Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian

Infark Miokard Akut (Acute Myocardial Infarct) adalah istilah medis dari serangan jantung.
Kondisi ini terjadi saat aliran darah ke arteri koroner jantung mengalami penyempitan. Kedua hal
ini akan membuat otot jantung kekurangan oksigen dan mengalami kerusakan.

B. Etiologi

AMI (Acute Myocardial Infarct) terjadi ketika aliran darah ke jantung menurun
menyebabkan iskemia miokard (kerusakan atau cedera pada otot jantung). Dalam banyak kasus,
AMI disebabkan oleh oklusi dari satu atau lebih pembuluh darah koroner oleh thrombus, dan
disertai dengan nyeri dada yang parah. Dalam beberapa kasus, selain thrombus aliran darah
berkurang disebabkan oleh masalah pembuluh darah. Penyebab yang paling mendasari dari AMI
adalah penyakit arteri koroner aterosklerosis, yang menyebabkan obstruksi progresif dari arteri di
jantung. Adapun faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan penyakit koroner adalah
riwayat keluarga, diet, kurang olahraga, peningkatan LDL, penurunan HDL, merokok, hipertensi
dan diabetes melitus (Mattingly and Lohr, 1990; Fauci et al., 2010).

C. Patofisiologi

Patofisiologi utama infark miokard akut (acute myocardial infarct) adalah kematian sel
miokardium akibat proses iskemik yang berkepanjangan. Kematian sel miokardium tidak terjadi
segera setelah iskemik, namun beberapa menit setelah terjadinya iskemik. Kondisi tersebut juga
dipengaruhi faktor-faktor lain yakni menetap atau tidaknya oklusi arteri koroner dan juga
kolateralisasi sistem pendarahan pada jantung itu sendiri.

D. Klasifikasi NYHA dan AHA

1. NYHA

Klasifikasi New York Heart Association disingkat NYHA adalah kriteria yang dibuat
untuk menilai seberapa berat gangguan jantung yang diderita seseorang. Penilaian ini
didasarkan pada keterbatasan aktivitas fisik penderita. Parameter yang dinilai adalah
kemampuan bernapas dengan normal dan berbagai derajat napas pendek dan atau nyeri
dada.

Klasifikasi NYHA:

a. Kelas I. Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan dan sesak napas.
b. Kelas II. Terdapat sedikit pembatasan aktivitas fisik namun tidak terdapat keluhan
pada saat istirahat. Tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan dan sesak
napas
c. Kelas III. Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat.
Tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan dan sesak napas
d. Kelas IV. Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas .

2. AHA

American Heart Association (AHA) adalah badan kesehatan sukarela nasional. Yang
dikenal karena menerbitkan pedoman tentang penyakit kardiovaskular dan
pencegahannya.

Klasifikasi AHA

a. Stadium A. Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak
terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung,tidak terdapat tanda dan gejala
b. Stadium B. Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan
perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala.
c. Stadium C. Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit struktural
jantung yang mendasar.
d. Stadium D. Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat
bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal

E. Fase Rehabilitasi Jantung

Rehabilitasi jantung berlangsung selama empat fase, yaitu fase I (rawat inap), fase II (segera
setelah rawat jalan), fase III (beberapa saat setelah rawat jalan), fase IV (rawat jalan
pemeliharaan) (Black &Hawks, 2014).

a. Fase I (rawat inap). Pada pasien rawat inap, tujuan rehabilitasi jantung setelah infark
miokard adalah memobilisasi pasien segera setelah kondisi klinis stabil. Kriteria stabil
yaitu apabila tidak ada episode baru atau berulang nyeri dada selama 8 jam, tidak ada
peningkatan kadar kreatinin kinase dan/atau tropinin, tidak ada tanda-tanda baru gagal
jantung dekompensata, serta tidak ada perubahan elektrokardiogram signifikan dengan
ritme abnormal dalam 8 jam terakhir. Setelah dinyatakan stabil, pasien dapat diposisikan
duduk di tepi tempat tidur selama hari pertama dan kemudian dimobilisasi bertahap
(Roveny, 2017). Perawat atau fisioterapis dari unit jantung harus memulai latihan pasif.
Saat pasien kembali mendapatkan kekuatan, mintalah pasien duduk beberapa saat pada
sisi tempat tidur dan menggantungkan kakinya. Biarkan pasien berjalan ke kursi di
samping tempat tidur selama 15 hingga 20 menit setelah hari pertama jika
menggantungkan kaki dapat ditoleransi dengan baik tanpa munculnya nyeri dada,
disritmia, atau hipotensi. Selanjutnya berikan privasi di kamar mandi dan dorong
aktivitas perawatan diri sendiri. Izinkan berjalan di ruangan dengan pengawasan. Jarak
dan durasi jalan ditingkatkan secara progresif, dari 5 hingga 10 menit bergantung pada
kekuatan pasien. Pasien harus meningkatkan aktivitas secara perlahan untuk menghindari
beban berlebih kepada jantung saat jantung memompa darah beroksigen ke otot-otot.

Setiap peningkatan aktivitas, amati denyut jantung, tekanan darah, saturasi oksigen,
penapasan dan tingkat kelelahan, sesuaikan tingkat aktivitas pasien dengan kemampuan
pasien. Selama aktivitas awal, denyut jantung tidak boleh meningkat lebih dari 25% di
atas kadar istirahat. Tekanan darah tidak boleh meningkat lebih dari 25 mmHg di atas
normal.
b. Fase II (segera setelah rawat jalan). Sebuah tim pada suatu fasilitas kesehatan
memulangkan pasien pasca IMA pada hari keempat tetapi hanya mengizinkan pasien
pulang hanya jika di rumah tangganya memiliki bantuan yang cukup dan situasi yang
kondusif untuk beristirahat. Pasien seperti itu harus dikunjungi ulang oleh dokter /
perawat untuk mengawasi status fisiologi, latihan, serta diet tiap dua hari sekali. Sarankan
pasien untuk berhenti merokok, sering berjalanjalan, tetapi hindari aktivitas yang berat.
c. Fase III (beberapa saat setelah rawat jalan). Fase rehabilitasi jantung lanjutan berlangsung
dari 4 hingga 6 bulan. Sesi latihan terus diawasi dan pasien diajarkan bagaimana
mengamati intensitas latihannya dengan mengukur denyut nadinya atau jika dalam
program berjalan, dengan menghitung jumlah langkah yang dilakukan dalam interval 15
detik.
d. Fase IV ( pemeliharaan kesehatan saat rawat jalan). Pasien menjaga program latihan rutin
dan modifikasi gaya hidup lainnya untuk memodifikasi faktor risiko jantung. Pasien
harus menjalani pengujian latihan dan pengkajian faktor risiko tiap tahun.
F. Intervensi FT dan program latihan pada pasien AMI fase 4 NYHA 1
Pemeliharaan Jangka Panjang - Fase 4
Fase 4 melibatkan pemeliharaan aktivitas fisik dan perubahan gaya hidup jangka panjang. Tahap
4 berlangsung atau mempertahankan program pengkondisian yang dimulai pada Fase 3 dan
diperlukan jika pasien ingin sembuh dalam jangka panjang manfaat. Bukti yang tersedia
menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan perubahan gaya hidup harus dipertahankan. Pada fase ini
memiliki kapasitas fungsional minimal 5 MET, tanpa kesulitan. Keanggotaan kelompok pendukung
jantung lokal, yang melibatkan latihan di pusat komunitas seperti gym, pusat rekreasi atau kelompok
berjalan, dapat membantu mempertahankan aktivitas fisik dan perubahan perilaku

Kontraindikasi latihan pada pasien rehabilitasi jantung rawat jalan:2,9

1. Angina tidak stabil


2. Tekanan darah sistolik istirahat >200 mmHg atau tekanan darah diastolik istirahat >110
mmHg (perlu dievaluasi secara individual
3. Penurunan tekanan darah ortostatik >20 mmHg dengan adanya gejala
4. Stenosis aorta kritis (misalnya puncak gradien tekanan darah sistolik >50 mmHg dengan
area orifisium katup aorta <0,75 cm)
5. Penyakit sistemik akut atau demam
6. Disritmia atrial atau ventrikular yang tidak terkontrol
7. Sinus takikardi (>120 kali/menit) yang tidak terkontrol
8. Gagal jantung kongestif tidak terkompensasi
9. Blok atrioventrikular derajat 3 tanpa pacu jantung
10. Perikarditis atau miokarditis aktif
11. Emboli yang baru
12. Tromboflebitis
13. Elevasi atau depresi segmen ST saat istirahat >2 mm
14. Diabetes melitus tak terkontrol
15. Kondisi ortopedi serius yang menghambat latihan
16. Kondisi metabolik lain seperti tiroiditis

Rekomendasi latihan untuk rehabilitasi jantung setelah infark miokard dapat diperinci sebagai
berikut:

1. Frekuensi
 Aerobik: latihan terstruktur 3-5 hari per minggu
 Resistensi: 2-3 hari per minggu
2. Intensitas
 Aerobik: 60-85% denyut jantung maksimal (prediksi denyut jantung maksimal =
220 – usia)
 Resistensi: Sedang (hindari menahan . napas dan regangan berlebihan)
3. Waktu (durasi)
 Aerobik: 20-60 menit
 Resistensi: diulangi 10-15 kali, 3 set dengan 8-10 latihan berbeda untuk anggota
tubuh atas dan bawah
4. Tipe latihan
 Aerobik: berjalan, berlari, bersepeda, berenang, dll.
 Resistensi: hand weights, elastic bands, machine weights

 Gambar hand weight

Gambar elastic band

Gambar machine weights

CATATAN:

Six Menute Walking Test


Tes jalan 6 menit dilakukan sesuai dengan pedoman American Thoracic society (ATS
statement: Guidelines for the six-minute walk test), tes sederhana dan praktis ini hanya
membutuhkan panjang lintasan 30 meter pada permukaan yang datar dan ditempuh jangka waktu
6 menit dalam satu siklus latihan tes dilakukan 2 kali (T1 dan T2) dengan nilai jarak tempuh
tertinggi dijadikan hasil pengukuran (baseline). Tes ini menilai tingkat submaksimal kapasitas
fungsional sehingga memberikan informasi kemampuan pasien untuk melakukan kegiatan
sehari-hari melalui peningkatan fungsi paru, fungsi jantung, kekuatan otot, fungsi kognitif. (ATS,
2002).

Skala Borg adalah cara untuk mengukur tingkat intensitas aktifitas fisik menggunakan
ukuran skala rasio.

Jdi skla borg itu Utk ukur kemampuan berjalan psien gtu trus nnti kita liat saat dia
mlkukan berjalan (walking test) itu seberapa jauh jaraknya trus kita lihat apkh dia sesak napas
gk saat lakuin test itu gtu

Anda mungkin juga menyukai