37-Article Text-54-1-10-20181206
37-Article Text-54-1-10-20181206
ABSTRACT
Adolescence phase refers to a period by which physical, psycology, and intellectual grow and
develop rapidly. In adolescence phase, oneself tends to have a great curiosity, once when they
take inappropriate decision, they will be trapped in a risky state. One of the solutions to
overcome juvenile problem is by conductingHealth Services and Care for Adolescent
(Indonesian: Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja or PKPR). PKPR is health service and care
provided for adolescents.
This study was classified as quantitative analytic methods. According to the time of the study
needed, this study was classified as a cross-sectional study; a study that conducted
simultaneously at one particular time. This study used primary data with health centers as unit
of analysis, consisting of 24 health centers in Gunung Kidul Regency. The results showed that
the variables of SOP and fragmentation significantly influenced implementation of policies
concerning to PKPR.
The officer of PKPR is expected to maintain cooperation with another program officer as the
cross-program is very influential for the success of PKPR program.
Keywords: bureaucratic structure, Health Services and Care for Adolescent(PKPR),
reproductive health.
183
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIAHUSADA | VOLUME 06/NOMOR 02/OKTOBER 2017
ABSTRAK
Masa remaja merupakan periode dimana fisik, psikologi, dan intelektual tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Pada masa remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang sangat
besar, ketika mereka mengambil keputusan yang salah, mereka akan terjebak dalam keadaan
beresiko. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah remaja adalah melalui Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja atau PKPR. PKPR adalah pelayanan kesehatan yang diberikan untuk
remaja.
Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik kuantitatif. Sesuai dengan waktu penelitian
yang dilakukan, penelitian ini diklasifikasikan sebagai studi cross-sectional; sebuah studi yang
dilakukan bersamaan pada satu waktu tertentu. Penelitian menggunakan data primer dengan
Puskesmas sebagai unit analisis, yang terdiri dari 24 Puskesmas di Kabupaten Gunung Kidul.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel SOP dan fragmentasi secara signifikan
mempengaruhi implementasi kebijakan program PKPR.
Saran yang dapat diberikan yaitu petugas PKPR di Puskesmas diharapkan agar bekerjasama
dengan petugas program lain sebagai lintas program karena sangat berpengaruh bagi
keberhasilan program PKPR.
Kata kunci: struktur birokrasi, Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), kesehatan
reproduksi.
184
Pengaruh Struktur Birokrasi Terhadap Implementasi Kebijakan Program Pelayanan.. | FANI MEGA MAULIDIA
185
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIAHUSADA | VOLUME 06/NOMOR 02/OKTOBER 2017
Tabel 2Distribusi Frekuensi Kategori SOP pada Program PKPR di Puskesmas Kabupaten Gunungkidul
Tahun 2016.
Kategori Implementasi Frekuensi Persen (%)
Implementasi baik 10 41,7
Implementasi kurang 12 50,0
Implementasi buruk 2 8,3
Total 24 100,0
Tabel 3Distribusi Frekuensi Kategori Fragmentasi pada Program PKPR di Puskesmas Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2016.
186
Pengaruh Struktur Birokrasi Terhadap Implementasi Kebijakan Program Pelayanan.. | FANI MEGA MAULIDIA
Tabel 4 Hasil Tabulasi Silang Pengaruh SOP dan Fragmentasi terhadap Implementasi Kebijakan
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas Kabupaten Gunungkidul Tahun
2016.
Implementasi
Variabel Total
Baik Kurang Buruk
N % N % N % N %
SOP Jelas 6 85,7 1 14,3 0 0,0 7 100,0
Kurang jelas 4 30,8 9 69,2 0 0,0 13 100,0
Tidak jelas 0 0,0 2 50,0 2 50,0 4 100,0
Fragmentasi Sedikit 10 76,9 1 7,7 2 15,4 13 100,0
Banyak 0 0,0 11 100, 0 0,0 11 100,0
0
Kebijakan pada intinya merupakan suatu perintah atau keputusan eksekutif yang
keputusan atau pilihan tindakan yang secara penting atau keputusan badan peradilan.
langsung mengatur pengelolaan dan Implementasi sering dianggap sebagai
pendistribusian sumber daya alam, finansial, bentuk pengoperasionalisasian atau
dan manusia demi kepentingan publik, yaitu penyelenggaraan aktivitas yang telah
meliputi rakyat banyak, penduduk, ditetapkan berdasarkan undang-undang dan
masyarakat, atau warga negara. Kebijakan menjadi kesepakatan bersama diantara
merupakan hasil adanya sinergi, kompromi, beragam pemangku kepentingan
atau bahkan kompetisi antara berbagai (stakeholders), aktor, organisasi, (publik
gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan atau privat), prosedur, dan teknik secara
yang mewakili sistem politik suatu negara. sinergistis yang digerakkan untuk
Menurut Eystone dalam Wahab bekerjasama yang bertujuan untuk
(2014) bahwa “Antar hubungan yang menerapkan kebijakan kearah tertentu yang
berlangsung diantara unit atau satuan dikehendaki (Wahab, 2014).
pemerintahan dengan lingkungannya” Edward III (1948) mengemukakan ada
merupakan kebijakan publik. empat faktor yang berpengaruh terhadap
Menurut Islamy (2001), keberhasilan atau kegagalan implementasi
menyimpulkan kebijakan publik (public kebijakan. Empat faktor tersebut antara lain
policy) yaitu tindakan yang diterapkan dan meliputi faktor komunikasi, sumber daya
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh (staf, informasi, wewenang, dan fasilitas),
pemerintah yang mempunyai tujuan atau disposisi, dan struktur birokrasi (SOP dan
berorientasi pada tujuan tertentu demi fragmentasi..
kepentingan seluruh masyarakat. Pada Berdasarkan hasil penelitian
hakikatnya kebijakan publik mendasarkan menunjukkan kategori implementasi di
pada paham bahwa kebijakan publik harus Puskesmas Kabupaten Gunungkidul pada
mengabdi kepada kepentingan masyarakat. program PKPR bahwa sebanyak 50,0%
Mazmanian dan Sabatier dalam Puskesmas memiliki implementasi program
Agustino (2008) mendefinisikan PKPR kurang. Sebesar 62,5% mengatakan
implementasi kebijakan sebagai Puskesmas tidak pernah mengikutsertakan
pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, remaja dalam merencanakan program
biasanya dalam bentuk undang-undang kesehatan remaja pada kurun waktu setahun
tetapi dapat juga berbentuk berbagai terakhir. Pada implementasi program
PKPR, remaja merupakan sasaran dalam
187
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIAHUSADA | VOLUME 06/NOMOR 02/OKTOBER 2017
188
Pengaruh Struktur Birokrasi Terhadap Implementasi Kebijakan Program Pelayanan.. | FANI MEGA MAULIDIA
Berdasarkan hasil uji Regresi Logistik dapat membatasi kemampuan para pejabat
Ordinal diketahui bahwa SOP berpengaruh tinggi untuk mengkoordinasikan semua
secara signifikan terhadap implementasi sumber dya yang relevan dalam suatu
program PKPR, yaitu dengan nilai p (0,000) yurisdiksi tertentu, sehingga mengakibatkan
< α (0,05). Hal ini berarti jika SOP jelas pada terjadinya ketidakefisienan serta
pelaksanaan program PKPR maka pemborosan sumber daya yang langka
kemungkinan implementasi program PKPR (Widodo, 2013).
dapat terlaksana dengan baik. Organisasi pelaksana yang
Menurut Widodo (2013) menjelaskan terfragmentasi (terpecah atau tersebar) dapat
jika SOP tidak jelas, baik itu menyangkut menyebabkan distorsi dalam pelaksanaan
mekanisme, sistem dan prosedur kebijakan. Organisasi pelaksana yang
pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas semakin terfragmentasi akan semakin
pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggung membutuhkan koordinasi yang intensif,
jawab diantara para pelaku serta tidak sehingga menimbulkan peluang terjadinya
harmonisnya hubungan diantara organisasi distorsi komunikasi yang dapat
pelaksana maka akan dapat menimbulkan menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan
kegagalan pelaksanaan kebijakan. kebijakan (Widodo, 2013).
JIka SOP jelas, maka akan semakin Berdasarkan pada hasil penelitian
mudah dalam menentukan kebutuhan yang dilakukan di Puskesmas Kabupaten
sumber daya. Selaian itu, semakin jelas SOP Gunungkidul dapat diketahui bahwa
pelaksanaan kebijakan, maka akan semakin sebagian besar Puskesmas yaitu sebanyak 13
memudahkan para pelaku kebijakan untuk Puskesmas (54,2%) mempunyai sedikit
mengetahui, memahami, dan mendalami fragmentasi pada implementasi program
substansi kebijakan baik itu menyangkut PKPR. Sebanyak 75,0% Puskesmas
tujuan, arah, kelompok sasaran, dan hasil mengatakan bahwa kerja sama petugas
apa yang dapat dicapai maupun dinikmati program PKPR dengan petugas program lain
baik oleh para pelaku kebijakan maupun sudah baik, namun ada 45,8% mengatakan
organisasi pelaku kebijakan. Keadaan ini program lain tidak pernah melibatkan
akan memudahkan seseorang dalam kegiatan program PKPR secara bersamaan.
menentukan sikap diri dan organisasinya Edward III (1980) mengemukakan
dalam melaksanakan kebijakan (Widodo, bahwa tidak hanya satu lembaga yang
2013). bertanggung jawab terhadap suatu kebijakan
namun ada beberapa lembaga yang ikut
Fragmentasi
bertanggung jawab. Keterlibatan program
Menurut Edward III (1980) bahwa
lain di Puskesmas sangatlah penting karena
penyebaran tanggung jawab pada satu
dapat menunjang keberhasilan program
lingkup kebijakan diantara beberapa unit
PKPR. Manfaat yang bisa didapat jika
organisasi disebut dengan fragmentasi.
kegiatan dilaksanakan bersama antara lain
Dimensi fragmentasi menurut Widodo
selain mempunyai sasaran yang sama juga
(2013) menegaskan bahwa struktur birokrasi
dapat menghemat waktu.
yang terfragmentasi dapat meningkatkan
Berdasarkan pada hasil uji Regresi
gagalnya komunikasi karena akan
Logistik Ordinal diketahui bahwa
membatasi kemampuan para pejabat tinggi
fragmentasi berpengaruh secara signifikan
untuk mengkoordinasikan semua sumber
terhadap implementasi, yaitu dengan nilai p
daya yang relevan dan akibat lebih lanjut
(0,007) < α (0,05). Hal ini berarti jika
dapat menimbulkan terjadinya
fragmentasi sedikit pada pelaksanaan
ketidakefisienan serta pemborosan sumber
program PKPR maka kemungkinan
daya yang langka.
implementasi program PKPR dapat
Dimensi fragmentasi menegaskan jika
terlaksana dengan baik dibandingkan
struktur birokrasi terfragmentasi maka dapat
dengan adanya fragmentasi yang banyak.
meningkatkan kegagalan komunikasi,
Kerjasama yang baik dari banyak
dimana instruksi yang dijalankan oleh para
orang dapat mendorong keberhasilan
pelaksana akan terdistorsi. Fragmentasi
189
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIAHUSADA | VOLUME 06/NOMOR 02/OKTOBER 2017
implementasi kebijakan, oleh sebab itu, PKPR kurang sebab Puskesmas tidak pernah
fragmentasi dapat merintangi koordinasi mengikutsertakan remaja dalam
yang diperlukan untuk merencanakan program kesehatan remaja
mengimplementasikan suatu kebijakan serta pada kurun waktu setahun terakhir
dapat memicu pemborosan sumber daya Variabel SOP menunjukkan jika SOP
yang terbatas (Widodo, 2013). jelas maka kemungkinan implementasi
Penelitian serupa juga dilakukan oleh program PKPR dapat terlaksana dengan baik
Arsani (2013) dengan judul “Peranan (p=0,000), dan variabel fragmentasi
Program Pelayanan Kesehatan Peduli menunjukkan jika fragmentasi sedikit maka
Remaja (PKPR) terhadap Kesehatan kemungkinan implementasi program PKPR
Reproduksi Remaja di Kecamatan dapat terlaksana dengan baik dibandingkan
Buleleng”. Hasil penelitian antara lain dengan adanya fragmentasi yang banyak
mengatakan bahwa tidak hanya pemegang (p=0,007).
program saja yang menjalankan program
PKPR, tetapi tentunya memerlukan kerja SARAN
sama dengan staf ataupun bagian lain. Kepada Puskesmas agar Agar
Program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), menggunakan SOP yang sudah ada
program PKM (Pendidikan Kesehatan mengenai program remaja sehingga
Masyarakat), program kesehatan gigi, pelaksanaan pelayanan dapat berjalan
program KIA/KB (Kesehatan ibu dan optimal dan supaya membuat SOP rujukan
anak/Keluarga berencana), pelayanan hukum serta sosial selain rujukan medik
poliklinik khususnya pelayanan IMS seperti yang terdapat pada Pedoman Standar
(infeksi menular seksual) dan HIV/AIDS, Nasional PKPR.
pelayanan laboratorium dan P2M
(Pencegahan penyakit menular) merupakan Agar meningkatkan hubungan kerja
staf atau bagian lain yang diikutkan pada sama dengan petugas program lain karena
pelaksanaan program PKPR. Diharapkan peran lintas program sangatlah penting
dengan adanya kerja sama lintas bagian ini, apalagi masalah remaja sangat beragam
maka dapat menunjang keterlaksanaan dan sehingga sangat dibutuhkan keterlibatan
kelancaran kegiatan program PKPR. program lain yang mempunyai tujuan yang
sama. Selain itu juga memperluas kemitraan
SIMPULAN DAN SARAN selain lintas program juga peran lintas sektor
Berdasarkan hasil analisa data dan tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan
pembahasan pada penelitian ini, maka dapat sangatlah mendukung keberhasilan program
disimpulkan bahwa faktor struktur birokrasi PKPR.
yang terdiri dari variabel SOP di Puskesmas
DAFTAR PUSTAKA
Kabupaten Gunungkidul menunjukkan
Agustino, L. (2006). Politik dan Kebijakan
sebanyak 54,2% Puskesmas mempunyai
Publik. Bandung: AIPI Bandung.
SOP kurang jelas karena terdapat SOP
Arsani. (2013). Peranan Program PKPR
rujukan medik saja di Puskesmas dan
terhadap Kesehatan Reproduksi
terdapat SOP tentang rujukan tetapi belum
Remaja di Kecamatan Buleleng.
dilaksanakan. Variabel fragmentasi
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora,
menunjukkan sebanyak 54,2% Puskesmas
2(1), 136.
mempunyai sedikit fragmentasi pada
Depkes RI. (2003). MATERI PELAYANAN
implementasi program PKPR.Hal tersebut
KESEHATAN PEDULI REMAJA
didukung oleh kerja sama petugas program
(PKPR). Jakarta: Departemen
PKPR dengan petugas program lain sudah
Kesehatan RI.
baik, namun program lain tidak pernah
Depkes RI. (2007). Modul Pelatihan
melibatkan kegiatan program PKPR secara
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
bersamaan.Variabel implementasi program
(PKPR). Jakarta: Departemen
PKPR menunjukkan sebanyak 50,0%
Kesehatan RI.
Puskesmas memiliki implementasi program
190
Pengaruh Struktur Birokrasi Terhadap Implementasi Kebijakan Program Pelayanan.. | FANI MEGA MAULIDIA
191
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIAHUSADA | VOLUME 06/NOMOR 02/OKTOBER 2017
192