Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
bidang kegiatan:
program kreativitas mahasiswa penelitian
disusun oleh:
nama nim/tahun angkatan
ketua kelompok : egik tri juniarso (021810301124/2002)
anggota : 1. andy safari (031810301031/2003)
2. ribut adi pamungkas (031810301082/2003)
universitas jember
jember
oktober, 2007
halaman pengesahan
usul program kreativitas mahasiswa
1. judul kegiatan : pemanfaatan limbah ikan (isi perut) lemuru
(sardinella sp.) menjadi ekstrak kasar protease
untuk proses deproteinasi limbah udang secara
enzimatik menjadi kitosan
5. dosen pendamping
a. nama lengkap dan gelar : drs. achmad sjaifullah, msc., phd.
b. nip : 132 592 358
a. judul program
pemanfaatan ekstrak kasar protease dari limbah ikan (isi perut) lemuru (sardinella
sp.) untuk proses deproteinisasi limbah udang secara enzimatik dalam produksi
kitosan
c. perumusan masalah
1. bagaimana mendapatkan ekstrak kasar protease dari isi perut ikan lemuru
(sardinella sp.)?
2. bagaimana aktivitas ekstrak kasar protease dari isi perut ikan lemuru
(sardinella sp.)?
3. berapakah perbandingan kandungan protein dalam limbah udang sebelum
dan sesudah proses hidrolisis secara enzimatik?
4. bagaimana spektra infra red kitosan yang dihasilkan dari limbah udang
dengan proses deproteinasi secara enzimatik dibandingkan dengan kitosan
standar?
d. tujuan program
1. mendapatkan ekstrak kasar protease dari isi perut ikan lemuru (sardinella
sp.)
2. mengetahui besarnya aktivitas ekstrak kasar protease dari isi perut ikan
lemuru (sardinella sp.)
3. mengetahui perbandingan kandungan protein dalam limbah udang sebelum
dan sesudah proses hidrolisis secara enzimatik.
4. mengetahui spektra infra red kitosan yang dihasilkan dari limbah udang
dengan proses deproteinasi secara enzimatik dibandingkan dengan kitosan
standar..
f. kegunaan program
studi awal tentang isolasi enzim (ekstrak kasar protease) dari isi perut
ikan lemuru (sardinella sp.)
reaksi enzim secara biokimia lebih efektif, cepat dan mudah dalam
menghidrolisis protein daripada dengan penambahan asam atau basa
(secara kimia) yang relatif lebih mahal dan proses yang lama.
g. tinjauan pustaka
g.1 ikan lemuru (sardinella sp.)
ikan-ikan lemuru yang tertangkap di perairan indonesia terdiri dari
beberapa jenis yang dalam statistik perikanan indonesia digabung menjadi satu
dengan nama lemuru (s. longiceps valenciennes). jenis-jenis ikan tersebut adalah
s. longiceps valenciennes, s. aurita non valenciennes, s. leiogaster, s. clupeoides,
s. sirm, s. fimbriata dan s. lemuru (sinonim: amblygaster posterus whitley, clupea
nymphaea richardson, s. aurita non valenciennes, s. longiceps non valenciennes,
s. samarensis roxas). berdasarkan hasil revisi wongratana pada tahun 1980, nama
yang digunakan untuk s. longiceps valenciennes adalah s. lemuru bleeker, 1853,
sedangkan nama internasionalnya adalah bali sardinella. ikan lemuru banyak
ditangkap di perairan laut jawa dan selat bali (burhanuddin et al, 1984; mahrus
1997). ikan lemuru memiliki nilai ekonomis yang relatif rendah karena mudah
membusuk dan bersisik banyak sehingga kurang disukai untuk dikonsumsi dalam
bentuk segar.
komponen jumlah
air (gram) 76
protein (gram) 20
lemak (gram) 3
karbohidrat (gram) 0
ca2+ (mg) 20
fosfor (mg) 100
fe (mg) 1
vitamin a (si) 100
vitamin b1 (mg) 0,05
sumber : zaitsev, 1969; syarif dan irawati, 1988; direktorat gizi departemen
kesehatan r. i., 1992; winarno, 1993; sasangka, 1997
g.2 protein
protein merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih rantai
polipeptida yang membentuk struktur 3 dimensi tertentu. rantai polipeptida sendiri
adalah polimer dari asam amino yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida
(-co-nh-) (lihat gambar 2.2). setelah terikat dalam rantai polipeptida, asam amino-
asam amino ini dinamakan sebagai residu asam amino. setiap rantai polipeptida
selalu memiliki 2 ujung yang berbeda, yaitu ujung karboksil (c-terminal) dan
amina (n-terminal) (solomon, 1990:983).
H O R2 H O
N C CH N C
CH N C CH
R1 H O R3
terdapat 20 jenis asam amino yang telah dikenal sebagai penyusun protein
di alam. sepuluh jenis asam amino diantaranya diperlukan oleh tubuh dan tidak
dapat disintesis langsung oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan (asam
amino esensial). sedangkan asam amino sisanya dapat disintesis sendiri oleh tubuh
dan sering disebut dengan asam amino non esensial. asam amino yang termasuk
dalam golongan esensial adalah valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, triptofan,
treonin, metionin, lisin, arginin dan histidin. asam amino esensialnya adalah
glisin, alanin, asparagin, glutamin, prolin, serin, tirosin, sistein, asam aspartat dan
asam glutamat (solomon, 1990:973-975).
2.2.1 hidrolisis protein
ikatan peptida yang membangun rantai polipeptida dalam protein dapat
diputus (dihidrolisis) menggunakan asam, basa atau enzim (mathews and van
holde, 1990:147). pemecahan ikatan peptida dalam kondisi asam atau basa kuat
merupakan proses hidrolisis kimia dan pemecahan ikatan peptida menggunakan
enzim merupakan proses hidrolisis biokimia (kristinnson and rasco, 2000a). reaksi
hidrolisis peptida akan menghasilkan produk reaksi yang berupa satu molekul
dengan gugus karboksil dan molekul lainnya memiliki gugus amina (lihat gambar
2.2) (whitaker, 1994:469).
H O
H R1 R1 R2 O
X C N C H2O
N C C Y
X N C COOH + H2N C C Y
H
R2 H H H
H O
g.3 enzim
enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel yang bekerja
dengan urut-urutan yang teratur. enzim megkatalisis ratusan reaksi bertahap yang
menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah reaksi
kimiawi dan yang membuat makro molekul sel dari prekursor sederhana. enzim
memiliki tenaga katalitik yang luar biasa, yang biasanya jauh lebih besar dari
katalisator sintetik. enzim mengkatalisis reaksi kimia spesifik dengan cara
menurunkan energi bebas aktivasi. spesifitas enzim amat sangat tinggi terhadap
substratnya. enzim mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan
produk samping dan molekul ini berfungsi dalam larutan encer pada keadaan suhu
dan ph normal (lehninger, 1982:235).
2.3.1 mekanisme katalisis enzim
dalam hal katalisis reaksi kimia secara enzimatis, banyak teori yang dapat
menjelaskan bagaimana substrat berinteraksi dengan enzim menghasilkan produk
dan enzim kembali. menurut voet and voet (2004:496-507) ada beberapa tipe
mekanisme katalisis yang dilakukan oleh enzim, yaitu:
a. katalisis asam-basa
mekanime katalisis ini menjelaskan bahwa enzim dapat berperan sebagai
asam dan basa dalam interaksinya dengan substrat membentuk kondisi transisi
enzim-substrat dan mengubah substrat menjadi produk. reaksi biokimia yang
dapat dijelaskan dengan katalisis asam-basa antara lain: hidrolisis peptida dan
ester, reaksi gugus fosfat, tautomerisasi dan adisi gugus karbonil.
b. katalisis kovalen
dalam mekanisme ini, terjadi pembentukan kedaan transisi enzim-substrat
yang terikat secara kovalen untuk meningkatkan kecepatan reaksi substrat.
walaupun enzim-substrat terikat kuat oleh ikatan kovalen, reaksi penguraiannya
terjadi secara sangat cepat dan menjadi penentu kecepatan reaksi enzimatis.
contoh reaksi yang dapat dijelaskan oleh mekanisme ini adalah reaksi
dekarboksilasi asetoasetat.
c. katalisis ion logam
mekanisme katalisis ini menjelaskan bahwa di dalam enzim terdapat ion
logam yang terikat kuat (metaloenzim) ataupun terikat lemah (enzim teraktivasi-
logam) di sisi aktifnya. katalisis ion logam ini dapat dilakukan dengan cara:
membentuk ikatan dengan substrat agar orientasinya tepat untuk bereaksi, sebagai
perantara yang melakukan reaksi oksidasi-reduksi secara reversibel dan
menyetabilkan elektrostatis/muatan negatif. contoh reaksi yang mengikuti
mekanisme ini adalah reaksi katalisis oleh enzim transferase fosforil.
d. katalisis elektrostatis
enzim melakukan proses katalisis dengan menyeimbangkan kondisi
elektrostatis yang terdapat di sekitar sisi aktif enzim, yaitu elektrostatis substrat,
enzim dan pelarut. seimbangnya kondisi elektrostatis maka reaksi substrat
membentuk produk dapat terjadi dengan lebih cepat.
2.3.2 aktivitas enzim
aktivitas enzim merupakan banyaknya mol substrat yang diubah/dikatalisis
oleh enzim per satuan waktu (holme and peck, 1998:280). aktivitas enzim dapat
menggambarkan besarnya konsentrasi enzim dalam suatu medium. terdapat
beberapa istilah yang menjelaskan tentang aktivitas enzim, yaitu: unit aktivitas
enzim, aktivitas spesifik dan angka pergantian (turnover number). menurut
perjanjian internasional, satu unit aktivitas enzim adalah jumlah enzim yang
menyebabkan perubahan 1 μmol (10-6 mol) substrat per menit pada suhu 25 ºc
dalam kondisi optimumnya. aktivitas spesifik adalah jumlah unit aktivitas enzim
per miligram protein. angka pergantian (turnover number) adalah angka yang
menunjukkan jumlah molekul substrat yang diubah menjadi produk per satuan
waktu oleh satu molekul enzim (wirahadikusumah, 1989:62).
penentuan aktivitas enzim dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode. metode yang akan digunakan harus menyesuaikan dengan reaksi yang
berlangsung dalam katalisis enzim bersangkutan. menurut holme dan peck
(1998:282-294) ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memonitoring
katalisis enzim (menentukan aktivitas enzim), yaitu: metode gasometri,
spektrofotometri, fluorimetri, luminescence, elektrokimia dan mikrokalorimetri.
menurut wirahadikusumah (1989:60-61), penentuan besarnya aktivitas
enzim harus memperhatikan beberapa faktor penting, yaitu:
1. persamaan enzim yang dikatalisis oleh enzim tersebut.
2. kebutuhan kofaktor tertentu, misalnya ion-ion logam atau koenzim.
3. pengaruh konsentrasi substrat dan kofaktor.
4. ph optimum medium, pada keadaan ini enzim memiliki aktivitas paling
besar.
5. daerah temperatur saat enzim dalam keadaan mantap dan memiliki
aktivitas paling tinggi (temperatur optimum).
6. cara/metode yang digunakan untuk penentuan berkurangnya substrat atau
bertambahnya hasil reaksi.
g.5 kitosan
kitosan adalah produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan biopolimer
alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa, yang banyak terdapat pada
serangga, krustasea, dan fungi (sanford dan hutchings, 1987). diperkirakan lebih
dari 109-1010 ton kitosan diproduksi di alam tiap tahun (peter, 1997). sebagai
negara maritim, indonesia sangat berpotensi menghasilkan kitin dan produk
turunannya. limbah cangkang rajungan di cirebon saja berkisar 10 ton perhari
yang berasal dari sekurangnya 20 industri kecil. kitosan tersebut masih menjadi
limbah yang dibuang dan menimbulkan masalah lingkungan. data statistik
menunjukkan negara yang memiliki industri pengolahan kerang menghasilkan
sekitar 56.200 ton limbah. pasar dunia untuk produk turunan kitin menunjukkan
bahwa oligomer kitosan adalah produk yang termahal, yaitu senilai $ 60.000/ton
(sandford, 2003).
saat ini budidaya udang telah berkembang dengan pesat sehingga udang
dijadikan komoditas ekspor non migas yang dapat dihandalkan dan merupakan
biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. udang pada umumnya dimanfaatkan
sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi. udang di indonesia pada
umumnya diekspor dalam bentuk beku yang telah dibuang kepala, ekor dan
kulitnya. limbah udang dapat dimanfaatkan menjadi senyawa kitosan. namun
sampai saat ini limbah tersebut belum diolah dan dimanfaatkan secara maksimal
sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau dan estetika
lingkungan yang buruk.
udang merupakan anggota filum arthropoda, sub filum mandibulata dan
tergolong dalam kelas crustacea (jasin, 1987). seluruh tubuh terdiri dari ruas ruas
yang terbungkus oleh kerangka luar atau eksoskeleton dari zat tanduk atau kitin
dan diperkuat oleh bahan kapur kalsium karbonat (soetomo, 1990). sebagian besar
limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal dari kepala,
kulit dan ekornya. kulit udang mengandung protein (25%-40%), kitin (15%-20%)
dan kalsium karbonat (45%-50%) (marganof, 2003). kandungan kitin dari kulit
udang lebih sedikit dibandingkan dengan kulit atau cangkang kepiting. kandungan
kitin pada limbah kepiting mencapai 50%-60%, sementara limbah udang
menghasilkan 42%-57%, sedangkan cumi-cumi dan kerang, masing-masing 40%
dan 14%-35%. namun karena bahan baku yang mudah diperoleh adalah udang,
maka proses kitin dan kitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang
(anonim, 2003). isolasi kitin dari limbah udang dilakukan secara bertahap. tahap
awal dimulai dengan pemisahan protein dengan larutan basa, demineralisasi,
pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. sedangkan untuk
transformasi kitin menjadi kitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa
berkonsentrasi tinggi, pencucian, pengeringan dan penepungan hingga menjadi
kitosan bubuk. kitin merupakan zat padat yang tak berbentuk (amorphous), tak
larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut
organik lainnya dan bersifat polikationik. secara kimiawi kitin merupakan polimer
(1-4)-2-asetamido-2 deoksi-b-d- glukosamin yang dapat dicerna oleh mamalia.
kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan
basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer dari d-glukosamin. perbedaan
antara kitin dan kitosan didasarkan pada kandungan nitrogennya. bila nitrogen
kurang dari 7%, maka polimer disebut kitin dan apabila kandungan total
nitrogennya lebih dari 7% maka disebut kitosan. kitosan yang disebut juga dengan
β-1,4-2 amino-2-dioksi-d-glukosa merupakan senyawa yang tidak larut dalam air,
sedikit larut dalam hcl, hno3, dan h3po4 dan tidak larut dalam h2so4. kitosan tidak
beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik disamping
itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya
seperti protein. oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada
berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan (zakaria, 2000).
kitosan yang ada di pasar indonesia berasal dari korea, india dan jepang.
dengan besarnya potensi limbah udang untuk dimanfaatkan, indonesia sebagai
negara penyedia udang seharusnya mampu mengolah limbah udang yang
dihasilkan secara maksimal menjadi kitosan kitosan dapat dimanfaatkan dalam
pengolahan limbah cair industri, karena kitosan memiliki sifat dapat menyerap
logam berat dan menjernihkan limbah cair industri.
prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah
menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar
yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau
mengapungkan). umumnya zat pencemar industri tekstil terdiri dari tiga jenis
yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi (forlink, 2000)
terdapat tiga tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu, tahap
pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan
cairan. koagulasi dan flokulasi merupakan salah satu proses yang umum dilakukan
dalam pengolahan limbah cair ndustri. koagulasi adalah proses penambahan bahan
kimia atau koagulan kedalam air limbah dengan maksud mengurangi daya tolak
menolak antar partikel koloid, sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung
menjadi flok-flok kecil. flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok kecil
hasil proses kuagulasi menjadi flok-flok berukuran besar sehingga mudah
mengendap (mujiadi, s. dan nieke, k. 2002).
2.5.1 teknik isolasi dan deasetilasi kitin
kitin yang diperoleh dari ikan bercangkang dapat diproses lebih lanjut
menjadi kitosan melalui beberapa tahap, yaitu demineralisasi, deproteinisasi,
dekolorasi, dan deasetilasi kitin menjadi kitosan. secara spesifik isolasi kitin
hanya melibatkan dua tahap yaitu demineralisasi dan deproteinisasi yang meliputi
pelarutan kalsium karbonat (caco3) dengan asam klorida (hcl) 1,0 n serta
pelepasan protein dengan naoh 3% (bough et al., 1978; prasetiyo, 2004).
demineralisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menyingkirkan
kalsium karbonat sebagai kalsium klorida melalui penambahan asam klorida (hcl)
pada konsentrasi tinggi atau asam format (hcooh) 90%. brine dan austin (1981)
telah melakukan demineralisasi terhadap isolat kitin menggunakan hcl 1 n pada
100oc, sedangkan hohnke (1971), hornung dan stevenson (1971) menggunakan
hcooh 90-100% dalam proses ini. demineralisasi dengan hcl 1 n pada temperatur
ruang telah dilakukan oleh no et al. (1989).
demineralisasi secara konvensional umumnya dilakukan melalui ekstraksi
dengan asam klorida hcl encer hingga 10,0% pada temperatur ruang dengan
pengadukan untuk melarutkan kalsium karbonat menjadi kalsium klorida (no dan
meyer, 1995). beberapa metode telah dilaporkan mengenai proses ini, antara lain
oleh hackman (1954), anderson et al. (1978), bough et al. (1978), dan no et al.
(1989), yang seluruhnya melaporkan variasi waktu reaksi tergantung pada metode
preparasinya. hackman (1954) melakukan demineralisasi hingga lebih dari 48 jam,
sedangkan no et al. (1989) menyebutkan bahwa demineralisasi optimum dapat
diperoleh melalui pengadukan konstan cangkang udang kering dalam asam
klorida hcl 1,0 n dengan rasio 1 : 15 (b/v) selama 30 menit pada temperatur ruang.
synowiecki et al. (1981) dan chen et al. (1994) masing-masing melakukan
demineralisasi dengan asam klorida hcl 22,0% dan hcl 6,0 n pada temperatur
ruang. austin et al. (1981) merekomendasikan penggunaan asam yang lebih lunak
seperti asam etilendiaminatetraasetat edta untuk menghindari modifikasi seperti
depolimerisasi atau deasetilasi karena perlakuan yang keras.
waktu demineralisasi yang berkepanjangan hingga 24 jam tidak hanya
akan mengakibatkan sedikit pengurangan kadar abu, namun juga dapat
menyebabkan degradasi polimer (brzeski, 1982) atau berkurangnya viskositas
(moorjani et al., 1975). kadar abu cangkang yang didemineralisasi merupakan
indikator efektifitas proses demineralisasi, sehingga eliminasi proses
demineralisasi akan menghasilkan produk dengan abu 31,0-36,0% (bough et al.,
1978). penting untuk diperhatikan bahwa jumlah asam harus sama secara
stoikiometri atau lebih besar daripada seluruh kandungan mineral dalam cangkang
untuk memastikan reaksi akan terjadi sempurna (johnson dan peniston, 1982;
shahidi dan synowiecki, 1991).
selama proses demineralisasi akan terbentuk busa berlebih yang tidak
diinginkanberkaitan dengan terbebasnya karbon dioksida co2 (caco3 + 2 hcl
kitin adalah substansi yang penting dalam siklus karbon dalam tanah dan
tidak hanya itu, sebab dia juga mampu tidak dilewati oleh serangan
mikroorganisme tetapi sama hasilnya dari biosentetis mikroba secara terus-
menerus. kitin diproduksi oleh dunia tumbuhan dan hewan. substrat partikel
seperti kitin merupakan masalah utama dalam lingkungan tanah. berbeda dengan
media cairan atau lingkungan air. tanah berisi partikel seperti : pasir, lumpur dan
tanah liat yang tidak pasti berbentuk campuran tetapi juga menghalangi jalannya
kehidupan organisme. disebabkan oleh rintangan mekanik, individu atau populasi
yang jarang ada dalam lingkungan mikroba yang berdekatan dengan bahan
makanan. tetapi dari mereka tidak membantu jalannya penggunaan substrat.
seperti menghalangi kehidupan metabolisme mikroba dari kitin dan tidak dapat
dipungkiri lagi penggunaan,keluarga pseudolmonas yang dapat hidup dengan
adanya bantuan kitin.
tanah yang baik berisi sejumlah besar dari kitinoelastik sampai 106
mikroorganisme per gram dari tanah yang menggunakan polisakarida. kapasitas
dari beberapa streptomices, nocardia, mikromonospora, aktinoplances dan
streptosporangarium isolasinya membuat penggunaan kitin menjadi peranan
penting sebagai media pengisi polimer yang digunakan untuk isolasi selektif diri
ansinomisetes. dengan demikian fungi dan bakteri merupakan peranan penting
dalam tanah.
pemecahan dari kitin meliputi konversi dari suatu yang tidak dapat larut
kristal molekul, air dapat larut menembus dinding gel dan menyediakan energi
dan karbon atau kadang-kadang nitrogen untuk pertumbuhan.
enzim ekstraselular dan produk yang biasanya terikat dalam kultur selama
degradasi n -asetilglukosamin dan glukosamin. transformasi biasanya melibatkan
enzim :
a. kitinase katalis salah satu depolimerisasi dari rantai hasil oligomers
beberapa dari n -asetilglukosamin unit rantai, mempunyai nama yang
biasanya disebut kibitose.
b. enzim kedua sebagai chibitose yang disebut n-asetilglukosaminidase.
hidrolisa oligomers dari kitobiose menghasilkan n-asetilglukosamin.
kitinase mendapatkan perhatian pembelahan ikatan antara struktur unit polimer
dan juga endo enzim tetapi exo enzim boleh juga ada, kitobiose kadang-kadang
dominan dalam adisi dua tipe enzim ini.
n-asetilglukosamin hasil akhir kemudian membentuk asam asetat dan
glukosamin kemudian amonia melepaskan amin dari campuran terakhir. yang baru
memberikan harapan, dua kemungkinan mode depolimerisasi, melibatkan sebuah
enzim yang melepaskan asetil group dari n-asetilglukosamin unit dalam kitin
primer menghasilkan kitosan. kitosan kemudian dihidrolisa oleh kitosanase.
sebagai ekselular enzim adalah produk absorpsi atau komplek dengan
tanah liat atau unsur humus. absorpsi dapat peranan penting penyusun tenaga
aktivitas di antara penyimpanan dan aktivitas dari prolan sangat efektif oleh
pengaruh ph.
co, dan molekul air h2o, sedangkan nitrogen n akan berubah menjadi ammonium
reaksi tersebut dapat diakselerasi menggunakan katalis campuran k2so4 atau na2so4
dan cuso4 (8 : 1). campuran ini dapat mengkatalisis karena pengaruhnya untuk
menaikkan titik didih asam sulfat hingga 3oc tiap gramnya, sehingga estimasi
temperatur pada tahap ini mencapai 370-410oc. selain itu telah pula digunakan
asam perklorat hclo4 dan potasium permanganat kmno4 sebagai agensia
pendestruksi dan garam selenium se, titanium ti, dan merkuri hg sebagai katalis
(Åkesson, 1978).
pada tahap titrasi, kelebihan asam yang tidak bereaksi dengan amonia kemudian
dititrasi sesuai dengan reaksi metatesis atau pertukaran hidrogen berikut.
h.2 penentuan aktivitas protease total dari isi perut ikan lemuru (sardinella sp)
dengan larutan standar kasein.
aktivitas protease dari isi perut ikan lemuru (sardinella sp) diukur dengan
menggunakan substrat kasein. sebanyak 0,9 ml substrat kasein ditambah 0,9 ml
buffer natrium-sitrat dan 0,2 ml ekstrak kasar protease ikan lemuru. setelah 30
menit, reaksi dihentikan dengan penambahan 0,2 ml tca 10% (w/v). campuran
disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 3500 rpm untuk menghilangkan
endapan. sebanyak 0,2 ml supernatan direaksikan dengan reagen folin-ciocalteau
encer dan diukur dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 750
nm (anson and mirsky, 1932). sebagai kontrol, ekstrak kasar protease ikan lemuru
diganti dengan akuades dan dilakukan perlakuan yang sama.
h.3 optimasi ekstrak kasar protease dari isi perut ikan lemuru (sardinella sp)
dengan variasi ph dan temperatur.
optimasi protease dari isi perut ikan lemuru (sardinella sp) diukur dengan
menggunakan substrat kasein. digunakan buffer berbeda untuk ph yang berbeda,
untuk ph 3.0, 5.0, 7.0 digunakan buffer mcilvaine 0.2 m (sodium fosfat 0.2 m-
sodium sitrat 0.1 m) dan ph 9 digunakan glisin 0.1 m-naoh (glasset et al. 1989;
saapathy and teo 1993; munilla-moran and rey 1996; hidalgo et al. 1999). reaksi
enzimatik dihentikan dengan penambahan 0,2 ml tca 10 % (w/v). campuran
disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 3500 rpm untuk menghilangkan
endapan. sebanyak 0,2 ml supernatan direaksikan dengan reagen folin-ciocalteau
encer dan diukur dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 750
nm (anson and mirsky, 1932). sebagai kontrol, ekstrak kasar protease ikan lemuru
diganti dengan akuades dan dilakukan perlakuan yang sama.
setelah didapatkan ph optimal digunakan untuk menentukan temperatur
optimal, dengan variasi temperatur 30 oc, 40 oc, 50 oc, dan 60 oc.
h.4 demineralisasi/dekalsifikasi
tahap demineralisasi dilakukan berdasarkan metode no dan meyer (1995)
serta prasetiyo (2004). produk dari deproteinasi selanjutnya ditambahkan hcl 1,0
n. campuran tersebut kemudian dipanaskan sambil diaduk pada temperatur 90oc
selama 1 jam. setelah dingin campuran kemudian dipisahkan dan residu yang
diperoleh selanjutnya dinetralkan dengan aquades. selanjutnya dilakukan
pengeringan pada temperatur 80oc selama 24 jam.
h.6 dekolorisasi
h.7 deasetilasi
tahap deasetilasi dilakukan berdasarkan metode no dan meyer (1995)
serta prasetiyo (2004) yang dimodifikasi. proses deasetilasi kitin menjadi
kitosan dilakukan dengan menambahkan naoh 12,5 n pada residu kitin.
penambahan tersebut dilakukan pada temperatur 120o selama 30 menit.
selanjutnya dilakukan penyaringan dan residunya didinginkan. residu
kemudian dinetralkan dan dikeringkan pada temperatur 70oc selama 24 jam.
hasil deasetilasi selanjutnya disebut kitosan.
keterangan :
kn = kadar nitrogen (%)
kp = kadar protein (%)
h.5. struktur penelitian
* dilakukan pada suhu 4-10 ºc.
j. nama dan biodata ketua serta anggota kelompok
1. ketua pelaksana kegiatan
a. nama lengkap : egik tri juniarso
b. nim : 021810301124
c. fakultas/program studi : mipa/kimia
d. perguruan tinggi : universitas jember
e. waktu untuk kegiatan pkm : 35 jam/minggu
2. anggota pelaksana
1. nama lengkap : andy safari
2. nim : 031810301031
3. fakultas/program studi : mipa/kimia
4. perguruan tinggi : universitas jember
5. waktu untuk kegiatan pkm : 35 jam/minggu
L. biaya
m. daftar pustaka
anderson, c. g., depablo, n., and romo, c. r. 1978. antarctic krill (euphasia
superba) as a source of chitin and chitosan. muzzarelli, r. a. a., and pariser,
e. r. (eds.). proceeding of the 1st international conference on
chitin/chitosan. cambridge ma : mit sea grant report program 78-7. pp. 54.
anonim. 2002. masalah jalur migrasi musim ikan di perairan laut jawa timur (jalur
migrasi ikan lemuru di perairan selat bali). jurnal litbang jawa timur 1 (1):
50-56.
austin, p. r., brine, c. j., castle, j. e., and zikakis, j. p. 1981. chitin : new facets of
research. science 212 : 749 (accessed online from url http :
//www.sciencemag.org/).
bough, w. a., salter, w. l., wu, a. c. m., and perkins, b. e. 1978. influence of
manufacturing variables on the characteristics and effectiveness of
chitosan products. 1. chemical composition, viscosity, and molecular
weight distribution of chitosan products. biotechnology and
bioengineering 20 : 1931 (accessed online from url http :
//www3.interscience.wiley.com/).
chen, r. h., lin, w. c., and lin, j. h. 1994. effects of ph, ionic strength, and type of
anion on the rheological properties of chitosan solutions. acta polymer 45
: 41-46.
cho, y. i., no, h. k., and meyers, s. p. 1998. physicochemical characteristics and
functional properties of various commercial chitin and chitosan products.
journal of agricultural and food chemistry 46 (9, september) : 3839-
3843 (accessed online from url http : //pubs.acs.org/).
clemente, a., vioque, j., sánchez-vioque, r., pedroche, j., millán, f. 1999.
production of extensive chickpea (cicer arietinum l.) protein hydrolysates
with reduced antigenic activity. journal agriculture food chemistry 47, pp
3776-3781.
doelle, h. w. 1981. basic metabolic processes. in rehm, h. –j., and reed, g. (eds.)
biotechnology (a comprehensive treatise in 8 volume) volume 1: microbial
fundamentals. weinheim: verlag chemie gmbh. pp. 113-210.
fao-who/un. 1972. specifications for the identity and purity of some enzymes and
certain other substances. fidteenth report of the joint fao/who expert
committee on food additives. fao nutrition meeting report series no. 50b;
wld. hlth. org. tech. rep. ser., 1971, no.488. rome: food and agriculture
organization of the united nations world health organization.
food and agriculture organization (fao-un), 2006. species fact sheet; katsuwonus
pelamis (linnaeus, 1958) – scombridae. an annotated and illustrated
catalogue of tunas, mackerels, bonitos and related species known to date.
b.b. & c.e. nauen 1983.. fao fish. synop., (125)vol.2:137 p. [serial on
line].
http://www.fao.org/figis/servlet/species?fid=24
94 [ 8 januari 2007]
forlink. (2000).paket terapan teknologi bersih.[forlinkdml.or.id/pterapb/textile].
dikunjungi 11 januari 2005
holme, d. j. and peck, h. 1998. analytical biochemistry. third edition. new york:
addison wesley longman, ltd.
johnson, e. l., and peniston, q. p. 1982. utilization of shellfish waste for chitin and
chitosan production. martin, r. e., flick, g. j., hebard, c. e., and ward, d. r.
(eds.). chemistry and biochemistry of marine food products. westport
ct : avi publishing. pp. 415-422.
kim, h. r. and pyeun, j. h. 1986. the proteinase distributed in the intestinal organs
of fish ii. characterization of the three alkaline proteinase from the pyloric
caeca of mackarel (scomber japonicus). bull. korean fish. soc. 19:547-557.
kim, h.r., meyers, s.p., godber, j.s. 1992. purification and characterization of
anionic trypsin from the hepatopancreas of crayfish (procambarus clarkii).
comp.biochem.physiol. 103b:391-398.
kim, h.r., meyers, s.p., godber, j.s. 1994. enzimatic properties of anionic trypsin
from the hepatopancreas of crayfish (procambarus clarkii).
comp.biochem.phosiol. 107b:197-203.
kusumah, d. 2003.. studi hidrolisis protein daging ikan lemuru (sardinella sp.)
oleh ekstrak kulit buah nanas (ananas comusus var. dulcis) terhadap variasi
waktu inkubasi. skripsi. jember: jurusan kimia fakultas matematika dan ilmu
pengetahuan alam universitas jember.
moorjani, m. n., achutha, v., and khasim, d. i. 1975. parameters affecting the
viscosity of chitosan from prawn waste. journal of food science and
technology 12 : 187-189
no, h. k., and hur, e. y. 1998. control of foam formation by antifoam during
demineralization of crustacean shell in preparation of chitin. journal of
agricultural and food chemistry 46 (9, september) : 3844-3846
(accessed online from url http : //pubs.acs.org/).
no, h. k., meyers, s. p., and lee, k. s. 1989. isolation and characterization of chitin
from crawfish shell waste. journal of agricultural and food chemistry
37 (3) 575-579 (accessed online from url http : //pubs.acs.org/).
no, h. k., and meyers, s. p. 1995. preparation and characterization of chitin and
chitosan-a review. journal of aquatic food product technology 4 (2) :
27-52 (accessed online from url http : //www.haworthpressinc.com/).
ramakrishna, m., hultin, h.o., atallah, m.t. 1987. a comparison of dogfish and
bovine chymotrypsins in relation to protein hydrolysis. j. food sci. 52:1198-
1202.
sjaifullah, a., winata, i. n. a., & santoso, a. b. 2006. eksplorasi hidrolisis protein
ikan lemuru menggunakan enzim dari isi perut ikan tuna. proposal program
intensif riset dasar. jember: lembaga penelitian universitas jember.
syarif, r., dan irawati, a. 1988. pengetahuan bahan untuk industri pertanian.
jakarta: madiyatama sarana perkasa.
vioque, j., sánchez-vioque, r., clemente, a., pedroche, j., yust, m.m., millán, f.
2000. péptidos bioactivos en proteínas de reserva. grasasy aceites, 51, pp
361-365.
voet, d. and voet, j. g. 2004. biochemistry. thrid edition. new jersey: john wiley &
sons, inc.
whitaker, j. r. 1994. principles of enzymology for the food sciences, second edition.
new york: marcel dekker, inc.
n. lampiran
daftar riwayat hidup
1. ketua pelaksana
nama : egik tri juniarso
tempat, tanggal lahir : ngawi, 13 juni 1984
alamat rumah : ds.karangsono, kwadungan
kabupaten ngawi
alamat di jember : jl. mastrip ii no.45 jember 68121
tlp. (0331) 333348
riwayat pendidikan
1. lulus sdn i karangsono ngawi tahun 1996
2. lulus sltpn i ngawi tahun 1999
3. lulus smun i nglames madiun tahun 2002
4. masuk jurusan kimia/fmipa/unej tahun 2002
5. asisten praktikum kimia dasar tahun 2004 sampai tahun 2006
6. juara paralel vi kelas 1 smun i nglames madiun th. ajaran 1999/2000
7. juara paralel iv kelas 2 smun i nglames madiun th. ajaran 2000/2001
8. juara paralel ii kelas 3 smun i nglames madiun th. ajaran 2001/2002
riwayat pendidikan
1. lulus sdn sragi iii, kec. songgon-banyuwangi tahun 1997
2. lulus sltpn i songgon-banyuwangi tahun 2000
3. lulus smun ii genteng-banyuwangi tahun 2003
4. masuk jurusan kimia /fmipa/unej tahun 2003
5. juara harapan i paralel kelas i smun ii genteng-banyuwangi tahun ajaran
1998/1999
6. juara harapan ii parelel kelas ii smun ii genteng-banyuwangi tahun ajaran
1999/2002
7. juara harapan ii parelel kelas iii smun ii genteng-banyuwangi tahun ajaran
2002/2003