Anda di halaman 1dari 47

TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dewasa ini pembangunan di daerah Papua berkembang dengan pesat,
dalam prosesnya juga digunakan bahan bangunan kayu sebagai bahan utama
dalam struktur penopangnya seperti kuda-kuda.

Kayu mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan


bangunan lain seperti warnanya yang alami, eksotik, bahan alami yang dapat
diperbaharui, kuat tarik yang tinggi, meredam suara serta memberi efek hangat.

Dengan mengerjakan tugas besar struktur kayu maka kelebihan-kelebihan


yang terdapat dalam bahan bangunan kayu dapat dimamfaatkan secara
maksimal, aman dan efisien.

I.2 Maksud dan Tujuan


 Maksud
Adapun maksud dalam pembuatan tugas besar ini adalah agar mahasiswa
dapat memahami secara mendetail cara mendesain suatu bangunan yang
bahan utamanya berasal dari bahan bangunan kayu.
 Tujuan
Sedangkan tujuan dalam pembuatan tugas besar ini adalah :
1. Mengetahui cara mendesain bangunan dengan bahan utama kayu
meliputi denah, potongan secara detail.
2. Mengetahui cara mendesain batang tarik, batang tekan, balok
kantilever serta kolom.
3. Mengetahui cara mendesain sambungan menggunakan baut atau
paku.

I.3 Sistematika Penulisan


Dalam penulisan Tugas Besar ini terdiri dari:

 BAB I, membahas tentang latar belakang, maksud dan tujuan dan


sistematika penulisan.
 BAB II, membahas tentang landasan teori yang didalamnya terdapat
kelas kuat kayu, kelas awet kayu, kelebihan serta kekurungan kayu.
 BAB III, membahas tentang perhitungan serta perencanaan dimensi
kayu.
 BAB IV, penutup tentang kesimpulan dan saran.

ANDREN WOUW (20111011)


1
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Kayu
Kayu sebagai hasil tumbuhan hutan merupakan sumber kekayaan alam yang
mengikuti peredam alam dengan rantai bahan yang tidak mengalami perubahan
yang mempengaruhi keseimbangan keadaan entropi maupun peredaran karbon
dioksida (CO2). Sebagai bahan bangunan, kayu dapat diproses dan dikerjakan
dengan mudah, dengan membandingkan energy sedikit dan akhirnya dapat
dirumuskan tanpa merusak lingkungan. Kayu sampai saat ini masih banyak
dicari dan dibutuhkan orang. Diperkirakan pada abad-abad yang akan datang
kayu masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Dari segi mamfaat bagi
kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama yang
menyebabkan kayu selalu dibutuhkan manusia. Membicarakan masalah kayu,
mengerjakan kayu, atau mengkonstruksikan sesuatu kayu berarti harus mengenal
sifat-sifatnya dan mengingat pohon hidup. Kita sebagai pengguna dari kayu yang
setiap jenisnya mempunyai sifat-sifat yang berbeda, perlu mengenal sifat-sifat
setiap tersebut sehingga dalam pemilihan atau penentuan jenis untuk tujuan
penggunaan tertentu harus betul-betul sesuai dengan yang kita inginkan.

II.1.1 Berat Jenis Kayu


Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air
dan zat ekstraktif didalamnya. Berat jenis adalah perbandingan antara
kepadatan kayu dengan kepadatan air pada volume yang sama. Kayu terdiri
dari bagian pada (sel kayu), air dan udara. Ketika kayu dimasukkan keadaan
oven atau dikeringkan maka volume yang tinggal adalah volume bagian
padata dan volume udara saja sedangkan airnya sudah menguap/hilang.
Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan berat jenisnya (BJ). Kayu
mempunyai berat jenis yang berbeda-beda, berkisaran antar BJ minimum
0,2 (kayu biasa) sampai BJ 1,28 (kayu nani). Umumnya semakin tinggi BJ
kayu, semakin berat dan semakin kuat pula kayunya.

II.1.2 Sifat mekanik pada kayu


A. Keteguhan Tarik
Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya
yang berusaha menarik kayu, terdapat dua macam keteguhan tarik,
yaitu:
1. Keteguhan tarik sejajar arah serat dan
2. Keteguhan tarik tegak lurus arah serat

Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik ejajar arah
serat.

ANDREN WOUW (20111011)


2
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

B. Keteguhan Tekan atau Kompresi


Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan
muatan beban. Terdapat dua keteguhan tekan, yaitu :
1. Keteguhan tekan sejajar arah serat dan
2. Keteguhan tekan tegak lurus arah serat.

Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih kecil dari pada
keteguhan kompresi sejajar arah serat.

C. Keteguhan geser
Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-
gaya yang membuat suatu bagian kayu tutur bergeser dari bagian
lain di dekatnya.
Terdapat tiga macam keteguhan geser, yaitu
1. Keteguhan geser arah sejajar serat
2. Keteguhan geser tegak lurus arah serat
3. Keteguhan geser miring.

Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada
keteguhan geser sejajar arah serat.

D. Keteguhan lengkung (lentur)


Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-
gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban
mati maupun hidup selain beban pukulan. Terdapat dua macam
keteguhan lengkung, yaitu:
1. Keteguhan lengkung statis, yaitu kekuatan kayu menahan gaya
yang mengenai secara perlahan-lahan.
2. Keteguhan lengkungan pukul, yaitu kekuatan kayu menahan
gaya yang mengenainya secara mendadak.
E. Kekakuan
Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan
bentuk atau lengkung. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus
elastisitas.
F. Keuletan
Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah
tenaga yang relative besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau
tegangan-tegangan yang berulang-ulang yang melampaui batas
proporsional serta mengakibatkan perubahan yang permanen dan
kerusakan sebagian.
G. Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan kayu menahan gaya yang membuat
tarik atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan
keuletan. Kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan
terhdapat penguasan kayu.
ANDREN WOUW (20111011)
3
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

H. Keteguhan belah
Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-
gaya yang berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang
rendah sangat baik dalam pembuatan sirap dan kayu bakar.
Sebaliknya, keteguhan belah yang tinggi sangat baik untuk
pembuatan ukiran-ukiran (patung). Pada umumnya, kayu mudah
dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) dari arah tangensial.
Karena kayu merupakan bahan bangunan alam maka dari
pohonnya kayu dapat dibentuk berbagai macam ukuran yang berupa
balok dan papan. Di perdagangkan, ukuran kayu umumnya sudah
ditentukan, antara lain (ukuran dalam cm):

Konstruksi bangunan kayu adalah ilmu yang sangat kompleks. tidak


ada penyelesaian yang pasti bagi permasalahan seperti pada ilmu
matematika. Tetapi, ilmu konstruksi kayu mutahir yang berdasarkan
penelitian dan ilmu penegtahuan teknik dapat memberikan
penyelesaian yang optimal dengan menghindari cacat konstruksi
pada setiap bangunan. Konstruksi kayu mengalami perkembangan
luar bisasa sejak perang dunia kedua, walaupun belum demikian
terwujud pada bangunan Indonesia.

II.2 Konstruksi Kuda-kuda


Konstruksi kuda-kuda kayu di Indonesia sangat kuat dalam hal khazanah
arsitektur dan kebudayaan yang beragam-beragam. Konstruksi kuda-kuda
umumnya merupakan suatu konstruksi penyanggah atau pendukung utama dari
atap. Konstruksi kuda-kuda kayu mempunyai syarat tidak boleh berubah bentuk,
terutama jika sudah berfungsi. Beban-beban atap yang harus diterima konstruksi
kuda-kuda kayu melalui gording-gording yang sedapat mungkin
disalurkan/diterima tepat pada titik buhul. Dengan demikian rangka batang dapat
bekerja sesuai dengan perhitungan besarnya gaya-gaya batang dan juga batang
tersebut tidak terjadi tegangan lentur melainkan hanya terdapat tegangan normal
tekan dan tarik. Dimensi konstruksi kuda-kuda kayu umumnya tidak ditentukan
oleh perhitungan yang disebabkan oleh beban saja, melainkan banyak juga yang
ditentukan oleh persyaratan-persyaratan cara tata letak sambung. Perhitungan
harus mempertimbangkan beban-beban yang ada diatap biasa disebut beban
nominal, yaitu beban yang ditentukan dalam pedoman perencanaan pembebanan
untuk rumah dan gedung, SKBI-I.3.53.1987. SNI 03-1727-1989 Tata Beban
perencanaan pembebanan rumah dan gedung atau penggantinya.

Beban nominal yang ditinjau adalah sebagai berikut:

ANDREN WOUW (20111011)


4
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

 D: beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen,


termasuk dinding, atap, plafon, partisitetap, tangga, peralatan layap tetap
 L: beban hidup yang timbul oleh penggunaan gedung, termasuk
pengaruh kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin,
hujan, dan lain-lain.
 La: beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material atau selama penggunaan biasa oleh orang dan
benda bergerak.
 H: beban hujan, tidak termasuk yang diakibtkan oleh genangan air.
 W: beban angin termasuk dengan memperhitungkan bentuk aerodinamik
bangunan dan peninjauan terhadap angin topan, puyuh, tornado bila
diperlukan.
 E: beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau
penggantinya.

Kombinasi Pembebanan

Perencanaan struktur dengan menggunakan kombinasi pembebanan yang


dipakai adalah sebagai berikut:

 1,4D
 1,2D + 0,5La
 1,2D + 1,6La + 0,8 W
 1.2D + 1,3 W + 0,5 La

Karena keterbatasan panjang kayu yang ada perdagangkan maka untuk


suatu konstruksi kayu yang panjang diperlukan adanya sambungan kayu.
Pengertian sambungan kayu adalah dua batang kayu atau lebih yang saling
disambungkan satu sama lain sehingga menjadi ssatu batang kayu yang panjang.
Sambungan kayu tanpa alat-alat sambungan sederhana seperti pengikatan, paku,
pasak, kelam, atau besi strip berfungsi sebagai pengaman pada titik lekat
sambungan.

II.3 Beban yang bekerja pada atap


a. Beban Mati (G)
Diasumsikan bekerja vertical pada tiap titik tepi atas, sendiri terdiri:
1. Berat Penutup atap + gording

2. Beban Pengguna (P)


Karena beban ini kecil sekali pengaruhnya pada kuda-kuda, maka
dapat diabaikan.
3. Beban Sendiri Kuda-kuda (Gk)

ANDREN WOUW (20111011)


5
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Untuk menentukan B.S kuda-kuda dilakukan dengan cara menaksir


terlebih dahulu menggunakan pendekatan sbb.

Dimana:

4. Berat ikatan angina dan alat sambung Gia


Biasanya diambil sebesar 25% dari b.s kuda-kuda. Jadi, besarnya
beban mati adalah:

b. Beban Angin
Tekanan angina tergantung pada bentuk dan tinggi konstruksi serta
besarnya kemiringan atap, dan juga tergantung dari lokasi dimana akan
dibangun.
Bagian bangunan yang berhadapan dengan datangya angin menerima angin
tekan dan dibagian belakangnya menerima angin. Beban angin bekerja pada
bidang yang dikenainya. Pada konstruksi rangka kuda-kuda, beban angina
diasumsikan bekerja di bidang atap pada tiap titik simpul batang tepi atap.
Beban angin terdiri dari:
1. Angin tekan (W)

2. Angin Hisap

Dimana:

ANDREN WOUW (20111011)


6
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

c. Beban Plafon
Untuk bangunan yang ada konstruksi plafon perlu dihitung beban palfon pada
kuda-kuda. Beban plafon dianggap vertical pada tiap titik simpul batang tepi
bawah.

Dimana:

II.4 Peraturan Perencanaan Kolom Kayu Berdasarkan SNI


7973:2013
Peraturan kayu Indonesia, SNI 7973:2013, menggunakan dua metode yang
di adopsi berdasarkan peraturan kayu Amerika Serikat NDS 2012 (AWC,2011).
Dua metode tersebut adalah Allowable Stress Design (ASD) yang diterjemahkan
menjadi Metode Desain Tegangan Izin (DTI), dan Load and Resistance Factor
Design (LRFD) yang diterjemahkan menjadi Metode Desain Faktor Beban
Ketahanan (DFBK). Metode DTI menggunakan prinsip bahwa tegangan yang
terjadi pada komponen struktur atau sambungan kayu tidak boleh melebihi
tegangan terkoreksi. Sementara Metode DFBK berprinsip bahwa kekuatan
terkoreksi dari suatu komponen struktur atau sambungan kayu tidak boleh kurang
dari kekuatan yang dibutuhkan berdasarkan hasil kombinasi pembebanan LRFD.

II.5 Faktor-Faktor Koreksi yang Berlaku dalam Desain Kayu


Tabel 2.1. Faktor-Faktor Koreksi yang Digunakan Untuk Kayu Gergajian

(Sumber : Badan Standarisasi Nasional. 2013)

Han
DTI dan Hanya
y
DFBK DFBK
DTI
Faktor
Fakto
Faktor
Fakt
Faktor

Fak
Fakto
Layan

Fakto
tor

Fakt

Efek
Fak

Luas
F

Fa
r Fa

Fa
or
or

F b' = F b x C C C C C C C Cr - - - 2, 0, λ
D M t L F f i 5 85
u 4
Ft' = Ft x C C C - C - C - - - - 2, 0, λ
D M t F i 7 80

ANDREN WOUW (20111011)


7
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

0
Fv' = Fv x C C C - - - C - - - - 2, 0, λ
D M t i 8 75
8
Fc┴' = x - C C - - - C - - - C 1, 0, -
Fc┴ M t i b 6 90
7
F c' = F c x C C C - C - C - C - - 2, 0, λ
D M t F i P 4 90
0
E' = E x - C C - - - C - - - - - - -
M t i
Emin' = x - C C - - - C - - C - 1, 0, -
Emin M t i T 7 85
6
Berdasarkan SNI 7973:2013 nilai desain acuan ,hasil desain dengan durasi pembebanan
normal dan kondisi kadar air yang sudah ditetapkan, harus dikalikan dengan faktor-
faktor koreksi yang digunakan berdasarkan metode yang digunakan dan jenis
penggunaan kayu tersebut dalam suatu struktur. Faktor-faktor reduksi yang digunakan
dapat dilihat pada Tabel 2.1

ANDREN WOUW (20111011)


8
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.5.1 Faktor Durasi Beban (CD)


Kayu merupakan material yang memiliki sifat mampu memikul beban
maksimum lebih besar dalam durasi yang singkat dibandingkan dengan durasi
pembebanan yang lama. Nilai desain acuan yang dihasilkan merupakan nilai
dengan asumsi durasi beban normal. Yaitu pembebanan beban desain kumulatif
selama kurang lebih sepuluh tahun. Apabila kolom kayu tersebut tidak di desain
untuk menerima beban durasi normal, maka semua nilai desain acuan selain
modulus elastisitas dan kuat tekan tegak lurus harus dikalikan dengan faktor
durasi beban.
Faktor durasi beban hanya digunakan apabila menggunakan metode DTI
saja sesuai dengan ketentuan pada SNI 7973:2013. Nilai faktor durasi beban dapat
dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Faktor Durasi Beban yang Sering Digunakan


Durasi Beban CD Beban Desain Tipikal
Permanen 0,9 Beban Mati
Sepuluh Tahun 1,0 Beban Hidup Hunian
Tujuh Hari 1,25 Beban Pelaksanaan
Sepuluh Menit 1,6 Beban Gempa/Angin
Impak 2,0 Beban Impak
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)

Keterangan :
a) Faktor durasi beban tidak berlaku pada modulus elastisitas acuan,
modulus elastisitas untuk stabilitas balok dan kolom, dan nilai desain
tekan acuan tegak lurus serat yang didasarkan limit deformasi.
b) Faktor durasi beban yang lebih besar daripada 1,6 tidak berlaku pada
komponen struktur yang diawetkan dengan proses tekanan
menggunakan bahan pengawet larut air, atau bahan kimiawi hambat
api. Faktor durasi beban impak tidak berlaku pada sambungan.

ANDREN WOUW (20111011) 12


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.5.2 Faktor Temperatur (Ct)


SNI 7973:2013 menyebutkan bahwa kekuatan kayu dipengaruhi juga oleh
suhunya. Semakin panas suhu kayu tersebut, semakin kecil pula kekuatannya.
Sebaliknya, apabila kayu di dinginkan sampai di bawah temperatur normal,
kekuatannya akan bertambah. Apabila kayu di panaskan hingga temperatur di
bawah 65oC, kekuatan kayu tersebut masih dapat terpulihkan. Namun apabila
suhu kayu melebihi 65oC, maka kayu tersebut akan mengalami kehilangan
kekuatan secara permanen.
Faktor temperatur harus selalu digunakan baik pada metode DTI maupun
DFBK sesuai dengan ketentuan pada SNI 7973:2013. Nilai faktor temperatur
dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Faktor Temperatur Ct
Nilai Kondisi Ct
Desain Kadar o o o
Acuan Air Layan T ≤ 38 C 38 C < T ≤ 52 C 52oC < T ≤ 65oC
Basah atau
Ft, E, Emin 1,0 0,9 0,9
Kering
Fb, Fv, Fc, Kering 1,0 0,8 0,7
dan Fc┴ Basah 1,0 0,7 0,5
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)

II.5.3 Faktor Ketahanan (ɸ)


Faktor ketahanan hanya digunakan apabila menggunakan metode DFBK
saja sesuai dengan ketentuan pada SNI 7973:2013. Nilai faktor ketahanan dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Faktor Ketahanan (ɸ)
Aplikasi Properti Simbol Nilai
Fb ɸb 0,85
Ft ɸt 0,8
Komponen struktur Fv, Frt, Fs ɸv 0,75
Fc, Fc┴ ɸc 0,9
Emin ɸs 0,85
Sambungan (Semua nilai desain) ɸz 0,65
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)

ANDREN WOUW (20111011) 13


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.5.4 Faktor Konversi Format


Faktor konversi format hanya digunakan apabila menggunakan metode
DFBK saja sesuai dengan ketentuan pada SNI 7973:2013. Nilai faktor konversi
format dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Faktor Konversi Format
Aplikasi Properti KF
Fb 2,54
Ft 2,7
Fv, Frt, Fs 2,88
Komponen struktur
Fc 2,4
Fc 1,67
Emin 1,76
Semua sambungan (Semua nilai desain) 3,32
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)

II.5.5 Faktor Efek Waktu (λ)


Faktor efek waktu hanya digunakan apabila menggunakan metode DFBK
saja sesuai dengan ketentuan pada SNI 7973:2013. Nilai faktor efek waktu dapat
dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Faktor Efek Waktu (λ)
Kombinasi Beban λ
1,4(D+F) 0,6
1,2(D+F) + 1,6(H) + 0,5(Lr atau R) 0,6
0,7 apabila L adalah gudang
1,2(D+F) + 1,6(L+H) + 0,5(Lr atau R) 0,8 apabila L adalah hunian
1,25 apabila L adalah impak
1,2D + 1,6(Lr atau R) atau (L atau
0,8
0,8W)
1,2D + 1,6W + L + 0,5(Lr atau R) 1,0
1,2D + 1,0E + L 1,0
0,9D + 1,6W + 1,6H 1,0
0,9D + 1,0E + 1,6H 1,0
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)

ANDREN WOUW (20111011) 14


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Keterangan :
c) Faktor efek waktu, λ, lebih besar daripada 1 tidak berlaku pada
sambungan atau komponen struktur yang diberi perlakuan dengan
vakum tekan dengan bahan pengawet larut air atau kimiawi
penghambat api.
d) Kombinasi beban harus mengikuti peraturan pembebanan bangunan
yang berlaku. Apabila tidak ada peraturan bangunan yang berlaku,
beban nominal dan kombinasi beban yang terkait harus diambil dari
ASCE 7.

II.5.6 Faktor layan basah (CM)


Berdasarkan peraturan kayu Indonesia, kadar air maksimum yang dapat
terkandung pada struktur dengan material kayu untuk jangka waktu lama adalah
19%. Apabila nilai kadar air yang terkandung dalam material kayu tersebut
melebihi 19%, maka nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor layan basah.
Faktor layan basah harus selalu digunakan baik pada metode DTI maupun
DFBK sesuai dengan ketentuan pada SNI 7973:2013. Nilai faktor layan basah
dapat
dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Faktor Layan Basah (CM)


Fb Ft Fv Fc Fc E dan Emin
0,85 1 0,97 0,67 0,8 0,9
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)
Keterangan :

e) Apabila Fb ≤ 8 MPa, maka CM = 1,0


f) Apabila Fc ≤ 5,2 MPa, maka CM = 1,0

II.5.7 Faktor Tusukan (Ci)


Faktor layan basah harus selalu digunakan baik pada metode DTI maupun
DFBK sesuai dengan ketentuan pada SNI 7973:2013. Nilai faktor layan basah
dapat dilihat pada Tabel 2.8.

ANDREN WOUW (20111011) 15


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Tabel 2.8. Faktor Tusukan (Ci)


Nilai Desain Ci
E, Emin 0,95
Fb, Ft, Fc, Fv 0,80
Fc 1,00
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)

II.5.8 Faktor Ukuran (CF)


SNI 7973:2013 menyebutkan bahwa nilai desain acuan tekan untuk batang
gergajian harus dikalikan dengan faktor ukuran. Ketentuan untuk faktor ukuran
disebutkan pada SNI 7973:2013 dengan ketentuan sebagai berikut :
g) Nilai desain lentur, tarik, dan tekan sejajar serat acuan untuk kayu
dimensi yang tebalnya 50,8 mm sampai 101,6 mm yang dipilih secara
visual dikalikan dengan faktor koreksi yang ditetapkan yaitu 1,0
h) Apabila tinggi komponen struktur lentur kayu gergajian yang tebalnya
127 mm atau lebih besar melebihi 305 mm dan dipilah secara visual,
maka nilai desain lentur acuan, Fb, harus dikalikan dengan faktor
ukuran dengan Persamaan 2 sebagai berikut:

𝐶𝐹 = (305/𝑑)1/9 ≤ 1,0 (2)

Dimana : d = lebar penampang kayu seperti yang ditunjukkan pada


Gambar 2.9.
i) Untuk balok dengan penampang lingkaran dan diameter lebih besar
daripada 343 mm, atau untuk balok persegi 305 mm atau lebih yang
dibebani di bidang diagonal, faktor ukuran harus ditentukan sesuai
point diatas berdasarkan balok persegi yang dibebani ekuivalen secara
konvensional yang mempunyai penampang sama.

ANDREN WOUW (20111011) 16


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Gambar 2.1. Posisi d1 dan d2

(Sumber: Badan Standarisasi Nasional. 2013)

II.5.9 Faktor Stabilitas Kolom (CP)


SNI 7973:2013 menyebutkan bahwa pada perencanaan komponen struktur
kolom (batang tekan), faktor akibat stabilitas kolom harus diperhitungkan dengan
ketentuan sebagai berikut :
j) Faktor stabilitas kolom dihitung dengan Persamaan 3 sebagai berikut :

2
1+(𝐹𝑐𝐸⁄𝐹𝑐∗) 1+(𝐹𝑐𝐸⁄𝐹𝑐∗) 𝐹 ⁄𝐹
∗ 𝑐𝐸 𝑐 (3)
𝐶 = − √[

𝑃 ] −
2𝑐 2𝑐 𝑐

Dimana : Fc’ = nilai desain tekan acuan sejajar serat dikalikan


dengan semua faktor koreksi kecuali CP
c = 0,8 untuk kayu gergajian
c = 0,85 unruk pancang dan tiang kayu bundar
c = 0,9 untuk glulam atau kayu komposit struktural
Nilai FcE diperoleh dari Persamaan 4 berikut :

𝐹𝑐𝐸 0,822𝐸𝑚𝑖𝑛𝘍
= (4)
(𝑃 𝑒 ⁄𝑑)2

k) Apabila komponen struktur tekan ditumpu di seluruh panjangnya


untuk mencegah peralihan lateral di semua arah, maka nilai stabilitas

ANDREN WOUW (20111011) 17


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

kolom (CP) = 1,0

ANDREN WOUW (20111011) 18


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.6 Properti Kekakuan Material


Pada sub-bab sebelumnya telah dibahas sifat-sifat dari material kayu yang
diantaranya adalah properti kekakuan material. Properti kekakuan adalah suatu
nilai parameter yang menunjukkan tingkat kekuatan suatu material dalam
memikul gaya luar yang bekerja. Properti kekakuan terdiri dari tiga aspek, yaitu
modulus elastisitas, rasio poisson, dan modulus geser.

II.6.1 Modulus Elastisitas


Modulus elastisitas (Modulus of Elasticity / Young’s Modulus) merupakan
nilai perbandingan antara tegangan dengan regangan yang terjadi pada suatu
material. Dimana tegangan adalah besarnya gaya yang bekerja apabila dibagi
dengan luas penampang material yang menerima beban (N/mm2). Sedangkan
regangan merupakan rasio antara ukuran material sebelum dan sesudah menerima
gaya luar. Secara matematis, modulus elastisitas dapat dituliskan dengan
Persamaan 5 berikut :
𝑃.𝑙0 𝜎 (5)
𝐸= =
𝐴.∆𝑙 𝗌

Ket : E = Modulus elastisitas (MPa)


σ = Tegangan (MPa)
ɛ = Regangan
P = Gaya (N)
A = Luas penampang (mm2)
Δl = Panjang setelah menerima gaya (mm)
l0 = Panjang awal sebalum menerima gayaa (mm)

Modulus elastisitas berfungsi sebagai nilai yang dapat membantu dalam


analisis dan penelitian bersangkutan dengan perencanaan dan pemodelan. Hal
tersebut dikarenakan nilai modulus elastisitas dapat menunjukkan hubungan aksi-
reaksi antara beban yang diterima dengan besarnya translasi yang akan terjadi
pada suatu material. Gambar 2.10 menunjukkan diagram tegangan-regangan.
Dari grafik tersebut dapat diperoleh nilai modulus elastisitas leleh (yield) dengan

ANDREN WOUW (20111011) 19


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

menghitung nilai kemiringan dari kondisi leleh material. Sementara untuk


memperoleh nilai modulus elastisitas ultimit dapat membagikan nilai tegangan
dengan regangan disaat persis sebelum material mengalami

II.6.2 Rasio Poisson


Rasio poisson merupakan nilai perbandingan antara regangan yang terjadi
pada arah lateral dengan regangan pada arah longitudinal. Nilai rasio poisson
menunjukkan besarnya pembengkakan maupun pelangsingan yang akan terjadi
pada suatu material apabila diberi gaya. Contoh termudah dalam menjelaskan
rasio poisson adalah pada kasus ketika material karet ditarik kedua sisinya secara
berlawanan. Material karet tersebut akan mengalami pemanjangan pada arah
longitudinal, dan mengalami pemendekan di arah lateral (pelangsingan). Besarnya
pelangsingan yang terjadi inilah yang dapat diketahui dengan menggunakan
bantuan nilai rasio poisson. Gambar 2.11 menunjukkan sketsa material sebelum
diberi gaya tarik dan setelah diberi gaya tarik. Pada gambar tersebut dapat dilihat
bahwa material mengalami pemanjangan pada arah longitudinal dan pemendekan
pada arah lateral. Nilai dari perubahan bentuk tersebutlah yang dapat diketahui
dari adanya rasio poisson.

ANDREN WOUW (20111011) 20


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Gambar 2.2. Rasio Poisson

Secara matematis, nilai rasio poisson dapat dituliskan dengan Persamaan 6


sebagai berikut :
−𝗌𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
ʋ= (6)
𝗌𝑙𝑜𝑛𝑔𝑖𝑡𝑢𝑑𝑖𝑛𝑎𝑙

Ket : ʋ = Rasio poisson


ɛ = Regangan pada material (bernilai positif apabila memanjang,
dan bernilai negatif apabila memendek)

II.6.3 Modulus Geser


Modulus geser memiliki pengertian dan fungsi yang secara garis besar sama
dengan modulus elastisitas. Perbedaan dari kedua properti kekakuan tersebut
terletak pada arah gaya yang bekerja terhadap penampang. Apabila pada modulus
elastisitas gaya yang bekerja memiliki arah tegak lurus permukaan, maka pada
modulus geser gaya yang bekerja memiliki arah sejajar permukaan material
(geser). Pada Gambar 2.12 ditunjukkan sketksa material yang mengalami
pergeseran akibat adanya gaya geser yang diberikan pada permukaan bagian atas
material.

ANDREN WOUW (20111011) 21


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Gambar 2.3. Modulus geser

Secara matematis, modulus geser dapat dituliskan dengan menggunakan


Persamaan 7 berikut:

𝑃.𝑙0 𝐹𝑣
𝐺= = (7)
𝐴.∆𝑙 𝗌

Ket : G = Modulus geser (MPa)


Fv = Tegangan geser
(MPa) ɛ = Regangan
P = Gaya geser yang bekerja (N)
A = Luas penampang (mm2)
Δl = Panjang perpindahan arah aksial
(mm) L = Panjang material arah lateral (mm)

II.7 Titik Leleh Material Kayu


Umumnya, grafik hasil dari pengujian laboratorium tidak dapat langsung
digunakan sebagai perwakilan dari suatu material. Hal tersebut dikarenakan
adanya faktor luar yang dapat mempengaruhi hasil keluaran dari suatu pengujian.
Oleh karena itu perlu dilakukannya pendekatan dan koreksi pada grafik hasil
pengujian agar dapat diperolehnya hasil yang mendekati dengan kondisi properti
material sesungguhnya.

ANDREN WOUW (20111011) 22


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Titik leleh (yield point) merupakan nilai yang menunjukkan besarnya

tegangan dan regangan maksimum yang dapat diterima material


sebelum

mengalami kondisi plastis. Terdapat berbagai macam metode yang dapat


digunakan untuk memperoleh titik leleh, namun hanya beberapa saja yang umum
digunakan. Berikut merupakan beberapa metode umum yang sering digunakan
pada berbagai negara seperti Amerika Utara, Eropa, Jepang, dan Australia untuk
memperkirakan posisi titik leleh.

II.7.1 Karacabely and Ceccotti Method (K&C)


Metode Karacabely dan Ceccoti mempertimbangkan bahwa posisi titik leleh
berada pada saat beban yang dipikul mencapai ukuran 50% dari beban maksimum
yang dapat diperoleh material.

II.7.2 European Committee for Standardisation (CEN)


Metode CEN memperkirakan titik leleh dengan menggunakan perpotongan
dari dua garis yang ditentukan. Garis pertama merupakan perwakilan dari
kekakuan awal (Kα), yang diperoleh dengan membuat garis lurus memotong titik
10% dan 40% dari beban maksimum pada grafik. Garis tersebut akan memiliki
sudut yang

kemudian dilambangkan dengan α. Garis kedus (Kβ) merupakan garis dengan


sudut sebesar β. Dimana nilai β dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan
8:

tan 𝛽 = 1⁄6 tan 𝛼 (8)

Setelah kedua garis diperoleh, tahap selanjutnya adalah mencari titik potong
dari kedua garis. Dimana titik potong dari kedua garis tersebut akan ditandai
sebagai titik leleh.

ANDREN WOUW (20111011) 23


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.7.3 Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation


(CSIRO)
Pada metode CSIRO, beban leleh merupakan hasil kali antara nilai 40% dari
beban maksimum dengan faktor pengali sebesar 1,25. Titik leleh merupakan
hasil perpotongan antara grafik dengan nilai beban leleh. Gambar 2.15
menunjukkan
posisi titik leleh berdasarkan metode CSIRO.

Gambar 2.4. Posisi yield point berdasarkan metode CSIRO

(Sumber: Munoz, W., Mohammad, M., Salenikovich, A., & Quenneville, P. 2008)

ANDREN WOUW (20111011) 24


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.7.4 Equivalent Energy Elastic-Plastic Curve (EEEP)


Metode ini awalnya dirancang untuk kurva beton dan sistem baja. Gambar
2.16 menunjukkan posisi titik leleh berdasarkan metode EEEP. Tahap awalnya
adalah dengan membuat garis lurus (K) yang memotong titik 0% dan 40% dari
beban maksimum. Setelah itu menentukan besarnya deformasi kegagalan yang
didefinisikan sebagai deformasi pada saat 80% dari beban maksimum. Area di
bawah kurva uji diasumsikan setara dengan area di bawah kurva bilinear.
Kemudian beban leleh dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 9 :

𝑃𝑦
= [∆𝑓𝑎𝑖𝑙𝑢𝑟𝑒− 2𝑤𝑓𝑎𝑖𝑙𝑢𝑟𝑒] 𝑥 𝐾 (9)
𝐾

Dimana :Py = Beban leleh


Δfailure = Deformasi kegagalan

wfailure = Kehilangan energi sampai leleh

Gambar 2.5. Posisi yield point berdasarkan metode EEEP

(Sumber: Munoz, W., Mohammad, M., Salenikovich, A., & Quenneville, P. 2008)

ANDREN WOUW (20111011) 25


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.7.5 Yasumura and Kawai Method (Y&K)


Metode ini menggunakan tiga garis lurus sebagai sarana perhitungan. Beban
leleh diperoleh pada titik potong antara garis pertama dan garis ketiga. Gambar
2.17 menunjukkan posisi titik leleh berdasarkan metode Y&K. Garis pertama
merupakan garis lurus yang memotong 10% dan 40% dari beban maksimal.
Smentara garis kedua merupakan garis lurus yang memotong 40% dan 90% dari
beban maksimum. Dan garis ketiga merupakan translasi searah sumbu-y dari
garis kedua sampai menyinggung kurva.

Gambar 2.6. Posisi yield point berdasarkan metode Y&K

(Sumber: Munoz, W., Mohammad, M., Salenikovich, A., & Quenneville, P. 2008)

II.7.6 5% of Diameter (5% Diameter)


Metode ini merupakan metode yang digunakan pada kayu yang
menggunakan sambungan. Dalam metode ini, garis lurus yang memotong 0% dan
40% dari beban maksimum diberikan translasi searah sumbu-x sebesar 5% dari
diameter sambungan. Titik leleh pada metode ini adalah titik potong antara garis
hasil translasi dengan kurva.

ANDREN WOUW (20111011) 26


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.8 Peraturan Perencanaan Struktur Kayu


Penggunaan kayu sebagai bahan struktur tidak boleh dirancang hanya
berdasarkan pengalaman, perasaan maupun perkiraan. Perhitungan struktur kayu harus
didasarkan atas pengetahuan ilmu gaya. Meskipun demikian dalam perancangan,
penggunaan pengalaman hasil struktur kayu yang telah ada, dapat memberikan arahan dan
pandangan awal yang bermanfaat.
Dengan demikian, mulai penetapan beban yang bekerja, perhitungan gaya-gaya
yang terjadi pada struktur, penetapan ukuran, sambungan dan lain-lain, harus dilakukan
secara rasional dan mengacu pada peraturan serta norma keilmuan yang berlaku.

II.8.1 Aturan Penetapan Pembebanan


Penetapan besarnya muatan-muatan (beban) yang bekerja pada struktur, harus
mengacu pada ketetapan / peraturan yang berlaku, misalnya : Dana Normalisasi Indonesia
NI-02006, NI-02007, Peraturan-peraturan pembebanan yang dikeluarkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum, Tenaga Perum Kereta Api, dan sebagainya.
Menurut kombinasinya, pembebanan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
beban tetap, beban sementara (beban tidak tetap), dan beban khusus. Beban tetap adalah
beban yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan dan beban bergerak yang bersifat tetap
atau terus menerus seperti berat sendiri, tekanan tanah, tekanan air, barang-barang
gudang, kendaraan diatas jembatan, dan sebagainya.
Beban sementara adalah beban yang berlangsung kurang dari 3 bulan dan muatan
bergerak yang bersifat tidak tetap atau terus menerus, sepeti berat orang yang berkumpul
(misalnya : untuk ruangan pertemuan, kantor, dan sebagainya).
Sedang beban khusus adalah beban tetap atau beban sementara yang di tambah
dengan beban yang sifatnya khusus, yaitu beban yang bekerja pada struktur atau bagian
struktur yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan atau penurunan, penurunan
fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperti gaya rem yang
berasal dari keran, gaya sentrifugal, dan gaya dinamis yang berasal dari mesin-mesin serta
pengaruh khusus lainnya.

II.8.2 Ukuran Penampang Balok Minimun


Ukuran penampang balok minimum yang digunakan mengacu pada Pasal 9 dan
Pasal 10 PKKI (Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia), yang isi pokoknya terdapat pada
pernyataan dibawah ini.
PKKI Pasal 9 :

ANDREN WOUW (20111011) 27


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

 Ukuran salah satu sisi (lebar/tinggi) balok kayu yang digunakan sebagai bagian
struktur rangka batang paling kecil adalah 4 cm, dengan luas penampangnya
lebih besar 32 cm2.
 Apabila batang itu terdiri lebih dari satu bagian maka syarat-syarat tersebut
untuk keseluruhan tampang.
 Untuk struktur dengan paku atau perekat, syarat-syarat tersebut tidak berlaku.

PPKI Pasal 10:

 Perhitungan ukuran dan luas penampang akibat adanya perlemahan, pada


batang- batang tarik dan bagian-bagian struktur yang dibebani dengan tegangan
lentur harus diperhitungkan.
 Untuk batang yang menahan tegangan desak, perlemahan akibat alat sambung
tidak perlu diperhitungkan (dengan catatan bahwa lubang tersebut tertutup oleh
alat sambung).
 Tetapi apabila dalam kenyataannya lubang tersebut tidak tertutup, maka lubang
tersebut harus diperhitungkan sebagai perlemahan.

II.8.3 Lendutan Maksimum Yang Di Ijinkan


Penetapan besarnya lendutan yang diijinkan pada struktur kayu, diatur melalui Pasal
12 ayat 5 PKKI, dengan isi pokok sebagai berikut :
 Lendutan maksimum yang diperbolehkan, untuk balok pada struktur terlindung <
L/300 panjang bentang, dengan L adalah panjang bentang.
 Untuk balok pada struktur tidak terlindung < L/400 panjang bentang.
 Untuk balok yang digunakan pada struktur kuda-kuda, misalnya gording, < L/200
panjang bentang.
 Untuk rangka batang yang tidak terlindung < L/700 panjang bentang.

II.8.4 Modulus Elastis Kayu


Pada perencanaan perhitungan batang desak dan batang terlentur beberapa rumus
membutuhkan Modulus Elastis Kayu (dilambangkan dengan huruf E). Modulus Elastis

ANDREN WOUW (20111011) 28


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

diperlukan untuk menghitung perubahan bentuk elastis, besarnya berbeda-beda menurut


kelas kuat kayunya, sebagaimana tersaji pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Besaran Modulus Elastis (E) Kayu Sejajar Serat
Kelas Kuat Kayu Modulus Elastis E (kg/cm2)
I 125.000
II 100. 000
III 80. 000
IV 60. 000

II.8.5 Tegangan Ijin Kayu


Tegangan kayu yang diijinkan (atau sering disebut tegangan ijin) merupakan
besaran (dalam satuan kg/cm2) yang menyatakan tegangan kayu yang diperkenankan
dipakai dalam perhitungan-perhitungan. Tegangan ijin dibedakan menurut gaya yang
bekerja dan arah bekerjanya gaya, yaitu :

Besarnya tegangan ijin tergantung dengan kelas kuat kayu.

II.8.6 Langkah Perhitungan Tegangan Izin


Ada beberapa langkah umum dalam menghitung tegangan ijin kayu, adalah sebagai
berikut :
1. Tentukan jenis kayu yang akan digunakan.
Jenis kayu yang akan dipakai dalam perencanaan dapat diambil dari tabel yang
terdapat pada Lampiran I. Dari tabel tersebut akan diketahui kelas kuatnya dan berat
jenisnya (=g). Apabila terdiri dari beberapa kelas kekuatan, pilih yang terendah (agar
lebih aman).
2. Tentukan Tegangan ijinnya.

ANDREN WOUW (20111011) 29


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Besarnya tegangan ijin bisa ditentukan berdasarkan kelas kuatnya, dapat diambil dari
tabel yang terdapat pada Lampiran II. Bila ragu-ragu mengunakan tabel tersebut, dapat
menggunakan rumus yang terdapat dibawah ini, berdasarkan berat jenisnya.

 lt = 170 g
  ds // = 150 g
 tr //
 ds = 40 g

dengan g = berat jenis kayu.


Lampiran dan rumus tersebut diatas hanya berlaku untuk kayu mutu A. Sedang untuk
kayu mutu B, tegangan ijinnya harus dikalikan dengan faktor   3/4.
3. Tegangan ijin yang diperoleh diatas adalah untuk kayu terlindung, sehingga untuk kayu
yang tidak terlindung, misalnya : selalu terendam air, kadar lengas tinggi, terkena air hujan
dan matahari, maka tegangan ijinnya harus dikalikan dengan faktor 2/3 (  = 2/3). Bila
struktur tidak terlindung namun dapat mengering dengan cepat, misalnya : untuk
jembatan, perancah, maka tegangan ijin harus dikalikan dengan faktor 5/6 (  = 5/6).
Gambar 2. 1 Arah Gaya Terhadap Batang Horizontal

4. Bila sifat muatan struktur kayu berupa beban sementara, maka tegangan ijinnya
harus dikalikan dengan angka 5/4 (g = 5/4).

5. Bila arah gaya batang membentuk sudut  dengan arah serat kayu (Gambar 2.1),
maka tegangan yang diijinkan harus dihitung menurut rumus :

 ds  ds - ( ds -  ds ) sin 


// //

dengan,
 ds = Tegangan ijin desak kayu dengan sudut  terhadap arah serat.

ANDREN WOUW (20111011) 30


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Disamping dengan rumus diatas, juga dapat berdasarkan diagram.

II.8.7 Ukuran Lebar Bentang Pada Batang Terlentur


Di dalam PKKI Pasal 12 tertulis bahwa penetapan ukuran jarak bentang pada
struktur terlentur mengikuti syarat - syarat sebagai berikut :
a. Panjang perletakan dari sebuah balok di atas dua perletakan harus diambil setinggi-
tingginya L/20 jarak antara kedua ujung perletakan. Sebagai jarak bentang harus diambil
jarak antara kedua titik tengah perletakan tersebut dan setinggi - tingginya 1,05 kali jarak
antara ujung perletakan.

b. Apabila perletakan-perletakan berupa sendi, maka sebagai jarak bentang lurus diambil
jarak antara kedua titik sendi tersebut.
c. Jika sebuah balok atau pelat itu merupakan balok tersusun, maka sebagai jarak bentang
masing-masing lapangan harus diambil jarak antara titik tengah-tengah masing-masing
perletakan. Pada balok tersusun masing-masing lapangan dapat dianggap seperti terletak
diatas dua perletakan. Sedangkan tegangan lentur yang diperkenankan untuk balok
tersebut boleh dinaikan 10 %.
d. Pada balok dengan tunjang,
l1 sebagai jarak bentang harus diambil : l = (l1 + l2) / 2.

II.9 Perencanaan Elemen Batang


Dalam merancang struktur kayu, hal penting pertama yang harus di lakukan adalah

l l

menetapkan besarnya gaya yang bekerja pada batang, kemudian menetapkan besarnya
tegangan ijin kayu dengan memperhatikan kondisi struktur serta pembenannya. Dari hasil
tersebut, dengan memperhitungkan perlemahan-perlemahan akibat alat-alat sambung (jika
ada), luas batang yang dibutuhkan diperoleh, serta ukuran (dimensi) batang dapat
ditentukan.
Setelah langkah-langkah tersebut di laksanakan, maka sambungan-sambungan kayu
yang diperlukan dapat di rencanakan. Hal terakhir yang harus dilaksanakan adalah kontrol
terhadap defleksi maksimumnya., maka perancangan harus diulangi dari awal, dengan
cara merubah ukuran batangnya berdasarkan berdasarkan defleksi maksimumnya (dapat
juga berdasarkan tegangan ijinnya, dengan merubah jenis kayu yang dipakai).

ANDREN WOUW (20111011) 31


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.9.1 Perencanaan Batang Tarik


Seperti yang telah diuraikan diatas, dalam merancang struktur kayu, hal penting
pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya gaya yang bekerja pada
batang, kemudian menetapkan besarnya tegangan ijin kayu. Berbeda dengan bahan beton
dan baja yang mempunyai tegangan ijin relatif tetap, tegangan ijin kayu berubah-ubah.
Tegangan ijin kayu akan berbeda bila arah serat dan arah gayanya berbeda. Demikian juga
untuk kayu yang sama, tegangan ijin kayu akan berbeda bila mutu kayu, sifat pembebanan
dan keadaan kelengasan berbeda.
Setelah gaya batang yang bekerja diketahui, tinggalah menentukan besarnya ukuran
batang tersebut. Untuk keperluan itu diperlukan ketentuan bahwa besarnya tegangan tarik
yang terjadi harus lebih kecil dari pada tegangan ijin kayu.

Dengan demikian kebutuhan luas penampang besih (netto) akibat gaya tarik , sebesar :

Fnt = P

 tr //

ANDREN WOUW (20111011) 32


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Akibat adanya perlemahan, luas batang tarik (Fnt) tersebut mesti diperbesar
sehingga menjadi luas batang tarik yang sebenarnya dipakai, yaitu sebesar luas brutto (=
Fbr). Tambahan luas disesuaikan dengan macam perlemahan yang terjadi, tergantung pada
jenis sambungan yang dipakai, sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1. Pada sambungan
menggunakan perekat mempunyai besaran Faktor Perlemahan FP = Fbr/Fnt = 1,00, artinya
tidak terdapat pengurangan atau perlemahan luasan akibat pemakaian perekat.
Tabel 3.1. Faktor Perlemahan Akibat Pemakaian Alat Sambung
Macam Alat Sambung Fp = Fbr / Fnt
Perekat 1,00
Paku 1,00 - 1,15
Baut & Gigi 1,20 - 1,25
Kokot & Cincin belah 1,20
Pasak Kayu 1,30

II.10 Perencanaan Batang Desak (Tunggal)


Pada struktur rangka banyak terdapat batang yang menerima beban desak. Dengan
adanya gaya desak maka kemungkinan akan dapat menimbulkan tertekuknya batang.
Besarnya faktor tekuk ini tergantung dari kondisi struktur pendukungnya dan
kelangsingannya. Akibat dua faktor tersebut mengakibatkan perhitungan lebih panjang
(banyak) bila dibandingkan dengan batang tarik, namun pada perencanaan batang desak
pengurangan luas akibat sambungan tidak perlu diperhitungkan.
Besarnya kelangsingan () adalah merupakan hasil bagi antara faktor tekuk (lk)
dengan jari-jari lembam minimum.
lk
 
imin
I min
dengan : imin =
4
Imin = Momen
Fbr Inersia minimun (cm ), nilai terkecil dari Ix maupun Iy.
2
Fbr = Luas penampang brutto (cm ).

Untuk batang berpenampang


1 3
persegi panjang Imin = . b .h
12
Sedang luasnya Fbr = b . h.

ANDREN WOUW (20111011) 33


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Gambar 3.2.
1
b3h
I min
Maka besarnya imin = = 12 = 0,289 b.
Fbr
Dengan demikian jari-jari lembam minimum (imin) untuk batang tunggal, dengan
penampang persegi panjang bekerja kearah sumbu y sebesar : ix = 0,289 b, dengan b
adalah lebar batang.
Besarnya faktor tekuk (lk) tergantung dari kondisi struktur batang. Untuk batang
tekan tertumpu bebas, faktor tekuk sama dengan panjang batang. Terdapat empat kondisi
struktur dengan penetapan panjang tekuk yang berbeda sebagaimana terlihat pada gambar
3.3.
Akibat adanya tekukan batang tidak kuat menahan beban desak, sehingga untuk
mencari tegangannya beban harus dikalikan dengan faktor tekuk (). Besarnya faktor
tekuk dapat diperoleh dari Lampiran III. Besarnya tegangan desak yang terjadi :

 ds // = P
  ds //
Fbr
dengan, P = Gaya desak (kg).

Fbr = Luas penampang brutto, yakni luas penampang tanpa dikurangi


dengan luas perlemahan sambungan, dengan asumsi bahwa lubang
sambungan terisi oleh alat sambung (cm2).
 ds //  Tegangan desak yang terjadi (kg/cm2).

 ds //  Tegangan desak yang diijinkan (kg/cm2).


  Faktor tekuk, besarnya diambil berdasarkan kelangsingannya ().

ANDREN WOUW (20111011) 34


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

P P P P

sendi - sendi bebas - jepit sendi - jepit jepit - jepit


1 1
lk = L lk = 2L lk = L lk = L
2
2 2
Gambar 3.3. Faktor Tekuk.

Untuk mengetahui angka kelangsingan kayu harus diketahui terlebih dahulu ukuran
kayu, padahal dalam perencanaan batang tekan, justru ukuran kayu itulah yang akan
dicari. Untuk itu perhitungan mengarah pada pencarian Iminimum dengan menggunakan
rumus EULER (dengan asumsi angka kelangsingan > 100).
 2 EI
min
P = 2

n.lk

Imin = n.l 2 .P
k
 2 .E
dengan, P = Gaya desak yang bekerja (ton).
n = Angka keamanan (umumnya memakai 5).
E = Modulus elastis (kg/cm2).
lk = Panjang tekuk.
 = 22/7.

ANDREN WOUW (20111011) 35


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Bila,  = 10.

E = 100 000 kg/cm2 (untuk kayu kelas kuat II).


n = diambil 5.
1 P ton = 1000 P kg
1 lk2 m = 10 000 lk2 cm2.
5.l 2 P
5.10000l 2 .1000P 2

k
Imin = k
= 50 . P. lk
10.100000 = 10.100000

ANDREN WOUW (20111011) 36


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

dengan satuan untuk : Imin (cm4), P (ton), lk (meter).


Sehingga untuk kelas kuat :
I E = 125.000 kg/cm2 Imin = 40 . P . lk2.
II E = 100.000 kg/cm2 Imin = 50 . P . lk2.
III E = 80.000 kg/cm2 Imin = 60 . P . lk2.
IV E = 60.000 kg/cm2 Imin = 80 . P . lk2
V E = 40.000 kg/cm2 Imin = 125 . P . lk2
Imin merupakan fungsi dari ukuran penampang,
 Untuk batang berpenampang persegi panjang Imin = 1/12 . h . b3
 Untuk batang berpenampang bulat Imin = 1/64 .  . d4
dengan, d = diameter batang.
Sehingga dengan berdasarkan rumus-rumus di atas ukuran batang (b, h, atau d)
dapat dicari, jika besarnya P, lk, kelas kuat, serta n sudah diketahui.

II.11 Perencanaan Batang Terlentur


Adanya beban merata atau bebat titik diatas gelagar batang akan berakibat
timbulnya lenturan. Dengan kata lain akibat adanya momen pada batang akan
bekerja gaya lentur sehingga mengakibatkan terdesaknya bagian atas dan
tertariknya bagian bawah (untuk momen positif), begitu sebaliknya pada momen
negatif.

Dalam perencanaan batang gaya lentur yang terjadi harus lebih kecil dari pada gaya
lentur yang diijinkan :

ANDREN WOUW (20111011) 37


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

II.12 Perencanaan Batang Yang Menerima Momen & Gaya Normal


Tidak jarang suatu gelagar disamping menerima momen juga menerima gaya
normal. Misalnya pada batang kuda-kuda, disamping menerima momen akibat adanya
beban merata , juga menahan beban berupa gaya batang. Dengan adanya dua beban yang
bekerja pada batang tersebut, maka akan menerima tegangan gabungan secara bersamaan,
yaitu tegangan lentur dan tegangan tarik atau tegangan desak.
1. Bila yang terjadi adalah momen dan gaya tarik, maka tegangan gabungan yang terjadi
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

2. Bila yang terjadi adalah momen dan gaya desak, maka tegangan gabungan yang
terjadi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

ANDREN WOUW (20111011) 38


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Bila batang berpenampang empat persegi panjang dan momen bekerja arah
sumbu x, maka Wx = 1/6 bh2. Untuk merencanakan ukuran balok terlentur, yang
diketahui adalah besarnya momen, tegangan ijin lentur, dan yang akan dicari adalah
ukuran - ukuran batang. Untuk itu hitunglah terlebih dahulu besaran momen tahanan
(W) dengan rumus di atas. Misalnya : b = 1/2 h, maka W = 1/12 h3.

II.13 Sambungan dan Alat Sambung


Sebagaimana pada struktur yang lain, pada struktur kayu juga di perlukan
sambungan. Sambungan dibutuhkan untuk merangkai elemen batang menjadi suatu
struktur. Ada dua macam sambungan yaitu : sambungan titik buhul (yaitu sambungan
untuk merangkai buhul / simpul struktur) dan sambungan perpanjangan (yaitu
sambungan yang dibutuhkan untuk mendapatkan panjang kayu yang sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan).
Karakteristik sambungan kayu (baik sambungan titik buhul maupun sambungan
perpanjangan) tidak kaku artinya bahwa pada sambungan masih terjadi adanya deformasi
atau pergeseran pada sambungan, dengan demikian sifat sambungan tersebut tidak dapat
menahan momen (atau momennya selalu sama dengan nol).
Tiga hal pokok yang harus diketahui tentang sambungan pada struktur kayu, yaitu :

1. Macam dan jenis alat penyambung.


2. Besaran dan arah gaya dari elemen batang yang disambung.
3. Ukuran-ukuran dan jenis bahan dari elemen batang yang akan disambung.
Alat penyambung yang sering digunakan pada struktur kayu adalah perekat, paku, pasak dan
baut. Disamping itu terdapat pula berbagai alat sambung “modern” , sehingga berdasarkan
jenisnya dapat digunakan sebagai berikut :

ANDREN WOUW (20111011) 39


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

1. Sambungan Paku
2. Sambungan Baut
3. Sambungan Gigi
4. Sambungan Perekat Lem
5. Sambungan Pasak (baik pasak kayu maupun pasak besi)

Fungsi alat sambung adalah mengalihkan dan menahan gaya-gaya yang terjadi dari
elemen batang yang satu kepada elemen batang lain yang akan disambung. Macam gaya
yang terjadi dan macam alat sambung, yang biasanya dipakai untuk menahan :

II.13.2 Sambungan Paku


Menurut PKKI Pasal 15 ayat 3, untuk sambungan yang menyimpang dari daftar
yang terdapat pada Tabel 4.1 dapat diapakai rumus dibawah ini :
Tabel 4.1. Beban Yang Dapat Ditahan Oleh Setiap Paku

No. Tebal Diameter Paku Kelangsingan S = Kekuatan 1 Paku Tampang Satu (kg)
Kayu (1/10 mm)  = b/d l/b Bj = 0,3 Bj = 0,4 Bj = 0,5 Bj = 0,6
(mm) Panjang Paku
=b (mm) ds = 75 ds = 100 ds = 125 ds = 150
28/51 (2"BWG12) 7.2 2.5 20 27 34 41
1 20 31/63 (2,5"BWG13) 6.5 3.2 23 31 38 46
34/76 (3"BWG14) 5.9 3.8 25 34 42 51
31/63 (2,5"BWG13) 8.1 2.5 24 33 42 50
2 25 34/76 (3"BWG14) 7.4 3.0 32 40 50 60
38/89 (3,5"BWG16) 6.6 3.6 35 47 59 70
34/76 (3"BWG14) 8.8 2.5 30 40 50 60
3 30 38/89 (3,5"BWG16) 7.9 3.0 38 50 63 75
42/102 (4"BWG17) 6.5 3.4 47 63 78 94
4 35 38/89 (3,5" BWG 16) 9.2 2.5 38 50 63 75
42/102 (3,5" BWG 17) 8.3 2.9 46 61 77 92
5 40 42/102 (3,5"BWG17) 9.5 2.5 46 61 77 92
52/114 (4,5"BWG21) 7.6 2.9 70 94 118 142

Catatan :
Untuk paku yang ukurannya memenuhi syarat sambungan bertampang dua, maka kekuatan
paku menjadi 2xS dari daftar di atas
Syarat-syarat pokok yang harus diperhatikan dalam menggunakan sambungan paku
sebagai berikut :
1. Kekuatan paku tidak dipengaruhi oleh sudut penyimpangan arah gaya dan arah serat.
2. Jika paku digunakan pada struktur yang selalu basah (kadar lengas tinggi), maka
kekauatan paku harus dikalikan 2/3.

ANDREN WOUW (20111011) 40


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

3. Jika digunakan pada struktur tak terlindung, maka harus dikalikan 5/6.
4. Jika beban yang ditahan berupa beban sementara, maka kekuatan paku dapat
dinaikan 25 % (dikalikan dengan 1,25).
5. Apabila dalam satu baris terdapat lebih dari 10 batang, maka kekuatan paku dikurangi
10 % (dikalikan 0,90), dan bila lebih dari 20 batang paku, maka kekuatannya dikurangi
20 % (dikalikan 0,80).
6. Pada struktur dengan sambungan paku, maka paling sedikit di pakai 4 buah paku.
7. Jarak paku minimum harus memenuhi syarat seperti pada Gambar 4.1.
a. Jarak searah gaya :
 12 d untuk tepi kayu yang dibebani.
 5 d untuk tepi kayu yang tidak di bebani
 10 d jarak antara paku dalam satu baris.
b. Jarak tegak lurus arah gaya.

ANDREN WOUW (20111011) 41


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

 5 d untuk jarak sampai tepi kayu.



5 d jarak antara paku dalam satu
baris.

10d 12d

10d 10d

10d

5d
5d
5d 5d
5d
Gambar 4.1. Jarak Sambungan Arah Gaya dan Tegak Lurus
8. Panjang paku minimum seperti terlihat pada Gambar 4.2a dan 4.2b.

b1 b2 b1 b2 b3
b1 b2
b1 = b2 b1 > 1,5b2 b1 = b3 < b2
lpaku > b1 + b2 + 3d lpaku > 2,5.b2 lpaku > 2,5.b2

lpaku > b1 + b2 + 3d
Gambar 4.2a. Panjang Paku Minimum Untuk Struktur Tampang Satu.

b1 b2 b3 b1 b2 b3
b1 = b3 < b2 b1 = b3 < b2

lpaku > 2b1 + b2 + 3d lpaku > 2b2 + b1


ANDREN WOUW (20111011) 42
TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Gambar 4.2b. Panjang Paku Minimum Untuk Struktur Tampang Dua.

ANDREN WOUW (20111011) 43


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

9. Ujung paku yang keluar dari sambungan dibengkokan tegak lurus arah serat,
dengan catatan tidak merusak kayu.

II.13.3 Sambungan Baut


Alat sambung baut merupakan alat sambung yang mudah diadakan bongkar
pasang, tetap masih banyak dipakai walaupun masih banyak kelemahan dan
kekurangannya, diantaranya : efisiensinya rendah (30 %) dan deformasinya besar
(bergesernya sambungan akibat beban), serta perlemahannya cukup besar yaitu sekitar 20
% s/d. 30 %.

Kekuatan sambungan baut, tergantung pada :


1. Kekuatan baut dalam menahan beban.
2. Deformasi atau bergesernya sambungan.
3. Kekuatan ijin kayu.
Persyaratan sambungan telah diatur secara rinci pada PKKI Pasal 14 :
Ayat 1. Alat sambung baut harus dibuat dari baja St-37 (U-23).
Ayat 2. Lubang harus dibuat secukupnya dan kelonggarannya harus lebih kecil dari 1,5
mm.
Ayat 3. Diameter baut paling kecil 10 mm (3/8”), bila tebal kayu lebih besar 8 cm maka
diameter baut minimum 12,7 mm (1/2”).
Ayat 4. Baut harus disertai pelat yang tebalnya minimum 0,3d dan maksimum 5 mm
dengan garis tengah 3d, atau jika mempunyai bentuk segi empat lebarnya 3d.
Jika bautnya hanya sebagai pelengkap maka tebal pelat dapat diambil minimum
0,2d dan maksimum 4 mm.
Ayat 5. Sambungan dengan baut dibagi dalam 3 golongan sesuai dengan klasifikasi
kekuatan kayu (Kelas Kuat I, II, dan III). Agar sambungan dapat memberikan
hasil yang sebaik-baiknya, maka besarnya S untuk b = b/d harus diambil sebagai
berikut :

ANDREN WOUW (20111011) 44


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Golongan I.
Sambungan bertampang satu (b = 4,8).
S = 50 . d . b1 (1 - 0,6 sin ).

S = 240 . d2 (1 - 0,6 sin ).

Sambungan bertampang dua (b = 3,8).


S = 125 . d . b3 (1 - 0,6 sin ).

S = 250 . d . b1 (1 - 0,6 sin ).

S = 480 . d2 (1 - 0,35 sin ).

Golongan II.
Sambungan bertampang satu (b = 5,4).
S = 40 . d . b1 (1 - 0,6 sin ).

S = 215 . d2 (1 - 0,35 sin ).

Sambungan bertampang dua (b = 4,3).


S = 100 . d . b3 (1 - 0,6 sin ).

S = 200 . d . b1 (1 - 0,6 sin ).

S = 430 . d2 (1 - 0,35 sin ).

Golongan III.
Sambungan bertampang satu (b = 6,8).
S = 25 . d . b1 (1 - 0,6 sin ).

S = 170 . d2 (1 - 0,35 sin ).

Sambungan bertampang dua (b = 4,3).


S = 60 . d . b3 (1 - 0,6 sin ).

S = 120 . d . b1 (1 - 0,6 sin ).

S = 340 . d2 (1 - 0,35 sin ).

ANDREN WOUW (20111011) 45


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

dengan, S = Kekuatan sambungan (kg).


 = Sudut antara arah gaya dan arah serat.
b1 = Tebal kayu tepi (cm).
b3 = Tebal kayu tengah (cm).
d = Garis tengah baut, diameter baut (cm).
Ayat 6. Bila dalam sambungan bertampang satu, salah satu batngnya besi (baja) serta
sambungan bertampang dua pelat penyambung besi (baja), kekuatan per baut (S)
dapat dinaikan 25 %.
Ayat 7. Bila baut dipakai pada konstruksi yang tak terlindung, maka kekuatan S dikalikan
dengan faktor sebesar 5/6. Bila dipakai pada konstruksi yang terendam air, maka
S dikalikan dengan faktor 2/3.
Ayat 8. Untuk konstruksi yang disebabkan oleh kekuatan tetap dan tidak tetap maka
kekuatan dikalikan dengan faktor 5/4.
Ayat 9. Penempatan baut harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Arah gaya searah serat kayu (Gambar
4.6). Jarak minimum :
 Antara sumbu baut dan ujung kayu :
Kayu muka yang dibebani = 7 d dan > 10 cm.
Kayu muka yang tidak dibebani = 3,5 d.
 Antara sumbu baut dalam arah gaya = 5 d.
 Antara sumbu baut tegak lurus arah gaya = 3 d.
 Antara sumbu baut dengan tepi kayu = 2 d.

2d
2d
2d
2d

5d 5d 5d

3,5d untuk gaya desak


7d dan > 10 cm untuk gaya tarik
Gambar 4.6. Sambungan baut yang menerima beban searah serat.

b. Arah gaya tegak lurus arah serat (Gambar


4.7). Jarak minimum :

ANDREN WOUW (20111011) 46


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

Kayu muka yang tidak dibebani = 2 d.


 Antara baut dengan baut searah gaya = 5 d.
 Antara baut dengan baut tegak lurus gaya = 3 d.

5d 2d
5d 5d
5d
2d
7d dan > 10 cm
2d 3d 2d 2d 3d 2d

Gambar 4.7. Sambungan Baut yang menerima Beban Tegak Lurus Arah Serat

2d 2d

2d 2d

5-6d 5-6d 5-6d 5-6d


7d dan > 10 cm 2d

Gambar 4.8. Sambungan baut yang menerima bebat membentuk sudut 


c. Arah gaya membentuk sudut  (antara 00 - 900) dengan arah serat
kayu. Jarak minimum :
 Antara sumbu baut dan tepi kayu.
Yang dibebani searah gaya = 5 d s/d. 6 d.
Yang tidak dibebani = 2 d.
 Antara baut dengan sumbu baut = 5 d s/d. 6 d.
 Antara baut dengan baut searah gaya = 3 d.
Diameter baut yang biasanya ada dipasaran : 3/8” = 0,98 cm.
1/2” = 1,27 cm.

ANDREN WOUW (20111011) 47


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

5/6” = 1,59 cm.

II.13.4 Sambungan Gigi


Pada sambungan titik buhul kayu banyak ditemui sambungan gigi, misalnya pada
kuda-kuda, jembatan rangka dan sebagainya, sebagai pertemuan antara batang tepi
dengan batang diagonal. Sambungan gigi itu berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya
desak. Gaya desak itu akan membentuk sudut  dengan sumbu batang tepi, haruslah
kita usahakan agar bidang-bidang pertemuan kedua batang tersebut serongnya terhadap
arah sama, agar tercapailah tekanan desak maksimum yang ekonomis. Disamping itu kita
usahakan agar gigi itu sekecil mungkin.
Banyak cara untuk membuat arah gigi sambungan, salah satu yang paling ekonomis
dan baik adalah agar gigi dibuat menurut garis bagi sudut luar sambungan (Gambar 4.10).
Didalam perhitungan sambungan gigi, adanya baut dianggap hanya sebagai baut lekat
saja, sehingga tidak diperhitungkan. Baut ini dapat diganti dengan sengkang.
Adapun tentang bentuk dari pada sambungan gigi ada beberapa macam ragam dan
modelnya, diantaranya adalah :
1. Sambungan gigi tunggal.
2. Sambungan gigi rangkap.
3. Sambungan gigi dengan pelebaran.
4. Sambungan gigi dipertinggi
Adapun tentang bentuk dari pada sambungan gigi ada beberapa macam ragam dan
modelnya, diantaranya adalah :
5. Sambungan gigi tunggal.
6. Sambungan gigi rangkap.
7. Sambungan gigi dengan pelebaran.
8. Sambungan gigi dipertinggi

1. Sambungan Gigi Tunggal.


Pasal 16 Ayat 1 PKKI telah menetapkan aturan tentang sambungan gigi
tunggal, sebagai berikut : Pada sambungan gigi gesekan antara kayu dengan kayu di
dalam perhitungan harus di abaikan. Untuk sambungan gigi tunggal, dalamnya gigi tidak
boleh melebihi suatu batas, yaitu :
tm < 1/4 h untuk   
tm < 1/6 h untuk   

ANDREN WOUW (20111011) 48


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

S.Cos
Panjang kayu muka lm harus dihitung = dan lm > 15 cm.

dengan, h = Tinggi batang mendatar.  // .b


b = Lebar batang horisontal.
tm = Tinggi gigi miring.
tv = Tinggi gigi vertikal.

  Sudut antara batang diagonal dan horisontal.


 = Garis bagi sudut luar.
lm = Panjang kayu di muka sambungan gigi.
S = Gaya batang diagonal.

 // = Tegangan ijin geser batang horisontal.


Agar dalam perencanaan sambungan gigi memenuhi syarat teknis , maka perlu
ditetapkan tinggi yang dibutuhkan dari pada sambungan gigi (tv atau tm). Pada Gambar
4.10, gaya S diuraikan menurut arah kemiringan gigi dan tegak lurus kemiringan giginya,
sebagai berikut :
N = S . cos 1/2 

tm = tv / cos 1/2 

Jika N sejajar arah serat, maka  ds   ds // , Tetapi karena pada batang diagonal N
membentuk sudut 1/2  dengan arah serat maka :

 ds   ds 1/2  =  ds // - ( ds // -  ds ) sin 1/2 

dan nilai inilah yang harus dipakai.


N
Selanjutnya,  ds 1/2  =
tm .b
Sehingga didapat,
 ds 1/2  = S.cos1 2.cos1 2
tv .b
tv =
S.cos 2 1 2
/b. ds1 2
NS S
t
Gambar 4.10. Sambungan gigi menurut sudut luar.
  t 
t
h
l

ANDREN WOUW (20111011) 49


TUGAS BESAR STRUKTUR KAYU

ANDREN WOUW (20111011) 50

Anda mungkin juga menyukai