MAKALAH HAK GUNA BANGUNAN KELOMPOK 3 Salinan Salinan
MAKALAH HAK GUNA BANGUNAN KELOMPOK 3 Salinan Salinan
PENDAHULUAN
A.latar belakang
Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis yang mengatur agraria. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104 – TLNRI No. 2043,
diundangkan pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang tersebut lebih dikenal dengan
sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) (Mertokusumo dalam Santoso, 2012).
Beberapa hal penting yang diatur dalam UUPA adalah penetapan tentang jenjang kepemilikan
hak atas penguasaan tanah dan serangkaian wewenang, larangan, dan kewajiban bagi
pemegang hak untuk memanfaatkan dan menggunakan tanah yang telah dimilikinya tersebut.
Hak guna bangunan (HGB) merupakan salah satu bentuk hak atas tanah yang memiliki peran
penting dalam hukum agraria di indonesia. Dalam konteks pembangunan dan pemanfaatan
lahan, HGB menjadi instrumen yang memungkinkan pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan
tanah untuk kepentingan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting, karena sebagian besar
dari kehidupannya tergantung pada tanah. Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa
kepada umat manusia dimuka bumi. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia
membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Dalam hal ini, tanah
mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis (Limbong, 2012). Melihat
betapa pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka pengelolaan dan pemanfaatan tanah
harus diperhatikan seperti yang terkandung dalam Undang-Undang Pasal 33 ayat (3) bahwa
apa saja yang ada di bumi dan segala yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
Negara dalam hal ini mempergunakannya untuk kesejahteraan rakyat.
Tanah secara konstitusi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebagai tindak lanjut
dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan bumi atau tanah,
maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (UUPA).
Pasal 1 ayat (4) UUPA menyatakan: “Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi,
termasuk tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air”. Selanjutnya dalam Pasal 4
ayat (1) menyatakan: “Atas dasar hak menguasai dari negara dari tanah yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang
dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain atau badan hukum”.
BAB II
PEMBAHASAN
E.Perlindungan Hukum bagi Pemegang Hak Guna Bangunan di atas Hak milik
Hadjon (1987) mengemukakan dalam perlindungan hukum terdapat suatu usaha untuk
memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang dilakukan.
Pemberian perlindungan disesuaikan dengan kewajiban yang dilakukan masing-masing pihak.
Perlindungan hukum dapat dikatakan juga sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu
konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan,
dan kedamaian.
Berbicara mengenai perlindungan hukum dan dikaitkan dengan pemberian Hak Guna
Bangunan di atas Hak Milik atas tanah maka perlindungan hukum akan diberikan kepada
masing-masing pihak dalam hal ini pemegang Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik atas
tanah dan pemegang hak milik atas tanah tersebut. Hak bagi pemegang Hak Guna Bangunan
di atas Hak Milik adalah dapat menikmati secara maksimal tanah dan bangunan yang
didirikannya dengan jaminan dari pemegang Hak Milik.
Pemegang Hak Guna Bangunan pun mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan
terhadap pemegang Hak Milik. Oleh dari itu setelah kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi
pemegang Hak Guna Bangunan dilaksanakan maka perlindungan hukum yang menjamin
terpenuhinya hak-hak dari pemegang Hak Guna Bangunan akan muncul.
F.Perlindungan Hukum terhadap pemegang Hak Milik atas tanah yang diatasnya
diberikan Hak Guna Bangunan
Perjanjian sewa-menyewa dan perjanjian pendahuluan pemberian Hak Guna Bangunan di
atas Hak Milik memuat hal-hal yang sama, tidak ada jaminan yang mendasar yang dapat
mencerminkan adanya perlindungan hukum yang dapat melindungi pihak pemegang Hak
Milik. Jaminan dari pihak kedua hanya terdapat dalam perjanjian pendahuluan pemberian Hak
Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik, yang menyatakan bahwa pihak kedua dengan ini
menyatakan dan menjamin pihak pertama;
1) Bahwa pihak kedua berhak untuk menandatangani akta ini;
2) Bahwa pihak kedua akan mengusahakan agar persyaratan yang diperlukan oleh pihak
kedua dilengkapi sebelum tanggal penandatanganan;
3) Bahwa setalah semua persyaratan yang dimaksud dalam sub b dipenuhi, pihak kedua
akan membuat dan menandatangani akta pemberian hak guna bangunan atas tanah hak
milik bersama-sama dengan Pihak pertama atau kuasa-kuasa mereka yang sah
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang pada tanggal
penandatanganan;
4) Bahwa akta ini berlaku sah dan mengikat pihak kedua.
1. •. Pengertian hak milik adalah hak turun Temurun terkuat Dan terpenuhi yang dapat
dipunyai orang atas tanah (jangka waktunya tidak ada batas waktu tertentu,) dasar
hukum nya pasal 20 ayat (1) UUPA, pasal 21 (1) UUPA , pasal 22 ayat 2 UUPA
•hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara dalam
jangka waktu sebagaimana dalam pasal dua sembilan hak guna bangunan, hak pertanian,
perikanan, atau peternakan. (Jangka waktunya adalah 35 tahun dan dapat diperpanjang
kembali selama 35 tahun. )Dasar hukumnya adalah pasal 28 ayat satu pasal 29 UUPA Dan
pasal delapan PP nomor 40 tahun 1996
2. Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah beserta benda benda yang berkaitan
dengan tanah untuk kepentingan pembayaran hutang kepada pemegang hak tanggungan
ciri-ciri: jaminan yang bersifat khusus, hak tanggungan bersifat terbatas, hak
tanggungan tidak dapat dialihkan atau dijual tanpa persetujuan kreditur.
contohnya: saya meminjam uang dari bank maka bank dapat meminta jaminan berupa
hak tanggungan atas tanah yang saya miliki
3. •Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah
milik dan melembagakan untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya
•Proses wakaf
1.Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga Wakif dilegalisir kepala desa/kelurahan atau camat
5.Ikrar Wakaf & Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti AlW asli
6.Surat keterangan Warisan dari kepala desa/kelurahan diketahui camat bila wakif meninggal dunia atau
sertipikat mash atas nama orang tua yang sudah meninggal.
7. Surat Persetujuan dan Kuasa seluruh ahli waris kepada wakif (mewakili seluruh ahli waris) untuk
mendaftar/melaksanakan ikrar wakaf.
8. Foto copy KTP/KSK seluruh ahli waris dilegalisir (No. 6 - 7 bila wakif atau sertifikat atas nama orang yang
sudah meninggal)
9. Copy surat keterangan PBB bidang wakaf bila ada dan SPP Waris bila diperlukan (Nomor 1 s/d 8 rangkap 2
dilegalisir)
11.Biaya : 0 Rupiah
12.Waktu : 25 menit
4. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang- bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk surat
pemberian tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Dilansir dari buku Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah (2011) oleh Urip Santoso, berdasarkan Pasal 2 PP
No. 24 Tahun 1997, asas-asas pendaftaran tanah yakni:
Asas sederhana
Asas yang dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat
dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
Asas aman
Dimaksudkan untuk menunjukkan pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat. Sehingga
hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Asas terjangkau
Dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan
dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak
yang memerlukan.
Asas mutakhir
Kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan berkesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data
yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir.
Sehingga diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari.
Asas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan.
Asas terbuka
Asas terbuka artinya masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data
yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.