lyapunov . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 93
4.1.4 Kestabilan masukan-keluaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
4.2 Keterkontrolan dan keteramatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 96
4.2.1 Ruang-bagian "keadaan" ditinjau dari masukan dan keluaran . . . 97
4.2.2 Munculnya sistem takterkontrol atau sistem tak teramati . . . . . . 99
4.2.3 Keterkontrolan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101
4.2.4 Keteramatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 106
4.2.5 Ruang-bagian terkontrol dan teramati . . . . . . . . . . . . . . . . 108
4.3 Dualitas keterkontrolan dan keteramatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 112
4.4 Bentuk kompanion terkontrol dan teramati . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113
8 Transformasi-z 177
8.1 Daerah Konvergensi (DK) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 179
8.2 Pole dan zero pada bidang-z . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 181
8.3 Beberapa Sifat Transformasi-z . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 181
8.4 Transformasi-z dari Fungsi Elementer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 187
8.5 Table Transformasi-z . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 190
8.6 Contoh-Contoh dari Transformasi-z . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 191
Indeks 383
xi
xii LIST OF FIGURES
sekitar
masukan sistem keluaran
sistem
realita
Secara langsung bisa dikatakan bahwa sistem adalah bagian dari realita. Realita diluar
sistem dinamakan "sekitar sistem". Interaksi diantara sistem dan sekitar sistem direalisa-
sikan lewat besaran, sangat sering merupakan fungsi dari waktu yang dinamakan masukan
(input) dan keluaran (output). Sistem dipengaruhi sekitar melaui masukan dan sistem
mempunyai pengaruh pada sekitar melalui keluaran. Masukan dan keluaran sistem yang
disajikan oleh signal atau fungsi dari waktu bisa merupakan waktu yang kontinu atau
diskrit. Hal ini berkaitan dengan apa yang dinamakan sistem kontinu dan sistem diskrit.
Mengkaji (menganalisis) proses fisis atau mendisainnya dinamakan sistem fisis dalam hal
ini hubungan masukan dan keluran sistem disajikan oleh suatu model matematika. Sangat
sering model matematika ini berbentuk suatu persamaan differensial (untuk yang kontinu)
dan persamaan beda (untuk yang diskrit). Untuk sistem dengan masukan dan keluaran-
nya yang disajikan oleh bentuk persamaan differensial biasa dinamakan sistem tergumpal
(lumped), bila tidak demikian dinamakan sistem terdistribusi.
1
2 P endahuluan..
Pembentukan suatu model matematika sering membutuhkan asumsi tentang sifat dasar
proses fisis
Contoh-contoh:
• M obil: Putaran kemudi suatu mobil (masukan) mempunyai pengaruh pada arah dua
roda depan mobil (keluaran).
• Air hujan (masukan) memberikan pengaruh pada ketinggian permukaan dari suatu
sungai (keluaran).
Diberbagai bidang kajian, suatu phenomena tidak dikaji secara langsung melainkan lewat
suatu model dari phenomena. Suatu model adalah suatu penyajian yang sering dalam
istilah matematika penyajian tsb. dirasa penting untuk waktu mendatang bagi kajian
obyek atau sistem. Dengan memanipulasi penyajian tsb. diharapkan pengetahuan baru
tentang phenomena yang telah dimodelkan tadi bisa diperoleh tanpa bahaya, biaya atau
ketidak nyamanan dalam pemanipulasian phenomena real itu sendiri. Dalam matematika
sistem pembahasan hanya bekerja dengan model dan saat berbicara suatu sistem diartikan
suatu versi model dari sistem sebagai bagian dari realita.
Kebanyakan pemodelan menggunakan matematika sebagai alatnya. Keadaan men-
datang yang penting dari berbagai phenomena fisika secara numerik bisa diuraikan serta
hubungan diantara keadaan mendatang tsb. diuraikan oleh persamaan atau pertidak-
samaan. Secara khusus misalnya dalam pengetahuan alam dan rekayasa, sifat-sifat massa,
percepatan dan gaya bisa diuraikan oleh persamaan matematika. Bagaimanapun demi
suksesnya pemanfaatan pendekatan pemodelan diperlukan suatu pengetahuan phenomena
yang dimodelkan serta sifat-sifat rekayasa pemodelan. Perkembangan komputer berke-
cepatan tinggi secara besar meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan pemodelan. De-
ngan penyajian suatu sistem sebagai suatu model matematika mengubah model yang ada
kedalam instruksi dari suatu komputer dan mengoperasikannya. Dalam hal ini adalah
sangat memungkin untuk memodelkan sistem yang lebih besar dan kompleks dari yang
sebelumnya.
Penekanan dari makna sistem yang dikaji adalah perilaku dinamik dari phenomena,
yaitu bagaimana karakteristik keadaan mendatang (seperti masukan dan keluaran) berubah
sesuai dengan berubahnya waktu dan apa hubungannya yang juga sebagai fungsi dari
waktu. Satu gambaran dari hal tsb. adalah bila mencoba untuk mendisain sistem kontrol
sedemikian hingga suatu perilaku yang diharapkan bisa dicapai.
Matematika sistem membentuk dasar matematika bagi area rekayasa, seperti kontrol
otomatik dan jejaring (networks). Ia juga awal untuk subyek matematika yang lain yaitu
teori kontrol optimal dan teori filter. Dalam teori kontrol optimal adalah mencoba menda-
pakan suatu fungsi masukan yang menghasilkan fungsi keluaran sekaligus sedapat mungkin
memenuhi suatu persyaratan tertentu. Sedangkan teori filter, interpretasi dari fungsi ma-
sukan diamati dengan kesalahan pengukuran, dalam hal ini sistem mencoba untuk me-
realisasi suatu keluaran yang sama dengan pengamatan ideal, yaitu tanpa kesalahan pe-
ngukuran. Matematika sistem juga memainkan suatu peranan dalam ekonomi (khususnya
teori kontrol ekonomi makro dan analisa time series), teori ilmu komputer (teori automata,
Petri-nets) dan ilmu manajemen (model dari perusahaan dan organisasi yang lain).
utara
αe gangguan
e
α
αe + e auto u kapal α
- pilot
u
Contoh 1 [Autopilot kapal] Suatu autopilot yang diagramnya disajikan dalam Gambar
1.2 adalah suatu perangkat, sebagai masukan adalah sudut kesalahan arah e yang ter-
jadi akibat beda diantara sudut arah yang diingini αe dengan kenyataan sudut arah kapal
saat ini α (misalnya diukur dengan suatu instrumen kompas magnetik atau gyrocompass).
Sudut arah kapal yang diinginkan αe adalah sudut acuan bagi navigator. Dengan menggu-
nakan informasi tsb. perangkat secara otomatis memposisi kemudi fungsi waktu u sebagai
masukan sedemikian hingga kesalahan arah yang terjadi e = αe − α sekecil mungkin .
Diberikan kedinamikan boat dan gangguan luar (angin, gelombang besar dsb.) teori kon-
trol otomatik membantu untuk menentukan masukan kontrol u = f (e) yang sesuai dengan
maksud khusus yaitu untuk tujuan kestabilan, keakuratan, waktu respon, dsb. Misal-
nya, untuk hal ini suatu pengontrol yang mungkin adalah suatu bang-bang kontrol yang
diberikan oleh:
+umax bila e > 0,
u=
−umax bila e < 0.
Pengontrol u mungkin adalah bentuk proporsional:
u = K.e
dimana K suatu konstanta. Dalam hal ini diasumsikan −umax ≤ K.e ≤ +umax untuk
semua nilai u yang diingini. Bila u bukan seperti hal diatas, beberapa jenis saturasi harus
diperkenalkan. Hukum kontrol juga mungkin terdiri dari suatu bagian proporsional, bagian
integral dan bagian differensial:
Z t
de
u = K.e + K ′
e(s)ds + K ′′ , (1.1)
0 dt
dimana K, K ′ dan K ′′ adalah konstanta. Hukum kontrol ini biasa ditulis PID
PID, dimana P
bagian proporsional, I bagian integral dan D bagian differensial.
Teori kontrol otomatik membantu dalam pemilihan hukum kontrol yang terbaik. Bila
kapal itu sendiri dipertimbangkan sebagai suatu sistem, maka sebagai masukan ke kapal
adalah posisi kemudi u (dan mungkin juga gangguan) dan keluaran arah kapal adalah α.
Auto pilot adalah sistem yang lain dengan masukan signal kesalahan e dan keluaran adalah
posisi kemudi kapal. Terlihat bahwa suatu keluaran dari suatu sistem bisa merupakan
masukan bagi sistem lainnya. Kombinasi dari kapal, autopilot dan keterkaitan α dan αe
bisa juga sebagai suatu sistem dengan masukan sudut arah kapal yang diharapkan αe dan
keluaran realita sudut arah kapal α (lihat Gambar 1.2).
Contoh 2 [Masalah kontrol optimal] Gerakan dari suatu kapal diberikan oleh:
dimana keadaan x = (x1 , x2 )T ∈ R2 menyajikan posisi kapal terhadap suatu sistem kordinat
tetap. Vektor u = (u1 , u2)T ∈ R2 menyajikan kontrol dan t adalah waktu. Notasi ẋ menya-
takan turunan terhadap waktu dari dua komponen keadaan sedangkan notasi T menyatakan
transpose. Masing-masing fariabel kontrol u1 dan u2 dipilih sebagai posisi kemudi dan
kecepatan kapal. Masalahnya sekarang adalah memilih u1 dan u2 sedemikian hingga bahan
bakar yang digunakan kapal sekecil mungkin. Bila kapal meninggalkan Surabaya pada
suatu waktu tertentu dan mencapai Makassar 4 hari kemudian. Fungsi pengontrol u1 dan
u2 mungkin bergantung pada informasi yang tersedia yaitu waktu, ramalan cuaca, badai
dsb. Secara formal, u = (u1 , u2 )T harus dipilih sedemikian hingga integral
Zta
g(x, u, t)dt
t0
minimum. Kriteria integral diatas menguraikan banyaknya bahan bakar yang digunakan.
Fungsi g adalah bahan bakar yang digunakan per satuan waktu, t0 waktu keberangkatan
dan ta waktu kedatangan.
Ide dasar satelit yang melandasi sistem navigasi adalah: Pengguna (misalnya suatu
pesawat atau suatu kapal) menerima pesan lebih dari satu satelit, penerima bisa menges-
timasi posisi pesawat/kapalnya. Satelit menyiarkan kordinatnya (dalam beberapa frame
acuan yang diketahuai) dan saat waktu dimana pesan tsb. disiarkan, penerima mencatat
waktu saat ia menerima pesan dengan jam yang ada. Sehingga penerima tahu perbe-
daan waktu diantara pengiriman dan penerimaan pesan yang menghasilkan jarak diantara
posisi satelit dengan pesawat/kapal. Bila penerima bisa menghitung jarak tsb. sedikit-
nya dari tiga satelit yang berbeda, maka secara prinsip penerima bisa menghitung posisi
pesawat/kapalnya. Faktor yang kompleks dalam perhitungan adalah:
i). satelit-satelit yang berbeda mengirim pesan pada saat waktu yang berbeda pada saat
yang bersamaan pesawat/kapal bergerak,
ii). beberapa sumber kesalahan yang tersaji dalam data, misalnya keterlambatan iono-
spheric dan tropospheric yang tak diketahui, jam diantara satelit dan penerima tidak
secara sinkron sama dan posisi satelit yang sedang disiarkan hanya dengan keaku-
ratan yang terbatas.
Permasalahan yang harus diselesaikan oleh penerima adalah bagaimana menghitung posisi
pesawat/kapal seakurat mungkin ketika ia mendapatkan informasi dari satelit-satelit dan
bagaimana ia mengetahui karakteristik stokhastik dari kesalahan atau ketaktentuan yang
disebutkan diatas. Bila satelit-satelit menyiarkan informasi secara periodik, penerima juga
bisa meng-update estimasi posisi pesawat/kapalnya secara periodik yang mana posisi ini
juga merupakan fungsi dari waktu.
terakhir tsb. adalah penemu mesin uap. Pada pertengahan abab ke-19 mesin uap J. Watt
telah menghabiskan lebih dari 75000 bola-putar yang dipasang pada pemutar di mesin
uap tsb. Segera disadari bahwa bila pengontrol terlalu kaku yang dikenakan pada alat
tsb. akan memberikan suatu masalah. Saat kini disadari bahwa perilaku yang terjadi
membentuk suatu ketidakstabilan yang disebabkan suatu gain tinggi dalam loop umpan
balik. Masalah perilaku buruk ini diselidiki oleh J.C. Maxwell [1831-1879] seorang yang
pertama kali mengkaji analisa matematika masalah kestabilan. Papernya “On Governor”
dapat dipandang sebagai artikel matematika pertama yang berkaitan dengan teori kontrol.
Perkembangan penting berikutnya dimulai pada periode sebelum perang dunia ke-2 di
Bell Labs, USA. Temuan amplifikasi elektronik yang menggunakan umpam balik dimulai
pendisainan dan penggunaan pengontrol umpan balik dalam perangkat komunikasi. Dalam
area teoritik, teknik domain-frekuensi dikembangkan untuk penganalisaan kestabilan dan
kesensitifitasan. H. Nyquist [1889-1976] dan H.W. Bode [1905-1982] adalah dua orang
ternama dalam hal tsb.
Norber Wiener [1894-1964] bekerja pada kontrol pembakaran dan pertahanan anti-
aircraft selama perang dunia ke-2. Ia juga penyokong teori kontrol dalam berbagai macam
kecerdasan buatan sebagai ilmu yang lain yang dia namakan “Cybernetics” (kerja ini sudah
digunakan oleh A.M. Ampere [1775-1836]).
Teori matematika sistem dan teori kontrol akhir-khir ini dikenal, ditemui jejaknya pada
tahun 1950. Teori kontrol (klasik) memberikan suatu dorongan yang berarti. Awalnya
teori matematika sistem kurang lebihnya suatu kumpulan konsep dan rekayasa dari per-
samaan differensial, aljabar linier, teori matriks, teori probabilitas, statistik dan sedikit
perlusan teori fungsi kompleks. Selanjutnya (sekitar 1960) teori sistem memperoleh wa-
jahnya sendiri, hasil dari hal tsb. adalah terutama dalam ‘struktur’ dari ’kotak (box)’ yang
berkaitan dengan masukan dan keluaran. Ada dua kontribusi pada pengembangan tsb.,
pertama terdapat pengembangan fundamental teori di sekitar tahun 1950. Nama-nama
yang berhubungan dengan pengembangan tsb. adalah L.S. Pontryagin (kontrol optimal),
R. Bellman (programing dinamik) dan R.E. Kalman (model ruang keadaan dan filter rekur-
sif). Kedua terdapat temuan chip di akhir tahun 1960 disusul kemudian pengembangan
elektronik-mikro. Hal ini menghasilkan suatu kemudahan dan kemajuan komputer berke-
cepatan tinggi dengan demikian algorithma yang berkaitan dengan kotrol yang mempunyai
kompleksitas derajat tinggi bisa diatasi.
Pada bagian ini disajikan beberapa alat yang bisa digunakan dalam pemodelan phenomena
dinamik. Bagian ini tidak memberikan suatu perlakuan mendalam terhadap alat-alat tsb.
tetapi hanya sekedar sebagai suatu pengantar prinsip yang mendasar. Satu hal yang bisa
diperdebatkan, bahwa prinsip pemodelan bukan merupakan domain dari teori matematika
sistem. Dalam teori matematika sistem ini biasanya dimulai dengan suatu model yang
diberikan, mungkin dibuat oleh seorang ahlinya pada bidang terapan yang terkait.
Salah satu prinsip-prinsip pemodelan yang paling fundamental adalah pengertian dari kon-
servasi. Hukum-hukum diturunkan dari pengertian ini mengikuti alasan alamia dan bisa
diterapkan dimana saja.
Misalnya, ketika memodelkan phenomena fisika, sering menggunakan (bahkan tanpa
alasan lagi) konservasi zat/bahan, konservasi muatan listrik, konservasi energi dll. Tapi
juga dalam suatu disiplin ilmu yang tidak begitu banyak berorientasi secara matematika
prinsip-prinsip konservasi digunakan. Misalnya dalam menguraikan evolusi dari suatu pop-
ulasi, dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa ada konservasi dari individu-individu, sebab
secara sederhana tidak ada individu bisa tercipta atau tidak ada tampa alasan. Dengan
cara serupa, dalam ekonomi harus selalu ada konservasi dari asset dalam makna yang
serupa atau yang lainnya.
Jadi, hukum-hukum konservasi bisa dilihat sebagai hukum-hukum yang berdasar pada
alasan dan hitungan.
9
10 P rinsip-prinsip pemodelan..
2.3.1 Termodinamika
Bila memodelkan suatu phenomena termodinamik bisa dipakai tiga prinsip hukum yang
sangat fundamental.
1. Konservasi energi
2. Irreversibiliti perilaku suatu sistem makroskopik
3. Temperatur nol mutlak tidak bisa dicapai.
Hukum ke-2 sering juga dikatakan sebagai entropi dari suatu sistem tidak dapat menurun.
Entropi adalah suatu ukuran untuk keadaan tak teratur dalam suatu sistem.
Catatan bahwa hukum ke-2 berdasarkan pada alasan. Bila hukum tidak dipenuhi, maka
beberapa bentuk energi akan hilang dan hukum tidak bisa dibuat untuk memenuhi hal
kehilangan energi ini. Hukum ke-2 dan ke-3 berdasarkan pada eksperimen dan menguraikan
sifat-sifat phenomenalogi.
2.3.2 Mekanika
Bila memodelkan suatu phenomena mekanika tanpa disadari , ini sering menggunakannya
beberapa prinsip hukum-hukum yang sangat penting. Salah satu diantara prinsip tsb.
adalah konservasi energi yang telah diskusikan. Bentuk selain konservasi energi juga sering
digunakan. Begitu juga tiga hukum (postulat) Newton berikut sangat bermanfaat.
1. Bila tidak ada gaya aksi yang bekerja pada suatu massa, maka massa ini akan tetap
dalam keadaan diam atau ia akan bergerak dengan kecepatan tetap dalam suatu
lintasan garis lurus.
2. Gaya F yang bekerja pada suatu massa dan posisinya s memenuhi persamaan F =
2
m ddt2s
3. Aksi=-reaksi.
Hukum pertama sudah dikenal Galileo, sebagai suatu hasil eksperimen yang diselesaikan-
nya. Hukum kedua diformulasikan oleh Newton ketika ia mengembangkan kalkulus.
Hukum-hukum Newton, khususnya yang pertama diilhami oleh eksperimen. Asalnya
hukum-hukum dikembangkan untuk titik massa dan gerakan dengan lintasan lurus (rec-
tilinear). Secara bertahap versi hukum-hukum tsb. dikembangkan pada media kontinu,
gerakan berputar, pada fluida, gas dsb. Misalnya, bila torsi N dikenakan pada suatu titik
2
dari suatu bodi dan momen inersia sekitar titik tsb. adalah J, maka N = J ddt2φ , dimana
d2 φ
dt2
menyatakan percepatan angular bodi.
Setelah hukum-hukum Newton tersedia, pendekatan yang lain untuk menguraikan ger-
akan yang lebih umum dari struktur makanika dikembangkan. Salah satu dari pendekatan
ini adalah menggunakan konsep enerji kinetik dan enerji potensial yang membawa ke per-
samaan gerakan dikenal sebagai persamaan Euler-Lagrange.
2.3.3 Elektromagnit
Ketika memodelkan phenomena elektromagnit, versi-versi hukum yang diungkapkan oleh
4 persamaan Maxwell bisa digunakan, versi tsb. dilengkapi oleh persamaan Lorentz.
Dalam suatu medium dengan dielektrik konstan ǫ dan susceptibiliti µ, persamaan
Maxwell berkaitan dengan medan elektrik E, magnetik B, kepadatan muatan ρ dan kepa-
datan arus ι adalah sebagai berikut:
1 ∂B ∂E
divE = ρ, rotE = − , divB = 0, rotB = µ(ι + ǫ ).
ǫ ∂t ∂t
Dalam persamaan-persamaan diatas semua variabel bergantung pada waktu t dan pada
posisi (x, y, z). Selanjutnya E, B dan ι adalah besaran vektor, sedangkan ρ suatu skalar.
Masing-masing div dan rot dibaca divergensi dan rotasi. Masing-masing persamaan per-
tama dan ketiga pada persamaaan Maxwell diatas mengungkapkan konservasi dari muatan
elektrik dan muatan magnetik. Kenyataan divB = 0 bisa dikaitkan dengan fakta bahwa
tidak ada monopoles magnetik (muatan terisolasi).
Gaya F pada suatu partikel dengan suatu muatan q bergerak dengan kecepatan v dalam
suatu medium seperti diuraikan diatas diberikan oleh persamaan Lorentz
F = q(E + v × B).
Disini × menyatakan perkalian silang (cross product). F dan v adalah vektor dan q skalar.
Semua tiga variabel yang disebutkan bergantung pada waktu t dan posisi (x, y, z).
Persamaan-persamaan diatas sangat umum dan sering terlalu umum untuk tujuan ka-
jian kita. Hukum-hukum lain yang lebih sederhana telah diperoleh sebelumnya. Sebagian
dari hukum-hukum tsb. untuk rangkaian elektrik didiskusikan berikutnya.
Kebanyakan rangkaian yang disebutkan diatas dibangun dari elemen-elemen dasar mis-
alnya resistor, kapasitor dan kumparan (coil).
1. Bila arus I melintasi resistor R maka voltage drop V pada resistor bisa dihitung
dengan hukum Ohm
R
I
V
V = IR
2. Bila arus I dikirim ke kapasitor dengan kapasitas C, maka voltage drop V pada
kapasitor mempunyai hubungan sebagai berikut
C
I
V
dV I
dt
= C
3. Terakhir, bila arus I melewati kumparan dengan induktansi L, maka voltage drop
dI
pada kumparan diperoleh sebagai berikut V = L ,
dt
L
I
b
dengan variabel V dan I adalah fungsi dari waktu t, sedangkan R, C dan L sering
diasumsikan konstan.
menyatakan suatu elemen dimana suatu arus Ii yang mengalir menyebabkan voltage
drop Vi . Maka empat titik termasuk sumber memenuhi:
−I1 + I2 + I4 = 0, −I2 − I5 + I3 = 0, −I4 + I5 = 0, I1 − I3 = 0,
V = V1 + V2 + V3 , V = V1 − V4 + V5 + V3 , V = −V2 + V4 + V5 .
2.4 Contoh-contoh
Dalam bagian ini diberikan beberapa contoh sistem. Contoh model yang mendasari dapat
diturunkan dengan menggunakan hukum-hukum prinsip fisika sebagai mana yang telah
didiskusikan sebelumnya.
V ✻
u(t) mg ✕
✲
φ
❄
l
✲
✲ ☛ H
s
d2
m (l cos φ) = V − mg, (2.2)
dt2
d2 φ
= V l sin φ − Hl cos φ.
I (2.3)
dt2
Fungsi s(t) menyatakan posisi dari kereta pada saat t dan I adalah momen inersia terhadap
pusat grafitasi. Bila pendulum mempunyi massa yang terdistribusi seragam m 2l
per satuan
panjang, maka momen inersia disekitar pusat grafitasi diberikan oleh:
Z
m l 2 1
I= σ dσ = ml2 .
2l −l 3
Persamaan yang menguraikan gerakan kereta diberikan oleh.
d2 s
M 2 = u − H. (2.4)
dt
Substitusikan H, V dari (2.1) dan (2.2) pada (2.3) dan (2.4), diperoleh persamaan berikut.
4l
− g sin φ + s̈ cos φ = 0
φ̈
3 (2.5)
(M + m)s̈ + ml(φ̈ cos φ − φ̇2 sin φ) = u,
dimana tanda . menyatakan turunan pertama terhadap waktu dan .. menyatakan turunan
2
kedua tehadap waktu, jadi ṡ = dsdt
dan φ̈ = ddt2φ .
Persamaan (2.5) bisa ditulis sebagai persamaan differensial tingkat satu dalam bentuk
vektor x diberikan oleh x = (φ, φ̇, s, ṡ)T .
Persamaan gerakan pendulum terbalik juga bisa diperoleh melalui persamaan Euler-
Lagrange menggunakan ungkapan berikut untuk total energi kinetik T dan energi potensial
V R 2l
T = 12 M ṡ2 + 21 m
2l 0
((ṡ + σ φ̇ cos φ)2 + (σ φ̇ sin φ)2 )dσ
m
R 2l
V = 2l
g 0
σ cos φdσ = mgl cos φ,
dimana T adalah energi kinetik kereta yang disamping itu terdiri dari energi kinetik dari
semua bagian elemen kecil pendulum dσ yang berjarak σ dari titik porosnya dengan 0 ≤
σ ≤ 2l. Catatan serupa juga berlaku pada energi potensial. Definisikan Langragian L =
T − V , setelah melakukan perhitungan integral diperoleh
1 1 2
L = M ṡ2 + mṡ2 + mlṡφ̇ cos φ + ml2 φ̇2 − mgl cos φ. (2.6)
2 2 3
d ∂L ∂L d ∂L ∂L
( )− = 0, ( )− = u.
dt ∂ φ̇ ∂φ dt ∂ ṡ ∂s
Dalam persamaan-persamaan diatas variabel V bergantung pada φ, φ̇, s dan ṡ. Jadi untuk
T dan V seperti diatas diperoleh
∂L 4
= mlṡ cos φ + ml2 φ̇,
∂ φ̇ 3
Latihan 1 Asumsikan bahwa sudut φ dari pendulum dengan garis vertikal diukur. Mis-
alkan pengukuran ini dinyatakan dengan variabel y,yaitu y = φ. Perluh diperhatikan bahwa
y dan variabel yang lainnya juga φ, φ̇, s, ṡ dan u adalah fungsi dari waktu t. Bila vektor
x = (φ, φ̇, s, ṡ)T , maka dapatkan fungsi f (x, u) dan h(x, u) sedemikian hingga pendulum
terbalik bisa diuraikan sebagai
dx
Disini ẋ = dt
= (φ̇, φ̈, ṡ, s̈)T .
Latihan 2 Bila variabel L seperti yang diberikan dalam (2.6), maka turunkan persamaan
gerakan dari pendulum terbalik dengan menggunakan persamaan Euler-Lagrange.
Latihan 3 Dalam contoh diatas kereta bergerak secara horizontal. Sekarang diubah kereta
hanya bergerak pada arah vertikal dan hanya gaya vertikal yang bisa berpengaruh, sedan-
gkan gravitasi tetap bertindak secara vertikal. Selidiki bagaimana persamaan berubah dalam
contoh diatas.
lintasan
pusat bumi
θ
■
r ❘ satelit
d ∂L ∂L
( )
dt ∂ θ̇
− ∂θ
= Fθ .
Latihan 4 Asumsikan bahwa jarak r diukur dan dinyatakan dengan y. Selanjutnya diperke-
Fr Fθ T
nalkan vektor x = (r, θ, ṙ, θ̇)T dan u = ( m , ) , dapatkan fungsi-fungsi f (x, u) dan h(x, u)
s ms
sehingga model satelit diatas dapat diuraikan sebagai
ẋ = f (x, u), y = h(x, u).
V C VC
L
Bila VR , VC dan VL masing-masing menyatakan voltage drop pada resistor, kapasitor dan
kumparan, maka dari hukum elektrik yang telah disebutkan pada subbagian sebelumnya
diperoleh
1 dI
VR = RI, VC = Q, VL = L ,
C dt
dimana Q menyatakan muatan elektrik pada kapasiator yang memenuhi I = dQ dt
. Menurut
hukum Kirchhoff V = VR + VC + VL . Jadi
1 dI dQ
V = RI + Q+L , I = . (2.11)
C dt dt
Sekarang disusun kembali persamaan diatas sebagai berikut
d Q 0 1 Q 0
= 1 + 1 V,
dt I − LC −R L
I L
Q
1
VC = ( C 0)
I
Didefinisikan u = V, y = VC dan
Q 0 1 0 1
x= ,A = 1 ,B = 1 ,C = ( 0)
I − LC −RL L C
dimana perlu ditekankan bahwa C yang baru didefinisikan adalah matriks yang berukuran
1×2 hal ini dijelaskan supaya tidak ada kebingungan dengan kapasitor yang juga digunakan
dengan simbol yang sama. Dengan cara penulisan tsb. didapat uraian sistem berikut ini
ẋ = Ax + Bu, y = Cx.
Jenis dari persamaan ini tidak hanya terjadi dalam pemodelan jaringan elektrik, tetapi
juga muncul pada disiplin lainnya. Misalnya, ketika memodelkan suatu struktur makanika
seperti dalam Gammbar 2.4 berikut.
Fl ✲
tembok M
f ✲
s
Struktur terdiri dari suatu massa M dihubungkan ke tembok vertikal melalui suatu pe-
gas dengan konstanta pegas k dan suatu peredam dengan faktor redaman f . Pada massa
bekerja suatu gaya luar Fl , dalam hal ini diasumsikan massa bergerak hanya secara hor-
izontal grafitasi tidak mempunyai peranan. Bila s menyatakan posisi massa dari posisi
setimbangannya. Menurut hukum kedua Newton
M s̈ = −ks − f ṡ + Fl .
Jadi
M s̈ + f ṡ + ks = Fl .
Persamaan ini serupa dengan Persamaan (2.12) yang telah diturunkan pada jaringan listrik
sebelumnya. Yaitu
1 dQ d2 Q
L ≡ M, R ≡ f, ≡ k, ≡ ṡ dan ≡ s̈.
C dt dt2
Contoh lain dari persamaan jenis ini bisa didapat pada pemodelan phenomena dalam
disiplin seperti akustik, kimia dan hidrolik.
dimana o(δ) menyatakan suatu fungsi yang cenderung lebih cepat menuju ke nol dari pada
δ. Masing-masing fungsi b(t) dan d(t) adalah fungsi laju kelahiran dan laju kematian. Lagi
pula diasumsikan b(t) dan d(t) masing-masing berbanding lurus dengan N(t), yaitu
Didefinisikan r = b−d, bagi kedua ruas persamaan diatas dengan δ dan untuk δ mendekati
nol diperoleh
Ṅ (t) = rN(t).
Persamaan ini mempunyai penyelesaian N(t) = N(t0 )er(t−t0 ) . Terlihat bahwa, banyaknya
individu meningkat bila r > 0 dan menurun bila r < 0.
Umumnya laju pertumbuhan dari suatu populasi bergantung pada beberapa faktor
selain dari pada yang telah disebutkan diatas yaitu hanya tergantung pada laju kelahiran
dan kematian. Khususnya sering tergantung pada bagaimana interaksi internal popolasi
tsb. Misalnya, kepadatan populasi dari suatu negara, maka laju kematian bisa meningkat
karena akibat keterbatasan tempat dan sumber-sumber alam, atau karena kerentanan yang
tinggi terhadap penyakit. Asumsikan populasi tidak akan terdiri lebih dari K > 0 individu.,
model diatas bisa dimodifikasi sebagai berikut
N(t)
Ṅ (t) = r(1 − )N(t).
K
Persamaan ini disebut sebagai persamaan L ogistik.
Selanjutnya model bisa dimodifikasi dalam cara berikut. Disini diasumsikan bahwa
spesies dari populasi diatas adalah mangsa dari populasi lainnya yaitu pemangsa yang
terdiri dari M(t) individu. Dalam hal ini cukup beralasan diasumsikan r > 0, sehingga
persamaan sebelumnya berubah menjadi
N(t)
Ṅ (t) = r(1 − )N(t) − αN(t)M(t)
K
dengan α > 0. Modifikasi ini berarti bahwa laju penurunan mangsa berbanding lurus
dengan mangsa dan pemangsanya. Sebagai model dari pemangsa, persamaan berikut bisa
digunakan
Ṁ (t) = −cM(t) + βN(t)M(t)
dengan c > 0 dan β > 0. Kedua persamaan yang disebutkan diatas secara bersamaan
dinamakan model m angsa-pemangsa. Catatan, bila r > 0 berarti bahwa populasi mangsa
mempunyai suatu kecenderungan alamia meningkat, sedangkan bila c > 0 populasi pe-
mangsa mempunyai kecenderungan alamia menurun.
Sekarang diasumsikan banyaknya mangsa bisa tak terbatas (k = ∞). Hal ini bisa
dipikirkan ikan-ikan kecil sebagai mangsa dan ikan salam sebagai pemangsanya. Asum-
sikan bahwa dengan adanya faktor penangkapan u1 (t) terhadap mangsa begitu juga fak-
tor penangkapan u2 (t) terhadap pemangsa. Model sebelumnya dari mangsa-pemangsa
berubah sebagai berikut
Jenis model ini dikenal sebagai suatu model dari V olterra-Lotka. Bila banyaknya ikan
salam dimonitor dengan suatu cara adalah y(t), maka model yang telah ada bisa diuraikan
sebagai suatu sistem berbentuk
ẋ(t) = f (x(t), u(t))
y(t) = h(x(t), u(t)),
dimana
x(t) = (x1 (t) x2 (t))T = (N(t) M(t))T ,
u(t) = (u1 (t), u2 (t))T
dan fungsi
(r − αx2 − u1 )x1
f (x, u) = ,
(βx1 − c − u2 )x2
h(x, u) = x2 .
Latihan 6 Untuk masing-masing model diatas dapatkan situasi stasioner. Situasi ini
adalah situasi dimana variabel-variabel tetap pada tingkat konstan, oleh karenanya turunan
terhadap waktu adalah nol.
Disini diasumsikan bahwa fungsi P dan b sedemikian hingga integral diatas terdifisi dengan
baik. Adalah beralasan untuk mengasumsikan bahwa P (r, t) = 0 dengan r > L untuk
L > 0 (tak seorangpun akan mencapai umur lebih dari L). Maka
Zt
N(t) = P (t − s, t)b(s)ds.
t−L
Bila p kontinu dalam semua argumennya dan bila b kontinu bagian demi bagian (yaitu b
diskontinu di sejumlah hingga titik disetiap interval hingga dan limit kiri dan kanan dari
b dititik diskontinu ada), maka integral diatas ada.
Kembali pada integral yang semula dan asumsikan bahwa suatu fungsi g ada sedemikian
hingga P (t − s, s) = g(t − s), didapat
Zt
N(t) = g(t − s)b(s)ds.
−∞
Bila integral ini ada untuk semua fungsi laju kelahiran b yang bisa diterima, maka akan di-
tunjukkan kemudian bahwa hal ini bisa diinterpretasikan sebagai suatu sistem masukan/ke-
luaran invarian-waktu dan kausal ketat (strictly causal). Pengertian dari invarian waktu
dan kausal (ketat) akan dibuat secara tepat pada subbagian mendatang. Secara harfiah in-
varian waktu berarti bahwa waktu (kalender) mutlak tidak berperan sedangkan kekausalan
berarti bahwa keadaan mendatang tidak mempengaruhi proses perilaku yang terjadi saat
ini. Untuk sistem yang demikian probabilitas bahwa seseorang tetap hidup mencapai usia
r hanya ditentukan oleh r sendiri bukan oleh tanggal kelahirannya.
Latihan 7 Misalkan p menyatakan densiti populasi yang bergantung pada waktu t dan
umur r. Banyaknya orang yang berumur diantara r dan r + dr pada saat waktu tertentu
t diberikan oleh p(t, r). Didifinisikan angka kematian µ(t, r) sebagai berikut: µ(t, r)drdt
adalah sebagian kecil orang yang berumur diantara [r, r + dr] yang meninggal pada interval
waktu [t, t + dt]. Tunjukkan bahwa p memenuhi persamaan differensial berikut:
∂p ∂p
+ = −µp. (2.13)
∂r ∂t
Misalkan distribusi umur awal diberikan oleh:
p(0, r) = p0 (r), 0 ≤ r ≤ 1,
misalnya dalam hal ini adalah banyaknya orang yang berumur diantara a dan b dengan
0 < a < b < 1 yang berarti bahwa
Z b
y(t) = p(t, r)dr.
a
2.4.7 Bioreaktor
Tinjau suatu bioreaktor yang disajikan dalam Gambar 2.5. Dalam reaktor terdapat biomassa
biomassa
qm q
✲ + ✲
gula
D D
(organisma) yang diberi makanan gula (nutrisi). Nutrisi tambahan disuplai prodak mening-
galkan reaktor. Dinotasikan hal berikut
• D(t) adalah aliran dari air-gula yang melewati reaktor (1/det yaitu fungsi dari isi
reaktor per detik)
dimana masing-masing Dp dan Dq menyatakan jumlah biomassa dan jumlah gula yang
keluar dari reaktor dan Dqm jumlah gula yang disuplai ke dalam reaktor. Untuk melengkapi
uraian matematik beberapa hukum empirik yang berkaitan dengan biomassa dan konsen-
trasi gula digunakan. Disini hukum-hukum menyatakan bahwa pertumbuhan biomassa
sebanding dengan konsentrasinya begitu juga komsumsi dari gula sebanding dengan kon-
sentrasinya. Selanjutnya, diasumsikan bahwa kesebandingan tsb. hanya bergantung pada
konsentrasi gula. Jadi ada fungsi µ dan ν masing-masing bergantung pada konsentrasi
gula yang menentukan laju pertumbuhan biomassa dan laju pertumbuhan komsumsi gula,
hubungannya diberikan oleh persamaan berikut
d p µ(q)p − Dp
= .
dt q −ν(q)p − Dq + Dqm
Latihan 8 Asumsikan aliran air-gula dalam reaktor D adalah tetap, tetapi konsentrasi
gula qin dalam aliran ini dapat dikontrol. Selanjutnya asumsikan bahwa konsentrasi dalam
gula dari aliran yang keluar diukur. Uraikan proses diatas sebagai suatu sistem dengan
keadaan masukan dan keluaran.
Latihan 9 Seperti halnya persamaan diatas, tetapi sekarang konsentrasi gula qin dalam
aliran yang masuk adalah tetap dan banyaknya aliran D bisa dikontrol.
sungai v ✲
• ρ(r, t) adalah kepadatan pollutan didalam sungai pada posisi r dan waktu t (kg/m)
• v(r, t) adalah kecepatan pollutan dan air dalam sungai pada posisi r dan waktu t
(m/det)
• q(r, t) adalah fluks pollutan didalam sungai pada posisi r dan waktu t (kg/det)
• k(r, t) adalah perubahan yang mana pollutan meningkat didalam sungai pada posisi
r dan waktu t (kg/(mdet))
∂ρ ∂q
+ = k.
∂t ∂r
Dalam hal ini dua hal bisa dipertimbangkan
1. Hanya terdapat afeksi. Maka ρ, q dan v direlasikan oleh q = ρv. Ini berarti bahwa
fluks pollutan hanya disebabkan oleh phenomena tranportasi.
Secara umum, laju volume dari keluarnya obat (pengeluran yang berhubungan dengan
ginjal + metabolisma) adalah konstan, misalnya K. Oleh karena itu
Juga, total volume dari darah dalam tubuh adalah konstan, misalnya V . Jadi K dan V
adalah dua parameter dalam sistem. Dengan mengikuti hukum kontinuitas persamaan
yaitu
laju yang masuk = laju yang keluar + laju dari akumulasi. (2.15)
didapat
dV c(t)
qi (t) = qo (t) + .
dt
Substitusikan Persamaan (2.14) pada persamaan yang terakhir didapat
dc(t)
V + Kc(t) = qi (t). (2.16)
dt
Q + qi
katup inlet
H + hi C R
Q + qo
katup outlet
Dalam kondisi steadi katup-katup buka sehingga laju dari inflow sama dengan laju dari
outflow. Dalam kondisi ini, tingkat (ketinggian) cairan dalam tangki akan menjadi konstan.
Selanjutnya, asumsikan bahwa secara meningkat katup inlet buka, laju inflow meningkat.
Suatu hal menarik bagaimana mendapatkan ketinggian cairan didalam tangki yang berubah
seiring dengan berubahnya waktu.
Peubah dari sistem adalah laju aliran input dan output; dan ketinggian cairan dalam
tangki. Parameter-parameter adalah resistan katup R dan luasan melintang dari tangki.
Pertama dibahas karakteristik dari katup.
Bila aliran yang melewati katup adalah laminar, laju aliran dan beda didalam ketinggi-
an cairan yang melintasi katup yang dinamakan ’head’, adalah berhubungan dengan hukum
Ohm, yaitu
H
Q= , (2.17)
R
dengan
Apapun itu, yang lebih biasa aliran adalah turbulen. Dalam hal ini hubungan diantara
laju aliran dan head adalah non-linear yang diberikan oleh
r
H
Q= . (2.18)
R
Meggunakan hubungan non-linear ini menyebabkan model sistem yang dibahas juga non-
linear. Analisa dengan model non-linear akan lebih kompleks, oleh karena itu menggunakan
suatu model linear lebih disukai. Untuk mendapatkan suatu model linear, suatu cara yang
disebut pelinearan disekitar suatu titik sering digunakan.
Hubungan Persamaan 2.18 diberikan dalam Gambar 2.7.
Laju aliran
Q
P
Q1
h
0 H1 Head H
Kemiringan dari kurva karakteristik katup adalah berbeda pada titik-titik yang berbeda.
Bagaimanapun bila diasumsikan bahwa perubahan pada head adalah kecil disekitar titik
P (Q1 , H1 ), maka ’penaikan’ resistan adalah konstan disekitar P , yaitu
h h
= R atau q = . (2.19)
q R
Persamaan (2.19) memberikan suatu hubungan linear diantara perubahan kecil q dan h
disekitar titik P (Q1 , H1 ).
Kembali pada masalah model sistem ketinggian cairan yang diberikan oleh Gambar 2.6.
Pertanyaan yang perluh dijawab adalah hukum fisika apa untuk membangun aliran fluida
pada situasi ini? Dengan kata lain, apa hubungan diantara laju inflow, laju outflow dan
ketinggian cairan? Hubungan yang demikian ini dapat diturunkan dari suatu prinsip umum
yang dinyatakan sebagai berikut.
input = output + akumulasi. (2.20)
Persamaan (2.20) dinamakan persamaan kontinuitas dan berguna dalam berbagai sistem
fisika, misalnya perpindahan massa, perpindahan panas, sistem aliran dsb. Bahkan hukum
arus Kirchhoff pada suatu titik bisa dipandang sebagai suatu bentuk khusus dari persamaan
kontinuitas. Tidak ada akumulasi dari arus pada satu titik. Maka dari itu laju inflow arus
harus sama dengan laju outflow arus pada suatu titik. Dengan kata lain arus yang masuk
pada suatu titik sama dengan arus yang keluar dari suatu titik.
Pada masalah yang dibahas, laju dari aliran input dan output adalah penting. Lakukan
derivatif pada Persamaan (2.20), didapat
laju inflow = laju outflow + laju dari akumulasi. (2.21)
Akumulasi dari cairan dalam tangki adalah luasan melintang dikalikan dengan peruba-
gan ketinggian cairan, atau akumulasi = A × h. Oleh karena itu, laju akumulasi = A dh(t)
dt
.
Sehingga didapat
dh(t)
qi (t) = qo (t) + A . (2.22)
dt
Tetapi dari Persamaan (2.19), didapat
h
qo (t) =
. (2.23)
R
Substitusikan Persamaan (2.23) kedalam Persamaan (2.22), didapat
dh(t)
AR + h(t) = Rqi (t). (2.24)
dt
Bandingkan bentuk model Persamaan (2.24) dengan model rangkain elektrik yang diberikan
oleh Gambar berikut.
v(t)
b
i(t) R C
p(t)
q(t)
k2 k1
Kereta 2 Kereta 1 u(t)
M2 M1
b2 b1
Pada bab ini dikaji suatu sistem yaitu sistem linier. Pada kajian ini akan diuraikan
bagaimana mendapatkan sistem linier dari suatu sistem non-linier, hal ini dikenal de-
ngan apa yang dinamakan dengan pelinearan
pelinearan. Namum sebelum itu, pada bagian berikut
ini diberikan suatu diskripsi dari suatu sistem yang berkenaan dengan hubungan diantara
masukan dan keluaran serta kajian "dalam" (internal) dari sistem tsb.
Fenomena perilaku yang terkenal dari sistem dinamis adalah munculnya keluaran tanpa
adanya masukan. Efek ini dijelaskan setelah diketahui bahwa penyimpanan energi inter-
nal dalam sistem pada awal waktu respons akan menghasilkan keluaran. Jenis perilaku
ini disebut sebagai respons nol-masukan sistem. Alternatifnya, produksi keluaran yang
hanya disebabkan oleh masukan ketika tidak ada penyimpanan energi pada awal waktu
respons disebut sebagai respons keadaan-nol. Kedua kelas respons ini bertanggung jawab
atas semua kemungkinan keluaran dan dalam kasus sistem linier kita selalu dapat me-
nguraikan keluaran apa pun menjadi jumlah keluaran yang diambil dari masing-masing
kelas ini. Dalam bab ini, kita akan menggunakan contoh sistem orde dua bersama-sama
dengan respons input-nol dan respons keadaan-nol untuk memperkenalkan pembaca pada
penggunaan ruang keadaan dalam memodelkan perilaku sistem dinamis linier.
Gambar 3.1: Sirkuit listrik dengan kapasitor bermuatan. Sakelar ditutup sebelum t = 0
Sekarang satu-satunya cara persamaan ini dapat berlaku untuk semua t > 0 adalah
untuk h(t) dan g(t) menjadi kelipatan skalar dari y(t) di mana
Jika tidak, persamaan (3.2) hanya dapat dipenuhi pada waktu tertentu. Oleh karena itu
dengan asumsi tsb. (3.2) menjadi
p(s)y(t) = 0, (3.4)
di mana p(s) adalah polinomial berderajat dua
p(s) = s2 + a1 s + a2 .
Akhirnya, persamaan (3.4) berlaku untuk semua waktu t, ketika y(t) tak-nol untuk semua
waktu t, yaitu solusi trivial, jika dan hanya jika salah satu dari akar, {λi : i = 1, 2} dari
p(s),
r
a1 a1 2
p(s) = (s − λ1 )(s − λ2 ), λ1,2 = − ± − a2 . (3.5)
2 2
Kembali ke syarat bahwa y(t) dan turunannya harus merupakan kelipatan skalar kon-
stan, persamaan (3.3), fungsi yang memiliki sifat ini adalah fungsi eksponensial. Fungsi
penting ini dilambangkan sebagai est dan memiliki ekspansi deret
∞
X (st)i
st
e = (3.6)
i=0
i!
Perhatikan bahwa sedikit aljabar menunjukkan kepada kita bahwa turunan dari est , per-
samaan (3.6), memiliki sifat
dest
= sest .
dt
Sekarang kita lihat dari penjelasan sebelumnya bahwa est memenuhi persamaan (3.1)
ketika s = λ1 atau λ2 . Oleh karena itu, setiap kombinasi linier dari eλ1 t dan eλ2 t memenuhi
persamaan (3.1) sehingga output y(t) diberikan secara umum sebagai
dimana ki , i = 1, 2 adalah skalar konstan yang dipilih sehingga y(t) memenuhi kondisi
awal. Kita dapat melakukan ini dengan menyelesaikan persamaan yang dihasilkan dari
pengaturan nilai yang diberikan untuk kondisi awal, y(0) dan ẏ(0), sama dengan nilai yang
ditentukan dari persamaan (3.7), yaitu dengan menyelesaikan
y(0) 1 1 k1
= , (3.8)
ẏ(0) λ1 λ1 k 2
untuk k1 , k2 . Perhatikan bahwa kita dapat melakukan ini hanya jika λ1 6= λ2 . Untuk
melanjutkan saat λ1 = λ2 kita mengganti persamaan (3.7) dengan
dan tentukan ki , i = 1, 2 dari persamaan yang sesuai untuk memastikan bahwa kondisi
awal terpenuhi.
Kembali ke perilaku proses fisik yang sedang dianalisis, perhatikan bahwa karena Re , Le ,
dan Ce , adalah real, sebagaimana adanya. Akibatnya akar λi , i = 1, 2 dari p(s) persamaan
(3.5), keduanya real atau keduanya kompleks. Selain itu, ketika akar-akar ini kompleks,
mereka adalah berkonjugasi satu sama lain, yaitu λ1 = λ∗2 .
Secara lebih umum, jika semua koefisien polinomial dengan derajat apa pun adalah
real, setiap akar kompleks harus dicocokkan dengan akar lain yang merupakan konjugat
kompleksnya. Sifat ini penting dalam konteks perilaku proses fisik linier karena parameter
proses ini, misalnya massa, konduktivitas panas, kapasitansi listrik, adalah selalu real
sehingga koefisien dari p(s) selalu real.
Sekarang plot output, y(t), versus waktu t, mengungkapkan bahwa ada dua pola dasar
untuk perilaku output tergantung pada apakah λi , i = 1, 2 adalah pasangan konjugasi real
atau kompleks.
Jika λi , i = 1, 2 nya real, kita lihat dari persamaan (3.8) bahwa ki , i = 1, 2 nya juga real
dan outputnya y(t), t ∈ (0, ∞) diberikan sebagai persamaan (3.7) atau (3.9). Dalam hal ini
kita melihat bahwa tegangan keluaran y(t) menunjukkan paling banyak satu maksimum
dan meluruh tanpa osilasi ke sumbu waktu karena t cenderung tak terhingga. Perhatikan
dari persamaan (3.5) bahwa λi , i = 1, 2 adalah real asalkan parameter Re , Le , Ce memiliki
2
nilai sedemikian sehingga a21 ≥ a2 .
2
Alternatifnya, jika λi , i = 1, 2 adalah kompleks, yaitu jika a21 < a2 , maka kita lihat
dari (3.5) bahwa λ1 = λ∗2 dan dari (3.8) bahwa k1 = k2∗ . Jadi kl eλ1 t dan k2 eλ2 t adalah
kompleks konjugasi satu sama lain dan jumlahnya menghasilkan y(t), persamaan (3.7),
adalah real. Memasukkan hubungan konjugasi ini untuk λi , i = 1, 2 dan ki , i = 1, 2 dalam
persamaan (3.7) memungkinkan kita untuk menulis keluaran sebagai osilasi teredam
dimana
k1 = Re(k1 ) + iIm(k1 )
−1 Im(k1 )
θ = tan .
Re(k1 )
Jadi kita melihat dari (3.10) bahwa tegangan output melintasi kapasitor, y(t), berayun
bolak-balik dari nilai awalnya ke nilai yang lebih kecil dari polaritas bolak-balik. Peri-
laku ini analog dengan perilaku posisi bandul berayun bebas. Tegangan kapasitor (posisi
pendulum) akhirnya menjadi nol karena hilangnya energi panas dari sistem akibat adanya
Re (gesekan). Dalam analogi ini, tegangan dan arus dalam rangkaian listrik dianalogikan
dengan posisi dan kecepatan masing-masing dalam proses mekanis. Induktansi Le analog
dengan massa karena induktansi menahan perubahan arus yang melalui dirinya sendiri
sedangkan efek inersia massa menyebabkan massa menolak perubahan kecepatannya.
Selain itu, perhatikan dari persamaan (3.10) bahwa frekuensi osilasi, Im(λ1 ), serta
konstanta waktu yang terkait dengan peluruhan amplitudo osilasi, (Re(λ1 ))−1 , masing-
masing independen. dari kondisi awal dan bergantung pada parameter sistem, Re , Le , Ce
saja, yaitu, pada al , a2 saja.
Diskusi sebelumnya mengarah pada karakterisasi berikut dari respons nol-masukan
dari proses dinamis yang perilakunya dapat dimodelkan dengan urutan kedua persamaan
diferensial dengan koefisien konstan.
(i) Respon nol-masukan, y(t), t > 0, bergantung pada himpunan sinyal {eλi t : i = 1, 2}
disebut sebagai mode sistem di mana konstanta λi , (nilai eigen sistem), adalah akar
dari polinomial p(s), (karakteristik polinomial).
(ii) Respon input-nol kondisi tunak adalah nol, yaitu, lim y(t) = 0, untuk setiap kondisi
t→∞
awal bila dan hanya bila semua λi ini adalah negatif atau memiliki bagian real negatif,
yaitu, Re(λi ) < 0, i = 1, 2. Dalam situasi ini kita mengatakan bahwa sistem tersebut
stabil.
(iii) Kita memiliki Re(λi ) < 0, i = 1, 2, bila dan hanya bila a1 > 0 dan a2 > 0. Secara
umum, kondisi ai > 0, i = 1, 2, . . . , n untuk sistem yang perilakunya diatur oleh
persamaan diferensial tingkat n > 2, diperlukan tetapi tidak cukup untuk sistem
menjadi stabil, yaitu diperlukan tetapi tidak cukup untuk semua λi memiliki bagian
real negatif.
Pendekatan untuk memvisualisasikan perilaku proses dinamis ini digunakan oleh ahli
matematika pada akhir abad lalu untuk menyelidiki solusi persamaan diferensial nonlinier
orde dua, yaitu persamaan bentuk (3.1) tetapi dengan ai , i = 1, 2 fungsi dari y(t) dan/atau
ẏ(t). Istilah plot bidang fase digunakan untuk merujuk pada lintasan keadaan dalam kasus
ini. Karena, secara umum, dimensi ruang keadaan sama dengan ordo dari persamaan
diferensial yang mengatur perilaku keluaran dari proses tersebut, ruang keadaan tidak
dapat ditampilkan untuk sistem dengan tatanan lebih dari dua. Meski begitu, gagasan
matematika tentang ruang keadaan telah menjadi kepentingan praktis dan teoretis yang
besar di bidang teknik kontrol.
Mengacu pada bagian sebelumnya, kita melihat bahwa lintasan keadaan untuk proses
dinamis yang perilakunya dapat dimodelkan dengan persamaan diferensial orde dua dengan
koefisien konstan, dapat menunjukkan salah satu dari empat bentuk dasar berikut.
(i) Bila λi kompleks dan Re(λi ) < 0 sistem stabil dan lintasan spiral ke dalam menuju
titik asal.
(ii) Bila λi kompleks dan Re(λi ) > 0 sistem tidak stabil dan lintasan spiral ke keluar
menjauhi titik asal.
(iii) Bila λi adalah real dan keduanya negatif, sistem stabil dan lintasan status bergerak
ke arah asal dalam suatu kurva.
(iv) Bila λi adalah real dan keduanya positif, sistem tidak stabil dan lintasan status
bergerak menjauhi asal dalam suatu kurva.
Gambar 3.2: Plot y(t) vs. t dan y(t) vs. ẏ(t) ketika λi kompleks
Perhatikan bahwa lintasan keadaan (ii) dan (iv) tidak terjadi pada contoh rangkaian
listrik ini. Ini hasil dari fakta bahwa parameter Re , Le , Ce positif. Jadi koefisiennya, ai ; i =
tuk persamaan :
dx(t)
= f (x(t), u(t), t) ,
dt
dengan keadaan awal x(t0 ) = x0
y(t) = g (x(t), u(t), t) ,
dimana
• x(t) menyatakan keadaan sistem saat waktu t,
• u(t) menyataka masukan dari sistem saat waktu t,
• y(t) menyatakan keluaran sistem saat waktu t.
Untuk sistem fisika, elemen-elemen yang menyimpan energi diberikan dalam tabel berikut:
Elemen energi fariabel fisika
cv2
kapasitor 2
voltage v
Li2
induktor 2
arus i
mv2
massa m 2
kecepatan translasi v
Jω 2
momen inersia 2
kecepatan rotasi ω
kx2
pegas k 2
posisi x
V PL2
kompressibiliti fluida 2KB
tekanan PL
ρAh2
kapasitor fluida 2
tinggi h
cθ 2
kapasitas thermal 2
temperatur θ
K L
i(t)
e(t) R
i(t)
C
Gambar 3.3: Rangkaian seri RLC.
Contoh berikut menjelaskan lagi bagaimana memilih fariabel keadaan dari sudut pan-
dang elemen yang menyimpan energi dan dari sudut pandang keluaran suatu integrator
dari suatu sistem yang sama.
Contoh 4 Suatu rangkaian seri RLC yang diberikan dalam Gambar 10.1 voltage e(t) sama
dengan jumlah dari penurunan voltage (voltage drop) bila swicth ditutup diberikan oleh
persamaan berikut:
VL + VR + VC = e(t) (3.11)
R
atau L dt
di
+ Ri(t) + C1 i(t)dt = e(t). Rangkain memuat dua elemen yang menyimpan
energi, yaitu induktor L dan kapasitor C. Misalkan x1 (t) = VC dan x2 (t) = i(t), didapat
1
ẋ1 (t) = x2 (t)
C
1 R 1
ẋ2 (t) = − x1 (t) − x2 (t) + e(t)
L L L
atau dalam bentuk matriks
1
ẋ1 (t) 0 x1 (t) 0
= 1
C
R + 1 e(t).
ẋ2 (t) −L − L x2 (t) L
Bila masukan dari sistem u(t) = e(t) dan keluaran dari sistem y(t) = VC (t), didapat uraian
sistem dalam fariabel keadaan sebagai berikut:
1
ẋ1 (t) 0 x 1 (t) 0
= 1
C
R + 1 u(t)
ẋ2 (t) − L
− L
x 2 (t) L
(3.12)
x1 (t)
y(t) = 1 0 .
x2 (t)
Catatan:
Z
q 1
VC (t) = = i(t)dt.
C C
Untuk y(t) = VC (t) dan e(t) = u(t) persamaan (10.2) dapat ditulis dalam bentuk:
atau
RC 1 1
ÿ(t) + ẏ(t) + y(t) = u(t). (3.13)
LC LC LC
Hasil-hasil yang didapat disini bisa dibandingkan dengan kajian pada contoh rangkain-
elektrik yang telah diberikan sebelumnya. Dalam persamaan (10.4) ada dua keluaran
integrator yaitu ẏ(t) dan y(t).
ÿ R ẏ R y
✲ ✲ ✲
Dapat dipilih fariabel keadaan x1 (t) = y(t) dan x2 (t) = ẏ(t). Sehingga didapat:
u ÿ R ẏ R y
1
LC
+
-R
L
- LC
1
Terlihat bahwa walaupun pengambilan fariabel keadaan dari dua sudut pandang yang
berbeda tetapi hasil diskripsi sistemnya dalam penyajian ruang keadaan hampir mirip, hal
ini bisa dilihat dalam persamaan (10.3) dan (10.5). Diagram blok dari rangkaian listrik ini
diberikan dalam Gambar 10.3
Contoh 5 Diberikan sistem dua kereta glinding sebagaimana diberikan dalam bagian 2.4.11.
Dari dua persamaan
dan
M2 q̈(t) + (k1 + k2 )q(t) + (b1 + b2 )q̇(t) = k1 p(t) + b1 ṗ(t)
sebagai peubah keadaan sistem dipilih keluaran dari integrator, yaitu
didapat
Diagram blok dari suatu sistem dilihat dari pengertian uraian "dalam" diberikan oleh
Gambar 3.6. Tampak bahwa dalam Gambar 3.6, keluaran y(t) tidak hanya secara langsung
dipengaruhi oleh masukan u(t), tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan "dalam" sistem itu
sendiri yaitu x(t), dimana keadan x(t) ini sendiri didalamnya sistem terhadap perubahan
waktu t mengalami suatu perubahan dengan laju perubahan diberiakan oleh persamaan
ẋ(t) = f (x(t), u(t), t), dimana tanda ẋ = dx(t)
dt
.
x0
❄
u(t) ✲ ẋ(t) = f (x(t), u(t), t) y(t)
✲
y(t) = g(x(t), u(t), t)
Walaupun dalam sistem tidak ada masukan yaitu u(t) = 0, keadaan di dalam sistem ini
mengalami perubahan keadaan yang diberikan oleh persamaan ẋ(t) = f (x(t), t). Sehingga
walaupun tanpa masukan, keluaran sistem y(t) = g(x(t), t) tetap dipengaruhi oleh suatu
keadaan di dalam sistem yaitu x(t). Tanpa menyelesaikan persamaan keadaan ẋ(t) =
f (x(t), t), tidak mungkin bisa didapat keluaran y(t) = g(x(t), t).
U(.)✲ Y (.)✲
H(.)
Berbeda dengan uraian "dalam" dari suatu sistem, uraian "luar" suatu sistem menguraikan
hubungan langsung antara masukan dan keluaran tanpa apa yang ada di "dalam" sistem
sebagaimana mana diberikan dalam Gambar 3.7. Sehingga hubungan diantara masukan
dan keluaran dari sistem bisa ditulis sebagai persamaan Y (.) = H(.)U(.). Terlihat bahwa
keluaran U(.) langsung mempengaruhi keluaran Y (.) melalui "pengali" H(.). Uraian luar
ini sangat erat kaitannya dengan apa yang dinamakan fungsi transfer sistem. Pengertian
fungsi transfer ini akan dibahas lebih rinci dalam Bab 6.
3.3 Pelinearan
Pada bagian ini utamanya akan dikonsentrasikan pada sistem persamaan differensial linier.
ẋ(t) = A(t)x(t) + B(t)u(t)
(3.15)
y(t) = C(t)x(t) + D(t)u(t).
Ada dua alasan penting untuk sistem persamaan linier. Yang pertama adalah secara
analitik menarik. Sistem ini bisa dianalisa lebih baik daripada sistem non linier. Hal
ini khususnya benar bila sistem matriks (3.15) konstan terhadap waktu. Penyelesaian
dalam hal ini diungkapkan didalam suatu kondisi awal dan fungsi masukan yang bisa
dituliskan kemudian. Alasan kedua adalah banyak sistem berbentuk linier atau setidaknya
didekati oleh sistem linier. Bahkan sistem nonlinier mungkin dilinierkan secara lokal, yaitu
suatu penyelesaian disekitar pertubasi kecil akan mempunyai perilaku seperti sistem linier.
Disini akan diasumsikan bahwa, persamaan (3.15) terdefinisi dengan baik untuk setiap
kondisi awal, misalnya x(0) dan masukan u(t), t ≥ 0 pada penyelesaian (3.15). Kondisi
awal dan fungsi masukan yang demikian dinamakan dapat-diterima (admissible). Dalam
hal ini semua elemen matriks dan masukan kontinu bagian demi bagian. Secara umum
diasumsikan bahwa semua himpunan-himpunan U, U, Y, Y , X dan X ada dengan u(t) ∈ U
untuk setiap t, u(.) ∈ U , y(t) ∈ Y untuk setiap t, y(.) ∈ Y , x(t) ∈ X untuk setiap t
dan x(.) ∈ X sedemikian hingga penyelesaian (3.15) ada. Untuk peyederhanaan penyajian
kesemuanya yang telah dikenalkan tidak selamanya secara langsung ditampilkan. Bila
matrik-matriks A, B, C dan D konstan yaitu tidak tergantung t, maka dikatakan sistem
adalah invarian-waktu.
Berikut ini diturunkan konsep p elinearan secara lebih tepat. Tinjau suatu persamaan
differensial non-linier diberikan oleh
ẋ = f (x, u), x ∈ Rn , u ∈ Rm
(3.16)
y = g(x, u), y ∈ Rp .
Diberikan suatu penyelesaian x̃(.), ỹ(.) dan bila diberikan keadaan awal x̃(0) = x̃0 dan
masukan ũ(.). Tinjau penyelesaian yang lain x̃(.) + z(.), ỹ(.) + w(.) yang merupakan hasil
dari x̃0 + z0 dan ũ(.) + v(.). Dalam beberapa makna z0 dan v(.) cukup kecil sedemikian
hingga diharapkan z(.) dan w(.) juga kecil, dalam hal ini diperoleh
d
dt
x̃(t) = f (x̃, ũ), x̃(0) = x̃0
d
dt
(x̃(t) + z(t)) = f (x̃ + z, ũ + v), (x̃ + z)(0) = x̃0 + z0 .
∂f ∂f
f (x, u) = f (x̃, ũ) + z+ v + suku tingkat dua keatas.
∂x ∂u
Tetapi d
dt
(x̃(t) + z(t)) = f (x, u) dan d
dt
(x̃(t) + z(t)) = d
dt
x̃ + d
dt
z(t). Jadi
d d ∂f ∂f
x̃ + z(t) = f (x̃, ũ) + z+ v + suku tingkat dua keatas.
dt dt ∂x ∂u
Dengan kenyataan z0 dan v(.) cukup kecil, maka suku-suku tingkat dua keatas dapat
diabaikan, sehingga diperoleh
d ∂f ∂f
z(t) = z+ v, z(0) = z0
dt ∂x ∂u
dz1 ∂f1 ∂f1 z1
...
dt ∂x1 ∂xn
z2
dz ∂f2 ∂f2 ..
2 ... .
dt = ∂x
.1
∂xn .
..
.. . ..
. . .
.
dz ∂fn .
n ∂fn .
...
dt ∂x ∂xn zn
1
∂f1 ∂f1 v1
∂u1 ...
∂um
v2
∂f2 ∂f2 ..
... .
+ ∂u
.1
∂um .
..
.. ..
.
.
∂fn ∂fn ..
...
∂u1 ∂um vm
Persamaan
d ∂f ∂f
z(t) = z+ v, z(0) = z0
dt ∂x ∂u
adalah persamaan differensial keadaan hasil pelinearan disekitar titik (x̃, ũ). Dengan cara
yang sama pelinearan untuk keluaran disekitar titik (x̃, ũ) adalah:
∂g ∂g
w(t) = z(t) + v(t)
∂x ∂u
w1 ∂g1 ∂g1 z1
w2 ∂x1 ...
∂xn
z2
.. ∂g2 ∂g2 ..
. ... .
. = ∂x1 ∂xn .
.. . .. ..
.. .
. .
.
. ∂gp .
∂gp .
...
wp ∂x ∂xn zn
1
∂g1 ∂g1 v1
∂u1 ...
∂um
v2
∂g2 ∂g2 ..
... .
+ ∂u
.1
∂um .
..
.. ..
.
.
∂gp ∂gp ..
...
∂u1 ∂um vm
Jika variabel z, v dan w masing-masing diganti dengan x, u dan y, tetapi dalam hal ini
tentunya berbeda dengan x, u dan y yang sebelumnya (asli), sehingga didapat:
dengan
∂f1 ∂f1
∂x1 . . .
∂xn
∂f
2 ∂f2
...
A(t) = ∂x1
.
∂xn ,
.. ..
.
∂fn ∂fn
...
∂x1 ∂xn |x=x̃,u=ũ
∂f1 ∂f1
∂u1 . . . ∂um
∂f2 ∂f2
...
B(t) = ∂u1
.
∂um ,
.. ..
.
∂fn ∂fn
...
∂u1 ∂um |x=x̃,u=ũ
∂g1 ∂g1
∂x1 . . . ∂xn
∂g2 ∂g2
...
C(t) = ∂x1
.
∂xn ,
.. ..
.
∂gp ∂gp
...
∂x1 ∂xn |x=x̃,u=ũ
dan
∂g1 ∂g1
∂u1 . . . ∂um
∂g2 ∂g2
...
D(t) = ∂u1
.
∂um .
.. ..
.
∂gp ∂gp
...
∂u1 ∂um |x=x̃,u=ũ
Hasil pelinearan sistem non linier adalah:
ẋ(t) = A(t)x(t) + B(t)u(t)
y(t) = C(t)x(t) + D(t)u(t),
yaitu sistem linier tetapi umumnya varian-waktu.
didapat: w(t) = 2z2 ln(1 + t) adalah persamaan keluran yang terlinierkan. Penggabungan
hasil-hasil pelinearan didapat:
2
0
ż1 − 0 z1
=
1 + t +
1 v
ż2 1 0 z2
1+t
z1
w = 0 2 ln(1 + t)
z2
Contoh 7 Diinginkan mengontrol suatu batang dengan gaya horizontal (lihat gambar).
Panjang batang 1 satuan panjang.
..
.. θ
..
✲ ❄
u mg
Selanjutnya, bila ditinjau sistem yang sama tetapi sekarang didalam bidang horizontal
(tidak dipengaruhi grafitasi), didapat model: θ̈ = −u cos θ. Dilinierkan model disekitar
penyelesaian setimbang θ = 0 dan u = 0. Untuk ini misalkan
θ = x1
θ̇ = x2 = ẋ1 .
Didapat:
ẋ1 (t) x2
= = f (x, u),
ẋ2 (t) −u cos x1
x1 (t)
x(t) =
x2 (t)
dan
∂f 0 1
Ã(t) = =
∂x x1 = 0 u sin x1 0 x1 = 0
x2 = 0 x2 = 0
u=0 u=0
0 1
=
0 0
∂f 0 0
B̃(t) = = = .
∂u x1 = 0 − cos x1 x1 = 0 −1
x2 = 0 x2 = 0
u=0 u=0
Jadi pelinearan sistem disekitar penyelasaian setimbang adalah:
ẋ1 (t) 0 1 x1 (t) 0
= + u.
ẋ2 (t) 0 0 x2 (t) −1
Contoh 8 Ditinjau lagi contoh pendulum-terbalik yang diberikan dalam bagian 2.4.1 dan
ditulis ulang persamaan (2.5) yaitu:
4l
− g sin φ + s̈ cos φ = 0
φ̈
3 (3.17)
(M + m)s̈ + ml(φ̈ cos φ − φ̇2 sin φ) = u,
Persamaan sistem (3.17) bisa ditulis dalam empat persamaan differensial tingkat satu
dengan vektor "keadaan" difinisikan sebagai
memberikan hasil
4l
φ̈(t) − gφ(t) + s̈(t) = 0, (M + m)s̈(t) + mlφ̈(t) = u(t), (3.18)
3
Dengan mendifinisikan vektor keadaan
x(t) = (φ(t) φ̇(t) s(t) ṡ(t))′
persamaan (3.18) bisa ditulis sebagai
0 1 0 0 0
dx(t) a2,1 0 0 0
= x(t) + b2 u(t), (3.19)
dt 0 0 0 1 0
a4,1 0 0 0 b4
dengan
3g(M + m) −3gm
a2,1 = , a4,1 =
l(4M + m) 4M + m
dan
−3 4
b2 = , b4 = .
l(4M + m) 4M + m
Bila diberikan M = 0.98 kg, m = 0.08 kg, l = 0.312 m dan g = 10 m/det2 , maka
persamaan (3.19) menjadi
0 1 0 0 0
dx(t) 25 0
=
0 0 x(t) + −2.4 u(t). (3.20)
dt 0 0 0 1 0
−0.6 0 0 0 1
Bila besaran yang diukur adalah s(t) dan φ(t), maka fungsi keluarannya adalah:
0 0 1 0
y(t) = x(t). (3.21)
1 0 0 0
Teorema 1 Himpunan dari semua penyelesaian ẋ(t) = A(t)x(t) membentuk ruang vektor
berdimesi-n atas lapangan R.
B ukti :
Misalkan ψ1 dan ψ2 dua penyelesaian sebarang dari (3.26), maka untuk sebarang a, b ∈ R
didapat :
d d d
(aψ1 + bψ2 ) = a ψ1 + b ψ2 = aA(t)ψ1 + bA(t)ψ2
dt dt dt
= A(t)(aψ1 + bψ2 ).
Terlihat bahwa penyelesaian-penyelesaiannya membentuk suatu ruang linear atas R yang
dinamakan ruang penyelesaian dari (3.26). Selanjutnya ditunjukkan bahwa ruang penye-
lesaian ini mempunyai dimensi n. Misalkan e1 , e2 , . . . , en adalah basis baku di Rn dan
ψ1 , ψ2 , . . . , ψn adalah penyelesaian dari (3.26) dengan kondisi awal ψi (t0 ) = ei , i = 1, 2, . . . , n.
Akan ditunjukkan bahwa ψi , i = 1, 2, . . . , n adalah bebas linear. Andaikan bahwa ψi , i =
1, 2, . . . , n bergantungan linear, maka pilih vektor α 6= 0 yang memenuhi :
ψ1 (t) ψ2 (t) . . . ψn (t) α = 0 , ∀t ∈ R. (3.27)
Bila T
α= a1 a2 . . . an ,
tanda T
menyatakan tranpose, maka persamaan (3.27) bisa ditulis sebagai
a1 ψ1 (t) + a2 ψ2 (t) + . . . + an ψn (t) = 0 , ∀t ∈ R. (3.28)
Khususnya dalam (3.28) bisa diambil t = t0 , sehingga didapat
a1 ψ1 (t0 ) + a2 ψ2 (t0 ) + . . . + an ψn (t0 ) = 0 ,
atau
a1e1 + a2e2 + . . . + anen = 0 ,
dengan fakta bahwa vektor α 6= 0 , maka ai 6= 0 untuk beberapa i. Hal ini berakibat bahwa
vektor-vektor ei , e2 , . . . , en adalah bergantungan linear. Hasil ini menunjukkan bahwa ber-
tentangan dengan kenyataan vektor-vektor ei , e2 , . . . , en adalah bebas linear. Jadi haruslah
bahwa vektor-vektor penyelesaian dari (3.26) ψ1 , ψ2 . . . , ψn adalah bebas linear. Selanjut-
nya ditunjukkan bahwa sebarang penyelesaian dari (3.26) merupakan kombinasi linear dari
vektor-vektor ψ1 , ψ2 . . . , ψn . Misalkan ψ(t) adalah sebarang penyelesaian dari (3.26) de-
ngan ψ(t0 ) = e . Didapat ψ(t0 ) = e = b1e1 + b2e2 + . . . + bnen , bi ∈ R dan
d
dt
(b1 ψ1 (t) + b2 ψ2 (t) + . . . + bn ψn (t))
= b1 dtd ψ1 (t) + b2 dtd ψ2 (t) + . . . + bn dtd ψn (t)
= b1 A(t)ψ1 (t) + b2 A(t)ψ2 (t) + . . . + bn A(t)ψn (t)
= A(t) (b1 ψ1 (t) + b2 ψ2 (t) + . . . + bn ψn (t)) .
Terlihat bahwa vektor b1 ψ1 (t) + b2 ψ2 (t) + . . . + bn ψn (t) adalah penyelesaian dari (3.26) yang
memenuhi kondisi awal
b1 ψ1 (t0 ) + b2 ψ2 (t0 ) + . . . + bn ψn (t0 )
= b1e1 + b2e2 + . . . + bnen
= e = ψ(t0 ).
Sebagaimana telah diketahui dari teori persamaan diiferensial bahwa penyelesaian ini
adalah tunggal, maka haruslah
dinamakan matriks f undamental. Karena ψ1 (t), ψ2 (t), . . . , ψn (t) bebas linear untuk setiap
t ∈ R, maka matriks Y (t) mempunyai invers, sehingga Y −1 (s) ada untuk suatu s ∈ R.
Matriks berikut ini Φ(t, s) = Y (t)Y −1 (s) disebut matriks t ransisi dan dari hasil Teorema 1
dapat ditunjukkan merupakan penyelesaian tunggal dari persamaan differensial matriks
d
Φ(t, s) = A(t)Φ(t, s), t ≥ s, Φ(s, s) = I, (3.29)
dt
dengan I adalah matriks satuan, sebagai berikut.
d d
Φ(t, s) = (Y (t))Y −1 (s)
dt dt
= (A(t)Y (t))Y −1 (s)
= A(t)(Y (t)Y −1 (s))
= A(t)Φ(t, s)
Terlihat bahwa x(t) = Φ(t, t0 )x0 adalah penyelesaian dari persamaan ẋ(t) = A(t)x(t) yang
memenuhi syarat kondisi awal x(t0 ) = Φ(t0 , t0 )x0 = Ix0 = x0 .
Sudah ditunjukkan bahwa matriks transisi memainkan suatu peranan penting dalam
penyelesaian persamaan differensial homogin ẋ(t) = A(t)x(t). Pada pembahasan berikut-
nya juga terlihat peranannya dalam peyelesaian persamaan differensial takhomogin ẋ(t) =
A(t)x(t) + B(t)u(t). Berikut ini diturunkan sifat-sifat matriks transisi :
Sifat-sifat diatas memenuhi apa yang dinamakan group. Sifat yang pertama dinamakan
sifat tertutup dan yang kedua adalah sifat adanya invers, sifat elemen netral adalah
φ(t, t) = I. Sifat assosiatif mengikuti sifat assosiatif dari perkalian matriks.
Penyelesaian persamaan ini diberikan oleh x1 (t) = x1 (t0 ) dan x2 (t) = 12 t2 x1 (t0 ) + x2 (t0 ).
T
Untuk x1 (t0 ) = 1, x2 (t0 ) = 0, didapat ψ1 (t) = 1 21 t2 dan untuk x1 (t0 ) = 0, x2 (t0 ) =
T
1, didapat ψ2 (t) = 0 1 . Jadi matriks fundamentalnya adalah :
1 0
Y (t) = Ψ1 (t) Ψ2 (t) = 1 2 .
2
t 1
Pertama tinjau persamaan homogen (yaitu u(t) = 0) dan substisusikan suatu penyelesaian
yang mungkin berbentuk y(t) = tk , didapat:
k 2 − 3k + 2 = 0 → k = 1, k = 2
Maka dari itu y(t) = t dan y(t) = t2 adalah dua penyelesaian yang bebas dan (t, 1)T dan
(t2 , 2t)T adalah dua penyelesaian bebas dari:
0 1
ẋ(t) = x(t).
2 2
− 2
t t
Masing-masing matriks fundamental dan matriks transisi diberikan oleh:
2t t2 t2
s − s2 −t + s
t t2
Y (t) = , Φ(t, s) =
1 2t 2 2t 2t
− −1 +
s s2 s
Zt
x(t) = Φ(t, t0 )x0 + Φ(t, s)B(s)u(s)ds
t0
Bukti :
d d Rt
ẋ(t) = Φ(t, t0 )x0 + Φ(t, s)B(s)u(s)ds
dt dt t0
= A(t)Φ(t, t0 )x0 + Φ(t, s)B(s)u(s)|s=t
Rt d
+ Φ(t, s)B(s)u(s)ds
t0 dt !
Rt
= A(t) Φ(t, t0 )x0 + Φ(t, s)B(s)u(s)ds + B(t)u(t)
t0
= A(t)x(t) + B(t)u(t).
Selajutnya pembahasan dibatasi untuk bentuk yang disajikan dalam persamaan (3.23).
Untuk sistem yang demikian matriks transisi juga ada, untuk maksud ini perluh definisi
matriks berikut
def 1 1
eAt = I + At + A2 t2 + A3 t3 + . . . (3.30)
2! 3!
definisi diatas terdefinisi dengan baik sebab deret konvergen, hal ini dijamin oleh Teorema
Cayley Hamilton yang berkaitan dengan matriks persegi yaitu, bila matriks persegi A
berukuran n × n dengan polinomial kharakteristik
maka
p(A) = An + a1 An−1 + . . . + an−1 A + an I = 0 . (3.31)
Selanjutnya lakukan algorithma pembagian terhadap polinomial λm dibagi oleh polinomial
p(λ) = λn + a1 λn−1 + . . . + an−1 λ + an , didapat
λm = p(λ)q(λ) + r(λ)
atau
λm = p(λ)q(λ) + α1 + α2 λ + . . . + αn−1 λn−1 (3.32)
Dengan menggunakan Persamaan (10.21) matriks Am diberikan oleh
Sehingga berapapun besarnya m, maka Am bisa disajikan dalam persamaan (10.22), oleh
karena itu persamaan (3.30) menjadi
atau
eAt = c0 I + c1 A + c2 A2 + · · · + cn−1 An−1 . (3.35)
Cara untuk menentukan nilai-nilai c0 , c1 , . . . , cn−1 akan dibahas kemudian. Dengan mem-
perhatikan persamaan (3.35), maka eAt adalah matriks berukuran n × n.
Catatan : Notasi berikut eA(t−s) yang juga didefinisikan seperti (3.30), yaitu
1 1
eA(t−s) = I + A(t − s) + A2 (t − s)2 + A3 (t − s)3 + . . .. Disini notasi A(t − s) berarti
2! 3!
perkalian dari A dengan (t − s). Perhatikan jangan sampai kacau dengan notasi A(t) yang
digunakan sebelumnya yaitu berarti bahwa matriks A berisi elemen-elemen fungsi dari
waktu t.
Teorema berikut menjelaskan hubungan matriks transisi dari persamaan ẋ(t) = Ax(t)
dengan matriks eksponen eAt .
Teorema 3 Matriks eA(t−s) adalah matriks transisi dari persamaan ẋ(t) = Ax(t), yaitu
eA(t−s) = Φ(t, s).
jadi
d
Φ(t, s) = AΦ(t, s)
dt
dan
1 2
Φ(s, s) = eA(s−s) = I + A.0 + A .0 + · · · = I.
2!
Pada pembahasan berikutnya untuk menyingkat penulisan, x(t) cukup ditulis x dalam kon-
teks yang jelas bahwa vektor-vektor x dengan komponen-komponennya merupakan fungsi
dari t. Penyelesaian dari ẋ = Ax dengan x(0) = x0 adalah x(t) = eAt x0 . Penyelesaian ini
juga bisa diperoleh melalui diagram berikut yang menyajikan persamaan differensial:
x0
R❄ x(t)
✲ ✲
A
ẋ(t)
1. eA(t2 −t0 ) = eA(t2 −t1 ) eA(t1 −t0 ) , demikian pula eA(t+s) = eAt eAs .
Matriks exponential eAt memainkan suatu peranan yang penting di dalam teori sistem linier
dan sudah banyak paper yang terbit membahas seberapa baik prosedur untuk menghitung
eAt . Berikut ini diberikan suatu sifat untuk menghitung eAt secara analitik.
Misalkan bahwa A dapat didiagonalkan, yaitu ada matriks punya invers T sedemikian
hingga T −1 AT = D, dengan
λ1 0
..
D= . .
0 λn
Dalam kenyataannya, {λi } adalah nilai karakteristik dari A dan kolom ke-i dari matriks
T adalah vektor karakateristik yang bersesuaian dengan nilai karakteristik λi . Dengan
menggunakan Lemma 1 didapat:
−1 AT t
eAt = T eT T −1 = T eDt T −1 .
Sayangnya tidak semua matriks persegi bisa didiagonalkan. Oleh karena itu metoda yang
diuraikan diatas tidak bisa digunakan untuk sebarang matriks persegi. Diagonalisasi hanya
mungkin bila matriks A mempunyai n vektor karakteristik yang saling bebas linier. Kondisi
cukup (tapi tidak perluh) bahwa A mempunyai n vektor karakteristik yang saling bebas
linier adalah semua nilai karakteristinya berbeda, hal ini akan diberikan dalam sifat-sifat
berikut.
Kolom-kolom dari T adalah vektor-vektor yang bebas linear, maka T adalah matriks yang
Berikut ini diberikan contoh-contoh menghitung matriks ekponensial eAt untuk matriks A
yang bisa didiagonalkan.
−1
D = T
AT
1 −1 2 1 1 −2 1 0 1
= 0 1 −1 0 0 2 0 2 −1
0 1 −2 0 −1 3 0 1 −1
1 0 0
= 0 1 0 .
0 0 2
Dalam hal ini, matriks A bisa ditulis sebagai A = T DT −1. Selanjutnya matriks eAt
diberikan oleh
−1
eAt = e(T DT )t
T eDt T −1
= t
1 0 1 e 0 0 1 −1 2
= 0 2 −1 0 et 0 0 1 −1
0 1 −1 0 0 e2t 0 1 −2
t
e e2t − et 2et − 2e2t
= 0 2et − e2t 2e2t − 2et .
0 et − e2t 2e2t − et
Dalam hal ini, matriks A bisa ditulis sebagai A = SES −1 . Selanjutnya matriks eAt
diberikan oleh
−1
eAt = e(SES )t
Et −1
= Se
S t
1 0 1 e 0 0 0 1 1
= 1 1 2 0 e2t 0 −2 2 1
3t
0 −1 −2 0 0 e 1 −1 −1
e3t et − e3t et − e3t
= 2e3t − 2e2t −2e3t + 2e2t + et −2e3t + e2t + et .
2e2t − 2e3t 2e3t − 2e2t 2e3t − e2t
Teorema 4 dan Teorema 5 memberikan syarat bagaimana suatu matriks persegi bisa didi-
agonalkan, hasil teorema ini memudahkan untuk menghitung matriks eksponensial tanpa
harus menderetkan matriks eksponensial sebagaimana diberikan dalam Contoh 11 dan
Contoh 12. Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak semua matriks persegi berukuran
n × n bisa didiagonalkan. Hal ini berkaitan dengan banyaknya vektor karakteristik dari
matriks persegi ini yang bebas linear, bila banyaknya vektor karakteristik yang bebas linear
kurang dari n, maka jelas matriks persegi tsb. tidak bisa didiagonalkan.
Oleh karenanya suatu matriks persegi berukuran n × n tak dapat didiagonalkan mem-
punyai k (< n) nilai karakteristik yang akan dinotasikan dengan λi , i = 1, 2, . . . , k. Mul-
tisiplisitas aljabar dari λi adalah banyaknya akar rangkap λi dari polinomial karak-
teristik det(A − λi In ) dan dinotasikan oleh αA (λi ), akar λi mungkin bilangan kompleks.
Multisiplisitas geometri dari λi adalah banyaknya vektor karakteristik yang bebas li-
near bersesuaian dengan nilai karakteristik λi dan dinotasikan oleh γA (λi ). Suatu ruang
bagian yang dibangun oleh semua vektor karakteristik yang bebas linear dari nilai karak-
teristik λi dinamakan ruang karakteristik dan dinotasikan oleh εA (λi ). Jelas bahwa
γA (λi ) = dim(εA (λi )), dengan dim(εA (λi )) adalah dimensi dari ruang karakteristik εA (λi )
dan secara umum berlaku γA (λi ) ≤ αA (λi ).
Dalam Contoh 11 matriks A dengan nilai karakteristik λ = 1 mempunyai multisiplisitas
aljabar 2 dan mulisiplisitas geometrinya juga 2, sedangkan untuk nilai karakteristik λ = 2
multisiplisitas aljabarnya 1 dan multisiplisitas geometrinya juga 1. Disini terlihat bahwa
masing-masing multisiplisitas aljabar sama dengan multisiplisitas geometrinya. Begitu
juga dalam Contoh 12 masing-masing multisiplisitas aljabar dan multisiplisitas geometri-
nya sama. Dalam masing-masing Contoh yang telah disebutkan ini sudah diketahui bahwa
masing-masing matriks persegi yang diberikan dalam contoh bisa didiagonalkan. Hal ini
memberikan suatu isyarat bahwa bila aljabar multisipisitas dan geometri multisiplisitas
tidak sama maka matriks tidak dapat didiagonalkan. Sifat berikut menjelaskan apa yang
telah dibahas ini.
Teorema 6 Misalkan matriks A berukuran n × n, maka A dapat didiagonalkan bila dan
hanya bila γA (λ) = αA (λ) untuk setiap nilai karakteristik λ dari A.
Bukti Misalkan A mempunyai nilai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya
yaitu λ1 , λ2 , . . . , λk dan misalkan Si = {xi1 , xi2 , . . . , xiγA (λi ) } himpunan vektor karakteristik
yang bebas linear untuk nilai karakteristik dari λi (jelas bahwa vektor-vektor ini adalah
salah satu basis dari εA (λi )) untuk 1 ≤ i ≤ k. Maka
S = S1 ∪ S2 ∪ . . . ∪ Sk
adalah himpunan vektor-vektor karakteristik dari A. Satu vektor karakteristik tidak akan
bisa berpasangan dengan dua nilai karakteristik yang berbeda, jadi Si ∩ Sj = ∅, i 6= j,
dengan kata lain S merupakan gabungan dari Si yang saling asing untuk 1 ≤ i ≤ k.
(⇐) Banyaknya anggota dari himpunan S adalah
k
X
|S| = γA (λi )
i=1
Xk
= αA (λi )
i=1
= n.
Selanjutnya dibahas persamaan berikut
0 = a11 x11 + a12 x12 + . . . + a1γA (λ1 ) x1γA (λ1 )
+ a21 x21 + a22 x22 + . . . + a2γA (λ2 ) x2γA (λ2 )
+ . . . + ak1 xk1 + ak2 xk2 + . . . + akγA (λk ) xkγA (λ1 ) ,
dan misalkan
y1 = a11 x11 + a12 x12 + . . . + a1γA (λ1 ) x1γA (λ1 )
y2 = a21 x21 + a22 x22 + . . . + a2γA (λ2 ) x2γA (λ2 )
..
.
yk = ak1 xk1 + ak2 xk2 + . . . + akγA (λk ) xkγA (λk ) .
Sehingga didapat persamaan
0 = y1 + y2 + . . . + yk . (3.38)
Selanjutnya ditunjukkan bahwa yi = 0 untuk i = 1, 2, . . . , k. Jelas bahwa yi ∈ εA (λi ), i =
1, 2, . . . , k. Jadi kemungkinannya adalah yi adalah vektor karakteristik yang sesuai de-
ngan nilai karakteristik λi (yi 6= 0) atau yi = 0. Bila masing-masing yi adalah vektor
karakteristik yang sesuai dengan nilai karakteristik λi dan karena λi 6= λj , i 6= j, maka
y1 , y1 , . . . , yk adalah bebas linear. Hal ini tidaklah mungkin dengan melihat kenyataan
persamaan (3.38). Jadi haruslah semua yi = 0, i = 1, 2, . . . , k. Sehingga didapat
0 = a11 x11 + a12 x12 + . . . + a1γA (λ1 ) x1γA (λ1 )
0 = a21 x21 + a22 x22 + . . . + a2γA (λ2 ) x2γA (λ2 )
..
.
0 = ak1 xk1 + ak2 xk2 + . . . + akγA (λk ) xkγA (λk ) .
Karena masing-masing xi1 , xi2 , . . . , xiγA (λi ) adalah basis dari ruang karakteristik εA (λi ) un-
P
k
tuk i = 1, 2, . . . , k, maka haruslah aij = 0 untuk i = 1, 2, . . . , k dan j = 1, 2, . . . , γA (λl ) =
l=1
n. Jadi himpunan S merupakan himpunan vektor-vektor yang bebas linear. Maka dari itu
mengingat hasil dari Teorema 4 matriks A dapat didiagonalkan.
(⇒) Misalkan bahwa A dapat didiagonalkan dan andaikan ada λt sehingga γA (λt ) 6= αA (λt ),
maka γA (λt ) < αA (λt ) dan γA (λi ) ≤ αA (λi ) untuk 1 ≤ i ≤ k dengan i 6= t. Karena A da-
pat didiagonalkan, maka Teorema 4 menjamin ada suatu himpunan S dari n vektor bebas
linear yang merupakan vektor-vektor karakteristik dari A. Misalkan ni adalah banyaknya
vektor karakteristik di S yang bersesuaian dengan nilai karakteristik λi dan ingat bahwa
suatu vektor tidak akan merupakan suatu vektor karakteristik untuk dua nilai karakteristik
yang berbeda. Himpunan S adalah himpunan dari n vektor yang bebas linear dan, jadi
Si adalah himpunan bagian dari S terdiri dari ni vektor yang juga bebas linear. Karena
ruang karakteristik εA (λi ) berdimensi γA (λi ) dan Si adalah himpunan bagian dari εA (λi )
yang memuat ni vektor bebas linear, maka ni ≤ γA (λi ) untuk 1 ≤ i ≤ k. Sehingga didapat
n = n1 + n2 + . . . + nt + . . . + nk
≤ γA (λ1 ) + γA (λ2 ) + . . . + γA (λt ) + . . . + γA (λk )
< αA (λ1 ) + αA (λ2 ) + . . . + αA (λt ) + . . . + αA (λk ) = n.
Terlihat bahwa terjadi suatu kontradiksi (tidak mungkin n < n). Jadi haruslah γA (λ) =
αA (λ) untuk semua nilai karakteristik λ dari matriks A.
Berikut ini diberikan suatu contoh dari matriks yang tidak bisa didiagonalkan.
terlihat bahwa dim(ker(A − I)) = 1 atau dim(εA (1)) = 1 oleh karena itu γA (1) = 1. Jadi
γA (1) = 1 < 2 = αA (1), menurut hasil dari Teorema 6 matriks A tidak bisa didiagonalkan.
Cn = N1 ⊕ N2 ⊕ · · · ⊕ Nk .
Untuk bukti teori tsb. dan materi dasar teori matriks pembaca bisa merujuk pada [Bell-
man, 1970]. Suatu ruang linear N merupakan jumlahan langsung dari dua ruang bagian
linear N1 dan N2 ditulis N = N1 ⊕ N2 bila untuk setiap x ∈ N bisa secara tunggal dikom-
posisikan sebagai x = x1 + x2 dengan x1 ∈ N1 dan x2 ∈ N2 . Bila matriks A berukuran
n × n mempunyai n nilai karakteristik yang berbeda, maka Ni dalam Teorema 7 adalah
ruang bagian berdimensi satu dibangun oleh vektor karakteristik dengan nilai karakteristik
λi .
Teorema 8 Untuk setiap matriks n×n ada suatu matrik T yang punya invers sedemikian
hingga
T −1 AT = J, (3.39)
dalam hal ini matriks J dinamakan bentuk Jordan yang mempunyai struktur diagonal-blok
berbentuk
J = diag(J1 , J2 , . . . , Jk ),
yaitu:
J1 0
J2
J = . . (3.40)
.
0 Jk
Disini k didefinisikan seperti didalam Teorema 7. Setiap blok Ji , i = 1, 2, . . . , k, juga
memmpunyai struktur diagonal-blok,
dengan li adalah suatu bilangan bulat ≥ 1 dan setiap sub-blok berbentuk seperti berikut
λi 1 0 . . . 0
.. .. .. ..
. . . .
. .
Jij =
.. .. 0 .
..
. 1
0 λi
q1 , q2 , . . . , qn ,
maka kolom ke-i dari AT sama dengan Aqi dan kolom ke-i dari T J sama dengan λqi +γi qi−1
dengan γi bernilai satu atau nol, bergantung kepada lokasi baris ke-i dari blok Jordan yang
sesuai. Jadi
Aqi = λqi + γi qi−1 , i = 1, 2, . . . , n, (γ1 = 0), (3.41)
dengan λ adalah suatu nilai karakteristik dan γi nol atau satu. Bila γi = 0 maka qi
adalah suatu vektor karakteristik dari A. Bila γi = 1, maka vektor qi dinamakan v ektor
karakteristik tergenerallisir.
Selanjutnya dihitung eAt , yaitu
eAt = T eJt T −1 .
Catatan : Perhatikan bahwa bila qi+1 , qi+1 , · · · , qi+dij adalah vektor karakteristik (tergen-
erallisir) untuk blok Jordan Jij dengan nilai karakteristik λi , maka
Hal ini bisa dibuktikan sebagai berikut. Untuk k = 1 jelas bahwa (A − λi I)qi+1 = 0 sebab
qi+1 adalah suatu vektor karakteristik. Untuk k = 2 bisa ditulis
disini digunakan (3.41). Bukti untuk k yang lebih tinggi bisa digunakan induksi. Jadi vek-
tor qi+1 , qi+1 , · · · , qi+dij membangun ruang bagian linear Ni seperti yang telah dinyatakan
dalam Teorema 7.
Selanjutnya untuk mempermudah perhitungan dalam mencari bentuk Jordan dari sua-
tu matriks A berukuran n × n dengan polinomial karakteristik
Nilai karakteristik dari A adalah λ1,2 = 0, λ3 = 5 dan λ4 = −5. Untuk nilai karakteristik
0 rangkap sebanyak 2, diselesesaikan persamaan:
0 1 0 0 0
25 0 0 0 0
0 0 0 1 v1 = 0; didapat v1 = −1 .
− 53 0 0 0 0
0 −1 1 1
dan invers matriks T diberikan oleh:
3
− 125 0 −1 0
0 3
− 125 0 −1
T −1 =
− 3 3
.
50
− 250
0 0
3 3
− 50 − − 250 0 0
Bentuk Jordan dari matriks A, diberikan oleh J = T −1 AT :
3
− 125 0 −1 0 0 1 0 0
0 − 3
0 −1 25 0 0 0
J = − 3
125
0 0 0
50
− 3
250
0 0 1
3 3
− 50 − − 250 0 0 − 35 0 0 0
0 0 − 25 3
25
3
0 0 − 125 − 125
3 3
−1 0 1
−5 1
5
0 −1 1 1
0 1 0 0
0 0 0 0
= 0 0 5 0
0 0 0 −5
dan
1 t 0 0
0 1 0 0
eJt =
0
.
0 e5t 0
0 0 0 e−5t
Sedangkan matriks eAt diberikan oleh:
1
cosh 5t 5
sinh 5t 0 0
5 sinh 5t cosh 5t 0 0
eAt = T eJt T −1 =
3 (1 − cosh 5t)
.
125
3
625
(5t − sinh 5t) 1 t
3 3
− 25 sinh 5t 125
(1 − cosh 5t) 0 1
Nilai karakteristik dari A adalah λ1,2 = 0, λ3 = i dan λ4 = −i. Dengan melakukan per-
hitungan serupa dengan contoh sebelumnya, masing-masing matriks T dan T −1 diberikan
oleh:
0 − 23 1 1 0 −2 1 0
0 0 −i 0 0 −3
T =
i , T −1 = 1 −63
1 0 2i −2i 1250 − 2 − 12 i 0 −1
0 1 −2 −2 − 32 21 i 0 −1
. Sedangkan bentuk Jordan dari matriks A diberikan oleh:
0 1 0 0 1 t 0 0
0 0 0 0 0
J = Jt 0 1 0 .
0 0 i 0 dan e = 0 0 eit
0
0 0 0 −i 0 0 0 e−it
0 0 1 2
1. A = . 2. A = .
0 0 −2 1
0 1 −1 0
3. A = . 4. A = .
0 0 1 −1
1 0
5. A = .
0 2
Latihan 15 Bila A1 dan A2 dua matriks yang komutatif, maka tunjukkan bahwa e(A1 +A2 )t =
eA1 t eA2 t . Berikan contoh penyangkal terhadap persamaan ini bila A1 dan A2 tidak komu-
tatif.
0 1 0 ... 0
.. ..
.
..
.
..
.
..
. .
A = ... ..
.
..
. 0 .
0 ... ... 0 1
−a0 −a1 . . . −an−2 −an−1
λn + an−1 λn−1 + . . . + a1 λ + a0 .
Bila λ adalah suatu nilai karakteristik dari A, maka tunjukkan bahwa vektor karakteristik
yang bersesuaian adalah:
(1, λ, λ2, . . . , λn−1)T .
adalah
..
0 1 . 0 ... ... ... 0
..
0 0 . 0 ... ... ... 0
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
..
0 0 . −1 1 0 ... 0
. .
0 . . . .. 0 −1 1 0 0
.. .. .. .. ..
. . . . . 0
. ..
.. . 0 −1 1
..
0 ... . ... . . . . . . 0 −1
Selesiakan Persamaan (10.47), maka didapat c0 , c1 , . . . , cn−1 . Bila nilai karakteristik ada
yang sama, misalkan λ1 = λ2 = . . . = λm dan sisanya λm+1 , . . . , λn berbeda. Maka
c0 , c1 , . . . , cm , cm+1 · · · , cn didapat dari persamaan linear berikut.
..
.
λn t
e = c0 + c1 λn + · · · + cn−1 λnn−1
Didapat
A 2c1 + c1 4c1
f (A) = e = c0 I + c1 A =
c1 2c1 + c0
dan f (λ) = c0 + c1 λ. Sehingga diperoleh
e0 = c0 + c1 (0) ⇒ c0 = e0 = 1
e4 − 1
e4 = c0 + c1 (4) ⇒ c1 = .
4
Jadi
e4 − 1 e4 1
2 +1 e4 − 1 2 +2
4
e −1
4
eA = = .
e4 − 1 e4 − 1 e4 1 e4 1
2 +1 − +
4 4 4 4 2 2
Contoh 17 Dapatkan matriks transisi dari matriks
5 7 −5
A= 0 4 −1
2 8 −3
Jawab
Polinomial karakteristik dari A diberikan oleh
λ − 5 −7 5
det(λI − A) = det 0 λ−4 1 =0
−2 −8 λ + 3
atau
λ3 − 6λ2 + 11λ − 6 = (λ − 1)(λ − 2)(λ − 3) = 0.
et 1 1
e2t 2 4
e3t 3 9 2e3t − 6e2t + 6et
b0 = = = e3t − 3e2t + 3et ,
1 1 1 2
1 2 4
1 3 9
1 et 1
1 e2t 4
1 e3t 9 −3 e3 t + 8 e2 t − 5 et 3 e3 t 5 et
b1 = = =− + 4 e2 t −
1 1 1 2 2 2
1 2 4
1 3 9
dan
1 1 et
1 2 e2t
1 3 e3t e3 t − 2 e2 t + et e3 t et
b2 = = = − e2 t + .
1 1 1 2 2 2
1 2 4
1 3 9
Sehingga didapat
eAt = b0 I + b1 A + b2 A2
1 0 0
t
= 3t 2t
e − 3e + 3e 0 1 0
0 0 1
5 7 −5
3 e3 t t
5e
+ − + 4 e2 t − 0 4 −1
2 2
2 8 −3
3t t
15 23 −17
e e
+ − e2 t + −2 8 −1
2 2
4 22 −9
e3 t + 2 e2 t − 2 et e3 t + 5 e2 t − 6 et −e3 t − 3 e2 t + 4 et
= −e3 t + 2 e2 t − et −e3 t + 5 e2 t − 3 et e3 t − 3 e2 t + 2 et .
−e3 t + 4 e2 t − 3 et −e3 t + 10 e2 t − 9 et e3 t − 6 e2 t + 6 et
p(λ) = (λ − 1)2 (λ − 2) = 0,
et = b0 + b1 + b2
tet = b1 + 2b2
e2t = b0 + 2b1 + 4b2
Didapat
b0 e2 t − 2 t et
b1 = −2 e2 t + 3 t et + 2 et .
b2 e2 t − t et − et
Jadi
1 0 0
eAt = t 1 0 .
e − 1 0 et
t
dengan {vi } adalah vektor kolom dari T dan {wi } adalah vektor baris dari T −1 . Mudah
Pn
ditunjukkan bahwa A = λi vi wi . Produk dari suatu kolom vektor dan vektor baris (vi wi )
i=1
dinamakan suatu dyad (suatu dyad mempunyai rank maximal satu).
Matriks A adalah jumlah dari n dyad. Transisi matriks bisa ditulis sebagai:
eλ1 0 n
.. −1 X λi t
eAt = T . T = e vi wi . (3.46)
λn
0 e i=1
Karena Φ(t, s) kontinu terdifferensial dalam argumennya dan C(t) dan B(t) diasumsikan
kontinu bagian demi bagian, maka matriks K(t, s) juga kontinu bagian demi bagian dalam
argumennya.
Diasumsikan bahwa ada t0 sedemikian hingga x(t0 ) = 0. Dalam hal ini hanya tertarik
di dalam sistem untuk t ≥ t0 dan diasumsikan bahwa u(s) = 0 untuk s < t0 , maka (3.49)
bisa ditulis sebagai:
Z t
y(t) = (F u)(t) = K(t, s)u(s)ds + D(t)u(t), (3.51)
−∞
Matriks fungsi K(t, s) mempunyai interpretasi berikut. Misalkan fungsi masukan adalah
u(t) = δ(t − t1 )ei , dimana ei adalah vektor basis ke-i dan δ(t − t1 ) adalah fungsi delta yang
didefinisikan sebagai berikut:
Z ∞
δ(t − t1 )φ(t)dt = φ(t1 )
−∞
untuk setiap fungsi φ(.). Fungsi δ(t − t1 ) bisa didefinisikan sebagai limit dari barisan fungsi
untuk n → ∞
n 1
2 untuk |t − t1 | < n
fn (t − t1 ) =
1
0 untuk |t − t1 | ≥
n
Keluaran untuk masukan fungsi delta adalah:
Z t
y(t) = δ(s − t1 )ei ds = kolom ke − i K(t, t1 ).
−∞
Kolom-kolom matriks K(t, t1 ) bisa diinterpretasikan sebagai respon dari sistem (keluaran)
pada waktu t disebabkan oleh suatu fungsi masukan berbentuk suatu impuls (yaitu suatu
funfsi δ) pada waktu t1 . Oleh karena itu K(t, s) disebut matriks respon impuls
impuls.
Yang terkait dengan respon impuls adalah r espon step. Sekarang sebagai ganti fungsi
masukan berbentuk impuls digunakan fungsi masukan yang berbentuk step. Fungsi step
yang demikian disebut fungsi Heaviside H(t − t1 ) yang didefinisikan sebagai berikut:
1 untuk t ≥ t1
H(t − t1 ) =
0 untuk t < t1 .
Perhatikan bahwa fungsi H(t − t1 ) bukan merupakan klas fungsi masukan kontinu bagian
demi bagian. Untuk fungsi impuls perlu juga diperhatikan bahwa fungsi ini bukanlah suatu
fungsi seperti fungsi sebagai mana biasanya. Selain itu hubungan diantara fungsi step dan
fungsi impuls dalam versi integral diberikan oleh:
Z t
H(t − t1 ) = δ(s − t1 )ds.
−∞
Keluaran dari masukan fungsi step H(t − t1 )ei dengan pengasumsian bahwa sistem dimulai
dari awal pada waktu t0 jauh pada massa yang lalu adalah:
Z t Z t
y(t) = K(t, s)H(s − t1 )ei ds = K(t, s)ei ds.
−∞ t1
Rt
Matriks S(t, t1 ) = t1 K(t, s)ei ds berukuran p × m disebut matriks respon step
step. Hubungan
diantara S(t, t1 ) dan K(t, t1 ) adalah:
Z t
d d
S(t, s) = K(t, τ )dτ = −K(t, s). (3.53)
ds ds s
Matriks K(t, s) biasanya ditulis sebagai G(t) yaitu hanya tergantung pada satu parameter
Uraian luar (3.52) tidak hanya berlaku bagi sistem differensial linear (kausal ketat) seperti
ditunjukkan dalam contoh berikut.
Sistem ini bukan berbentuk (3.22) seperti yang akan terlihat sebagai akibat langsung dari
teorema berikut. Bila diinginkan untuk mendefinisikan suatu keadaan pada sistem ini,
maka akan jelas bahwa secara intuisi sistem tsb. mempunyai ruang keadaan berdimensi
tak hingga (faktanya, keadaan x(t) sama dengan fungsi u pada interval [t − T, t)).
Teorema 10 Diberikan suatu K(t, s) sebagai matriks respon impuls dari suatu sistem lin-
ear dimensi hingga (yaitu berbentuk (3.22)) bila dan hanya bila ada suatu dekomposisi
dipenuhi untuk semua t dan s berbentuk
Bukti S yarat cukup. Misalkan bahwa pemfaktoran diberikan dalam pernyataan teorema
adalah mungkin. Tinjau realisasi A = 0, B = H1 danC = H2 , yaitu
Didapat:
Z t
y(t) = H2 (t)x(t0 ) + H2 (t) H1 (σ)u(σ)dσ
t0
Z t
= H2 (t)x(t0 ) + K(t, σ)u(σ)dσ.
t0
S yarat perlu. Misalkan diberikan suatu sistem linear berbentuk (3.22). Maka untuk sistem
ini didapat:
K(t, s) = C(t)Φ(t, s)B(s).
Tetapi, bila t1 sebarang konstanta, dari hukum komposisi untuk matriks transisi diperoleh:
Φ(t, s) = Φ(t, t1 )Φ(t1 , s).
Bila dibuat identifikasi
H1 (t) = C(t)Φ(t, t1 ) dan H2 (t) = Φ(t1 , s)B(s),
didapat:
H1 (t)H2 (t) = C(t)Φ(t, t1 )Φ(t1 , s)B(s) = C(t)Φ(t, s)B(s) = K(t, s).
Bila ditulis Z +∞ Z +∞
y(t) = K(t, s)u(s)ds, y(t) = G(t − s)u(s)ds, (3.55)
−∞ −∞
dengan batas atas +∞ secara prinsip didapat suatu sistem tak-kausal.
Catatan : Kausal berarti bahwa evolusi sistem pada saat ini tidak dapat bergantung pada
phenomena yang akan terjadi pada massa mendatang.
Sistem kausal membentuk suatu sub-klas dari klas sistem yang diuraikan oleh (3.55)
dengan
K(t, s) = 0 untuk t < s atau G(τ ) = 0 untuk τ < 0.
Perilaku luar dari suatu sistem differensial linear secara lengkap ditentukan oleh K(t, s)
dan D(t). Adalah mungkin bahwa himpunan matriks yang berbeda
(A(t), B(t), C(t)) memberikan matriks K(t, s) yang sama. Misalkan hal ini hanya dibahas
untuk sistem invarian-waktu:
ẋ = Ax + Bu, y = Cx + Du, G(t) = CeAt B. (3.56)
Bila S : Rn → Rn suatu transformasi basis yang punya invers dalam ruang keadaan
X = Rn , maka untuk tranformasi keadaan z = Sx didapat persamaan berikut:
ż = S ẋ = SAx + SBu = SAS −1 z + SBu
y = Cx + Du = CS −1 z + Du.
Transformasi basis S mentransformasi himpunan matriks
(A, B, C, D) kedalam (SAS −1 , SB, CS −1, D). Perhitungan dari matriks respon impuls
untuk sistem yang ditransformasi memberikan:
−1 t
G(t) = CS −1 eSAS SB = CS −1 SeAt S −1 SB = CeAt B
terlihat bahwa transformasi basis tidak mengubah G(t). Hal ini menjelaskan bahwa pemil-
ihan suatu basis baru dalam ruang keadaan tidak akan mengubah perilaku luar dari suatu
sistem.
ẋ = Ax + Bu, y = Cx + Du, x ∈ Rn
dan
x̄˙ = Āx̄ + B̄u, y = C̄ x̄ + D̄u, x̄ ∈ Rn
dengan banyaknya masukan sama begitu juga banyaknya keluran sama adalah isomorpik bila
dan hanya bila ada suatu transformasi linear yang punya invers S : Rn → Rn sedemikian
hingga
Ā = SAS −1 , B̄ = SB, C̄ = CS −1 , D̄ = D.
Hubungan dari dua sistem dalam definisi diatas diberikan oleh diagram isomorpik yang
digambarkan pada Gambar 3.8.
A
Rn Rn
B C
Rm S S Rp
B̄ Ā C̄
Rn Rn
Sebelum Defenisi 1 telah ditunjukkan bahwa dua sistem isomorpik mempunyai matriks
respon impuls yang sama. Adalah jelas bahwa diberikan fungsi respon impuls ada realisasi-
realisasi (A, B, C, D) yang mempunyai vektor keadaan dengan dimensi berbeda. Suatu
contoh trivial dari keadaan ini adalah dengan menambah suatu persamaan vektor pada
sistem (3.56) yang tidak mempunyai pengaruh pada masukan, yaitu:
ẋ = Ax + Bu
x̄˙ = F x̄ + Gu
y = Cx + Du.
Kelihatannya tidak terdapat batas atas pada dimensi suatu realisasi dari suatu fungsi re-
spon impuls. Bagaimanapun dengan kondisi yang bisa diterima ada batas bawah. Bila su-
atu sistem diberikan oleh matriks (A, B, C, D) merealisasikan fungsi respon impuls K(t, s)
dinamakan suatu minimal realisasi bila tidak ada realisasi lain dari K(t, s) yang mempun-
yai vektor keadaan berdimensi lebih rendah. Dimensi minimum disebut tingkat dari fungsi
respon impuls.
Cabang yang dikenal dari teori sistem yang berkaitan dengan masalah realisasi adalah
diberikan uraian luar dari suatu sistem (misalnya yang ditentukan oleh pemetaan F dalam
(3.51)), tentukan/cari uraian keadaan sistem. Pada sistem invarian waktu dimensi hingga
permasalahan tsb. adalah diberikan fungsi matriks respon impuls G(t), cari/dapatkan
matrks A n×n, B n×m dan C p ×n sedemikian hingga G(t) = CeAt B, n juga ditentukan.
Suatu kesimpulan walaupun dengan minimal dimensi n keberadaan realisasi tidak tunggal,
misalnya bila (A, B, C, D) suatu realisasi, maka (SAS −1 , SB, CS −1 , D) juga suatu realisasi
berdimensi vektor keadaan sama, dimana S matriks taksingular n × n.
4.1 Kestabilan
Ada beberapa konsep kestabilan untuk persamaan differensial. Kestabilan ini dibedakan
menurut kestabilan sistem autonomus (berkaitan dengan vektor keadaan) dan kestabilan
yang dikaitkan dengan masukan dan keluaran sistem (kestabilan didefinisikan dari segi
masukan dan keluaran).
• Suatu titik setimbang x̄ dikatakan stabil bila untuk setiap ǫ > 0 ada δ > 0 dan tδ
sedemikian hingga bila kxtδ − x̄k < δ maka kx(t, xtδ ) − x̄k < ǫ untuk semua t > tδ .
• Suatu titik setimbang x̄ dikatakan stabil asimtotik bila ia stabil dan bila ada δ1 > 0
sedemikian hingga
limt→∞ kx(t, xtδ ) − x̄k = 0 bila kxtδ − x̄k < δ1 .
Dalam definisi tsb. tanda k . k berarti norm, biasanya digunakan norm Euclidean. Secara
intuisi stabil berarti penyelesaian sangat dekat ketitik setimbang didalam suatu sekitar.
Sedangkan stabil asimtotik berarti penyelesaian konvergen ke titik setimbang (asalkan titik
awal adalah cukup dekat ke titik setimbang). Takstabil artinya selalu ada penyelesaian
yang dimulai dari manapun dekatnya dengan titik setimbang tapi akhirnya menjauh dari
titik setimbang.
85
86 S ifat-sifat sistem..
Contoh 22 Selidiki kestabilan sistem ẋ(t) = −2x(t) dengan keadaan awal x(0) = 1.
Jawab : Penyelesaian sistem adalah x(t, 0) = e−2t . Untuk titik setimbang x̄ = 0, sistem
adalah stabil sebab diberikan sebarang ε > 0 dapat dipilih δ > 0 dan tδ dengan δ = 2ε dan
1
tδ = ln( 3ε )− 2 , sehingga bila
ε ε ε
|xtδ − x̄| = |xtδ − 0| = |xtδ | = = < = δ,
3 3 2
maka didapat
|x(t, tδ ) − x̄| = e−2t − 0 = e−2t < ε, untuk t > tδ .
Teorema berikut memberikan syarat kestabilan dari persamaan differensial ẋ = Ax, dimana
matriks A mempunyai peranan penting kususnya nilai karakteristik dari matriks A yaitu
bagian real dari λ yang dinotasikan oleh Reλ.
• Titik asal x̄ = 0 adalah stabil asimtotik bila dan hanya bila Reλi < 0 untuk semua
i = 1, · · · , k.
• Titik asal x̄ = 0 adalah stabil bila dan hanya bila Reλi ≤ 0 untuk semua i = 1, · · · , k
dan untuk semua λi dengan Reλi = 0 multisiplisistas aljabar sama dengan mutipli-
sistas geometrinya.
• Titik asal x̄ = 0 adalah takstabil bila dan hanya bila Reλi > 0 untuk beberapa i =
1, · · · , k atau ada λi dengan Reλi = 0 dan multisiplisistas aljabar lebih besar dari
mutiplisistas geometrinya.
Bukti
Dalam bukti digunakan formula
eAt = T eJt T −1 , (4.1)
dimana J adalah bentuk Jordan. Mudah diselidiki bahwa semua elemen eJt mendekati nol
untuk t → ∞ bila semua nilai karakteristik bagian realnya lebih kecil dari nol. Maka dari
itu eAt juga mendekati nol dan akibatnya penyelesaian x(t) = eAt x0 juga mendekati nol.
Bila beberapa bagian real dari nilai karakteristik sama dengan nol hal sedikit lebih rumit.
Sub-blok Jij dari J dengan Rλi < 0 tetap tidak ada masalah (sebab eJij t → 0 bila t → ∞),
tetapi sub-blok dengan bagian real dari λi = 0 mungkin bisa merusak kestabilan, untuk
kasus yang ini matriks
t2 tdij −1
1 t 2!
· · · (dij −1)!
..
.. .. ..
. . . .
.. ..
eJij t = eλi t . . t2 .
2!
..
. t
0 1
Terlihat bahwa eλi t tetap terbatas (tetapi tidak mendekati nol sebab |eλi t| = 1), sedangkan
elemen-elemen dalam matriks tidak semuanya terbatas, yaitu elemen-elemen t, 2!1 t2 ,dst.
Elemen-elemen ini akan muncul bila ukuran dari matriks Jij lebih besar dari 1 × 1. Untuk
kasus ini suatu kondisi awal akan ada sehingga menghasilkan suatu penyelesaian menjadi
takterbatas. Oleh karenya bila ukuran dari Jij adalah lebih besar dari 1 × 1, maka tak
akan terjadi kestabilan. Sebaliknya bila semua matriks sub-blok Jij dengan bagian real
nilai karakteristiknya sama dengan nol semuanya berukuran 1 × 1 (multiplisistas aljabar
dari λi sama dengan multiplisistas geometrinya), maka kestabilan akan dijamin. Kondisi
yang diberikan dalam pernyataan ini memberikan fakta bahwa semua sub-blok mempunyai
ukuran 1 × 1.
Latihan 19 Selidiki kestabilan dari matriks A dalam contoh pendulum terbalik dan orbit
satelit.
Contoh 24 Hasil dari Teorema 11 tidak berlaku untuk sistem varian-waktu seperti ditun-
jukkan oleh penyelesaian dari persamaan defferensial berikut:
d x1 4a −3ae8at x1
= ,
dt x2 ae−8at 0 x2
dimana a adalah suatu parameter real. Nilai karakteristik dari matrik sistem adalah λ1 =
a, λ2 = 3a. Jadi untuk a < 0 kedua nilai karakterisitik tsb. bagian realnya lebih kecil dari
nol. Bagaimanapun kasus ini, penyelesaian eksak dengan kondisi awal x1 (0) = x10 , x2 (0) =
x20 adalah:
3 1
x1 (t) = (x10 + x20 )e5at − (x10 + 3x20 )e7at
2 2
1 1
x2 (t) = (x10 + 3x20 )e − (x10 + x20 )e−3at ,
−at
2 2
yang mana tak stabil untuk setiap a 6= 0. Hal ini bisa ditunjukkan, misalnya untuk
x10 = 1, x20 = −1 didapat x1 (t) = e7at dan x2 (t) = −e−at . Jadi ada suatu kondisi awal
dimana penyelesaiannya menjauhi titik asal yang merupakan satu-satunya titik setimbang.
Kesimpulan ini berlaku bila a > 0 dan juga bila a < 0. Bila a = 0, maka matriks sistem
sama dengan nol dan setiap titik setimbang adalah stabil.
Definisi 3 Diberikan suatu sistem dimensi-n ẋ = Ax. R uang bagian stabil untuk sistem
ini adalah ruang bagian (real) dari jumlahan-langsung dari ruang bagian linear Ni (lihat
Theorema 7) yang berkaitan dengan nilai karakteristik dari A yaitu nilai-nilai karakteristik
dengan bagian real lebih kecil dari pada nol. Ruang bagian tak-stabil didefinisikan dengan
cara serupa, yaitu bekaitan dengan bagian real tak-negatif.
Dari definisi diatas diperoleh bahwa ruang keadaan Rn adalah jumlahan langsung dari
ruang bagian linear stabil dan tak-stabil.
Latihan 20 Tunjukkan bahwa sistem nonlinear skalar ẋ(t) = −ǫx(t) + x2 (t) titik se-
timbang x̄(t) = 0 adalah stabil asimptotik untuk setiap ǫ > 0 dan tidak stabil untuk
ǫ ≥ 0. Bagaimanapun pelinearan sistem disekitar titik setimbang adalah stabil untuk ǫ = 0.
Bagaimanakah hal ini bisa dijelaskan?
sn an an−2 an−4 . . .
sn−1 an−1 an−3 an−5 . . .
sn−2 b1 b2 b3
sn−3 c1 c2 c3
.. ..
. .
s0 q
Contoh 25 Diberikan polinomial q(s) = s3 +14s2 +41s−56, didapat tabel sebagai berikut
:
14×41−1×(−56)
b1 = = 45
s3 1 41 14
s2 14 −56 14×0−1×0
b2 = =0
s1 b1 = 45 b2 = 0 14
s0 c1 = −56 45×(−56)−14×0
c1 = 45
= −56
Dari tabel terlihat kolom pertama terdapat satu perubahan tanda dari +45 ke −56. Jadi
polinomial q(s) = s3 + 14s2 + 41s − 56 mempunyai satu akar yang bagian realnya adalah
positip, hal ini juga bisa diselidiki dengan memfaktorkan q(s), yaitu q(s) = s3 + 14s2 +
41s − 56 = (s − 1)(s + 7)(s + 8). Terlihat bahwa q(s) mempunyai satu akar yang positip
yaitu s = 1.
5×1−1×0
s4 1 1 1 b2 = 5
=1
s3 5 10
−1×10−5×1
s2 b1 = −1 b2 = 1 c1 = −1
= 15
s1 c1 = 15 c2 = 0
−1×0−5×0
s0 d1 = 1 c2 = −1
=0
15×1−(−1)×0
d1 = 15
=1
Dari tabel terlihat kolom pertama terdapat dua perubahan tanda dari +5 ke −1 dan
dari −1 ke +15. Jadi polinomial q(s) = s4 + 5s3 + s2 + 10s + 1 mempunyai dua akar yang
bagian realnya adalah positip. Akar-akar dari q(s) adalah : s = 0.1368279+1.3800281i, s =
0.1368279 − 1.3800281i, s = −0.1005128 dan s = −5.173143.
Berikut ini diberikan suatu cara untuk menangani suatu kasus bila elemen pertama
dari suatu baris dari tabel adalah nol sebagai berikut: ganti nol dengan ε dimana ε ini
sangat kecil. Selanjutnya dalam kolom pertama dari tabel dapatkan banyaknya perubahan
tanda untuk ε > 0 dan ε < 0. Kedua hal ini akan memberikan hasil yang sama.
:
1×1−1×1
b1 = 1
=0 ⇒ε=0
1×3−1×0
s4 1 1 3 b2 = 1
=3
s3 1 1 ε×1−1×3 ε−3
s2 b1 = ε b2 = 3 c1 = ε
= ε
s1 c1 = ε−3
ε
c2 = 0 ε×0−1×0
s0 d1 = 3 c2 = ε
=0
ε−3
×3−ε×0
d1 = ε
ε−3 =3
ε
Dari tabel terlihat kolom pertama untuk ε positip kecil terdapat dua perubahan tanda
dari +ε ke − 3−εε
dan dari − 3−ε
ε
ke +3. Jadi polinomial q(s) = s4 + s3 + s2 + 1s + 3
mempunyai dua akar yang bagian realnya adalah positip. Akar-akar dari q(s) adalah
s = 0.5781471 + 1.0894962i, s = 0.5781471 − 1.0894962i, s = −1.0781471 + 0.8998075i dan
s = −1.0781471 − 0.8998075i.
Kasus yang lainnya adalah bila suatu baris dari tabel keseluruhannya bernilai nol,
penanganannya adalah bentuk suatu polinomial pembantu berdasarkan pada baris yang
sebelumnya dari baris yang semua elemennya nol. Lalu, ganti semua elemen nol dengan
turunan dari polinomial pembantu. Kasus ini menunjukkan bahwa kemungkinan letak
akar-akar dari polinomialnya adalah :
Contoh 28 Diberikan polinomial p(s) = s5 + 7s4 + 6s3 + 42s2 + 8s + 56, didapat tabel
s5 1 6 8 7×6−1×42
b1 = =0
s4 7 42 56 7
s3 b1 = 0 b2 = 0 b3 = 0 7×8−1×56
b2 = =0
s2 c1 c2 7
s1 d1 d2 7×0−1×0
b3 = =0
s0 f1 7
Terlihat dalam tabel, seluruh elemen baris s3 sama dengan nol. Dibentuk polinomial
pembantu yang koefisiennya berada pada baris s4 yaitu q(s) = 7s4 + 42s2 + 56, didapat
dq(s)
ds
= 28s3 + 84s + 0. Selanjutnya ganti elemen-elemen baris s3 dengan 28, 64 dan 0.
Sehingga diperoleh tabel baru
28×42−7×84
c1 = 28
= 21
s5 1 6 8 c2 = 28×56−7×0
= 56
28
s4 7 42 56
s3 28 84 0 d1 = 21×84−28×56
= 28
21 3
s2 c1 = 21 c2 = 56
s1 d1 = 28
3
d2 = 0 d2 = 21×0−28×0
=0
21
s0 f1 = 56
28
×56−21×0
f1 = 3
28 = 56
3
Dari tabel terakhir ini terlihat kolom pertama tidak ada perubahan tanda (semuanya
bertanda positip). Jadi semua akar-akar polinomial bagian realnya tak-positip.
Contoh aplikasi berikut ini sebagai akhir dari pembahasan kriteria kestabilan Routh-
Hurwitz.
Contoh 29 Diberikan suatu sistem ẋ(t) = Ax(t). Bila polinomial karakteristik dari ma-
triks A adalah p(s) = s3 + 3s2 + 3s + (1 + k), maka tentukan nilai k yang memenuhi supaya
sistem stabil.
Penyelesaian : dibentuk suatu tabel berikut
s3 1 3 b1 = 3×3−1×(1+k)
= 8−k
3 3
s2 3 1+k
s1 b1 = 8−k
3
(8−k)
×(1+k)−3×0
c1 = 3
=1+k
s0 c1 = 1 + k (8−k)
3
d
V (x(t)) = ẋT (t)P x(t) + xT (t)P ẋ(t) = xT (t)[P A + AT P ]x(t),
dt
def
harus bernilai negatif. Jadi, bila Q = −[P A + AT P ] definit-positif, maka energi menurun
dengan bertambahnya waktu. Bahkan akan ditunjukkan bahwa bila Q > 0, maka sistem
stabil asimtotik, yaitu lim V (x(t)) = 0.
t→∞
Teorema 12 Semua nilai-karakteristik dari matriks A bagian realnya bernilai negatif bila
dan hanya bila untuk setiap matriks definit-positif Q, ada suatu matriks definit-positif P
yang memenuhi
AT P + P A = −Q (4.3)
d
x(t) 6= 0 (sebab V (x(t)) < 0).
dt
lim xT (t)Qx(t) = 0,
t→∞
selanjutnya dengan fakta bahwa Q > 0, maka haruslah lim x(t) = 0. Dengan menggunakan
t→∞
Teorema 11 hasil lim x(t) = 0 berakibat bahwa semua nilai karakteristik dari matriks A
t→∞
bagian realnya adalah negatif. Sebaliknya, bila semua nilai karakteristik dari A bagian
realnya bernilai negatif; diberikan matriks definit-positif Q, dipilih matriks P dengan
Z∞
T
P = eA t QeAt dt.
0
Nilai integral diatas ada, sebab matriks A stabil asimtotik yaitu Reλi < 0 untuk semua
R∞ T
nilai karakteristik λi dari matriks A. Selajutnya dengan mensubtitusikan P = eA t QeAt dt
0
diperoleh:
Z∞ Z∞
T T AT t At T
A P + PA = A e Qe dt + eA t QeAt Adt
0 0
Z∞ h i
T T
= AT eA t QeAt + eA t QeAt A dt
0
Z∞
d h AT t At i
= e Qe dt
dt
0
T ∞
= eA t QeAt = −Q
0
Latihan 22 Sistem dengan input dan output tunggal mempunyai model keadaan:
a b 0
ẋ = −b a 0 x, y = Cx.
0 0 c
ẋ(t) = Ax(t)
dengan
0 1 x1 (t)
A= dan x(t) = .
−2 −3 x2 (t)
Bila energi dari sistem diberikan oleh
19 2 1 5
V (x) = x1 + x1 x2 + x22 .
12 2 12
Selidiki apakah energi ini menurun dengan bertambahnya waktu. Dari hasil ini selidiki
apakah keadaan setimbang x(t) = 0 merupakan keadaan stabil. Selanjutnya tuliskan V (x)
dalam bentuk V (x) = xT P x serta dV
dt
= xT (−Q)x dan tunjukkan bahwa AT P + P A = −Q.
Definisi 4 Sistem
ẋ(t) = A(t)x(t) + B(t)u(t)
y(t) = C(t)x(t) + D(t)u(t),
adalah BIBO bila untuk semua t0 , dengan keadaan awal nol di t = t0 , setiap masukan ter-
batas pada [t0 , ∞) memberikan suatu keluaran yang terbatas pada [t0 , ∞). Sistem dikatakan
stabil BIBO seragam bila ada suatu konstan k sedemikian hingga untuk semua t0 , bila
x(t0 ) = 0 dan ku(t)k ≤ 1 untuk semua t ≥ t0 , maka ky(t)k ≤ k untuk semua t ≥ t0 .
Dalam hal ini jelas bahwa k tak bergantung pada x0 .
Kestabilan BIBO sering dirujuk sebagai kestabilan luar (external stability), berbeda
dengan kestabilan asimtotik dari ẋ(t) = A(t)x(t) yang sering dirujuk sebagai kestabilan
dalam (internal stability). Untuk sistem invarian waktu yaitu sistem dengan A, B, C dan
D adalah matriks-matriks konstan. Hal ini bisa ditunjukkan bahwa, suatu sistem adalah
R∞
stabil BIBO bila dan hanya bila kG(t)kdt < ∞, dimana G(t) = CeAt B, yaitu respon
0
impuls dari sistem lepas dari suku tambahan Dδ(t). Perlu diperhatikan bahwa matriks D
tidak berperanan sebab kontribusinya tidak bisa menghasilkan suatu keluaran yang tak-
terbatas bila masukannya terbatas. Juga bisa ditunjukkan bahwa bila suatu sistem stabil
dalam, maka ia stabil luar.
Contoh 30 Misalkan suatu sistem disajikan oleh sistem persamaan differensial berikut:
ẋ1 (t) = 2x1 (t) + 3x2 (t) + 2x3 (t) + x4 (t) + u(t)
ẋ2 (t) = −2x1 (t) − 3x2 (t) − 2u(t)
(4.4)
ẋ3 (t) = −2x1 (t) − 2x2 (t) − 4x3 (t) + 2u(t)
ẋ4 (t) = −2x1 (t) − 2x2 (t) − 2x3 (t) − 5x4 (t) − u(t)
dan persamaan pengamatan
y(t) = 7x1 (t) + 6x2 (t) + 4x3 (t) + 2x4 (t). (4.5)
Persamaan (10.56) dan (10.57) disajikan dalam bentuk persamaan matriks ruang keadaan
sebagai berikut:
ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t)
(4.6)
y(t) = Cx(t),
dengan x(t) = x1 (t) x2 (t) x3 (t) x4 (t) dan
2 3 2 1 1
−2 −3 0 0 −2
A=
−2 −2 −4 0 , B = 2 , C = 7 6 4 2 .
−2 −2 −2 −5 −1
(10.60), fungsi ini berkaitan dengan persamaan differensial tingkat satu. Hal ini tentunya
berbeda dengan sistem aslinya yaitu sistem persamaan differensial tingkat empat seba-
gaimana yang disajikan dalam persamaan (10.56).
Untuk memperjelas apa yang telah diperoleh, yaitu fungsi transfer dari sistem de-
ngan realisasi berdimensi satu yang berbeda dengan sistem aslinya yaitu dimensi empat
dilakukan transformasi variabel keadaan sebagai berikut:
x̄ = T x,
dengan
4 3 2 1 −1 −1 0 0
3 1
T =
3 2 dan T −1 = −1 2 −1 0 .
2 2 2 1 0 −1 2 −1
1 1 1 1 0 0 −1 2
Dengan transformasi T , matriks A menjadi matriks diagonal:
−1 0 0 0
0 −2 −0 0
Ā = T AT −1 =
0
,
0 −3 0
0 0 0 −4
sedangkan masing-masing matriks B dan C berubah menjadi:
1
0
B̄ = T B = −1
1 dan C̄ = CT = 1 1 0 0 .
0
Persamaan keadaannya menjadi:
x̄˙ 1 = −x̄1 + u
x̄˙ 2 = −2x̄2
(4.9)
x̄˙ 3 = −3x̄3 + u
x̄˙ 4 = −4x̄4
dan keluaranya diberikan oleh persamaan:
Dari persamaan (10.61) dan (10.62) dapat diterangkan sebagai berikut. Jelas bahwa ma-
sukan u hanya mempengaruhi variabel keadaan x̄1 dan x̄3 , variabel x̄2 dan x̄4 tidak dipen-
garuhi oleh masukan u. Keluaran y hanya bergantung pada variabel keadaan x̄1 dan x̄2 ,
sedangkan variabel keadaan x̄3 dan x̄4 tidak mempunyai kontribusi terhadap keluaran y.
Jadi akibat transformasi kordinat, sistem mempunyai 4 sub-sistem yang berbeda. Dalam
hal ini masing-masing sub-sistem hanya disajikan oleh persamaan tingkat satu. Keempat
sub-sistem tsb. adalah:
2. Variabel keadaan x̄2 : tidak dipengaruhi oleh masukan u, tampak pada masukan y.
3. Variabel keadaan x̄3 : dipengaruhi oleh masukan u, tidak tampak pada keluaran y.
4. Variabel keadaan x̄4 : tidak dipengaruhi oleh masukan u, tidak tampak pada keluaran
y.
1
Hanya sub-sistem pertama yang berkaitan dengan fungsi transfer H(s) = . Disini ter-
s+1
lihat fungsi transfer ini tidak mendiskripsikan secara lengkap perilaku dari seluruh variabel
keadaan sistem. Subsistem pertama merupakan subsistem yang terkontrol dan teramati,
subsistem kedua merupakan subsistem takterkontrol tapi teramati, subsistem ketiga meru-
pakan subsistem yang terkontrol tapi takteramati sedangkan susbsistem keempat meru-
pakan subsistem yang takterkontrol dan takteramatai. Jika suatu sistem memuat subsistem
takterkontrol atau takteramati, maka dikatakan sistem takterkontrol atau takteramati.
Dari contoh yang dikaji ini bisa disimpulkan; suatu sistem dengan masukan dan ke-
luaran tunggal yang fungsi transfernya ditentukan oleh subsistem terkontrol dan teramati
dengan dimensi lebih kecil dari dimensi ruang-keadaannya, maka dapat dipastikan sistem
ini memuat subsistem takterkontrol atau memuat subsistem takteramati.
Selanjutnya, pada bagian berikut ini diberikan beberapa contoh yang membahas dari
mana munculnya sistem takterkontrol atau takteramati.
Redundansi variabel keadaan. Suatu hal yang biasa terjadi munculnya suatu sistem tak-
terkontrol adalah berkenaan dengan redundansi variabel keadaan. Sebagai contoh, suatu
sistem dinamik diberikan oleh:
ẋ = Ax + Bu,
untuk beberapa alasan, misalkan didefinisikan suatu fariabel baru sebagai berikut:
z = Fx (4.11)
dimana
A 0 B
Ā = dan B̄ = .
FA 0 FB
Persamaan (10.64) dapat ditulis sebagai:
ẋ = Ax + Bu
. (4.13)
ż = F Ax + F Bu
Pada persamaan (10.65) terlihat bahwa masukan u tampak pada variabel keadaan x dan
variabel redundan keadaan z. Dalam hal ini kelihatannya sistem yang disajikan oleh per-
samaan (10.64) atau persamaan (10.65) terkontrol, tetapi kenyataannya tidak. Untuk me-
nunjukkan sistem (10.65) takterkontrol, dilakukan transformasi kordinat terhadap variabel
keadaan sebagai berikut:
x̂ Ik 0 x
= , (4.14)
ẑ −F In z
dimana masing-masing Ik dan In adalah matriks identitas dengan ukuran k × k dan n × n.
Dari (10.66) didapat:
x̂˙ = ẋ = Ax + Bu
(4.15)
ẑ˙ = −F ẋ + ż = 0
Pada persamaan (10.67) terlihat bahwa masukan u hanya bisa mempengaruhi variabel
keadaan x sedangkan variabel redundan keadaan ẑ tidak bisa dipengaruhi oleh masukan
u. Dalam hal ini variabel ẑ tidak akan bisa dikontrol oleh pengontrol apapun yang meru-
pakan masukan dari sistem. Jadi sistem yang disajikan oleh persamaan (10.64) atau (10.65)
takterkontrol. Dari kajian redundansi variabel keadaan ini tentu dipahami bahwa tak se-
orangpun akan bermaksud menggunakan variabel keadaan yang lebih banyak dari jumlah
minimum yang dibutuhkannya untuk mengetahui karakakteristik perilaku proses dinamik.
Tetapi dalam suatu proses yang kompleks dengan fisis yang takdikenal para praktisi sistem
kontrol bisa mungkin mempunyai kecenderungan menuliskan segala apa yang dipandang
dan dikerjakannya kedalam persamaan differensial. Hal ini akan menghasilkan lebih banyak
persamaan dari yang dibutuhkan sehingga hasil model sistemnya merupakan sistem tak-
terkontrol.
Dalam bagian berikut ini diberikan sifat suatu sistem linear invarian waktu yaitu
keterkontrolan dan keteramatan. Keterkontrolan dan ketermatan sistem ini merupakan
suatu hal yang mendasar. Salah satu manfaat keterkontrolan suatu sistem dapat digu-
nakan untuk penstabilan suatu sistem sebagaimana dalam bahasan berikut ini.
4.2.3 Keterkontrolan
Diberikan sistem linear invarian-waktu yang disajikan oleh persamaan:
ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t)
(4.16)
y(t) = Cx(t) + Du(t).
Definisi 5 Sistem linear (10.68) dikatakan terkontrol bila untuk setiap kedaan sebarang
x(0) = x0 ada masukan u(t) yang tidak dibatasi mentransfer keadaan x0 kesebarang
keadaan akhir x(t1 ) = x1 dengan waktu akhir t1 hingga.
Dari pengertian sistem terkontrol yang diberikan dalam Definisi 10, hal ini berarti bahwa
bila diberikan sebarang keadaan awal x(0) dan sebarang keadaan akhir x(t1 ) akan selalu ada
pengontrol u(t) yang akan mentransfer keadaan awal x(0) ke keadaan akhir yang diinginkan
x(t1 ) dalam waktu yang berhingga t1 . Perlu diingat bahwa sebarang keadaan awal dan
sebarang keadaan akhir ini terdiri dari n komponen dan apa bila semua komponen dari
keadaan awal ini bisa dikontrol ke n komponen yang sesuai keadaan akhir, maka sistem
bisa dikontrol. Sedangkan maksud dari keberadaan pengontrol u(t) yang tak dibatasi
adalah tidak disyaratkan apa-apa kecuali hanya untuk mentransfer sebarang keadaan awal
yang diberikan ke sebarang keadaan akhir yang diinginkan dalam waktu yang berhingga.
Dalam kajian kontrol optimal pemilihan pengontrol u(t) ini merupakan pengontrol yang
mentransfer keadaan awal ke keadaan akhir yang diinginkan dengan energi yang sekecil
mungkin (minimum).
Penyelesaian dari ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) diberikan oleh
Zt
At
x(t) = e x0 + eA(t−τ ) Bu(τ )dτ. (4.17)
0
Bila sistem terkontrol, yaitu ada masukan u(t) yang mentransfer x0 ke x1 dalam waktu
berhingga t = t1 . Dalam hal ini x1 diberikan oleh
Zt1
x1 = e At1
x0 + eA(t1 −τ ) Bu(τ )dτ. (4.18)
0
Teorema berikut adalah memberikan syarat perlu dan cukup bahwa sistem (10.68) adalah
terkontrol. Ada dua bagian dari Teorema ini, bagian yang pertama adalah untuk menjamin
keberadaan pengontrol u(t) untuk mentransfer sebarang keadaan awal ke sebarang keadaan
akhir yang diinginkan dalam waktu berhingga sedangkan bagian yang kedua adalah untuk
menjamin bahwa semua n komponen dari keadaan awal bisa dikontrol ke n komponen yang
bersesuaian dari keadaan akhir yang diinginkan.
Rt1 T
1. w(0, t1) = e−Aτ BB T e−A τ dτ non-singulir.
0
2. Matriks: Mc = B | AB | A2 B | . . . | An−1 B mempunyai rank sama den-
gan n
Bukti
1. Bila w(0, t1) non-singulir, diberikan sebarang keadaan awal x(0) = x0 dan keadaan
akhir x1 pilih masukan
T
u(t) = −B T e−A t w −1(0, t1 ) x0 − e−At1 x1 . (4.19)
Zt1
T
x(t1 ) = e At1
x0 + eA(t1 −τ ) B{−B T e−A t w −1 (0, t1 )
0
x0 − e−At1 x1 }dτ
Zt1
T
= eAt1 x0 − eAt1 e−Aτ BB T e−A τ dτ w −1 (0, t1 )x0
0
t
Z 1
T
+ eAt1 e−Aτ BB T e−A τ dτ w −1 (0, t1 )e−At1 x1
0
= e x0 − eAt1 w(0, t1)w −1 (0, t1 )x0
At1
Terlihat bahwa dengan masukan u(t) yang diberikan dalam (10.71) sebarang kedaan awal
x0 ditransfer ke sebarang keadaan akhir x(t1 ) = x1. Jadi sistem terkontrol. Sebaliknya,
andaikan w(0, t1) singulir tetapi sistem terkontrol. Maka untuk t1 > 0 pilih vektor α 6= 0
sedemikian hingga
Zt1
T
T
α w(0, t1)α = αT e−Aτ BB T e−A τ αdτ = 0. (4.20)
0
αT e−At B = 0. (4.21)
Dari asumsi sistem terkontrol, maka untuk setiap keadaan awal x0 ada u(t) yang memenuhi
(10.69), Oleh karena itu diperoleh:
Zt1
x1 = eAt1 x0 + eA(t1 −τ ) Bu(τ )dτ.
0
atau
αT x0 − e−At1 x1 = 0.
Pilih x0 = e−At1 x1 + α, maka diperoleh persamaan:
αT e−At1 x1 + α − e−At1 x1 = 0
αT α = 0.
Dari persamaan terakhir diatas ini diperoleh α = 0 ini bertentangan dengan kenyataan
α 6= 0. Jadi haruslah w(0, t1) non-singulir.
αT Ak B = 0, k = 0, 1, 2, . . . , (n − 1). (4.22)
Jadi:
αT B | AB | A2 B | . . . | A(n−1) B = αT Mc = 0. (4.23)
Karena α 6= 0 maka rank Ktr < n. Hal ini bertentangan dengan kenyataan rank Mc =
n. Jadi haruslah sistem terkontrol. Sebaliknya, asumsikan sistem terkontrol tetapi rank
Mc < n. dari asumsi, dipilih α 6= 0 yang memenuhi (10.75). Hal ini ekivalen dengan
(10.74). Dari teorema "Hamilton-Cayley" A(n+1) dapat diuraikan sebagai kombinasi linear
dari I, A, A2 , . . . , A(n−1) . Jadi e−At juga dapat diraikan sebagai kombinasi linear dari
I, A, A2 , . . . , A(n−1) ,
Karena α 6= 0, maka w(0, t1) singulir. Jadi sistem tak-terkontrol. Hal ini bertentengan
dengan asumsi sistem terkontrol. Jadi haruslah rank Mc = n.
Matriks terkontrol Mc diatas ditentukan oleh pasangan matriks (A, B), adakalanya juga
disebutt matriks terkontrol dari sistem dengan (A, B).
Contoh 31 Dibahas lagi contoh dinamika satelit yang diberikan pada sub-bagian 2.4.2
Bila u1 (t) dan u2 (t) masing-masing menyatakan gaya radial dan gaya tangensial. Diperoleh:
g
r̈(t) = r(t)θ̇2 (t) − 2 + u1 (t),
r (t)
2θ̇(t)ṙ(t) 1
θ̈(t) = − + + u2 (t).
r(t) r(t)
Ada penyelesaian setimbang r(t) = α, θ(t) = ωt dengan u( .) = u2 (.) = 0, konstan α dan ω
memenuhi α3 ω 2 = g. Penyelesaian disekitar penyelesaian setimbang, memberikan:
0 1 0 0 0 0
x(t) 3ω 2 0 0 2ω
x(t) + 1 0 u(t),
=
dt 0 0 0 1 0 0
0 −2ω 0 0 0 1
dimana
x1 (t) r(t) − α
x2 (t) ẋ1 (t)
x(t) =
x3 (t) = α[θ(t) − ωt] .
x4 (t) ẋ3 (t)
Untuk ω = 1, didapat
0 1 0 0
3 0 0 2
A=
0 0
0 1
0 −2 0 0
dan
0 0 1 0 0 2 −1 0
1 0 0 2 −1 0 0 −2
Mc =
0
0 0 1 −2 0 0 −4
0 1 −2 0 0 −4 2 0
rank dari matriks Mc sama dengan 4. Jadi sistem terkontrol. Bila u1 (t) ≡ 0, didapat
matriks terkontrol terhadap u2 (t):
0 0 2 0
0 2 0 −2
Mc2 =
0 1 0 −4
1 0 −4 0
rank dari Mc2 = 4. Jadi sistem terkontrol. Bila u2 (t) ≡ 0 sedangkan u1 (t) sebarang,
didapat matriks keterkontrolan terhadap u1 (t):
0 1 0 −1
1 0 −1 0
Mc1 = 0 0 −2 0
0 −2 0 2
rank Mc1 = 3, jadi sistem tak-terkontrol.
dengan
−1 1 0
A= , B= dan C = (1 0).
0 −2 1
R ∞ AT t At 1 0
Bila P = 0 e Qe dt dengan matriks Q = , maka:
0 2
a). Tunjukkan bahwa AT P + P A = −Q, jelaskan mengapa persamaan ini bisa dipenuhi
untuk matriks P dan Q seperti diatas.
0
b). Dapatkan pengontrol u(t) sehingga dengan pengontrol ini keadaan awal x(0) =
0
1
bisa dikontrol ke keadaan akhir x(1) = , tunjukkan hal ini dalam perhitungan.
2
4.2.4 Keteramatan
Berikut ini diberikan suatu pengertian dari keteramatan dari suatu sistem; pengertian ini
merupakan dual dari keterkontrolan.
Definisi 6 Bila setiap keadaan awal x(0) = x0 secara tunggal dapat diamati dari setiap
pengukuran keluaran sistem (10.68) dari waktu t = 0 ke t = t1 , maka sistem dikatakan
"teramati".
Istilah dual yang dikenalkan diatas kata ’terkontrol’ diganti dengan kata ’teramati’ ma-
sukan u(t) diganti dengan keluaran y(t), yaitu dalam terminologi keterkontrolan sebarang
keadaan awal x0 dikontrol dengan suatu masukan u(t) ke sebarang keadaan akhir x1 di-
mana 0 ≤ t ≤ t1 sedangkan dalam terminologi keteramatan sebarang keadaan awal x0
lewat sebarang pengukuran keluaran y(t) diamati pada interval waktu 0 ≤ t ≤ t1 .
Keluaran sistem (10.68) diberikan oleh:
Zt
y(t) = Ce A(t)
x0 + C eA(t−τ ) Bu(τ )dτ + Du(t). (4.24)
0
Bila keadaan awal x0 dapat diamati, maka keadaan ini juga akan muncul pada pengukuran
keluaran y(ts ), yaitu
y(ts ) = Cx0 + Du(ts ). (4.27)
Sehingga dari persamaan (10.78) dan (10.79) diperoleh:
x0 = x(ts ), dengan 0 < ts ≤ t1 .
Bila diperhatikan matriks m(0, t) ini mempunyai bentuk yang hampir serupa dengan ma-
triks w(0, t) yang muncul pada kajian keterkontrolan. Matriks A dalam m(0, t) muncul
sebagai −AT dalam w(0, t) sedangkan matriks C dalam m(0, t) muncul sebagai B T dalam
w(0, t).
Selanjunya diberikan suatu pernyataan dalam suatu teorema berikut ini yang meny-
atakan syarat perlu dan cukup suatu sistem teramati.
Seperti halnya matriks Mc , adakalanya matriks keteramatan Mo dinotasikan dengan (C, A).
dan
1 0 0 0
C=
0 0 1 0
baris ke-1 matriks C menyatakan pengukuran jari-jari, sedangkan baris ke-2 dari C meny-
atakan pengukuran sudut. Dalam hal ini diperoleh matriks keteramatan:
1 0 0 0
0 1 0 0
0 1 0 0
0 0 0 1
Mo =
3
0 0 2
0 −2 0 0
0 −1 0 0
−6 0 0 4
dengan rank Mo = 4. Jadi sistem teramati. Selanjutnya hanya yi (t) (i = 1 atau 2) dapat
diukur; didapat:
1 0 0 0
0 1 0 0
Mo1 =
3 0 0 2
0 −1 0 0
dengan rank Mo1 = 3, jadi sistem tak-teramati; dan
0 1 0 0
0 0 0 1
Mo2 = 0 −2 0
.
0
−6 0 0 4
dengan rank Mo2 = 4, jadi sistem teramati.
Latihan 26 Selidiki apakah sistem dalam pendulum terbalik dapat diamati. Lakukan lagi
penyelidikan bila hanya y1 (t) atau y2 (t) yang tersedia untuk diukur.
Pada bagian ini dikaji pengelompokan semua komponen dari x(0) yang terkontrol, be-
gitu juga yang teramati. Untuk maksud ini dibutuhkan suatu transformasi linear yang akan
mentransformasi sistem yang ada ke bentuk sistem linear yang lain. Transformasi linear
ini tidak akan mengubah sifat-sifat sistem yang asli; misalnya saja bila sistem terkontrol,
maka hasil sistem yang dilakukan transformasi linear tetap terkontrol.
Telah dikenal dari teori matriks bahwa bila suatu "ruang bagian linear" V ⊂ Rn adalah
invarian-A, maka bisa didapatkan suatu basis (a1 , a2 , . . . , an ) dari Rn sedemikian hingga
span{a1 , a2 , . . . , an } − dimV = k < n; selajutnya dengan basis ini pemetaan A mempunyai
bentuk
A1,1 | A1,2 l k
A = ... ... ...
0 | A2,2 l n−k (4.29)
↔ ↔
k n−k
Basis yang disebutkan diatas bisa didapatkan dengan prosedur Gram-Schmidt. Kesimpulan
disini adalah bila
dim(Im Mc ) = k < n,
maka bisa didapat suatu basis (a1 , a2 , . . . , an ) dari Rn sedemikian hingga
Im Mc = span{a1 , a2 , . . . , ak };
Dengan cara serupa bila dim(Ker Mo ) = k < n, maka bisa didapat suatu basis
(a1 , a2 , . . . , an ) dari Rn sedemikian hingga
Ker Mc = span{a1 , a2 , . . . , ak };
dengan basis tsb. matriks A mempunyai bentuk:
A1,1 | A1,2 l k
A = ... ... ...
0 | A2,2 l n−k (4.31)
↔ ↔
k n−k
Matriks A pada persamaan ini secara umum berbeda dengan (10.81). Karena Ker C ∈
Ker Mo , maka dengan basis baru tsb. C mempunyai bentuk
C = 0 | C1
↔ ↔ (4.32)
k n−k
Dengan basis tsb. matriks teramati mempunyai bentuk:
C 0 | C1
−− −− | −−
CA 0 | C1 A2,2
−−
Mo = −− = −− | (4.33)
.. .. ..
. . | .
−− −− | −−
(n−1)
CA(n−1) 0 | C1 A2,2
dimana
C1
−−
C1 A2,2
−−
rank =k
..
.
−−
(n−1)
CA2,2
jadi pasangan (C1 , A2,2 ) teramati.
Matriks terkontrol (A, B) pada contoh ini sama dengan matriks Mc1 pada contoh ter-
dahulu. Telah ditahu bahwa sistem tak-terkontrol sebab rank Mc1 = 3. Dari matriks Mc1
didapatkan tiga vektor bebas linear yang membangun Im Mc1 , yaitu:
0 1 0
1 0 −1
, , .
0 0 −2
0 −2 0
Vektor ke-4 dipilih sehingga bebas linear terhadap ketiga vektor tsb. Dipilih vektor ke-4
sebagai:
2
0
.
0
1
Didapat transformasi linear T sebagai berikut:
0 1 0 2
1 0 −1 0
T =
0 0 −2 0
0 −2 0 1
4 0 0 2
dan
1
0
B̄ = T B =
−1
0 .
−−
0
Partisi matriks Ā dan B̄ masing-masing berdasarkan (10.81) dan (10.82), dengan pasangan
(Ā1,1 , B̄1 ) diberikan oleh:
0 0 0 1
Ā1,1 = 1 0 −0.5 , B̄1 = 0 .
0 1 0 0
Pasangan (Ā1,1 , B̄1 ) terkontrol sebab,
1 0 0
rank 0 1 0 = 3.
0 0 1
Latihan 27 Tulis pasangan terkontrol dalam Latihan 37 kedalam bentuk persamaan (10.81)
dan (10.82).
Bukti
Kesimpulan dari teorema diatas adalah ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) terkontrol bila dan hanya
bila sistem ż(t) = AT z(t), y(t) = B T z(t) teramati. Matriks transpose A → AT , B → B T
adalah contoh sederhana dari konsep "dualitas".
Ruang dual dari Rn terdiri dari semua fungsi linear c : Rn 7→ R yang merupakan
himpunan dari vektor-vektor berdimensi n. Ruang dual ditulis sebagai (Rn )∗ , dimana
dalam contoh yang dikaji sebelumnya adalah Rn sendiri. Bila A : Rn 7→ Rn adalah
pemetaan linear, maka AT adalah pemetaan linear dari (Rn )∗ ke (Rn )∗ .
dimana
Ā = P AP −1, B̄ = P B dan C̄ = CP −1.
Berikut ini diberikan suatu teorema yang berkenaan dengan bentuk "kompanion terkon-
trol", bila sistem (10.86) terkontrol.
Teorema 16 Bila sistem (10.86) terkontrol, maka sistem tsb. bisa ditransformasi keben-
tuk:
0 1 0 ... 0 0 0
0 0 1 ... 0
0 0
0 0 0 ... 0
0 0
˙x̄(t) =
.. .. .. ..
..
x̄(t) + .. u(t)
. . . . . .
(4.37)
0 0 0 ... 0 1 0
−αn −αn−1 −αn−2 . . . −α2 −α1 1
y(t) = βn βn−1 βn−2 . . . β2 β1 x̄(t)
dimana α1 , α2 , . . . , αn adalah koefisien-koefisien dari polinomial karakteristik matriks A.
Bukti
Sistem (10.86) terkontrol, maka vektor-vektor B, AB, . . . , A(n−1) B bebas linear. Dibentuk
suatu basis sebagai berikut:
def
qn = B
def
qn−1 = Aqn + α1 qn = AB + α1 B
def
qn−2 = Aqn−1 + α2 qn = A2 B + α1 AB + α2 B (4.38)
..
.
def
q1 = Aq2 + αn−1 qn = A(n−1) B + α1 A(n−2) B + . . . + αn−1 B
Selanjutnya dari (10.90) diperoleh:
Aq1 = (An + α1 A(n−1) + . . . + αn−1 A + αn I)B − αn B
0
0
= −αn B = −αn qn = (q1 q2 . . . qn−1 qn ) ...
0
−αn
1
0
Aq2 = q1 − αn−1 qn = (q1 q2 . . . qn−1 qn )
..
.
0
−αn−1
............................................................................
0
0
Aqn = qn−1 − α1 qn = (q1 q2 . . . qn−1 qn ) ...
1
−α1
atau:
0
0
(q1 q2 . . . qn−1 qn )−1 Aq1
=
..
.
0
−αn
1
0
−1
(q1 q2 . . . qn−1 qn ) Aq2 =
..
.
0
−αn−1
..................................................................
0
0
−1 ..
(q1 q2 . . . qn−1 qn ) Aqn = .
1
−α1
Dari hasil diatas diperoleh:
0 1 0 ... 0 0
0 0 1 ... 0 0
0 0 0 ... 0 0
−1
Q AQ = .. .. ..
= Ā, .. ..
. .
. . .
0 0 0 ... 0 1
−αn −αn−1 −αn−2 . . . −α2 −α1
dimana Q = (q1 q2 . . . qn−1 qn ). Sehingga bila dilakukan suatu transformasi seperti yang
diberikan pada (10.87), dimana P = Q−1 diperoleh:
x̄˙ = Āx̄(t) + B̄u(t)
,
y(t) = C̄ x̄(t)
dimana Ā = P AP −1 dan B̄ = P B dengan
0 1 0 ... 0 0
0 0 1 ... 0 0
0 0 0 ... 0 0
Ā = .. .. .. .. .. , (4.39)
. . . . .
0 0 0 ... 0 1
−αn −αn−1 −αn−2 . . . −α2 −α1
0
0
0
B̄ = .. (4.40)
.
0
1
dan
C̄ = CQ = βn βn−1 βn−2 . . . β2 β1 . (4.41)
Bentuk (10.89) dinamakan bentuk k ompanion terkontrol. Telah dijelaskan bahwa bentuk
kompanion terkontrol ini diperoleh dari transformasi x̄ = Q−1 x, dimana matriks Q dapat
diperoleh dari persamaan (10.87). Matrik Q juga bisa didapat sebagai berikut. Misalkan
R = [B AB A2 B . . . An−1 B]
dan
R̄ = [B̄ ĀB̄ Ā2 B̄ . . . Ān−1 B̄]
atau
R̄ = [B̄ ĀB̄ Ā2 B̄ . . . Ān−1 B̄]
= [I Ā Ā2 . . . Ān−1 ]B̄
= [Q−1 Q Q−1 AQ Q−1 A2 Q . . . Q−1 An−1 Q](Q−1 B)
= Q−1 [I A A2 . . . An−1 ]Q(Q−1 B)
= Q−1 [I A A2 . . . An−1 ]B
= Q−1 [B AB A2 B . . . An−1 B]
= Q−1 R ⇒ Q = RR̄−1 .
Dengan Ā dan B̄ masing-masing diberikan oleh persamaan (10.91) dan (10.92), maka dapat
ditunjukkan bahwa matriks R̄−1 diberikan oleh
αn−1 αn−2 . . . α1 1
αn−2 αn−3 . . . 1 0
.. .
. . . .
. .
.
−1
R̄ = . . . . . . (4.42)
α1 1 ... 0 0
1 0 ... 0 0
Selanjutnya diberikan suatu teorema yang merupakan "dual" dari teorema (26) yaitu
bentuk kompanion teramati.
teramati, maka sistem ini dapat ditransformasi menjadi bentuk kompanion teramati yang
diberikan oleh:
0 0 0 . . . 0 −αn βn
1
0 0 . . . 0 −αn−1
βn−1
0
1 0 . . . 0 −αn−2
βn−2
˙
x̄(t) = .. .... .. .. x̄(t) + .. u(t)
. . . . . .
0 0 0 . . . 0 −α2 β2
0 0 0 . . . 1 −α1 β1
y(t) = 0 0 0 . . . 0 1 x̄,
Bukti
Karena sistem (10.95) teramati, maka berdasarkan Teorema 25 sistem dual
ẋ(t) = AT x(t) + C T u(t)
(4.44)
y(t) = B T x(t)
terkontrol. Jadi dari hasil Teorema 26, ada matriks P non-singulir sedemikian hingga
0 1 0 ... 0 0
0 0 1
... 0 0
0 0 0
... 0 0
P AT P −1 = .. .. .. , .. .. (4.45)
. . .
. .
0 0 0 ... 0 1
−αn −αn−1 −αn−2 . . . −α2 −α1
0
0
0
T
P C = .. (4.46)
.
0
1
dan
B T P −1 = βn βn−1 βn−2 . . . β2 β1 (4.47)
Sistem (10.100) adalah terkontrol dualitas dari sistem ini adalah teramati yang dilakukan
dengan mentranspose tiga persamaan matriks (10.97), (10.98) dan (10.99), diperoleh:
0 0 0 . . . 0 −αn
1 0 0 . . . 0 −αn−1
0 1 0 . . . 0 −αn−2
(P −1)T AP T = .. .. .. .. .. = QAQ ,
−1
. . . . .
0 0 0 . . . 0 −α2
0 0 0 . . . 1 −α1
CP T = 0 0 0 . . . 0 1 = CQ−1
dan
βn
βn−1
βn−2
(P −1 )T B = .. = QB,
.
β2
β1
dimana Q = (P −1 )T . Jadi dengan transformasi x̄(t) = Qx(t) sistem teramati (10.95)
menjadi:
˙
x̄(t) = QAQ−1 x̄(t) + QBu(t)
(4.49)
y(t) = CQ−1 x̄(t)
atau
0 0 0 . . . 0 −αn βn
1
0 0 . . . 0 −αn−1
βn−1
0
1 0 . . . 0 −αn−2
βn−2
˙
x̄(t) = .. .... .. .. x̄(t) + .. u(t)
. . . . . .
0 0 0 . . . 0 −α2 β2
0 0 0 . . . 1 −α1 β1
y(t) = 0 0 0 . . . 0 1 x̄,
Masing-masing sistem (10.95) dan (10.101) adalah teramati dan sistem (10.101) didapat
dari sistem (10.95) dengan melakukan suatu transformasi x̄(t) = Qx(t). Bila masing-
masing matriks keteramatan dari kedua sistem ini diberikan oleh
C CQ−1
CA CQ−1 (QAQ−1 )
CA2 CQ−1 (QA2 Q−1 )
W = dan W̄ = ,
.. ..
. .
n−1 −1 n−1 −1
CA CQ (QA Q )
maka
CQ−1 C
CQ−1 (QAQ−1 ) CA
CQ−1 (QA2 Q−1 ) CA2 −1
W̄ = = Q = W Q−1 .
.. ..
. .
CQ−1 (QAn−1 Q−1 ) CAn−1
Jadi
W̄ = W Q−1 ⇒ Q = W̄ −1 W.
Dapat ditunjukkan bahwa matriks W̄ −1 diberikan oleh matriks yang sama dalam per-
samaan (10.94), yaitu
αn−1 αn−2 . . . α1 1
αn−2 αn−3 . . . 1 0
W̄ −1 = ... .. .. . ..
. . .. ..
α1 1 ... 0 0
1 0 ... 0 0
Pada bagian 1.1 dalam contoh tentang auto pilot suatu boat, pengontrol u(t) diungkap-
kan dalam besaran-besaran sebagaimana yang dikenal untuk memperoleh perilaku kemudi
yang baik dari kapal. Salah satu hukum pengnontrol yang telah diperkenalkan adalah
u(t) = Ke(t), dimana K adalah suatu konstan, e(t) kesalahan diantara a yang sebenarnya
dan ae yang diinginkan. Dalam hal ini ae yang diinginkan sudah diatur oleh juru-mudi,
sedangkan a yang merupakan suatu signal keluaran dari dinamika sistem secara sinam-
bung diukur. Dengan demikian saat pengendali normal yaitu ketika auto-pilot tidak di-
gunakan oleh juru-mudi; juru mudi tahu mengenai a dan ae pada saat pengamatan dan
membuat koreksi sesuai yang diinginkan bila terjadi diviasi. Pada situasi tsb. keluaran
(pengukuran-pengukuran) diumpan balikan ke masukan u(t); pengontrol yang demikian
dinamakan kontrol umpam-balik atau ekivalen sebagai kontrol loop-tutup
loop-tutup. Dalam sistem
kontrol loop-tutup, keluaran dihubungkan dengan masukan sistem akan dalam hal ini sis-
tem secara otomatis memerintah dengan sendirinya. Kebalikan dari sistem loop-tutup
adalah sistem loop-buka, dalam hal ini pengontrol u(t) tidak dipengaruhi oleh keluaran.
Suatu sistem pemanggang roti otomatis yaitu suatu pemanggang roti yang bisa padam
secara otomatis adalah salah satu contoh dari sistem kontrol loop-buka. Dalam hal ini
sistem di kontrol oleh "timer" (fungsi u(t), suatu fungsi "on-off"). Waktu untuk mem-
buat roti yang bagus harus diestimasi oleh pemakai yang bukan suatu bagian dari sistem.
Pengontrolan atas mutu (misalnya saja warna roti) yang merupakan keluaran diatur oleh
timer, untuk hal ini dapat didisain suatu pemanggang roti sebagai sistem umpan balik,
warna dari roti secara sinambung diukur dan pengukuran ini dihubungkan dengan "switch"
dari elemen pemanas.
Kembali pada keperluan yang lebih matematis mengenai prinsip umpan balik. Misalkan
suatu sistem diuraikan oleh:
ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t)
y(t) = Cx(t) + Du(t)
dimana sistem tidak stabil. Juga diasumsikan C = I dan D = 0, yaitu keseluruhan
121
122 U mpan balik keadaan dan keluaran..
keadaan teramati. Untuk memfokuskan ide, digunakan contoh pada pendulum terbalik
yang telah dibahas pada sub-bagian 2.4.1. Misalkan ada gangguan awal x0 6= 0 (x0 = 0
berhubungan dengan kesetimbangan tidak stabil dari kereta yang tidak bergerak pada
situasi yang diberikan saat pendulum tegak, dapat ditentukan suatu fungsi u(.); [t, ∞) 7→ R
sedemikian hingga penyelesaian dari ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t), x(0) = x0 akan konvergen ke 0
kalua t → ∞. Suatu pengontrol yang demikian (loop-tutup) sangat tidak praktis. Karena
gangguan mendatang tidak terjaga. Sebagai pengganti dapat diberikan suatu umpan balik
linear berbentuk
u(t) = F x(t), (5.1)
dimana F suatu matriks m × n (pada contoh pendulum terbalik adalah 1 × 4). Keadaan
x(t) memenuhi:
ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) = (A + BF )x(t). (5.2)
Matriks F dipilih sedemikian hingga sistem loop-tutup (5.2) mempunyai suatu perilaku
yang diinginkan, misalnya stabil asimtotik. Suatu umpan balik yang diberikan oleh (5.1)
dinamakan umpan balik keadaan
keadaan. Bila umpan balik keadaan tidak digunakan, alternatif
yang lainnya adalah umpan balik keluaran u = Hy(t), dimana H suatu matriks sesuai
pilihan berukuran m × p. Keadaan x(t) akan memenuhi:
Definisi 7 Sistem ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) bisa distabilkan bila ada suatu matriks F ukuran
m × n sedemikian hingga semua nilai-karakterisrik λ dari matriks A + BF , ℜ(λ) < 0.
Berikut ini diberikan suatu teorema yang memberikan syarat suatu sistem bisa distabilkan.
Teorema 18 Sistem ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) terkontrol bila dan hanya bila untuk setiap
polinomial
p(λ) = λn + p1 λ(n−1) + p2 λ(n−2) + . . . + pn ,
Bukti
Asumsikan bahwa untuk setiap sebarang p(λ) yang mempunyai bentuk seperti diberikan
dalam teorema ada suatu matriks F sedemikian hingga det[λI − (A + BF )] = p(λ) dan
andaikan sistem ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) tak-terkontrol. Maka ada basis di Rn sedemikian
hingga:
A1,1 A1,2 B1
A= , B= (5.3)
0 A2,2 0
Bila dipartisi sebarang matriks umpan-balik F sebagai (F1 F2 ), maka
A1,1 A1,2 B1
A + BF = + (F1 F2 )
0 A2,2 0
A1,1 + B1 F1 A1,2 + B1 F2
= .
0 A2,2
(A + BF ),
yaitu:
λI − (A1,1 + B1 F1 ) −(A1,2 + B1 F2 )
det[λI − (A + BF )] = det
0 λI − A2,2
= det(K) det(L) det(M ),
Sehingga diperoleh
Terlihat bahwa apapun pilihan terhadap F , polinomial dari det[λI −A2,2 ] tidak bisa dipilih
sebarang dan polinomial ini selalu merupakan suatu bagian dari polinomial karakteristik
dari matriks (A + BF ). Akibatnya polinomial karakteristik dari matriks (A + BF ) tidak
akan bisa dipilih sebarang. Hal ini kontradiksi dengan kenyataan asumsi. Jadi haruslah
sistem ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) terkontrol.
Sebaliknya, asumsikan (A, B) terkontrol. Akan ditunjukkan bahwa untuk setiap poli-
nomial p(λ) = λn + p1 λ(n−1) + p2 λ(n−2) + . . . + pn ada tunggal suatu matriks F sedemikian
hingga det[λI −(A+BF )] = p(λ). Sistem (A, B) terkontrol, maka berdasarkan Teorema 26
A dan B mempunyai bentuk kompanion:
0 1 0 ... 0 0 0
0 0 1 . . . 0 0 0
0 0 0 . . . 0 0 0
A = .. .. .. .. .. dan B = .. .
. . . . .
.
0 0 0 ... 0 1 0
−αn −αn−1 −αn−2 . . . −α2 −α1 1
Terlihat bahwa sistem loop-tutup stabil asimtotik. Contoh ini menunjukkan bahwa walaupun
sistem tak-terkontrol tapi sistem bisa distabilkan.
Contoh 35 Kembali pada Contoh 8 pendulum terbalik. Hasil pelinearan disekitar peye-
lesaian sama denagn nol serta dengan memberikan nilai-nilai tertentu pada beberapa kon-
stanta yang tidak diketahui, matriks A dan B masing-masing diberikan oleh
0 1 0 0 0
25 0 0 0
A= dan B = −2.4
0 0 0 1 0
−0.6 0 0 0 1
Dapat diselidiki bahwa sistem terkontrol. Polinomial karakteristik dari A adalah λ4 −25λ2 ,
dari polinomial ini terlihat bahwa salah satu nilai karakteristik dari A sama dengan 5, jadi
Bila masukan dipilih sebagai u(t) = (f1 f2 f3 )x(t). Untuk nilai fi , i = 1, 2, 3 yang mana
sistem loop-tutup stabil asimtotik?
Dari hukum umpan balik yang diberikan menghasilkan:
0 1 0
ẋ(t) = 0 0 1 x(t).
2 + f1 −3 + f2 1 + f3
Karena lokasi yang tepat dari "zeros" tidak penting, digunakan kriteria Routh-Hurwitz
untuk memperoleh kondisi-kondisi fi yang akan menjamin kestabilan asimtotik. Skemanya
adalah:
1 3 − f2 0
−1 − f3 −2 − f1 0
−2 − f1 0
0
Maka dari itu, kondisi syarat perlu dan cukup untuk stabil asimtotik adalah:
Latihan 28 Berikan contoh sistem linear invarian-waktu yang tidak dapat dikontrol tapi
dapat distabilkan.
dalam hal ini u(t) tidak harus suatu skalar adalah bisa distabilkan bila ruang bagian tak-
stabilnya termuat didalam ruang bagian
Apakah realisasi ini dapat distabilkan? Apakah memungkinkan mendapatkan suatu vektor
F sedemikian hingga hukum umpan balik u(t) = F x(t) menyebabkan nilai karakteristik dari
sistem umpan balik adalah: −2, −2, −1, −1 atau −2, −2, −2, −2, −1 atau −2, −2, −2, −2?
Latihan 31 Sistem linear terkontrol dan teramati diberikan oleh persamaan berikut:
1 2 0
ẋ = x+ u, y = (1 2)x.
3 1 1
Bila umpan balik keadaan u = (k1 k2 )x+r. Tentukan nilai k1 dan k2 supaya sistem umpan
balik keadaan tetap terkontrol tetapi tak dapat diamati.
pengamat
u(t) x̂(t)
✲ ż(t) = P z(t) + Qu(t) + Ky(t) ✲
✲ x̂(t) = Sz(t) + T u(t) + Ry(t)
2. Beda x̂(t) − x(t) harus konvergen ke nol bila t → ∞ terlepas dari kondisi awal
x(0), z(0) dan kontrol u(t).
˙
ẋ(t) − x̂(t) = Ax(t) + Bu(t) − P x̂(t) − Qu(t) − Ky(t)
= Ax(t) + Bu(t) − P x̂(t) − Qu(t) − KCx(t)
= (A − KC)x(t) − P x̂(t) + (B − Q)u(t)
B = Q, A − KC = P.
˙
x̂(t) = Ax̂(t) + Bu(t) + K(y(t) − ŷ(t)), dengan ŷ(t) = C x̂(t). (5.4)
Terlihat sangat banyak kemiripan dengan sistem asal. Sistem (5.4) merupakan duplikat
dari sistem riil terlepas dari suku tambahan K(y(t) − ŷ(t)) yang bisa ditafsirkan sebagai
suku koreksi. Diagram alir dari kondisi ini diberikan dalam Gambar 5.2.
Selanjutnya agar persyaratan kedua dipenuhi, dikaji bagaimana mengestimasi kesala-
han e(t) = x(t) − x̂(t) bila t → ∞,
˙
ė(t) = ẋ(t) − x̂(t)
= Ax(t) + Bu(t) − Ax̂(t) − Bu(t) − K(Cx(t) − cx̂(t))
= (A − KC)(x(t) − x̂(t)) = (A − KC)e(t).
y
✲ ẋ = Ax + Bu
y = Cx ❄
u + ✲
K
−
✻
✲ x̂˙ = Ax̂ + Bu + K(y − ŷ) ŷ
✲ ŷ = C x̂ ✲
x̂
Karena e(t) harus konvergen ke nol, persyaratannya menjadi matriks (A − KC) harus
stabil asimtotik. Dalam hal ini timbul pertanyaan sebagai berikut: Dapatkah suatu ma-
triks K diperoleh sedemikian hingga persyaratan tsb. memungkinkan? Teorema berikut
menyatakan bahwa hal tsb. mungin bila (C, A) teramati.
Bukti
(C, A) teramati bila dan hanya bila (AT , C T ) terkontrol. (AT , C T ) terkontrol bila dan hanya
bila untuk setiap polinomial w(λ) ada matriks F sedemikian hingga det[λI −(AT +C T F )] =
w(λ). Pilih K = −F T , maka
det[λI − (A − KC)] = det[λI − (AT − C T K T )] = w(λ)
Contoh 37 Contoh ini merupakan kelanjutan contoh sebelumnya dari pendulum terba-
lik. Di asumsikan bahwa hanya pengukuran-pengukuran skalar dan posisi kereta dibuat
sedemikian hingga A dan C adalah:
0 1 0 0
25 0 0 0
A= 0
, C = 0 0 1 0 .
0 0 1
−0.6 0 0 0
Matriks keteramatan adalah:
0 0 1 0
0 0 0 1
Mo =
−0.6
⇒ rank Mo = 4.
0 0 0
0 −0.6 0 0
dilain pihak
λ −1 k1 0
−25 λ k2 0
det[λI − (A − KC)] = det
0
0 λ + k3 −1
0.6 0 k4 λ
= λ4 + k3 λ3 + (−25 + k4 )λ2
+(−25k3 − 0.6k1)λ + (−0.6k2 − 25k4 )
Latihan 32 Tinjau kedinamikan dari trayektori satelit. Bila hanya pengukuran satu skalar
yang diijinkan yaitu y1 (t) atau y2 (t) yang mana harus diplih supaya keteramatan dipenuhi?
Konstruksikan suatu pengamat untuk pengukuran yang dipilih sedemikian hingga pole-pole
dari pesamaan kesalahan
ė(t) = (A − KC)e(t)
semuanya sama dengan −1.
Teorema 19 memberikan suatu syarat perlu dan cukup sedemikian hingga pole dari ma-
triks (A − KC) bisa dipilih sekehendak kita. Suatu kemungkinan pemilihan adalah men-
empatkan semua pole diseparuh bidang sebelah kiri (pole-pole tidak harus pada tempat-
tempat khusus). Ini tentunya persyaratan yang lebih lunak yang mana keteramatan meru-
pakan syarat cukup, tetapi bukan merupakan syarat perlu sebagaimana yang diberikan
dalam uraian berikut. Tinjau pasangan matriks:
1 0
A= dan C = (1 0),
0 −1
Bila dipilih k1 > 1, kedua "zeros" terletak diseparuh bidang kiri, sehingga bila dikonstruksi
pengamat dimana letak pole sama dengan letak zeros tsb., maka untuk t → ∞ pengamat
ini akan konvergen ke vektor keadaan riil. Salah satu polenya adalah −1, merupakan pole
yang sudah tetap tidak bisa diubah.
Suatu syarat perlu dan cukup sedemikian hingga semua pole dari (A − KC) harus
terletak di separuh bidang kiri adalah bila A dan C diuraikan kedalam suatu basis tertentu
sedemikan hingga masing-masing mempunyai bentuk:
A1,1 | A1,2
A = −− −− −− , C = (0 | C1 ),
0 | A2,2
dimana pasangan (C1 , A2,2 ) teramati. Oleh karena itu sekarang haruslah kondisi matriks
A1,1 stabil asimtotik. Sifat dari pasangan matriks (C, A) sedemikian hingga suatu K dapat
dipilih dimana pole-pole dari matriks (A − KC) terletak di separuh bidang kiri dinamakan
dapat-dideteksi.
dapat-dideteksi bila dan hanya bila ker(Mo ) termuat dalam ruang stabilnya.
Latihan 34 Tunjukkan bahwa keterdetesian adalah suatu konsep dual, yaitu bila (A, B)
dapat distabilkan, maka (B T , AT ) dapat-dideteksi.
memberi sifat-sifat yang diharapkan sistem. Selanjutnya dikombinasi konsep umpan balik
dengan pengamat. Bila u(t) = F x(t) suatu hukum umpan balik yang membuat sistem
ẋ(t) = (A + BF )x(t) stabil asimtotik, maka diinginkan hal serupa pada hukum umpan
balik u(t) = F x̂(t). Selanjutnya secara bersama-sama perilaku sistim asli dan pengamat:
sistem asli
v(t) u(t)✲ R x(t)✲ y(t)
✲ + B ✲ + ✲ C ✲
✻ ✻
A ✛
✲ B
R ❄ +
❄
✛ x̂ ✛ +✛ ✛
F K
✻ −
✲ A
✲ C ✛ ŷ(t)
kompensator
Nilai karakteristik dari sistem diatas sama dengan nilai karakteristik dari matriks A +
BF bersama-sama dengan nilai karakteristik matriks A − KC. Jadi nilai karakteristik
keseluruhan sistem sama dengan nilai karakteristik yang diperoleh melalui umpan balik
u(t) = F x(t) dan malalui pengkonstruksian pengamat.
Umpan balik u(t) = F x(t) dan pengamat bisa didisain secara tak bergantungan satu
dengan yang lainnya. Bila diletakkan bersama sistem asli dan pengamat dengan umpan
balik u(t) = F x(t), nilai karakteristik tidak saling mempengaruhi. Prinsip ini dinamakan
prinsip pemisahan. Total sistem dari sistem asli, pengamat dan loop umpan balik diberikan
ringkasannya dalam diagram alir dalam Gambar 5.3 yang tersaji dalam halaman sebelum-
nya. Dua sub-sistem yang dikelilingi oleh garis-putus masing-masing adalah sistem asli
dan kompensator. Kompensator disini berbeda dengan kompensator statik yang telah
dikenalkan, oleh karena itu kompensator ini disebut kompensator dinamik.
x̂1 R
f1 + k1
25 -2.4
R
f2 + + k2
x̂2
+
+ +
x̂3 R -
f3 + k3
-.6
R
f4 + + k4
x̂4
Contoh 38 Diberikan contoh kereta dengan pendulum terbalik (lihat Gambar 5.4). Pada
dua contoh sebelumnya didisain hukum umpan balik keadaan dan pengamat. Kombinasi
pendisainan sebagai berikut, nilai numerik fi dan ki dengan i = 1, 2, 3, 4 seperti yang telah
diberikan dalam dua contoh terdahulu.
Sebegitu jauh belum dipertimbangkan masukan baru v(t), yang dberikan oleh u(t) =
F x(t) + v(t), F x(t) adalah komponen umpan balik, sedangkan v(t) adalah komponen baru
loop-buka. Bila diubah keseluruhan disain dari sistem asli dan pengamat dalam diagram
✻ a
c b ✲
B
R ✛ ❄ +
❄
✛ x̂ ✛ ✛
F + K
✻ ✻−
✲ C
ŷ
Dalam Gambar 5.5 terlihat hubungan baru bc sebagai pengganti dari hubungan ab
dalam diagram sebelumnya. Dalam diagram terlihat v(t) tidak masuk ke kompensator. Hal
ini tidak akan mengubah sifat kestabilan dari keseluruhan sistem disebabkan v(t) hanya
bergantung pada waktu t tidak tergantung pada keadaan. Diagram yang paling akhir
secara simbolik bisa digambar sebagai mana yang diberikan dalam Gambar 5.6. Terlihat
v
✲+ ✲ sistem y
✲
asli
✻
dalam Gambar 5.6 kestabilan dari suatu pengamat bisa diinterpretasikan sebagai umpan
balik keluaran, dalam hal ini diperoleh suatu sistem dinamik loop-umpan balik.
dimana u(t) adalah masukan sistem sebagaimana biasanya, sedangkan v(t) dapat diin-
terpretasikan sebagai "gangguan". Gangguan ini tidak dapat diukur secara langsung,
hanyalah keluaran y(t) yang dapat diukur. Dalam kasus ini bertujuan mendisain suatu
hukum umpan balik:
u(t) = F x(t) + ū(t)
sedemikian hingga v(t) tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap keluaran dan tidak
masalah apa bentuk dari ū(t) atau keadaan awal x(0) dari sistem (5.6).
Bila digunakan hukum umpan balik u(t) = −x2 (t) + ū(t), diperoleh:
Zt
y(t) = x1 (0) + ū(τ )dτ,
0
Penyajian masukan/keluaran dari suatu sistem merujuk pada suatu pendiskripsian di-
mana masukan secara langsung dikaitkan dengan keluaran, tanpa fungsi media-antara lain-
nya atau fariabel keadaan. Sudah dikaji suatu masukan-keluaran melalui kajian fariabel
keadaan pada bagian yang terdahulu. Kajian masukan-keluaran juga bisa ditemui pada
pembahasan terdahulu dalam fungsi atau matriks respon impuls. Melalui fungsi K(t, s)
fungsi masukan secara langsung dikaitkan dengan fungsi keluaran. Diskripsi ini diperoleh
dengan mengeliminasi vektor keadaan x(t). Pada bagian berikut ini dikaji penyajian yang
berguna dari masukan/keluaran suatu sistem.
Oleh karena itu domain dari fungsi F : (b, ∞) → R bisa diperluas sampai semua s ∈ C
dengan Re(s) > b dan
F : {s ∈ C|Re(s) > b} → C
137
138 Penyajian masukan/keluaran..
adalah fungsi kompleks. Pada kajian disini s akan selalu menunjukkan bilangan kompleks.
Perluasan ke fungsi bernilai vektor adalah:
Zt
y(t) = G(t − τ )u(τ )dτ.
−∞
Zt
y(t) = G(t − τ )u(τ )dτ. (6.1)
0
Andaikan bahwa fungsi y(.), u(.) dan G(.) mempunyai transformasi Laplace yang masing-
masing dinotasikan dengan Y (.), U(.) dan H(.), jadi
Z∞ Z∞
Y (s) = y(t)e−stdt, U(s) = u(t)e−st dt
0 0
dan
Z∞
H(s) = G(t)e−st dt,
0
Matriks H(S) p × m disebut matriks transfer dari sistem. Ia memberikan diskripsi sistem
sangat sederhana. Sifat bahwa (6.2) adalah transformasi Laplace dari (6.1) disebut teori
konvolusi. Disini diasumsikan pembaca mengenal sifat ini dan secara lebih umum dengan
transformasi Laplace. Bila G(t) = O(ebt ) maka matriks transfer terdifinisi hanya untuk
Re(s) > b. Teori transformasi Laplace menganjurkan bahwa H(s) analitik untuk Re(s) >
b, dan teori bilangan komplek menerangkan bahwa keujudan dari kekontinuan analitik
H(s) adalah tunggal. Suatu Fungsi matriks ada untuk semua s ∈ C dan tunggal, analitik
dibidang kompleks kecuali disejumlah titik-titik terisolasi. Hal ini adalah identitik dengan
H(s) untuk Re(s) > b.
Sekarang suatu metode baru sudah didapat untuk menghitung matriks transisi. Trans-
formasi Laplace dari :
adalah
X(s) = (sI − A)−1 x0 , X(s) = L(eAt )x0 .
Jadi
eAt = L−1 (sI − A)−1 ,
dimana L−1 transformasi Laplace-invers. Fungsi matriks (sI − A)−1 dinamakan resolvent
dari matriks A.
Gambar 6.1 menjelaskan dua sistem masing-masing dengan fungsi transfer H1 (s) dan
H2 (s). Diskripsi dari sistem-sistem lewat matriks transfer bermanfaat bila diinginkan un-
tuk menghubungkan sistem-sistem yang ada.
L
Gambar 6.2 menjelaskan hubungan "parallel" dari dua sistem dimana simbol meny-
atakan penjumlahan. Jadi matriks tranfer dari sistem parallel ini diberikan oleh
H1 (s)
U(s) Y (s)
+
H2 (s)
Sedangkan hubungan seri dari dua sistem diberikan oleh Gambar 6.3 dan matriks trans-
fernya dari hubungan seri ini diberikan oleh H(s) = H1 (s)H2 (s).
Perlu diperhatikan bahwa untuk sistem dengan banyak masukan - banyak keluaran yaitu
masing-masing m dan p lebih besar dari 1, umumnya perkalian dua matriks fungsi H1 (.)
dan H2 (.) tidak komutatif, yaitu H1 H2 6= H2 H1 . Oleh karena itu urutan dimana sistem-
sistem dihubungkan sangatlah penting. Hubungan umpan-balik dua sistem diberikan oleh
U(s) Y (s)
H1 (s) H2 (s)
H2 (s)
Gambar 6.4.
Bila signal yang masuk ke H1 (S) dinotasikan dengan V (S), maka matriks transfer dari
keseluruhan sistem dihitung sebagai berikut:
V (s) = U (s) − H2 (s)Y (s)
⇒ Y (s) = H1 (s)(U (s) − H2 (s)Y (s)).
Y (s) = H1 (s)V (s)
6.1.2 Ossilasi
Sebegitu jauh kajian kita, telah diasumsikan fungsi-fungsi masukan dan keluaran adalah
fungsi bernilai riil. Dari segi pandangan kontrol adalah bermanfaat untuk menggunakan
fungsi-fungsi bernilai kompleks. Bila digunakan fungsi masukan kompleks:
0, untuk t > 0
u(t) = st
e c, untuk t ≥ 0
dengan s ∈ C dan c suatu vektor kompleks. Bila x(0) = 0, maka fungsi keluaran yang
terkait dengan masukan tsb. diberikan oleh:
Zt
y(t) = G(t − τ )esτ cdτ
0
Zt
= G(r)es(t−r) cdr
0
Zt
= G(r)e−sr dr est c
0 t
Z
= G(τ )e−sτ dτ u(t).
0
Bila t → ∞ dan diasumsikan integral konvergen ke H(s) untuk Re(s) cukup besar, maka
dperoleh
y(t) ∼ H(s)u(t).
Bila s = iω dengan ω ∈ R, maka u(t) = c(cos(ωt) + i sin(ωt)) = eiωt c dan
y(t) ∼ H(iω)eiωt c untuk t sangat besar.
Masukan u(t) = eiωt c disebut o ssilasi harmonik sedangkan H(iω)eiωt c dinamakan r espon
stasioner pada ossilasi harmonik eiωt c. Matriks H(iω) dinamakan matriks r esponse frekuensi.
R∞
Beda diantara y(t) dengan response stasioner dinamakan p erilaku transient. Bila Gi,j (τ )dτ <
0
∞ untuk semua i, j, maka perilaku transient mendekati nol untuk t → ∞. Dan dari hasil
R∞
kajian kestabilan bisa disimpulkan bahwa Gi,j (τ )dτ < ∞ bila semua nilai karakteristik
0
λi dari matriks A memenuhi Re(λi ) < 0.
dimana p(s) adalah polinomial karakteristik dari matriks A. Ditulis p(s) sebagai:
Suku-suku qi,j (s) untuk semua i, j adalah determinan dari submatriks (sI − A) berukuran
(n−1)×(n−1), oleh karena itu suku-suku tsb. merupakan polinomial dalam s yang berder-
ajad tidak lebih dari (n − 1). Jadi elemen-elemen dari (sI − A)−1 adalah fungsi rasional
q (s)
dalam s yaitu i,jp(s)
. Suatu f ungsi rasional adalah pembagian dari dua polinomial. Fungsi
rasional ini dimamakan fungsi r asioanal sejati kuat bila derajad dari pembilang lebih kecil
dari derajad penyebutnya. Bila suatu fungsi rasional diberikan oleh h(s), maka suatu difin-
isi ekivalen dari fungsi rasional murni adalah lim h(s) = 0. Bila limit ini bernilai hingga
|s|→0
yaitu tidak perlu bernilai nol, maka dalam hal ini dinamakan fungsi rasional sejati. Mu-
dah diselidiki bahwa elemen-elemen dari H(s) adalah fungsi rasional sejati kuat. Misalkan
H(s) ditulis sebagai R(s)
p(s)
, dimana R(s) adalah matriks berukuran m × p dengan elemen-
elemen polinomial berderajad kurang dari n sedangkan derajad dari p(s) sama dengan
n. Sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya, pole-pole dari H(s) adalah titik-titik di-
mana H(s) mempunyai singularitas, yaitu titik s0 dimana lim H(s) tidak ada. Nilai-nilai
s→s0
karakteristik dari A merupakan calon titik-titik pole, tetapi tidak perlu keseluruhannya
merupakan pole.
Contoh 41 Bila
−1 0 1
A= B= dan C = (1 1),
0 −2 0
maka
−1
−1 s+1 0
(sI − A) =
0 s+2
1 s+2 0
=
(s + 1)(s + 2) 0 s+1
1
s+1
0
= 1 .
0 s+2
1
C(sI − A)−1 )B =
s+1
Bila diperhatikan matriks ini dengan rinci, terlihat bahwa elemen-elemennya merupakan
fungsi rasional sejati, karena umumnya derajad dari pembilang sama dengan derajad dari
penyebutnya. Contoh berikut menunjukkan ada fungsi transfer dimana elemennya bukan
fungsi rasioanal.
q(s) q0 sn + q1 sn−1 + . . . + qn
h(s) = = n . (6.7)
p(s) s + p1 sn−1 + . . . + pn
Telah dikenal dengan baik bahwa suatu polinomial derajad n bisa difaktorkan kedalam n
suku-suku linear, oleh karena itu diperoleh:
q(s) c(s − b1 )(s − b2 ) . . . (s − bk )
h(s) = = (6.8)
p(s) (s − a1 )(s − a2 ) . . . (s − an )
dengan ai , bi ∈ C, c ∈ R dan k 6= n. Diasumsikan bahwa q(s) dan p(s) tidak mem-
punyai faktor persekutuan. Bila punya, faktor-faktor persekutuan tsb. akan terkansel.
"Zeros" dari pembilang p(s) yaitu a1 , a2 , . . . , an dinamakan "pole" dari fungsi transfer dan
b1 , b2 , . . . , bk dinamakan "zeros" dari fungsi transfer. Alasan dari terminologi yang dike-
nalkan adalah sebagai berikut. Misalkan diberikan masukan:
st
e0, t≥0
u(t) =
0, t < 0
c(s − b1 )(s − b2 ) . . . (s − bk ) 1
Y (s) = .
(s − a1 )(s − a2 ) . . . (s − an ) s − s0
A1 A2 An An+1
Y (s) = + + ...+ + , Ai ∈ C, (6.9)
s − a1 s − a2 s − an s − s0
dimana untuk alasan penyederhanaan, diasumsikan bahwa semua pole ai mempunyai "mul-
tifisitas satu". Transformasi invers dari (6.9) menghasilkan:
dalam hal ini n suku-suku pertama dinamakan "mode bebas" dari sistem. Suku yang
terakhir adalah suatu hasil dari masukan. Selanjutnya, bila s0 = bi untuk beberapa i,
nisalnya saja i = 1, maka
c(s − b1 )(s − b2 ) . . . (s − bk ) 1
Y (s) = .
(s − a1 )(s − a2 ) . . . (s − an ) s − b1
c(s − b2 )(s − b3 ) . . . (s − bk )
=
(s − a1 )(s − a2 ) . . . (s − an )
A1 A2 An
= + + ...+ Ai ∈ C.
s − a1 s − a2 s − an
Terlihat bahwa frekuensi dari signal masukan s0 tidak nampak dalam signal keluaran,
hanya mode bebas yang nampak. Zeros dari sistem adalah frekuensi-frekuensi yang bukan
merupakan bagian bentuk dari signal keluaran.
Definisi 8 Bila semua nilai karakteristik λi bagian riilnya adalah negatif, w aktu-konstan
σ yang berkaitan dengan sistem di definisikan sebagai σ −1 = mini {Re(λi )}.
adalah suatu sistem b ukan phase minimum bila setidaknya satu zeros bagian rill nya positip.
Contoh 44 Lagi ditinjau sistem dinamik satelit. Suatu versi dimana hanya satu fari-
abel masukan u( t) dan satu fariabel keluaran y2 (t) yang dipertimbangkan. Untuk ω = 1,
diperoleh matriks-matriks:
0 1 0 0 0
3 0 0 2 0
A= 0 0 0 1
, B = , C = 0 0 1 0 .
0
0 −2 0 0 1
s2 − 3 √ √
Fungsi transfer ini adalah: . Zeros dari sistem ini adalah s = + 3 dan s = − 3,
s4 + s2 √
secara tegasnya dalam frekuensi ini tak ada ossilasi sama sekali; s = ± 3 berkaitan dengan
fungsi eksponensial yang mana tidak bisa membentuk suatu komponen signal keluaran.
Tetapai karena sistem tidak stabil, maka mode yang dibangun oleh masukan tidak akan
pernah habis sama sekali.
dimana u(t) dan y(t) skalar, menghasilkan suatu fungsi transfer (matriks berukuran 1 × 1)
yang diberikan oleh:
h(s) = C(sI − A)−1 B + D, (6.10)
dimana derajad pembilang lebih kecil atau sama dengan derajad penyebut. Sebaliknya,
untuk fungsi transfer dengan derajad pembilang lebih kecil atau sama dengan derajad
penyebut (=n), ada matriks A, n × n, B, n × 1, C, 1 × n dan matriks D, 1 × 1 yang
q(s)
memenuhi (6.10). Misalkan diberikan fungsi transfer h(s) = p(s) dengan derajad q(s) ≤
derajad p(s). Pertama ditentukan D, ada dua kemungkinan:
2. bila derajad q(s) = derajad p(s), maka, h(s) ditulis sebagai berikut:
q(s) q0 sn + q1 sn−1 + . . . + qn
h(s) = =
p(s) sn + p1 sn−1 + . . . + pn
q0 (sn + p1 sn−1 + . . . + pn )
=
p(s)
(q1 − q0 p1 )sn−1 + . . . + (qn − q0 pn )
+
p(s)
q̄(s)
= q0 + ,
p(s)
dimana derajad q̄(s) < derajad p(s). Dalam hal ini diambil D = q0 .
Agar supaya sederhana, notasi q̄(s) ditulis dengan q(s) yang tentunya berbeda dengan q(s)
yang terdahulu. Dengan demikian bisa dilanjutkan dengan bentuk rasional
q(s)
, dengan derajad q(s) < derajad p(s)
p(s)
Bila Y (s) dan U(s) masing-masing adalah transformasi Laplace dari y(t) dan u(t), maka
Y (s) = h(s)U(s), atau ekivalen:
atau
sn Y (s) + p1 sn−1 Y (s) + . . . + pn Y (s) = q1 sn−1 U(s) + . . . + qn U(s). (6.11)
Selanjutnya diawali dengan suatu q(s) yang khusus, yaitu ditentukan q(s) = qn = 1. Oleh
karena itu dipunyai suatu sistem yang berbeda dengan aslinya. Dalam hal ini sebagai peng-
ganti keluaran y(t), digunakan z(t) dengan transformasi Laplace Z(s). Maka diperoleh:
dn dn−1
(qn ż(t)) + p1 n−1 (qn ż(t)) + . . . + pn (qn ż(t)) = qn u̇(t). (6.16)
dtn dt
Dilanjutkan cara ini sampai diperoleh:
dn di dn−1 di di
dtn qn−i dti z(t) + p1 dtn−1 qn−i dti z(t) + . . . + pn qn−i dti z(t)
d i
= qn−i dti u(t)
n−1
d
= qn u + q1 u̇(t) + . . . + q1 dtn−1 u(t)
Bila dibandingkan (6.14) dengan (6.17), diperoleh penyelesaian tunggal y(t) pada (6.14)
dengan semua nilai awal semua derivatif y(t) sama dengan nol adalah qn z + qn−1 ż(t) + . . . +
n−1 q(s)
q1 dtd n−1 z(t). Jadi dalam hal ini realisasi dari h(s) = p(s) dengan fariabel keadaan
z(t)
ż(t)
..
.
dn−1
z(t)
dtn−1
diberikan oleh
0 1 0 . . . 0 0
0 0 1 ... 0 0
.
. . . . .
A= . . .
. .
. .
. .
. , B = ..
.
0 0 0 0 1 .. (6.18)
−pn −pn−1 . . . −p2 −p1 1
dan
C = (qn qn−1 . . . q1 )
Realisasi yang lain tentunya ada sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya
suatu transformasi kordinat dalam ruang keadaan tidak akan mengubah fungsi transfer.
Realisasi yang diberikan dalam (6.18) dimanakan realisasi terkontrol baku atau bentuk kanonik terkontr
Bentuk ini juga telah dibahas pada bagian 10.13 dengan nama bentuk kompanion. Prose-
dur untuk memperoleh suatu realisasi diatas bisa dilakukan dengan menggunakan suatu
diagram alir, berikut ini diberikan suatu diagram yang menjeleskan realisasi dari suatu
q2
y
q1 +
u z (3) R z (2)
R z (1)
R z
+ q0
-p2
-p1
-p0
fungsi transfer, khusus untuk n = 3. Notasi z (i) (t) yang digunakan dalam Gambar 6.5
mempunyai arti derivatif ke-i dari z(t).
R
Dalam diagram Gambar 6.5 kotak menyatakan integral yang merupakan notasi singkat
dari sistem ẋ(t) = u(t); y(t) = x(t) dengan fungsi transfer 1s sedangkan masing-masing
kotak −pi dan qi menyatakan perkalian dengan koefisien didalam kotak tsb. Diagram
menunjukkan juga bagaimana sistem bisa direalisasi dalam praktis (dibangun) bila dipun-
yai perangkat dalam bentuk blok-blok yang berupa integral, tambah dan kali. Hal ini sama
dengan apa yang digunakan dalam k omputer analog. Secara khusus dapat juga mengim-
plementasi atau membentuk sistem ini melalui differensiator.Disain ini atau diagram alir
diantara u(t) dan z(t) diberikan dalam Gambar 6.6.
u z (3)
R z (2) R z (1) R z
+
-p2
-p1
-p0
Oleh karena itu dengan menggunakan superposisi diperoleh diagram yang diberikan oleh
Gambar 6.7.
q(s)
Diagram terakhir juga menguraikan sistem yang dikarakteristikan oleh h(s) = p(s)
. Pada
q0
q0 z + q1 ż + q2 z̈ = y
u R R R
q1 d
+
dt
q2 d d -p2
dt dt
-p1
-p0
diagram ini telah digunakan blok dtd differensiator. Sebagaimana diketahui secara teknik
differensiator sulit dibangun. Sebagai penggantinya lebih disukai menggunakan integrator
sebab integrator ini mudah direalisasikan.
Contoh 45 Dalam Contoh 44 telah dikaji suatu masalah bentuk sistem dinamik satelit
telah dikaji dengan fungsi transfer
s2 − 3
.
s4 + s2
Suatu realisasi dari fungsi ini adalah:
0 1 0 0 0
0 0 1 0 0
ẋ(t) =
0 0 0 1 x(t) + 0 u(t)
0 0 −1 0 1
dan
y(t) = −3 0 1 0 x(t).
Berikut ini akan diberikan bentuk khusus lain suatu realisasi dari fungsi transfer dinamakan
bentuk kanonik teramati yang tidak dikaji secara intensive. Disini fungsi transfer yang
dikaji diberikan dalam persamaan (6.7) hanya untuk q0 = 0; realisasi dari fungsi transfer
tsb. diberikan oleh:
−pn 1 0 ... 0 qn
−pn−1 0 0 ... 0 qn−1
.
A = ... .. .. ..
. . . , B = .. , C = (1 0 0 . . . 0). (6.19)
−p2 0 0 ... 1 q2
−p1 0 0 0 0 q1
Sebelum diakhiri bagian ini, akan diberikan satu metoda lain yang juga merealisasikan
q(s)
fungsi transfer h(s) = dengan derajad q(s) < derajad p(s). Metoda yang diberikan
p(s)
berdasarkan pada faktorisasi dari h(s):
q(s) A1 A2 An
h(s) = = + + ...+ ,
p(s) s − a1 s − a2 s − an
dimana ai adalah pole-pole dari h(s) yang untuk saat ini diasumsikan bernilai riil dan
mempunyai "multisiplisitas" satu.
1
s−a1 A1
u y
1
s−a2 A2 +
1
s−an An
realisasi ini bisa dipandang dalam suatu diagram blok yang diberikan dalam Gambar 6.8.
Realisasi yang dikaji ini dinamakan r ealisasi diagonal. Sistem asli tingkat ke-n "ter-dikopel"
1
kedalam n sub-sistem yang independen. Blok yang berisi merupakan bentuk ringkas
s − ai
dari blok yang diberikan dalam Gambar 6.9.
1 R
:= +
s − ai
ai
1
Gambar 6.9: Diagram Blok realisasi
s − ai
Bila p(s) = 0 mempunyai akar-akar real dengan multisiplisiti lebih besar dari satu, misalkan
s = a dengan multisiplisiti dua, maka faktorisasinya diberikan oleh:
A B
h(s) = + + ...
s − a (s − a)2
1 x1 1 x2
s−a A
s−a
+
B
Suku-suku diatas secara bersama dapat direalisasikan seperti diberikan dalam Gam-
bar 6.10. Bila keluaran dari dua blok integrator dalam Gambar 6.10 berturut-turut dino-
tasikan dengan x1 (t) dan x2 (t), maka suatu realisasi ruang keadaan dari bentuk
A B
+
s − a (s − a)2
diberikan oleh:
ẋ1 (t) a 1 x1 (t) 0 x1 (t)
= + u(t); y(t) = (B A) .
ẋ2 (t) 0 a x2 (t) 1 x2 (t)
1 2
s+2 s+1 1 (s + 1)2
h(s) = 2 = + ,
s + 2s + 5 22 2 22
1+ 1+
(s + 1)2 (s + 1)2
u 1 1 x1 1 y
+ 2 +
s + 1 x2 s+1 2
-2
Bila keluaran dari blok integrator dalam Gambar 6.11 berturut-turut dinotasikan dengan
x1 dan x2 , maka realisasi ruang keadaannya diberikan oleh:
ẋ1 (t) −1 2 x1 (t) 0 1 x1 (t)
= + u(t); y(t) = ( 1) .
ẋ2 (t) −1 −1 x2 (t) 1 2 x2 (t)
q(s)
Teorema 20 Suatu realisasi ruang keadaan dari fungsi transfer h(s) = terkontrol
p(s)
dan teramati bila dan hanya bila q(s) dan p(s) tidak mempunyai faktor persekutuan.
Bukti
Bukti diberikan hanya untuk fungsi-fungsi transfer dengan realisasi diagonal, yaitu matriks
sistem A diagonal. Perhatikan realisasi diagonal yang diberikan oleh:
λ1 . . . 0 b1
.. . . . .
A=. . .. , B = .. , C = (c1 . . . cn ). (6.20)
0 . . . λn bn
Determinan bagian sebelah kanan persamaan (6.21) disebut d eterminan Van der Monde.
Jadi det Ktr 6= 0 bila dan hanya bila λi 6= λj untuk semua i 6= j dan bi 6= 0 untuk semua
i. Pernyataan yang terakhir cukup jelas, bila belaku sebaliknya yaitu bila bi = 0 untuk
beberapa i maka komponen ke-i tidak dibangkitkan oleh masukan dan tidak dapat berada
pada ruang bagian terkontrol. Jadi realisasi (6.20) terkontrol bila dan hanya bila λi 6= λj
untuk semua i 6= j dan bi 6= 0 untuk semua i. Dengan argumentasi yang sama dapat
ditunjukkan realisasi teramati bila dan hanya bila λi 6= λj untuk semua i 6= j dan ci 6= 0
untuk semua i. Untuk suatu realisasi bentuk (6.20) terkontrol dan teramati, dipunyai
bi 6= 0 dan ci 6= 0, oleh karena itu gi 6= 0. Ini berarti tidak ada faktor persekutuan dalam
h(s).
Sebaliknya, misalkan q(s) dan p(s) tak mempunyai faktor persekutuan dan andaikan
realisasi (6.20) tak-terkontrol atau tak teramati. Maka dari itu det Ktr = 0; jadi λi =
λj untuk beberapa i, j atau bi = 0 untuk beberapa i. Hal ini menjukkan bahwa q(s)
dan p(s) mempunyai faktor persekutuan. Kenyataan ini bertentangan dengan hipotesa
bahwa dalam h(s) tak ada faktor persekutuan. Jadi haruslah realisasi (6.20) terkontrol
dan teramati.
Kedua matriks Mc dan Mo adalah singulir. Bahkan bila hanya satu saja dari kedua matriks
tsb. singulir sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa fungsi tranfer dari sistem (6.22).
Fungsi transfernya adalah:
(s − 1)(s − 2) 1
h(s) = 2
= .
(s − 1)(s − 2) s−2
Jadi, perilaku masukan-keluaran sistem direalisasikan oleh (6.20) dengan ruang keadaan
berdimensi tiga juga dapat direalisasikan oleh ruang keadaan berdimensi satu. Realisasi
ini adalah:
ẋ(t) = 2x(t) + u(t), y(t) = x(t).
Realisasi yang terakhir tsb. adalah realisasi minimal.
Contoh 47 Dikaji lagi contoh rangkaian elektrik RLC yang diberikan dalam Contoh 4.
Bentuk ruang keadaan sistem diberikan oleh:
1
ẋ1 (t) 0 x1 (t) 0
= 1
C
R + 1 u(t),
ẋ2 (t) −L − L x2 (t) L
Fungsi-fungsi respon frekuensi sering digunakan dalam analisa jaringan, kontrol otomatik
dan akustik. Ada dua metoda yang dikenal untuk secara grafik menampilkan h(iω)
guna memperoleh kesan dari perilaku sistem yang dikaji. Dua moteda ini secara singkat
didiskusikan.
1. D iagram Nyquist atau p lot polar. Fungsi h(iω) diplot sebagai kurva dalam bidang den-
gan parameter ω yang bervariasi dari 0 sampai +∞. Bila dilihat h(s) sebagai fungsi
dari bidang kompleks ke bidang kompleks, maka diagram Nyquist adalah "image"
dari h pada sumbu imajiner positif.
2. D iagram Bode atau d iagram logarithma. Dalam hal ini h disajikan oleh dua grafik
yaitu plot amplitudo: ln |h(iω)| sebagai fungsi dari ln ω dan plot phase: arg(h(iω))
sebagai suatu fungsi ln ω.
Amplitudo (dB)
Im 20 log |iω| 0.0110
0.1 1
0 1 Re 0 u = Tω
u=4 u = 0
u = .5 asimtot
-20
u=2 u=1
-40
arg(h(iω)) phase ( )
0
0.01 0.1 1
0 u = Tω
-300
-600
-900
Sebagai contoh, pada Gambar 6.12 diagram Nyquist dan Bode dari sistem dengan fungsi
transfer 1+τ
1
s
, τ > 0. Skala ln |h(iω)| diungkapkan dengan d ecibel (dB). Grafik |h(iω)|
"versus" ω mengungkapkan yang dapat melewati sistem dan g ain. Jadi sistem dapat
diinterpretasikan sebagai suatu f ilter dari signal masukan.
B gain B
0 ω 0 ω 0 ω 0 ω
Dalam gambar yang pertama dari Gambar 6.13 hanya frekuensi-frekuensi rendah yang akan
U(s) + Y (s)
H2 (s) H1 (s)
-
Gambar 6.14: Diagram Balok Umpan Balik plan H1 (s) dan kontroler H2 (s)
Contoh 48 Tinjau konfigurasi sistem umpan balik berikut yang diberikan oleh Gam-
bar 6.14. Dalam Gambar 6.14, sistem dengan fungsi transfer H1 (s) biasanya dinamakan
p lan. Diinginkan mendisain suatu k ontroler H2 (s) sedemikian hingga keseluruhan sistem
umpan balik mempunyai karakteristik yang menyenangkan. Kontroler yang dikarakteristik
oleh fungsi transfernya bisa dipilih oleh disainer. Bisa ditunjukkan bahwa fungsi transfer
keseluruhan sistem umpan balik diberikan oleh:
Suatu kriteria disain yang mungkin adalah Y (s) sedapat mungkin mendekati U(s). Hal ini
dinamakan " tracking". Suatu kemungkinan untuk memperoleh suatu sistem tracking yang
baik adalah mendisain H2 (s) dengan suatu cara sehingga H1 (s)H2 (s) "besar", maka dari
itu (I + H1 (s)H2 (s))−1 H1 (s)H2 (s) ∼ I, hal ini berakibat Y (s) ∼ U(s). Untuk frekuensi
yang dipertimbangkan s diganti dengan iω, didefinisikan S(ω) sebagai:
S(ω) = (I + H1 (iω)H2(ω))−1 ,
du(t)
Contoh 49 Masalah differensiator, misalkan y(t) = dt
,t ∈ R, maka untuk u(0) = 0
diperoleh:
Z∞ Z∞
−st du(t) ∞
Y (s) = e dt = u(t)e−st 0 +s u(t)e−st dt = sU(s).
dt
0 0
Fungsi transfernya adalah h(s) = s, dalam hal ini derajad dari pembilang lebih besar
dari penyebutnya, yaitu sistem adalah tak-kausal. Sistem semacam ini secara teknik tidak
bisa direalisasikan, sebab bila u(s) diketahui sampai saat waktu t, maka derifatif pada
titik akhir s = t tidak ada. Selanjutnya karena |h(iω)| = |ω| ini berarti frekuensi tinggi
dikenakan terus menerus dengan phase arg(iω) = π2 untuk semua frekuensi.
Berikut ini ditinjau persamaan (6.6) dengan umpan balik H2 (s) = I dan H1 (s) merepre-
sentasikan sistem masukan-keluaran tunggal, oleh karena itu diganti H1 (s) dengan h1 (s).
Diasumsikan fungsi transfer h(s) "sejati kuat" dan tidak mempunyai pole pada sumbu
imajiner, asumsi yang akhir ini tidak begitu esensial tetapi hal ini hanya sekedar untuk
penyederhanaan. Persamaan (6.6) menjadi:
h1 (s)
h(s) = .
1 + h1 (s)
Tinjau pemetaan ω 7→ h(iω), dimana −∞ < ω < +∞ dan h(iω) adalah suatu kurva dalam
domain kompleks. Untuk ω = −∞ kurva dinotasikan dengan Γ, dimulai dari titik asal,
dan untuk ω = +∞ kurva berakhir pada titik asal lagi. Oleh karena itu titik asal terletak
didalam kurva tertutup Γ.
Sistem loop-buka adalah sistem dengan fungsi transfer h1 (s), sedangkan sistem loop-tutup,
merujuk pada sistem dengan umpan balik satuan I. Teorema 21 adalah versi sederhana dari
teorema yang lebih umum yang dikenal dengan nama kriteria Nyquist yang bisa digunakan
untuk mengecek apakah sistem loop-tutup stabil.
Disini tidak diberikan bukti kriteria Nyquist. Kriteria ini berdasar pada teorema
T eorema Cauchy dalam teori fungsi kompleks. Berikut ini, diberikan teorema Cauchy.
Teorema 22 Asumsikan bahwa h suatu fungsi rasional atau lebih umumnya suatu fungsi
"meromorphic" yang tak mempunyai pole atau zeros pada suatu kurva tutup sederhana C.
Lagipula diasumsikan bahwa putaran pada C searah jarum jam. Maka integral berikut:
Z d
1 h(s)
ds ds
2π C h(s)
Pembatasan umpan balik adalah I bukan dimaksudkan untuk membatasi kajian, sebagai
mana yang terlihat berikut ini. Untuk umpan balik h2 (s), persamaan (6.6) menjadi:
terlihat bahwa ungkapan diatas sebagai suatu sistem seri dari dua subsistem yang dikarak-
teristik masing-masing oleh h1 h2 (1 + h1 h2 )−1 dan h−1
2 asalkan keduanya terdefinisi dengan
baik. Subsistem yang pertama adalah suatu sistem yang dikarakteristik oleh h1 h2 dengan
suatu umpan balik I. Jadi kajian kestabilan dari suatu sistem dengan umpan balik bukan
I bisa ditransformasi ke kajian kestabilan suatu sistem dengan umpan balik I dengan
tambahan persyaratan bahwa sistem yang dikarakteristik oleh h−1 2 ada.
Suatu sistem dikatakan Sistem waktu Diskrit bila input u[n] dan output y[n] adalah
signal diskrit. Gambar 7.1 adalah gambar dari sistem waktu diskrit. Suatu signal x(t)
u[n] y[n]
Sistem
T
Sistem Waktu Diskrit
adalah signal waktu diskrit bila t menyatakan peubah diskrit pada himpunan bilangan
bulat Z. Signal ini sering dinyatakan sebagai suatu barisan {xn } atau x[n] dengan n ∈ Z.
Gambar 7.2 menyatakan signal waktu diskrit. Pada signal diskrit x[n], n bisa menyatakan
x[n]
b
b
2 b
b b
1 b
b b b b b
-5 -4 -3 -2-1 0 1 2 3 4 5 n
sehari, dua hari dan x[n] bisa merupakan penutupan pasar modal setiap hari. Signal x[n]
bisa diperoleh melalui pensamplingan waktu kontinu signal x(t), misalnya
163
164 S istem Diskrit..
atau
x0 , x1 , x2 , · · · , xn ,
dengan xn = x[n] = x(tn ). Dalam hal ini xn dinamakan sample dan waktu diantaranya
dinamakan interval sample. Bila interval sample sama (sample seragam), maka
xn = x[n] = x(nTs )
atau n
1 1 1
x[n] = 1, , , · · · , ,···
2 4 2
{xn } = {· · · , 0, 0, 1, 2, 2, 2, 1, 1, 0, 3, 0, 0, · · · } ,
Bila signal diskrit x[n] diperoleh pada sejumlah berhingga nilai-nilai yang berbeda, maka
x[n] dinamakan signal digital.
Contoh:
Signal genap b x[n]
b b b b
b b
-3 -2 -1 0 1 2 3 n
b b b
-3 -2 -1 b
0 1 2 3 n
b b b
Setiap signal diskrit x[n] dapat diungkapkan sebagai signal jumlah dari dua signal genap
dan gasal yaitu
x[n] = xe [n] + xo [n], ∀n. (7.3)
Bagian genap dari x[n] adalah
1
xe [n] = (x[n] + x[−t]) (7.4)
2
sedangkan bagian gasal dari x[n] adalah
1
xo [n] = (x[n] − x[−n]) . (7.5)
2
Berikut ini diberikan sifat-sifat signal genap dan gasal, yaitu perkalian dua signal genap
atau dua signal gasal menghasilkan signal genap, sedangkan perkalian dari dua signal genap
dengan signal gasal menghasilkan signal gasal.
Misalkan x[n] = x1 [n]x2 [n]. Bila kedua dari x1 [n] dan x2 [n] genap, maka
Jadi x[n] adalah genap. Selanjutnya bila kedua dari x1 [n] dan x2 [n] gasal, maka
Jadi x[n] adalah genap. Bila x1 [n] genap dan x2 [n] gasal, maka
x[n]
b b b
b b b
b b
b b b b
b b b b
b b
b b b b b b
-2N -N 0 N 2N n
periodik. Periode fundamental N0 dari x[n] adalah bilangan positip terkecil dari nilai N
yang memenuhi Persamaan (7.6).
Contoh
x[n] = eiΩ0 n
Ω0
periodik bila hanya adalah bilangan rasional. Sebab, bila
2π
dipenuhi untuk
eiΩ0 N = 1
atau
Ω0 N = 2πm, m bilangan bulat positip
atau
Ω0 m
= = bilangan rasional.
2π N
x(t) = eiω0 t
2π
dengan frekuensi ω0 dan periode fundamental T0 = . Misalkan signal diskrit x[n]
ω0
diperoleh dari x(t0 ) melalui pensamplingan seragam dengan interval sampling Ts ,
yaitu
x[n] = x(nTs ) = eiωnTs .
Ts
Signal x[n] periodik bila adalah bilangan rasional. Sebab, misalkan x[n] periodik
T0
dengan periode fundamental N0 , maka
v(t)i(t)
p(t) = = i2 (t). (7.7)
R
dan
T
Z2
1
P = lim i2 (t)dt watt. (7.9)
T →∞ T
− T2
Untuk sebarang signal x(t), energi ternormalkan yang berisi E dari x(t) didefinisikan oleh
Z∞
E= |x(t)|2 dt. (7.10)
−∞
Hal serupa, untuk signal diskrit x[n] energi ternormalkan yang berisi E dari x[n] didefini-
sikan oleh ∞
X
E= |x[n]|2 . (7.12)
−∞
XN
1
P = lim |x[n]|2 . (7.13)
N →∞ 2N + 1
n=−N
Berdasarkan pada Definisi (7.10) sampai (7.13), klas signal berikut didefinisikan sebagai:
x(t) (atau x[n]) dinamakan signal energi bila dan hanya bila 0 < E < ∞ dan juga be-
rakibat P = 0. Sedangkan x(t) (atau x[n]) dinamakan signal tenaga bila dan hanya bila
0 < P < ∞ dan juga berakibat E = ∞. Berikut ini diberikan beberapa signal energi atau
signal tenaga.
Contoh
1. Diberikan signal kontinu
e−2t t ≥ 0
x(t) =
0 t<0
maka energi yang berisi x(t) adalah
Z∞ Z∞
E = |x(t)| dt = e−4t dt (misalkan u = −4t)
2
−∞ 0
Z−∞
1
= − eu du
4
0
Z0 0
1 1 u
= eu du = e
4 4 −∞
−∞
1 0 1 1
=(e − e−∞ ) = (1 − 0) = .
4 4 4
Karena E memenuhi 0 < E < ∞, maka signal x(t) adalah signal energi.
2. Diberikan signal x(t) = e−|t| , maka |x(t)|2 = e−2|t| juga bisa ditulis sebagai
2t
2 e t<0
|x(t)| =
e−2t t > 0
maka energi yang berisi x(t) adalah
Z∞ Z0 Z∞
E = |x(t)|2 dt = e2t dt + e−2t dt (|x(t)|2 fungsi genap)
−∞ −∞ 0
Z∞
= 2 e−2t dt (misalkan u = −2t)
0
Z−∞ Z0
u
= − e du = eu du
0 −∞
u 0
= e |−∞
0 −∞
= (e − e ) = (1 − 0) = 1.
Karena E memenuhi 0 < E < ∞, maka signal x(t) adalah signal energi. Untuk
memperoleh tenaga rata-rata, dihitung dulu
T
Z2
1
|x(t)|2 dt
T
− T2
Z0
1
= eu du
T
−T
0
1 u 1
= e = (1 − e−T ).
T −T T
Jadi
1
P = lim (1 − e−T ) = 0.
T →∞ T
3. Diberikan signal periodik x(t) dengan periode fundamental T0 , maka tenaga rata-rata
ternormalkan dari x(t) menurut Persamaan (7.11) adalah
T
Z2
1
P = lim |x(t)|2 dt.
T →∞ T
− T2
Signal x(t) periodik dengan periode fundamental T0 , dengan demikian untuk T = kT0
didapat total energi ternormalkan yang berisi x(t) sepanjang interval T adalah k kali
energi ternormalkan sepanjang satu periode, yaitu
ZT0 ZT0
1 1
P = lim k |x(t)|2 dt = |x(t)|2 dt.
k→∞ kT0 T0
0 0
4. Diberikan signal
x(t) = A cos(ω0 t + θ),
2π
adalah periodik dengan periode fundamental T0 = . Dengan menggunakan hasil
ω0
sebelumnya, tenaga rata-rata dari x(t) diberikan oleh
ZT0
1
P = |x(t)|2 dt
T0
0
2π
Zω0
ω0
= A2 cos2 (ω0 t + θ)dt
2π
0
2π
Zω0
A2 ω0 1 A2
= [1 + cos(2ω0 t + 2θ)] dt = < ∞.
2π 2 2
0
Jadi, x(t) adalah signal tenaga. Catatan signal periodik umumnya adalah signal
tenaga.
u0 [n]
b b b
1 b b
b b b
-3 -2 -1 0 1 2 3 n
u0 [n − k]
1 b b b
b b b b b
-2 -1 0 1 2 k k+1 k+2 n
δ[n]
b
1
b b b b b b b
-3 -2 -1 0 1 2 3 n
Dengan cara serupa, pergeseran dari barisan impuls satuan δ[n − k] didefinisikan sebagai
1, n = k
δ[n − k] = (7.17)
6 k
0, n =
Gambar 7.7 adalah gambar dari barisan pergeseran impuls satuan δ[n − k].
δ[n − k]
1 b
b b b b b b b
-2 -1 0 1 2 k k+1 k+2 n
Dari Persamaan (7.16) dan (7.17) dan untuk sebarang barisan x[n] didapat
dan
x[n]δ[n − k] = x[k]δ[n − k]. (7.19)
Dari Persamaan (7.14) sampai dengan (7.17) didapat hubungan
dan n
X
u[n] = δ[k]. (7.21)
k=−∞
Selanjutnya dengan menggunakan Persamaan (7.17), setiap barisan x[n] bisa diungkapkan
sebagai
Xn
x[n] = x[k]δ[n − k]. (7.22)
k=−∞
terlihat bahwa bagian real dari x[n] adalah cos γ0 n dan bagian imajinernya adalah sin γ0 n.
Suatu hal penting lainnya yang membedakan signal eiω0 t dengan eiγ0 n adalah: signal eiω0 t
semuanya berbeda untuk nilai-nilai ω0 yang berbeda, tetapi signal eiγ0 n tidak.
Misalkan signal eksponensial kompleks dengan frekuensi γ0 +2πk, k bilangan bulat positip,
maka
sebab ei2πkn = 1. Terlihat bahwa barisan eksponensial kompleks pada frekuensi γ0 sama
pada frekuensi (γ0 ± 2π), (γ0 ± 4π), · · · . Oleh karena itu, berkenaan dengan eksponensial
waktu diskrit, hanya perluh dipertimbangkan suatu interval dengan panjang 2π dalam
memilih γ0 . Biasanya digunakan interval
0 ≤ γ0 ≤ 2π atau − π ≤ γ0 ≤ π
dengan c dan α adalah bilangan kompleks. Persamaan (7.28) adalah suatu hal khusus dari
bahasan sebelumnya bila c = 1 dan α = eiγ0 .
b
α>1 b
b
b
b
b b
b b b
b n
b
b
b 0<α<1
b
b
b b b b
b
n
b
−1 < α < 0
b
b
b
b
b n
b
b
α < −1
b
b
b
b
b
b
b
n
b
b
Terlihat bahwa
A cos(γ0 n + θ) = ARe eγ0 n+θ
Suatu gambar dari barisan sinusoida diberikan oleh gambar berikut.
x[n] = cos( π6 n)
b b
b b b
b
b b b b
b
-3 3
b b b b
b b 0 b b b n
b b b
b b
b b
b
Metoda transformasi-z sangat handal untuk menangani persoalan sistem waktu diskrit.
Transformasi-z digunakan untuk menyelesaikan persamaan beda. Sebagaimana telah diba-
has sebelumnya mengenai konvolusi integral dari dua signal kontinu yang disajikan oleh
suatu bentuk integral. Sedangkan konvolusi dua barisan signal diskrit disajikan oleh ben-
tuk jumlahan sebagaimana akan dibahas secara rinci pada bagian mendatang. Bentuk
jumlahan ini sangat erat kaitannya dengan transformasi-z. Misalnya, jumlahan konvolusi
yang diberikan oleh persamaan
∞
X
x[k] = f [n]g[k − n] (8.1)
n=−∞
misalkan {f [n]} = {f [0], f [1], f [2]}, {g[n]} = {g[0], g[1], g[2]} dengan f [n] = g[n] = 0
untuk n = 3, 4, 5, . . .. Didapat nilai dari x:
x[0] = f [0]g[0]
x[1] = f [0]g[1] + f [1]g[0]
x[2] = f [0]g[2] + f [1]g[1] + f [2]g[0] (8.2)
x[3] = f [1]g[2] + f [2]g[1]
x[4] = f [2]g[2]
Hasil yang sama akan diperoleh dari koefisien deret, bila didefinisikan dua fungsi F (z) dan
G(z) oleh
F (z) = f [0] + f [1]z −1 + f [2]z −2
(8.3)
G(z) = g[0] + g[1]z −1 + g[2]z −2
177
178 T ransformasi-z..
Didapat
Masing-masing F (z) dan G(z) akan didefinisikan sebagai transformasi-z dari barisan f [n]
dan g[n]. Dalam pembahasan ini, masing-masing F (z) dan G(z) yang diberikan oleh Per-
samaan (8.3) dapat dipandang sebagai suatu cara penyajian barisan {f [n]} = {f [0], f [1], f [2]}
dan barisan {g[n]} = {g[0], g[1], g[2]}. Keuntungan dalam menggunakan F (z) sebagai
pengganti {f [n]} adalah F (z) sering dapat menyajikan suatu ungkapan yang lebih seder-
hana, bahkan juga bila barisan {f [n]} mempunyai banyak nilai nol.
Dari contoh yang dibahas, terlihat bahwa hasil kali dua polinomial dari dua barisan
memberikan hasil yang sama seperti konvolusinya.
Pembahasan sebelumnya memjelaskan suatu motifasi untuk memberikan definisi Transformasi-
z dari suatu barisan x[n] dengan n bilangan bulat taknegatif sebagai berikut
∞
X
X(z) = Z(x[n]) = x[n]z −n . (8.6)
n=0
Transformasi-z dari x[n] yang diberikan oleh Persamaan (8.6) adalah transformasi-z satu sisi
sisi,
disini untuk n < 0 diasumsikan x[n] = 0.
Sedangkan transformasi-z dari x[n] dengan n = 0, ±1, ±2, ±3, · · · didefinisikan oleh
∞
X
X(z) = Z(x[n]) = x[n]z −n . (8.7)
n=−∞
Transformasi-z dari x[n] yang diberikan oleh Persamaan (8.7) adalah Transformasi-z dua sisi
sisi.
Pada pembahasan berikutnya, yang digunakan adalah Transformasi-z satu sisi sisi. Perluh
dicatat bahwa transformasi-z X(z) adalah fungsi dari z −1 bukan z. Bila sisi kanan Per-
samaan (8.6) diperluas didapat persamaan
Dari persamaan ini, terlihat bahwa transformasi-z dari sebarang barisan x[n] adalah suatu
deret. Notasi z −n pada deret menunjukkan bahwa posisi saat nilai x[n] terjadi. Sebaliknya,
bila transformasi-z mempunyai bentuk polinomial pecahan dalam z yang tertentu, maka
transformasi-z invers diberikan oleh
I
1
−1
Z (X(z)) = x[n] = X(z)z n−1 dz, (8.8)
2πi
C
dengan C adalah lingkaran pusat titik asal (O) pada bidang-z dan semua pole dari X(z)z n−1
terletak di dalam lingkaran C.
x1 [n] = an u0 [n]
x2 [n] = −an u0 [−n − 1]
0 a 0 a
b0 z m + b1 z m−1 + · · · + bm
X(z) = (8.9)
z n + a1 z n−1 + · · · + an
atau
b0 (z − z1 )(z − z2 ) · · · (z − zm )
X(z) = , (8.10)
(z − p1 )(z − p2 ) · · · (z − pn )
yang mana pi , i = 1, 2, . . . , n adalah pole dari X(z) dan zj , j = 1, 2, . . . , m adalah zero
dari X(z).
Untuk memperoleh pole dan zero dari X(z) adalah memudahkan bila X(z) diungkapkan
sebagai polinomial pecahan dari z, sebagai contoh adalah
z 2 − 1/4 z z(z − 1/4)
X(z) = 2
= ,
z − 3z + 2 (z − 1)(z − 2)
jelas bahwa pole dari X(z) adalah z = 1, z = 2 sedangkan zero dari X(z) adalah z =
0, z = 1/4.
Bila X(z) dituliskan sebagai polinomial dalam z −1 , maka X(z) pada contoh sebelumnya
dapat ditulis sebagai
1 − 1/4 z −1 1 − 1/4 z −1
X(z) = = .
1 − 3z −1 + 2z −2 (1 − z −1 )(1 − 2z −1 )
Dari persamaan yang terakhir ini, walaupun pole z = 1, z = 2 dan zero z = 1/4 adalah
jelas, tetapi zero pada z = 0 secara langsung tidak terlihat sebagaimana bila X(z) ditulis
dalam polinomial z (bukan z −1 ). Oleh karena itu, bila berkenaan dengan masalah pole dan
zero dari X(z), maka sebaiknya polinomial pecahan X(z) ditulis dalam z dari pada dalam
z −1 . Lagi pula, untuk menghindari kemungkinan salah untuk menentukan banyaknya
pole pada titik asal dari fungsi X(z)z n−1 saat menghitung invers transformasi-z dengan
menggunakan cara integral invers, maka sebaiknya polinomial rasional X(z) diungkapkan
dalam z.
Perkalian dengan suatu konstan. Bila X[z] adalah transformasi-z dari x[n], maka
Kelinearan Transformasi-z. Bila x[n] merupakan kombinasi linear dari f [n] dan g[n]
yaitu
x[n] = af [n] + bg[n],
dengan a, b adalah konstan dan transformasi-z dari f [n] dan g[n] masing-masing
adalah F (z) dan G(z), maka
Perkalian dengan an . Bila transformasi-z dari x[n] adalah X(z), maka transformasi dari
hasil kali an x[n] diberikan oleh X(a−1 z) dengan a 6= 0, yaitu
Sifat Pergeseran. Sifat pergeseran juga merujuk pada x[n] = 0 untuk n < 0 dan transformasi-
z dari x[n] adalah X(z), maka
dan !
k−1
X
Z(x[n + k]) = z k X(z) − x[n]z −n , (8.12)
n=0
dengan k bilangan bulat taknegatif. Persamaan (8.11) dinamakan sifat pergeseran kanan
sedangkan Persamaan (8.12) dinamakan sifat pergeseran kiri
kiri. Bukti Persamaan (8.11)
sebagai berikut.
∞
X ∞
X
Z(x[n − k]) = x[n − k]z −n
=z −k
x[n − k]z −(n−k) . (8.13)
n=0 n=0
Karena x[m] = 0 untuk m < 0, maka batas bawah jumlahan m = −k dapat diganti
oleh m = 0, didapat
∞
X ∞
X
Z(x[n − k]) = z −k
x[m]z −m
=z −k
x[n]z −n = z −k X(z). (8.14)
m=0 n=0
Translasi Kompleks. Bila transformasi-z dari x[n] adalah X(Z), maka transformasi dari
e−an x[k] adalah X(ea z).
Untuk membuktikan hal ini sebagai berikut.
∞
X
−an
Z(e x[n]) = e−an x[n]z −n
n=0
∞
X
= x[n](ea z)−n
n=0
= X(ea z) .
Hal in menjelaskan bahwa pada X(z) bila z diganti dengan ea z diperoleh transformasi-
z dari e−an x[n].
Sifat Nilai Awal. Bila transformasi-z dari x[n] adalah X(z) dan nilai lim X(z) ada,
z→∞
maka nilai awal x[0] dari x[n] diberikan oleh
x[0] = lim X(z) . (8.17)
z→∞
Hal ini menjelaskan bahwa perilaku signal disekitar n = 0 dapat ditentukan oleh
perilaku dari X(z) di z mendekati takhingga. Sifat Nilai Awal ini memudahkan
untuk mengecek kemungkinan salah dalam perhitungan transformasi-z. Biasanya
x[0] diketahui, suatu pengecekan dari nilai awal oleh lim X(z) (bila ada) bisa secara
z→∞
mudah menentukan kesalahan nilai awal di X(z).
Sifat Nilai Akhir. Diberikan signal diskrit x[n] dengan x[n] = 0 untuk n < 0 dan
mempunyai transformasi-z X(z) yang mana semua pole dari X(z) terletak didalam
lingkaran satuan dengan mungkin pengecualian di pole sederhana z = 1. Maka nilai
akhir dari x[n] yaitu nilai x[n] bila n mendekati takhingga diberikan oleh
lim x[n] = lim (1 − z −1 )X(z) (8.18)
n→∞ z→1
∞
X
Z(x[n − 1]) = z −1 X(z) = x[n − 1]z −n . (8.20)
n=0
Konvolusi. Melalui contoh telah ditunjukkan bahwa hasil kali dari dua transformasi-z dua
polinomial memberikan hasil yang sama dengan konvolusi barisannya. Berikut ini
akan digeneralisasi hasil ini. Bila F (z) dan G(z) masing-masing adalah transformasi
dari signal diskrit f [n] dan g[n], maka
Z(f [n] ∗ g[n]) = F (z)G(z) .
Bukti sebagai berikut. Misalkan x[n] = f [n] ∗ g[n], dengan menggunakan pengertian
konvolusi barisan didapat
X∞
x[n] = f [k]g[n − k]
k=0
Diffensial. Bila transformasi-z dari x[n] adalah X(z) dengan DK adalah Dx , maka
d
Z(nx[n]) = −z X(z),
dz
Jadi
d
Z(nx[n]) = −z X(z) .
dz
Catatan bahwa deret tidak konvergen bila |z| ≤ 1. Untuk mendapatkan transformasi-z,
peubah z bertindak sebagai operator dummy. Tidaklah perluh untuk menspesifik daerah
dari z yang mana X(z) konvergen, tetapi cukup mengetahui bahwa daerah yang demikian
ada (exist). Transformasi-z dari suatu fungsi x[n] diperoleh dalam cara tsb. adalah valid
diseluruh bidang-z kecuali di pole dari X(z).
z −1 U1 (z) = z −2 + z −3 + z −4 + · · · (8.22)
atau
z −1
U1 (z) =
1 − 2z −1 + z −2
z −1
=
(1 − z −1 )2
z
= .
(z − 1)2
Jadi transformasi-z dari barisan ramp satuan u1 [n] diberikan oleh
z −1 z
U1 (z) = Z(u1 [n]) = (1−z −1 )2
= (z−1)2
.
dengan a adalah suatu konstan. Merujuk pada definisi dari transformasi-z, didapat
∞
X
X(z) = Z(a ) = n
an z −n
n=0
= 1 + az + a2 z −2 + a3 z −3 + · · ·
−1
1
= , untuk |z| > a
1 − az −1
z
= , untuk |z| > a.
z−a
dengan a adalah suatu konstan. Dengan menggunakan definisi dari transformasi-z, didapat
∞
X
−an
X(z) = Z(e )= e−an z −n
n=0
= 1 + e z + e−2a z −2 + e−3a z −3 + · · ·
−a −1
1
= −a −1
, untuk |z| > e−a
1−e z
z
= , untuk |z| > e−a .
z − e−a
Catatan bahwa
x[n] X(z)
1 δ[n] 1
2 u0 [n] z
z−1
, |z| >1
3 −u0 [−n − 1] z
z−1
, |z| < 1
4 u1 [n] z
(z−1)2
5 an u0 [n] z
z−a
, |z| > |a|
6 −an u0 [−n − 1] z
z−a
, |z| < |a|
7 e−an z
z−e−a
, |z| > e−a
8 sin ωn sin ω z
z 2 −2 cos ω z+1
, |z| > 1
2
9 cos ωn z −cos ω z
z 2 −2 cos ω z+1
, |z| > 1
10 an x[n] X(a z) −1
11 x[n − k] z −k X(z)
P
k−1
12 x[n + k] k
z X(z) − x[n]z −n
n=0
13 x[0] lim X(z)
z→∞
14 lim x[n] lim ((1 − z −1 )X(z))
n→∞ z→1
15 f [n] ∗ g[n] F (z)G(z)
16 nx[n] −z dz d
X(z)
17 x[−n] X( z ), DK D1x
1
maka transformasi-z dari p[n] adalah sebagai berikut. Perhatikan bahwa p[n] =
u0 [n] − u0 ]n − m], maka dengan menggunakan sifat kelineran dan pergeseran didapat
2. Diberikan signal diskrit δ[n−m], maka dengan menggunakan sifat pergeseran didapat
Z(δ[n − m]) = z −m Z(δ[n])
= z −m 1 = z −m .
3. Diberikan barisan
an , 0 ≤ n ≤ N − 1, a > 0
x[n] =
0, yang lain
maka transformasi-z dari x[n] adalah
N
X −1
X(z) = an z −n
0
N
X −1
= (az −1 )n
0
1 − (az −1 )N
=
1 − az −1
1 z N − aN
= N −1 .
z z−a
Dari X(z) terlihat bahwa polenya adalah di z = 0 sebanyak N − 1 dan di z = a,
sedangkan zero dari X(z) adalah
2πk
)
zk = aei( N , k = 0, 1, 2, . . . , N − 1 .
Zero untuk k = 0 terhapuskan oleh pole z = a. Jadi sisa zero adalah
2πk
)
zk = aei( N , k = 1, 2, 3 . . . , N − 1 .
Jawab.
X(z) = Z(x[n])
= Z(x1 [n] + x2 [n])
= Z(x1 [n]) + Z(x2 [n])
= X1 (z) + X2 (z)
z z
= 1 +
z−2 z−1
z(2z − 32 )
= .
(z − 12 )(z − 1)
DK dari X1 (z) adalah |z| > 12 dan DK dari X2 (z) adalah |z| < 1, Jadi DK dari X(z)
adalah 21 < |z| < 1. DK dari X(z) diberikan oleh Gambar 8.2. Pole dari X(z) adalah
Im(z)
DK
Re(z)
0 1/2 1
bidang-z
z= 1
2
dan z = 1, sedangkang zeronya adalah z = 0 dan z = 34 .
Jawab
−1 n
Pertama dihitung dulu Z n 2
u0 [−n] . Dari tabel no.5 didapat
n
−1 z 1
Z u0 [n] = 1 , |z| > .
2 z+2 2
− 21 z −4 1
X(z) = 1 2 , < |z| < 4
(z + 2 ) z − 4 2
2z 1
= , < |z| < 4.
(z − 4)(z + 21 )2 2
h[n] = T {δ[n]}.
Tetapi telah diketahui bahwa sebarang barisan input x[n] dapat diungkapkan sebagai
∞
X
x[n] = x[k]δ[n − k].
k=−∞
Karena sistem linear, respon y[n] dari sebarang barisan input x[n] dapat diungkapkan
sebagai
y[n] = T {x[n]}
( ∞ )
X
= T x[k]δ[n − k]
k=−∞
∞
X
= x[k]T {δ[n − k]}.
k=−∞
195
196 S istem yang diuraikan Oleh Persamaan Beda..
Hasil terakhir ini mengindikasikan bahwa suatu sistem liniear invarian waktu diskrit secara
lengkap dikarakterisasi oleh respon impulsnya.
Sebagaimana pada pembahasan konvolusi integral, konvolusi dari dua barisan x[n] dan
h[n] didefinisikan sebagai
∞
X
def
x[n] ∗ h[n] = x[k]h[n − k]. (9.1)
k=−∞
Persamaan (9.1) secara biasa dinamakan konvolusi jumlahan. Dengan demikian barisan
input y[n] dapat diungkapkan sebagai konvolusi jumlahan, yaitu
∞
X
y[n] = x[n] ∗ h[n] = x[k]h[n − k].
k=−∞
Gambar berikut mengilustrasikan definisi dari respon impuls h[n] serta hubungannya denga
input x[n] dengan output y[n].
1. Komutatif
x[n] ∗ h[n] = h[n] ∗ x[n].
2. Assosiatif
{x[n] ∗ h1 [n]} ∗ h2 [n] = x[n] {h1 [n] ∗ h2 [n]} .
3. Distributif
x[n] ∗ {h1 [n] ∗ h2 [n]} = x[n] ∗ h1 [n] + x[n] ∗ h2 [n].
yang mana mudah dalam penghitungan dari pada menggunakan y[n] = x[n] ∗ h[n].
Contoh 50 Input x[n] dan respon impuls h[n] dari suatu SLIW diskrit diberikan oleh
Jawab
(a). Untuk n < 0, maka y[n] = 0 dengan demikian untuk n ≥ 0
∞
X
y[n] = x[k]h[n − k]
k=0
n
X ∞
X
= x[k]h]n − k] + x[k]h[n − k]
k=0 k=n+1
Xn X∞
= x[k]h[n − k] + x[k] 0
k=0 k=n+1
Xn
= 1. h[n − k]
k=0
X0
= h[m]
m=n
X0
= am
m=n
Xn
= am
m=0
1 − an+1
= .
1−a
Jadi
1 − an+1
y[n] = u0 [n].
1−a
(b). Untuk n < 0, maka y[n] = h[n] ∗ x[n] = 0, sedangkan untuk n ≥ 0, didapat
∞
X
y[n] = h[k]x[n − k]
k=0
Xn ∞
X
= h[k]x[n − k] + h[k]x[n − k]
k=0 k=n+1
Xn X∞
= h[k]u0 [n − k] + h[k]u0 [n − k]
k=0 k=n+1
Xn
= h[k] 1
k=0
n
X ∞
X
= h(k) + h[k] 0
k=0 k=n+1
n
X
= ak
k=0
1 − an+1
= .
1−a
Jadi
1 − an+1
y[n] = u0 [n].
1−a
Seperti halnya waktu kontinu, untuk waktu diskrit hasil-hasil dari konvolusi jumlahan
didapat.
∞
X
x[n] ∗ δ[n − n1 ] = x[m]δ[n − n1 − m] = x[n − n1 ]. (9.2)
m=−∞
∞
X
x[n − n2 ] ∗ δ[n − n1 ] = x[n − n2 ]δ[n − n1 − m] = x[n − n1 − n2 ]. (9.3)
m=−∞
x[ n − n1 ] ∗ x2 [n − n2 ] = x[n − n1 − n2 ]. (9.4)
∞
X ∞
X
x[n] ∗ δ[n − n1 ] = x[n1 ]δ[n − n1 ] = x[n1 ]. (9.5)
n=−∞ m=−∞
y[n] = Kδ[n].
Maka dari itu, bila h[n0 ] 6= 0 untuk n0 6= 0, sistem linear invarian waktu diskrit mempunyai
memori.
9.5.2 Kekausalan
Sama halnya pada kasus waktu kontinu,kondisi kekausalan dari suatu SLIW diskit diberikan
oleh
h[n] = 0, n < 0.
Dengan menggunakan sifat kekausalan, output dari SLIV diskrit diberikan oleh
∞
X
y[n] = h[k]x[n − k].
k=0
Persamaan yang terakhir ini menunjukkan bahwa nilai input x[n] yang menghasilkan out-
put y[n] hanya dihitung untuk k ≤ n.
Sebagaimana pada kasus waktu kontinu, dikatakan bahwa barisan x[n] adalah kausal
bila
x[n] = 0, n < 0
dan dinamakan antikausal bila
x[n] = 0, n ≥ 0.
Jadi, bilainput x[n] adalah kausal, maka output y[n] dari suatu SLIV diskrit diberikan oleh
n
X n
X
y[n] = h[k]x[n − k] = x[k]h[n − k].
k=0 k=0
9.5.3 Kestabilan
Sistem Linear Invarian waktu diskrit stabil BIBO bila respon impulsnya memenuhi
∞
X
|h[k]| < ∞.
k=−∞
Hal ini bisa ditunjukkan sebagai berikut. Asumsikan input x[n] adalah terbatas, yaitu
Didapat
∞
X
|y[n]| = h[k]x[n − k]
k=−∞
X∞
≤ |h[k]| |x[n − k]|
k=−∞
∞
X
≤ k1 |h[k]|
k=−∞
maka
|y[n]| ≤ k1 K < ∞,
dengan demikian sistem adalah stabil BIBO.
T {z n } = λz n ,
maka λ adalah eigenvalue dari t yang bersesuaian dengan z n . Dengan demikian output
y[n] diberikan oleh
∞
X
y[n] = T {z n } = h[k]z n−k
k=−∞
∞
!
X
−k
= h[k]z zn
k=−∞
n
= H(z)z
= λz n
dengan
∞
X
λ = H(z) = h[k]z −k .
k=−∞
dengan ak dan bk adalah kostanta real. Secara analogi dengan kasus waktu kontinu, penye-
lesaian dari Persamaan (9.6) dan semua sisfat-sifat sistem seperti kelinearan, kekausalan
dan keinvarianan waktu dapat langsung dikembangkan sesuai apa yang telah diketahui
dalam waktu kontinu.
Contoh.
(a). Bila respon step s[n] dari sistem linear diskrit diberikan oleh
s[n] = αn u[n], 0 < α < 1.
Dapatkan respon impuls h[n] daris sistem.
(b). Hubungan input output dari sistem linear diskrit diberikan oleh
y[n] = ay[n − 1] + x[n].
Dapatkan output y[n] bila input x[n] = Kδ[n] dan y[−1] = α.
Jawab
(a). Respon Step secara konvolusi diberikan oleh
∞
X n
X
s[n] = h[n] ∗ u[n] = h[k]u[n − k] = h[k].
k=−∞ k=−∞
Sehingga didapat
h[n] = s[n] − s[n − 1].
Jadi
y[−1] = α
1 1
y[−2] = {y[−1] − x[−1]} = α = a−1 α
a a
1
y[−3] = {y[−2] − x[−2]} = a−2 α
a
..
.
1
y[−n] = {y[−n + 1] − x[−n + 1]} = a−n+1 α
a
Oleh karena itu, n ∈ Z didapat
Sebegitu jauh yang telah dibahas dalam sistem linear invarian waktu berdasarkan pada
hubungan input-outputnya, hal ini dikenal sebagai uraian luar sistem. Pada bahasan
berikut ini dikaji representasi ruang keadaan dari sistem yang dikenal sebagai uraian dalam
sistem. Beberapa keuntungan penyajian ruang keadaan sistem adalah:
2. dapat menangani sistem dengan multi input multi output dalam satu kesatuan cara.
Misalkan sistem linear invarian waktu single-input single-output dari rangkain elektrik
yang mempunyai struktur telah diketahui. Mengetahui secara lengkap input x(t) pada
interval −∞ sampai t adalah cukup menentukan output y(t) sepanjang interval yang sama.
Bagaimanapun hal ini, bila input x(t) diketahui hanya pada interval t0 sampai t, maka arus
yang melalui induktor dan voltage sepanjang kapasitor pada waktu t0 harus diketahui agar
supaya dapat menentukan output y(t) sepanjang interval t0 sampai t. Arus dan voltage
ini merupakan "keadaan" rangkaian elektrik pada waktu t0 . Dalam hal ini, keadaan dari
rangkaian berkaitan dengan memori dari rangkaian elektrik.
205
206 A nalisis Ruang Keadaan Sistem..
Contoh
Misalkan sistem linear waktu diskrit diberikan oleh Gambar berikut. Dapatkan repre-
sentasi ruang keadaan sistem dengan memilih output dari elemen tunda satuan 1 dan 2
sebagai peubah keadaan q1 [n] dan q2 [n].
x[n] P P
y[n]
+ +
+ +
2 3
1 2
−1 −1
q1 [n] z q1 [n + 1] q2 [n] z q2 [n + 1]
Dari Gambar didapat
q1 [n + 1] = q2 [n]
q2 [n + 1] = 2q1 [n] + 3q2 [n] + x[n]
y[n] = 2q1 [n] + 3q2 [n] + x[n]
atau dalam bentuk matriks
q1 [n + 1] 0 1 q1 [n] 0
= + x[n]
q2 [n + 1] 2 3 q2 [n] 1
q1 [n]
y[n] = 2 3 + x[n]
q2 [n]
atau
q[n + 1] = Aq[n] + Bx[n]
y[n] = Cq[n] + Dx[n]
dimana
q1 [n] 0 1 0
q[n] = , A= , B= , C= 2 3 , D = 1.
q2 [n] 2 3 1
Kerjakan ulang contoh sebelumnya dengan memilih output elemen tunda satuan 2 dan 1
sebagai peubah keadaan v1 [n] dan v2 [n] dan selidiki hubungan hasil perubahan ini dengan
hasil sebelumnya. Untuk melakukan hal ini, tampilkan lagi gambar sebelumnya tetapi
dengan perubahan peubah keadaan yang baru
x[n] P P
y[n]
+ +
+ +
2 3
1 2
−1 −1
v2 [n] z v2 [n + 1] v1 [n] z v1 [n + 1]
Dari Gambar didapat
atau
dimana
v1 [n] 3 2 1
v[n] = , Ã = , B̃ = , C̃ = 3 2 , D̃ = 1.
v2 [n] 1 0 0
Tinjau jaringan elektrik berikut yang terdiri dari resistor R, kapasitor C dan kumparan
L. Jaringan dihubungkan dengan voltage drop V dan voltage drop pada kapasitor diukur.
Arus dinotasikan oleh I.
I
R
V C VC
L
Bila VR , VC dan VL masing-masing menyatakan voltage drop pada resistor, kapasitor dan
kumparan, maka dari hukum rangkaian elektrik diperoleh
1 dI
VR = RI, VC = Q, VL = L ,
C dt
dQ
dimana Q menyatakan muatan elektrik pada kapasiator yang memenuhi I = dt
. Menurut
hukum Kirchhoff V = VR + VC + VL . Jadi
1 dI dQ
V = RI + Q+L , I = . (10.1)
C dt dt
Selanjutnya disusun kembali Persamaan (10.1) sebagai berikut
d Q 0 1 Q 0
= 1 + 1 V,
dt I − LC −RL
I L
Q
1
VC = [ C 0]
I
Bila input x(t) = V (t) dan output y(t) = VC (t) dan
Q 0 1 0 1
q= ,A = 1 R ,B = 1 ,C = C 0
I − LC − L L
dimana perlu ditekankan bahwa C yang baru di definisikan adalah matriks yang berukuran
1 × 2 hal ini dijelaskan supaya tidak ada kebingungan dengan kapasitor yang juga meng-
gunakan simbol yang sama. Dengan cara penulisan tsb. didapat uraian sistem berikut
ini
q̇(t) = Aq(t) + Bx(t), y(t) = Cq(t).
Catatan : Eleminasi I dari persamaan (10.1) menghasilkan persamaan differensial biasa
tingkat dua dengan koefisien konstan sebagaimana berikut
d2 Q dQ 1
L 2
+R + Q = V.
dt dt C
Contoh berikut menjelaskan lagi bagaimana memilih peubah keadaan dari sudut pandang
elemen yang menyimpan energi dan dari sudut pandang keluaran suatu integrator dari
suatu sistem yang sama.
Suatu rangkaian seri RLC yang diberikan dalam Gambar 10.1 voltage e(t) sama dengan
K L
i(t)
e(t) R
i(t)
C
Gambar 10.1: Rangkaian seri RLC.
jumlah dari penurunan voltage (voltage drop) bila swicth ditutup diberikan oleh persamaan
berikut:
VL + VR + VC = e(t) (10.2)
R
atau L dt
di
+ Ri(t) + C1 i(t)dt = e(t). Rangkain memuat dua elemen yang menyimpan
energi, yaitu induktor L dan kapasitor C. Misalkan q1 (t) = VC dan q2 (t) = i(t), didapat
1
q̇1 (t) = q2 (t)
C
1 R 1
q̇2 (t) = − q1 (t) − q2 (t) + e(t)
L L L
atau dalam bentuk matriks
1
q̇1 (t) 0 q1 (t) 0
= 1
C
R + 1 e(t).
q̇2 (t) − L − L q2 (t) L
Bila masukan dari sistem x(t) = e(t) dan keluaran dari sistem y(t) = VC (t), didapat uraian
sistem dalam fariabel keadaan sebagai berikut:
1
q̇1 (t) 0 q1 (t) 0
= C + 1 x(t)
q̇2 (t) − L1 − R L
q2 (t) L
(10.3)
q1 (t)
y(t) = 1 0 .
q2 (t)
Catatan:
Z
q 1
VC (t) = = i(t)dt.
C C
Untuk q(t) = VC (t) dan e(t) = x(t) persamaan (10.2) dapat ditulis dalam bentuk:
LC q̈(t) + RC q̇(t) + q(t) = x(t)
atau
RC 1 1
q̈(t) + q̇(t) + q(t) = x(t). (10.4)
LC LC LC
Hasil-hasil yang didapat disini bisa kita bandingkan dengan kajian pada contoh rangkain-
elektrik yang telah diberikan sebelumnya. Dalam persamaan (10.4) ada dua keluaran
integrator yaitu q̇(t) dan q(t).
q̈ R q̇ R q
✲ ✲ ✲
Kita dapat pilih fariabel keadaan q1 (t) = q(t) dan q2 (t) = q̇(t). Sehingga didapat:
q̇1 (t) = q2 (t)
1 1
q̇2 (t) = − LC q1 (t) − R q (t) +
L 2 LC
x(t).
Untuk masukan x(t) dan keluaran y(t) = q(t) = q1 (t), didapat:
q̇1 (t) 0 1 q1 (t) 0
= 1 R + 1 x(t)
2 q̇ (t) − LC
− L
q2 (t) LC
(10.5)
q1 (t)
y(t) = [1 0] .
q2 (t)
Terlihat bahwa walaupun pengambilan fariabel keadaan dari dua sudut pandang yang
berbeda tetapi hasil diskripsi sistemnya dalam penyajian ruang keadaan hampir mirip, hal
ini bisa dilihat dalam persamaan (10.3) dan (10.5). Diagram blok dari rangkaian listrik ini
diberikan dalam Gambar 10.3
-R
L
- LC
1
Bila keadaan awal q[0] dan x[n] diberikan, maka secara iteratif q[n] diberikan oleh
Bila keadaan awal adalah q[n0 ] dan x[n] diketahui, maka dengan cara serupa q[n] diberikan
oleh
n−1
X
q[n] = A n−n0
q[n0 ] + An−1−k Bx[n0 + k], n > n0 . (10.9)
k=0
dinamakan matriks transisi dari sistem waktu diskrit. Substitusikan Persamaan (10.8) ke
Persamaan (10.7) didapat output y[n] diberikan oleh:
n−1
X
n
y[n] = CA q[0] + CAn−1−k Bx[k] + Dx[n], n > 0. (10.10)
k=0
P
n−1
Suku CAn q[0] adalah respon input-nol (zero-input) dan suku CAn−1−k Bx[k] + Dx[n]
k=0
adalah respon keadaan-nol (zero-state).
Jadi
1 n
1 n
1 n
1 n
− 2
+2 4
4 2
−4 4
An =
1 n 1 n 1 n 1 n
− 12 + 2
21
2 4
− 2 4
n n
1 −1 4 1 2 −4
= +
2 − 12 2 4 1
2
−1
Sehingga didapat
n 1 1 n 1
n n −1 2 4 12 0 −2 2 2 4 2
0 −2 2
A = PD P = = 1 n
1 1 0 14 1
2
−1 1 1 0 4
1
2
−1
atau
1 n
1 n
1 n
1 n
− 2
+2 4
4 2
−4 4
An =
1 n 1 n 1 n 1 n
− 12 + 2
21
2 4
− 2 4
n n
1 −1 4 1 2 −4
= +
2 − 12 2 4 1
2
−1
Juga bila semua nilai eigen dari A berbeda, A dapat dihitung menggunakan dekomposisi spektral
dengan
Q
N
(A − λm I)
m=1
m6=k
Ek =
Q
N
(λk − λm )
m=1
m6=k
dan 1
1 1 1 −2 1 2 −4
E2 = (A − λ1 I) = (A − I) = −4 = 1
λ2 − λ1 1
4
− 12 2 − 18 41 2
−1
Oleh karena itu
n n
n 1 −1 4 1 2 −4
A = λn1 E1 + λn2 E2 = +
2 − 12 2 4 1
2
−1
Menghitung An juga dapat dilakukan dengan cara invers transformasi-z sebagai berikut:
Pertama kenakan transformasi-z pada Persamaan (10.6) dan (10.7), didapat
atau
Q(z) = (zI − A)−1 zq[0] + (zI − A)−1 BX(z)
Kedua ruas kenakan invers transformasi-z didapat
q[n] = Z −1 (zI − A)−1 q[0] + Z −1 (zI − A)−1 BX(z) (10.16)
dan
y[n] = CZ −1 (zI − A)−1 q[0] + CZ −1 (zI − A)−1 BX(z) + Dx[n]. (10.17)
λ−2 1
p(λ) = |λI − A| = = (λ − 2)2 .
0 λ−2
b0 + b1 λ = λn
b1 = nλn−1
atau
b0 + 2b1 = 2n
b1 = n2n−1
λ2 + α1 λ + α2 = 0.
A2 + α1 A + α2 I = 0. (10.20)
An = (A2 + α1 A + α2 I)q(A) + β1 I + β2 A
An = β1 I + β2 A. (10.22)
Untuk menentukan β1 dan β2 , misalkan nilai karakteristik dari A adalah λ1 dan λ2 dengan
λ1 6= λ2 . Substitusikan nilai karakteristik ini pada Persamaan (10.21), didapat
λn1 = β1 + β2 λ1
λn2 = β1 + β2 λ2 .
λn1 λ1
λn2 λ2 λ2 λn1 − λ1 λn2
β1 = =
1 λ1 λ2 − λ1
1 λ2
dan
1 λn1
1 λn2 λn − λn1
β2 = = 2 .
1 λ1 λ2 − λ1
1 λ2
Substitusikan hasil-hasil ini pada Persamaan (10.22), didapat
n λ2 λn n
1 −λ1 λ2
1 0 λn n
2 −λ1
a b
A = λ2 −λ1
+ λ2 −λ1
.
0 1 c d
1 λ1
= 0.
1 λ2
λn = (λ − λ1 )2 q(λ) + β1 + β2 λ
substitusikan λ = λ1 , didapat
λn1 = β1 + β2 λ1 . (10.23)
Selanjutnya kedua ruas Persamaan (10.23) turunkan terhadap λ1 didapat
nλ1n−1 = β2 . (10.24)
Hasil Persamaan (10.24) substitusikan pada Persamaan (10.23), didapat
β1 = λn1 − β2 λ1 = λn1 − nλn1 = (1 − n)λn1 .
Dengan demikian untuk λ1 = λ2 , matriks An diberikan oleh
n n 1 0 n−1 a b
A = (1 − n)λ1 + nλ1 .
0 1 c d
Contoh
1). Diberikan matriks
0 1
A=
− 31 34
Polinomial karakteristik dari A adalah
4 1 1
p(λ) = |λI − A| = λ2 − λ + = 0 ⇒ λ1 = 1, λ2 = .
3 3 3
Didapat
1 0 1
3
− ( 31 )n
1 0
1 n
(3) − 1
An = 1 + 1
− 1 0 1 −1 1 4
3 3 −
3 3
n−1 ! n−1 ! 0 1
1 1 1 1 0 3 1 1
= − + + −
2 2 3 0 1 2 2 3 1 4
−
3 3
1 3 3 3
− 2 2
n
1 2
−
2
= + .
1 3 3 1 1
− −
2 2 2 2
Contoh
Didapat
3 1 1
Y (z) = z −1 Y (z) − z −2 Y (z) + z −1 X(z)
2 2 2
Pada kedua sisi persamaan lakukan transformasi balik Z −1 , didapat
3 1 1
y[n] = y[n − 1] − y[n − 2] + x[n − 1].
2 2 2
Pilih peubah keadaan sebagai output dari tunda satuan, didapat
y[n] = q1 [n]
3 1
q1 [n + 1] = y[n] + q2 [n] + x[n]
2 2
3 1
= q1 [n] + q2 [n] + x[n]
2 2
1 1
q2 [n + 1] = − y[n] = − q1 [n].
2 2
Atau dalam bentuk matriks
3 1
q1 [n + 1] 2
1 q1 [n]
= + 2 x[n]
q2 [n + 1] − 12 0 q1 [n] 0
q1 [n]
y[n] = 1 0
q1 [n]
dengan nilai eigen λ1 = 1 dan λ2 = 12 . Walaupun |λ2 | = 21 < 1, tetapi |λ1 | = 1 ≮ 1. Jadi
sistem tidak stabil asimtotik. Selanjutnya bila y[0] = y[−1] = 0 dan input x[n] = δ[n],
maka output y[n] diberikan oleh
n−1
X
y[n] = CAn−1−k Bδ[n] = CAn−1 B
k=0
dengan
1
An = E1 + ( )n E2
2
dan
2 0 −1 −2
E1 = , E2 = .
−1 −1 −1 1
Jadi
2 − ( 12 )n −2( 12 )n
2 0 1 −1 −2
An = + ( )n =
−1 −1 2 −1 1
−1 − ( 21 )n −1 + ( 12 )n
dan 1
2 − ( 12 )n−1 −2( 21 )n−1
= 1 − ( 1 )n .
2
y[n] = CAn−1 B = 1 0
2
−1 − ( 12 )n−1 −1 + ( 21 )n−1 0
Bila keadaan awal q(0) dan x(t) diberikan, maka keadaan q(t) dapat ditentukan. Untuk
menyelesaikan Persamaan Keadaan dapat dilakukan dengan cara Transformasi Laplace
sebagai berikut. Pada kedua sisi Persamaan (10.27) dan (10.28) kenakan transformasi
Laplace, didapat
dengan X(s) = L{x(t)}, Y (s) = L{y(t)} dan Q(s) = L{q(t)}. Susun ulang Persamaan (10.29)
didapat
(sI − A)Q(s) = q(0) + BX(s)
atau
Q(s) = (sI − A)−1 q(0) + (sI − A)−1 BX(s). (10.30)
Substitusikan Persamaan (10.30) pada Persamaan (10.30) didapat
Y (s) = C(sI − A)−1 q(0) + C(sI − A)−1 B + D X(s). (10.31)
Dengan melakukan transformasi Laplace balik pada Persamaan (10.31) didapat ouput
y(t). Perlu diperhatikan bahwa suku C(sI − A)−1 q(0) berkaitan dengan respon input
nol (zero-input) dan suku [C(sI − A)−1 B + D] X(s) berkaitan dengan respon keadaan nol
(zero-state).
def Y (s)
H(s) = untuk q(0) = 0.
X(s)
Penyelesaian masalah ruang keadaan untuk sistem linear invarin waktu kontinu juga dina-
makan penyelesaian dalam daerah waktu (time domain). Penyelesaian masalah ini sebagai
berikut. Pertama, dalam dimensi satu telah diketahui
a2 2 ak
eat = 1 + at + t + . . . + tk + . . .
2! k!
Dari ide ini, diperluas untuk dimensi n yaitu a sekarang merupakan matriks A dengan
ukuran n × n, selanjutnya didefinisikan
def A2 2 Ak k
eAt = I + At + t + ...+ t + ... (10.33)
2! k!
Sebagai mana pada ea(t−τ ) = eat e−aτ , dapat ditunjukkan bahwa
hal ini menunjukkan bahwa e−At adalah invers dari eAt . Diferensialkan Persamaan (10.33)
terhadap t, didapat
d At A2 Ak k−1
e = 0+A+ 2t + . . . + kt + ...
dt 2! k!
A2 2 Ak k
= A I + At + t + ...+ t + ...
2! k!
A2 2 Ak k
= I + At + t + ...+ t + ... A
2! k!
atau
e−At q̇(t) − e−At Aq(t) = e−At Bx(t). (10.39)
Dari Persamaan (10.38), Persamaan (10.39) dapat ditulis sebagai
d −At
e q(t) = e−At Bx(t). (10.40)
dt
Kedua sisi Persamaan (10.40) integralkan dari 0 sampai t, didapat
Zt
t
e−At q(t) 0
= e−Aτ Bx(τ )dτ
0
atau
Zt
e−At q(t) − q(0) = e−Aτ Bx(τ )dτ
0
Contoh
Dapatkan eAt untuk
0 1
A=
− 18 43
Jawab: Polinomial karakteristik p(λ) dari matriks A diberikan oleh
λ −1
p(λ) = |λI − A| = 1
8
λ − 34
3 1 1 1
= λ2 − λ + = (λ − )(λ − ).
4 8 2 4
Didapat λ1 = 21 , λ2 = 14 , sehingga dengan menggunakan Persamaan (10.45) didapat
b0 b1 t
eAt = b0 I + b1 At =
1 3
− 8 b1 t b0 + 4 b1 t
dan b0 , b1 adalah penyelesaian dari
1 1
b0 + b1 t = e 2 t
2
1 1
b0 + b1 t = e 4 t
4
didapat
1 1 4 1 4 1
b0 = 2e 4 t − e 2 t , b1 = e 2 t − e 4 t .
t t
Jadi 1
1 1 1
2e 4 t − e 2 t 4e 2 t − 4e 4 t
eAt = .
1 1
e 4 t −e 2 t 1
t 1
t
2
2e 2 − e 4
Selanjutnya diselesaikan dengan pendiagonalan matriks sebagai berikut. Matriks P seba-
gaimana telah dihitung sebelumnya diberikan oleh
1
2 4 −2 2
P = dan P = 1
−1
1 1 2
−1
Sehigga didapat
1 1 1 1
e 21 t 0 1 2e 4 t − e 2 t 4e 2 t − 4e 4 t
eAt = P DλP −1 =
2 4 −12 2 = 1 1
.
1 1 1
t 2
−1 t
−e t 1 1
0 e4 e 4
2
2 t
2e 2 − e 4 t
Contoh-contoh
1. Diberikan sistem
ẏ(t) + 2y(t) = x(t) + ẋ(t).
Dapatkan respon inpuls h(t).
Jawab.
Respon impuls h(t) memenuhi
didapat
sH(s) + 2H(s) = 1 + s
Oleh karena itu
s+1 1
H(s) = =1− .
s+2 s+2
atau
h(t) = δ(t) − e−2t u(t).
s+1
H(s) =
s2 + 5s + 6
6
Bila input step X(s) = U(S) = . Dapatkan output y(t) bila keadaan awal nol.
s
Jawab
6(s + 1) 1 3 4
L{y(t)} = H(s)U(s) = = + −
s3 2
+ 5s + 6s s s+2 s+3
Sehingga didapat
−1 1 3 4
y(t) = L + −
s s+2 s+3
atau
y(t) = 1 + 3e−2t − 4e−3t .
3. Gunakan cara peubah keadaan untuk menyelesaiakan signal diskrit yang diberikan
oleh persamaan beda
Jawab
Output y[n] bisa ditulis ulang sebagai
4 1 1
y[n] − y[n − 1] + y[n − 2] = x[n].
3 3 3
Misalkan q1 [n] = y[n − 2] dan q2 [n] = y[n − 1], didapat
q1 [n + 1] = q2 [n]
1 4 1
q2 [n + 1] = − q1 [n] + q2 [n] + x[n]
3 3 3
1 4 1
y[n] = − q1 [n] + q2 [n] + x[n]
3 3 3
dengan
0 1 0 1 4
1
A= 1 4 , B = 1 , C = −3 , D=
−3 3 3
3
3
dan
q1 [0] y[−2] 2
q[0] = = = .
q2 [0] y[−1] 1
Output y[n] diberikan oleh
n−1
X
n
y[n] = CA q[0] + CAn−1−k Bx[k] + Dx[n].
k=0
dan n
1 1 1
n
CA q[0] = + ,
2 6 3
n−1+k n+1−k
n−1−k 1 1 1 1 1 1
CA B= − = − .
2 18 3 2 2 3
Jadi
n Xn−1
" n+1−k # k n
1 1 1 1 1 1 1 1 1
y[n] = + + − +
2 6 3 k=0
2 2 3 2 3 2
n n−1 k n−1 k
n+1 X n
1 1 1 1X 1 1 1 3 1 1
= + + − +
2 6 3 2 2 2 3 2 3 2
k=0 k=0
n n+1 n
1 1 1 1 1 − ( 12 )n 1 1 1 − ( 32 )n 1 1
= + + − +
2 6 3 2 1 − 12 2 3 1 − 32 3 2
n n n n n
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
= + +1− + − +
2 6 3 2 3 3 3 2 3 2
n n
3 1 1 1
= − + , n>0
2 2 2 3
4. Gunakan cara peubah keadaan untuk menyelesaiakan signal kontinu yang diberikan
oleh persamaan differensial
dengan keadaan awal y(0) = 2, ẏ(0) = 1 dan x(t) = e−t u0 (t). Selajutnya berikan
gambar blok diagram dari sistem.
Jawab
Misalkan peubah keadaan adalah q1 (t) dan q2 (t) dengan
Didapat
dengan
q1 (t) 0 1 0 2
q(t) = ,A = ,B = , C = 1 0 dan q(0) = .
q2 (t) −6 −5 1 1
dan
A(t−τ ) 3e2τ −2t − 2e3τ −3t e2τ −2t − e3τ −3t
e =
6e3τ −3t − 6e2τ −2t 3e3τ −3t − 2e2τ −2t
sedangkan matriks CeAt q(0) diberikan
3e−2t − 2e−3t e−2t − e−3t 2
At
Ce q(0) = 1 0 −3t −2t −3t −2t = 7e−2t − 5e−3t
6e − 6e 3e − 2e 1
dan
(t−τ )
3e2τ −2t − 2e3τ −3t e2τ −2t − e3τ −3t 0 −τ
Ce Bx(τ ) = 1 0 3τ −3t 2τ −2t 3τ −3t 2τ −2t e
6e − 6e 3e − 2e 1
= eτ −2t − e2τ −3t .
Jadi
Zt
−2t −3t
τ −2t
y(t) = 7e − 5e + e − e2τ −3t dτ
0
1 1
= 7e−2t − 5e−3t + e−t − e−2t + e−3t
2 2
1 −t 9
= e + 6e−2t − e−3t , t > 0.
2 2
Gambar blok diagram dari sistem diberikan dalam gambar berikut.
-
x(t) + P q̇2 (t) R q2 (t) q̇1 (t) R q1 (t) y(t)
Bila semua nilai eigen λk berbeda, koefisien b0 , b1 , . . . , bn−1 bisa diperoleh dari kondisi
Persamaan (10.46) adalah persamaan linear dengan n persamaan dan n peubah dan dapat
ditulis dalam bentuk matrix
1 λ1 . . . (λ1 )n−1 b0 eλ1 t
1 λ2 . . . (λ2 )n−1 b1 eλ2 t
.. .. . . .. .. = .. (10.47)
. . . . . .
1 λn . . . (λn )n−1 bn−1 eλn t
Selesiakan Persamaan (10.47), maka didapat b0 , b1 , . . . , bn−1 . Bila nilai karakteristik ada
yang sama, misalkan λ1 = λ2 = . . . = λm dan sisanya λm+1 , . . . , λn berbeda. Maka
b0 , b1 , . . . , bm , bm+1 . . . , bn didapat dari persamaan linear berikut.
Contoh
1). Dapatkan matriks transisi dari matriks
5 7 −5
A = 0 4 −1
2 8 −3
Jawab
Polinomial karakteristik dari A diberikan oleh
λ − 5 −7 5
det(λI − A) = det 0 λ−4 1 =0
−2 −8 λ + 3
atau
λ3 − 6λ2 + 11λ − 6 = (λ − 1)(λ − 2)(λ − 3) = 0.
= −e3 t + 2 e2 t − et −e3 t + 5 e2 t − 3 et e3 t − 3 e2 t + 2 et .
−e3 t + 4 e2 t − 3 et 3t 2t
−e + 10 e − 9 e t
e3 t − 6 e2 t + 6 et
p(λ) = (λ − 1)2 (λ − 2) = 0,
et = b0 + b1 + b2
tet = b1 + 2b2
e2t = b0 + 2b1 + 4b2
Didapat
b0 e2 t − 2 t et
b1 = −2 e2 t + 3 t et + 2 et .
b2 e2 t − t et − et
Dengan demikian matriks transisi eAt diberikan oleh
eAt = b0 I + b1 A + b2 A2
1 0 0
= e2 t − 2 t et 0 1 0
0 0 1
1 1 0
+ −2 e2 t + 3 t et + 2 et 0 1 0
0 0 2
1 2 0
+ e2 t − t et − et 0 1 0
0 0 4
t
e t et 0
= 0 et 0 .
0 0 e2 t
1. Dapatkan Persamaan keadaan dari suatu sistem diskrit yan diberikan oleh persamaan
beda
3 1
y[n] − y[n − 1] + y[n − 2] = x[n].
4 8
Jawab
Pilih peubah keadaan q1 [n] dan q2 [n] dengan
Didapat
q1 [n + 1] = q2 [n]
1 3
q2 [n + 1] = − q1 [n] + q2 [n] + x[n]
8 4
1 3
y[n] = − q1 [n] + q2 [n] + x[n]
8 4
2. Dapatkan Persamaan keadaan dari suatu sistem diskrit yang diberikan oleh per-
samaan beda
3 1 1
y[n] − y[n − 1] + y[n − 2] = x[n] + x[n − 1].
4 8 2
Jawab
Karena ada bentuk 12 x[n−1] pada sisi kanan persamaan beda, maka pemilihan peubah
keadaan y[n − 2] dan y[n − 1] sebagai peubah keadaan tidak akan memberikan sistem
yang diharapkan. Maka dari itu, agar supaya mendapatkan peubah keadaan yang
sesuai, dikontruksi suatu simulasi diagram persamaan beda menggunakan elemen
satuan, penguat (pengali) dan penambah
tunda satuan penambah. Lakukan transformasi-z pada kedua
sisi persamaan beda dan susun persamaan tsb. didapat
3 1 1
Y (z) = z −1 Y (z) − z −2 Y (z) + X(z) + z −1 X(z),
4 8 2
x[n]
1
2 1
+ +
P + P + P
y[n]
−1 −1
z q2 [n] z q1 [n]
q2 [n + 1] q1 [n + 1]
- +
1 3
8 4
3. Dapatkan persamaan keadaan dari suatu sistem waktu diskrit liniear invarian waktu
yang diberikan oleh fungsi transfer
b0 + b1 z −1 + b2 z −2
H(z) =
1 + a1 z −1 + a2 z −2
Jawab
Fungsi transfer memenuhi
Y (z) b0 + b1 z −1 + b2 z −2
H(z) = = .
X(z) 1 + a1 z −1 + a2 z −2
Dari sini didapat
1 + a1 z −1 + a2 z −1 Y (z) = (b0 + b1 z −1 + b2 z −2 )X(z).
b2 b1 b0
+ + + y[n]
P + P −1
+ P
z −1 z
- q2 [n + 1] q2 [n] - q1 [n + 1] q1 [n]
a2 a1
Jawab
Misalkan
W (z) 1
H1 (z) = =
X(z) 1 + a1 z + a2 z −2
−1
dan
Y (z)
H2 (z) = = b0 + b1 z −1 + b2 z −2 .
W (z)
Didapat
W (z) + a1 z −1 W (z) + a2 z −2 W (z) = X(z) (10.49)
dan
Y (z) = b0 W (z) + b1 z −1 W (z) + b2 z −2 W (z). (10.50)
Susun ulang Persamaan (10.49), didapat
Dari Persamaan (10.50) dan (10.51) didapat Gambar diagram simulasi yang diberikan
oleh Gambar dibawah ini.
+ P + P
y[n]
+ +
b0 b1 b2
w[n] w[n − 1] w[n − 2]
x[n] P
−1
+ v2 [n + 1] z z −1 v [n]
v2 [n] v1 [n + 1] 1
+
a1 a2
-
P -
Pilih elemen output dari tunda satuan sebagai peubah keadaan seperti yang terlihat
dalam Gambar diagram simulasi diatas, didapat
v1 [n + 1] = v2 [n]
v2 [n + 1] = −a2 v1 [n] − a1 v2 [n] + x[n]
Gambar diagram simulasi diatas dikenal sebagai bentuk kedua simulasi kanonik se-
dangkan Persamaan (10.52) dikenal sebagai bentuk kedua represntasi keadaan kanonik
atau dinamakan juga bentuk kompanion terkontrol
terkontrol.
5. Diberikan fungsi tranfer sistem diskret
z z
H(z) = = .
2z 2 − 3z + 1 2(z − 1)(z − 21 )
Dapatkan suatu representasi keadaan dari sistem sedemikian hingga matriks A adalah
matriks diagonal.
Jawab
Ekspasikan H(z) kedalam bentuk pecahan parsial sebagai berikut
z z z
H(z) = 1 = − 1
2(z − 1)(z − 2 ) z−1 z− 2
1 1
= − = H1 (z) + H2 (z)
1 − z −1 1 − 12 z −1
dengan
1 −1
H1 (z) = dan H2 (z) = .
1−z −1 1 − 21 z −1
Misalkan
αk Yk (z)
Hk (z) = −1
= , (10.53)
1 − pk z X(z)
maka
1 − pk z −1 Yk (z) = αk X(z)
atau
Yk (z) = pk z −1 Yk (z) + αk X(z)
Dari sini diagram simulasi diberikan oleh gambar berikut.
x[n] + yk [n]
αk P
pk z −1
x[n] 1 z −1 + y[n]
q1 [n] q1 [n + 1] P
+
P
+
1 −1
q2 [n] z q2 [n + 1]
2
Pilih peubah keadaan sebagai elemen output dari tunda satuan didapat
q1 [n + 1] = q1 [n] + x[n]
1
q2 [n + 1] = q2 [n] − x[n]
2
1
y[n] = q1 [n + 1] + q2 [n + 1] = q1 [n] + q2 [n]
2
atau dalam bentuk matriks
1 0 1
q[n + 1] = 1 q[n] + x[n]
0 2 −1
1
y[n] = 1 2 q[n].
1. Diberikan sistem rangkain elektrikk sebagaimana pada Gambar dibawah ini dengan
R = 3, L = 1, C = 12 dan vC (0) = iL (0) = 0.
R L e(t)
+ 2
iL (t) +
e t
vC (t) C
1 2
Bila vC (t) dan iL (t) dipilih sebagai peubah keadaan dan output dari sistem y1 (t) =
iL (t) dan y2 (t) = vC (t) sedangkan input dari sistem adalah e(t) sebagai mana diberikan
pada Gambar, maka dapatkan matriks transisi keadaan dan output dari sistem.
2. Dapatkan persamaan keadaan dari sistem bila fungsi transfer dari sistem linear in-
varian waktu kontinu diberikan oleh
b0 s3 + b1 s2 + b2 s + b3
H(s) = .
s3 + a1 s2 + a2 s + a3
Berikan gambar simulasi diagram keadaannya.
3. Dapatkan persamaan keadaan bentuk kedua kanonik bila fungsi transfer dari sistem
linear invarian waktu diskrit diberikan oleh
1 + 2z −1 + 2z −2
H(z) = .
1 + z −1 + z −2
Berikan gambar simulasi diagram keadaannya. Selanjutnya dapatkan suatu matriks
T yang mengubah peubah keadaan ini menjadi persamaan keadaan bentuk pertama kanonik
kanonik.
1. Diberikan sistem rangkain elektrikk sebagaimana pada Gambar dibawah ini dengan
R = 3, L = 1, C = 12 dan vC (0) = iL (0) = 0.
R L e(t)
+ 2
iL (t) +
e t
vC (t) C
1 2
Bila vC (t) dan iL (t) dipilih sebagai peubah keadaan dan output dari sistem y1 (t) =
iL (t) dan y2 (t) = vC (t) sedangkan input dari sistem adalah e(t) sebagai mana diberikan
pada Gambar, maka dapatkan matriks transisi keadaan dan output dari sistem.
Jawab
Gunakan Hukum Voltage Kirchhoff didapat
diL (t)
e(t) = RiL (t) + L + vC (t) (10.54)
dt
tambahan pula
dvC (t) 1
= iL (t). (10.55)
dt C
Dari Persamaan (10.54) dan (10.55) didapat
diL (t) R 1 1
= − iL (t) − vC (t) + e(t)
dt L L L
dvC (t) 1
= iL (t).
dt C
maka
2 −s
E(s) = e − e−2s
s
Jadi output dari sistem diberikan oleh
s
(s + 1)(s + 2)
y1 (t) −1 2 −s −2s
=L e −e
y2 (t)
2 s
(s + 1)(s + 2)
Didapat
2 e−(t−1) − e−2(t−1) u(t − 1) − 2 e−(t−2) − e−2(t−2) u(t − 2)
y1 (t)
=
y2 (t) 1 1 1 1
4 − e−(t−1) + e−2(t−1) u(t − 1) − 4 − e−(t−2) + e−2(t−2) u(t − 2)
2 2 2 2
2. Dapatkan persamaan keadaan dari sistem bila fungsi transfer dari sistem linear in-
varian waktu kontinu diberikan oleh
b0 s3 + b1 s2 + b2 s + b3
H(s) = .
s3 + a1 s2 + a2 s + a3
Berikan gambar simulasi diagram keadaannya.
Jawab
Dari
Y (s)
H(s) = ,
X(s)
didapat
s3 + a1 s2 + a2 s + a3 Y (s) = b0 s3 + b1 s2 + b2 s + b3 X(s)
Kedua sisi persamaan bagi dengan s3 , lalu susun ulang persamaan didapat
Dari persamaan ini, simulasi diagram dapat dibuat sebagai mana diberikan dalam
Gambar berikut.
x(t)
b3 b2 b1 b0
+ R + + R + R + y(t)
P P + P + P
a3 a2 a1
Dari gambar simulasi diagram pilih ouput dari integrator sebagai peubah keadaan
didapat
Bentuk representasi keadaan ini dikenal sebagai representasi keadaan bentuk pertama kanonik
kanonik.
3. Dapatkan persamaan keadaan bentuk kedua kanonik bila fungsi transfer dari sistem
linear invarian waktu diskrit diberikan oleh
1 + 2z −1 + 2z −2
H(z) = .
1 + z −1 + z −2
Jawab
Gambar simulasi diagram keadaan bentuk kedua kanonik dari fungsi transfer
1 + 2z −1 + 2z −2
H(s) =
1 + z −1 + z −2
+ P + P
y[n]
+ +
1 2 2
w[n] w[n − 1] w[n − 2]
x[n] P
−1
+ v2 [n + 1] z z −1 v [n]
v2 [n] v1 [n + 1] 1
+
1 1
-
P -
Pilih elemen output dari tunda satuan sebagai peubah keadaan seperti yang terlihat
v1 [n + 1] = v2 [n]
v2 [n + 1] = −v1 [n] − v2 [n] + x[n]
atau dalam bentuk matriks, penyajian peubah keadaan bentuk kedua kanonik diberikan
oleh
dengan
v1 [n] 0 1 0
v[n] = , A= , B=
v2 [n] −1 −1 1
dan
C = 1 1 , D = 1.
Sedangkan Gambar simulasi diagram keadaan bentuk pertama kanonik dari fungsi
transfer
1 + 2z −1 + 2z −2
H(s) =
1 + z −1 + z −2
diberikan oleh Gambar berikut.
x[n]
2 2 1
+ + + y[n]
P + P −1
+ P
z −1 z
- q2 [n + 1] q2 [n] - q1 [n + 1] q1 [n]
1 1
Dari gambar simulasi diagram diatas, pilih elemen output dari tunda satuan sebagai
yang memenuhi q[n] = T v[n] atau v[n] = T −1 q[n]. Dari sisni didapat
q[n + 1] = T v[n + 1]
= T (Av[n] + Bx[n])
= T AT −1 q[n] + (T B)x[n]
Jadi
à = T AT −1 , B̃ = T B dan C̃ = CT −1 (C̃T = C)
atau
−1 1 t1 t2 t1 t2 0 1 1 t1 t2 0
= , =
−1 0 t3 t4 t3 t4 −1 −1 1 t3 t4 1
dan
t1 t2
1 0 = 1 1 .
t3 t4
Dari
1 t1 t2 0 1 t
= ⇒ = 2 ⇒ t2 = t4 = 1.
1 t3 t4 1 1 t4
dan
t1 t2
1 0 = 1 1 ⇒ t1 t2 = 1 1 ⇒ t1 = t2 = 1.
t3 t4
Didapat matriks
1 1
T =
t3 1
tetapi T memenuhi
−1 1 1 1 1 1 0 1
=
−1 0 t3 1 t3 1 −1 −1
atau
−1 + t3 0 −1 0
= ⇒ t3 = 0.
−1 −1 −1 t3 − 1
Jadi matriks T adalah
1 1
T = .
0 1
Kebenaran transformasi T dapat dicek sebagai berikut
−1 1 1 0 1 1 −1
T AT =
0 1 −1 −1 0 1
−1 0 1 −1
=
−1 −1 0 1
−1 1
= = Ã,
−1 0
1 1 0
TB =
0 1 1
1
= = B̃
1
dan
−1
1 −1
CT = 1 1
0 1
= 1 0 = C̃.
Pada bagian ini diberikan dua pengertian yang sangat penting dalam kajian suatu sistem
linear, yaitu pengertian tentang keterkontrolan dan keteramatan suatu sistem. Namum
sebelumnya diperkenalkan munculnya sistem tak terkontrol dan/atau takteramti disertai
bebeberapa alasannya melalui beberapa contoh.
Beberapa konsep-konsep ruang-keadaan dapat dipandang sebagai penafsiran ulang dari
konsep-konsep yang mendahuluinya, yaitu konsep-konsep domain-frekuensi. Selain itu hal
khusus dari metoda ruang-keadaan adalah keterkontolan dan keteramatan.
Ide-ide yang berkaitan dengan masalah keterkontrolan dan keteramatan telah diperke-
nalkan oleh R.E. Kalman dipertengahan tahun 1950an sebagai suatu cara untuk men-
erangkan mengapa metoda dari pendisainan kompensator sistem tak stabil menggunakan
penghapusan pole-pole tak stabil dengan zeros diseparuh bidang kompleks mengalami kega-
galan walaupun proses penghapusan ini berjalan sempurnah. Masalah ini sudah diketahui
bahwa metoda pengkompensatoran tsb. tidak fisibel sebab penghapusan yang sempurnah
tsb. tidak mungkin dalam praktis. Disamping itu pada tahun 1954 Bergen dan Ragazzai
telah menunjukkan suatu penghapusan eksak secara matematik tidak akan mungkin dalam
perangkat keras real. Kalman juga menunjukkan suatu penghapusan sempurnah pole-zero
suatu sistem tak stabil menghasilkan suatu fungsi transfer stabil. Tetapi fungsi transfer ini
mempunyai order lebih rendah dari sistem aslinya disamping itu mode takstabilnya tidak
bisa dipengaruhi oleh masukan (tidak dapat dikontrol) atau taktampak dalam keluaran
(tidak bisa diamati). Kajian mendalam secara matematik yang berkaitan dengan masalah
keterkontrolan dan keteramatan bisa di lihat di (R.E. Kalman et al, 1974).
Bertolak belakang dengan keterkontrolan dan keteramantan, kajian ketakterkotrolan
dan ketakteramatan tampaknya kurang menarik. Hal ini tidaklah begitu benar. Para
praktisi sistem kontrol yang tidak memahami perbedaan pengertian "ketakterkontrolan
sistem untuk setiap nilai dari parameter-parameter" dan "sistem hampir selalu terkon-
trol" bila mereka berhadapan dengan suatu proses tak-dikenalnya disajikan dalam ruang
keadaan yang hanya diberikan oleh data numerik, berdasarkan pengalamannya bisa jadi in-
tuisinya menyimpulkan sistem yang dihadapinya adalah terkontrol atau teramatati. Tetapi
bila dikaji secara teliti kemungkinan besar bisa sebaliknya, yaitu sistem takterkontrol atau
takteramati (Bernard Friedland, 1987). Pada bagian ini dikaji ulang pengertian tsb. yang
didahului dengan suatu contoh untuk memberikan suatu gambaran bahwa dalam anal-
isa domain-frekuensi secara taklangsung diasumsikan sifat-sifat dinamik dari suatu sistem
secara lengkap dapat ditentukan oleh fungsi transfernya. Asumsi ini tidak selalu benar.
Selanjutnya pada subbagian berikut ini diberikan beberapa contoh dan alasan penting dari
mana munculnya masalah ketakterkontrolan dan ketakteramatan.
Contoh 51 Misalkan suatu sistem disajikan oleh sistem persamaan differensial berikut:
q̇1 (t) = 2q1 (t) + 3q2 (t) + 2q3 (t) + q4 (t) + x(t)
q̇2 (t) = −2q1 (t) − 3q2 (t) − 2x(t)
(10.56)
q̇3 (t) = −2q1 (t) − 2q2 (t) − 4q3 (t) + 2x(t)
q̇4 (t) = −2q1 (t) − 2q2 (t) − 2q3 (t) − 5q4 (t) − x(t)
y(t) = 7q1 (t) + 6q2 (t) + 4q3 (t) + 2q4 (t). (10.57)
Persamaan (10.56) dan (10.57) disajikan dalam bentuk persamaan matriks ruang keadaan
sebagai berikut:
q̇(t) = Aq(t) + Bx(t)
(10.58)
y(t) = Cq(t),
dengan q(t) = q1 (t) q2 (t) q3 (t) q4 (t) dan
2 3 2 1 1
−2 −3 0
A=
0
, B = −2 , C = 7 6 4 2 .
−2 −2 −4 0 2
−2 −2 −2 −5 −1
s3 + 9s2 + 26s + 24
H(s) = C(sI − A)−1 B = . (10.59)
s4 + 10s3 + 35s2 + 50s + 24
Bila pembilang dan penyebut dari fungsi transfer tsb difaktorkan, diperoleh:
(s + 2)(s + 3)(s + 4) 1
H(s) = = . (10.60)
(s + 1)(s + 2)(s + 3)(s + 4) (s + 1)
Dari persamaan (10.60) terlihat bahwa ada 3 pole yang dihapus oleh 3 zeros yaitu s =
−1, s = −3 dan s = −4. Jika diperhatikan fungsi transfer yang diberikan oleh persamaan
(10.60), fungsi ini berkaitan dengan persamaan differensial tingkat satu. Hal ini tentunya
berbeda dengan sistem aslinya yaitu sistem persamaan differensial tingkat empat seba-
gaimana yang disajikan dalam persamaan (10.56).
Untuk memperjelas apa yang telah diperoleh, yaitu fungsi transfer dari sistem de-
ngan realisasi berdimensi satu yang berbeda dengan sistem aslinya yaitu dimensi empat
dilakukan transformasi variabel keadaan sebagai berikut:
q̄ = T q,
dengan
4 3 2 1 −1 −1 0 0
3 1
T =
3 2 dan T −1 = −1 2 −1 0 .
2 2 2 1 0 −1 2 −1
1 1 1 1 0 0 −1 2
Dengan transformasi T , matriks A menjadi matriks diagonal:
−1 0 0 0
0 −2 −0 0
Ā = T AT −1 =
0
,
0 −3 0
0 0 0 −4
Dari persamaan (10.61) dan (10.62) dapat diterangkan sebagai berikut. Jelas bahwa ma-
sukan u hanya mempengaruhi variabel keadaan q̄1 dan q̄3 , variabel q̄2 dan q̄4 tidak dipen-
garuhi oleh masukan x. Keluaran y hanya bergantung pada variabel keadaan q̄1 dan q̄2 ,
sedangkan variabel keadaan q̄3 dan q̄4 tidak mempunyai kontribusi terhadap keluaran y.
Jadi akibat transformasi kordinat, sistem mempunyai 4 sub-sistem yang berbeda. Dalam
hal ini masing-masing sub-sistem hanya disajikan oleh persamaan tingkat satu. Keempat
sub-sistem tsb. adalah:
2. Variabel keadaan q̄2 : tidak dipengaruhi oleh masukan x, tampak pada keluaran y.
3. Variabel keadaan q̄3 : dipengaruhi oleh masukan x, tidak tampak pada keluaran y.
4. Variabel keadaan q̄4 : tidak dipengaruhi oleh masukan x, tidak tampak pada keluaran
y.
1
Hanya sub-sistem pertama yang berkaitan dengan fungsi transfer H(s) = . Disini ter-
s+1
lihat fungsi transfer ini tidak mendiskripsikan secara lengkap perilaku dari seluruh variabel
keadaan sistem. Subsistem pertama merupakan subsistem yang terkontrol dan teramati,
subsistem kedua merupakan subsistem takterkontrol tapi teramati, subsistem ketiga meru-
pakan subsistem yang terkontrol tapi takteramati sedangkan susbsistem keempat meru-
pakan subsistem yang takterkontrol dan takteramatai. Jika suatu sistem memuat subsistem
takterkontrol atau takteramati, maka dikatakan sistem takterkontrol atau takteramati.
Dari contoh yang dikaji ini bisa disimpulkan; suatu sistem dengan masukan dan ke-
luaran tunggal yang fungsi transfernya ditentukan oleh subsistem terkontrol dan teramati
dengan dimensi lebih kecil dari dimensi ruang-keadaannya, maka dapat dipastikan sistem
ini memuat subsistem takterkontrol atau memuat subsistem takteramati.
Selanjutnya, pada bagian berikut ini diberikan beberapa contoh yang membahas dari
mana munculnya sistem takterkontrol atau takteramati.
Redundansi variabel keadaan. Suatu hal yang biasa terjadi munculnya suatu sistem tak-
terkontrol adalah berkenaan dengan redundansi variabel keadaan. Sebagai contoh, suatu
sistem dinamik diberikan oleh:
q̇ = Aq + Bx,
untuk beberapa alasan, misalkan didefinisikan suatu fariabel baru sebagai berikut:
r = Fq (10.63)
dimana
A 0 B
Ā = dan B̄ = .
FA 0 FB
Persamaan (10.64) dapat ditulis sebagai:
q̇ = Aq + Bx
. (10.65)
ṙ = F Aq + F Bx
Pada persamaan (10.65) terlihat bahwa masukan x tampak pada variabel keadaan q dan
variabel redundan keadaan r. Dalam hal ini kelihatannya sistem yang disajikan oleh per-
samaan (10.64) atau persamaan (10.65) terkontrol, tetapi kenyataannya tidak. Untuk me-
nunjukkan sistem (10.65) takterkontrol, dilakukan transformasi kordinat terhadap variabel
keadaan sebagai berikut:
q̂ Ik 0 q
= , (10.66)
r̂ −F In r
dimana masing-masing Ik dan In adalah matriks identitas dengan ukuran k × k dan n × n.
Dari (10.66) didapat:
q̂˙ = q̇ = Aq + Bx
(10.67)
r̂˙ = −F q̇ + ṙ = 0
Pada persamaan (10.67) terlihat bahwa masukan x hanya bisa mempengaruhi variabel
keadaan q sedangkan variabel redundan keadaan r̂ tidak bisa dipengaruhi oleh masukan
x. Dalam hal ini variabel r̂ tidak akan bisa dikontrol oleh pengontrol apapun yang meru-
pakan masukan dari sistem. Jadi sistem yang disajikan oleh persamaan (10.64) atau (10.65)
takterkontrol. Dari kajian redundansi variabel keadaan ini tentu dipahami bahwa tak se-
orangpun akan bermaksud menggunakan variabel keadaan yang lebih banyak dari jumlah
minimum yang dibutuhkannya untuk mengetahui karakakteristik perilaku proses dinamik.
Tetapi dalam suatu proses yang kompleks dengan fisis yang takdikenal para praktisi sistem
kontrol bisa mungkin mempunyai kecenderungan menuliskan segala apa yang dipandang
dan dikerjakannya kedalam persamaan differensial. Hal ini akan menghasilkan lebih banyak
persamaan dari yang dibutuhkan sehingga hasil model sistemnya merupakan sistem tak-
terkontrol.
Dalam bagian berikut ini diberikan sifat suatu sistem linear invarian waktu yaitu
keterkontrolan dan keteramatan. Keterkontrolan dan ketermatan sistem ini merupakan
suatu hal yang mendasar. Salah satu manfaat keterkontrolan suatu sistem dapat digu-
nakan untuk penstabilan suatu sistem sebagaimana dalam bahasan berikut ini.
10.11.3 Keterkontrolan
Diberikan sistem linear invarian-waktu yang disajikan oleh persamaan:
q̇(t) = Aq(t) + Bx(t)
(10.68)
y(t) = Cq(t) + Dx(t).
Definisi 10 Sistem linear (10.68) dikatakan terkontrol bila untuk setiap kedaan sebarang
q(0) = q0 ada masukan x(t) yang tidak dibatasi mentransfer keadaan q0 kesebarang
keadaan akhir q(t1 ) = q1 dengan waktu akhir t1 berhingga.
Dari pengertian sistem terkontrol yang diberikan dalam Definisi 10, hal ini berarti bahwa
bila diberikan sebarang keadaan awal q(0) dan sebarang keadaan akhir q(t1 ) akan selalu ada
pengontrol x(t) yang akan mentransfer keadaan awal q(0) ke keadaan akhir yang diinginkan
q(t1 ) dalam waktu yang berhingga t1 . Perlu diingat bahwa sebarang keadaan awal dan
sebarang keadaan akhir ini terdiri dari n komponen dan apa bila semua komponen dari
keadaan awal ini bisa dikontrol ke n komponen yang sesuai keadaan akhir, maka sistem
bisa dikontrol. Sedangkan maksud dari keberadaan pengontrol x(t) yang tak dibatasi
adalah tidak disyaratkan apa-apa kecuali hanya untuk mentransfer sebarang keadaan awal
yang diberikan ke sebarang keadaan akhir yang diinginkan dalam waktu yang berhingga.
Dalam kajian kontrol optimal pemilihan pengontrol x(t) ini merupakan pengontrol yang
mentransfer keadaan awal ke keadaan akhir yang diinginkan dengan energi yang sekecil
mungkin (minimum).
Penyelesaian dari q̇(t) = Aq(t) + Bx(t) diberikan oleh
Zt
At
q(t) = e q0 + eA(t−τ ) Bx(τ )dτ. (10.69)
0
Bila sistem terkontrol, yaitu ada masukan x(t) yang mentransfer q0 ke q1 dalam waktu
berhingga t = t1 . Dalam hal ini q1 diberikan oleh
Zt1
q1 = e At1
q0 + eA(t1 −τ ) Bx(τ )dτ. (10.70)
0
Teorema berikut adalah memberikan syarat perlu dan cukup bahwa sistem (10.68) adalah
terkontrol. Ada dua bagian dari Teorema ini, bagian yang pertama adalah untuk menjamin
keberadaan pengontrol x(t) untuk mentransfer sebarang keadaan awal ke sebarang keadaan
akhir yang diinginkan dalam waktu berhingga sedangkan bagian yang kedua adalah untuk
menjamin bahwa semua n komponen dari keadaan awal bisa dikontrol ke n komponen yang
bersesuaian dari keadaan akhir yang diinginkan.
Rt1 T
1. w(0, t1) = e−Aτ BB T e−A τ dτ non-singulir.
0
2. Matriks: Mc = B | AB | A2 B | . . . | An−1 B mempunyai rank sama den-
gan n
Bukti
1. Bila w(0, t1 ) non-singulir, diberikan sebarang keadaan awal q(0) = q0 dan keadaan
akhir q1 pilih masukan
T
x(t) = −B T e−A t w −1 (0, t1 ) q0 − e−At1 q1 . (10.71)
Zt1 T
q(t1 ) = e At1
q0 + eA(t1 −τ ) B −B T e−A t w −1(0, t1 ) q0 − e−At1 q1 dτ
0
t
Z1
T
= eAt1 q0 − eAt1 e−Aτ BB T e−A τ dτ w −1(0, t1 )q0
0
t
Z1
T
+ eAt1 e−Aτ BB T e−A τ dτ w −1 (0, t1 )e−At1 q1
0
= eAt1 q0 − eAt1 w(0, t1 )w −1(0, t1 )q0
+eAt1 w(0, t1)w −1 (0, t1 )e−At1 q1
= eAt1 q0 − eAt1 q0 + q1
= q1 .
Terlihat bahwa dengan masukan x(t) yang diberikan dalam (10.71) sebarang kedaan awal
q0 ditransfer ke sebarang keadaan akhir q(t1 ) = q1 . Jadi sistem terkontrol. Sebaliknya,
andaikan w(0, t1 ) singulir tetapi sistem terkontrol. Maka untuk t1 > 0 pilih vektor α 6= 0
sedemikian hingga
Zt1
T
αT w(0, t1 )α = αT e−Aτ BB T e−A τ αdτ = 0. (10.72)
0
αT e−At B = 0. (10.73)
Dari asumsi sistem terkontrol, maka untuk setiap keadaan awal q0 ada x(t) yang memenuhi
(10.69), Oleh karena itu diperoleh:
Zt1
q1 = eAt1 q0 + eA(t1 −τ ) Bx(τ )dτ.
0
atau
αT q0 − e−At1 q1 = 0.
Pilih q0 = e−At1 q1 + α, maka diperoleh persamaan:
αT e−At1 q1 + α − e−At1 q1 = 0
αT α = 0.
Dari persamaan terakhir diatas ini diperoleh α = 0 ini bertentangan dengan kenyataan
α 6= 0. Jadi haruslah w(0, t1 ) non-singulir.
αT Ak B = 0, k = 0, 1, 2, . . . , (n − 1). (10.74)
Jadi:
αT B | AB | A2 B | . . . | A(n−1) B = αT Mc = 0. (10.75)
Karena α 6= 0 maka rank Mc < n. Hal ini bertentangan dengan kenyataan rank Mc =
n. Jadi haruslah sistem terkontrol. Sebaliknya, asumsikan sistem terkontrol tetapi rank
Mc < n. dari asumsi, dipilih α 6= 0 yang memenuhi (10.75). Hal ini ekivalen dengan
(10.74). Dari teorema "Hamilton-Cayley" A(n+1) dapat diuraikan sebagai kombinasi linear
dari I, A, A2 , . . . , A(n−1) . Jadi e−At juga dapat diraikan sebagai kombinasi linear dari
I, A, A2 , . . . , A(n−1) ,
Karena α 6= 0, maka w(0, t1 ) singulir. Jadi sistem tak-terkontrol. Hal ini bertentangan
dengan asumsi sistem terkontrol. Jadi haruslah rank Mc = n. Matriks terkontrol Mc diatas
ditentukan oleh pasangan matriks (A, B), adakalanya juga disebutt matriks terkontrol dari
sistem dengan (A, B).
dengan
q1 (t)
q2 (t)
q(t) =
q3 (t) .
q4 (t)
Didapat matriks keterkontrolan
0 1 0 −1
1 0 −1 0
Mc =
0 0 −2 0
0 −2 0 2
rank dari matriks Mc sama dengan 3. Jadi sistem takterkontrol.
Bil matriks B, diberikan oleh
0
0
B=
0 ,
1
didapat matriks keterkontrolan
0 0 2 0
0 2 0 −2
Mc =
0 1 0 −4
1 0 −4 0
dengan
−1 1 0
A= , B= dan C = (1 0).
0 −2 1
R ∞ AT t At 1 0
Bila P = 0 e Qe dt dengan matriks Q = , maka:
0 2
a). Tunjukkan bahwa AT P + P A = −Q, jelaskan mengapa persamaan ini bisa dipenuhi
untuk matriks P dan Q seperti diatas.
0
b). Dapatkan pengontrol x(t) sehingga dengan pengontrol ini keadaan awal q(0) =
0
1
bisa dikontrol ke keadaan akhir q(1) = , tunjukkan hal ini dalam perhitungan.
2
10.11.4 Keteramatan
Berikut ini diberikan suatu pengertian dari keteramatan dari suatu sistem; pengertian ini
merupakan dual dari keterkontrolan.
Definisi 11 Bila setiap keadaan awal q(0) = q0 secara tunggal dapat diamati dari setiap
pengukuran keluaran sistem (10.68) dari waktu t = 0 ke t = t1 , maka sistem dikatakan
"teramati".
Istilah dual yang dikenalkan diatas kata ’terkontrol’ diganti dengan kata ’teramati’ ma-
sukan x(t) diganti dengan keluaran y(t), yaitu dalam terminologi keterkontrolan sebarang
keadaan awal q0 dikontrol dengan suatu masukan x(t) ke sebarang keadaan akhir q1 di-
mana 0 ≤ t ≤ t1 sedangkan dalam terminologi keteramatan sebarang keadaan awal q0
lewat sebarang pengukuran keluaran y(t) diamati pada interval waktu 0 ≤ t ≤ t1 .
Keluaran sistem (10.68) diberikan oleh:
Zt
y(t) = Ce A(t)
q0 + C eA(t−τ ) Bx(τ )dτ + Dx(t). (10.76)
0
Terlihat keadaan awal q0 muncul dalam persamaan (10.77). Selanjutnya bila diukur kelu-
aran y(t) pada ts dengan 0 < ts ≤ t1 , diperoleh:
Rts
y(ts ) = CeA(ts ) q0 + C eA(ts −τ ) Bx(τ )dτ + Dx(ts )
0 (10.78)
= Cq(ts ) + Dx(ts ).
Bila keadaan awal q0 dapat diamati, maka keadaan ini juga akan muncul pada pengukuran
keluaran y(ts ), yaitu
y(ts ) = Cq0 + Dx(ts ). (10.79)
Sehingga dari persamaan (10.78) dan (10.79) diperoleh:
Bila diperhatikan matriks m(0, t) ini mempunyai bentuk yang hampir serupa dengan ma-
triks w(0, t) yang muncul pada kajian keterkontrolan. Matriks A dalam m(0, t) muncul
sebagai −AT dalam w(0, t) sedangkan matriks C dalam m(0, t) muncul sebagai B T dalam
w(0, t).
Selanjunya diberikan suatu pernyataan dalam suatu teorema berikut ini yang meny-
atakan syarat perlu dan cukup suatu sistem teramati.
2. Matriks keteramatan
C
−−
CA
−−
CA2
Mo =
−−
..
.
−−
CA(n−1)
mempunyai rank sama dengan n.
Seperti halnya matriks Mc , adakalanya matriks keteramatan Mo dinotasikan dengan (C, A).
dan
C1 = 1 0 0 0 , C2 = 0 0 1 0
Dalam hal ini diperoleh matriks keteramatan:
1 0 0 0
0 1 0 0
Mo1 =
3 0
0 2
0 −1 0 0
dan
0 0 1 0
0 0 0 1
Mo2 =
0 −2 0
0
−6 0 0 4
dengan rank Mo1 = 3. Jadi sistem tidak dapat diamati. Sedangkan rank Mo2 = 4, jadi
sistem dapat diamati.
Latihan 39 Selidiki apakah sistem dalam pendulum terbalik dapat diamati. Lakukan lagi
penyelidikan bila hanya y1 (t) atau y2 (t) yang tersedia untuk diukur.
Im Mc = span{a1 , a2 , . . . , ak };
(n−1)
dan rank (B1 |A1,1 B1 | . . . |A1,1 B1 ) = k, jadi pasangan (A1,1 , B1 ) terkontrol. Dalam hal
ini mempunyai arti bahwa pada sistem yang asli sebanyak k komponen dari keadaan awal
q(0) = q0 yang bisa dikontrol sedangkan sisanya tidak.
Pemilihan basis baru adalah ekivalen dengan memperlakukan suatu transformasi basis.
Maka dari itu ada suatu matriks T yang punya invers sedemikian hingga T −1 AT dan T −1 B
masing-masing mempunyai bentuk (10.81) dan (10.82)
Dengan cara serupa bila dim(Ker Mo ) = k < n, maka bisa didapat suatu basis
(a1 , a2 , . . . , an ) dari Rn sedemikian hingga
Ker Mc = span{a1 , a2 , . . . , ak };
Matriks A pada persamaan ini secara umum berbeda dengan (10.81). Karena Ker C ∈
Ker Mo , maka dengan basis baru tsb. C mempunyai bentuk
C = 0 | C1
↔ ↔ (10.84)
k n−k
dimana
C1
−−
C1 A2,2
−−
rank =k
..
.
−−
(n−1)
CA2,2
jadi pasangan (C1 , A2,2 ) teramati.
Matriks terkontrol (A, B) pada contoh ini sama dengan matriks Mc 1 pada contoh ter-
dahulu. Telah ditahu bahwa sistem tak-terkontrol sebab rank Mc1 = 3. Dari matriks Mc1
didapatkan tiga vektor bebas linear yang membangun Im Mc1 , yaitu:
0 1 0
1 0 −1
, , .
0 0 −2
0 −2 0
Vektor ke-4 dipilih sehingga bebas linear terhadap ketiga vektor tsb. Dipilih vektor ke-4
sebagai:
2
0
.
0
1
0 −2 0 1
dan invers dari matriks T adalah:
0 10 −5 0
2 0 0 −4
T −1 = 0.1 ×
0 0 −5 0
4 0 0 2
Latihan 40 Tulis pasangan terkontrol dalam Latihan 37 kedalam bentuk persamaan (10.81)
dan (10.82).
Bukti
berikutnya. Selain dari pada itu pada bagian ini juga akan dimanfaatkan sifat dualitas dari
keterkontrolan dan keteramatan untuk memperoleh bentuk kompanion teramati lewat ben-
tuk kompanion terkontrol.
Diberikan suatu sistem masukan-tunggal keluaran-tunggal:
q̇(t) = Aq(t) + Bx(t)
(10.86)
y(t) = Cq(t)
dimana
Ā = P AP −1, B̄ = P B dan C̄ = CP −1.
Berikut ini diberikan suatu teorema yang berkenaan dengan bentuk "kompanion terkon-
trol", bila sistem (10.86) terkontrol.
Teorema 26 Bila sistem (10.86) terkontrol, maka sistem tsb. bisa ditransformasi keben-
tuk:
0 1 0 ... 0 0 0
0 0 1 ... 0 0 0
0 0 0 ... 0 0 0
˙
x̄(t) = . .. .. .. x̄(t) + .. u(t)
..
.. . . . . .
(10.89)
0 0 0 ... 0 1 0
−αn −αn−1 −αn−2 . . . −α2 −α1 1
y(t) = βn βn−1 βn−2 . . . β2 β1 x̄(t)
dimana α1 , α2 , . . . , αn adalah koefisien-koefisien dari polinomial karakteristik matriks A.
Bukti
Sistem (10.86) terkontrol, maka vektor-vektor B, AB, . . . , A(n−1) B bebas linear. Dibentuk
suatu basis sebagai berikut:
def
qn = B
def
qn−1 = Aqn + α1 qn = AB + α1 B
def
qn−2 = Aqn−1 + α2 qn = A2 B + α1 AB + α2 B (10.90)
..
.
def
q1 = Aq2 + αn−1 qn = A(n−1) B + α1 A(n−2) B + . . . + αn−1 B
dimana Q = (q1 q2 . . . qn−1 qn ). Sehingga bila dilakukan suatu transformasi seperti yang
diberikan pada (10.87), dimana P = Q−1 diperoleh:
q̄˙ = Āq̄(t) + B̄x(t)
,
y(t) = C̄ q̄(t)
0
0
0
B̄ = .. (10.92)
.
0
1
dan
C̄ = CQ = βn βn−1 βn−2 . . . β2 β1 . (10.93)
Bentuk (10.89) dinamakan bentuk k ompanion terkontrol. Telah dijelaskan bahwa bentuk
kompanion terkontrol ini diperoleh dari transformasi x̄ = Q−1 x, dimana matriks Q dapat
diperoleh dari persamaan (10.87). Matrik Q juga bisa didapat sebagai berikut. Misalkan
R = [B AB A2 B . . . An−1 B]
dan
R̄ = [B̄ ĀB̄ Ā2 B̄ . . . Ān−1 B̄]
atau
R̄ = [B̄ ĀB̄ Ā2 B̄ . . . Ān−1 B̄]
= [I Ā Ā2 . . . Ān−1 ]B̄
= [Q−1 Q Q−1 AQ Q−1 A2 Q . . . Q−1 An−1 Q](Q−1 B)
= Q−1 [I A A2 . . . An−1 ]Q(Q−1 B)
= Q−1 [I A A2 . . . An−1 ]B
= Q−1 [B AB A2 B . . . An−1 B]
= Q−1 R ⇒ Q = RR̄−1 .
Dengan Ā dan B̄ masing-masing diberikan oleh persamaan (10.91) dan (10.92), maka dapat
ditunjukkan bahwa matriks R̄−1 diberikan oleh
αn−1 αn−2 . . . α1 1
αn−2 αn−3 . . . 1 0
.. .
. . . .
. .
.
−1
R̄ = . . . . . . (10.94)
α1 1 ... 0 0
1 0 ... 0 0
Selanjutnya diberikan suatu teorema yang merupakan "dual" dari teorema (26) yaitu
bentuk kompanion teramati.
Bukti
Karena sistem (10.95) teramati, maka berdasarkan Teorema 25 sistem dual
q̇(t) = AT q(t) + C T x(t)
(10.96)
y(t) = B T q(t)
terkontrol. Jadi dari hasil Teorema 26, ada matriks P non-singulir sedemikian hingga
0 1 0 ... 0 0
0 0 1 ... 0 0
0 0 0 ... 0 0
P AT P −1 = .. .. , .. .. .. (10.97)
. .
. . .
0 0 0 ... 0 1
−αn −αn−1 −αn−2 . . . −α2 −α1
0
0
0
P C T = .. (10.98)
.
0
1
dan
B T P −1 = βn βn−1 βn−2 . . . β2 β1 (10.99)
Sistem (10.100) adalah terkontrol dualitas dari sistem ini adalah teramati yang dilakukan
dengan mentranspose tiga persamaan matriks (10.97), (10.98) dan (10.99), diperoleh:
0 0 0 . . . 0 −αn
1 0 0 . . . 0 −αn−1
0 1 0 . . . 0 −αn−2
(P −1)T AP T = .. .... ..
−1
.. = QAQ ,
. . . . .
0 0 0 . . . 0 −α2
0 0 0 . . . 1 −α1
CP T = 0 0 0 . . . 0 1 = CQ−1
dan
βn
βn−1
βn−2
(P −1 )T B = .. = QB,
.
β2
β1
dimana Q = (P −1 )T . Jadi dengan transformasi q̄(t) = Qq(t) sistem teramati (10.95)
menjadi:
˙
q̄(t) = QAQ−1 q̄(t) + QBx(t)
(10.101)
y(t) = CQ−1 q̄(t)
atau
0 0 0 . . . 0 −αn βn
1 0 0 . . . 0 −αn−1
βn−1
0
1 0 . . . 0 −αn−2
βn−2
˙
q̄(t) = .. .... .. .. x̄(t) + .. u(t)
. . . . . .
0 0 0 . . . 0 −α2 β2
0 0 0 . . . 1 −α1 β1
y(t) = 0 0 0 . . . 0 1 q̄,
Masing-masing sistem (10.95) dan (10.101) adalah teramati dan sistem (10.101) didapat
dari sistem (10.95) dengan melakukan suatu transformasi q̄(t) = Qq(t). Bila masing-
masing matriks keteramatan dari kedua sistem ini diberikan oleh
C CQ−1
CA CQ−1 (QAQ−1 )
CA2 CQ−1 (QA2 Q−1 )
W = dan W̄ = ,
.. ..
. .
n−1 −1 n−1 −1
CA CQ (QA Q )
maka
CQ−1 C
CQ−1 (QAQ−1 ) CA
CQ−1 (QA2 Q−1 ) CA2 −1
W̄ = = Q = W Q−1 .
.. ..
. .
CQ−1 (QAn−1 Q−1 ) CAn−1
Jadi
W̄ = W Q−1 ⇒ Q = W̄ −1 W.
Dapat ditunjukkan bahwa matriks W̄ −1 diberikan oleh matriks yang sama dalam per-
samaan (10.94), yaitu
αn−1 αn−2 . . . α1 1
αn−2 αn−3 . . . 1 0
W̄ −1 = ... .. .. . ..
. . .. ..
α1 1 ... 0 0
1 0 ... 0 0
Keterkontrolan dan keteramatan sistem erat kaitannya dengan disain kontroler meng-
gunakan hukum umpan balik. Melalui contoh-contoh berikut diberikan pengertian sistem
yang dapat dikontrol dan sistem dapat diamati.
− 32 λ
p(λ) = |λI − A| = 1
λ−2 2
3 1 3
= λ(λ − 2) + = λ − λ− .
4 2 2
(c) Pada hasil (b) terjadi penghapusan pole H(z) di z = 23 . Jadi pole di H(z) hanya
z = 21 . Pole ini terletak didalam lingkaran |z| < 1 pada bidang-z. Oleh karena
itu sistem stabil BIBO. Catatan bahwa walaupun sistem stabil BIBO, tetapi secara
esensial tidak stabil kecuali sistem pada keadaan awal bernilai nol.
2. Misalkan Sistem Waktu Diskrit Linear Invarian Waktu (SWDLIW) tingkat N dengan
persamaan keadaan
q[n + 1] = Aq[n] + Bx[n].
Sistem dikatakan dapat dikontrol bila adalah mungkin mendapatkan suatu barisan N
input
x[n0 ], x[n0 + 1], . . . , x[n0 + N − 1]
q[n0 ] = q0
ke keadaan akhir q[n0 +N] = q1 . Bila sistem dapat dikontrol, maka matriks keterkon-
trolan yang diberikan oleh
Mk = B AB . . . AN −1 B (10.102)
rank(Mk ) = N.
Dengan demikian, bila keadaan q[N] adalah sebarang dan barisan input
adalah tak nol yaitu sebagaimana yang diperlukan untuk sistem dapat dikontrol,
maka matriks
Mk = B AB . . . AN −1 B
pada Persamaan (10.104) harus non singulir yaitu
rank(Mk ) = N.
3. Misalkan Sistem Waktu Diskrit Linear Invarian Waktu (SWDLIW) tingkat N dengan
persamaan keadaan
q[n + 1] = Aq[n] + Bx[n]
y[n] = Cq[n].
Sistem dikatakan dapat diamati bila dimulai pada sebarang indeks waktu n0 menen-
tukan keadaan q[n0 ] = q0 dari barisan N output
Bila sistem dapat diamati, maka matriks keteramat yangan diberikan oleh
C
CA
MO = .. (10.105)
.
CAN −1
rank(MO ) = N.
atau
y[0] = Cq[0]
y[1] = CAq[0]
y[2] = CA2 q[0] (10.107)
..
.
y[N − 1] = CAN −1 q[0].
Tulis ulang Persamaan (10.107) sebagai suatu persamaan matriks, didapat
y[0] C
y[1] CA
y[2] CA2
= q[0]. (10.108)
.. ..
. .
y[N − 1] CAN −1
Dengan demikian, untuk mendapatkan penyelesaian tunggal dari q[0], maka matriks
C
CA
CA2
MO =
..
.
CAN −1
4. Misalkan Sistem Waktu Kontinu Linear Invarian Waktu (SWKLIW) tingkat N de-
ngan persamaan keadaan
q̇(t) = Aq(t) + Bx(t).
Sistem dikatakan dapat dikontrol bila adalah mungkin mendapatkan suatu input x(t)
yang mengontrol sebarang keadaan awal q(t0 ) = q0 ke sebarang keadaan akhir
q(t1 ) = q1 dengan waktu yang berhingga. Bila sistem dapat dikontrol, maka matriks
keterkontrolan yang diberikan oleh
Mk = B AB . . . AN −1 B (10.109)
Zt1
q1 = q(t1 ) = eAt1 e−Aτ Bx(τ )dτ. (10.110)
0
Substitusikan Persamaan (10.111) pada Persamaan (10.110), lalu susun ulang dida-
pat
N
X −1 Zt1
Misalkan
Zt1
αk (τ )x(τ )dτ = βk .
0
atau
β0
β1
e−At1 q1 = B AB . . . AN −1 B . .. (10.113)
.
βN −1
Diberikan sebarang keadaan akhir q1 , maka dari Persamaan (10.113) dapat diten-
tukan secara tunggal βk begitu juga input x(t), bila matriks Mk pada Persamaan (10.113)
nonsingulir atau rank(Mk ) = N.
5. Misalkan Sistem Waktu Kontimu Linear Invarian Waktu (SWKLIW) tingkat N de-
ngan persamaan keadaan
q̇(t) = Aq(t) + Bx(t)
y(t) = Cq(t).
Sistem dikatakan dapat diamati bila setiap sebarang keadaan awal q(t0 ) = q0 dapat
ditentukan dari output y(t) pada beberapa periode berhingga waktu dari t0 ke t1 .
Bila sistem dapat diamati, maka matriks keteramat yangan diberikan oleh
C
CA
MO = .. (10.114)
.
CAN −1
Dibuktikan dengan suatu kontradiksi. Misalkan bahwa sistem dapat diamati, tetapi
rank dari MO kurang dari N. Maka ada suatu keadaan awal q(0) = q0 6= 0
sedemikian hingga
MO q0 = 0
atau
Cq0 = CAq0 = . . . = CAN −1 q0 = 0. (10.115)
Selanjutnya, untuk x(t) = 0 dan t0 = 0, didapat
Terlihat bahwa keadaan awal q0 tidak dapat ditentukan dari output y(t) = 0. Jadi
sistem tidak dapat diamati, hal ini kontradiksi dengan kenyataan sistem dapat dia-
mati. Oleh karena itu haruslah rank(M0 ) = N.
6. Diberikan suatu sistem SWKLIW yang diberikan oleh persamaan
dengan
0 1 1
A= , B= dan C = 1 −1 .
2 1 −1
(a) Apakah sistem stabil asimptotik?
(b) Apakah sistem stabil BIBO?
(c) Apakah sistem dapat dikontrol?
(d) Apakah sistem dapat diamati?
(a). Polinomial karakteristik A diberikan oleh
λ −1
p(λ) = = λ2 − λ − 2 = (λ + 1)(λ − 2).
−2 λ − 1
Jadi nilai karakateristik dari A adalah λ1 = −1 dan λ2 = 2. Sistem SWKLIW sta-
bil asimptotik bila semua bagian real nilai karakteristik dari A bernilai negatif yaitu
Re(λ) < 0. Oleh karena itu sistem ini tidak stabil asimptotik sebab Re(λ2 ) = 2 > 0.
dengan
0 1
0
A= , B = dan C = − 18 3
4
, D = 1.
1 3 1
−
8 4
(a) Apakah sistem dapat dikontrol?
(b) Apakah sistem dapat diamati?
(c) Bila keadaan awal
0
q[0] = .
1
Dapatkan x[0] dan x[1] sehingga keadaan akhir
0
q[2] = .
0
(d) Bila y[0] = 1 dan y[1] = 0 dengan x[0] = x[1] = 0, maka dapatkan keadaan awal
q[0].
dan det(Mk ) = −1 6= 0 Jadi rank(Mk ) = 2. Oleh karena itu sistem dapat dikontrol.
Jadi
2
0 1
0 0 0 1 x[1]
= +
0 1 3 1 1 43 x[0]
−
8 4
3
4 x[0]
= +
7 3
x[1] + x[0]
16 4
didapat
1 3
−
1 8 4 q1 [0]
= .
0 3 7 q2 [0]
−
32 16
Selesaikan persamaan ini, diperoleh
1 3 −1
−
q [0] 8 4 1 28
q[0] = 1 = = .
q2 [0] 3 7 0 6
−
32 16
Catatan: Matriks keterkontrolan baik untuk sistem diskrit ataupun kontinu yang
telah dibahas yaitu
Mk = B AB A2 · · · AN −1 B
sering juga dinotasikan oleh pasangan matriks terkontrol (A, B). Sedangkan matriks
keteramatan baik untuk sistem diskrit atau kontinu yang diberikan oleh
C
CA
CA2
Mo =
..
.
CAN −1
k1 = α0 − a0
k2 = α1 − a1
..
.
kn = αn−1 − an−1 .
Bila sistem tidak berbentuk kompanion terkontrol, maka lakukan transformasi kedalam
bentuk kompanion terkontrol. Kemudian hitung gain K̃ yang memenuhi
det(sIn − Ã + B̃ K̃) = sn + αn−1 sn−1 + · · · + α1 s + α0 .
Didapat
K̃ = α0 − a0 α1 − a1 · · · αn−1 − an−1
dan K = K̃T yang mana T adalah suatu transformasi yang mentranformasi pasangan
(A, B) kedalam bentuk kompanion terkontrol. Algoritma untuk menghitung gain K juga
bisa dilakukan dengan menggunakan formula Ackermann sebagai berikut
K = 0 0 · · · 0 1 Mk−1 αc (A), (10.119)
yang mana αc (s) adalah polinomial yang dikehendaki oleh pendisain. Pembahasan umpan
balik keadaan yang telah dibahas ini berlaku juga untuk sistem diskrit yang diberikan oleh
persamaan keadaan
q[n + 1] = Aq[n] + Bx[n],
dengan matriks
Mk = B AB · · · An−1 B
terkontrol.
Contoh 1.
Diberikan sistem
1 −1 2
q̇(t) = q(t) + x(t).
1 −2 1
Gunakam formula Ackermann untuk mendisain umpan balik q(t) = −Kx(t) supaya sistem
loop-tutup mempunyai pole di {−1, −2}.
Jawab.
Matriks keterkontrolan adalah
2 1
Mk = B AB = .
1 0
Invers matriks Mk adalah
0 1
Mk−1 =
1 −2
αc (s) = (s + 1)(s + 2) = s2 + 3s + 2.
Contoh 2.
Diberikan sistem diskrit
0 1 0
q[n + 1] = q[n] + x[n].
−0.16 −1 1
Disain umpan balik q[n] = −Kx[n] supaya sistem loop-tutup mempunyai pole di
{−1 − i, −1 + i}.
Jawab.
Matriks keterkontrolan adalah
0 1
Mk = B AB = .
1 −1
Invers matriks Mk adalah
1 1
Mk−1 =
1 0
Jadi rank(Mk ) = 2, yaitu sistem terkontrol. Juga sistem mempunyai bentuk kompanion
terkontrol, dari matriks A didapat a0 = 0.16 dan a1 = 1. Polinomial yang dikehendaki
adalah
αc (z) = (z − (−1 − i))(z − (−1 + i)) = z 2 + 2z + 2.
Didapat α0 = 2 dan α1 = 2, dengan demikian komponen gain K adalah
k1 = α0 − a0 = 2 − 0.16 = 1.84
k2 = α1 − a1 = 2 − 1 = 1
Jadi K = [1.84 1]. Hasil ini bisa dicek dengan formula Ackermann sebagai berikut.
αc (A) = A2 + 2A + 2I2
−0.16 −1 0 2 2 0
= + +
0.16 0.84 −0.32 −2 0 2
1.84 1
=
−0.16 0.84
K = [0 1] Mk−1 αc (A)
1 1 1.84 1
= [0 1]
1 0 −0.16 0.84
1.84 1
= [1 0]
−0.16 0.84
= [1.84 1].
dengan q̂(t) adalah estimasi dari keadaan q(t). Matriks L adalah matriks gain observer.
Tujuan dari observer adalah mengestimasi q(t) sehingga untuk t → ∞, maka q̂(t) → q(t).
Bila error estimasi diberikan oleh
atau
ė(t) = (A − LC)e(t). (10.122)
Terlihat bahwa kondisi e(t) → 0 untuk t → ∞ dengan diberikan sebarang error awal e(t0 )
bisa dicapai sesuai keinginan pendisain haruslah bagian real dari semua akar persamaan
karakteristik
det(λI − (A − LC)) = 0 (10.123)
adalah negatif. Jadi masalah disain observer adalah mencari matriks gain observer L
supaya semua akar Persamaan (10.123) bagian realnya negatif. Untuk tujuan ini formula
Ackerman bisa digunakan sebagai berikut. Misalkan dikehendaki polinomial karakteristik
Contoh
Diberikan sistem
2 3 0
q̇(t) = q(t) + x(t)
−1 4 1
y(t) = 1 0 q(t).
Gambar error estimasi e(t) diberikan oleh Gambar 10.4. Dalam Gambar 10.4 ini terlihat
e1 (t)
e2 (t)
Test, Tgl. 5 Mei 2010. Sifat Tutup Buku. Waktu 100 Menit
z −1 + 5z −2
H(z) = .
1 + 4z −1 + 3z −2
a. Dapatkan persamaan keadaan dari sistem.
b. Gambar diagram simulasi dari sistem.
c. Selidiki kestabilan sistem. Apakah sistem bisa dikontrol dan dapat diamati?
e )q[kT ] + B(T
q[(k + 1)T ] = A(T e )x[kT ]
(10.126)
y[kT ] = Cq[kT ] + Dx[kT ],
dengan T
Z
e ) = eAT
A(T e ) = eAτ dτ B.
dan B(T
0
maka dapatkan hasil pendiskritan dari sistem ini dalam bentuk Persamaan (10.128)
untuk T = 1.
Jawaban Test, Tgl. 5 Mei 2010. Sifat Tutup Buku. Waktu 100 Menit
z −1 + 5z −2
H(z) = .
1 + 4z −1 + 3z −2
a. Dapatkan persamaan keadaan dari sistem.
b. Gambar diagram simulasi dari sistem.
c. Selidiki kestabilan sistem. Apakah sistem bisa dikontrol dan dapat diamati?
Jawab
a. Fungsi Transfer
Y (z) z −1 + 5z −2
H(z) = = .
X(z) 1 + 4z −1 + 3z −2
Dengan menggunakan bentuk pertama kanonik peubah keadaan didapat, persamaan
keadaan sistem diberikan oleh
−4 1 1
q[n + 1] = q[n] + x[n]
−3 0 5
y[n] = 1 0 q[n].
5 1 0
+ + + y[n]
P + P −1
+ P
z −1 z
- q2 [n + 1] q2 [n] - q1 [n + 1] q1 [n]
3 4
Terlihat bahwa semua nilai karakteristik dari A nilai-mutlaknya tidak kurang dari
pada 1. Yaitu |λ1 = −1| = 1 ≮ 1 dan |λ2 = −3| = 3 ≮ 1. Jadi sistem tidak stabil
asimptotik. Juga bisa dicek bahwa fungsi transfer H(z) tidak ada faktor persekutuan
Jawab
Untuk T = 1, didapat
−2
1 e 1
1 e−2
1 − Z 4 + 4
e =e = 2 2 e
A(1) A
dan B(1) = e dλ B =
Aλ
.
1 e−2
0 e−2 0
−
2 2
Sehingga didapat hasil pendiskritan sistem
−2
e 1
1 e−2
1 − 4 + 4
2 2
q[n + 1] = q[n] + x[n]
1 e−2
0 e−2 −
2 2
y[n] = 1 0 q[n].
Jawab
Polinomial karateristik dari A diberikan oleh
Didapat √ √
λ1 = −1 + 4 − α, λ2 = −1 − 4 − α.
Sehingga untuk α > 3 didapat Real(λ1 ) < 0 dan Real(λ2 ) < 0. Supaya sistem stabil
asimptotik haruslah α > 3. Matrix keterkontrolan diberikan oleh
0 1
Mk = B AB = ⇒ rank(Mk ) = 2.
1 1
Jadi sistem dapat diamati. Gambar dari diagram simulasi keadaan sistem diberikan
oleh gambar berikut.
x(t) P
R + P
R y(t)
+ q̇2 (t) q2 (t) - q̇1 (t) q1 (t)
+
P + 3
-
α
Evaluasi Akhir Semester 17-19 Mei 2010, Sifat Tutup Buku, Waktu 100 menit.
1. Ungkapkan bentuk gelombang dari Gambar berikut sebagai jumlahan dari fungsi
unit step.
v(t)
3
2 a
1 b
0 1 2 3 t
Jawab
Persamaan segmen garis a adalah 2t+1 dan persamaan segmen garis b adalah −t+3,
sehingga didapat
atau
R∞
2. (a.) Hitung tδ(t − 2)dt.
−∞
(b.) Bila input x[n] dan respon impuls h[n] dari suatu sistem linear diskrit invarian
waktu diberikan oleh
dengan u[n] adalah fungsi unit step, maka hitung output y[n].
Jawab
R∞
(a.) Gunakan sifat f (t)δ(t − a)dt = f (a), didapat
−∞
Z∞
tδ(t − 2)dt = f (2) = t |t=2 = 2.
−∞
(b.)
x[k]
1 ......
1
1−α
.....................
-2 -1 0 1 2 3 k
1 h[n − k]
n<0
n 0 k -2 -1 0 1 2 3 4 5 n
h[n − k]
1 (b)
n>0
0 n k
(a)
Barisan x[k] dan h[n − k] sebagaiman ditunjukkan dalam Gambar (a) diatas untuk
n < 0 dan n > 0. Dari Gambar terlihat bahwa untuk n < 0, x[k] dan h[n − k] tidak
terjadi overlap, sedangkan untuk n ≥ 0 terjadi overlap dari k = 0 ke k = n. Dengan
demikian untuk n < 0, y[n] = 0. Jadi untuk n ≥ 0, didapat
n
X
y[n] = αn−k .
k=0
(a.) Dapatkan fungsi transfer H(z) dan gambar diagram simulasi sistem.
(b.) Selidiki kestabilan sistem.
Jawab
(a.) Fungsi transfer sistem diberikan oleh
−1
−1
z −1 0
H(z) = C(zI − A) B = −1 2 1
6
z − 65 1
2z 1
= 5
1
− 5
1
z− z+ 6 6
z− 6
z+ 6
6
= .
3z − 1
Gambar diagram simulasi sistem diberikan oleh gambar berikut.
x[n] + P
q2 [n + 1] q2 [n] q1 [n]
P
+ y[n]
−1 −1
z z -
+
P + 5
6
-
1
6
5λ 1 (2 λ − 1) (3 λ − 1)
|λI − A| = λ2 − + = .
6 6 6
1 1 1 1
Didapat λ1 = dan λ2 = . Terlihat bahwa |λ1 = | < 1 dan |λ2 = | < 1. Jadi
2 3 2 3
sistem stabil asimptotik, akibatnya juga stabil BIBO.
4. Konstruksi suatu sistem linear kontinu invarian waktu yang diberikan oleh persamaan
keadaan dengan kriteria tidak bisa dikontrol dan juga tidak bisa diamati. Selanjutnya
gambar diagram simulasi dari sistem.
Matriks keterkontrolan
1 3
Mk = B AB = =⇒ rank(Mk ) = 1 < 2,
1 3
Karena rank(Mk ) = 1 < 2, maka sistem tidak bisa dikontrol. Selanjutnya matriks
keteramatan sistem diberikan oleh
C 1 −1
MO = = =⇒ rank(MO ) = 1 < 2,
CA 1 −1
Karena rank(MO ) = 1 < 2, maka sistem tidak bisa diamati. Gambar diagram
simulasi sistem diberikan oleh gambar berikut.
+ P+ q̇1(t) R q1 (t)
+
x(t) +P y(t)
2
q2 (t) -
+ P q̇2 (t) R
+
3
REMIDI MATAKULIAH SISTEM LINEAR, 24 Mei 2010, Sifat Tutup Buku , Waktu 100 Menit.
1. Ungkapkan bentuk gelombang v(t) yang diberikan oleh Gambar berikut sebagai jum-
lahan dari fungsi unit step dalam interval waktu −1 < t < 7.
v(t)
3
2 ........
...................
...................
1
.........
.........
0
0
−1 1 2 3 4 5 6 7 t
−1 .................................................................
.........
−2
3. (a.) Hubungan input output dari sistem linear diskrit diberikan oleh
Dalam kajian teknik pendisainan kontroler umpan balik sistem banyak masukan banyak
keluran bertujuan untuk memperoleh perilaku sifat-sifat sistem, misalnya kestabilan, ke-
tepatan keadaan stedi dan yang lainnya.
Kontrol umpan balik adalah mekanis dasar dimana sistem-sistem; sistem mekanik, sis-
tem elektrik atau sistem biologi diupayakan kestabilannya. Dalam berbagai bentuk ke-
hidupan yang lebih tinggi, kondisi dimana kehidupan dapat bersinambung sungguh tidak
luas. Perubahan temperatur dalam badan dari separuh tingkatan umumnya menunjukkan
suatu tanda kegagalan. Kestabilan dari badan dipertahankan dengan menggunakan man-
faat kontrol umpan balik [Wiener 1948]. Kontribusi utama dari C.R. Darwin adalah teori
umpan balik pada periode yang lama merupakan suatu faktor kunci evolusi species. Pada
tahun 1931 V. Volterra menerangkan keseimbangan diantara dua populasi ikan dengan
pemanfaatan teori umpan balik ada kesetaraan.
Kontrol umpan balik dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan beda signal yang di-
tentukan oleh perbandingan nilai-nilai aktual dari fariabel sistem dengan nilai-nilai yang
diharapkan, beda ini mempunyai arti sebagai pengontrolan sistem. Contoh yang dijumpai
sehari-hari dari suatu sistem kontrol umpan balik adalah suatu kontrol kecepatan mobil.
Dalam suatu sistem kontrol industri biaya pembuatan suatu sistem kontrol di buat seke-
cil mungkin dengan tetap mencapai suatu tujuan keuntungan dalam sistem kontrol industri
tersebut. Praktisnya faktor-faktor ekonomi mengkompromikan penyelesaian masalah pen-
gontrolan agar dalam pembuatannya secara wajar, murah dengan tetap memenuhi suatu
kriteria tertentu dari perilaku sistemnya.
295
296 K ontrol Optimal..
berdampak terhadap kemajuan kontrol umpan balik dapat diuraikan dalam beberapa phase
berikut:
1. Bangsa Yunani dan Arab dengan ketekunannya meneliti hal-hal berkenaan dengan
keakuratan lintasan waktu. Hal ini terjadi diantara periode tahun 300 sebelum
masehi dan 1200 masehi.
2. Revolusi industri di Eropah. Secara umum revolusi ini diakui sudah dimulai sejak
sekitar tahun 1875an; walaupun begitu yang mendasarinya bisa dilacak kembali ke
tahun 1600.
3. Permulaan komunikasi massa serta kejadian perang dunia I dan II. Terjadi diantara
periode 1910 sampai dengan 1945.
4. Permulaan perjalanan manusia ke ruang angkasa dan awal manusia mengenal kom-
puter pada tahun 1957an.
Motifasi utama kontrol umpan balik jam antik adalah kebutuhan untuk menentukan keaku-
ratan waktu. Sekitar tahun 270 sebelum masehi Ktesibios orang Yunani menemukan suatu
regulator apung untuk suatu jam air. Fungsi dari regulator ini menjaga level air dalam
tangki pada kedalaman konstan. Kedalaman konstan ini menghasilkan suatu aliran air
konstan melewati suatu tabung pada dasar tangki yang diisikan pada tangki kedua dengan
kecepatan tetap. Jadi level air pada tangki kedua tergantung pada waktu yang dilalui.
R evolusi industri
Revolusi industri di Eropah diikuti pengenalan "penggerak utama" atau mesin bertenaga
sendiri yang ditandai oleh penemuan terdahulu, yaitu penggiling butir padi, tungku pem-
bakaran, boiler dan mesin uap. Perangkat ini tidak memadai diatur dengan tangan se-
hingga dibangun suatu alat bantu baru untuk sistem otomatik. Berbagai perangkat kontrol
diciptakan, yaitu regulator apung, regulator temperatur, regulator tekanan dan perangkat
kontrol kecepatan.
J. Watt menemukan mesin uap pada tahun 1769, hari penemuan ini ditandai sebagai
permulaan revolusi industri. Walaupun akar dari revolusi industri dapat dilacak kembali
ke tahun 1600an atau lebih awal dengan perkembangan penggiling butir padi dan tungku
pembakaran.
Juga disadari temuan yang lain, mesin uap pertama yang diciptkan oleh T. Newcomen
pada tahun 1712. Walaupun mesin uap ini tak effisien dan masih diatur oleh tangan, mesin
uap ini sudah agak cocok digunakan dalam industri. Suatu hal penting perlu diketahui
bahwa penemuan mesin-mesin yang lebih baik dan sistem kontrol otomatik, juga penemuan
mesin-mesin yang teratur bukan awal dari revolusi industri. Tetapi kedatangan perangkat
kontrol umpan balik benar-benar merupakan suatu tanda awal dari revolusi industri.
R egulator temperatur
Cornelis Drebbel dari Belanda meyisikan sebagian waktunya di Inggris dan sebagiannya
lagi di Prague bersama the Holy Roman Emperor Rudolf II dan J. Kepler. Sekitar 1624,
Cornelis Drebbel sistem kontrol temperatur otomatik untuk tungku pembakaran. Hal
ini dilakukan dengan motifasi kepercayaannya bahwa timah dapat diubah menjadi emas
dengan cara membakar timah tsb. pada temperatur konstan yang tepat dengan periode
waktu yang lama. Ia menggunakan regulator temperatur ini dalam suatu inkubator untuk
tempat penetasan ayam.
Regulator temperatur dikaji oleh J.J Becher pada 1680, dan digunakan lagi inkubator
oleh the Prince de Conti dan R.-A.F. de Réamur pada 1754.
R egulator apung
Pengaturan level suatu cairan dibutuhkan dalam dua area utma pada tahun 1700an
yaitu: dalam mesin uap boiler dan sistem distribusi air domistik. Oleh karena itu regulator
banyak diminati, terutama di Inggris.
W. Salmon dalam bukunya tahun 1746, mencantumkan harga dari regulator apung
bola-keran yang di gunakan untuk menangani level air bak-tampung suatu rumah. Regu-
lator ini dipatenkan pertama kali untuk pembilasan toilet sekitar 1775. Pembilasan toilet
berikutnya diperhalus oleh Thomas Crapper seorang ahli pipa. Atas hasil ciptaannya ini
ia diberi gelar bangsawan oleh ratu Victoria.
Suatu hasil paten yang menguraikan temuan lebih awal tentang regulator katup apung
dalam boiler uap oleh J. Briendley pada 1758. Ia menggunakan regulator tsb. dalam mesin
uap untuk memompa air. S.T. Wood menggunakan suatu regulator untuk suatu mesin uap
dalam pembuatan bir pada 1784. I.I. Pulzunov orang Siberia, mengembangkan suatu reg-
ulator apung dalam mesin uap yang memutar kipas untuk meniup tungku pembakaran.
Pada tahun 1791, regulator tsb. dipakai oleh perusahaan Boulton dan Watt digunakan
sebagai mesin uap yang lazim.
R egulator tekanan
Masalah lain yang berkaitan dengan mesin uap adalah regulator tekanan-uap dalam
boiler. Tekanan uap yang menggerakkan mesin diatur dengan tekanan konstan. Pada
1681 D. Papin menciptakan suatu katup aman untuk tekanan pada alat masak digunakan
tahun 1707an sebagai suatu perangkat atur pada mesin uap tsb. Kemudian alat ini menjadi
mesin uap standar.
Selanjutnya, regulator tekanan ini diperhalus oleh R. Delap dan M. Murray tahun 1799.
Tahun 1803, regulator tekanan dikombinasi dengan regulator apung oleh Boulton dan Watt
untuk digunakan dalam mesin uap.
Mesin uap pertama menyajikan suatu perbandingan terbalik gerakan keluaran yang
diatur menggunakan suatu alat yang dikenal dengan nama "cataract" serupa dengan suatu
katup apung. Cataract ini asalnya digunakan sebagai mesim pompa di tambang batu bara
Cornwall.
Mesin uap James Watt dengan suatu gerakan keluaran berputar mencapai kesempur-
naannya ketika mesin uap yang pertama dijual. Kontribusi utama dalam mesin ini adalah
penggantian cara manual oleh tenaga manusia untuk memindahkan suatu bahan yang akan
digiling kedalam mesin giling. Mesin keluran berputar awalnya digunakan dalam penggiling
uap Albion yang beroperasi awal tahun 1786.
Suatu masalah yang berkenaan dengan mesin uap putar adalah pengaturan kecepatan-
nya. Oleh karena itu beberapa teknologi pengaturan kecepatan dari mesin giling telah
dikembangkan dan diperluas untuk tujuan tsb. Pada tahun 1788 James Watt telah me-
lengkapi pendisainan alat pengatur sentrifugal dengan menggunakan dua "bola-terbang"
untuk mengatur kecepatan mesin uap putar. Perangkat ini menggunakan dua pivot yang
dihubungkan dengan baling-baling untuk memutar bola yang oleh gaya sentrifugal bola tsb.
direntangkan kearah luar. Ketika kecepatan putar meningkat bola berputar dengan rentan-
gan semakin melebar keluar dan posisi bola meninggi, akibatnya secara otomatis katup uap
membuka dengan demikian uap air keluar dan kecepatan putar mesin berkurang. Bila ke-
cepatan putar berkurang dibawah yang dikehendaki, rentangan yang terjadi pada posisi
dua bola menyempit dan posisi bola turun. Hal ini menyebabkan secara otomatis katup
uap menutup akibatnya tekanan uap air dalam tangki menjadi besar dengan demikian
kecepatan putar mesin menjadi meningkat sampai tercapai seperti yang dikehendaki.
Perangkat umpan balik yang disebutkan sebelumnya tak jelas bekasnya atau memainkan
suatu peranan yang kurang begitu berarti sebagai suatu bagian dari mesin kontrol. Dilain
pihak, pengoperasian dari alat atur "bola-putar" sangat visibel dan kasat mata, prinsip
kerjanya mempunyai suatu karakteristik luar biasa yang terlihat banyak mewujudkan sifat
dasar di era baru industri. Karena itu, alat atur ini menggugah kesadaran para insinyur
dunia dan menjadi suatu sensasi di Eropah. Mesin ini adalah mesin pertama populer yang
menggunakan prinsip kontrol umpan balik.
Sekitar tahun 1790 di Perancis, Périer bersaudara mengembang regalator apung untuk
mengontrol kecepatan mesin uap, tetapi teknik yang mereka gunakan tidak sama dengan
yang ada pada alat atur sentrifugal.
Disaian sistem kontrol umpan balik sampai pada era Revolusi industri merupakan masa
coba-coba yang kebanyakan hasil dari intuisi para insinyur. Jadi ini adalah lebih meru-
pakan seni ketimbang sains. Pada pertengahan 1800an, matematik digunakan pertama
kali untuk menganalisa kestabilan dari sistem kontrol umpan balik. Karena matematik
adalah bahasa formal dari teori kontrol otomatik, dinamakan periode sebelum ini periode
"pra-sejarah" teori kontrol.
P ersamaan differensial
Pada 1840, British Astronomer Royal di Greenwich, G.B. Airy mengembangkan suatu
perangkat untuk keperluan telescope. Perangkat ini adalah suatu sistem kontrol kecepatan
yang terputar secara otomatik untuk mengimbangi rotasi bumi guna mengkaji bintang.
Sayangnya ia menemui ketidak layakan disain kontrol umpan balik loop yang diperkenalkan
dalam sistem berisolasi liar. Dia adalah orang pertama yang mendiskusikan ketakstabi-
lan sistem loop-tutup dan menggunakan persamaan differensial dalam penganalisaannya.
Teori persamaan differensial berkembang dengan baik berkenaan dengan penemuan per-
hitungan dalam differensial dan integral oleh I. Newton (1642-1727), G.W. Leibniz (1646-
1716), hasil kerja Bernoulli bersaudara (akhir 1600 awal 1700), J.W. Riccati (1676-1754)
dan yang lainnya. Penggunaan persamaan differensial untuk menganalisa gerakan sistem
dinamik dilakukan oleh J.L. Lagrange (1736-1813) dan W.R. Hamilton (1805-1865).
T eori Kestabilan
Kerja awal analisa matematik sistem kontrol adalah berkenaan dengan persamaan
differensial. J.C. Maxwell menganalisa kestabilan dari alat atur sentrifugal [Maxwell
1868]. Tekniknya melinierkan persamaan differensial gerakan untuk mendapatkan per-
samaan karakteristik sistem. Ia mengkaji efek dari parameter sistem pada kestabilan dan
menunjukkan sistem stabil bila akar-akar karakteristik dari persamaan karakteristik bagian
riilnya negatif. Dengan hasil kerja Maxwell ini bisa dikatakan teori sistem kontrol benar-
benar telah diakui. E.J. Routh menyajikan teknik perhitungan untuk menentukan kapan
suatu sistem stabil [Routh 1877].
I.I. Vyshnegradsky [1877] orang Rusia, bekerja secara independen dengan Maxwell men-
ganalisa kestabilan regulator dengan menggunakan persamaan differensial. Pada 1893,
A.B. Stodola mengkaji keteraturan turbin air dengan menggunakan teknik dari Vysh-
negradsky. Ia memodelkan penggerak dinamik dan mencakup "delay" dari penggerak
mekanik dalam analisanya. Dia adalah orang pertama yang menyebutkan pengertian sis-
tem konstan-waktu. Tak diduga, hasil kerja Maxwell dan Routh berkenaan dengan masalah
menentukan kestabilan dari persamaan karakteristik diselesaikan secara independen oleh
A. Hurwitz [1895].
Kerja dari A.W. Lyapunov adalah suatu hasil yang kemungkinan berkembang dimasa
mendatang dalam teori kontrol. Pada tahun 1892 ia mengkaji kestabilan persamaan dif-
ferensial tak-linier menggunakan pengertian "energi tergeneral". Sayang, walaupun hasil
kerjanya dipakai dan dilanjutkan di Rusia, bangsa Barat tidak siap dengan hasil teori yang
elegant ini, bahkan tetap tak dikenal sampai sekitar 1960an saat dimana banyak ilmuwan
menyadari hasil penting ini.
O. Heaviside seorang insinyur bangsa Inggris menemukan "Operasional Kalkulus" se-
lama periode 1892-1898. Ia mengkaji perilaku transien sistem dan mengenalkan pengertian
yang ekivalen dengan fungsi transfer.
T eori Sistem
Berkaitan dengan pengkajian dalam sistem yang menempatkan teori kontrol umpan
balik pada pengorganisasian pengetahuan manusia. Jadi, konsep dari suatu sistem seba-
gai suatu kesatuan dinamik dengan "masukan" dan "keluaran" tertentu dihubungkan ke
sistem-sistem yang lain dan ke sekitar. Sistem adalah suatu prasyarat bagi perkembangan
selajutnya teori kontrol otomatik. Sejarah teori sistem memerlukan kajian menyeluruh
yang berdiri sendiri, sket ringkasnya sebagai berikut.
Selama abad delapan belas dan sembilan belas, hasil kerja A. Smith dalam ekonomi
[The Wealth of Nations, 1776], ciptaan dari C.R. Darwin [On the Origin of Species By
Means of Natural Selection, 1859] dan perkembangan lain dalam politik, sosiologi dll.
mempunyai pengaruh besar pada kehidupan manusia. Kajian philosopi alam adalah hasil
pertumbuhan dari kerja philosof bangsa Yunani dan bangsa Arab dan kontribusi yang
dibuat oleh Nicholas dari Cusa (1463), Leibniz dan yang lainnya. Perkembangan yang
terjadi pada abad sembilan belas, dicirikan oleh Revolusi industri dan meluasnya makna
philosopi alam berdampak pada perubahan kepribadian manusia.
Pada awal 1900an A.N. Whitehead [1925] dengan philosopinya "Organic mechanism",
L. von Bertalanffy [1938] dengan prinsip-prinsip hirarki organisasi-nya dan yang lainnya
memulai memperkenalkan "Teori sistem general". Dalam konteks ini perubahan mendasar
teori kontrol dapat diteruskan.
Pada awal abad duapuluhan dari sudut pandang teori kontrol ada dua kejadian penting
A nalisa domain-frekuensi
Sebagai akibat komunikasi massa dan perkembangan yang cepat pelintasan dalam dunia
menjadi kecil, ada beberapa ketegangan ketika manusia mencoba tempatnya dalam suatu
masyarakat yang mendunia. Hasilnya adalah perang dunia, pada periode ini perkemban-
gan sistem kontrol umpan balik menjadi bahan yang tetap bertahan.
Kontrol-kapal
Masalah utama militer selama periode perang dunia adalah pengontrolan dan navigasi
kapal yang mana didalam pendisainannya lebih maju. Diantaranya, pengembangan per-
tama pendisainan sensor untuk tujuan kontrol loop-tutup. Pada tahun 1910, E.A. Sperry
menciptakan gyroscope yang digunakan untuk penstabilan dan pengendalian kapal dan
kemudian digunakan dalam pengontrolan pesawat.
N.Minorsky [1922] memasang tiga kontroler untuk pengendalian kapal, dengan demikian
menjadi kontroler proportional-integral-derivative (PID) pertama kali digunakan. Ia mem-
Masalah utama selama periode perang dunia adalah keakuratan mengarahkan senjata
diatas kapal dan pesawat yang bergerak. Dengan dipublikasikannya "Theory of Servomech-
anism" oleh H.L. Házen [1934], ia telah memprakarsai pemanfaatan teori kontrol dalam
masalah tsb. Dalam papernya, menciptakan dunia servomekanik yang merupakan suatu
hubungan "master-slave" dalam sistem.
Mengkaji pengontrolan dan masalah pemrosesan informasi yang berkaitan dengan pen-
emuan radar terbaru, telah dilakukan pada Laboratorium Radiasi di Institut Teknologi,
Massachusetts tahun 1940. Banyak kerja dalam teori kontrol selama tahun 1940-an di-
hasilkan dari laboratorium ini.
A.C. Hall mengenali dampak kerusakan dari pengabaian gangguan dalam disain sistem
kontrol ketika bekerja pada proyek bersama MIT/Sperry Corporation pada tahun 1941. Ia
menyadari bahwa teknologi domain-frekuensi yang dikembangkan di Laboratorium Bell da-
pat dipakai untuk menghadapi dampak gangguan dan menggunakan pendekatan ini untuk
mendisain suatu sistem kontol radar udara. Secara meyakinkan sukses ini menunjukkan
teknik domain-frekuensi dalam disain sistem kontrol penting [Hall 1946].
Disain menggunakan pendekatan berdasar pada fungsi transfer, diagram blok dan
metode domain-frekuensi adalah sukses besar dalam disain kontrol di Laboratorium Radi-
asi. Pada tahun 1947, N.B. Nichols mengembangkan Diagram Nichols-nya untuk pendis-
ainan sistem umpan balik. Dari hasil kerja MIT, teori servomekanik benar-benar diakui.
Suatu ringkasan dari hasil kerja Laboratorium Radiasi MIT disajikan dalam Theory of
Servomechanisms [James, Nichols, dan Philips 1947].
W.R. Evans [1948] bekerja di North American Aviation, menyajikan teknik root locus-
nya yang memberikan cara langsung untuk menentukan lokasi pole loop-tutup didalam
bidang-s. Setelah itu, selama tahun 1950-an banyak hasil kerja dari masalah kontrol di-
fokuskan pada bidang-s dan pada penentuan karakteristik respon-step loop-tutup yang
diharapkan dipandang dari segi "rise-time", "percent overshot" dll.
Analisa Stokhastik
Juga selama periode ini, teknik stokhastik diperkenalkan dalam kontrol dan teori ko-
munikasi. Di MIT pada tahun 1942, N. Wiener [1949] menganalisa sistem pemroses
informasi menggunakan model proses stokhastik. Bekerja dalam domain-frekuensi, ia
mengembangkan suatu filter optimal secara statistik untuk signal stasioner waktu-kontinu
yang memperbaiki rasio "signal-ke-gangguan" dalam suatu sistem komunikasi. A.N. Kol-
mogorov [1941] orang Rusia, memberikan suatu teori untuk proses stokhastik stasioner
waktu-diskrit.
Paradigma teori kontrol klasik sangat cocok untuk masalah disain kontrol selama dan
sesudah perang dunia. Pendekatan domain-frekuensi cocok untuk sistem linier invarian-
waktu. Pendekatan ini adalah yang terbaik bila dikenakan pada sistem masukan-tunggal/ke-
luaran-tunggal, teknik grapik adalah tidak memadai untuk sistem dengan banyak masukan
- banyak keluaran.
Disain kontrol sistem klasik sudah mempunyai beberapa hasil sukses dengan sistem
tak-linier. Menggunakan sifat-sifat penolakan-gangguan teknik domain-frekuensi, suatu
sistem kontrol dapat didisain tegar terhadap variasi dalam parameter sistem dan terhadap
kesalahan pengukuran serta terhadap gangguan luar. Jadi, teknik klasik dapat digunakan
pada versi terlinierkan dari suatu sistem tak-linier yang memberikan hasil-hasil baik pada
titik keseimbangan dimana perilaku sistem didekati secara linier.
Teknik domain frekuensi juga dapat dipakai pada sistem tak-linier tipe sederhana meng-
gunakan pendekatan uraian fungsi yang mengandalkan pada kriteria Nyquist. Teknik ini
digunakan pertama kali oleh J. Groszkowski dalam disain transmitter radio sebelum perang
dunia kedua dan diformalkan pada 1964 oleh J. Kudrewicz.
Sayang, hal ini tidak mungkin untuk mendisain sistem kontrol tak-linier banyak-fariabel
yang sering muncul dalam aplikasi aerospace dengan menggunakan asumsi linier dan mem-
perlakukan pasangan transmisi masukan-tunggal/keluran-tunggal pada suatu waktu ter-
tentu.
Di Uni Soviet, ada banyak aktifitas dalam disain kontrol tak-linier. Di awali oleh Lya-
punov, perhatian difokuskan pada teknik domain-waktu. Pada tahun 1948, Ivachenko
menyelidiki prinsip dari kontrol relay dimana signal kontrol di ubah-ubah secara kontinu
diantara nilai-nilai diskrit. Tsypkin menggunakan bidang phase untuk mendisain kontrol
tak-linier pada tahun 1955. V.M. Popov [1961] menyajikan kriteria lingkaran untuk men-
ganalisa kestabilan tak-linier.
S putnik - 1957
Catatan sejarah menunjukkan di Uni Soviet peluncuran setelit pertama kali Sputnik
pada tahun 1957. Konferensi pertama terbentuknya International Federation of Automatic
Control (IFAC) diselenggerakan di Moscow pada tahun 1960.
Peluncuran Sputnik melahirkan aktifitas yang hebat di Uni Soviet dalam disain kontrol
otomatik. Tentang kegagalan dari setiap paradigma, kembali ke sejarah dan prisip-prisip
alam dibutuhkan. Jadi, hal ini jelas bahwa kembali ke periode "primitif" teori kontrol yaitu
teknik domain-waktu yang berdasarkan pada persamaan differensial dibutuhkan. Hal ini
disadari bahwa hasil kerja Langrange dan Hamilton yang menulis secara terang persamaan
tak-linier gerakan untuk berbagai sistem dinamik. Oleh karena itu teori kontrol yang
berkaitan dengan persamaan differensial tak-linier sebagaimana yang telag disebutkan tadi
dibutuhkan.
Perlu dicatat bahwa tepatnya pada tahun 1960 perkembangan utama terjadi secara
independen dalam berbagai teori komunikasi dan kontrol.
N avigasi
Pada tahun 1960, C.S. Draper menciptakan sistem navigasi inersial-nya yang menggu-
nakan gyroscopes untuk menyajikan keakuratan informasi posisi dari benda yang bergerak
di ruang angkasa, misalnya pesawat atau pesawat antariksa. Jadi, sensor-sensor yang co-
cok untuk navigasi dan disain kontrol dikembangkan.
Johann Bernoulli orang pertama yang menyebutkan prinsip keoptimalan yang berkai-
tan dengan masalah "Brachistochrone" pada tahun 1696. Masalah ini diselesaiakan oleh
Bernoulli bersaudara dan oleh I. Newton. Hal ini menjadi jelas bahwa pertanyaan untuk
keoptimalan adalah suatu sifat mendasar dari gerakan dalam sistem alam. Berbagai prin-
sip keoptimalan diselidiki, meliputi prinsip waktu-minimum dalam optik dari P. de Fermat
(1600-an), hasil kerja dari Euler pada tahun 1744 dan hasil kerja Hamilton yang berkaitan
dengan suatu sistem bergerak dengan energi yang dibutuhkan minimum. Hal ini berkaitan
dengan meminimumkan integral dari fungsi waktu yang berkaitan dengan beda diantara
energi kinetik dan energi potensial.
Prinsip-prinsip ini semuanya prinsip minimum. Cukup menarik, diawal tahun 1900-an
Einstain menunjukkan dalam sistem kordinat ruang-waktu 4-D gerakan dari sistem yang
terjadi dengan cara untuk memaksimumkan waktu.
Sejak kejadian sistem secara alamiah menunjukkan keoptimalan gerakannya, hal ini
bermakna untuk mendisain sistem buatan-manusia dalam suatu cara optimal. Keuntun-
gan utamanya adalah disain ini dapat diselesaikan dalam domain-waktu. Dalam konteks
disain kontrol modern biasanya meminimumkan waktu dalam perjalanan atau memini-
mumkan fungsi energi tergeneral kuadrat atau indeks perilaku yang mungkin dilakukan
dengan beberapa pembatasan dari kontrol yang dikehendaki.
R. Belman [1957] memakai programing dinamik untuk kontrol optimal sistem waktu-
diskrit, hasil menunjukkan bahwa arah alamiah untuk menyelesaikan masalah kontrol opti-
mal adalah mundur dalam waktu. Prosedur yang dihasilkannya dalam loop-tutup, umum-
nya tak-linier, berpola umpan balik.
Tahun 1958, L.S. Pontryagin mengembankan prinsip maksimumnya untuk menyele-
saikan masalah kontrol optimal dengan mengandalkan pada Kalkulus variasi yang dikem-
bangkan oleh L. Euler (1707-1783). Ia menyelesaikan masalah waktu minimum melalui
hukum kontrol relay "on/off" sebagai kontrol optimal [Pontryagin, Bolyansky, Gamkre-
lidze dan Mishchenko 1962]. Di Amerika selama tahun 1950-an kalkulus variasi digunakan
untuk masalah kontrol optimal umum pada Universitas Chicago dan lainnya.
Tahun 1960, tiga paper utama dibuat oleh R. Kalman dan rekan sekerjanya yang
bekerja di Amerika. Dua diantaranya [Kalman dan Bertram 1960] mempublikasi hasil
kerja utama Lyapunov dalam kontrol domain-waktu sistem tak-linier. Berikutnya [Kalman
1960a] mendiskusikan kontrol optimal sistem yang menyajikan persamaan disain dari Lin-
ear Quadratic Regulator (LQR). Paper yang ketiga [Kalman 1960b] filter optimal dan teori
estimasi yang menyajikan persamaan disain untuk filter Kalman diskrit. Sedangkan filter
Kalman kontinu dikembangkan oleh Kalman dan Bucy [1961].
Dalam periode setahun pembatasan utama dari teori kontrol klasik dapat diatasi, alat
penting teori baru diperkenalkan dan suatu era baru dalam teori kontrol dimulai, dina-
makan era ini era kontrol modern.
Kunci utama hasil kerja Kalman sebagai berikut. Merupakan pendekatan domain-
waktu, menjadi dapat lebih digunakan untuk sistem linier variasi-waktu juga untuk sistem
tak linier. Ia memperkenalkan aljabar dan matriks, sehingga dapat pula dilakukan dengan
mudah pada sistem dengan banyak masukan - banyak keluaran. Ia menggunakan konsep
keadaan dalam sistem, jadi pendekatan ini berkaitan erat dengan "kedinamikan dalam"
dari suatu sistem dan bukan hanya perilaku masukan/keluaran sistem.
Dalam teori kontrol, Kalman memformakan penertian dari keoptimalan dari teori kon-
trol melalui peminimuman suatu fungsi energi tergeneral yang sangat umum. Dalam
teori estimasi, ia memperkenalkan pengertian stokhastik yang digunakan pada sistem
varian-waktu takstasioner. Jadi pendekatan least-square yang pertama kali digunakan oleh
C.F. Gauss (1777-1855) dalam mengestimasi orbit planet tersaji di filter Kalman dalam
bentuk suatu penyelesaian recursive. Filter Kalman adalah perluasan alamiah dari filter
Wiener untuk sistem stokhastik takstasioner.
Teknik klasik domain-frekuensi menyajikan perangkat-perangkat formal dalam disain,
namum pendisainan itu sendiri tetap banyak sebagai seni dan menghasilkan sistem umpan
balik takunik. Sebaliknya, teori Kalman menyajikan penyelesaian optimal yang meng-
hasilkan sistem kontrol dengan perilaku terjamin. Kontrol ini dapat langsung diperoleh
melalui penyelesaian persamaan disain matriks formal yang secara umum mempunyai
penyelesaian tunggal.
Hal ini bukanlah suatu kebetulan dari titik ini program antariksa Amerika menjadi
mekar bagaikan bunga dengan menggunakan filter Kalman yang menyajikan data navigasi
untuk pendaratan pertama kali di bulan.
Selama tahun 1960-an di Amerika, G. Zames [1966], I.W. Sandberg [1964], K.S. Naren-
dra [Narendra dan Goldwyn 1964], C.A. Desoer [1965] dan yang lainnya memperluas haasil
kerja Popov dan Lyapunov dalam kestabilan tak-linier. Terdapat suatu pemakaian yang
luas dari haasil-haasil ini dalam pengkajian distorsi tak-linier loop-umpan balik pitapem-
batas, kontrol pemrosesan tak-linier, pendisainan kontrol pesawat dan robotik.
Teknik disain klasik dikerjakan oleh tangan dengan menguunakan pendekatan grapik. Di-
lain pihak disain kontrol modern membuthkan penyelesain dari persamaan matriks tak-
linier yang kompleks. Hal ini beruntung bahwa pada tahun 1960 ada perkembangan utama
didalam area lain, yaitu teknologi komputer digitel. Tanpa komputer, kontrol modern akan
mempunyai aplikasi yang terbatas.
Dalam kontrol modern komputer digitel diperlukan untuk dua tujuan. Pertama, dibu-
tuhkan untuk menyelesaikan persamaan matriks disain yang menghasilkan hukum kontrol.
Hal ini dikerjakan selama proses pendisainan. Kedua, karena hukum-hukum kontrol opti-
mal dan filter adalah varian-waktu, maka komputer dibutuhkan untuk mengimplementasi
maksud kontrol modern dan filter pada sistem aktual.
Dengan kedatangan microprocessor pada tahun 1969 suatu era baru berkembang. Sis-
tem kontrol yang diimplementasi pada komputer digitel harus diformulasi dalam waktu
diskrit. Maka dari itu, pertumbuhan teori kontrol digitel saat ini adalah alamiah.
Selama tahun 1950-an, teori dari sistem data sample dikembangkan oleh J.R. Ragazzini,
G. Franklin dan L.A. Zadeh [Raggazini dan Zadeh 1952, Raggazini dan Franklin 1958] di
Universitas Colombia, juga dikembangkan oleh E.I. Jury [1960], B.C. Kuo [1963] dan yang
lainnya. Ide menggunakan komputer digitel untuk kontrol proes industri muncul selama
periode ini [Åström dan Wittenmark 1984]. Kerja serius dimulai tahun 1956 dengan proyek
kerjasama diantara TRW dan Texaco menghasilkan sistem kontrol komputer yang dinstall
tahun 1959 pada pengilangan minyak Port Arthur Texas.
Pengembangan reaktor Nuklir selama tahun 1950-an adalah motivasi utama untuk
eksplorasi kontrol proses industri dan instrumentasi. Hasil kerja ini adalah dasar dalam
kontrol proses kimia pada tahun 1940-an.
Pada tahun 1970, dengan hasil kerja dari K. Åström [1970] dan yang lainnya pentingnya
kontrol digitel dalam industri proses benar-benar diakui.
Hasil kerja C.E. Shannon tahun 1950-an di Laboratorium Bell menampakkan penting-
nya teknik data sample dalam pemrosesan signal. Pemakaian dari teori filter digitel dikaji
di Analitic Sciences Corporation [Gelb 1974] dan ditempat lainnya.
K omputer Personal
Dengan publikasi bukuteks pertama tahun 1960-an, teori kontrol modern diakui sebagai
suatu paradigma bagi disain kontrol otomatik di Amerika. Aktifitas yang sungguh-sungguh
dan implementasi yang terjadi, penggabungan IRE dan AIEE, usaha yang terus menerus
oleh P. Haggerty di Texas Intruments untuk membentuk Institute of Electrical and Elec-
tronics Engineer (IEEE) di awal tahun 1960-an.
Dengan semua daya dan keuntungannya, kontrol modern masih kurang dalam beberapa
aspek. Jaminan perilaku yang diperoleh melalui penyelesaian persamaan disain matriks
mempunyai arti bahwa mungkin sering mendisain suatu sistem kontrol bekerja dalam teori
tanpa mengikutsertakan intuisi insinyur berkaitan dengan masalah yang ada. Pada sisi
lain, teknik domain-frekuensi dari teori kontrol klasik memberikan banyak intuisi.
Masalah lain adalah suatu sistem kontrol modern dengan sebarang kompensator di-
namik bisa tidak tegar terhadap gangguan, kedinamikannya tak-termodelkan dan gagal
dalam pengukuran noise. Disisi lain, ketegaran adalah melekat dengan pendekatan domain-
frekuensi menggunakan pengertian "gain" dan "phase margin".
Maka dari itu, pada tahun 1970-an secara khusus di Inggris ada aktifitas besar dilakukan
oleh H.H. Rosenbrock [1974], A.G.J. MacFarlene dan Postlethwaite [1977] dan yang lainnya
untuk memperluas teknik domain-frekuensi klasik dan root locus pada sistem multifariabel.
Keberhasilan diperoleh menggunakan pengertian karakteristik "locus", diagonal dominan
dan invers susunan Nyquist.
Penyokong utama dari teknik klasik untuk sistem multifariabel adalah I. Horowitz yang
mengembangkan teori umpan balik kuantitatif di awal tahun 1970-an untuk penyempurnaan
disain ketegaran menggunakan diagram Nichol.
Pada tahun 1981, beberapa paper yang mempunyai kemungkinan berkembang dimasa
mendatang dimunculkan oleh J. Doyle dan G. Stain [1981] serta M.G. Safanov, A.J. Laub
dan G.L. Hartmann [1981]. Memperluas hasil kerja dari MacFarlane dan Postlethwaite
[1977], mereka menunjukkan pentingnya plot nilai singular versus frekuensi dalam disain
ketegaran multifariabel. Menggunakan plot ini berbagai teknik domain-frekuensi klasik
bisa digabungkan kedalam disain modern. Hasil kerja ini diteruskan oleh M. Athans dan
yang lainnya dalam kontrol proses dan pesawat terbang. Hasilnya adalah suatu teori kontrol
baru yang merupakan paduan paling utama dari teknik klasik dan modern. Suatu kajian
dari teori kontrol modern yang berkaitan dengan ketagaran dilakukan oleh P.Dorato [1987].
1 Pertumbuhan tanaman
Misalkan seorang petanam mempunyai sejumlah tanamam yang mana ia ingin tana-
mannya tumbuh dengan ketinggian tertentu pada saat waktu yang telah ditentukan.
Rata-rata pertumbuhan alamia dari tanaman dapat dipercepat dengan cahaya bu-
atan (bukan matahari) untuk mengurangi lamanya waktu saat gelap ketika tidak
terjadi pertumbuhan. Proses modelnya diberikan oleh persamaan berikut
dx(t)
= 1 + u(t), (11.1)
dt
dimana x(t) adalah tinggi tanaman pada saat t dan u(t) adalah pengontrol tinggi
tanaman pada saat t. Misalkan keadaan awal dan keadaan akhir tinggi tanaman
masing-masing diberikan oleh persamaan
Pada kasus ini, dicari pengontrol u(t) pada persamaan (11.1) yang memenuhi keadaan
(11.2) serta meminimumkan nilai J pada persamaan (11.3). Permasalahan ini dengan
sederhana dapat diselesaikan dengan cara menentukan penyelesaian persamaan (11.1)
yang memenuhi keadaan (11.2), yaitu
Zt
x(t) = (1 + u(τ ))dτ. (11.4)
0
R1
Karena nilai [(u(t)−1)2 ]dt ≥ 0 untuk sebarang nilai u(t) dan dengan kenyataan dari
0
1
persamaan (11.6), maka diperoleh nilai minimum J adalah untuk u(t) = 1, 0 ≤
2
t ≤ 1.
2 Masalah waktu minimum
Misalkan suatu model diberikan oleh persamaan
Dalam hal ini dicari pengontrol optimal u(t) yang memenuhi persamaan (11.7) sekali-
gus dengan u(t) ini J pada persamaan (11.9) mempunyai nilai minimum.
Pada bagian terdahulu telah diberikan contoh-contoh masalah kontrol optimal. Pada con-
toh masalah Pertumbuhan tanamam diselesaikan masalah tsb. hanya dengan "kalku-
lus sederhana". Namum demikian untuk permasalahan lain yang lebih umum tentunya
akan sulit menyelesaikan permasalahan hanya dengan menggunakan "kalkulus sederhana".
Oleh karena itu pada bagian ini akan diformulasikan secara umum masalah kontrol opti-
mal dalam bentuk ungkapan matematik, yaitu dalam bentuk beberapa persamaan dengan
harapan memberikan kejelasan serta bagaimana menyelesaikannya.
Formulasi masalah kontrol optimal diberikan sebagai berikut. Misalkan suatu laju pe-
rubahan dari fariabel keadaan x(t) terhadap berubahnya waktu t diberikan oleh persamaan
dengan keadaam awal x(t0 ) = x0 dan keadaan akhir x(t1 ) = x1 dan u(t) menyatakan
pengontrol keadaan pada waktu t. Dalam hal ini masalah kontrol optimal adalah mencari
pengontrol optimal u∗ yang memenuhi persamaan (12.1) dengan syarat nilai J yang berikut
ini
Zt1
J(x) = g(x, ẋ, t)dt (12.2)
t0
adalah minimum.
Misalkan x∗ adalah titik ekstrim dimana Jmin = J(x∗ ), maka x∗ akan memenuhi
∂ d ∂
∗ ∗
[g(x , ẋ , t)] − ∗ ∗
[g(x , ẋ , t)] = 0 (12.3)
∂x∗ dt ∂ ẋ∗
313
314 F ormulasi masalah kontrol optimal..
Contoh 55 Diberikan: ẋ(t) = −x(t) + u(t), x(0) = 0, dan x(2) = 1. Dapatkan u∗ (t) yang
memenuhi ẋ(t) = −x(t) + u∗ (t) dengan
Z2
J= x2 (t) + u2 (t) dt
0
minimum.
Jawab
Disisni persamaan perubahan keadaan diberikan oleh ẋ(t) = −x(t) + u(t). Diperoleh
pengontrol u(t) = ẋ(t) + x(t), sehingga didapat
Z2
J = x2 (t) + u2 (t) dt
0
Z2
= x2 (t) + [ẋ(t) + x(t)]2 dt
0
Z2
= 2x2 (t) + 2x(t)ẋ(t) + ẋ2 (t) dt.
0
Jadi
g (x(t), ẋ(t)) = 2x2 (t) + 2x(t)ẋ(t) + ẋ2 (t)
dan masing-masing ∂g
∂x
dan ∂g
∂ ẋ
diberikan oleh
∂g ∂g
= 4x(t) + 2ẋ(t) dan = 2x(t) + 2ẋ(t),
∂x ∂ ẋ
dengan menggunakan persamaan Euler-Langrange
∂g d ∂g
− =0
∂x dt ∂ ẋ
diperoleh
d
4x(t) + 2ẋ(t) − [2x(t) + 2ẋ(t)] = 0
dt
atau
4x(t) + 2ẋ(t) − 2ẋ(t) − 2ẍ(t) = 0.
Bila disederhanakan persamaan terakhir yang diperoleh, maka didapat persamaan differ-
ensial berikut
ẍ(t) − 2x(t) = 0
yang mempunyai penyelesaian
√ √
2t
x(t) = c1 e + c2 e− 2t
.
Untuk keadaan awal x(0) = 0 dan keadaan akhir x(2) = 1, diperoleh persamaan
√
c1 + √c2 = 0
2 2
c1 e + c2 e−2 2 = 1.
Contoh 56 Kembali pada masalah pertumbuhan tanaman yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya yang mempunyai bentuk
ẋ(t) = 1 + u(t)
Z1
1
J = u2 (t)dt
2
0
Z1
1
= (ẋ(t) − 1)2 dt.
2
0
Jadi
1
g(x(t), ẋ(t), t) = (ẋ(t) − 1)2
2
1 2
= (ẋ (t) − 2ẋ(t) + 1)
2
Dengan menggunakan persamaan Euler-Langrange
∂ d ∂
[g(x, ẋ, t)] − [g(x, ẋ, t)] = 0
∂x dt ∂ ẋ
u(t) = ẋ(t) − 1 = 2 − 1 = 1.
Zt1
g(x, ẋ, t)dt (12.4)
t2
x
(t2 , x2 )
(t1 , x1 )
tuk mendapatkan kurva x = x(t), ditinjau pengaruh dari integral (12.4) disekitar kurva
tsb. (lihat Gambar 12.1)
dengan η(t) adalah sebarang fungsi dan ε sebarang parameter. Agar supaya kurva (12.5)
melalui titik (t1 , x1 ) dan (t2 , x2 ) haruslah
∂ d ∂
∗ ∗
[g(x , ẋ , t)] − (g(x , ẋ , t)) = 0 .
∗ ∗
(12.7)
∂x∗ dt ∂ ẋ∗
Kondisi (12.7) adalah syarat perlu untuk x∗ = x(t) bahwa (12.4) mempunyai nilai mak-
simum atau minimum. Misalkan x∗ = x(t) adalah kurva melalui titik (t1 , x1 ) dan (t2 , x2 )
yang membuat integral (12.4) mencapai nilai maksimum/minimum dan kurva X = x(t) +
εη(t), η(t1 ) = η(t2 ) = 0 adalah kurva sekitar x(t) yang juga melalui (t1 , x1 ) dan (t2 , x2 ).
Pertama ditunjukkan
Zt2
∂g(x∗ , ẋ∗ , t) d ∂g(x∗ , ẋ∗ , t)
∗
− η(t)dt = 0
∂x dt ∂ ẋ∗
t1
Tulis:
Zt2
I(ε) = g(x(t) + εη(t), ẋ(t) + εη̇(t), t)dt. (12.8)
t1
Nilai I(ε) pada persamaaan (12.8) mencapai maksimum/minimum untuk kurva x = x(t)
dI(ε)
bila = 0 di ε = 0. Dengan menggunakan aturan Leibnitz untuk integral diperoleh
dε
Zt2
dI(ε) ∂g dt2 dt1
= dt + g −g =0
dε ǫ=0 ∂ε dε dε ǫ=0
t1
Zt2
∂g ∂g
= η(t) + η̇(t) dt = 0
∂x ∂ ẋ
t1
Zt2 Zt2
∂g ∂g
= η(t)dt + η̇(t)dt = 0
∂x ∂ ẋ
t1 t1
Zt2 t2 Zt2
∂g ∂g d ∂g
= η(t)dt + η(t) − η(t) dt = 0
∂x ∂ ẋ t1 dt ∂ ẋ
t1 t1
Zt2 Zt2
∂g d ∂g
= η(t)dt − η(t) dt = 0
∂x dt ∂ ẋ
t1 t1
Zt2
∂g d ∂g
= − η(t)dt = 0
∂x dt ∂ ẋ
t1
karena η(t) sebarang dan nilai integral tsb. bernilai nol, maka haruslah
∂g d ∂g
− = 0.
∂x dt ∂ ẋ
x
m
Zt1
J = h(x(t1 ), t1 ) + g(x(t), u(t), t)dt (12.13)
t0
Sehingga diperoleh
Zt1
d
J(u) = g(x(t), u(t), t) + [h(x(t), t)] dt + h(x(t0 ), t0 ).
dt
t0
Karena h(x(t0 ), t0 ) tetap (tidak mengandung u(t)), maka permasalahan akan ekivalen den-
gan meminimumkan integral
Zt1
d
J(u) = g(x(t), u(t), t) + [h(x(t), t)] dt. (12.14)
dt
t0
Persamaan diatas akan memberikan dua persamaan Euler-Lagrange dalam x dan u. Per-
tama ditinjau dulu persamaan Euler-Langrange dalam x∗ yaitu
∂ga (x∗ , ẋ∗ , u∗, λ∗ , t) d ∂ga (x∗ , ẋ∗ , u∗, λ∗ , t)
− = 0, (12.17)
∂x∗ dt ∂ ẋ∗
h i (12.18)
d ∂h(x∗ ,t) ∗
− dt ∂x∗
−λ = 0
atau ′
∂ 2 h(x∗ ,t)
ẋ
∂ ′
∂x∗
g(x∗ , u∗ , t) + λ∗ f (x∗ , u∗, t) + ∂x∗ 2
∗
2 h(x∗ ,t)
h i . (12.19)
d ∂h(x∗ ,t)
+ ∂ ∂x ∗ ∂t − dt ∂x∗
+ λ∗ = 0
Dari dua persamaan (12.19) dan (12.20) serta karena urutan pendeferensialan dapat diper-
tukarkan diperoleh persamaan
∂
λ̇∗ = − [g(x∗ , u∗, t) + λ∗′ f (x∗ , u∗ , t)] . (12.21)
∂x∗
Selanjutnya ditinjau persamaan Euler-Langrange dalam u∗ yaitu
∂ga (x∗ , ẋ∗ , u∗, λ∗ , t) d ∂ga (x∗ , ẋ∗ , u∗, λ∗ , t)
− = 0.
∂u∗ dt ∂ u̇∗
(12.22) dan p persamaan dari persamaan (12.21). Penyelesaian dari 2n persamaan differen-
sial tsb. akan memuat sebanyak 2n konstatanta. Untuk menghitung konstanta-konstanta
ini, ada sebanyak n kondisi batas di t = t0 yang diberikan oleh persamaan
x(t0 ) = x0,
dan tambahan sebanyak n kondisi batas (sebanyak (n+1) kondisi batas bila waktu akhir
t1 bebas) dari keadaan akhir pada t = t1 .
Bila diperhatikan kuantitas dalam differensial parasial pada persamaan (12.21) dan
(12.22) adalah sama. Digunakan hal ini untuk mendifinisikan suatu Hamiltonian sebagai
berikut:
def
H(x, u, λ, t) = g(x, u, t) + λ′ f (x, u, t), (12.23)
maka dari persamaan (12.21), (12.22) dan (12.23) dipereroleh
∂
λ̇ = − [H(x, u, λ, t)] (12.24)
∂x
∂
0 = [H(x, u, λ, t)] (12.25)
∂u
dan persamaan (12.12) menjadi
∂
ẋ = [H(x, u, λ, t)]. (12.26)
∂λ
Untuk menyelesaikan kontrol optimal menggunakan cara Hamiltonian, harus diselesaikan
persamaan (12.24) - (12.26) secara serempak. Cara yang mudah, pertama diselesaikan
persamaan (12.25) sehingga diperoleh kontrol optimal u∗
u∗ = u∗ (x, λ, t) (12.27)
Persamaan differensial (12.24) dan (12.25) menjadi sekumpulan dari 2n persamaan differ-
ensial tingkat satu serentak:
∂ ∗
ẋ = H (x, λ, t) (12.29)
∂λ
∂ ∗
λ̇ = − H (x, λ, t). (12.30)
∂x
Trayektori x∗ (t) dan λ∗ (t) diperoleh dengan menyelesaikan persamaan ini dengan sebanyak
2n kondisi batas, sedangkan kontrol optimal diperoleh dari persamaan (12.27).
dengan keadaan awal x1 (0) = x2 (0) = 1 dan keadaan akhir x1 (2) = x2 (2) = 0. Dapatkan
u∗ supaya
Z2
1
J(u) = u2 (t)dt
2
0
minimum.
Jawab. Dibentuk Hamiltonian
1
H(x, u, λ, t) = u2 + λ1 x2 + λ2 u.
2
Didapat
∂H
= u + λ2 = 0 ⇒ u∗ (t) = −λ2
∂u
dan
∂2H
= 1 > 0.
∂u2
Jadi H(x, u, λ, t) mencapai nilai minimum. Selanjutnya diperoleh
1
H∗ (x, λ, t) = (λ2 )2 + λ1 x2 + λ2 (−λ2 )
2
1
= (λ2 )2 + λ1 x2 − (λ2 )2
2
1
= λ1 x2 − (λ2 )2 ,
2
∂H∗
ẋ1 = ∂λ1
= x2
(12.31)
∂H∗
ẋ2 = ∂λ2
= −λ2
dan ∂H∗
λ̇1 = − ∂x1 = 0 ⇒ λ1 = c1
(12.32)
∗
λ̇2 = − ∂H
∂x2
= −λ1 ⇒ λ̇2 = −c1 ⇒ λ2 = −c1 t + c2 .
Dari dua persamaan (12.31) dan (12.32), penylesaian x1 dan x2 masing-masing diberikan
oleh
c1 3 c2 2
x1 (t) = t − t + c3 t + c4
6 2
c1 2
x2 (t) = t − c2 t + c3 .
2
Dengan memasukkan nilai-nilai keadaan awal dan keadaan akhir pada x1 (t) dan x2 (t),
diperoleh
1 3 7 2
x∗1 (t) = t − t +t+1
2 4
3 2 7
x∗2 (t) = t − t + 1.
2 2
Dalam hal ini juga diperoleh
λ∗1 = 3
7
λ∗2 = −3t +
2
dan
7
u∗ (t) = 3t − .
2
Berikut ini diberikan beberapa ringkasan apa yang telah dibahas mengenai cara menye-
lesaikan masalah kontrol optimal dengan menggunakan cara Hamiltonian sebagai berikut:
Cari u∗ (t) yang memenuhi persamaan ẋ(t) = f (x, u, t) dengan meminimumkan indeks
perilaku
Zt1
J = h(x(t1 ), t1 ) + g(x, u, t)dt.
t0
4 Selesaikan 2n persamaan
∂
ẋ(t) = ∂λ
H∗ (x, λ, t) (persamaan keadaan)
∂
λ̇(t) = − ∂x H∗ (x, λ, t) (persamaan ”ko − keadaan”)
dengan kondisi batas diberikan oleh keadaan awal dan keadaan akhir.
Sebegitu jauh kajian terdahulu diasumsikan bahwa kontrol u tak dibatasi. Dari asumsi
ini kalkulus variasi dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan masalah kontrol opti-
mal. Turunan parsial dari H(x, u, λ, t) terhadap u yang diberikan dalam persamaan (12.25)
adalah merupakan syarat perlu agar H(x, u, λ, t) mencapai minimum. Turunan parsial tsb.
langsung bisa digunakan hanya untuk sebarang x, u, t dan bila u tak dibatasi.
Dalam kajian berikut ini kontrol u dibatasi sebagai berikut
u(t) ∈ U ⊂ Rp . (12.33)
Pembatasan pada persamaan (12.33) tentunya untuk memberikan perbedaan dengan ka-
jian yang terdahulu, disini u(t) hanya merupakan anggota sebagian dari himpunan Rp .
Selain itu pembatasan yang dilakukan mempunyai arti yang penting karena kontrol yang
dikenakan pada berbagai sistem harus dibatasi besarnya, juga biasanya banyaknya kontrol
fisibel yang digunakan.
Jelas bahwa dalam hal tsb. diatas tidak memadai lagi memproses dengan metoda yang
telah disajikan terdahulu. P ontryagin sudah menunjukkan bahwa yang berkaitan dengan
adanya pembatasan dari u, kontrol optimal u∗ dipilih tetap harus meminimumkan H.
Hasil kerja keras Pontryagin memberikan suatu kontribusi yang berarti dalam teori kontrol
optimal yang telah membuktikan fakta bahwa u∗ yang dipilih harus meminimumkan H.
Untuk alasan ini, pembahasan yang disajikan disini dinamakan sebagai Prinsip Minimum
Pontryagin.
Dalam hal daerah kontrol "terbatas" dan "tertutup" kontrol optimal
u∗ (x, λ, t) diperoleh dengan meminimumkan H(x, u, λ, t) terhadap semua kontrol u dalam
daerah kontrol U, sedangkan fariabel yang lainnya diperlakukan sebagai konstanta. Dengan
kata lain, H(x, u, λ, t) mempunyai nilai minimum untuk vektor kontrol u∗ (x, λ, t) yang
sesuai. Dalam hal ini fungsi keadaan Pontryagin menjadi
Berikut ini diberikan ringkasan prosedur menyelesaikan masalah kontrol optimal dengan
menggunakan cara minimum Pontryagin.
Rt1
Diberikan indeks perilaku: J = h(x(t1 ), t1 ) + g(x, u, t)dt.
t0
Zt1
1
J= (x21 + u2 )dt.
2
t0
|u(t)| ≤ 1, t ∈ [t0 , t1 ].
1 1
H(x, u, λ, t) = x21 + u2 + λ1 x2 − λ2 x2 + λ2 u.
2 2
∂
Dari H(x, u, λ, t) = 0, diperoleh u∗ (t) = −λ2 (t). Selanjutnya ditinjau beberapa keadaan
∂u
untuk memperoleh kontrol optimal yang memenuhi pembatasan yang telah ditentukan.
Untuk |λ2 (t)| ≤ 1, diperoleh u∗ (t) = −λ2 (t). Sedangkan untuk |λ2 (t)| > 1 diperoleh
∗ −1, untuk λ2 (t) > 1
u (t) =
1, untuk λ2 (t) < 1
Zt1
J(x(t), ut , t) = h(x(t1 ), t1 ) + g(x(τ ), u(τ ), τ )dτ, (12.35)
t
def
dimana t ≤ t1 , ut = {u(τ )|t ≤ τ ≤ t1 }. Persamaan (12.35) dapat ditulis
t
Z 1
J ∗ (x(t), t) = min g(x(τ ), u(τ ), τ )dτ + h(x(t1 ), t1 ) (12.36)
ut
t
atau
t+△t
Z Zt1
∗
J (x(t), t) = min g(x(τ ), u(τ ), τ )dτ + g(x(τ ), u(τ ), τ )dτ + h(x(t1 ), t1 )
ut
t t+△t
t+△t
Z
= min g(x(τ ), u(τ ), τ )dτ + J ∗ (x(t + △t), t + △t)
ut
t
didapat
∂J ∗ (x(t), t) ∂ ∗
0= + min H(x(t), u(t), J (x(t), t), t) . (12.37)
∂t ut ∂x
Bila u(t) dibatasi, maka kontrol optimal didapat dengan meminimumkan Hamiltonian H.
Bila tidak, maka syarat perlu u adalah optimal haruslah memenuhi
∂ ∂ ∗
H x(t), u(t), J (x(t), t) = 0
∂u ∂x
Rt1
Diberikan indeks perilaku: J = h(x(t1 ), t1 ) + g(x, u, t)dt.
t0
∗
Langkah 2. Minimumkan H(x, u, ∂J ∂x(x,t) , t) terhadap semua vektor kontrol untuk memper-
∗
oleh u∗ = u∗ (x, ∂J
∂x
, t).
∂J ∗ ∂J ∗
H∗ (x, , t) = H(x, u∗ (x, , t), t)
∂x ∂x
∂J ∗ ∂J ∗
+ H∗ (x, , t)
∂t ∂x
dengan kondisi batas yang sesuai untuk memperoleh J ∗ (x, t).
Zt1
J= x2 (t) + u2 (t) dt, dengan t1 tertentu
0
minimum.
Jawab:
Syarat batas diberikan oleh
J ∗ (x(t1 ), t1 ) = h (x(t1 ), t1 ) = 0
Sedangkan Hamiltonian adalah
∂ ∗ ∂J ∗ (x(t), t)
H x(t), u(t), J (x(t), t) = x2 (t) + u2 (t) + u(t).
∂x ∂x
Karena u(t) tak dibatasi maka
∂H ∂J ∗ 1 ∂J ∗
= 2u + = 0 ⇒ u∗ (t) = −
∂u ∂x 2 ∂x
dan
∂2H
=2>0
∂u2
Jadi H mempuyai nilai minimum. Persamaan Hamilton-Jacobi diberikan oleh:
2
∂J ∗ 2 1 ∂J ∗ ∂J ∗ 1 ∂J ∗
0= +x + + −
∂t 4 ∂x ∂x 2 ∂x
atau 2
∂J ∗ 1 ∂J ∗
+x − 2
=0 (12.39)
∂t 4 ∂x
dengan kondisi batas J ∗ (x(t1 ), t1 ) = 0. Misalkan penyelesaian (13.17) adalah J ∗ (x(t), t) =
∗ ∗
K(t)x2 . Didapat ∂J
∂x
= 2K(t)x dan ∂J ∂t
= K̇(t)x2 . Dari sini didapat persamaan (12.39)
menjadi
1
K̇(t)x2 (t) + x2 (t) − 4K 2 (t)x2 (t) = 0
4
K̇(t) − K (t) + 1 x2 (t) = 0.
2
Dalam kasus kajian sekarang ini, η(t1 ) = 0 dan η(t2 ) sebarang (karena x(t2 ) bebas). Oleh
karena itu didapat persamaan
Zt2
∂g d ∂g ∂g
− η(t)dt + η(t2 ) = 0.
∂x dt ∂ ẋ ∂ ẋ t2
t1
Contoh 60 Dapatkan suatu kurva diantara titik x(t1 ) = x(0) = 1 dan garis t2 = 4 dengan
panjang minimum.
Jawab
Bentuk integral yang akan diminimumkan adalah
Z4
J(x) = ds,
0
1
dimana ds
dt
= [1 + ẋ2 (t)] 2 . Integral yan yang akan diminimumkan menjadi
Z4
1
J(x) = [1 + ẋ2 (t)] 2 dt.
0
1
Terlihat bahwa g(x, ẋ = [1 + ẋ2 (t)] 2 , dalam hal ini persamaan Euler-Langrange diberikan
oleh " #
d ẋ
− = 0,
dt [1 + ẋ2 (t)] 21
Catatan
Hasil nilai x(t) = 1 yaitu merupakan garis lurus yang melalui titik (0, x(0)) = (0, 1) dan
tegak lurus garis t = 1 tidak sulit dihitung secara biasa. Contoh diatas sekedar memberikan
gambaran untuk menyelesaikan masalah dengan nilai keadaan akhir bebas. Sedangkan
syarat ∂∂gẋ |t=4 = 0 mempunyai peranan untuk menentukan satu nilai batas yang memang
dibutuhkan untuk memperoleh nilai satu konstanta dalam penyelesaian persamaan differ-
ensial yang dikaji.
Sebagaimana telah diketahui bila sistem terkontrol dan teramati dalam pendisainan su-
atu kompensator untuk masukantunggal-keluarantunggal dapat tempatkan pole loop-tutup
dimana saja sesuai yang diinginkan. Walaupun pole loop-tutup menentukan kecepatan
(bandwidth) dan damping dari respon hal ini belum cukup untuk memberikan hasil yang
terbaik dari pendisainan, dengan kata lain belum memberikan suatu hasil yang optimal.
Beberapa alasan mengapa kajian kontrol optimal diperlukan diberikan sebagai berikut.
Pertama untuk mencari kontrol optimal dalam suatu sistem banyakmasukan-banyakkeluar-
an, teknik penempatan pole yang telah dikenal tidak menguraikan secara lengkap dan
khusus kontroler atau parameter kompensator (gain). Misalnya, diberikan plan dengan
order-k dengan sebanyak m masukan dan keseluruhan vektor keadaan dapat diakses un-
tuk umpan-balik. Dalam hal ini, suatu kontroler tak-dinamik sebanyak nk parameter
harus ditentukan, tetapi hanya sebanyak k lokasi pole loop-tutup yang mungkin. Jadi
harus diatur sebanyak m kali yaitu sesuai banyaknya parameter sebagai pole. Ada banyak
takhingga cara supaya pole loop-tutup yang sama bisa dicapai. Timbul pertanyaan, cara
apa yang terbaik? Algorithma apa yang bisa digunakan untuk menentukan gain umpan-
balik? Tentu dalam pandangan praktis ketersediaan parameter yang digunakan sekecil
mungkin dari yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi pole loop-tutup yang diharapkan
akan memberikan keuntungan yang besar. Tetapi ketiadaan algorithma yang definitif un-
tuk menentukan suatu hukum kontrol tunggal adalah suatu kerugian bagi pendisainer sis-
tem yang tidak mengetahui bagaimana menangani kesulitan ini. Dengan pemilihan suatu
hukum kontrol untuk mengoptimalkan perilaku sistem kesulitan ini bisa diatasi.
Suatu alasan yang lebih meyakinkan untuk mencari kontroler optimal adalah pendi-
sainer menyadari tidak mengetahui lokasi pole loop-tutup yang diharapkan. Pemilihan
lokasi pole jauh dari titik asal memberikan respon dinamik sangat cepat tetapi membu-
tuhkan signal kontrol sangat besar untuk menghasilkan sumber daya yang dibutuhkan.
Penggunaan gain yang dapat menghasilkan signal tsb. dengan tiadanya pembatas dari
daya yang digunakan dapat mengakibatkan signal kontrol melebihi batas pisik, misalnya
saja menimbulkan "saturasi". Dalam kasus yang demikian, perilaku dinamik sistem loop-
333
334 Linier Quadratic Regulator (LQR)..
tutup tidak bisa diprediksi dengan analisa linier dan bahkan mungkin tak-stabil. Untuk
membatasi hal ini sering perlu untuk membatasi kecepatan respon sehingga tujuan pendi-
sainan tercapai tanpa terjadi saturasi. Alasan lain untuk membatasi kecepatan respon
adalah suatu harapan untuk menghindari "noise" yang secara khusus menyertai sistem
gain-tinggi. Para insinyur yang mempunyai pengalaman luas yang diperolehnya dengan
intuisi mengenai proses penempatan lokasi pole-tutup yang tepat. Tetapi ia berhadapan
dengan suatu proses yang tak-dikenalnya untuk mengontrol dan tidak cukupnya waktu
untuk memperoleh keperluan mendalam, para insinyur akan menyadari suatu metode dis-
ain dikembangkan yang bisa memberikan suatu pengetahuan disain awal. Teori optimisasi
yang telah berkembang bisa menyelesaikan masalah ini.
Suatu alasan lain digunakannya teori kontrol optimal adalah pemrosesan yang dikon-
trol mungkin tak-terkontrol. Dalam hal ini terdapat beberapa ruang bagian dari ruang
keadaan pemrosesan yang mana vektor keadaan tidak bisa dipengaruhi oleh sinyal kon-
trol yang sesuai. Perilaku dinamik dari sub-ruang ini bukanlah inti masalah kontrol oleh
karenanya tidak semua pole dari sistem loop tutup bisa ditempatkan sesuai yang diiginkan
oleh pendisain. Maka dari itu pendisainan dengan penempatan pole-pole tidak akan mem-
buahkan hasil yang diinginkan. Tetapi bila menggunakan teori kontrol optimal dan tanpa
menentukan banyak persyaratan perilaku sistem yang tidak mungkin, hal ini tentunya
memungkinkan untuk untuk mendisain suatu sistem kontrol untuk mengkontrol sebanyak
mungkin yang bisa dikontrol. Lagi pula, bila perilaku dari bagian yang tak-terkontrol
adalah stabil, maka perilaku keseluruhan sistem akan bisa diterima.
Pada bagian ini dibahas masalah kontrol optimal yang dikenal dengan nama "LQR".
Operasi dalam LQR banyak dilakukan dengan matriks, khususnya yang berkaitan dengan
pengertian matriks simetri, matriks definit positip dan matriks semi definit positip. Oleh
karena itu sebelum dinyatakan masalah LQR, terlebih dahulu diberikan pengertian dari apa
yang telah disebutkan diatas. Juga karena dalam masalah kontrol optimal sering dilakukan
differensial dari suatu fungsi terhadap waktu t, pada bagian ini juga akan diberikan aturan
differensial dari fungsi matriks atau fungsi vektor.
Didapat
Dari persamaan diatas terlihat bahwa x′ Ax = ax21 +bx1 +c merupakan suatu parabola yang
selalu positip untuk semua nilai x1 . Hal ini bisa ditunjukkan sebagai berikut: parabola
terbuka keatas sebab a = 4 > 0, diskriminan dari parabola D = b2 − 4ac = 4x22 − 16x22 =
−12x21 < 0 untuk x2 6= 0.
Bila matriks simetri Ā diberikan sebagai berikut:
1 ′ 4 1
Ā = [A + A ] = ,
2 1 1
Beberapa fakta differensial dari fungsi matriks/vektor diberikan sebagai berikut. Bila
vektor x = x(t), c vektor konstan masing-masing dengan n komponen dan matriks konstan
A berukuran n × n, maka
1. d
dt
[x′ (t)Ax(t)] = x′ (t)[A′ + A]ẋ(t),
2. d
dx
[cc ′ x] = d
dx
[x′c ] = c ,
3. d
dx
[x′ (t)Ax(t)] = Ax(t) + A′ x(t).
∂f ∂g
4. Dan bila f = f (x) dan g = g(x), maka d
dx
[f ′ g] = ∂x
g + ∂x
f.
Berikut ini diformulasikan masalah yang berkenaan dengan LQR yang dibedakan dalam
dua kasus yaitu kontrol loop-buka dan kontrol loop-tutup. Pembedaan ini erat kaitannya
dengan dua persamaan yaitu persamaan Lyapunov dan persamaan Aljabar Riccati.
dengan keadaan awal dan keadaan akhir masing-masing diberikan oleh x(t0 ) = x0 dan
x(t1 ) = x1 . Dapatkan u yang memenuhi (13.1) dengan syarat bentuk integral berikut
Zt1
1
J= u′ (t)Ru(t)dt (13.2)
2
t0
∂H ′
λ̇(t) = − = −A′ λ(t) ⇒ λ(t) = eA (t1 −t) λ(t1 )
∂x
∂H ′
0 = = Ru(t) + B ′ λ(t) ⇒ u(t) = −R−1 B ′ eA (t1 −t) λ(t1 ).
∂u
Persamaan (13.1) menjadi
′
ẋ(t) = Ax(t) − BR−1 B ′ eA (t1 −t) λ(t1 )
Zt h i
A(t−t0 ) A(t−τ ) −1 ′ A′ (t1 −τ )
x(t) = e x0 − e BR B e λ(t1 ) dτ
t0
Zt h i
dif. A(t−τ ) −1 ′ A′ (t−τ )
P (t) = e BR B e dτ
t0
Zt
d h A(t−τ ) ′
i ′ dt
Ṗ (t) = e BR−1 B ′ eA (t−τ ) dτ + eA(t−t) BR−1 B ′ eA (t−t)
dt dt
t0
dt0 ′
−eA(t−t0 ) BR−1 B ′ eA (t−t0 )
dt
= AP (t) + P (t)A′ + BR−1 B ′ .
= e A(t1 −t0 )
x0 − P (t1 )λ(t1 ). (13.4)
Dari persamaan ini didapat:
λ(t1 ) = P −1(t1 ) eA(t1 −t0 ) x0 − x1 .
Jadi kontrol optimal u(t) diberikan oleh:
′
u(t) = R−1 B ′ eA (t1 −t) P −1 (t1 ) x1 − eA(t1 −t0 ) x0 (13.5)
dan dengan menggunakan kesimitrian Jmin diberikan oleh:
1 ′
Jmin = x1 − eA(t1 −t0 ) x0 P −1 (t1 ) x1 − eA(t1 −t0 ) x0 .
2
Sebelum diberikan suatu contoh yang berkaitan dengan LQR loop buka, terlebih dahulu
diberikan rinkasan hasil-hasil dari LQR loop buka.
Model Sistem:
ẋ = Ax + Bu, t ≥ t0 ,
dengan x(t0 ) = x0 diberikan.
Indeks Perilaku:
Zt1
1
J(t0 ) = u′ Ru dt, R > 0.
2
t0
Kontrol Loop-Buka:
′
u(t) = R−1 B ′ eA (t1 −t) P −1 (t1 ) x1 − eA(t1 −t0 ) x0 .
Biaya Optimal:
1 ′
J(t0 ) = x1 − eA(t1 −t0 ) x0 P −1 (t1 ) x1 − eA(t1 −t0 ) x0 .
2
dengan kondisi awal x1 (0) = x2 (0) = 1, kondisi akhir x1 (2) = x2 (2) = 0 dan indeks perilaku
J:
Z2
1
J= u2 (t)dt.
2
0
dimana P (t) adalah matriks simetri dan P (0) = 0. Dari persamaan Lyapunov diatas
didapat:
ṗ1,1 (t) = 2p1,2 (t), ṗ1,2 (t) = p2,2 (t), ṗ2,2 (t) = 1.
Dengan kondisi awal P (0) = 0, didapat:
t3 t2
p1,1 (t) = , p1,2 (t) = , p2,2 (t) = t.
3 2
Jadi matriks P (t) adalah:
t3 t2
P (t) = 3 2
t2
2
t
dari sini diperoleh x1 − eA(t1 −t0 ) x0 adalah beda diantara keadaan akhir yang diharapkan
yaitu x1 dengan kedaan akhir sebenarnya dari sistem. Hal ini akan bermakna bahwa
kontrol optimal sebanding dengan beda tsb. Bila beda tsb. sama dengan nol, maka tidak
akan ada kontrol yang diperlukan untuk membuat keadaan x(t) menuju kekeadaan akhir
x1 pada waktu t1 .
Keujudan kontrol optimal dijamin bila dan hanya bila matriks P (t1 ) nonsingulir. Karena
R diasumsikan nonsingulir dan positip hal ini berkaitan dengan keterkontrolan plan. Jadi
bila pasangan matriks (A, B) terkontrol, maka ada suatu kontrol enerji minimum yang
mengarahkan sebarang keadaan awal kesebarang keadaan akhir yang diinginkan.
Perhatikan bahwa nilai optimal dari indeks perilaku hanya bergantung pada keadaan
awal x0 dan keadaan akhir x1. Jadi diberikan keadaan awal keadaan akhir yang dihara-
pkan, kontrol enerji yang dibutuhkan dapat dihitung sebelum kontrol optimal u(t) dike-
nakan pada sistem. Bila kontrol ini terlalu besar, maka akan terlalu banyak enerji yang
dibutuhkan. Dalam kejadian ini, kontrol u(t) seharusnya didisain ulang dengan pemili-
han suatu interval waktu (t1 − t0 ) yang lebih sebesar. Hal ini menurut (13.4) matriks
Graminian P (t1 ) menjadi lebih besar, sehingga menurut (13.5) besar dari kontrol optimal
akan menjadi lebuh kecil.
Berikut ini diberikan contoh LQ kontrol loop-buka. Contoh ini adalah analitik di-
dalam alamiah sebagaimana maksudnya untuk menunjukkan aspek perhitungan persamaan
pendisainan dalam ringkasan yang telah diberikan.
Asumsikan beban torsi nol, relasi transfer dari suatu kontrol dinamo motor DC adalah:
km
ω= ′
u (13.7)
(Ls + R)(Jm s + bm ) + km km
dengan ω(t) kecepatan keluaran, kontrol u(t) adalah voltage dinamo, km torsi konstan, km
′
torsi e.m.f konstan, L adalah induktansi kumparan dinamo, R adalah resistan dinamo, Jm
adalah momen inersia rotor dan bm adalah damping ekivalen rotor konstan.
Pengabaian waktu konstanta elektrik L/R yang biasanya agar supaya besarnya lebih
kecil dari waktu konstanta mekanik Jm /bm , model (13.7) dapat ditulis sebagai:
k
ω= u (13.8)
1 + sτ
dimana
km RJm
k= ′
, τ= ′
. (13.9)
Rbm + km km Rbm + km km
Model variabel keadaannya diberikan oleh:
ẋ = −ax + bu (13.10)
Dengan menggunakan persamaan (13.14) dan (13.15) keadaan x(t) diberikan oleh:
sinh at
x(t) = ω0 e−at + (ω1 − ω0 e−at1 ) , (13.16)
sinh at1
dan untuk t = t1 diperoleh x(t1 ) = ω1 .
kontrol umpan-balik. Hal ini beda dengan kontrol loop-tutup yang dibahas pada bagian
sebelumnya. Keuntungan dari umpan balik diantaranya adalah mereduksi sensitifitas,
meregulasi sendiri, tegar terhadap gangguan dll.
Ditinjau lagi sistem linier berbentuk
ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t), x(t) ∈ Rn , u(t) ∈ Rp , A ∈ Rn×n , B ∈ Rn×p , (13.17)
dengan keadaan awal x(t0 ) = x0. Sekarang sebagai keadaan akhir x(t1 ) hanya dibutuhkan
mendekati nol pada saat waktu akhir yang ditentukan uaitu t1 . Jadi dalam hal ini keadaan
akhir bebas dan diingini untuk memilih pengontrol u(t) yang memenuhi (13.17) serta
meminimumkan indek perilaku berbentuk:
Zt1
1 1
J(t0 ) = x′ (t1 )P x(t1 ) + [x′ (t)Qx(t) + u′ (t)Ru(t)] dt. (13.18)
2 2
t0
Matriks bobot kontrol R, matriks bobot keadaan Q dan matriks bobot keadaan akhir
P (t1 ) adalah matriks-matriks simetri dipilih oleh pendisain yang bergantung pada tujuan
pengontrolan sebagaimana yang akan terlihat. Seperti hal sebelumnya, bila elemen-elemen
dari matriks P (t1 ) dipilih besar, maka nilai keadaan akhir x(t1 ) harus lebih kecil untuk
mempertahankan nilai indeks perilaku kecil.
Diasumsikan bahwa matriks-matriks Q dan P adalah semidefinit-positip. Jadi, masing-
masing Q dan P mempunyai nilai karakteristik taknegatif dengan demikian masing-masing
x′ Qx dan x′ P x adalah tak-negatif untuk semua x(t). Begitu juga diasumsikan bahwa
matriks R adalah definit positip, yaitu R mempunyai nilai karakteristik positip, sehingga
u′ Ru > 0 untuk semua u(t) 6= 0. Dalam hal ini J adalah selalu terbatas kebawah dengan
batas bawah nol. Karena bentuk kuadrat dari keadaan dan kontrol muncul di (13.18),
dicoba untuk meminimumkan enerji secara umum (dalam hal ini misalnya ditinjau bila
beberapa komponen keadaan adalah kecepatan atau voltage atau arus listrik).
Karena digunakan suatu indeks perilaku kuadrat untuk mengatur keadaan dari sistem
ke nol, tetapi tanpa membutuhkan sebarang nilai keadaan akhir yang tetap, dinamakan
hal ini adalah masalah LQR keadaan akhir bebas.
Untuk menyelesaikan masalah LQR, dibentuk Hamiltonian yang diberikan sebagai
berikut
1 1
H = x′ (t)Qx(t) + u′ (t)Ru(t) + λ′ (t) [Ax(t) + Bu(t)] , (13.19)
2 2
dengan λ(t) ∈ Rn adalah suatu pengali yang takdiketahui.
Dari Hamiltonian ini diperoleh persamaan keadaan dan ko-keadaan
ẋ(t) = Ax(t) + Bu (13.20)
λ̇(t) = −Qx(t) − A′ λ(t), (13.21)
dan kondisi stasioner:
∂H
0= = Ru(t) + B ′ λ. (13.22)
∂u
Bila hasil ini digabungkan dengan persamaan ko-keadaan kedalam persamaan sistem Hamil-
tonian homogin, diperoleh:
ẋ A −BR−1 B ′ x
= ′ (13.25)
λ̇ −Q −A λ
dengan kondisi batas x(0) = x0 dan λ(0) = 0. Matriks koefisien dari persamaan (13.25)
dinamakan matriks Hamiltonian. Nilai karakteristik dan vektor karakteristik dari matriks
ini sangat penting didalam penganalisaan LQR invarian-waktu.
Keadaan awal x(t0 ) diketahui bernilai x0. Waktu akhir t1 adalah tetap, sedangkan
keadaan akhir x(t1 ) bebas. Disamping itu persamaan (13.25) adalah linier dan x(t) serta
λ(t) secara linier bergantung pada x0, dengan demikian λ(t) secara linier bergantung pada
x(t). Oleh karenanya dicoba penyelesaian λ(t) mempunyai bentuk:
Karena persamaan (13.28) berlaku untuk setiap x(t) dengan t < t1 , diperoleh:
Persamaan (13.29) dinamakan persamaan Riccati yang merupakan persamaan linier dalam
P (t). Matriks P (t) bisa diperoleh dengan menyelesaian persamaan Riccati. Dalam hal ini
kontrol optimal u(t) diberikan oleh:
Berikut ini dihitung biaya optimal dengan menggunakan pengontrol ini. Pertama diberikan
dulu persamaan berbentuk:
Zt1
1 d ′ 1 1
[x P x] = x′ (t1 )P (t1 )x(t1 ) − x′ (t0 )P (t0 )x(t0 ) (13.33)
2 dt 2 2
t0
atau
Zt1
1 d ′ 1 1
[x P x] − x′ (t1 )P (t1 )x(t1 ) + x′ (t0 )P (t0 )x(t0 ) = 0. (13.34)
2 dt 2 2
t0
Selajutnya dengan menggunakan persamaan (13.30), (13.24) dan persamaan (13.26) dida-
pat:
Rt1 ′
x Qx + u′ Ru + ẋ′ P x + x′ Ṗ x + x′ P ẋ dt
t0
Rt1 ′ ′ −1 ′ ′
′ ′
= x Qx + x P BR B P x + ẋ P x + x Ṗ x + x P ẋ dt
t0
Rt1 ′ ′ −1 ′ ′ ′ ′ −1 ′
= x Qx + x P BR B P x + ẋ P x + x Ṗ x + x P [Ax − BR B P x] dt
t0
Rt1
= x′ Qx + ẋ′ P x + x′ Ṗ x + x′ P Ax dt
t0
Rt1
= x′ Qx + [x′ A′ − x′ P BR−1 B ′ ]P x + x′ Ṗ x + x′ P Ax dt
t0
Rt1
= x′ Qx + [x′ A′ − x′ P BR−1 B ′ ]P x + x′ Ṗ x + x′ P Ax dt
t0
Rt1
= x′ Ṗ + P A + A′ P x′ − P BR−1 B ′ P xdt
t0
= 0.
Langkah akhir perhitungan yang telah dilakukan menggunakan persamaan Riccati sehingga
diperoleh hasil integaralnya bernilai nol. Dengan demikian nilai optimal dari biaya menjadi:
1
J(t0 ) = x′ (t0 )P (t0 )x(t0 ). (13.36)
2
Berikut ini diberikan ringkasan apa yang telah diuraikan berkaitan dengan LQR loop-
tutup, setelah itu didiskusikan apa saja yang telah dibahas.
Model Sistem:
Indeks perilaku:
Zt1
1 1
J(t0 ) = x′ (t1 )P (t1 )x(t1 ) + (x′ Qx + u′ Ru) dt
2 2
t0
dengan
P (T ) ≥ 0, Q ≥ 0 dan R > 0.
Persamaan Riccati:
Gain Kalman:
K(t) = R−1 B ′ P (t).
Biaya Optimal:
1
J(t0 ) = x′ (t0 )P (t0 )x(t0 ).
2
Ringkasan LQR optimal yang telah diberikan adalah suatu kontrol sistem umpanbalik.
Selajutnya didiskusikan beberapa hal yang berkaitan dengan hukum kontrol yang telah
diturunkan.
Masalah LQR optimal ditentukan dengan meyelesaikan terlebih dahulu persamaan Ric-
cati untuk suatu matriks pembantu P (t) menggunakan nilai kondisi akhir dari P (t1 ) yang
dipilih untuk mengoptimalkan Indeks Perilaku. Maka gain umpanbalik optimal diberikan
oleh gail Kalman K(t). Bahkan bila sistem (A, B) adalah invarian-waktu, kontrol opti-
mal u(t) adalah umpanbalik keadaan varian-waktu. Hal ini adalah suatu alasan mengapa
Kontroler LQ optimal tidak ditentukan dengan menggunakan cara domain-frekuensi.
Kontrol umpanbalik atau loop-tutup dalam kajian ini lebih bermanfaat dalam dunia
praktis dari pada kontrol loop-buka, sebab ia robust terhadap ketidakpastian dalam pa-
rameter plan begitu juga terhadap banyak gangguan. Bahkan bila sistem model tidak
mendiskripsikan plan eksak, LQR akan memberikan perilaku yang diharapkan bila bila
diskripnya mendekati. Kajian lain dari LQR yang penting adalah jaminan sifat-sifat kete-
garan (robustness).
Kedaan awal dari plan diketahui. Maka dari itu, uraian dalam ringkasan menunjukkan
bisa dihitung biaya optimal sebelum digunakan kontrol terhadap plan. Bila kontrol ini
terlalu besar, dapat pilih matriks bobot Q, R dan P (t) yang lain dan mencoba disain yang
lainnya.
Catatan bahwa dalam bentuk gain Kalman, persamaan Riccati bisa ditulis sebagai:
−Ṗ = A′ P + P A − K ′ RK + Q. (13.37)
Dalam bentuk matriks plan loop-titup, persamaan Riccati bisa ditulis sebagai bentuk for-
mula Joseph terstabilkan:
Dalam Contoh 63 dibahas kontrol optimal loop-buka untuk motor DC dengan menga-
sumsikan model skalar
ẋ = −ax + bu, (13.39)
dengan x(t) adalah kecepatan motor. Disini akan didapatkan kontrol umpanbalik optimal
yang meminimumkan indeks perilaku:
Zt1
1 1
J = p1 x2 (t1 ) + (qx2 + ru2)dt (13.40)
2 2
0
b2 2
−ṗ(t) = −2ap − p + q, t ≤ t1 (13.41)
r
dengan kondisi akhir p(t1 ) = p1 . Gain Kalmannya adalah:
b
k= p (13.42)
r
dan kontrol umpan balik optimalnya dalah:
u = −kx. (13.43)
b2 q
γ= 2 . (13.49)
ar
atau p
ẋ = −a 1 + γx. (13.51)
Selanjutnya perhatikan bahwa kalau rasio q/r meningkat, sistem loop-tutup menjadi
lebih stabil. Sehingga, peningkatan bobot keadaan q atau suatu penurunan dalam bobot
kontrol r akan mempercepat respon optimal loop-tutup. Hal ini disebabkan kalau nilai
q/r meningkat, bobot indeks perilaku x(t) menjadi lebih mengecil. Bila nilai t besar akan
lebih mempercepat menuju nol serta bobot u(t) lebih mengecil, hal ini akan menjamin x(t)
bernilai kecil.
Kontrol Keadaan-Steadi.
ẋ = Ax + Bu, (13.52)
dengan x ∈ Rn dan masukan kontrol u(t) ∈ Rm . Dalam bagian ini diasumsikan plan adalah
invarian-waktu.
Selanjutnya diinginkan memilih pengontrol yang meminimumkan indeks perilaku kuadrat:
Z∞
1
J(t0 ) = (x′ Qx + x′ Rx) dt, (13.53)
2
0
dengan Q ≥ 0 dan R > 0. Karena interval integrasi takhingga, dinamakan hal ini indeks
perilaku horizon takhingga. Sekarang tujuannya adalah berkaitan dengan suatu interval
kontrol berbentuk [0, ∞).
Hukum kontrol yang diperoleh sebelumnya tetap bisa dipakai, hanya saja sekarang perlu
persamaan Riccati diintegral pada suatu interval takhingga. Misalkan bahwa persamaan
Riccati mempunyai suatu penyelesaian limit sedemikian hingga Ṗ menuju nol untuk nilai
(t1 − t) besar, dalam hal ini diperoleh:
0 = A′ P + SA − P BR−1 B ′ P + Q. (13.54)
Persamaan (13.54) dinamakan persamaan aljabar Riccati. Penyelesaian limit P∞ dari per-
samaan differensial Riccati bila ada, adalah penyelesaian dari persamaan aljabar Riccati.
Kebalikannya tidak benar, yaitu penyelesaian definit positip dari persamaan aljabar Ric-
cati mungkin bukan limit penyelesaian persamaan Riccati. Lagi pula, persamaan aljabar
Riccati bisa mempunyai penyelesaian yang tidak simetri dan sekedar persamaan kuadrat
skalar yang bisa mempunyai penyelesaian real atau kompleks.
Bila limit penyelesaian P∞ dari persamaan Riccati ada, maka gain Kalman adalah
matriks konstan yang diberikan oleh:
K∞ = R−1 B ′ P∞ . (13.55)
ẋ = (A − BK∞ )x = Ac x. (13.58)
Kemanfaatan dari kontrol sederhana ini menggunakan suatu umpanbalik konstan adalah
jelas. Oleh karena itu diturunkan beberapa pertanyaan untuk menentukan kegunaan dari
skema yang dikemukan sebagai berikut:
1. Bilamana ada penyelesaian limit P∞ terbatas dari persamaan Riccati untuk semua
pilihan bobot keadaan akhir P (t1 )?
2. Umumnya P∞ bergantung pada P (t1 ). Apapun hal ini, formulasi baru yang telah
diuraikan tidak mengandung P (t1 ). Jadi, bilamana ada suatu penyelesaian P∞ yang
tidak tergantung pada pilihan dari P (t1 )?
3. Bilamana plan loop-tutup Ac stabil asimptotik?
Jawaban dari pertanyaan yang diajukan ini secara mendasar sangat penting bagi teori
LQ yang disajikan dalam dua teorema berikut.
Teorema 28 Misalkan (A, B) dapat distabilkan. Maka untuk setiap P (t1 ) ada suatu limit
penyelesaian P∞ terbatas dari persamaan Riccati. Lagipula, P∞ adalah suatu penyelesaian
dari persamaan aljabar Riccati yang semi-definit positip.
Hasil-hasil dari dua teorema ini tidak dapat ditekankan secara berlebihan. Hasil-
hasil ini berati bahwa sepanjang sistem dan indeks perilaku memenuhi hal pokok tertentu
keadaan steadi LQR akan menberikan gain yang menstabilkan sistem. Hal ini adalah su-
atu sifat yang sungguh baik sekali, mengingat kesulitan yang dijumpai pada teknik kontrol
klasik dalam banyak-masukan.
Sebagaimana dapat dilihat dengan membandingkan dua teorema diatas, keteramatan
dari (A, C) sangat memperkuat hasil. Sifat ini, secara kasarnya berarti bahwa semua
bentuk plan sebaiknya dibobot dalam indeks perilaku. Bila J terbatas, maka x′ Qx + u′ Ru
akan mengecil dengan bertambahnya waktu. Lagi pula, bila semua keadaan dapat diamati
dalam indeks perilaku, hal ini akan menjamin bahwa x(t) akan cenderung mengecil dengan
bertambahnya waktu, dengan demikian kestabilan loop-tutup dijamin.
Pole-pole loop-tutup akan bergantung pada pilihan dari pendisainan matriks-matriks
Q dan R, apapun hal ini pole-pole akan selalu stabil sepanjang memilih R > dan Q ≥ 0
dengan (A, C) dapat diamati, dimana Q = C ′ C. Jadi elemen-elemen dari Q dan R bervari-
asi selama dalam prosedur interaktif menggunakan bantuan komputer dalam pendisainan
untuk memperoleh perilaku loop-tutup yang sesuai. Yaitu, gain optimal K diperoleh untuk
nilai-nilai Q dan R diberikan dan respon loop tutup diperoleh lewat simulasi. Bila respon
ini tidak sesuai, nilai-nila baru untuk Q dan R dipilih dan pendisanan dulang lagi. Salah
satu perangkat lunak untuk memperoleh matriks K adalah MATLAB
MATLAB.
Contoh berikut akan mengilustrasikan kebergantungan dari pole-pole loop-tutup pada
Q dan R.
Aktualnya, pasangan (A, C) dapat diamati tidak diperlukan untuk menjamin suatu sis-
tem loop-tutup stabil. Semua yang dipersyaratkan adalah kondisi lewah dari keteramatan
dimana hal ini berkaitan dengan keteramatan dari bentuk takstabil A.
Contoh 65 Keadaan steadi disain LQ untuk sistem-sistem yang memenuhi hukum Newton.
Diberikan sistem
0 1 0
ẋ(t) = x(t) + u(t) = Ax + Bu, (13.59)
0 0 1
dimana keadaan x = (p v)′ dengan p(t) adalah posisi dan v(t) adalah kecepatan dan
kontrol u(t) adalah percepatan. Dalam contoh ini diingini mengilustrasikan disain LQ
keadaan steadi masalah regulator dari sistem, jadi dicari suatu kontrol loop-tutup.
Untuk mengatur keadaan ke nol, tentukan indeks perilaku:
Z∞
1
J= (x′ Qx + u2 )dt (13.60)
2
0
dengan 2
qp 0
Q= .
0 qv
Catatan bahwa tidak ada gunanya meliput suatu bobot kontrol r secara terpisah sebab
hanya rasio qp2 /r dan qv /r yang penting dalam J.
Dalam contoh ini, diinginkan untuk menentukan beberapa hasil analitik guna melihat
pengaruh parameter-parameter qp dan qv dalam pendisainan.
Dalam hal ini frekuensi natural dan rasio damping masing-masing diberikan oleh:
√
ωn = qp , (13.71)
dan q
1
ξ = √ 1 + qv /2qp . (13.72)
2
Pengaruh dari pendisainan parameter pada ω dan ξ sekarang terlihat jelas, dengan
demikian bobot qp dan qv dapat dipilih sesuai dengan perilaku yang diinginkan. Lagipula
terlihat bahwa kehebatan dari disain LQ modern jelas yaitu plan loop-tutup stabil untuk
sebarang pilihan qp dan qv yang dapat diterima. Suatu pendekatan takdibuat-buat ter-
hadap pendisainan adalah mencakup langsung pilihan elemen-elemen dari matriks gain K.
Bagaimanapun, kestabilan tidak dijamin untuk semua pilihan nilai-nilai K. Dilain pihak,
tidak jadi masalah bobot apapun yang dipilih dalam indeks perilaku, sepanjang (A, C)
dapat diamati dan Q ≥ 0, sistem loop-tutup dijamin stabil oleh Teorema 29.
Kestabilan dari loop-tutup dijamin walaupun plan dibidang kompleks dengan banyak
masukan dan banyak keluaran, sedangkan teknik klasik untuk masalah masukan/keluaran
tunggal tidak mudah bisa diterapkan. Tentunya hasil-hasil yang telah dicapai ini sunguh
berdaya guna.
√
Catatan bahwa, bila bobob kecepatan qv nol, maka damping rasion bernilai 1/ 2.
Dilain pihak, qp = 0 tidak diijinkan sebab (A, C) tidak dapat diamati.
ẋ = Ax + Bu (13.73)
dari suatu keadaan awal x(t) yang diberikan pada saat waktu t keadaan akhir nol pada
saat waktu t + t1 dengan t1 tetap, yaitu:
x(t + t1 ) = 0. (13.74)
Untuk memperoleh tujuan pengontrolan ini dipilih u(t) yang meminimumkan perilaku
indeks:
Z
t+t1
1 ′ 1
J = x (t + t1 )P1 x(t + t1 ) + (x′ Qx + u′ Ru)dt, (13.75)
2 2
t
dengan P1 = ∞, Q ≥ 0, R > 0.
Kontrol u(t) yang diperlukan diberikan oleh gain umpanbalik dalam rangkuman ringkas-
an pada pembahasan LQR loop-tutup. Untuk mendapatkannya, bentuk berikut
u = −Kx (13.78)
dengan
K = R−1 B ′ S −1 (0). (13.79)
Jadi diperoleh suatu hukum umpanbalik keadaan konstan.
Bisa dittunjukkan bahwa selama (A, B) dapat dikontrol hukum kontrol (13.78) dan
(13.79) akan menstabilkan sistem.
Kontrol Suboptimal
Telah dilihat bahwa bila masalah LQ horizon takhingga mempunyai suatu penyelesaian
keadaan steadi yaitu bila (A, B) dapat distabilkan dan (A, C) dapat diamati. Maka, per-
samaan aljabar Riccati (13.54) mempunyai suatu penyelesaian tunggal definit-positip yang
menghasilkan gain Kalman K∞ diberikan oleh (13.55). Gain keadaan-steadi ini selalu
menstabilkan plan.
Pada kajian berikut ini walaupun interval kontrol [0, t1 ] tidak takhingga tetap bisa
diputuskan untuk menggunakan gain Kalman K∞ sebagai ganti dari gain optimal varian
waktu K(t). Pada suatu interval hingga [0, t1 ] gain kostan K∞ adalah suboptimal, tetapi
ketidak harusan mengimplementasikan suatu gain varian-waktu dapat lebih mengejar hi-
langnya keoptimalan. Disamping itu bila t1 menjadi besar K(t) mendekati K∞ oleh karena
itu keputusan menggunakan gain keadaan-steadi akan lebih bermakna.
Kegunaan dari gain keadaan-steadi K∞ pada suatu interval kontrol hingga adalah men-
jadi suatu strategi kontrol suboptimal. Lagipula, untuk implementasi gain umpanbalik kon-
stan, kontroler suboptimal ini mempunyai keuntungan penting lainnya yaitu perhitungan
untuk menyelesaikan persamaan aljabar Riccati menjadi effisien.
Berikut ini akan diketahui bagaimana bila digunakan bukan gain optimal yang dikaitkan
dengan indeks perilaku.
Misalkan, digunakan hukum umpan balik
u = −F x (13.80)
dimana F adalah sebarang gain umpanbalik tetap yang menghasilkan suatu sistem loop-
tutup stabil
ẋ = (A − BF )x. (13.81)
Dengan menggunakan (13.80) indeks perilaku diberikan oleh:
Zt1
1 1
J = x′ (t1 )P (t1 )x(t1 ) + x′ [Q + F ′ RF ] xdt. (13.82)
2 2
t0
d ′
x P x = −x′ [Q + F ′ RF ] x, (13.83)
dt
maka diperoleh:
1
J = x′ (t0 )P (t0 )x(t0 ). (13.84)
2
Differensialkan bagian kiri dari (13.83) dan gunakan (13.81 kemudian hapus trayektori
keadaan (sebab persamaan berlaku untuk semua x(t0 )), diperoleh:
Jadi, untuk setiap gain umpanbalik tidak peduli optimal atau tidak dapat ditentukan
nilai J sebagai berikut. Pertama, selesaikan (13.85) secara mundur dalam waktu den-
gan menggunakan bobot akhir P (t1 ) yang disediakan. Maka biaya yang dikaitkan dengan
menggunakan F diberikan oleh (13.84). Nilai ini bisa dibandingkan dengan biaya opti-
mal yang diperoleh menggunakan gain Kalman dengan menyelesaikan persamaan Riccati.
Dalam hal ini dapat diputuskan apakah menggunakan suboptimal F ataukah gain Kalman
optimal varian-waktu.
Perlu diketahui jelas bahwa persamaan (13.85) adalah suatu persamaan Lyapunov linier
dalam P karena F adalah suatu gain tetap.
Bila diputuskan untuk menggunakan kontrol keadaan-steadi pada suatu interval kontrol
hingga, F = K∞ dapat dipilih kemudian hitung (13.84) untuk melihat apa yang berkurang
sebagai akibat penyederhanaan dari penggunaan suatu gain konstan.
Dikaji ulang plan dari model skalar motor DC yang diberikan dalam Contoh 63 dan 64,
yaitu:
ẋ = −ax + bu (13.86)
dengan biaya
Zt1
1 1
J(t0 ) = p(t1 )x2 (t1 ) + qx2 + ru2 dt. (13.87)
2 2
t0
u∗ = −K ∗ (t)x, (13.88)
dimana
b
K ∗ (t) = p∗ (t) (13.89)
r
dan p (t) memenuhi persamaan Riccati
∗
b2 2
−ṗ(t) = −2ap − p + q. (13.90)
r
Persamaan ini bisa diselesaikan secara analitik untuk memperoleh penyelesaian p∗ (t) diberikan
oleh (13.45) dalam Contoh 64. Nilai optimal dari biaya pada setiap interval [t, t1 ] adalah:
1
J ∗ (t) = p∗ (t)x(t). (13.91)
2
Misalnya tidak diinginkan berhadapan dengan masalah penyimpanan barisan gain op-
timal varian-waktu K ∗ (t). Sebagai penggantinya, misalkan dicoba menggunakan nilai gain
keadaan-steadi (lihat Contoh 64), yaitu:
b a p
K∞ = P∞ = ( 1 + γ − 1) (13.92)
r b
dengan
b2 q
γ= (13.93)
a2 r
sedangkan hukum umpanbalik konstan diberikan oleh
u = −K∞ x. (13.94)
Untuk melihat hasil penggunaan umpanbalik sederhana ini, diselesaiakan (13.85). Per-
samaan ini adalah:
2
−ṗ(t) = 2ac p + K∞ r + q, (13.95)
dengan matriks loop-tutup ac adalah:
p
ac = −a − bK∞ = −a 1 + γ. (13.96)
Catatan penyelesaian limit dari p(∞) dan p∗ (∞) keduanya diberikan oleh:
ar p
p(∞) = ( 1 + γ − 1), (13.99)
b2
pada interval takhingga [0, ∞) biaya optimal mempunyai nilai yang sama baik digunakan
umpanbalik optimal dalam (13.89) ataupun dalam (13.92). Ini berarti bahwa sepanjang
interval kontrol [t0 , t1 ] menjadi lebih besar hal ini membuat semakin berati untuk meng-
gunakan umpanbalik konstan K∞ . Hal ini juga tampak pada Gambar 13.1.
Disini didiskusikan suatu pendekatan lain terhadap disain kontrol keadaan-steadi dengan
tidak meyelesaiakan persamaan aljabar Riccati (13.54). Misalkan (A, B) dapat-distabilkan
dan (A, C) dapat-diamati dengan demikian kondisi Teorema 29 dipenuhi. Diinginkan un-
tuk menunjukkan bahwa sebagai pengganti dari menyelesaikan persamaan aljabar Riccati
(13.54)untuk P∞ dan kemudian menggunakan (13.55) untuk mendapatkan gain keadaan-
steadi K∞ , dapat ditentukan P∞ , K∞ dan pole-pole loop-tutup secara langsung dari ma-
triks H dalam sistem Hamiltonian:
ẋ A −BR−1 B ′ x x
= ′ ≡H (13.101)
λ̇ −Q −A λ λ
ẋ = (A − BK∞ )x ≡ Ac x, (13.102)
dengan K∞ gain Kalman keadaan-steadi adalah tepat sama dengan nilaieigen stabil dari
H
Berikut ini diturunkan sifat khusus dari H. Misalkan
0 I
J= . (13.103)
−I 0
Hv = µv,
diperoleh
H′ Jv = −µJv.
Jadi
(Jv)′ H = −µ(Jv)′
terlihat bahwa −µ adalah nilaieigen dari H dengan vektoreigen kiri Jv. Ini berarti bahwa
H mempunyai sebanyak n nilaieigen stabil serta sebanyak n nilaieigen takstabil yang meru-
pakan pencerminan pada titik pusat dalam bidang kompleks.
Bentuk (13.101) dan (13.102) adalah cara ekivalen untuk mengkarakterisasi kedinamikan
loop-tutup dalam pengaruh kontrol optimal pada interval waktu takhingga [0, ∞). Teo-
rema 29 menjamin kestabilan (13.102). Oleh karena itu dapat ditunjukkan bahwa nilaieigen
dari sistem loop-tutup optimal adalah tidak lain dari pada n nilaieigen stabil dari H. Untuk
membuktikan hal ini, misalkan µi adalah suatu nilaieigen dari sistem loop-tutup optimal.
Maka bila hanya mode µi yang berperan dan karena λ(t) dan u(t) adalah linier dalam x(t),
maka didapat:
dengan vektor-vektor Xi , Ui dan Λi tidak nol. Gunakan ini dalam ẋ = Ax + Bu, didapat:
Menurut (13.56)
Ui = −K∞ Xi , (13.107)
sehingga
(µi − (A − BK∞ ))Xi = 0 (13.108)
terlihat bahwa µi adalah suatu nilaieigen dari sistem loop-tutup dengan vektoreigen Xi .
Selanjutnya, ditinjau sistem Hamiltonian (13.101). Dari persamaan (13.104) dan (13.106)
diperoleh:
Xi Xi
µi =H .
Λi Λi
Terlihat bahwa, µi juga suatu nilaieigen dari H dengan vektoreigen (Xi′ Λ′i )′ .
Teorema 29 mengatakan bahwa sistem loop-tutup adalah stabil, jadi nilaieigen dari
loop-tutup optimal adalah n nilaieigen stabil dari H.
Gain umpanbalik optimal bisa ditentukan dari struktureigen H. Untuk melihat hal
ini, misalkan bahwa nilaieigen-nilaieigen dari loop-tutup optimal adalah sederhana. Maka
(13.23) menunjukkan bahwa untuk setiap i berlaku
Ui = −R−1 B ′ Λi .
K∞ Xi = R−1 B ′ Λi .
K∞ = R−1 B ′ ΛX −1 . (13.109)
Hasil ini memberikan gain Kalman keadaan-steadi dalam bentuk struktureigen dari H.
Bila µi kompleks, maka gain yang diperoleh lewat cara ini juga kompleks, jadi tidak bisa
diimplementasi. Dalam kejadian ini kompleks konjugate dari µi yaitu µ∗i juga nilaieigen
dan menurut (13.109) gain harus memenuhi
dimana 1
2
− 2j
L= 1 j
2 2
√
dengan j = −1. Jadi diperoleh:
K∞ Re(Xi ) Im(Xi ) = R−1 B ′ Re(Λi ) Im(Λi ) (13.110)
dimana Re(.) dan Im(.) masing-masing menyatakan bagian real dan imajiner dari suatu
bilangan kompleks. Jadi, bila µi kompleks adalah perluh untuk menggunakan bagian real
dan imajiner dari vektor-vektor Xi dan Λi dalam persamaan (13.109) sebagai pengganti
vektor-vektor kompleks itu sendiri. Jadi hal ini akan memberikan suatu gain K∞ real.
Telah ditunjukkan bahwa pole-pole sisteme loop-tutup optimal (13.102) adalah n pole
stabil dari sistem Hamiltonian (13.101). Lagipula vektoreigen yang berkaitan dengan ni-
laieigen µi dari plan loop-tutup diberikan oleh Xi yang merupakan separuh dari vektoreigen
H.
Tambahanpula, sebagai pengganti menyelesaikan persamaan aljabar Riccati untuk P∞
dan kemudian menyelesaikan (13.55), gain umpanbalik optimal keadaan-steadi dapat diten-
tukan dengan cara mendapatkan nilaieigen stabil µi dari matriks Hamiltonian H dengan
vektoreigen yang terkait diberikan oleh (Xi′ Λ′i )′ , selanjutnya menghitung K∞ menggu-
nakan (13.109).
Dari (13.109) dan (13.55) jelas bahwa bahwa penyelesaian aljabar Riccati dengan struk-
tureigen dari H diberikan oleh
P∞ = ΛX −1 . (13.111)
Bila suatu pole-loop tutup µi adalah kompleks, maka dalam (13.109) dan (13.111)
bagian real dan bagian imajiner dari vektor-vektor yang terkait yaitu Λi dan Xi harus
digunakan untuk memperoleh K∞ real dan P∞ . Bila nilaieigen dari loop-tutup optimal
tidak sederhana, maka perlu menggunakan vektoreigen tergeneralisasi dalam penghitungan
K∞ dan P∞ .
Perlu dicatat bahwa bila matriks bobot-keadaan Q adalah nol, maka
A −BR−1 B ′
H= . (13.112)
0 −A′
Dalam kasus ini, nilaieigen dari H adalah pole-pole dari A dan pole-pole dari −A. Jadi
untuk memperoleh nilai eigen keadaan-steadi optimal hanya dibutuhkan pole-pole stabil
dari A bersama-sama dengan pole-pole takstabil dari negatif A. Ini juga adalah pole-pole
loop-tutup optimal dalam limit bila matriks bobot-kontrol R menuju takhingga.
Contoh 68 Disain struktureigen LQR untuk sistem yang memenuhi hukum Newton
Dalam Contoh 65 persamaan aljabar Riccati diselrsaikan untuk memperoleh gain Kalman
keadaan-steadi untuk sistem yang memenuhi hukum Newton:
0 1 0
ẋ = x+ u, (13.113)
0 0 1
′
dimana keadaan x = p v dengan p(t) posisi, v(t) kecepatan dan kontrol u(t) adalah
suatu masukan percepatan. Dalam contoh ini diinginkan untuk mengilustrasikan disain
struktureigen LQ sistem yang memenuhi hukum Newton ini.
Misalkan indeks perilakunya adalah
Z∞
1
J= x′ Qx + u2 dt (13.114)
2
0
dengan 2
qp 0
Q= .
0 qv
Karena polinomial ini genap, maka bila s adalah suatu akar dari polinomial tsb., maka −s
juga akar dari polinomial. Selanjutnya misalakn s̄ = s2 , sehingga diperoleh
Asumsikan bahwa qp > qv /2, hal ini memberikan suatu pasangan akar-akar kompleks
takstabil s̄1 dan s̄2 dengan frekuensi dan damping rasio masing-masing diberikan oleh
qv
ω̄ = qp , ξ¯ = − . (13.118)
2qp
Jadi
s̄1 = ω̄ej θ̄1 , s̄2 = ω̄ej θ̄2 (13.119)
dengan
¯
−θ̄2 = θ̄1 = − cos−1 (ξ). (13.120)
√ √
Pole-pole dari sistem Hamiltonian adalah ± s̄1 dan ± s̄2 atau
√ θ̄1 √ θ̄2
ω̄e±j 2 , ω̄e±j 2 . (13.121)
Karena √
α 1 + cos α
cos( ) = √ (13.122)
2 2
maka dari itu terlihat bahwa sistem Hamiltonian mempunyai empat pole yang terkait
dengan dua pasang kompleks dengan frekuensi natural dan rasio damping masing-masing
adalah q
√
ωn = qp , ξ = ± 1 + qv /2qp . (13.123)
Telah ditunjukkan bahwa pole-pole loop-tutup tidak lain adalah pole-pole stabil dari
H, jadi pole-pole ini berkaitan dengan pasangan kompleks stabil yang diberikan dalam
(13.123) (yaitu, damping rasion positif). Hasil ini sesuai dengan yang dibahas dalam
Contoh 65. Sekarang kelihatan jelas bagaimana memilih bobot dalam indeks perilaku
yang mempengaruhi perilaku loop-tutup. Catatan, bila tidak digunakan bobot kecepatan
rasio damping menjadi bernilai √12 .
Untuk menentukan gain umpanbalik optimal didapatkan vektoreigen H dan gunakan
(13.109). Karena plan adalah masukan-keluaran tunggal, maka digunakan suatu cara seder-
hana untuk pole-pole loop-tutup yang dikenal sebagai formula Ackerman. Diperoleh
dimana e′n adalah baris terakhir matriks satuan berukuran n × n, △h (s) adalah polinomial
loop-tutup yang diharapkan dan Un adalah matriks keterkontrolan yang diberikan oleh
0 1
U2 = B AB = . (13.125)
1 0
hasil yang diperoleh ini tepat sama dengan apa yang didapat dalam Contoh 65.
Zt1
J= dt = t1 − t0 . (13.129)
t0
ẋ = f (x, u) (13.130)
dari suatu keadaan awal x(t0 ) ∈ Rn ke suatu keadaan akhir tertentu x(t1 ) dengan waktu-
minimum. Maka Hamiltoniannya diberikan oleh
H = 1 + λ′ f (x, u) (13.131)
dengan P (t1 ) ≥ 0, Q ≥ 0, R > 0 dan waktu akhir t1 bebas. Tidak ada pembatasan pada
keadaan akhir, jadi tujuan dari pengontrolan adalah membuat keadaan akhir cukup kecil
sekali. Berkaitan dengan 21 (t1 − t0 ) muncul dalam integral diinginkan untuk menyelesaikan
hal ini didalam suatu perioda yang singkat.
Ini adalah suatu macam indeks perilaku yang menginjinkan untuk suatu pertukaran di-
antara tujuan meminimumkan waktu dengan suatu harapan mejaga keadaan dan kontrol
kecil. Jadi bila dipilih Q dan R lebih kecil, suku 12 (t1 − t0 ) dalam indeks perilaku san-
gat besar pengaruhnya, dan kontrol mencoba untuk membuat waktu-transit lebih kecil.
Dinamakan ini masalah LQ waktu-minimum.
Disini ditunjukkan bahwa waktu optimal t1 dapat ditentukan menggunakan dP dt
dengan
P (t) adalah penyelesaian persamaan Riccati.
Hamiltionian H adalah
1 1 ′ 1
H= + x Qx + u′Ru + λ′ (Ax + Bu), (13.137)
2 2 2
dengan λ(t) adalah ko-keadaan. Persamaan Eulernya adalah
−λ̇ = A′ λ + Qx (13.138)
0 = Ru + B ′ λ, (13.139)
diperoleh
u(t) = −R−1 B ′ λ. (13.140)
Perhatikan bahwa dalam khasus ini dx(t1 ) dan dt1 adalah taknol, tetapi keduanya tidak
saling bergantungan dalam situasi ini kondisi akhirnya dalah
Bahkan, karena sistem dan indeks perilaku secara langsung tidak bergantung pada t, maka
untuk semua t
H(t) = 0. (13.143)
Perlu dicatat berkaitan dengan (13.143) bahwa hal ini adalah masalah nilai batas yang
sama dengan masalah LQR loop-tutup yang telah diselesaiakan pada bagian sebelumnya
dengan hasil penyelesaian optimal. Tentunya disini ini menghadapi kesulitan dengan waktu
akhir t1 takdiketahui.
Untuk memperoleh waktu akhir t1 , ditinjau ulang bahwa untuk semua waktu t
λ = Px (13.144)
u = −R−1 B ′ P x. (13.145)
Gunakan kedua persamaan ini pada t = t0 dan dengan melibatkan persamaan (13.143),
didapat
0 = H(t0 )
(13.146)
= 12 + 21 x′ (t0 ) [P BR−1 B ′ P + Q + (P A + A′ P ) − 2P BR−1 B ′ P ] x(t0 ).
x′ Ṗ (t)x = 1. (13.148)
t0
Disain masukan-dibatasi
Pada bagian ini dikaji suatu strategi kontrol yang secara mendasar berbeda dengan kajian-
kajian yang terdahulu.
Bila sistem linier yang dikaji berbentuk
ẋ = Ax + Bu (13.149)
Ψ(x(t1 ), t1 ) = 0 (13.153)
dengan Ψ ∈ Rp . Kondisi umum akhir ini mancakup hal dimana keadaan akhir sama dengan
suatu nilai tertentu.
Oleh karena itu disyaratkan suatu kontrol dengan besar memenuhi pembatasan berikut
|u(t)| ≤ 1 (13.154)
untuk semua t ∈ [t0 , t1 ]. Pembatasan ini berarti bahwa setiap komponen dari vektor-m
u(t) harus mempunyai besar tidak lebih dari 1. Bila pembatasan dari komponen u(t) tidak
bernilai 1, maka menskala kolom matriks B yang sesuai untuk memperoleh pembatasan
sebagai mana yang diberikan dalam (13.154)
Persyaratan seperti yang diberikan dalam (13.154) muncul dibanyak masalah dimana
besarnya kontrol dibatasi berkaitan dengan pertimbangan fisika. Misalnya, gaya dorong
suatu roket tertentu mempunyai nilai seminimum mungkin begitu juga voltage dinamo
dari suatu motor DC.
Masalah kontrol yang disajikan ini adalah mendapatkan suatu kontrol u(t) yang mem-
inimumkan J(t0 ) yang memenuhi (13.150) pada semua waktu dan mengarahkan suatu
keadaan awal x(t0 ) yang diberikan ke keadaan akhir x(t1 ) yang memenuhi (13.153) untuk
suatu fungsi Ψ yang diberikan.
Secara intuisi, untuk meminimumkan waktu strategi kontrol optimal tanpak menggu-
nakan usaha maksimum (yaitu plus atau minus 1) pada keseluruhan interval waktu. Hal
ini akan diformalisasikan. Bila suatu komponen kontrol diambil pada suatu nilai di batas
daerah yang dipertimbangkannya (yaitu ±1) hal ini dikatakan tersaturasi.
Persamaan Hamiltoniannya adalah
Tujuaannya adalah menentukan u(t) dengan pembatasan diberikan oleh (13.154) sedemikian
∂H
hingga H(t) minimum. Secara sederhana ini tidak bisa menggunakan kondisi = 0
∂u
dikarenakan fakta bahwa minimum dari H(t) terhadap u(t) bisa dicapai diluar daerah
yang dipertimbangkan.
Pontryagin dan rekan-kerjanya sudah menujukkan bahwa dalam kasus kontrol dibatasi
dengan kondisi stasioner diganti dengan kondisi yang lebih umum tetap memberikan hasil
yang memadai, hal ini dikenal dengan prinsip minimum Pontryagin, yaitu
untuk semua δu yang dipertimbang dengan δu adalah variasi dari u dan tanda bintang (∗ )
menyatakan nilai-nilai optimal. Hal ini juga bisa ditulis sebagai
untuk semua nilai u yang dipertimbangkan. Ini adalah suatu hasil yang sungguh ber-
dayaguna yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah minimum-waktu masukan-
dibatasi.
mempunyai rank sama dengan n; yaitu bila plan terkontrol oleh setiap komponen ui dari
vektor u ∈ Rm . Kenormalan dari plan dan kenormalan dari masalah kontrol minimum-
waktu adalah ekivalen.
Hasil-hasil berikut adalah dari kerja Pontryagin dan kawan-kawan. Misalkan plan
adalah normal dan diinginkan untuk mengarahkan suatu keadaan awal x(t0 ) yang diberikan
kesuatu keadaan akhir yang diharapkan yaitu x(t1 ) menggunakan pengontrol yang meme-
nuhi (13.154) dengan waktu minimum. Maka:
1. Bila keadaan akhir yang diharapkan x(t1 ) sama dengan nol, maka suatu kontrol mini-
mum-waktu ada (exist) bila plan tidak mempunyai pole-pole dengan bagian real
positip.
2. Untuk setiap x(t1 ) tetap, bila ada suatu penyelesaian masalah minimum-waktu, maka
penyelesaian ini tunggal.
3. Selanjutnya, bila sebanyak n pole dari plan semuanya real dan bila ada kontrol minimum-
waktu, maka setiap komponen ui (t) dari kontrol optimal bisa bergantian berubah
paling banyak n − 1 kali.
Pada akhirnya prinsip minimum menghasilkan suatu ungkapan yang diberikan oleh
(13.162) untuk kontrol optimal u∗ , tetapi ini sulit diselesaikan secara langsung untuk
memberikan kontrol optimal. Sebagai pengganti, akan terlihat bahwa (13.162) menspe-
sifik beberapa hukum kontrol yang berbeda oleh karena itu harus dipilah-pilah diantara
kontrol-kontrol tsb. mana yang optimal. Jadi, prinsip minimum mengharuskan untuk
menguji semua hukum kontrol yang tersaji guna memperoleh keoptimalan.
Untuk mendemontrasikan pengertian-pengertian ini dan menunjukkan bahwa u∗ tetap
bisa diungkapkan sebagai hukum kontrol umpan-balik, ditinjau suatu contoh dimensi-dua
sebab bidang dimensi-dua mudah digambar.
dengan y(t) adalah posisi pada saat t, v(t) kecepatan pada saat t dan masukan u(t) adalah
percepatan pada saat t. Keadaan sistem adalah x(t) = (y(t) v(t))′ .
Untuk kajian ini percepatan masukan u(t) dibatasi sebagai berikut
|u(t)| ≤ 1. (13.168)
Tujuan kontrol adalah membawa sebarang keadaan awal (y(0) v(0))′ ke suatu keadaan
akhir yang diinginkan (y(t1 ) 0)′ dengan waktu minimum t1 . Didefinisikan suatu definisi
posisi sebagai
ȳ(t) = y(t) − y(t1 ), (13.169)
untuk ini dapat
˙ = ẏ(t) = v(t).
ȳ(t) (13.170)
Dalam hal ini secara sederhana didefinisi ulang bidang asal dari (y(t), v(t)) menjadi (y(t1 ), 0),
dengan demikian cukup untuk menentukan kontrol-terbatasi optimal yang mengontrol
keadaan awal (y(0), v(0)) ke keadaan asal dalam waktu minimum. Maka, dalam pelak-
sanaan huum kontrol yang diturunkan hanya dibutuhkan mengganti y(t) dengan y(t) −
y(t1 ).
Jadi keadaan akhir adalah tetap pada
y(t1 )
Ψ(x(t1 ), t1 ) = = 0. (13.171)
v(t1 )
H = 1 + λy v + λv u,
dalam hal ini ko-keadaan adalah λ = (λy λv )′ dan persamaan ko-keadaannya adalah:
λ̇y = 0
λ̇v = −λy .
Karena dt1 6= 0, maka keadaan akhir haruslah memenuhi:
Dalam masalah kontrol optimal waktu ini, harus meminimumkan H dengan pembatas (??).
Pengontrol u(t) yang berpengaruh pada H terdapat dalam λ′ (0)e−At Bu(t), maka dari itu
didefinisikan kontrol optimal sebagai berikut
∗ +1, [λ′ (0)e−At B]i < 0
u (t) =
−1, [λ′ (0)e−At B]i > 0
dengan hukum kontrol linier berbentuk u(t) = Kx. Umpan balik gain K dipilih, kemung-
kinan harus memenuhi kriteria:
dimana Q matriks simetri semi-definit positip dan R matriks simetri definit positip.
Pasangan (C̃ ′ , A) dapat diamati dimana C̃ ′ C̃ = Q.
ẋ(t) = (A + BK)x(t)
Akan ditunjukkan; adalah mungkin meminimumkan bentuk indeks perilaku kuadrat dan
disaat yang sama menjamin bahwa pole-pole dari sistem loop-tutup terletak disebelah kiri
garis ℜ(s) = −α, α > 0. Untuk menyelesaikan masalah ini, didefinisikan suatu linier
regulator yang dimodifikasi sebagai berikut:
dimana pasangan (A, B) dan (C̃ ′ , A) masing-masing terkontrol dan teramati dengan C̃ ′ C̃ =
Q. Didefinisikan
x̂(t) = eαt x(t) dan û(t) = eαt u(t).
Didapat
˙
x̂(t) = (A + αI)x̂(t) + B û(t), x̂(t1 ) = eαt1 x(t1 ), (13.172)
Z∞
1
J = [x̂′ (t)Qx̂(t) + û′ (t)Rû] dt, , (13.173)
2
t1
Jadi untuk sistem (13.172) dengan indeks perilaku kuadrat (13.173), ada û(t) = Kα x̂(t)
sedemikian hingga sistem loop-tutup berikut
˙
x̂(t) = (A + BKα + αI)x̂(t) (13.174)
asimtotik stabil. Dalam hal ini umpan balik gain Kα diberikan oleh
Kα = −R−1 B ′ Pα ,
dimana
Pα (A + αI) + (A′ + αI)Pα − Pα BR−1 B ′ Pα + Q = 0.
Jadi u(t) optimal diberikan oleh
u(t) = Kα x(t)
= −R−1 B ′ Pα x(t).
Dengan demikian karena sistem (13.174) stabil maka sistem (13.175) juga stabil.
stabil?
Jawab
Masing-masing matriks A, B, Q dan R diberikan oleh
√ √
0 0 1 ′ 2 0 2 0 2 0
A= , B= , Q = C̃ C̃ = = dan R = 2.
0 1 1 0 0 0 0 0 0
Bisa diselidiki langsung walaupun (A, B) terkontrol, tetapi (C̃ ′ , A) tak-teramati. Dengan
menggunakan persamaan aljabar Riccati diperoleh matriks P :
−6 −8
P =
−8 16
dengan nilai-karakteristik matriks A+BK adalah −1 sebanyak dua. Jadi sistem loop-tutup
stabil walaupun pasangan (C̃ ′ , A) tak-teramati.
dimana x(t) ∈ Rn×1 , u(t) ∈ Rp×1 , y(t) ∈ Rq×1 dan A ∈ Rn×n , B ∈ Rn×p , C ∈ Rq×n . Dalam
hal ini tertarik untuk mencari kontrol u(t) yang meminimumkan indeks perilaku berbentuk
Zt2
1
J= [y ′(t)Qy(t) + u′ (t)Ru(t)] dt (13.176)
2
t1
dimana mana Q adalah matriks simetri semi-definit positip dan R matriks simetri definit
positip. Disubstitusikan y(t) = Cx(t) kedalam persamaan (13.176) didapat
Zt2
1
J = [(Cx(t))′ Q(Cx(t)) + u′ (t)Ru(t)] dt
2
t1
Zt2
1
= [x′ (t)(C ′ QC)x(t) + u′ (t)Ru(t)] dt (13.177)
2
t1
Bila Persamaan (13.177) dibandingkan dengan hasil-hasil yang telah dibahas diperoleh un-
tuk sistem yang teramati dengan perilaku indeks (13.176) suatu kontrol optimal diberikan
oleh
u∗ (t) = Kx(t) = −R−1 B ′ P x(t),
dimana matriks P memenuhi persamaan Riccati
A′ P + P A − P BR−1 B ′ P + C ′ QC = 0
dimana
0 1 1 1
A= , B= dan C = −1 0 .
1 1 0 1
dimana
1.441 0, 9586
P =
0.9586 2.7967
diperoleh dari menyelesaikan persamaan Riccati. Jadi J minimum adalah
1 ′ 1.441 0, 9586
Jmin = x (0) x(0).
2 0.9586 2.7967
dimana C̃ C̃ ′ = Q dan pasangan matriks (C̃ ′ , A) teramati. Bila u(t) = Kx(t), maka
diperoleh
ẋ(t) = (A + BK)x(t)
dan
Z∞
1
J= x′ (t) [Q + K ′ RK] x(t)dt
2
0
Diperoleh
1
V̇ (x(t)) = − x′ (t) [Q + K ′ RK] x(t)
2
Bila V (x(t)) = 2 x (t)P x(t), maka
1 ′
1 ′
V̇ (x(t)) = [ẋ (t)P x(t) + x′ (t)P ẋ]
2
diperoleh
1 ′ 1
x (t) [(A + BK)′ P + P (A + BK)] x(t) = − x′ (t) [Q + K ′ RK] x(t).
2 2
Dari persamaan terakhir diatas diperoleh persamaan
Matriks P bisa diperoleh dari persamaan (13.178). Sedangkan dari V (x(t)) diperoleh
Z∞
1
V (x(0)) = x′ (t) [Q + K ′ RK] x(t)dt = J
2
0
∂
[x′ (0)P x(0)] = 0.
∂ki,j
1 Bila matriks umpan balik K tak-dibatasi, maka u(t) optimal akan tak tergantung
dari kondisi awal, dalam hal ini didapat
∂P
= 0 untuk semua i, j.
∂ki,j
P didapat dari (13.178) dengan R = 0. Dalam hal ini kasus adalah ketergantungan
pada kondisi awal. Didefinisikan:
1
J¯ = E{J} = E{ x′ (0)P x(0)}
2
dengan faribel random x(0) memenuhi
E{x(0)x′ (0)} = I, dimana I adalah matriks satuan.
Dalam hal ini fariabel random x(0) diasumsikan terdistribusi seragam pada per-
mukaan bola dimensi-n dengan jari-jari tidak sama dengan satu. Diperoleh
1
J¯ = E{J} = E{ x′ (0)P x(0)}
2
1
= E{trace[P x(0)x′ (0)]}
2
1
= trace[P E{x(0)x′ (0)}]
2
1
= traceP.
2
Contoh 72 Diberikan sistem
0 1 0
ẋ(t) = x(t) + u(t).
0 0 1
Diharapkan suatu kontrol optimal berbentuk
u(t) = − k1 k2 x(t)
yang meminimumkan
Z∞
1
J= x21 (t)dt,
2
0
dengan pembatas k1 = 1. Dari persamaan
(A + BK)′ P + P (A + BK) + Q = 0
diperoleh matriks P sebagai berikut
!
1+k22
1
P = k2
1
1 k2
.
2+k22
Dalam hal ini diperoleh traceP = k2
. Selanjutnya dari
∂ J¯ 1 ∂(traceP )
= =0
∂k2 2 ∂k2
√ √
diperoleh k2 = 2. Jadi kontrol optimal adalah u(t) = −[1 2]x(t) dan J¯ = 12 (traceP ) =
√
2.
Pada keadaan stedi bila ẋ(t) = 0 maka limt→∞ x(t) = 0. Diasumsikan suatu gangguan
konstan terjadi pada sistem sehingga sistem (13.179) menjadi
ẋ(t) = Ax(t) + Bu(t) + Υw(t),
(13.183)
y(t) = Cx(t)
Pada keadaan stedi ẋ(t) = 0, kedaan stedi xs (t) mempunyai hubungan sebagai berikut:
atau
xs (t) = −[A + BK]−1 Υw(t). (13.185)
Dari persamaan (13.185) terlihat peranan gangguan w(t) pada keadaan stedi xs (t). Untuk
mengatasi gangguan tsb. ditambahkan u0 pada pengontrol u(t) sehingga diperoleh:
maka dari itu kedaan x(t) akan tetap mencapai nol untuk t → ∞. Dari persamaan (13.187)
diperoleh
u0 = −[B ′ B]−1 B ′ Υw(t). (13.188)
Selanjutnya untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan gangguan, salah satu
cara adalah menggunakan umpan balik integral. Ditinjau lagi sistem (13.179), dimana
x(t), u(t) dan y(t) masing-masing berukuran n × 1, p × 1 dan q × 1. Keluaran y(t) tetap
diharapkan sedapat mungkin mendekati keluaran acuan ya = 0. Diasumsikan sistem
(13.179) terkontrol. Untuk maksud diatas, suatu fariabel z(t) ditambahkan pada sistem
yang diberikan oleh
Zt
z(t) = y(τ )dτ
0
sehingga diperoleh
ż(t) = y(t)
= Cx(t), z(0) = 0. (13.189)
Timbul suatu pertanyaan apakah sistem baru (13.190)terkontrol bila dan hanya bila sistem
(13.179) terkontrol dan rank dari matriks
A B
C 0
sama dengan n + q. Sistem (13.190) terkontrol bila dan hanya bila matriks
B AB A2 B . . . An+q−1 B
U=
0 CB CAB . . . CAn+q−2
dimana
x1 (t)
x(t) = x2 (t) .
x3 (t)
Bisa diselidiki bahwa (A, B) terkontrol. Akan didesain suatu kontroller untuk mengontrol
diviasi, dalam hal ini x1 (t) → 0. Untuk hal ini didefinisikan:
Zt
z(t) = x4 (t) = x1 (τ )dτ.
0
Sehingga diperoleh
x̂˙ = Âx̂(t) + B̂u(t) + Υ̂w(t),
dimana
x1 (t) −0.05 0.1 0 0 0 −0.1
x2 (t) 0 −0.361 0.361 0
x̂(t) = , B̂ = 0 dan Υ̂ = 0 .
x3 (t) , Â = −200 0 −10 0 10 0
x4 (t) 1 0 0 0 0 0
dimana
1 0 0 0
0 0 0 0
Q=
0
dan r = 1
0 0 0
0 0 0 1
dengan Q = C̃ C̃ ′ , dimana
′1 0 0 0
Γ =
0 0 0 1
Lagi, bisa diselidiki bahwa (C̃ ′ , Â) teramati. Jadi sistem loop-tutup bisa didisain stabil.
Selanjutnya dihitung matriks gain K, yaitu K = −r −1 B̂ ′ P , dimana matriks P diperoleh
dari penyelesaian persamaan Riccati:
Â′ P + P Â − P B̂r −1 B̂ ′ P + Q = 0.
Dalam hal ini diperoleh K = −0.5703 −0.1501 −0.0054 −0.9998 sedangkan kontrol
optimal u(t) diberikan oleh
Zt
u(t) = −0.5703x1 (t) − 0.1501x2 (t) − 0.0054x3(t) − 0.9998 x1 (τ )dτ.
0
[1] G.J. olsder and J.W. van der Woude, "Mathematical Systems Theory", Faculty Tech-
nical Mathematics and Informatics Delft University of Technology, the Netherlands,
(1994).
[2] M. Gopal, "Modern Control System Theory", Wiley Eastern Limited, (1984).
[3] C.T. Chen, "Linear System Theory and Design", Holt, Rinehart and Wistons, (1984).
[4] R.E. Kalman, P.L. Falb and M.A. Arbit, "Topics in mathematical system theory",
Tata McGraw-Hill Publishing Company LTD., (1974)
[6] Richard Bronson, "Matrix Operations", International Edition, Schaum’s Outline Se-
ries, (1989).
[7] Elok Widihastuti, "Kajian Kriteria Kestabilan Routh-Hurwitz pada Sistem Linear
Invarian Waktu", Tugas Akhir S1, Jurusan Matematika FMIPA-ITS, (2002)
[8] Nunik Hariyani, "Kajian Dualitas Keterkontrolan dan Keteramatan pada Stabilisasi
Sistem Kontrol Loop Tutup", Tugas Akhir S1, Jurusan Matematika FMIPA-ITS,
(2002)
[9] Fenti Rahayu, "Kajian Realisasi Minimal Fungsi Transfer dari suatu Sistem Linear
Invarian Waktu", Tugas Akhir S1, Jurusan Matematika FMIPA-ITS, (2002)
[10] Leslie M. Hocking, ”Optimal Control An Introduction to the Theory with Applica-
tions”, Clarendon Press-Oxford, (1991).
[11] Frank L. Lewis, ”Applied Optimal Control and Estimation”, Prentice-Hall Interna-
tional, Inc., (1992).
381
382 DAFTAR PUSTAKA
[13] M.R. Spiegel, ”Theory and Problems of Advanced Mathematics for Engineer and Sci-
entists”, Schaumm’s Outline Series, McGraw-Hill International Book Company, Sin-
gapore, (1983).
[14] David G. Leunberger, ”Introduction to Dynamic Systems Theory, Models, and Appli-
cations”, John Wiley & Sons, (1979).
Euler-Lagrange, 17
kontrol otomatik, 2
Lagrangian, 16, 17
perilaku dinamik, 2
persamaan
beda, 1
differensial, 1
sekitar sistem, 1
sistem, 1
diskrit, 1
kontinu, 1
terdistribusi, 1
tergumpal(lumped), 1
383