Anda di halaman 1dari 2

Mengenal Tudung Manto, Penutup Kepala Khas Tanah Melayu Posted by bahan kain April

03, 2023 Kedekatan provinsi Kepulauan Riau dan tanah melayu menciptakan sebuah
harmonisasi budaya dalam keseharian masyarakatnya. Termasuk dalam hal berpakaian. Satu
diantaranya yaitu kain dengan sulaman khas yang disebut tudung manto. Tudung manto
adalah kain penutup kepala khas suku Melayu, diperuntukkan bagi perempuan Melayu
Lingga yang sudah menikah. Bentuknya persegi panjang seperti selendang. Biasanya kain
tudung manto dipakai saat menghadiri acara-acara adat seperti pernikahan. Saat acara
kematian, tudung manto diletakkan di atas keranda tepat di bagian kepala dengan cara
menjuntaikannya dari kanan ke kiri. Sejarah Tudung Manto Dilihat dari namanya, 'Tudung
Manto' berasal dari kata ‘tudung’ yang artinya penutup dan manto bermakna sulaman atau
bordiran yang memanfaatkan kelingkan atau benang khusus. Konon, wanita keturunan
Melayu Daik Lingga mengenal tudung manto tahun 1755, setelah meluasnya pengetahuan
dan keterampilan tenun di beberapa daerah. Seperti di Kampung Mentok, Siak, Sepincan,
Tanda dan Gelam.
Beberapa sumber menyebut bahwa cikal bakal tudung manto sudah ada sejak masa
pemerintahan Sultan Abdullah Muayat Syah. Dikatakan ia pernah memindahkan ibukota
Melayu Johor-Riau ke Pulau Lingga. Sehingga diperkirakan Lingga mempunyai berbagai
fasilitas modern seperti kerajinan tenun dan tekatan. Dan sangat mungkin jika pada masa itu
kain penutup kepala berhiaskan motif khas ini sudah ada. Tetapi sumber lain mengatakan jika
perkembangan tudung manto baru dimulai pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul
Alam Syah (1722-1760). Dan perempuan Melayu di Daik telah memakai penutup kepala
yang disebut melayah atau tudung karena pengaruh budaya Arab dan India. Saat itu,
perempuan setempat sudah membuat beragam jenis kain tenun seperti kain telepol, cindai,
mastuli, cekal dan gramsut. Ada juga kerajinan tangan tekatan untuk membuat tudung manto,
tampokk bantal gandok, tampok banyal empet, tampok bantal teluk buaya dan pengait
kelambu. Ciri Khas Dan Cara Pemakaian Tudung Manto Bentuk penutup kepala ini mirip
selendang, ukuran panjangnya sekitar 150- 200cm dan lebar antara 70-80 cm. Cara memakai
tudung manto pun sangat mudah yaitu dilembarkan di atas kepala. Tudung Manto memiliki
ciri khas berupa hiasan tekat yang dibuat menggunakan genggeng atau kelingkang yaitu
kawat lentur mirip benang dengan warna perak atau emas. Awalnya, kain ini memang hanya
digunakan pada saat-saat tertentu dan kalangan bangsawan saja. Tetapi sekarang tudung
manto kerap dijadikan buah tangan bagi para wisatawan yang berkunjung ke tanah Melayu.
Ragam Motif dan Makna Tudung Manto Seperti kain-kain tradisional dari berbagai daerah
Indonesia, corak pada tudung manto sangat beragam dan berhubungan erat dengan budaya
masyarakat setempat. Intinya tiap simbol yang tergambar pada lembaran selendang khas
Kepulauan Riau ini merupakan sarana pengingat akan norma dan nilai budaya Melayu Daik.
Nilai-nilai tersebut menjadikan tudung manto sebagai kain yang dimuliakan bahkan dianggap
bertuah alias keramat. Sebagaimana bunyi peribahasa Melayu “mulie kaian karne bermakne”
artinya mulia kain karena mengandung makna. Berikut makna dari beberapa motif tudung
manto:
1. Tali air (membentuk garis di sekeliling kain) bermakna kesatuan dan saling memiliki.
2. Motif Tampuk manggis dan bunga melur menuntut setiap orang Melayu Daik untuk
selalu berkata jujur.
3. Bintang-bintang menjadi pengingat untuk berperilaku taat beribadah kepada Allah
SWT.
4. Pecah piring dan kuntum sekaki sebagai simbol pengingat untuk berbuat baik antar
sesama.
5. Itik pulang petang menjadi dasar perilaku tertib dan menjaga kerukunan.
6. Bunga cengkeh, tanjung, dan bunga kundur mengingatkan orang Melayu untuk
menjaga harga diri. Tidak mudah berkata kotor, rendah hati, selalu menepati janji dan
menaati adat Melayu.
7. Bunga Teratai adalah tuntunan bagi sultan agar bisa berlaku adil dan mengutamakan
kesejahteraan rakyatnya.
8. Kembang setaman, jurai, dan oyah mengandung menjadi lambang kegigihan.
9. Buah setandan memiliki banyak keturunan.
10. Kelok paku dan awan larat menunjukkan bahwa kerendahan hati, kekayaan serta
keagungan adalah nilai terpenting orang Melayu Daik.
Proses Pembuatan Tudung Manto Tudung manto dibuat dari kain-kain berkarakteri tipis
seperi kain kasa, sifon, kain sari, dan kain sutra. Hanya terdapat lima variasi warna yaitu
kuning hijau, merah, hitam dan putih. Dahulu, para pengrajin tenun dan tembaga
memproduksi bahan baku tudung manto sendiri. Namun setelah berpindahnya ibukota
Kerajaan Melayu ke Pulau penyengat, mereka membeli kain sari, sutra dan kelingan dari
Singapura atau Malaysia. Hingga saat ini, para penenun Daik masih melestarikan budaya
membuat Tudung Manto menggunakan kain sari dan penangh perak yang diimpor dari India.
Berikut ini rangkaian proses pembuatan Tudung Manto.a
1. Pertama-tama kain ditegangkan dengan bantuan kayu pembidang (panjang 160-170
cm dan lebar 80cm), benang penarik dan kain bantu.
2. Selanjutnya, kain ditarik menggunakan benang wol dan diikatkan pada siba (kain
bantu yang terdiri dari beberapa lapis kain katun).
3. Dilanjutkan dengan menekat kelingkan emas atau perak pada kain. Menekat
kelingkan berarti menyulam kelingkan dengan jarum khusus yang dari perak murni.
4. Motif hias yang pertama dibuat yaitu dua garis disekeliling kain sebagai pembatas
motif. Kedua garis ini disebut tali air atas dan tali air bawah.
5. Antara tali air atas dan bawah digambar motif bunga kaki bawah yang dibuat
tersambung mengelilingi kain. Setelah itu barulah ditambah ragam hias lain untuk
mengisi bidang.
Kurangnya pengetahuan mengenai media sosial dan branding membuat para penekat tudung
manto kesulitan memasarkan produknya. Hingga sebagian besar dari mereka akhirnya
memilih gulung tikar. Pengrajin Tudung Manto asli hanya tersisa satu yaitu keluarga Syarifah
Faridah di Daik, Lingga, Kepulauan Riau.

Anda mungkin juga menyukai