Anda di halaman 1dari 10

Hukum Internasional B - B1

Amellia Noor Azzahra 110110220060


Nabila Ratu Arieska 110110220072
Cristin Gabriel Lumban Gaol 110110220075

1. Berdasarkan pengaturan zona maritim, apa sajakah hak dan kewajiban negara di laut
territorial, zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif?
Hak dan kewajiban negara di laut territorial, zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif
yaitu :
a. Laut Teritorial
Laut teritorial adalah suatu perairan yang terletak tepat di lepas pantai. Wilayah
tersebut merupakan suatu wilayah dimana negara pantai mempunyai kedaulatan penuh
dan dalam pengertian ini secara hukum setara dengan wilayah daratan. Semua negara
pantai dapat menikmati laut teritorial karena hal ini melekat pada kedaulatan.1
Hak negara di laut teritorial yaitu :
1. Negara pantai memiliki kedaulatan dan yurisdiksi penuh baik untuk wilayah
perairan, wilayah udara, maupun dasar laut.2
2. Pasal 2 (1) UNCLOS 1982: kedaulatan suatu negara pantai meluas, melampaui
wilayah daratan dan perairan pedalamannya, dan dalam hal suatu negara
kepulauan, perairan kepulauannya sampai ke jalur laut yang berdekatan.
3. Pasal 3 UNCLOS 1982: setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya
sampai batas tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan
sesuai dengan konvensi ini.3
Kewajiban negara di laut teritorial yaitu :
1. Pasal 2 (3) UNCLOS 1982: kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan
tunduk pada konvensi ini dan aturan-aturan hukum internasional lainnya.
2. Pasal 27 UNCLOS 1982:
(a) mengenai yurisdiksi pidana di atas kapal asing.
(b) ayat (1): yurisdiksi pidana negara pantai tidak boleh dilaksanakan di atas
kapal asing yang melintasi laut teritorialnya untuk menangkap seseorang
atau melakukan penyidikan sehubungan dengan kejahatan apa pun yang
dilakukan di atas kapal tersebut selama perjalanannya, kecuali hanya
pada kasus di wilayah yang bersangkutan seperti yang disebutkan pada
bagian (a) sampai (d).
1
Martin Dixon, Robert M., Sarah W., “Cases Materials On International Law 6th Edition”, Oxford
University Press, 2016, hlm. 358
2
Indonesian Center for International Law UNPAD, “Kedaulatan – Kedaulatan di Laut”, 2020
3
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, art. 2 dan 3
(c) ayat (1): yurisdiksi pidana negara pantai tidak boleh dilaksanakan di atas
kapal asing yang melintasi laut teritorialnya untuk menangkap seseorang
atau melakukan penyidikan sehubungan dengan kejahatan apa pun yang
dilakukan di atas kapal tersebut selama perjalanannya, kecuali hanya
pada kasus di wilayah yang bersangkutan seperti yang disebutkan pada
bagian (a) sampai (d).
(d) ayat (4): penguasa setempat harus memperhatikan kepentingan
pelayaran dalam mempertimbangkan dengan cara apa penangkapan
harus dilakukan.
(e) ayat (5): negara pantai tidak boleh mengambil tindakan apa pun di atas
kapal asing apabila kapal tersebut hanya melintasi laut teritorial (tanpa
memasuki perairan internal).4
3. Pasal 28 UNCLOS 1982:
(a) mengenai yurisdiksi perdata sehubungan dengan kapal asing.
(b) ayat (1): negara pantai tidak boleh menghentikan/mengalihkan kapal
asing yang melintasi laut teritorialnya dengan tujuan melaksanakan
yurisdiksi sipil.
(c) ayat (2): negara pantai tidak boleh mengeksekusi/menahan kapal
tersebut untuk keperluan proses perdata, kecuali berhubungan dengan
tanggung jawab terhadap negara pantai.5
b. Zona Tambahan
Hak negara di zona tambahan yaitu :
1. Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk:
(a) mencegah pelanggaran hukum dan peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi
atau kesehatan di dalam wilayah atau laut teritorialnya
(b) menghukum pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di
atas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
2. Negara pantai memiliki kewenangan terbatas untuk menegakkan hukumnya
dalam bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan kesehatan.
Kewajiban negara di zona tambahan yaitu :
1. Pasal 33 (2) UNCLOS 1982: zona tambahan yang dimiliki negara pantai tidak
boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal.6
c. Zona Ekonomi Eksklusif
Zona ekonomi eksklusif adalah suatu wilayah di luar dan berbatasan dengan laut
teritorial, tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam konvensi hukum laut

4
Ibid, art. 27
5
Ibid, art. 28
6
Ibid, art. 33
ketiga atau United Nations Convention on the Law of the Sea, yang mana hak dan
yurisdiksi Negara pantai serta hak dan kebebasan Negara lain diatur oleh
ketentuan-ketentuan yang relevan. Konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) muncul dari
adanya tekanan untuk memperluas hak-hak negara pantai di luar wilayah laut. ZEE
sangat penting bagi negara-negara yang memiliki sedikit atau tidak memiliki landas
kontinen geologis, seperti negara-negara di Amerika Selatan.7
Hak negara di zona ekonomi eksklusif yaitu :
(a) hak kedaulatan untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan
pengelolaan sumber daya alam baik hidup maupun mati, perairan di atas dasar
laut dan dasar laut serta tanah di bawahnya dan sehubungan dengan
kegiatan-kegiatan lain untuk tujuan tersebut. Eksploitasi ekonomi dan eksplorasi
zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.
(b) yurisdiksi sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan relevan United
Nations Convention on the Law of the Sea sehubungan dengan:
● pendirian dan pemanfaatan pulau, instalasi, dan bangunan buatan
● penelitian ilmiah kelautan
● perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
Kewajiban negara di zona ekonomi eksklusif yaitu :
1. Pasal 56 (2) UNCLOS 1982: dalam melaksanakan hak dan kewajibannya
berdasarkan konvensi ini di Zona Ekonomi Eksklusif, negara pantai harus
memperhatikan hak dan kewajiban negara lain dan harus bertindak dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan konvensi ini.
2. Pasal 56 (3) UNCLOS 1982: hak-hak yang tercantum dalam pasal ini harus
dilaksanakan sesuai dengan Bagian VI mengenai Landas Kontinen.8

Selain itu dalam zona ekonomi eksklusif terdapat hak dan kewajiban negara lain yaitu :
1. Di zona ekonomi eksklusif, semua negara baik negara pantai maupun negara tak
berpantai menikmati sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang relevan dalam
Konvensi ini, kebebasan navigasi dan penerbangan serta pemasangan kabel
bawah laut dan kebebasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 87. Jaringan pipa
dan penggunaan laut lainnya yang sah secara internasional terkait dengan
kebebasan ini seperti penggunaan kapal laut, pesawat terbang, kabel dan pipa
bawah laut dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lain dalam Konvensi ini.
2. Pasal 88 sampai 115 dan peraturan hukum internasional terkait lainnya berlaku
terhadap zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan Bagian
ini.

7
Martin Dixon, Robert M., Sarah W., “Cases Materials On International Law 6th Edition”, Oxford
University Press, 2016, hlm. 371
8
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, art. 55-56
3. Dalam melaksanakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya
berdasarkan Konvensi ini di zona ekonomi eksklusif, negara-negara harus
memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban Negara pantai dan harus
menaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Negara pantai
sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Ketentuan-ketentuan Konvensi ini dan
peraturan-peraturan hukum internasional lainnya sepanjang tidak bertentangan
dengan Bagian ini. 9

2. Apakah perbedaan kedaulatan dan hak berdaulat?


Terdapat dua paradigma mengenai hukum laut. Yang pertama, bahwa laut terbagi. Hak
kedaulatan suatu negara ditentukan secara spasial yang didasarkan pada jarak dari pantai,
terlepas dari sifat laut dan SDA di dalamnya dan pada hakikatnya diatur oleh prinsip kedaulatan
dan kebebasan, yang mana ketaatan terhadap aturan hukum ini bertumpu pada prinsip timbal
balik dan kepatuhan ini dihasilkan dari kepentingan suatu negara dalam tindakan timbal balik
oleh negara lain.10
Yang kedua, bahwa laut milik bersama yang bertumpu pada komunitas internasional
yang memiliki nilai atau kepentingan yang sama, dengan tujuan untuk menjaga kepentingan
bersama komunitas internasional dengan memberikan kerangka hukum untuk memastikan kerja
sama internasional di bidang kelautan yang membutuhkan institusi internasional yang mana
peran aktor non negara sangat penting dalam hal ini. Secara keseluruhan, hukum laut bersama
dapat dianggap mencerminkan hukum kerja sama internasional.11
Subkategori pertama yang menyangkut kelautan diatur berdasarkan kedaulatan
teritorial. Kategori tersebut meliputi perairan pedalaman, laut teritorial, selat, dan perairan
kepulauan yang ditandai dengan kelengkapan dan eksklusivitas. Hal tersebut menunjukan
adanya yurisdiksi penuh yang terdiri dari tiga unsur kecuali hukum internasional menentukan
lain :
● Kedaulatan teritorial terdiri dari yurisdiksi komprehensif, yang mencakup yurisdiksi
legislatif dan penegakan hukum, atas wilayah suatu Negara.
● Negara menjalankan yurisdiksinya atas semua permasalahan yang ada di wilayahnya.
Dengan kata lain, kedaulatan teritorial tidak mengandung batas ratione materiae.
● Negara menjalankan yurisdiksinya atas semua orang tanpa memandang
kewarganegaraan mereka. Oleh karena itu, kedaulatan teritorial tidak mengandung
batas rasionalitas seseorang.
Kedaulatan teritorial bersifat eksklusif yakni hanya negara yang bersangkutan yang dapat
menjalankan yurisdiksi atas wilayahnya kecuali hukum internasional menentukan lain.

9
Ibid, Art. 58
10
Yoshifumi Tanaka, “The International Law of the Sea, Cambridge University Press, hlm. 5, 2019.
11
Ibid, hlm. 6.
Kedaulatan teritorial bersifat spasial yaitu berkaitan pada suatu ruang tertentu dan dapat
dilaksanakan dalam ruang tersebut saja. Kedaulatan teritorial dapat disebut sebagai yurisdiksi
spasial yang lengkap.12
Subkategori kedua berkaitan dengan ruang laut yang berada di luar kedaulatan teritorial
namun berada di bawah yurisdiksi nasional negara pantai, yaitu ZEE dan landas kontinen.
Yurisdiksi negara pantai atas ZEE dan landas kontinen merupakan yurisdiksi terbatas pada hal
yang ditentukan oleh hukum internasional yang disebut hak berdaulat. Hak kedaulatan berbeda
dari kedaulatan teritorial yang bersifat komprehensif kecuali hukum internasional menentukan
lain.13
Namun selain itu, hak berdaulat mempunyai kesamaan dengan kedaulatan teritorial:
● Hak berdaulat menyangkut suatu ruang tertentu dan hanya dapat dilaksanakan di
dalam ruang tersebut, yaitu ZEE dan landas kontinen. Dalam hal ini, hak-hak
tersebut bersifat spasial.
● Mengenai hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang, Negara pantai dapat
melaksanakan yurisdiksi legislatif dan penegakan hukum di ZEE serta landas
kontinen.
● Negara pantai melaksanakan yurisdiksinya atas semua orang tanpa memandang
kebangsaan mereka dalam wilayah tertentu yang bersangkutan. Dengan
demikian, hak berdaulat tidak mengandung batasan rationale personae. Dalam
hal ini, yurisdiksi atas ZEE dan landas kontinen harus dibedakan dari yurisdiksi
personal.
● Hak berdaulat bersifat eksklusif dalam arti tidak seorang pun boleh melakukan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tanpa persetujuan tegas dari Negara
pantai.

Sama dengan kedaulatan teritorial, hak kedaulatan atas ZEE dan landas kontinen dibatasi
secara spasial. Yurisdiksi negara pantai atas ZEE dan landas kontinen juga dicirikan oleh unsur
keruangan. Berbeda dengan kedaulatan teritorial, hak berdaulat memiliki ruang lingkup yang
terbatas yang disebut yurisdiksi spasial terbatas. Yurisdiksi spasial terdiri dari yurisdiksi spasial
lengkap dan spasial terbatas dan yurisdiksi negara pantai atas ruang laut bersifat spasial. Maka
ruang laut dalam hukum laut dapat dikategorikan sebagai berikut :
● Ruang laut di bawah yurisdiksi nasional
○ Ruang laut di bawah kedaulatan teritorial (atau yurisdiksi spasial lengkap):
perairan pedalaman, laut teritorial, selat internasional, dan perairan kepulauan.
○ Ruang laut di bawah hak kedaulatan (atau yurisdiksi spasial terbatas): zona
tambahan (tempat ZEE didirikan), ZEE, dan landas kontinen.

12
Ibid, hlm. 9.
13
Ibid.
● Ruang laut di luar yurisdiksi nasional, yaitu laut lepas dan Kawasan.14

Hukum laut internasional diatur oleh tiga prinsip, yaitu prinsip kebebasan, kedaulatan,
dan warisan milik bersama, namun secara tradisional didominasi oleh asas kebebasan dan
kedaulatan.
Prinsip kebebasan bertujuan untuk menjamin kebebasan berbagai pemanfaatan lautan,
seperti navigasi, penerbangan, pemasangan kabel dan pipa bawah laut, pembangunan pulau
buatan, penangkapan ikan, dan penelitian ilmiah kelautan. Prinsip kedaulatan berupaya untuk
melindungi kepentingan negara pantai yang mendorong perluasan yurisdiksi nasional hingga
wilayah lepas pantai dan mendukung teritorialisasi lautan.
Secara ringkas, berdasarkan asas kebebasan dan asas kedaulatan, lautan dibedakan
menjadi dua kategori. Kategori pertama berkaitan dengan ruang laut yang berbatasan dengan
pantai yang berada di bawah yurisdiksi nasional negara pantai. Kategori kedua menyangkut
ruang laut di luar yurisdiksi nasional dimana prinsip kebebasan berlaku.15 Kedaulatan adalah
kewenangan penuh atas suatu wilayah yang dalam termasuk di dalamnya daratan, perairan
kepulauan, dan laut teritorial. Sementara hak berdaulat adalah hak untuk mengelola dan
memanfaatkan untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber
daya alam baik hayati dan non-hayati dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan
tanah dibawahnya dan berkaitan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan
eksploitasi zona ekonomi tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.16

3. Dikaitkan dengan kasus di atas, apakah tindakan Cheesecake maupun klaim


Blackforest terhadap wilayah perairan teritorial dan pelaksanaan jurisdiksi
masing-masing dapat dibenarkan menurut hukum internasional?
Dengan mengulas kembali, bahwa Tahun 1990 masing-masing dari Cheesecake dan
Blackforest telah meratifikasi UNCLOS yang di mana di dalamnya diatur mengenai zona maritim
setiap negara. Cheesecake membuat hukum nasional yang sejalan dengan aturan dalam
UNCLOS, termasuk dengan penarikan garis pangkal kepulauan untuk menentukan wilayah
kedaulatan negara, karena Cheesecake sudah memenuhi syarat sebagai negara kepulauan.
Tetapi, di Blackforest menganggap bahwa Cheesecake telah melakukan penarikan garis pangkal
untuk menentukan wilayah teritorialnya secara sepihak dan mengambil wilayah blackforest.
Berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982, diatur mengenai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
yang diberikan kepada negara pantai, yaitu wilayah laut yang terletak di luar laut teritorial tetapi

14
Ibid, hlm. 10-11.
15
Ibid, hlm. 22-25.
16
Ardinanda Sinulinga, “Beda Kedaulatan dan Hak Berdaulat di Laut Menurut UNCLOS 1982”,
<https://maritimnews.com/2016/04/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-menurut-unclos-1982/>,
[04/11/2023]
masih berada di bawah kedaulatan negara pantai.17 Dalam hal ini, Cheesecake sudah memenuhi
syarat sebagai negara kepulauan sehingga sudah memiliki hak berdaulat atas wilayah yang
sudah ditentukan berdasarkan garis pangkal kepulauannya. Pada Pasal 1 dan 2 Konvensi Laut
Teritorial Tahun 1958, diatur bahwa hak milik negara pantai kedaulatannya meliputi laut
teritorialnya dan wilayah udara serta dasar laut dan tanah di bawahnya, tunduk pada ketentuan
Konvensi dan Hukum Internasional.18 Negara pantai dapat melarang warga negara dan kapal
asing melakukan penangkapan ikan di wilayah laut teritorialnya dan dari perdagangan pesisir
dan mencadangkan kegiatan yang menguntungkan warga negaranya sendiri. 19Sehingga, jika
berdasarkan Pasal 1 dan 2 Konvensi Laut Teritorial maka penangkapan ikan di wilayah teritorial
milik Cheesecake oleh Blackforest tidak bisa dibenarkan.
Dalam hal ini, Cheesecake merupakan negara kepulauan. Sehingga tidak dapat dibantah
bahwa Cheesecake dapat menikmati hak kedaulatan atas sabuk maritimnya dan kendali
yurisdiksi yang luas dengan tetap memperhatikan peraturan hukum internasional yang
relevan.20 Sementara itu, pembatasan mendasar atas kedaulatan dari negara-negara pantai,
termasuk Cheesecake, adalah hak negara lain untuk melakukan lintas damai melalui laut
teritorialnya dan hal tersebut yang membedakan laut teritorial dengan perairan pedalaman
suatu negara yang seluruhnya berada dalam wilayah perairan tersebut, sehingga yurisdiksi tidak
terbatas dari negara pantai. 21
Selain itu, riset ilmiah kelautan yang dilakukan oleh Blackforest yang di mana Blackforest
memiliki klaim bahwa kegiatan tersebut dilakukan di wilayah ZEE Blackforest berdasarkan peta
tahun 1962 dan justru cheesecake melakukan pengintaian dan pengusiran oleh otoritas laut dan
pesawat udara pemerintah dan militer cheesecake. Jika berdasarkan pada Pasal 14 (4) Konvensi
1958 yang diberikan contoh-contoh lintas prasangka seperti, ancaman atau penggunaan
kekerasan; latihan senjata, memata-matai, propaganda, pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal,
imigrasi atau sanitasi; polusi yang disengaja dan serius; penangkapan ikan; kegiatan penelitian
atau survei dan gangguan terhadap komunikasi pantai atau fasilitas lainnya.22 Sehingga tidak
seharusnya cheesecake melakukan pengintaian yang terlalu berlebihan terhadap Blackforest
karena walaupun negara pantai memiliki hak berdaulat atas teritorialnya tetapi masih terdapat
batasan-batasan dengan adanya hak lintas tak bersalah. Apalagi Blackforest mengklaim bahwa
mereka melakukan riset masih pada kawasan ZEE yang dimilikinya. Karena ditegaskan kembali
pada Pasal 56 (2) Konvensi 1982 yang menyatakan bahwa ‘dalam menjalankan haknya dan
melaksanakan kewajibannya berdasarkan Konvensi ini di zona ekonomi eksklusif, negara pantai
wajib memperhatikan hak dan kewajiban negara lain dan harus bertindak dengan cara yang

17
UNCLOS 1982.
18
Malcolm N. Shaw, International Law 8th Edition, Cambridge University Press, 2017, hlm. 423.
19
Ibid.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid, hlm.424.
sesuai dengan ketentuan konvensi ini’.23 Terakhir, dinyatakan dalam Pasal 87 bagian (f) UNCLOS
1982 terkait kebebasan dalam laut lepas, yang memuat pernyataan ‘kebebasan melakukan
penelitian ilmiah, sesuai dengan Bagian VI dan XIII’.24 Sehingga, perilaku Cheesecake tidak dapat
dibenarkan karena Blackforest melakukan riset pada wilayahnya dan bahkan jika bukan pada
wilayahnya termuat dalam pasal tersebut maka seharusnya tidak melanggar hukum
internasional.
Berdasarkan Pasal 2 (1) ketentuan dalam UNCLOS, kedaulatan negara suatu negara
pantai meliputi wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan dalam hal suatu negara
kepulauan, perairan kepulauannya, sampai ke jalur laut yang berbatasan dengannya, disebut
dengan laut teritorial.25 Sehingga, dalam hal ini, Cheesecake sebagai negara pantai yang
melakukan tindakan mulai dari meratifikasi UNCLOS dan membuat hukum nasional, kemudian
menjatuhkan pidana kepada nelayan Blackforest sesuai dengan hukum nasionalnya dapat
dibenarkan sesuai dengan hukum internasional tetapi tidak sampai dengan melakukan
pengintaian dan pengusiran terhadap pihak Blackforest yang sedang melakukan riset di
wilayahnya. Sedangkan tindakan Blackforest tidak dapat dibenarkan ketika para nelayannya
yang mengambil ikan di wilayah territorial milik Cheese berdasarkan ketentuan hukum
internasional, juga tindakan Blackforest yang ikut melakukan pengintaian melalui satelit
terhadap Cheesecake tidak dapat dibenarkan.

4. Apakah tindakan Blackforest di ruang angkasa merupakan dapat dibenarkan menurut


Space Treaty?

Mengacu pada Pasal II dalam Perjanjian dan Prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa di Luar
Angkasa (2002) yang menyatakan bahwa ‘ruang angkasa, termasuk bulan dan benda-benda
langit lainnya, tidak boleh diambil alih secara nasional melalui klaim kedaulatan, dengan cara
penggunaan atau pendudukan, atau dengan cara penggunaan, atau dengan cara lain apa pun’. 26
Jika berdasar pada hal tersebut, maka Blackforest tidak diperbolehkan melakukan eksplorasi
penambangan di Bulan yang di mana dengan maksud untuk mengambil sumber mineralnya,
tetapi dapat dibenarkan jika hal tersebut dilakukan untuk kepentingan negara lainnya. Maka
melihat pada buku Malcolm, bahwa untuk dapat melakukan lintasan satelit harus disertai
dengan persetujuan individu dari negara-negara dan kendaraan yang mengorbit lebih dari 100
mil di atas permukaannya. Dalam hal ini, berarti kedaulatan suatu negara atas wilayah udaranya
dibatasi setinggi-tingginya sampai pada titik di mana ruang udara bertemu dengan ruang itu
sendiri. Sehingga sulit untuk meletakkan batas dan diketahui, namun angka yang ditetapkan
adalah antara 50 sampai 100 mil.
23
Ibid, hlm. 432.
24
UNCLOS 1982.
25
UNCLOS 1982.
26
United Nations Treaties and Principles on Outer Space, United Nations Publication: New York, 2002.
Negara-negara sepakat untuk menerapkan prinsip hukum res communis sehingga tidak
ada bagian dari luar angkasa yang boleh diambil alih kedaulatannya oleh negara-negara.
Berdasarkan resolusi majelis umum PBB tahun 1962 menetapkan serangkaian prinsip hukum
yang berlaku yang mencakup ketentuan-ketentuan di luar angkasa. Ruang angkasa dan
benda-benda langit bebas untuk dieksplorasi dan digunakan oleh semua negara atas dasar
kesetaraan dan sesuai dengan hukum internasional, dan bahwa ruang angkasa dan
benda-benda langit tidak boleh diambil alih secara nasional dengan cara apa pun. Dan pada
Perjanjian Prinsip-Prinsip yang Mengatur Kegiatan Negara-negara dalam Eksplorasi dan
Penggunaan Luar Angkasa, termasuk Bulan dan Benda Langit Lainnya pada tahun 1967,
menegaskan bahwa luar angkasa tidak tunduk pada perampasan nasional dengan cara apapun
dan menekankan bahwa eksplorasi dan pemanfaatan luar angkasa harus dilakukan untuk
kepentingan semua negara.27 Dalam perjanjian tersebut juga dijelaskan bahwa pemanfaatan
luar angkasa hanya boleh dilakukan secara damai dan aktivitas militer yang dilakukan adalah
pelanggaran terhadap perjanjian. Dan menurut Perjanjian yang Mengatur Kegiatan
Negara-negara di Bulan dan Benda Langit tahun 1979, ditegaskan kembali dalam pasal IV bahwa
eksplorasi dan penggunaan bulan harus menjadi kewenangan seluruh umat manusia dan harus
dilakukan demi kepentingan semua orang. Pasal XI menekankan bahwa bulan dan sumber daya
alamnya merupakan warisan bersama umat manusia dan tidak boleh diambil alih secara
nasional dengan cara apa pun28
Berdasarkan hal diatas, maka negara Blackforest yang melakukan mata-mata kepada
negara Cheesecake dan, pertambangan yang dilakukan oleh negara blackforest di bulan tidak
bisa dibenarkan. Mengacu pada Perjanjian Prinsip-Prinsip yang Mengatur Kegiatan
Negara-negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan Luar Angkasa, termasuk Bulan dan Benda
Langit Lainnya pada tahun 1967, menegaskan bahwa luar angkasa tidak tunduk pada
perampasan nasional dengan cara apapun dan menekankan bahwa eksplorasi dan pemanfaatan
luar angkasa harus dilakukan untuk kepentingan semua negara, dalam perjanjian tersebut juga
dijelaskan bahwa pemanfaatan luar angkasa hanya boleh dilakukan secara damai, dan tidak
dibenarkan adanya aktivitas militer, termasuk satelit mata-mata yang diluncurkan oleh negara
Blackforest. Serta, kegiatan itu juga dianggap melanggar pasal 3 dari Perjanjian Luar Angkasa,
dikarenakan hal tersebut dapat mengancam perdamaian dan dikhawatirkan dapat memicu
perang. Perjanjian yang Mengatur Kegiatan Negara-negara di Bulan dan Benda Langit tahun
1979 menegaskan kembali dalam pasal IV bahwa eksplorasi dan penggunaan bulan harus
menjadi kewenangan seluruh umat manusia dan harus dilakukan demi kepentingan semua
orang. Pasal XI menekankan bahwa bulan dan sumber daya alamnya merupakan warisan
bersama umat manusia dan tidak boleh diambil alih secara nasional dengan cara apa pun.

27
Malcolm N. Shaw, International Law 8th Edition, Cambridge University Press, 2017, hlm. 406.
28
Ibid, hlm. 408.
DAFTAR PUSTAKA

Martin Dixon, Robert M., Sarah W., “Cases Materials On International Law 6th Edition”,
Oxford University Press, 2016

Malcolm N. Shaw, International Law 8th Edition, Cambridge University Press, 2017.

Yoshifumi Tanaka, International Law of the Sea, Cambridge University Press, 2019.

Ardinanda Sinulinga, “Beda Kedaulatan dan Hak Berdaulat di Laut Menurut UNCLOS
1982”,
<https://maritimnews.com/2016/04/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-m
enurut-unclos-1982/>

Achmad Gusman Catur Siswandi. “Kedaulatan – Kedaulatan di Laut”, diunggah oleh


Indonesian Center for International Law UNPAD, 2020.
<https://www.youtube.com/watch?v=XASYYm3ExUE>.

United Nations Convention on the Law of The Sea, 1982.

United Nations Treaties and Principles on Outer Space, 2002.

Anda mungkin juga menyukai