Anda di halaman 1dari 10

TEORI BELAJAR BEHAVIORSME

Pengertian

Teori belajar behaviorisme adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Belajardisebabkan adanya interaksi antara stimulus dengan respon. Dalam belajar, hal yang
terpenting yaitu adanya input (stimulus) dan output (respon). Misalnya, munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Jadi hakikat
dari teori belajar behaviorisme ini adalah teori yang berfokus hubungan stimulus-respon dan
adanya perilaku nyata (Ismail et al., 2019). Menurut (Zulhammi, 2015) teori belajar
behaviorisme adalah teori tentang tingkah laku manusia. Fokus utama dari teori belajar
behaviorisme ini adalah perilaku yang terlihat dan penyebab luar menstimulasinya. Belajar
merupakan perubahan tingkah laku sebagai pengalaman. Belajar menurut teori ini merupakan
akibat adanya interaksi antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respon). Seseorang akan
dianggap telah belajar jika dapat menunjukkan perubahan perilaku. Sedangkan teori belajar
behaviorisme menurut (Putrayasa, 2013) menekankan bahwa dalam belajar yang terpenting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus adalah sesuatu yang
diberikan guru kepada anak, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan anak terhadap
stimulus yang diberikan. Untuk itu, segala sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan
segala sesuatu yang diterima oleh anak (respon) harus dapat diamati dan diukur.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat dipahami bahwa teori belajar behaviorisme memiliki
konsep dasar bahwa belajar merupakan interaksi antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan
(respon). Stimulus ialah rangsangan atau dorongan yang digunakan oleh guru untuk membentuk
tingkah laku, sedangkan respon ialah tanggapan atau kemampuan (pikiran, perasaan, ataupun
tindakan) yang ditunjukkan oleh anak setelah adanya stimulus yang diberikan oleh guru. Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat
terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut

Ciri-ciri Teori Behaviorisme

1. Sangat mengutamakan pengaruh dari lingkungan yang digunakan belajar oleh anak didik.
2. Penganut teori ini memiliki pendapat jika hasil pembelajaran hanya berfokus pada
terbentuknya perilaku dari proses.
3. Teori behavioristik lebih mementingkan adanya pembentukan dari reaksi maupun adanya
suatu respons.
4. Dapat dilihat dengan jelas jika teori behavioristik bersifat mekanis, dengan salah satu
contohnya seperti meminta maaf usai melakukan salah.
5. Anggapan bahwa latihan merupakan hal yang penting, dalam proses pembelajaran dan
tak mengherankan jika cara seperti drilling mudah ditemui di kelas.

Prinsip Teori Beajar Behavioristik


1. Prinsip pertama adalah jika seseorang sudah memperlihatkan perubahan perilaku, maka
bisa disebut sudah belajar. Artinya kegiatan belajar yang tidak membawa adanya perubahan
tidak dianggap mengikuti pembelajaran dalam teori ini.
2. Hal yang paling penting diperhatikan dalam teori ini adalah interaksi antara stimulus dan
respons, karena memang bisa diamati. Beberapa hal lain selain stimulus dan respons tidak
dianggap penting, terlebih jika hal itu tidak bisa diamati.
3.Adanya penguatan atau reinforcement, yang merupakan beberapa hal yang dapat
memperkuat respons. Adanya penguatan dapat berupa penguatan positif dan negatif, jika
kedua hal itu bisa dilihat maka bisa diketahui sampai mana penerapan teori ini berjalan.

Implikas

Jika digambarkan, belajar itu seperti bayi yang sedang mencoba untuk berjalan, makan,
duduk, dan lain sebagainya. Secara naluriah bayi akan bisa melakukan aktivitas-aktivitas seperti
itu, tetapi diperlukan manusia lain untuk mengajarkannya agar aktivitas-aktivitas itu dilakukan
dengan baik. Dengan bantuan manusia lain maka bayi akan memaksimalkan kepandaiannya yang
akan bermanfaat bagi kehidupannya di kemudian hari.

“Belajar” dalam dunia pendidikan merupakan konsep pengetahuan yang banyak


dilakukan oleh pendidik. Guru yang berperan sebagai pendidik atau pengajar akan berusaha
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya atau peserta didik dengan sungguh-
sungguh dan giat. Satu hal yang perlu diketahui dari proses belajar mengajar adalah ilmu
pengetahuan yang didapat dan bertambahnya ilmu pengetahuan hanya salah satu bagian kecil
dari kegiatan untuk membentuk kepribadian seutuhnya.
TEORI BELAJAR SOSIAL KOGNITIF
Pengertian Teori Belajar Sosial-Kognitif
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori
Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Albert
Bandura lahir di kanada pada tahun 1925. Teori kognitif sosial adalah teori yang
menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah
lingkungan sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh pengetahuan, aturan-
aturan, keterampilan-keterampilan, strategi-strategi, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap.
Berdasarkan teori Bandura, faktor kognitif menjadi faktor internal dan lingkungan sebagai
faktor eksternal dalam proses belajar untuk memodifikasi perilaku, dan perilaku manusia
mewarnai interaksi sosial dalam lingkunganya. Dengan demikian, manusia bukan semata-
mata sebagai obyek yang dipengaruhi lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi
lingkungan.
Senanda dengan pernyataan di atas, Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog
berkebangsaan Rusia, mengajukan teori bahwa perolehan pengetahuan dan perkembangan
kognitif seseorang sejalan dengan teori sosiogenesis. Artinya, pengetahuan dan
perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Namun,
hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi
Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi
pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan
sosiokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan
oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial secara aktif pula.
Ciri-Ciri Teori Belajar Sosial Kognitif
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar sosial adalah ciri-ciri
kuat yang mendasarinya yaitu:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan.
2. Mementingkan bagian-bagian.
3. Mementingkan peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus
respon.
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Implikasi Teori Belajar Sosial Kogntif
Menurut Albert Bandura (dalam Ahmad, 2012), sebagian besar perilaku manusia
dipelajari secara observatif lewat modeling, sehingga dengan melihat bagaimana orang lain
berperilaku, maka akan muncul konsep baru yang dipercaya menjadi cara bertindak yang
tepat. Berikut ini cara agar teori sosial dapat berjalan efektif pada pembelajaran yaitu:
1. Perhatian
Anak harus memberikan atensi atau perhatian. Apapun yang mengalihkan perhatian akan
berdampak buruk pada proses pembelajaran sosial. Seperti memberikan pertanyaan yang
sesuai dengan kognisi atau pengetahuan peserta didik sebelumnya.
2. Retensi
Kemampuan untuk menyimpan informasi juga penting. Ada banyak faktor yang
berpengaruh terhadap hal ini, utamanya adalah kemampuan untuk menyerap hal-hal baru.
3. Reproduksi
Setelah memberikan perhatian kemudian menyimpannya, tiba saatnya untuk melakukan
tindakan yang telah dipelajari. Inilah peran penting dari latihan, sehingga perilaku akan
semakin terasah.
4. Motivasi
Tahap terakhir untuk memastikan proses belajar berlangsung lancar adalah motivasi
untuk meniru perilaku yang telah dilihat. Konsep pemberian hadiah atau hukuman bisa
menjadi cara menggali motivasi. Contohnya ketika melihat teman sebaya mendapat hadiah
saat tiba di kelas tepat waktu. Atau sebaliknya, melihat teman dihukum karena terlambat
masuk kelas.
Teori Belajar Konstruktivisme

Pengertian
Teori konstruktivistik menurut pandangan Piaget yaitu, pengetahuan tidak berasal dari
lingkungan sosial dan lebih menekankan pada aktivitas belajar yang ditentukan oleh
pembelajar dan berorientasi pada penemuan sendiri, akan tetapi bukan berarti interaksi sosial
tidak penting dalam proses pembentukan pengetahuan, interaksi sosial berperan sebagai
stimulus agar terjadinya konflik kognitif internal pada diri individu.
Menurut Abibanyu, konstruktivisme adalah pendekatan belajar yang menilai bahwa jika
seseorang bisa membangun pengetahuan sendiri berdasarkan pengalaman orang lain.
Menurut Alan Pritchard and John Woollard, teori kontruktivistik atau konstruksivisme dalam
proses pembelajaran memandang bahwa pembelajar dikatakan telah belajar apabila mereka
mampu membangun atau mengkonstruk pemahaman mereka sendiri tentang dunia di sekitar
mereka dengan cara mengumpulkan informasi dan menafsirkannya serta mengaitkannya
dengan pengalaman yang telah mereka dapatkan sebelumnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivistik adalah teori yang menitikberatkan
peserta didik secara aktif dalam membangun pemahaman mereka terhadap apa yang telah
mereka pelajari dengan cara mengumpulkan informasi dan menafsirkannya serta
mengaitkannya dengan pengalaman mereka sebelumnya.

Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivisme


Twomey Fosnot mendefinisikan konstruktivistik berdasarkan empat prinsip :
a) Belajar tergantung pada apa yang sudah diketahui individu.
b) Individu beradaptasi untuk menyesuaikan ide-ide lama mereka sehingga terbentuk ide-ide
baru.
c) Belajar melibatkan penemuan ide dari pada secara mekanis mengumpulkan serangkaian
fakta. d) Pembelajaran bermakna terjadi ketika kita mempertimbangkan kembali ide-ide lama
dan mencapai kesimpulan baru tentang ide-ide baru yang bertentangan dengan ide-ide yang
kita miliki sebelumnya.
Dalam suatu proses pembelajaran, pengetahuan baru yang akan didapatkan oleh peserta didik
akan sangat tergantung dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki
sebelumnya. Kemudian, dalam proses pembelajaran harus mengandung konteks yang
bermakna yaitu dengan memunculkan ide-ide yang baru. Maka secara garis besar dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari guru ke peserta
didik. Peserta didik harus mengkontruksi pengetahuan mereka secara aktif dan terus menerus,
sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah nantinya dan juga akan memunculkan ide-
ide baru yang akan menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Ciri-ciri Konstruktivisme

Ciri-ciri belajar konstruktivisme yang dikemukakan oleh Driver dan Oldhan (1994) adalah
sebagai berikut:
a) Orientasi, yaitu peserta didik diberik kesempatan untuk mengembangkan motivasi
dalam mempelajari suatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi.
b) Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya denegan jalan berdiskusi, menulis,
membuat poster, dan lain-lain.
c) Restrukturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru,
mengevaluasi ide baru.
d) Penggunaan ide baru dalam setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah
terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e) Review, yaitu dalam mengapliasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi
dengan menambahkan atau mengubah
Paradigma konstruktivistik memandang peserta didik sebagai pribadi yang sudah memiliki
kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kamampuan awal tersebut akan menjadi
dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan
awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya
diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

Contoh Implimikasi Teori Belajar Konstruktivisme

Pada pembelajaran teks deskripsi guru menggunakan media proyektor dan salindia, kemudian
menampilkan sebuah gambar pemandangan pantai Pangandaran. Guru meminta setiap peserta
didik secara bergantian untuk mendiskripsikan satu kalimat mengenai gambar yang
diamatinya. Di sini peserta didik akan melakukan observasi berdasarkan kognifif dan
pengalaman yang mereka ketahui sebelumnya tentang pantai, khususnya pemandangan pantai
Pangandaran yang ditampilkan di layar. Setelah itu, pengetahuan yang peserta didik ketahui
akan diungkapkan kepada guru dan teman-temannya, sehingga di sini akan terjadi diskusi dan
pertukaran informasi yang berbeda, sehingga peserta didik mendapatkan pengetahuan baru
dari interaksi yang dilakukan di kelas. Setelah seluruh informasi diungkapkan, selanjutnya
akan terkonstruk pengetahuan baru secara utuh mengenai deskripsi pantai Pangandaran.
Kemudian, barulah peserta didik dapat menuliskan ide-ide yang didapatnya tersebut dalam
sebuah teks deskripsi setelah melewati proses review dan evaluasi dari masing-masing
peserta didik.
Teori Belajar Humanistik

Pengertian Belajar Humanistik

Terdapat beberapa tokoh humanistik seperti Arthur W.Chomb, Abraham Maslow, dan Carl
Rogers. Arthur W. Chomb (1912-1999) mencurahkan banyak pada dunia pendidikan. ia
mengatakan bahwa belajar punya arti bagi individu. Sedangkan Maslow (1908-1970) yang
dikenal sebagai bapak spiritual, pengembang teori , dan juru bicara paling cakap bagi psikologi
humanistik, Teori pendidikan humansitik Maslow menghendaki suatu bentuk pendidikan baru,
yakni yang diyakini akan memberi tekanan labuh besar pada pengembang potensi seseorang,
terutama potensinya untuk menjadi manusiawi, memahami diri dan orang lain, dalam
mencapai pemenuhan atas kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, tumbuh ke arah aktualisasi
diri.

Teori belajar humanisme adalah sebuah teori yang memanusiakan manusia, di mana seorang
individu dalam hal ini peserta didik dapat menggali kemampuanya sendiri untuk di terapkan
dalam lingkungannya. Berdasarkan teori Abraham Maslow teori humanisme ini lebih
mengedepankan motivasi untuk mengembangkan potensi peserta didik secara penuh (Boeree,
C. G., 2006). Sedangkan menurut Calr Rogers teori humanisme membahas tentang belajar dan
pembelajaran (DeRobertis, E. M., 2006).

Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori
humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan
iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu
peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita
mereka .sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada
peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai
peserta didik sebagaimana adanya. (Hadis, 2006: 72).

Dapat disimpulkan bahwasanya teori belajar humanistik merupakan konsep belajar yang lebih
melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk
mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Peserta
didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi
dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.Psikologi humanistik
memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.

Prinsip - Prinsip Teori Belajar Humanistik


Pendekatan humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai
suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau bahan
ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri mereka
sebagai manusia. Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan
metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran. Roger sebagai
ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu:
(1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah
terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi
pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan
dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman
dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan
orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa
sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan
tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat
ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)

Ciri Khas Teori Belajar Humanistik

Ciri khas teori humanistik sangat mengedepankan konsep memanusiakan manusia. hal ini
sejakan dengan pendidikan humanis yang merupakan proses pendidikan yang berasal dari
pemikiran manusia. Prosesi pendidikan humanisme itu sendiri memiliki pemahaman bahwa
proses pendidikan tidak hanya berdasarkan pada peningkatan intelektual sendiri, akan tetapi
kemampuan untuk mengeksplorasi dan meningkatkan semua potensi (CMuali, 2017:412). Pada
hakikatnya setiap peserta didik memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda. Keberhasilan
belajar akan tercapai apabila pembelajaran dapat menjadikan peserta didik melek terhadap
dirinya sendiri dan lingkungannya. Sehingga tidak menuntut jangka waktu belajar dalam
mencapai pemahaman yang diinginkan. Akan tetapi, lebih menitik beratkan makna dari proses
belajar pada isi atau materi yang dipelajari agar membentuk manusia yang utuh.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

Menurut Perni, N. N., (2019) pengalaman belajar memiliki relevansi dengan seluruh orang yang
ada disekitar kita. Berikut penerapan teori humanisme dalam pembelajaran :

1. Guru dapat memberikan reward kepada peserta didik yang telah berhasil melakukan suatu
hal, agar peserta didik tersebut semakin semangat dan termotivasi dalam pembelajaran.
2. Peserta didik perlu di hindarkan dari tekanan pada lingkungan sehingga mereka merasa
aman untuk belajar lebih mudah dan bermakna.
3. Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuanya agar
peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna.
4. Guru harus memfasilitasi peserta didik dengan memberikan sumber belajar yang variative,
interaktif dalam mendukung kegiatan pembelajaran.

Peran guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing. Peserta didik tidak hanya
sekedar duduk manis mendengarkan materi yang disampaikan oleh gurunya, tetapi peserta
didik juga diharapkan mampu bekerja secara individual dengan cara berkelompok, agar peserta
didik mampu mengeksplorasi bidang-bidang pelajaran, mengusulkan topik-topik pelajaran,
sehingga dapat membantu mewujudkan bakat dan minat-minat yang dimiliki.

Teori humanisme berasumsi bahwa teori belajar apapun baik dan dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu pencapaian aktualisasi diri, pemahaman diri,
serta realisasi diri orang belajar secara optimal. Adapun menurut Assegaf (2011) kriteria bentuk
pendidikan humanisme adalah sebagai berikut:

1. Tersedia fasilitas atau sarana dan prasarana yang memudahkan proses belajar mengajar,
artinya harus tersedia berbagai macam bahan/sumber pelajaran yang diperlukan.
2. Peserta didik diberi kebebasan untuk bergerak di ruang kelas, bebas menyampaikan
pendapat mereka, tidak dilarang berbicara yang berkaitan dengan materi pembelajaran,
dan tidak ada pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan.
3. Terciptanya suasana kelas yang penuh kasih sayang, hangat, hormat dan terbuka, artinya
guru bersedia mendengarkan keluhan peserta didik dengan aman dan mampu menjaga
rahasia peserta didik.
4. Jika ada masalah pribadi dengan peserta didik, guru menangani masalah tersebut dengan
jalan berkomunikasi secara pribadi tanpa melibatkan suatu kelompok.
5. Guru mengamati setiap proses belajar yang dilalui murid dengan membuat catatan dan
penilaian secara individual, dan meminimalisir tes formal.
6. Adanya kesempatan untuk menumbuhkan keprofesionalan guru, dalam arti guru boleh
menggunakan bantuan lain termasuk rekan kerjanya (team teaching).
7. Guru menghargai kreativitas, mendorong prestasi, dan memberikan kebebasan belajar
kepada peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai