Karakteristik Peserta Didik - Compress
Karakteristik Peserta Didik - Compress
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemahaman Peserta Didik dan
Pembelajarannya
Dosen Pengampu Dra. Sri Samiasih, M.Kes.
Rombel 01
Disusun Oleh:
0 0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul “Karakteristik Peserta Didik dan
Permasalahannya Dalam Pembelajaran” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim
penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan tentang literasi dasar bagi
para pembaca dan juga bagi penulis. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan
kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat
kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun
melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas
makalah ini, dan kepada dosen pembimbing kami, Dra. Sri Sami Asih, M.Kes dan
juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal.
Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan, atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada
makalah ini, kami mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-
luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada
kesempatan berikutnya.
0 0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu komponen dalam unsur pendidikan ialah adanya peserta didik.
Karena seorang tidak akan bisa disebut sebagai pendidik jika tidak ada peserta
didik yang dididiknya. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya
sebagai seorang peserta didik, pastinya ia memiliki sebuah potensi yang akan
berkembang suatu saat nanti, baik potensi secara akademik (pelajaran)
maupun potensi non-akademik (bukan pelajaran).
Keanekaragaman sifat (karakter), golongan, lingkungan dan kekuatan
berfikir dari individu tersebut (sebagai peserta didik) kadang dapat menjadi
suatu hambatan bagi pendidik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
oleh peserta didiknya. Dimana sebagai seorang pengajar harus mampu
mengarahkan dan mengembangkan potensi anak didiknya, baik secara
akademik maupun membekalinya dengan moral/akhlak yang baik, agar
potensinya tidak disalahgunakan oleh peserta didik tersebut saat dia besar
kelak.
Disinilah peran penting seorang pendidik, dimana pendidik harus bisa
mengembangkan potensi peserta didiknya yang memiliki karaktertistik yang
berbeda, dengan cara pendidik harus melakukan beberapa langkah asesmen
diagnistik agar mengetahui bagaimana karakteristik, minat serta kebutuhan
belajar mereka. Sehingga nantinya peserta didik diharapkan tersebut menjadi
generasi yang maju, ulet, juara, rajin dan berbudi luhur demi memajukan
perkembangan kehidupan bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang disebutkan sebelumnya, penulis
membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja konsep dasar perkembangan belajar peserta didik ?
2. Apa itu karakteristik peserta didik ?
3. Apa saja perbedaan karakteristik yang pernah dialami pendidik dalam
menangani karakteristik peserta didik ?
0 0
4. Bagaimana cara mengatasi karakteristik perbedaan peserta didik?
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah yang disebutkan sebelumnya, penulisan
makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep perkembangan peserta didik.
2. Mengetahui karakteristik peserta didik.
3. Mengetahui perbedaan karakteristik peserta didik.
4. Mengatasi karakteristik peserta didik.
0 0
BAB II
PEMBAHASAN
0 0
2) Tahap Pra Operasional (Usia 2-7 Tahun)
Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan
kata-kata dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini
menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi panca indra dan tindakan fisik.
3) Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai
peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-
benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Tetapi dalam tahapan
konkret operasional masih mempunyai kekurangan yaitu, anak
mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam
situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan
suatu masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkret,
maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan
baik.
4) Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak,
logis, dan lebih idealistik. (Desmita, 2009:7)
2. Tahap perkembangan psikososial
Perkembangan psikososial merupakan proses kestabilan emosi,
kepribadian, serta hubungan sosial yang memiliki pengaruh terhadap
kognitif dan fisik individu (Khasanah, 2019:157). Pada saat individu
mengembangkan kemampuan kognitifnya, mereka juga
mengembangkan konsep diri, cara berinteraksi dengan orang lain, dan
sikap terhadap dunia. Erikson (dalam Rifa’i & Anni, 2018:40-41)
mengemukakan setiap individu sepanjang hayatnya akan melalui tahap
piskososial, dimana pada masing-masing tahap terdiri dari tugas
perkembangan yang dihadapi yang mengalami krisis, tahap tersebut
ialah :
0 0
a. Trust vs Mistrust/Kepercayaan versus ketidakpercayaan (0 tahun)
Tahap pertama perkembangan psikososial anak ini terjadi sejak
bayi baru lahir hingga usia 2 tahun. Menurut Erikson, tahap ini
merupakan konflik dasar masa bayi, karena mereka dapat
mempercayai lingkungannya. Seoran individu akan mengembangkan
kepercayaan dalam dirinya, jika kebutuhan dan perawatan dirinya
dipenuhi secara rutin dan berkesinambungan, ditambah dengan kasih
sayang yang membuatnya nyaman. Hal tersebut akan menjadi
pengalaman yang menyenangkan bagi individu tersebuut, sehingga
akan tumbuh rasa percaya diri. Namun jika terjadi sebaliknya, maka
hal tersebut akan menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan,
sehingga akan menimbulkan rasa curiga pada diri pada individu.
b. Autonomy vs Shame and Doubt/Otonomi versus malu dan ragu (0
tahun)
Tahap perkembangan psikososial pada masa ini terjadi ketika si
kecil berusia 2 – 3 tahun, dimana si kecil mulai mencapai tingkat
kemandirian tertentu. Selama periode ini, orang tua harus membuat
sebuah keputusan yang tegas, yakni mereka harus “protektif namun
tetap tidak overprotektif.” Sulit memang rasanya, namun hal ini akan
sangat memengaruhi perkembangan individu. Individu tersebut akan
mengembangkan kesadaran pengendalian diri mereka, jika ia merasa
dirinya mendapat kesempatan dan support untuk melakukan apa
yang ia inginkan. Namun ingat, hal tersebut tetap dalam pengawasan
orang tua. Jika seperti ini, maka individu tersebut akan tumbuh
dengan sifat percaya diri dan selalu yakin akan kemampuan dan
keputusannya. Sebaliknya jika Ibu terlalu banyak melarang individu
tersebut dan tidak sabar saat menghadapinya, maka akan timbul
perasaan ragu terhadap kemampuan diri sendiri.
0 0
c. Inisiatif versus rasa bersalah (Initiative vs Guilt) (3 – 5 tahun)
Tahap perkembangan psikosisal anak yang selanjutnya ini
terjadi ketika berusia 4 – 5 tahun. Pada tahap ini individu sudah
mampu melakukan berbagai kegiatan secara mandiri, namun ia akan
menghadapi tantangan tersendiri bahwa tidak setiap keinginan bisa
diwujudkan. Apabila individu diberi kebebasan untuk bereksplorasi
dalam lingkungannya, dan juga Ibu sebagai orang tua selalu
menjawab pertanyaan anak, maka individu akan cenderung
memiliki inisiatif lebih banyak dalam menghadapi masalah yang ada
di sekitarnya. Sebaliknya apabila individu selalu dilarang atau
dihalangi keinginannya, dan Ibu selalu menganggap sepele
pertanyaan si kecil, maka ia akan selalu merasa bersalah.
d. Upaya versus inferioritas (Merasa Mampu) (6 – 11 tahun)
Tahap perkembangan psikososial anak ini terjadi ketika individu
berumur 6 tahun hingga usia praremaja. Pada tahap ini individu
mulai melihat hubungan antara ketekunan dan perasaan senang bila
sebuah sebuah pekerjaan selesai. Individu tersebut mulai menyadari
bahwa ia harus berjuang untuk mencapai suatu hal. Sehingga ia
harus menguasai menguasai suatu keterampilan tertentu, sehingga
timbul rasa puas dan berhasil pada dirinya. Namun jika Ibu terus
menganggap anak sebagai anak kecil, maka yang timbul adalah rasa
rendah diri sehingga ia malas untuk belajar atau melakukan tugas-
tugas yang bersifat intelektual. Yang lebih parah lagi, Individu tidak
akan percaya bahwa ia akan mampu mengatasi masalah yang
dihadapinya.
e. Identitas versus kebingungan (Membangun identitas) (12 – 17 tahun)
Konflik identitas dan kebingungan peran terjadi pada usia
remaja. Ini akan mempengaruhi kehidupannya di masa depan.
Seorang remaja mungkin akan mencoba peran yang berbeda untuk
menemukan yang paling cocok. Jika berhasil, ia akan mampu
mempertahankan identitasnya secara konsisten. Apabila gagal
0 0
seorang remaja bisa mengalami krisis identitas dan bingung akan
masa depan yang ia inginkan. Selain itu, kegagalan bisa saja
menimbulkan keraguan tentang kemampuan diri sendiri.
f. Intimasi versus isolasi (Menjalin Kedekatan) (17 – 39 tahun)
Pada tahap psikososial ini, manusia berfokus pada
pengembangan hubungan dekat dan penuh kasih dengan orang lain.
Dalam tahap ini, anak berdampingan dengan masa pubertas menuju
dewasa, dimana anak banyak sekali memiliki peran baru, status baru
sebagai orang dewasa, pekerjaan dan lainnya. Jika anak menjajaki
peran secara positif, maka identitas anak akan tercapai, dan hal-hal
positifpun banyak digapai. Namun jika ketidakpastian terhadap
identitas diri tidak tercpai maka dapat menyebabkan kebingungan
peran di masa depan. Seperti contoh : siapa saya, masa depan saya
mau jadi apa, tujuan saya apa, dsb.
g. Generativitas versus stagnasi (Dewasa) (40 – 50 tahun)
Pada tahap ini seseorang akan melanjutkan kehidupannya dan
berfokus terhadap karir dan keluarga. Jika berhasil melewati tahap
ini, maka seseorang akan memberikan kontribusi terhadap
lingkungannya dengan berpartisipasi dalam lingkungannya dan
komunitasnya. Jika gagal dalam melewati tahap ini, maka seseorang
akan merasa tidak produktif, dan stagnasi yang berkaitan dengan
rasa kecewa dan menumbuhkan sikap egois pada diri. Sehingga rasa
penyesalan lah yang membuat setiap individu dalam tahap ini
mengisolasi dirinya dari lingkungan di sekitarnya.
h. Integritas versus putus asa (Kematangan) (60 tahun – meninggal)
Pada tahap ini, cenderung melakukan cerminan diri terhadap
masa lalu setiap individu. Pada tahapan ini, merupakan rumusan dari
semua tahapan di masa lalunya. Jika seseorang yang banyak
memiliki keberhasilan pada tahap-tahap yang lalu maka
mencerminkan keberhasilan dan kebijaksanaan. Namun jika banyak
0 0
tahapan yang tidak berhasil, maka merasa bahwa hidupnya hanyalah
percuma dan memiliki banyak penyesalan serta keputusasaan.
3. Tahap Perkembangan Emosional
Istilah emosi berasal dari kata Emotus/Emovere yang berarti
sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, dengan kata lain emosi
didefinisikan sebagai keadaan suatu gejolak penyesuaian diri yang
berasal dari diri individu. Perkembangan emosional adalah ungkapan
perasaan. Ketika anak berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan
sehar-hari (Suyadi, 2010:109).
1) Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
Pada usia 18 bulan sampai 3 tahun:
a. Usia 18 bulan sampai 3 tahun.Pada fase ini , anak mulai
mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku
dilingkungannya. Ia mulai melihat akibat prilaku dan
perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan
dalam menyikapi posisinya dilingkungan. Fase ini anak
belajar membedakan cara yang benar dan yang salah dalam
mewujudkan keinginannya,
b. Pada usia dua tahun anak belum mampu menggunakan
banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia
akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi
dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya
orang tua menerjemahkan mimic dan ekspresi wajah
dengan bahasa verbal.
c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu
mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak
mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri. Pada usia 3
tahun , anak sudah mulai mampu menguasai kegiatan-
kegiatan yang melemaskan dan mereganggkan otot-otot
0 0
pada tubuh mereka, sehingga anak-anak sudah mampu
menguasai anggota pada tubuh mereka. Meskipun anak
pada usia ini belum mampu menggunakan kata-kata
sebagai bentuk ekspresi emosinya, namum mereka akan
menggunakan ekspresi wajah untuk memperlihatkan emosi
dan perasaan didalam diri mereka.Sebagai orang tua kita
hanya perlu menerjemahkan mimik serta wajah dengan
menggunakan bahasa verbal.
2) Perkembangan emosi pada anak usia antara 3 sampai 5 tahun
yaitu:
a. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk
mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan
menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain,
bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain
b. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami
bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional
yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan bisa membuat pemenang bisa merasa senang,
sementara yang kalah akan sedih.
3) Perkembangan emosi pada anak usia antara 5 sampai 12 tahun
yaitu:
a. Pada usia 5 sampai 12 tahun anak mulai mempelajari
kaedah dan aturan yang berlaku, anak mempelajari konsep
keadilan dan anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini
adalah ketrampilan yang menuntut kemampuan untuk
menyembunyikan informasi-informasi.
Anak usia 7 sampai 8 tahun perkembangan emosi anak
telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga.
b. Usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam
situasi sosial dan dapat merespon stres emosional yang
0 0
terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi
negative seperti takut dan sedih, anak belajar apa yang
membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar
beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol. (Makmun,
2006: 64-65)
B. Karakteristik Peserta Didik
1. Individu sebagai peserta didik
Individu berasal dari kata indivera yang berarti satu
kesatuan organisme yang tidak dapat dipisahkan. Individu
merupakan kata benda dari individual yang berarti orang atau
perseorangan. (Debi, 2018: 11)
Setiap individu pasti mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan,karena itu merupakan sifat kodrat manusia yang
perlu diperhatikan. Perbedaan makna dari pertumbuhan dan
perkembangan adalah istilah pertumbuhan digunakan untuk
menyatakan perubahan kuantitatif mengenai aspek fisik atau
biologis, sedangkan istilah perkembangandigunakan untuk
perubahan kualitatif mengenai aspek psikis atau rohani. Dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya, manusia memiliki
berbagai kebutuhan yang dapat dibedakan menjadi kebutuhan
primer dan kebutuhan sekunder. Selain itu seiring usianya
bertambah,kebutuhan individupun akan juga bertambah.
2. Karakteristik individu sebagai peserta didik
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti ciri,
tabiat, watak, dan kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang yang
sifatnya relatif tetap. Karakteristik peserta didik dapat diartikan
keseluruhan pola kelakukan atau kemampuan yang dimiliki peserta
didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan, sehingga
menentukan aktivitasnya dalam mencapai cita-cita atau ujuannya.
Informasi terkait karakteristik peserta didik sangat diperlukan
0 0
untuk kepentingan-kepentingan dalam perancangan pembelajaran.
(Isniatun, 2021: 45-46)
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Ardhana
dalam Asri Budiningsih (2017: 11) karakteristik peserta didik
adalah salah satu variabel dalam desain pembelajaran yang
biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang
dimiliki oleh peserta didik termasuk aspek-aspek lain yang ada
pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspektasi terhadap
pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta emosional siswa yang
memberikan dampak terhadap keefektifan belajar. (Isniatun, 2021:
46)
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemahaman karakteristik peserta didik dimaksudkan untuk
mengenali ciri-ciri dari setiap peserta didik yang nantinya akan
menghasilkan berbagai data terkait siapa peserta didik dan sebagai
informasi penting yang nantinya dijadikan pijakan dalam
menentukan berbagai metode yang optimal guna mencapai
keberhasilan kegiatan pembelajaran. (Isniatun, 2021: 46)
3. Ragam karakteristik peserta didik
Karakteristik peserta didik meliputi: etnik, kultural, status
sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya
belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial,
perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik.
C. Perbedaan Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik peserta didik meliputi: etnik, kultural, status sosial,
minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar,
motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan
moral dan spiritual, dan perkembangan motorik. (Isniatun, 2021: 46-
63)
0 0
a) Etnik
Negara Indonesia merupakan negara yang luas wilayahnya
dan kaya akan etniknya. Namun berkat perkembangan alat
transpotasi yang semakin modern, maka seolah tidak ada batas
antar daerah/suku dan juga tidak ada kesulitan menuju daerah
lain untuk bersekolah, sehingga dalam sekolah dan kelas
tertentu terdapat multi etnik/suku bangsa, seperti dalam satu
kelas kadang terdiri dari
peserta didik etnik Jawa, Sunda, Madura, Minang, dan Bali,
maupun etnik lainnya. Implikasi dari etnik ini, pendidik dalam
melakukan proses pembelajaran perlu memperhatikan jenis
etnik apa saja yang terdapat dalam kelasnya. Pendidik harus
melakukan proses pembelajaran dengan bahasa yang dapat
dimengerti oleh semua peserta didik.
b) Kultural
Budaya yang ada di masyarakat kita sangatlah beragam,
seperti kesenian, kepercayaan, norma, kebiasaan, dan adat
istiadat. Peserta didik yang kita hadapi mungkin berasal dari
berbagai daerah yang
tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda sehingga kelas
yang kita hadapi, kelas yang multikultural. Pendidik dalam
melakukan proses pembelajaran harus mampu mensikapi
keberagaman budaya yang ada di kelasnya, misalnya pendidik
ketika menjelaskan materi pelajaran dan dalam memberikan
contoh-contoh perlu mempertimbangkan keberagaman budaya
tersebut, sehingga apa yang disampaikan dapat diterima oleh
semua peserta didik, atau tidak hanya berlaku untuk budaya
tertentu saja.
c) Status Sosial
Peserta didik dengan bervariasi status ekonomi dan
sosialnya menyatu untuk saling berinteraksi dan saling
0 0
melakukan proses pembelajaran. Perbedaan ini hendaknya
tidak menjadi penghambat dalam melakukan proses
pembelajaran. Namun tidak dapat dipungkiri kadang dijumpai
status sosial ekonomi ini menjadi penghambat peserta didik
dalam belajar secara kelompok. Implikasi dengan adanya
variasi status-sosial ekonomi ini pendidik dituntut untuk
mampu bertindak adil dan tidak diskriminasi.
d) Minat
e) Gaya Belajar
Gaya belajar peserta didik merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan dalam melakukan proses pembelajaran
karena dapat mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Gaya
belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu visual, auditif,
dan kinestetik. Hal ini juga diungkapkan oleh Connell (dalam
Yaumi: 2013: 125) yaitu visual learners, auditory learners, dan
kinesthetic learners.
0 0
Pertama, peserta didik visual yaitu peserta didik yang
belajarnya akan mudah dan baik jika melalui
visual/penglihatan, Kedua, Peserta didik auditori, yaitu mereka
yang mempelajari sesuatu akan mudah dan sukses melalui
pendengaran. Ketiga, Peserta didik dengan gaya belajar
kinestetik, adalah peserta didik yang melakukan aktivitas
belajarnya secara fisik dengan cara bergerak,
menyentuh/meraba, dan melakukan.
f) Motivasi
Motivasi yang tinggi dari peserta didik dapat menggiatkan
aktivitas belajarnya. Seseorang memiliki motivasi tinggi atau
tidak dalam belajarnya dapat terlihat dari tiga hal: 1) kualitas
keterlibatannya, 2) perasaan dan keterlibatan afektif peserta
didik, 3) upaya peserta didik untuk senantiasa
memelihara/menjaga motivasi yang dimiliki.
g) Perkembangan Moral dan Spiritual
Kohlberg (dalam Suyanto, 2006: 135), Sunardi dan Imam
Sujadi (2016: 7-8) perkembangan moral anak/peserta didik
dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu 1) preconventional, 2)
Conventional, 3) postconventional.
1) Tahap Preconventional
Tahap Preconventional (6 - 10 th), yang meliputi
aspek obedience and punishment orientatation, orientasi
anak/peserta didik masih pada konsekvensi fisik dari
perbuatan benar-salahnya yaitu hukuman dan kepatuhan
atau anak menilai baik – buruk berdasarkan akibat
perbuatan; dan aspek naively egoistic orientation;
orientasi anak/peserta didik pada instrumen relatif.
2) Tahap Conventional
Tahap Conventional, (10 – 17 th) yang meliputi
aspek good boy orientation, orientasi perbuatan yang
0 0
baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau
disepakati oleh orang lain.
3) Tahap Post Conventional
Tahap post conventional (17 – 28 th), tahap pasca
konvensional ini meliputi contractual legalistic
orientation, orientasi orang pada legalitas kontrak
sosial. Orang mulai peduli pada hak individu, dan yang
baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat.
h) Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik menurut Santrock (2011: 242)
dikelompokkkan menjadi motorik kasar dan motorik halus.
Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas akan dijelaskan
sebagai berikut : Motorik kasar; gerakan tubuh yang
menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh
anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu
sendiri. Contoh perkembangan motorik kasar anak yaitu, anak
pada usia 3 tahun gemar melakukan gerakan seperti melompat,
berlari ke depan dan ke belakang. Motorik halus: gerakan yang
menggunakan otot halus, atau sebagian anggota tubuh tertentu
yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
1. Permasalahan Karakter Peserta Didik
Di tempat PPL 1 yang dilaksanakan di SD Negeri Kalipancur 01
didapatkan hasil observasi sebagai berikut :
0 0
Budaya sekolah Hasil observasi:
Interpretasi:
● Di SDN Kalipancur 01 sudah
sangat baik dalam menerapkan
PPP serta sekolah sudah
mendukung kegiatan
pembelajaran dan sudah sangat
interaktif sehingga siswa dapat
belajar dengan nyaman dan
bahagia.
0 0
dengan materi pembelajaran
yang akan dilaksanakan.
● Bagaimana guru menekankan nilai-nilai ● Berdo’a sebelum melakukan
profil pelajar Pancasila kepada peserta kegiatan pembelajaran, melalui
didik, proyek peserta didik melakukan
kegiatan pembelajaran dengan
cara berkelompok perwujudan
dari sikap profil pelajar
pancasila yakni gotong royong,
peserta didik memanfaatkan
barang bekas menjadi barang
yang bernilai sebagai
perwujudan dari profil pelajar
pancasila yaitu kreatif
Interpretasi:
● Sudah bagus, namun alangkah
baiknya saat sebelum
pembelajaran dimulai ada
kesepakatan dulu antara peserta
didik dengan guru dalam
mendiskusikan kegiatan
pembelajaran yang diinginkan
peserta didik dan disesuaikan
dengan modul ajar yang dibuat
oleh guru.
● Pengaplikasian pembelajaran
sudah mencerminkan profil
pelajar pancasila.
0 0
memberikan pengarahan kepada
peserta didik mengenai proses
● Apakah Anda menangkap antusiasme pembuatan produk proyek
belajar dari para peserta didik? peserta didik.
● Apakah peserta didik aktif merespon ● Peserta didik sangat antusias
pertanyaan guru selama pembelajaran dalam mengikuti pembelajaran
berlangsung? Jelaskan mengenai pembuatan produk
siswa.
● Peserta didik aktif dalam
merespon pertanyaan guru
dengan menjawab bahan apa
saja dan alat apa saja yang
dibawa dalam pelaksanaan
proyek siswa.
Interpretasi:
● Pembelajaran di dalam kelas
sudah melibatkan peserta didik
ditunjukkan dengan peserta
didik aktif dalam merespon
pertanyaan pemantik dari guru,
dan saling bergotong royong
dalam menyelesaikan proyek
pada masing-masing kelompok.
Peserta didik juga aktif
memberikan saran dan
masukkan kepada anggota
kelompoknya mengenai proyek
siswa yang dikerjakan.
0 0
fasilitator, dan menanyakan
apakah ada kesulitan atau
peserta didik agar mencapai tujuan hambatan pada proses
pembelajaran? pengerjaan proyek siswa.
Interpretasi:
● Guru telah melakukan kegiatan
pengidentifikasian kesiapan
peserta didik dengan baik
melalui pengecekan,
pengamatan, serta pemberia
pertanyaan mengenai hambatan
dalam proses pengerjaan proyek
siswa.
Interpretasi:
● Guru sejauh ini sudah
memanajemen dengan baik
mengenai perkembangan emosi
pada peserta didik di kelasnya.
Dan melakukan treatmen khusus
kepada peserta didik yang belum
bisa mengekspresikan diri
dengan baik.
0 0
saling bekerja sama, meluruskan
satu tujuan, dan saling
● Secara umum, bagaimana guru membangun membantu, dan membangun
atmosfer yang mendukung peserta didik komunikasi dengan anggota
untuk mengembangkan kemampuan kelompok berkaitan dengan
bersosialisasi? misalnya peka terhadap proyek siswa.
situasi sekitar, berempati, saling ● Adanya .kurikulum merdeka
menghargai, serta berinteraksi dan yang berlaku, di
berkomunikasi? implementasikan dalam project
● Bagaimana guru memfasilitasi peserta didik based learning disetiap mata
dalam mengembangkan keterampilan sosial pelajaran.
peserta didik dalam kegiatan belajar
(contoh, kerja kelompok, mengerjakan Interpretasi:
proyek bersama)? ● Guru secara keseluruan sudah
membangun atmosfer yang
mendukung peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan
sosialisasinya serta
memfasilitisai poeserta didik
dalam mengembangkan
keterampilan social dalam
kegiatan belajar.
Interpretasi:
Guru sudah berupaya untuk
melakukan pembiasaan-
0 0
pembiasaan yang berkaitan dengan
membangun nilai integritas dan
nilai spiritual peserta didik
0 0
yang kami soroti kali ini adalah peserta didik yang memiliki motivasi
yang kurang dalam belajar dan memiliki moral/spiritual yang perlu
bimbingan lebih lanjut. Untuk kasus yang pertama adalah peserta didik
di kelas 4 A yang bernama Achmad Roja yang bersekolah di SD
Negeri Kalipancur 01, peserta didik yang saya amati ini memiliki
kecenderungan tidak memiliki motivasi dalam kegiatan belajar
akibatnya peserta didik tersebut kurang dapat berinteraksi dan
berkolaborasi dengan teman satu kelompoknya, tidak tertarik dengan
kegiatan pembelajaran yang pada saat itu sedang melakukan projek
mengubah barang bekas tak terpakai menjadi barang yang berguna,
jika teman satu kelompoknya berusaha membagi tugas dalam
melakukan proyek tersebut peserta didik ini hanya diam dan tidak
merespon tugas yang diberikan kepadanya, kemudian sebagai observer
saya mengajukan pertanyaan kepada peserta didik tersebut kenapa
peserta didik yang bernama Ahmad Roja ini tidak mengikuti dan tidak
berkonstribusi kegiatan implementasi kurikulum merdeka dengan
membuat proyek bersama, jawaban peserta didik tersebut mengatakan
bahwa dia tidak menyukai proyek yang berhubungan dengan seni.
0 0
Dari analisis hasil observasi karakteristik peserta didik diatas
untuk kasus yang pertama motivasi yang ada pada peserta didik
Achmad Roja ada pada skala rendah karena itu pendidik harus
memperhatikan lebih baik lagi karakteristik peserta didik, minat dan
kebutuhan belajar sesuai dengan hasil dari analisis diagnostik yang
dilakukan oleh guru, adapun cara untuk membangkitkan motivasi
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran diantaranya :
menginformasikan pentingnya/manfaat mempelajari suatu topik
tertentu, menginformasikan tujuan/kompetensi yang akan dicapai dari
proses pembelajaran yang dilakukannya, memberikan humor/ice
breaking sehingga peserta didik tidak merasa jenuh, menggunakan
media pembelajaran yang terintergrasi dengan gaya belajar peserta
didik, dan juga memberi reward/hadiah/pujian, selalu berikan
bimbingan khusus kepada peserta didik yang memiliki potensi yang
berbeda dari mayoritas peserta didik yang lainnya, tidak mengabaikan
peserta didik yang kurang termotivasi dengan mata pelajaran yang
tidak ia sukai atau kurang memiliki ketrampilan di materi pelajaran
tersebut, guru harus selalu menjadi motivator dan fasilitator bagi
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar pada materi
pembelajaran.
Analisis observer pada karakteristik peserta didik untuk kasus
yang kedua pada peserta didik yang bernama Muhammad Akmal
dikarenakan guru belum memahami perkembangan moral peserta didik
serta perkembangan spiritualnya, dan kurangnya informasi mengenai
latar belakang peserta didik tersebut saat berada di dalam lingkungan
keluarganya. Upaya yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan
sikap religius antara lain dengan:
1) Metode keteladanan, pendidik memberi contoh
langsung/menjadi percontohan kepada peserta didiknya, baik
dalam berbicara, berperilaku, maupun lainnya. Melalui
0 0
percontohan/keteladanan akan lebih berkesan pada peserta
didik dibandingkan hanya dengan kata- kata.
2) Metode pembiasaan, metode ini berarti peserta didik
diharapkan melakukan perulangan untuk hal-hal yang sifatnya
baik, seperti berdoa sebelum melakukan kegiatan belajar,
membaca buku.
3) Metode nasehat, pendidik diharapkan memberikan nasihat
tentang kebenaran kepada peserta didiknya secara konsisten.
4) Pembinaan akhlak, pendidik diharapkan dapat selalu membina
akhlak atau budi pekeri yang mulia peserta didiknya, seperti
sikap rendah hati, hormat pada orang yang lebih tua dan sabar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seorang peserta didik ialah anak dalam usia sekolah yang belajar pada
instansti formal ataupun non formal. Dimana ia nanti akan dibimbing oleh
pengajar, yang mana pengajar tersebut nantinya juga akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik tersebut. Disamping pengaruh
pengajar pada saat itu, pastinya individu-individu tersebut memiliki karakter
(sifat) yang berbeda-beda. Dimana karakter tersebut terbentuk dari bawaan
(lingkungan intern) ataupun lingkungan extern (masyarakat luas).
Karakteristik peserta didik dipengaruhi oleh beberapa aspek yakni etnik,
kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya
0 0
belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan
moral dan spiritual, dan perkembangan motorik.
3.2 Saran
Hasil observasi ini diharapkan akan menjadikan bahan refleksi bagi
pendidik agar selalu melakukan asesmen diagnostik sebelum menyusun
rancangan kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan
treatment yang sesuai dengan karakteristik, minat serta kebutuhan belajar
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
0 0
Lampiran 1
Lembar Observasi Peserta Didik
0 0
Budaya sekolah Hasil observasi:
Interpretasi:
● Di SDN Kalipancur 01 sudah
sangat baik dalam menerapkan
PPP serta sekolah sudah
mendukung kegiatan
pembelajaran dan sudah sangat
interaktif sehingga siswa dapat
belajar dengan nyaman dan
bahagia.
0 0
dengan materi pembelajaran
yang akan dilaksanakan.
● Bagaimana guru menekankan nilai-nilai ● Berdo’a sebelum melakukan
profil pelajar Pancasila kepada peserta kegiatan pembelajaran, melalui
didik, proyek peserta didik melakukan
kegiatan pembelajaran dengan
cara berkelompok perwujudan
dari sikap profil pelajar
pancasila yakni gotong royong,
peserta didik memanfaatkan
barang bekas menjadi barang
yang bernilai sebagai
perwujudan dari profil pelajar
pancasila yaitu kreatif
Interpretasi:
● Sudah bagus, namun alangkah
baiknya saat sebelum
pembelajaran dimulai ada
kesepakatan dulu antara peserta
didik dengan guru dalam
mendiskusikan kegiatan
pembelajaran yang diinginkan
peserta didik dan disesuaikan
dengan modul ajar yang dibuat
oleh guru.
● Pengaplikasian pembelajaran
sudah mencerminkan profil
pelajar pancasila.
0 0
memberikan pengarahan kepada
peserta didik mengenai proses
● Apakah Anda menangkap antusiasme pembuatan produk proyek
belajar dari para peserta didik? peserta didik.
● Apakah peserta didik aktif merespon ● Peserta didik sangat antusias
pertanyaan guru selama pembelajaran dalam mengikuti pembelajaran
berlangsung? Jelaskan mengenai pembuatan produk
siswa.
● Peserta didik aktif dalam
merespon pertanyaan guru
dengan menjawab bahan apa
saja dan alat apa saja yang
dibawa dalam pelaksanaan
proyek siswa.
Interpretasi:
● Pembelajaran di dalam kelas
sudah melibatkan peserta didik
ditunjukkan dengan peserta
didik aktif dalam merespon
pertanyaan pemantik dari guru,
dan saling bergotong royong
dalam menyelesaikan proyek
pada masing-masing kelompok.
Peserta didik juga aktif
memberikan saran dan
masukkan kepada anggota
kelompoknya mengenai proyek
siswa yang dikerjakan.
0 0
fasilitator, dan menanyakan
apakah ada kesulitan atau
peserta didik agar mencapai tujuan hambatan pada proses
pembelajaran? pengerjaan proyek siswa.
Interpretasi:
● Guru telah melakukan kegiatan
pengidentifikasian kesiapan
peserta didik dengan baik
melalui pengecekan,
pengamatan, serta pemberia
pertanyaan mengenai hambatan
dalam proses pengerjaan proyek
siswa.
Interpretasi:
● Guru sejauh ini sudah
memanajemen dengan baik
mengenai perkembangan emosi
pada peserta didik di kelasnya.
Dan melakukan treatmen khusus
kepada peserta didik yang belum
bisa mengekspresikan diri
dengan baik.
0 0
saling bekerja sama, meluruskan
satu tujuan, dan saling
● Secara umum, bagaimana guru membangun membantu, dan membangun
atmosfer yang mendukung peserta didik komunikasi dengan anggota
untuk mengembangkan kemampuan kelompok berkaitan dengan
bersosialisasi? misalnya peka terhadap proyek siswa.
situasi sekitar, berempati, saling ● Adanya .kurikulum merdeka
menghargai, serta berinteraksi dan yang berlaku, di
berkomunikasi? implementasikan dalam project
● Bagaimana guru memfasilitasi peserta didik based learning disetiap mata
dalam mengembangkan keterampilan sosial pelajaran.
peserta didik dalam kegiatan belajar
Interpretasi:
(contoh, kerja kelompok, mengerjakan
proyek bersama)? ● Guru secara keseluruan sudah
membangun atmosfer yang
mendukung peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan
sosialisasinya serta
memfasilitisai poeserta didik
dalam mengembangkan
keterampilan social dalam
kegiatan belajar.
Interpretasi:
Guru sudah berupaya untuk
melakukan pembiasaan-
0 0
pembiasaan yang berkaitan dengan
membangun nilai integritas dan
nilai spiritual peserta didik
Lampiran 2
Dokumentasi ob
0 0
0 0