Luhut Panjaitan's Trait Approach
Luhut Panjaitan's Trait Approach
ORGANIZATIONAL COMMUNICATION
Samira Ersyafitri
NIM. 225120201111025
PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks dan memiliki
banyak dimensi. Pembahasan tentang kepemimpinan telah menjadi fokus penelitian yang
mendalam selama bertahun-tahun, dan kini semakin meningkat relevansinya di dunia yang
terus mengalami perubahan dan terhubung secara global. Para peneliti sendiri telah
memberikan banyak definisi mengenai teori kepemimpinan. Stogdill (1950), mengartikan
kepemimpinan sebagai 'an influencing process aimed at goal achievement’ atau proses
pengaruh yang ditujukan untuk mencapai tujuan, dengan penekanan pada kepemimpinan
sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya mempengaruhi sekelompok orang tertentu agar
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di sisi lain, Maxwell (1993) secara singkat
mengartikan kepemimpinan sebagai ‘influence’ atau suatu pengaruh. Sementara itu, Kouzes
dan Posner (1995) meyakini bahwasannya kepemimpinan adalah keterampilan dalam
menggerakkan orang lain untuk bersatu dan berjuang demi aspirasi bersama.
Dalam konteks kepemimpinan, terdapat pula beberapa pendekatan yang menjadi dasar
atau landasan utamanya. Pendekatan-pendekatan ini mencerminkan beragam perspektif dan
strategi yang dapat diadopsi oleh pemimpin. Setiap pendekatan memiliki ciri khasnya sendiri
dalam menghadapi tugas kepemimpinan, seperti pendekatan berbasis kewibawaan, (power
influence approach), pendekatan sifat (trait approach), pendekatan berdasarkan perilaku
(behavioral approach), dan (situational approach) atau pendekatan berdasarkan situasi
(Yuki,2006:31).
Pada abad ke-19, fokus penelitian kepemimpinan tertuju pada karakteristik bawaan
yang dimiliki seorang pemimpin. Para peneliti terdahulu cenderung memeriksa sifat-sifat
alamiah atau bawaan yang dianggap sebagai kualitas utama yang menjadi tolok ukur
keefektifan seorang pemimpin (Cawthon, 1996). Salah satu tulisan karya Dziak pada tahun
2019 yang berjudul “Great Man Theory” menyatakan bahwa pemimpin memiliki sifat bawaan,
bukan hasil dari pembelajaran atau pelatihan. Dengan kata lain, hanya segelintir individu yang
memiliki karakteristik unik dianugerahkan untuk menjadi pemimpin yang hebat. Beberapa
contoh yang diambil berasal dari figur sejarah yang terkenal, seperti Mahatma Gandhi,
Abraham Lincoln, dan Napoleon Bonaparte. Dipercayai bahwa mereka merupakan pemimpin
yang lahir dengan karakteristik kepemimpinan alami yang memungkinkan mereka untuk
memimpin orang-orang dalam serangkaian peristiwa bersejarah.
Memasuki abad ke-20, pendekatan sifat dalam konteks kepemimpinan terus mendapat
sorotan baru, terutama dengan penekanan yang diberikan oleh berbagai peneliti terhadap
kepemimpinan yang bersifat visioner dan karismatik (lihat Bass, 1990; Bennis & Nanus, 1985;
Nadler & Tushman, 1989; Zaccaro, 2007; Zaleznik, 1977). Pendekatan sifat menarik perhatian
luas para peneliti karena kemampuannya dalam menjelaskan dampak sifat terhadap
kepemimpinan (Bryman, 1992). Sebagai contoh konkret, telaah mendalam terhadap sejumlah
penelitian tentang sifat kepemimpinan oleh Lord, DeVader, dan Alliger (1986) menghasilkan
temuan yang menarik. Analisis tersebut menunjukkan bahwa sifat-sifat kepribadian memiliki
keterkaitan yang signifikan dengan cara individu-individu mempersepsikan kepemimpinan.
Kepemimpinan karismatik telah muncul ke permukaan dan menarik perhatian publik secara
signifikan, terutama ketika terpilihnya Barack Obama sebagai presiden Amerika Serikat pada
tahun 2008. Kepemimpinan karismatik, yang mencakup atribut karisma di antara faktor-faktor
lainnya, menjadi pusat perhatian dalam pemahaman tentang dinamika kepemimpinan
kontemporer.
Dilansir dari beberapa sumber, Selama era kepemimpinan Jokowi, Luhut pernah
menjabat di beberapa bidang, beberapa diantaranya adalah Kepala Staf Kepresidenan, Plt
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Plt. Menteri Perhubungan, Plt Menteri
Kelautan dn Perikanan, Ketua Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional, Ketua Tim Gerna
BBI, Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Ketua Tim Nasional P3DN, dan Ketua
Panitia Nasional IMF-World Bank 2018. Selama masa jabatannya sebagai Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut telah mencapai kemajuan yang cukup signifikan
dalam melaksanakan proyek-proyek pembangunan fisik, yang turut berkontribusi dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Luhut Binsar Pandjaitan, seorang figur yang sering disebut sebagai "one of the
country’s powerful man" oleh beberapa media, memperoleh predikat tersebut atas dasar
sejumlah faktor yang mencakup perawakan impresif, pengaruh yang kuat, dan perannya
yang signifikan sebagai Kepala Staf Kepresidenan dalam pemerintahan Jokowi. Luhut
Binsar Pandjaitan menonjol sebagai sosok yang memiliki daya tarik dan kharisma
tersendiri. Sumber daya militer yang dimilikinya memberikan dimensi tambahan pada
citra yang dimiliki. Luhut juga dikenal dengan posisinya sebagai "penjaga gerbang"
bagi Jokowi, reputasi ini bukan hanya berasal dari kiprahnya dalam ranah politik,
melainkan juga dipengaruhi oleh pengalaman berharga yang diperolehnya selama
bertahun-tahun di berbagai sektor, mencakup kepemimpinan militer dan kecakapan di
dunia ekonomi.
Berdasarkan sepuluh karakteristik pendekatan sifat di atas, penulis berupaya
menggambarkan karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh Luhut Binsar Pandjaitan
melalui tiga poin utama, antara lain; Semangat dan tekad yang kuat dalam mencapai
tujuan, Dorongan untuk memikul tangg ung jawab dan menuntaskan pekerjaan, serta
Kemampuan untuk memengaruhi tindakan individu lain.
Disisi lain, Pada tahun 1989, John W. Gardner merilis hasil penelitiannya terhadap
sejumlah besar pemimpin, menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik yang muncul
sebagai kunci kesuksesan seorang pemimpin dalam berbagai situasi. Sifa-sifat tersebut
diantaranya adalah:
Apabila dianalisis dengan cermat, terlihat kesesuaian antara pandangan Stogdill dan
Gardner terkait beberapa karakteristik yang menjadi landasan bagi seorang pemimpin melalui
pendekatan sifat. Kedua ahli tersebut sepakat bahwa kemampuan untuk memotivasi atau
menginspirasi orang lain, serta tekad yang kokoh dalam menanggung tanggung jawab,
merupakan aspek-aspek kunci yang menonjol dalam peran kepemimpinan. Dengan kata lain,
baik Stogdill maupun Gardner menyoroti pentingnya aspek-aspek ini dalam membentuk
pemimpin yang efektif dan mampu mengarahkan kelompoknya menuju tujuan bersama.
Terlepas dari itu, dalam hal ini juga terdapat perbedaan pada pernyatann dari John W.
Gardner yang tidak terdapat dalam pernyataan Stogdill. Gardner menyoroti elemen-elemen
tambahan yang tidak dijelaskan oleh Stogdill, seperti dorongan intrinsik untuk mencapai
prestasi dan kemampuan berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Dengan demikian,
Gardner mengenali aspek-aspek psikologis dan sosial yang memberikan dimensi lebih dalam
pemahaman terhadap tanggung jawab kepemimpinan. Kembali dalam konteks kepemimpinan
Luhut Binsar Pandjaitan, beberapa pengalaman dari Luhut dapat diuraikan untuk memperjelas
kedua aspek tambahan oleh Gardner tersebut, yang dapat dilihat sebagai berikut:
Pada periode pemerintahan Presiden B.J. Habibie, Luhut memegang peran yang
signifikan sebagai duta besar Indonesia untuk Singapura. Penunjukan ini tidak hanya
dianggap sebagai kehormatan pribadi bagi Luhut, melainkan juga sebagai tugas penting
dalam upaya meningkatkan dan memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan
Singapura. Tugasnya sebagai duta besar melibatkan tanggung jawab besar dalam
menjalin kerja sama, membangun dialog, dan meningkatkan kolaborasi antara kedua
negara, mencerminkan peran strategisnya dalam diplomasi dan hubungan internasional.
Sebagai Komandan satuan tugas tempur tertinggi di Timor Timur, hal ini berarti
sebuah beban tanggung jawab yang besar bagi Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Luhut telah menunjukkan dedikasi yang tinggi dan
keberanian yang luar biasa. Penghargaan yang diterimanya bukan hanya mencerminkan
kesuksesan individu Luhut, melainkan juga mencerminkan kontribusinya yang sangat
berarti dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Prestasi ini mencatatkan
sejarah kiprahnya sebagai pemimpin militer yang tidak hanya efektif dalam tugasnya,
tetapi juga memiliki dampak positif yang mendalam terhadap keberlanjutan dan
stabilitas keamanan negara.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Luhut
Binsar Pandjaitan mencerminkan beberapa pendekatan sifat yang mencakup semangat dan
tekad yang kuat, dorongan untuk memikul tanggung jawab, serta kemampuan untuk
memengaruhi dan memotivasi orang lain. Pertama, Luhut menunjukkan semangat dan tekad
yang luar biasa dalam mencapai tujuan, terutama saat diamanahkan oleh Presiden Jokowi untuk
menangani Pandemi Covid-19. Keberanian dan ketekadannya dalam menghadapi situasi krisis
tersebut mencerminkan kepemimpinan yang proaktif dan berorientasi pada hasil.
Kedua, Luhut Binsar Pandjaitan dapat dianggap sebagai pemimpin yang memiliki
dorongan tinggi untuk memikul tanggung jawab dan menuntaskan pekerjaan. Hal ini terlihat
dari berbagai tugas penting yang seringkali diamanahkan padanya oleh pemerintah.
Kemampuannya untuk menangani beragam tanggung jawab ini menunjukkan dedikasi dan
keterlibatan yang tinggi terhadap tugas-tugas negara. Ketiga, Luhut juga terbukti memiliki
kemampuan untuk memengaruhi tindakan dan memotivasi orang lain. Hal ini terlihat dari
upayanya dalam mengubah pola pikir masyarakat melalui program membangun desa wisata.
Benmira, S., & Agboola, M. (2021). Evolution of leadership theory. BMJ Leader, leader-2020.
Bennis, W. G., & Townsend, R. (1989). On becoming a leader (Vol. 36). Reading, MA:
Addison-Wesley.
Cawthon DL. Leadership: the great man theory revisited. Business Horizons. 1996;39:1–4.
Hermawan, E., & Ismail, D. H. (2022). Buku Ajar Kepemimpinan Mengenal Konsep dan Gaya
Kepemimpinan untuk Generasi Z di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.
Hutahaean, W. S., & SE, M. T. (2021). Filsafat dan Teori Kepemimpinan. Ahlimedia Book.
Kouzes, J. M., & Posner, B. Z. (2023). The leadership challenge: How to make extraordinary
things happen in organizations. John Wiley & Sons.
Lord, R. G., De Vader, C. L., & Alliger, G. M. (1986). A meta-analysis of the relation between
personality traits and leadership perceptions: An application of validity generalization
procedures. Journal of applied psychology, 71(3), 402.
Ridho, M. (2020). Penanganan covid-19 Indonesia dan Luhut Panjaitan: 'Saya manajer yang
baik, saya dibantu para epidemiolog yang berkualitas'.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54206332. Diakses pada 10 Desember
2023.
Silvianto, H. (2016). Menakar Keberanian Seorang Luhut Binsar Pandjaitan.
https://news.republika.co.id/berita/oe7be0408/menakar-keberanian-seorang-luhut-
binsar-pandjaitan. Diakses pada 10 Desember 2023.