Anda di halaman 1dari 13

“A Way To Lead”

ORGANIZATIONAL COMMUNICATION

Samira Ersyafitri
NIM. 225120201111025
PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks dan memiliki
banyak dimensi. Pembahasan tentang kepemimpinan telah menjadi fokus penelitian yang
mendalam selama bertahun-tahun, dan kini semakin meningkat relevansinya di dunia yang
terus mengalami perubahan dan terhubung secara global. Para peneliti sendiri telah
memberikan banyak definisi mengenai teori kepemimpinan. Stogdill (1950), mengartikan
kepemimpinan sebagai 'an influencing process aimed at goal achievement’ atau proses
pengaruh yang ditujukan untuk mencapai tujuan, dengan penekanan pada kepemimpinan
sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya mempengaruhi sekelompok orang tertentu agar
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di sisi lain, Maxwell (1993) secara singkat
mengartikan kepemimpinan sebagai ‘influence’ atau suatu pengaruh. Sementara itu, Kouzes
dan Posner (1995) meyakini bahwasannya kepemimpinan adalah keterampilan dalam
menggerakkan orang lain untuk bersatu dan berjuang demi aspirasi bersama.

Berangkat dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan


merupakan suatu keterampilan untuk memengaruhi individu, bawahan, atau kelompok, serta
kemampuan untuk mengarahkan perilaku mereka. Pada dasarnya, Kepemimpinan melibatkan
interpretasi yang komprehensif terhadap tindakan pemimpin dan pendekatan dalam
menyelesaikan masalah yang dapat diambil oleh pemimpin. Seorang pemimpin memiliki
keahlian khusus dalam ranah yang diinginkan oleh kelompoknya, dengan tujuan mencapai
target organisasi atau kelompok (Hutahean, 2021). Seorang pemimpin juga tentunya memiliki
kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan para bawahannya. French dan Raven (1959)
membagi sumber kekuatan tersebut ke dalam lima kategori, diantaranya adalah; kekuatan
imbalan (reward power), kekuatan paksaan (coercive power), kekuatan legitimasi (legitimate
power), kekuatan referensi (referent power), dan kekuatan keahlian (expert power). Dalam
konteks ini, seorang pemimpin memegang keterampilan khusus dalam mengelola anggota
timnya.

Dalam konteks kepemimpinan, terdapat pula beberapa pendekatan yang menjadi dasar
atau landasan utamanya. Pendekatan-pendekatan ini mencerminkan beragam perspektif dan
strategi yang dapat diadopsi oleh pemimpin. Setiap pendekatan memiliki ciri khasnya sendiri
dalam menghadapi tugas kepemimpinan, seperti pendekatan berbasis kewibawaan, (power
influence approach), pendekatan sifat (trait approach), pendekatan berdasarkan perilaku
(behavioral approach), dan (situational approach) atau pendekatan berdasarkan situasi
(Yuki,2006:31).

Pada abad ke-19, fokus penelitian kepemimpinan tertuju pada karakteristik bawaan
yang dimiliki seorang pemimpin. Para peneliti terdahulu cenderung memeriksa sifat-sifat
alamiah atau bawaan yang dianggap sebagai kualitas utama yang menjadi tolok ukur
keefektifan seorang pemimpin (Cawthon, 1996). Salah satu tulisan karya Dziak pada tahun
2019 yang berjudul “Great Man Theory” menyatakan bahwa pemimpin memiliki sifat bawaan,
bukan hasil dari pembelajaran atau pelatihan. Dengan kata lain, hanya segelintir individu yang
memiliki karakteristik unik dianugerahkan untuk menjadi pemimpin yang hebat. Beberapa
contoh yang diambil berasal dari figur sejarah yang terkenal, seperti Mahatma Gandhi,
Abraham Lincoln, dan Napoleon Bonaparte. Dipercayai bahwa mereka merupakan pemimpin
yang lahir dengan karakteristik kepemimpinan alami yang memungkinkan mereka untuk
memimpin orang-orang dalam serangkaian peristiwa bersejarah.

Memasuki abad ke-20, pendekatan sifat dalam konteks kepemimpinan terus mendapat
sorotan baru, terutama dengan penekanan yang diberikan oleh berbagai peneliti terhadap
kepemimpinan yang bersifat visioner dan karismatik (lihat Bass, 1990; Bennis & Nanus, 1985;
Nadler & Tushman, 1989; Zaccaro, 2007; Zaleznik, 1977). Pendekatan sifat menarik perhatian
luas para peneliti karena kemampuannya dalam menjelaskan dampak sifat terhadap
kepemimpinan (Bryman, 1992). Sebagai contoh konkret, telaah mendalam terhadap sejumlah
penelitian tentang sifat kepemimpinan oleh Lord, DeVader, dan Alliger (1986) menghasilkan
temuan yang menarik. Analisis tersebut menunjukkan bahwa sifat-sifat kepribadian memiliki
keterkaitan yang signifikan dengan cara individu-individu mempersepsikan kepemimpinan.
Kepemimpinan karismatik telah muncul ke permukaan dan menarik perhatian publik secara
signifikan, terutama ketika terpilihnya Barack Obama sebagai presiden Amerika Serikat pada
tahun 2008. Kepemimpinan karismatik, yang mencakup atribut karisma di antara faktor-faktor
lainnya, menjadi pusat perhatian dalam pemahaman tentang dinamika kepemimpinan
kontemporer.

Seiring berjalannya waktu, praktik kepemimpinan di seluruh dunia terus mengalami


perkembangan dan transformasi begitu cepat. Hal ini juga terjadi di Indonesia, terutama selama
masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Tentunya, dalam menjalankan sebuah
pemerintahan, peran seorang presiden tidak hanya ditunjang oleh wakil presiden, tetapi juga
oleh sejumlah menteri yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang masing-masing,
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Mereka
membentuk sebuah tim yang saling melengkapi, bekerja sama untuk mencapai tujuan
pemerintahan dan menjalankan fungsi-fungsi yang beragam dalam pengelolaan negara. Salah
satu Menteri yang dikenal karena kepemimpinan yang berwawasan dan berani mengambil
keputusan adalah Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan
Investasi Indonesia. Pada tahun 2015, beliau sempat menjabat sebagai Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan setelah diangkat oleh Presiden Joko Widodo. Luhut
dikenal karena sikapnya yang tegas dan kemampuannya yang serba bisa, sehingga seringkali
dipilih untuk mengemban tugas di berbagai bidang.

Dilansir dari beberapa sumber, Selama era kepemimpinan Jokowi, Luhut pernah
menjabat di beberapa bidang, beberapa diantaranya adalah Kepala Staf Kepresidenan, Plt
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Plt. Menteri Perhubungan, Plt Menteri
Kelautan dn Perikanan, Ketua Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional, Ketua Tim Gerna
BBI, Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Ketua Tim Nasional P3DN, dan Ketua
Panitia Nasional IMF-World Bank 2018. Selama masa jabatannya sebagai Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut telah mencapai kemajuan yang cukup signifikan
dalam melaksanakan proyek-proyek pembangunan fisik, yang turut berkontribusi dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Jika dianalisis dengan beberapa pendekatan dalam kepemimpinan, gaya kepemimpinan


Luhut Binsar Panjaitan selama menjabat di era pemerintahan Jokowi dapat dikategorikan ke
dalam Trait Approach Leadership atau kepemimpinan berdasarkan pendekatan sifat. Hal ini
diilatarbelakangi oleh berbagai keahlian yang dimilikinya, baik dalam hal pemahaman kognitif
maupun kemampuan berbicara di hadapan publik, Luhut sering kali diandalkan untuk
mengemban tanggung jawab mengemban tugas-tugas penting bagi negara sebagai seorang
menteri. Trait Approach Leadership atau kepemimpinan berdasarkan pendekatan sifat sendiri
berfokus pada sifat-sifat personal pemimpin, seperti kecerdasan, kepercayaan diri, ketegasan,
dan keterampilan berkomunikasi (Northouse, 2007). Tulisan ini dibuat untuk mengidentifikasi
dan menganalisis jejak kepemimpinan Luhut Binsar Panjaitan dari perspektif pendekatan sifat
(trait approach leadership) selama era pemerintahan Joko Widodo.
A WAY TO LEAD
A. Profil Luhut Binsar Pandjaitan
Pada tanggal 28 September 1947, Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Luhut Binsar
Pandjaitan, M.P.A., lahir di Toba Samosir, Sumatera Utara. Dengan ibu bernama Siti
Frida Naiborhu dan ayah bernama Bonar Pandjaitan, beliau merupakan anak sulung
dari lima bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai seorang supir bus. Penghasilan sang
ayah yang tidak menentu dan tidak seberapa, menyebabkan kondisi keuangan keluarga
Luhut kurang terjamin. Di sisi lain, Ibunya hanya berhasil menyelesaikan tingkat
pendidikan sekolah dasar. Meskipun berasal dari latar belakang keuangan yang
sederhana, ibu Luhut menanamkan nilai-nilai integritas dan etos kerja kepada Luhut
dan saudara-saudaranya. Keterbatasan menjadi batu loncatan untuk menciptakan
fondasi moral yang kokoh dalam keluarga, membuktikan bahwa nilai-nilai tersebut
dapat melebihi hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam perjalanan hidup.
Dalam catatan pendidikannya, Luhut Binsar Panjaitan membuktikan dirinya
sebagai salah satu alumni terunggul dari Akademi Militer Nasional Angkatan 1970.
Keanggotaannya di kelas tersebut mencerminkan dedikasi dan ketekunan dalam
mengembangkan diri sebagai pemimpin yang berkualitas. Setelah berhasil
menyelesaikan pendidikan militer tersebut, Luhut tidak hanya berhenti pada pencapaian
akademisnya, melainkan meneruskan perjalanan kariernya di dunia militer. Bertahun-
tahun berkiprah dalam militer, ia menunjukkan keahlian yang luar biasa di berbagai
aspek tugasnya, memperoleh pengakuan dan kepercayaan dari rekan-rekannya serta
atasan.
Keberhasilan dan dedikasinya dalam bidang militer menjadi landasan kokoh
bagi perjalanan karirnya yang cemerlang di berbagai bidang, mencerminkan komitmen
yang mendalam terhadap pengembangan diri dan pelayanan kepada negara. Pada tahun
1967, Luhut memulai perjalanannya di Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (AKABRI), di mana ia menjalani pelatihan untuk menjadi perwira Angkatan
Darat. Dalam kelasnya, ia berhasil mencapai prestasi sebagai lulusan terbaik dan
dianugerahi penghargaan Adhi Makayasa. Sebagian besar masa pengabdian militernya
dihabiskan sebagai komandan pasukan khusus tentara.
B. Karakteristik Kepemimpinan Berdasarkan Pendekatan Sifat
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pendekatan sifat dalam
kepemimpinan menitikberatkan pada karakteristik personal seorang pemimpin, yang
melibatkan elemen-elemen seperti kecerdasan, kepercayaan diri, ketegasan, dan
keterampilan berkomunikasi (Northouse, 2007). Pendekatan ini memandang bahwa
sifat-sifat intrinsik ini memiliki peran krusial dalam membentuk gaya kepemimpinan
seseorang, yang pada gilirannya dapat memengaruhi efektivitas kepemimpinan secara
keseluruhan. Stogdill (dalam Northouse, 2021:18) membagi sepuluh karakteristik yang
menjadi acuan bagi seorang pemimpin berdasarkan pendekatan sifat, yang diantaranya
adalah:
a) Dorongan untuk memikul tanggung jawab dan menuntaskan pekerjaan;
b) Semangat dan tekad yang kuat dalam mencapai tujuan;
c) Berani mengambil risiko dan keahlian dalam menyelesaikan masalah.
d) Dorongan untuk menggunakan inisiatif dalam konteks sosial;
e) Keyakinan pada diri sendiri dan teguh atas identitas pribadi;
f) Kesiapan untuk menerima hasil atau dampak dari keputusan dan tindakan;
g) Kemampuan untuk mengatasi tekanan dalam hubungan antarpersonal;
h) Kemauan untuk menerima ketidaknyamanan;
i) Kemampuan untuk memengaruhi tindakan orang lain;
j) Kemampuan untuk merancang pola interaksi sosial sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai dan yang sedang dihadapi.

Luhut Binsar Pandjaitan, seorang figur yang sering disebut sebagai "one of the
country’s powerful man" oleh beberapa media, memperoleh predikat tersebut atas dasar
sejumlah faktor yang mencakup perawakan impresif, pengaruh yang kuat, dan perannya
yang signifikan sebagai Kepala Staf Kepresidenan dalam pemerintahan Jokowi. Luhut
Binsar Pandjaitan menonjol sebagai sosok yang memiliki daya tarik dan kharisma
tersendiri. Sumber daya militer yang dimilikinya memberikan dimensi tambahan pada
citra yang dimiliki. Luhut juga dikenal dengan posisinya sebagai "penjaga gerbang"
bagi Jokowi, reputasi ini bukan hanya berasal dari kiprahnya dalam ranah politik,
melainkan juga dipengaruhi oleh pengalaman berharga yang diperolehnya selama
bertahun-tahun di berbagai sektor, mencakup kepemimpinan militer dan kecakapan di
dunia ekonomi.
Berdasarkan sepuluh karakteristik pendekatan sifat di atas, penulis berupaya
menggambarkan karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh Luhut Binsar Pandjaitan
melalui tiga poin utama, antara lain; Semangat dan tekad yang kuat dalam mencapai
tujuan, Dorongan untuk memikul tangg ung jawab dan menuntaskan pekerjaan, serta
Kemampuan untuk memengaruhi tindakan individu lain.

a. Semangat dan tekad yang kuat dalam mencapai tujuan


Kepemimpinan Luhut dalam menghadapi tantangan penyebaran Virus
Covid-19 pada tahun 2020 mencerminkan semangat dan tekad yang luar biasa.
Ketika Presiden Joko Widodo menugaskannya untuk menangani situasi kritis
ini, Luhut tidak hanya menerima tugas tersebut dengan tanggung jawab, tetapi
juga menunjukkan ketegasan dan keberanian dalam menghadapi pandemi yang
mengancam sembilan provinsi dengan tingkat penularan tertinggi. Penunjukkan
Luhut sebagai salah satu tokoh penting dalam penangan pandemi Covid-19
semata-mata dikarenakan selama ini ia dipercaya mampu mengeksekusi tugas-
tugas yang diberikan presiden dengan baik.
Melalui penerapan kebijakan yang efektif dan langkah-langkah strategis,
Luhut berhasil memimpin upaya untuk menekan penyebaran virus tersebut.
Dengan dedikasi yang tinggi dan tekad yang kuat, penyebaran dan angka
kematian akibat pandemi Covid-19 berhasil diredakan. Puncaknya terjadi pada
tahun 2022, di mana Pemerintah mengambil keputusan strategis untuk
mengakhiri penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Keputusan ini didasarkan pada sejumlah pertimbangan yang matang, mencakup
faktor-faktor seperti terkendalinya situasi pandemi Covid-19, peningkatan
tingkat imunitas di kalangan masyarakat, dan kesiapan kapasitas kesehatan yang
mengalami peningkatan signifikan.
b. Dorongan untuk memikul tanggung jawab dan menuntaskan pekerjaan
Selama meniti perjalanan kepemimpinannya, Luhut Binsar Pandjaitan telah
membuktikan dirinya sebagai seorang pemimpin yang terpercaya dan efektif.
Berulang kali, ia dipercaya untuk menyelesaikan berbagai tugas negara dengan
keberhasilan yang konsisten, menjadikannya figur yang diandalkan dalam
menghadapi berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam ranah
kepemimpinan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Luhut pernah
menjabat di beberapa bidang, seperti beberapa diantaranya adalah Kepala Staf
Kepresidenan, Plt Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Plt.
Menteri Perhubungan, Plt Menteri Kelautan dn Perikanan, Ketua Dewan
Sumber Daya Air (SDA) Nasional, Ketua Tim Gerna BBI, Ketua Komite Kereta
Cepat Jakarta-Bandung, Ketua Tim Nasional P3DN, dan Ketua Panitia Nasional
IMF-World Bank 2018. Dari pemaparan tersebut, jelas terlihat bahwa Luhut
bukan hanya sosok yang gigih, tetapi juga seorang pemimpin yang penuh
semangat dan didorong oleh motivasi yang kuat untuk menunaikan setiap
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
c. Kemampuan untuk memengaruhi tindakan orang lain
Salah satu contoh kerja nyata yang dilakukan Luhut dalam konteks ini adalah
ketika ia berhasil mengembangkan pemikiran positif di masyarakat melalui
inisiatifnya dalam menciptakan 10 desa wisata di kawasan Toba. Melalui
kebijakan ini, ia tidak hanya menyediakan atraksi dan pengalaman unik bagi
wisatawan, tetapi juga secara aktif terlibat dalam membimbing dan mengubah
pola pikir masyarakat setempat. Dilansir dari beberapa media, Desa-desa wisata
ramah wisatawan yang berhasil dibangun oleh Luhut mencerminkan tekadnya
untuk menciptakan masyarakat yang berdaya dan berorientasi pada penerimaan
positif terhadap pariwisata. Upaya ini tidak hanya meningkatkan potensi
ekonomi lokal, tetapi juga membentuk fondasi kuat untuk pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.

Disisi lain, Pada tahun 1989, John W. Gardner merilis hasil penelitiannya terhadap
sejumlah besar pemimpin, menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik yang muncul
sebagai kunci kesuksesan seorang pemimpin dalam berbagai situasi. Sifa-sifat tersebut
diantaranya adalah:

a) Keahlian dalam berinteraksi dengan orang lain;


b) Dorongan untuk mencapai prestasi;
c) Kemampuan untuk menginspirasi orang lain;
d) Keinginan untuk menerima tanggung jawab.

Apabila dianalisis dengan cermat, terlihat kesesuaian antara pandangan Stogdill dan
Gardner terkait beberapa karakteristik yang menjadi landasan bagi seorang pemimpin melalui
pendekatan sifat. Kedua ahli tersebut sepakat bahwa kemampuan untuk memotivasi atau
menginspirasi orang lain, serta tekad yang kokoh dalam menanggung tanggung jawab,
merupakan aspek-aspek kunci yang menonjol dalam peran kepemimpinan. Dengan kata lain,
baik Stogdill maupun Gardner menyoroti pentingnya aspek-aspek ini dalam membentuk
pemimpin yang efektif dan mampu mengarahkan kelompoknya menuju tujuan bersama.

Terlepas dari itu, dalam hal ini juga terdapat perbedaan pada pernyatann dari John W.
Gardner yang tidak terdapat dalam pernyataan Stogdill. Gardner menyoroti elemen-elemen
tambahan yang tidak dijelaskan oleh Stogdill, seperti dorongan intrinsik untuk mencapai
prestasi dan kemampuan berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Dengan demikian,
Gardner mengenali aspek-aspek psikologis dan sosial yang memberikan dimensi lebih dalam
pemahaman terhadap tanggung jawab kepemimpinan. Kembali dalam konteks kepemimpinan
Luhut Binsar Pandjaitan, beberapa pengalaman dari Luhut dapat diuraikan untuk memperjelas
kedua aspek tambahan oleh Gardner tersebut, yang dapat dilihat sebagai berikut:

a. Keahlian ketika berinteraksi dengan orang lain

Pada periode pemerintahan Presiden B.J. Habibie, Luhut memegang peran yang
signifikan sebagai duta besar Indonesia untuk Singapura. Penunjukan ini tidak hanya
dianggap sebagai kehormatan pribadi bagi Luhut, melainkan juga sebagai tugas penting
dalam upaya meningkatkan dan memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan
Singapura. Tugasnya sebagai duta besar melibatkan tanggung jawab besar dalam
menjalin kerja sama, membangun dialog, dan meningkatkan kolaborasi antara kedua
negara, mencerminkan peran strategisnya dalam diplomasi dan hubungan internasional.

Di posisinya tersebut, Luhut berperan aktif dalam membangun jalinan


diplomatik yang erat antara kedua negara, memperkuat kerja sama ekonomi, dan
mengatasi berbagai tantangan bersama. Dari hal tersebut, tergambar dengan jelas bahwa
Luhut Pandjaitan bukan hanya memiliki kemampuan luar biasa dalam menjalin
hubungan diplomasi, melainkan juga memiliki keunggulan yang sangat baik dalam
komunikasi. Kemampuannya untuk berkomunikasi dengan lugas dan persuasif tidak
hanya memungkinkannya untuk memahami dan mengatasi berbagai permasalahan
secara efektif, tetapi juga mampu membangun kerjasama yang kokoh di antara berbagai
pihak.

b. Dorongan untuk mencapai Prestasi

Selama bertugas di Tentara Nasional Indonesia (TNI), Luhut Binsar Pandjaitan


berhasil mencapai sejumlah prestasi yang menegaskan keberhasilan dan dedikasinya
dalam karir militer. Salah satu pencapaian luar biasa yang diakui adalah ketika ia
diangkat sebagai Komandan Satuan Tugas Khusus Pemburu Kopassus pada tahun
1986. Penghargaan ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan, tetapi juga merupakan
pengakuan atas kepemimpinan unggul dan kecakapan taktis Luhut. Saat itu, ia
menjalankan tugasnya di medan tempur tingkat tinggi di Timor Timur, yang menambah
bobot prestise dari gelar tersebut.

Sebagai Komandan satuan tugas tempur tertinggi di Timor Timur, hal ini berarti
sebuah beban tanggung jawab yang besar bagi Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Luhut telah menunjukkan dedikasi yang tinggi dan
keberanian yang luar biasa. Penghargaan yang diterimanya bukan hanya mencerminkan
kesuksesan individu Luhut, melainkan juga mencerminkan kontribusinya yang sangat
berarti dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Prestasi ini mencatatkan
sejarah kiprahnya sebagai pemimpin militer yang tidak hanya efektif dalam tugasnya,
tetapi juga memiliki dampak positif yang mendalam terhadap keberlanjutan dan
stabilitas keamanan negara.
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan Luhut
Binsar Pandjaitan mencerminkan beberapa pendekatan sifat yang mencakup semangat dan
tekad yang kuat, dorongan untuk memikul tanggung jawab, serta kemampuan untuk
memengaruhi dan memotivasi orang lain. Pertama, Luhut menunjukkan semangat dan tekad
yang luar biasa dalam mencapai tujuan, terutama saat diamanahkan oleh Presiden Jokowi untuk
menangani Pandemi Covid-19. Keberanian dan ketekadannya dalam menghadapi situasi krisis
tersebut mencerminkan kepemimpinan yang proaktif dan berorientasi pada hasil.

Kedua, Luhut Binsar Pandjaitan dapat dianggap sebagai pemimpin yang memiliki
dorongan tinggi untuk memikul tanggung jawab dan menuntaskan pekerjaan. Hal ini terlihat
dari berbagai tugas penting yang seringkali diamanahkan padanya oleh pemerintah.
Kemampuannya untuk menangani beragam tanggung jawab ini menunjukkan dedikasi dan
keterlibatan yang tinggi terhadap tugas-tugas negara. Ketiga, Luhut juga terbukti memiliki
kemampuan untuk memengaruhi tindakan dan memotivasi orang lain. Hal ini terlihat dari
upayanya dalam mengubah pola pikir masyarakat melalui program membangun desa wisata.

Kemampuannya untuk memotivasi dan memimpin dengan contoh nyata menciptakan


dampak positif dalam masyarakat, serta menunjukkan kepiawaiannya dalam merancang dan
menjalankan inisiatif yang dapat menggerakkan orang untuk berpartisipasi. Keempat, Keahlian
ketika berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dapat dilihat ketika ia menjadi duta besar antara
Indonesia dan Singapura yang melibatkan tanggung jawab besar dalam menjalin kerja sama,
membangun dialog, dan meningkatkan kolaborasi antara kedua negara, mencerminkan peran
strategisnya dalam diplomasi dan hubungan internasional. Kelima, memiliki Dorongan kuat
untuk berprestasi. Hal ini dapat dilihat ketika ia menerima serangkaian penghargaan atas
dedikasinya dalam karir militer.
DAFTAR REFERENSI

Benmira, S., & Agboola, M. (2021). Evolution of leadership theory. BMJ Leader, leader-2020.

Bennis, W. G., & Townsend, R. (1989). On becoming a leader (Vol. 36). Reading, MA:
Addison-Wesley.

Bryman, A. (1993). Charismatic leadership in business organizations: Some neglected issues.


The leadership quarterly, 4(3-4), 289-304.

Cawthon DL. Leadership: the great man theory revisited. Business Horizons. 1996;39:1–4.

Fleenor, J. W. (2006). Trait approach to leadership. Psychology, 37(1), 651-665.

Gardner. J. W. (1990). On leadership. New York, NY: Free Press.

Hermawan, E., & Ismail, D. H. (2022). Buku Ajar Kepemimpinan Mengenal Konsep dan Gaya
Kepemimpinan untuk Generasi Z di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.

Hutahaean, W. S., & SE, M. T. (2021). Filsafat dan Teori Kepemimpinan. Ahlimedia Book.

King, A. S. (1990). Evolution of leadership theory. Vikalpa, 15(2), 43-56.

Kouzes, J. M., & Posner, B. Z. (2023). The leadership challenge: How to make extraordinary
things happen in organizations. John Wiley & Sons.

Lord, R. G., De Vader, C. L., & Alliger, G. M. (1986). A meta-analysis of the relation between
personality traits and leadership perceptions: An application of validity generalization
procedures. Journal of applied psychology, 71(3), 402.

Maxwell, J. C. (1993). Developing the leader within you. Harper Collins.

Northouse, P. G. (2021). Leadership: Theory and practice. Sage publications.

Pradana, M. R. (2022). GAYA KEPEMIMPINAN DAN PRESTASI LUHUT BINSAR


PANJAITAN.

Ridho, M. (2020). Penanganan covid-19 Indonesia dan Luhut Panjaitan: 'Saya manajer yang
baik, saya dibantu para epidemiolog yang berkualitas'.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54206332. Diakses pada 10 Desember
2023.
Silvianto, H. (2016). Menakar Keberanian Seorang Luhut Binsar Pandjaitan.
https://news.republika.co.id/berita/oe7be0408/menakar-keberanian-seorang-luhut-
binsar-pandjaitan. Diakses pada 10 Desember 2023.

Stogdill, R. M. (1950). Leadership, membership and organization. Psychological


bulletin, 47(1), 1.

Ulya, Z. (2016). Kedudukan Wakil Menteri Dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan


Negara Menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Position Of Deputy Minister Of
State In The System Operation Of Government Under The 1945 Constitution Of The
Republic Of Indonesia). Jurnal Legislasi Indonesia, 13.

Yudiaatmaja, F. (2013). Kepemimpinan: konsep, teori dan karakternya. Media Komunikasi


FPIPS, 12(2).

Anda mungkin juga menyukai