Anda di halaman 1dari 12

KEUTUHAN BAHASA INDONESIA YANG KIAN TERANCAM

sebuah esai yang disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan

Kelompok 2
XII IPS 1

Anggota:
Ansor Sodikin
Gita Frahma Maharani
Kinanti Dwihapsari
M. Raihan As Syauqi
Rahma Aulia
Salma Khuzaimah
Widianti

SMA DARUL FALAH CIHAMPELAS


BANDUNG BARAT
2022
“Cintai bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing.”
Kalimat tersebut merupakan amanat dari guru bahasa Indonesia penulis.
Mencintai bahasa Indonesia penting adanya karena ia, hakikatnya, merupakan
bahasa ibu sekaligus bahasa pemersatu bangsa kita. Melestarikan bahasa daerah
juga penting karena keberadaannya kini kian tergerus zaman. Menguasai bahasa
asing pun penting pula karena bagaimanapun kita memerlukan kemampuan
berbahasa asing itu agar tidak tersapu zaman. Ketiganya penting bagi kita, namun
dalam esai ini penulis hanya akan menyoroti bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan bangsa dan eksistensinya di mata siswa dalam arus globalisasi ini.
Pertanyaan besar dalam esai ini adalah: sudahkah para peserta didik mencintai
bahasa Indonesia? Beberapa mungkin akan menjawab “ya” karena mereka rajin
membuat karya tulis yang bernilai sastra, seni, dan mungkin komersial. Atau
mungkin karena mereka memang pada dasarnya menyenangi pelajaran bahasa
Indonesia. Tetapi pada fakta lapangannya, tidak sedikit peserta didik yang
mengesampingkan bahasa Indonesia dalam komunikasi kesehariannya. Pun apabila
mereka tetap menggunakan bahasa Indonesia, penggunaannya pun tidak sejalan
dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Seringkali fakta yang
kita bisa lihat bahkan dari diri sendiri pun adalah, bahasa Indonesia tidak
tenggelam; penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benarlah justru yang kian
tergerus.
Nampaknya, kalau dirunut penyebabnya, ada tiga garis besar yang penulis
dapat lihat yang menjadi sebab tergerusnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar ini—penggunaan bahasa daerah, bahasa asing, serta bahasa gaul dalam
komunikasi keseharian. Tentu banyak pula faktor-faktor pendukung lainnya, tetapi
secara umum tiga hal inilah yang menjadi masalah pokok dalam penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Sebagai negara dengan identitas ganda, warga negara Indonesia, di samping
statusnya sebagai warga negara, juga menjunjung sukunya sebagai identitas dirinya.
Suku-suku ini memiliki bahasa tersendiri yang biasa kita sebut bahasa daerah.
Karena itu, sebagai identitas dirinya, mereka menggunakan bahasa daerah ini dalam
komunikasi kesehariannya. Penggunaan bahasa daerah ini sama sekali tidak salah,

1
justru penggunaannya ini harus dilakukan agar tetap lestari dan tak tergerus zaman.
Tetapi, penggunaannya harus memerhatikan penempatan yang tepat.
Bahasa daerah memang harus tetap dituturkan agar tetap lestari, tetapi jangan
sampai kita tidak memiliki kemampuan berbahasa Indonesia karenanya. Banyak
kasus orang-orang yang tidak memiliki kemampuan sedikit pun dalam berbahasa
Indonesia dan alih-alih mereka menggunakan bahasa daerah dalam keseharian
mereka. Mungkin terdengar bagus karena dengan begitu bahasa daerah tetap lestari,
tetapi apakah di negara ini mereka hanya hidup sendiri? Ada total 718 bahasa
daerah di Indonesia (Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra, 2021) dan
bagaimana mereka dapat berkomunikasi satu sama lain kalau masing-masing orang
hanya menguasai bahasa daerahnya masing-masing? Pada akhirnya, untuk inilah
bahasa Indonesia ada—mempersatukan perbedaan yang ada, mempersatukan
bangsa. Membuat penulis yang dibesarkan dengan bahasa Sunda ini bisa
menyampaikan esai ini bahkan meskipun para pembaca tidak sedikit pun memiliki
penguasaan terhadap bahasa Sunda.
Kendati bahasa Indonesia dapat dikuasai dan digunakan dalam keseharian,
bahasa Indonesia kerap mendapat intervensi dari bahasa daerah sehingga
penggunaan bahasa Indonesia tadi melenceng dari PUEBI. Bukan sedikit orang
yang kerap mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dalam
bercengkerama. Hal ini disebabkan karena bahasa daerah cenderung ekspresif
sehingga tidak perlu menggunakan banyak kosakata dalam mengekspresikan suatu
perasaan atau maksud, maka dari itu penyampaiannya pun jadi lebih mudah. Pun
apabila ada padanan dari ekspresi tersebut dalam bahasa Indonesia, kosakatanya
cenderung tidak umum dan mengakibatkan si penerima tidak dapat memahami
penyampaian dengan baik.
Masih banyak sepertinya alasan mengapa bahasa Indonesia mendapat
intervensi dari bahasa daerah seperti ini, tetapi hal ini bisa dibilang tidak bisa
diterima. Dikhawatirkan kemampuan berbahasa mereka menurun karena hal ini.
Bukan hanya kemampuan berbahasa Indonesia, melainkan juga dalam berbahasa
daerah itu sendiri.

2
Dalam kaitannya dengan menurunnya kemampuan berbahasa baik Indonesia
maupun daerah, hadir satu ancaman besar yang dapat mengusik eksistensi
keduanya—bahasa asing. Maraknya penguasaan bahasa asing mengikis
kemampuan berbahasa daerah masyarakat yang memang sejak awal sudah menipis.
Kendatipun begitu, bukan berarti bahasa asing tidak boleh dikuasai. Justru
penguasaannya harus dilakukan dalam rangka menyongsong dunia yang semakin
meniadakan batasan dalam hubungan antarwilayah di dunia. Kemajuan teknologi
nampaknya menjadi dasar utama dari koneksi yang mendunia ini. Karena itu,
layaknya bahasa Indonesia yang mempersatukan ke-718 bahasa daerah yang ada di
Indonesia, perlulah ada pula bahasa yang mempersatukan negara-negara di dunia.
Seperti yang sudah diketahui bersama, bahasa Inggris ditetapkan sebagai
bahasa internasional, bahasa yang mempersatukan koneksi lintas negara yang telah
disinggung sebelumnya. Bukan tanpa alasan, bahasa Inggris mendapat posisi
demikian prestisius karena dulu Imperium Britania, selaku faktor terbesar dalam
penyebaran bahasa Inggris, menguasai 33,7 juta km² daratan di dunia atau setara
dengan hampir seperempat total luas daratan dunia (Wikipedia). Negara-negara
jajahannya pun mengimplementasikan bahasa Inggris ini ke dalam berbagai pranata
kehidupan mereka, mulai dari politik, ekonomi, hingga sosial-budaya. Negara-
negara persemakmurannya seperti India, Malaysia, Selandia Baru, dan Australia
kemudian menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi negara mereka.
Setelah pamor Imperium Britania turun, muncul Amerika Serikat sebagai
negara adidaya. AS yang memang menggunakan bahasa Inggris pun dengan
kekuatannya mampu memberikan pengaruh besar kepada dunia baik dari segi sains,
militer, hingga seni dan hiburan (English First, 2021). Semua kemajuan itu
membuat warga dunia mau tak mau harus bisa menguasai bahasa Inggris agar bisa
terus berjalan seiring dengan kekuatan negara ini.
Di samping itu, bahasa Inggris tergolong mudah dipelajari ketimbang bahasa-
bahasa lain di dunia karena penuturnya tidak perlu mempelajari aksara-aksara rumit
terlebih dahulu sebelumnya dan jumlah kosakatanya selalu diperbarui,
menyesuaikan dengan kebutuhan komunikasi dunia (Welianto, 2020). Karena

3
itulah masyarakat global sepakat untuk menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa
internasional, bahasa pemersatu dunia.
Selain bahasa Inggris, bahasa Mandarin juga menjadi bahasa yang banyak
digunakan dan dibutuhkan oleh masyarakat global, apalagi kaitannya dengan aspek
ekonomi global. Terutama mengingat Tiongkok adalah negara dengan pengaruh
ekonomi yang sangat kuat di dunia, di samping Amerika Serikat. Ada juga bahasa
Perancis yang banyak digunakan dalam kaitannya dengan aspek diplomatik,
terutama sebabnya karena ia dijadikan sebagai salah satu bahasa resmi dalam
organisasi PBB. Maka penguasaannya pun menjadi suatu kebutuhan juga bagi
masyarakat global.
Banyak alasan mengapa kita harus menguasai bahasa asing—kepentingan
pekerjaan, kepentingan keagamaan, syarat menempuh pendidikan, kepentingan
diplomasi, atau hanya sekadar mengakses berbagai hiburan yang tersaji dalam
bahasa asing, drama-drama Korea ataupun anime misalnya. Media sosial pun
semakin membuka batasan dalam dunia global. Interaksi antar manusia kini
semakin bebas dan tanpa halangan. Karena itu jugalah, bahasa asing perlu untuk
dikuasai. Di zaman sekarang ini, akan dirasa rugi apabila kita tidak menguasai
paling tidak satu bahasa asing—bahasa Inggris, mulai dari hal berat seperti
kehilangan pekerjaan sampai hal sepele seperti kesulitan mengakses hiburan-
hiburan tertentu. Tetapi, izinkan penulis menekankan hal ini, jangan sampai kita
melupakan bahasa kita sendiri—bahasa Indonesia.
Beberapa orang dididik sejak dini agar menguasai bahasa asing. Agar
memudahkan ia dalam menempuh pendidikan, mendapat pekerjaan, dan lain
sebagainya. Tetapi dibesarkan dengan bahasa asing membuatnya lupa akan jati
dirinya sebagai bangsa Indonesia. Padahal, sudah keharusan baginya sebagai putra
bangsa untuk menguasai, menggunakan, serta mencintai bahasa Indonesia, seperti
apa yang telah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda.
Meskipun sebenarnya kalau kita tarik mundur jauh, bahasa Indonesia
memang merupakan campuran dari berbagai bahasa seperti bahasa Belanda,
Portugis, Arab, Sanskerta, dan lainnya karena seperti dicatatkan dalam sejarah,
Nusantara memiliki berbagai hubungan dengan negara-negara asal bahasa tersebut

4
sehingga berbagai bahasa tadi memberikan pengaruhnya masing-masing terhadap
bahasa di Nusantara yang akar dasarnya adalah bahasa Melayu (National
Geographic Indonesia, 2017). Dalam beberapa kasus juga, bahasa asing (dalam hal
ini bahasa Inggris) memberikan berbagai intervensi terhadap bahasa Indonesia. Hal
ini dapat dilihat dari komunikasi masyarakat zaman sekarang yang banyak
mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Sama seperti
kasusnya dengan bahasa daerah, dikhawatirkan kemampuan berbahasa Indonesia
masyarakat kian menurun karena hal ini. Selain itu, melihat pola sebelumnya,
ditakutkan keutuhan bahasa Indonesia menjadi terancam karena pengaruh bahasa
asing tadi.
Seperti telah disinggung sebelumnya, bahasa Indonesia kerap mendapat
intervensi dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Pengaruh atau intervensi itu
umumnya terwujud dalam sebuah sistem kebahasaan termodifikasi yang lazim
disebut “Bahasa Prokem”, maknanya kurang lebih bahasa yang biasa dipakai dalam
pergaulan komunitas masa kini. Bahasa ini biasanya menggunakan dan/atau
menyerap istilah-istilah dari bahasa daerah, bahasa asing, atau menyederhanakan
beberapa kata atau frasa dalam bahasa Indonesia agar penyebutannya lebih mudah.
Hal ini agaknya dikarenakan pembicara perlu sebuah frasa atau kata yang bisa
mengekspresikan secara akurat apa yang hendak disampaikannya tanpa terlalu
banyak menggunakan kata-kata.
Bahasa prokem sendiri awalnya berkembang di daerah Jakarta pada tahun
1970-an yang kemudian menyebar ke daerah lain di Indonesia. Melihat asal
berkembangnya, bahasa prokem ini memang memiliki banyak ciri khas berupa
dialek Betawi yang dimodifikasi demi kepentingan komunikasi kelompoknya
(Wikipedia). Tetapi, seiring perkembangan zaman, bahasa prokem semakin
diperbaharui dalam masyarakat dan memiliki ciri khas serta perbendaharaan
kosakatanya masing-masing di setiap daerah, mengingat bahasa prokem sendiri
sebenarnya dapat berkembang sesuai dengan latar belakang sosial-budaya
penggunanya (Arwani, 2019).
Selain peminjaman istilah dari bahasa daerah dan/atau bahasa asing, fitur
yang paling digemari dari bahasa prokem adalah penggunaan partikel. Dilansir dari

5
Wikipedia, partikel-partikel yang lazim digunakan seperti sih, tuh, loh, dong, eh,
nih, dan lainnya ini memberikan kesan yang lebih “hidup” pada pembicaraan yang
dilakukan. Partikel-partikel ini, walaupun pendek-pendek, tetapi memiliki arti yang
jauh melebihi jumlah huruf yang menyusunnya. Kebanyakan partikel mampu
memberikan informasi tambahan kepada orang lain yang tidak dapat dilakukan oleh
bahasa Indonesia baku seperti tingkat keakraban antara pembicara dan pendengar,
suasana hati/ekspresi pembicara, dan suasana pada kalimat tersebut diucapkan.
Inilah kenapa, bahasa prokem lebih suka digunakan dalam keseharian ketimbang
bahasa baku yang terkesan formal, tidak bersahabat, dan tidak memiliki makna
sedalam itu dengan jumlah huruf sesingkat itu.
Berkaitan dengan alasan yang sudah disebutkan, nampaknya penggunaan
bahasa prokem pun memiliki keterkaitan dengan salah satu teori tentang masalah
sosial, yakni teori interaksionisme simbolik. George H. Mead (dalam Maryati dan
Suryawati, 2016: 37) memaksudkan interaksi simbolik sebagai “interaksi antara
seseorang dan orang lain yang diatur oleh makna yang menghubungkan tindakan
dan reaksi mereka”. Intinya, dalam kaitannya dengan masalah sosial, kesalahan
tafsir dalam interaksi akan menimbulkan suatu masalah sosial. Demikianlah bahasa
prokem ditafsirkan—sebagai bahasa yang dianggap “akrab, ramah, dan intim”.
Maka penggunaannya dalam komunikasi keseharian dengan komunitas masyarakat
dapat mempererat tali keakraban, dan penggunaan bahasa Indonesia yang baku,
baik, dan benar jadi dipandang sebagai komunikasi yang formal, rigid, dan tidak
bersahabat.
Maka, sebenarnya, dalam konteksnya dengan teori yang telah disinggung
sebelumnya, penggunaan bahasa prokem nampaknya tidak bisa dilarang begitu saja.
Masyarakat telah membentuk nilai keakraban ini dan dengan begitu pelarangan
penggunaan bahasa prokem secara ketat dalam interaksi antar individu justru akan
menimbulkan masalah sosial. Meski begitu, hal ini sebenarnya tidak bisa dijadikan
alasan agar masyarakat dapat menggunakan bahasa prokem dengan bebas dan
mengabaikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Nilai keakraban
ini hanya “nilai semata”, yang bisa kita ubah bersama. Kita bisa mengubah pola
pikir kita bahwa tanpa bahasa prokem pun, bahwa dengan bahasa Indonesia yang

6
baku, baik, dan benar pun kita dapat membentuk suatu nilai keakraban. Untuk itu
perlulah mental dan pola pikir masyarakat ini diubah, salah satunya melalui
pendidikan sejak awal-awal hari.
UU Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 29 menyatakan bahwa bahasa Indonesia
wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional, kecuali
dalam pembelajaran mata pelajaran bahasa asing yang notabene ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik dan mempersiapkannya untuk
menghadapi arus globalisasi, serta dikecualikan juga untuk satuan pendidikan asing
ataupun satuan pendidikan yang mengkhususkan diri mengajar warga negara asing.
Sebenarnya pengecualian ini juga agaknya berlaku bagi mata pelajaran bahasa
daerah. Karena itulah, di luar pengecualian yang telah disebutkan tadi, sudah
sepatutnya seluruh elemen pendidikan mulai dari peserta didik sampai tenaga
pengajar menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana berkomunikasi, baik dalam
kegiatan belajar mengajar maupun komunikasi informal di luar pembelajaran.
Semua itu, selain karena status bahasa Indonesia yang memang adalah bahasa
nasional, tentu dimaksudkan juga agar peserta didik dilatih untuk berbahasa
Indonesia yang baik dan benar untuk bekal masa depannya nanti, karena sejatinya
itulah fungsi sekolah.
Namun kenyataan tidak semanis harapan. Acap kali di lingkungan sekolah ini
para peserta didik bercengkerama dengan sesamanya dengan menggunakan bahasa
daerah yang tidak sesuai dengan penempatannya ataupun bahasa prokem. Bukan
hanya itu, para tenaga pengajarnya pun seringkali mengabaikan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar dalam menyampaikan materinya. Mungkin
maksudnya agar materi tersebut bisa dijelaskan dengan baik dan tepat kepada
peserta didik, tetapi dengan begitu bahasa Indonesia yang baik dan benar itu jadi
tenggelam dan terabaikan.
Padahal, sudah sepatutnya bahasa Indonesia digalakkan di seluruh aspek
satuan pendidikan. Bagaimana peserta didik yang akan meneruskan bangsa ini
dapat menguasai dan menuturkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kalau
sekolah sebagai tiang pendidikannya saja tidak bisa memberikan contoh dan
pengajaran yang benar? Sejatinya bahasa itu ada bukan hanya untuk dipelajari

7
dalam buku-buku teks pelajaran saja. Bahasa ada untuk diaplikasikan, digunakan
dalam kehidupan keseharian. Maka bagaimana peserta didik dapat menggunakan
bahasa Indonesia itu dalam kehidupan kesehariannya apabila belajar bahasanya saja
hanya pada saat mata pelajarannya saja? Kaitannya dengan kehidupan keseharian,
tentu haruslah dibiasakan dalam kegiatan sehari-hari.
Dalam konteks ini, sudah sepatutnya semua elemen pendidikan menyadari
betapa pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tidak sampai di sana,
kita juga harus mewujudkan kesadaran tersebut melalui pembiasaan-pembiasaan
sederhana. Seluruh tenaga pengajar harus membangun kesadaran dan kecintaan
berbahasa Indonesia kepada para peserta didiknya selaku penerus bangsa. Juga tak
lupa memberikan pengajaran yang memadai dalam kaidah berbahasa yang baik dan
benar. Para peserta didik juga sudah selayaknya mencintai bahasa Indonesia sebagai
jati dirinya, sebagai jembatan yang menghubungkan dirinya dan semua perbedaan
yang ada—suku, ras, bahasa, agama, semuanya. Semua pihak sudah selayaknya
berpartisipasi dalam menjaga bahasa Indonesia dari berbagai ancaman yang hendak
menenggelamkan dan merusak keutuhannya.
Untuk itu, dalam dunia pendidikan, banyak digalakkan gerakan-gerakan
untuk meningkatkan kemampuan literasi, mendukung kelestarian dan keutuhan
serta menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia. Misalnya Gerakan
Literasi Nasional (GLN), atau yang pada kali ini kita tengah selenggarakan—Bulan
Bahasa dan Seni. Dalam acara ini biasanya diselenggarakan berbagai macam lomba
seperti baca puisi, pidato, debat, ataupun karya tulis seperti esai. Lomba-lomba
tersebut dilaksanakan dalam menarik minat peserta didik dalam berkarya dengan
berbahasa Indonesia, sehingga kemampuan berbahasa Indonesia mereka
bertumbuh. Dengan kompetisi seperti ini, diharapkan para peserta didik dapat
menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia.

Demikian disampaikan betapa bahasa Indonesia kini begitu terancam


keutuhannya. Penggunaannya yang baik dan benar kini terusik oleh penggunaan
bahasa daerah, bahasa asing, serta bahasa prokem. Penggunaan bahasa daerah dan
bahasa asing sendiri bukannya tidak boleh, justru penguasaannya harus dilakukan.

8
Bahasa daerah harus terus dituturkan agar tetap lestari, dan bahasa asing harus
dikuasai agar kita tidak tersapu zaman. Bahasa prokem pun barangkali tak apa
digunakan, asal tahu penempatan yang baik dan tepat. Ketiganya sah-sah saja
digunakan, namun ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam penuturannya, seperti
kapan, seperti apa, dan bagaimana menuturkannya dengan tepat. Tidak
mencampuradukkan dan tidak menggunakannya di tempat, waktu, dan suasana
yang tidak tepat. Untuk itu, perlu dilakukan pembiasaan dalam berbahasa Indonesia
yang baik dan benar ini. Dan dalam rangka hal itu, seluruh elemen masyarakat harus
turut berpartisipasi dalam penumbuhan kesadaran dan kecintaan serta pembiasaan
dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Agar tidak tergerus zaman, agar
tetap lestari, agar dapat mempersatukan kita semua selaku bangsa Indonesia.

9
DAFTAR PUSTAKA
Arwani, Anju. (2019). BAHASA PROKEM MEMENGARUHI EKSISTENSI
BAHASA INDONESIA DI KALANGAN REMAJA. (Diakses pada tanggal
24 Oktober 2021) https://www.unja.ac.id/bahasa-prokem-memengaruhi-
eksistensi-bahasa-indonesia-di-kalangan-remaja/

English First. (2021). 4 Alasan Mengapa Bahasa Inggris Menjadi Bahasa


Internasional. (Diakses pada tanggal 21 Oktober 2021)
https://www.ef.co.id/englishfirst/adults/blog/gaya-hidup/alasan-bahasa-
inggris-menjadi-bahasa-internasional/

Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra. (2021). Daftar Bahasa-bahasa


Daerah di Indonesia. (Diakses pada tanggal 17 Oktober 2021)
https://labbineka.kemdikbud.go.id/bahasa/daftarbahasa

Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2016. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XI.
Jakarta: PT Penerbit Erlangga.

National Geographic Indonesia. (2017). Cikal Bakal Bahasa Indonesia Sebagai


Bahasa Pemersatu Bangsa. (Diakses pada tanggal 23 Oktober 2021)
https://nationalgeographic.grid.id/read/13308514/cikal-bakal-bahasa-
indonesia-sebagai-bahasa-pemersatu-bangsa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009


TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA
LAGU KEBANGSAAN. (Diakses pada tanggal 24 Oktober 2021)
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://jdih.mk
ri.id/mg58ufsc89hrsg/193fa997c8319d8606f1747565e49cf2de73ddebe.pdf
&ved=2ahUKEwjhrNKj1-
LzAhWiqksFHSMTCRAQFnoECBQQAQ&usg=AOvVaw1efZQycxaXM
4Iw1GIjl3Uh

Welianto, Ari. (2020). Kenapa Bahasa Inggris Jadi Bahasa Internasional?


(Diakses pada tanggal 21 Oktober 2021)

10
https://amp.kompas.com/skola/read/2020/02/29/140000369/kenapa-
bahasa-inggris-jadi-bahasa-internasional

Wikipedia. Bahasa Prokem. (Diakses pada tanggal 24 Oktober 2021)


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahasa_prokem

Wikipedia. Imperium Britania. (Diakses pada tanggal 22 Oktober 2021)


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Imperium_Britania

11

Anda mungkin juga menyukai