Anda di halaman 1dari 9

Penerapan Akad Wadiah di Perbankan Syariah

Oleh : Rachmad Risqy K, Ph.D.

Al-Munba’its Abduh

Abstract: In contemporary business, the problem of depositing funds in various systems of banking
institutions is usually through the savings, current and deposit systems. Deposit (Al-Wadiah) in language
is something that is not entrusted to the owner, meaning that the wadiah contract must be given. The
second meaning of wadiah contract is "acceptance", as someone says "I received property from him".
Wadiah means handing over property to the protected person and the recipient. In carrying out wadiah,
certain pillars and conditions must be met. Al-Jaziri expressed the opinion of the imam of the madzhab as
follows. According to Hanafiah, alwadiah has one pillar, namely consent and qabul. Everything else is
included in the clause and not in the pillar. According to Hanafiah, in sighah, the consent is considered
valid if it is carried out in clear language (sharia) or in disguised language (kinayah). This also applies to
Kabul, requirements for consignors and trustees and Mukala goods. It is not valid if the person entrusted
to take the deposit is a madman or shabiy. Gains (advantages) in wadiah, some scholars allow it, and
some do not allow it. If the item is intentionally damaged or lost, the stored item must be replaced, in the
event of an accident there must be an agreement from the owner.

Abstrak: Dalam bisnis kontemporer, masalah penyetoran dana di berbagai sistem lembaga perbankan
biasanya melalui sistem tabungan, giro dan deposito. Setoran (Al-Wadiah) secara bahasa adalah sesuatu
yang tidak dititipkan pada pemiliknya, artinya akad wadiah harus diberikan. Arti kedua dari akad wadiah
adalah “penerimaan”, sebagaimana seseorang mengatakan “Saya menerima harta darinya”. Wadiah
artinya menyerahkan harta benda kepada orang yang dilindungi dan penerimanya. Dalam melaksanakan
wadiah, rukun dan syarat tertentu harus dipenuhi. Al-Jaziri mengungkapkan pendapat imam madzhab
sebagai berikut. Menurut Hanafiah, alwadiah memiliki satu rukun, yaitu ijab dan qabul. Yang lainnya
termasuk dalam klausa dan tidak dalam pilar. Menurut Hanafiah, dalam sighah, ijab dianggap sah jika
dilakukan dengan bahasa yang jelas (syariah) atau bahasa yang tersamar (kinayah). Hal ini juga berlaku
untuk Kabul, persyaratan untuk pengirim dan wali dan barang Mukala. Tidak sah jika orang yang
dititipkan untuk mengambil titipan adalah orang gila atau shabiy. Keuntungan (keuntungan) dalam
wadiah, sebagian ulama membolehkannya, dan sebagian lagi tidak membolehkannya. Jika barang tersebut
sengaja rusak atau hilang maka barang yang disimpan harus diganti, jika terjadi kecelakaan harus ada
kesepakatan dari pihak pemilik.

Keywords : Barang Titipan, Wadiah, Bank Syariah

1 | Hukum Ekonomi Syariah


Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
Pendahuluan
Pesatnya perkembangan industri perbankan syariah dalam satu dekade terakhir, terutama setelah
krisis ekonomi tahun 1998, menjadikan perbankan syariah sebagai alternatif usaha dan bisnis berbasis
masyarakat.

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa perantara bagi pihak yang
kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan komersial dan kegiatan lain yang sesuai
dengan syariat Islam. Selain itu, bank syariah sering disebut sebagai bank syariah atau bank beban bunga,
yaitu sistem perbankan yang tidak menggunakan bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau
ambiguitas (gharar) dalam usahanya.1

Dalam bisnis kontemporer, terdapat masalah dalam menyimpan dana di lembaga perbankan
dengan berbagai sistem, biasanya melalui tabungan, giro, dan deposito.

Ada banyak jenis kegiatan ekonomi Islam, dan salah satu realitas terpenting yang diketahui orang
dari waktu ke waktu adalah kegiatan jual beli, perdagangan, atau komersial.

Kegiatan usaha lain yang dilakukan oleh bank syariah adalah penitipan barang publik yang
memiliki nilai ekonomis pada bank syariah untuk jangka waktu tertentu.

Selain menerapkan syiar Islam, khususnya kegiatan ekonomi Muamara, positioning Ulama juga
mengejar keuntungan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip agama, yaitu prinsip ekonomi syariat
Islam.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, kita perlu memahami akad wadiah sebagai landasan hukum
yang mengatur tentang transaksi muamalat. Maka di dapatkan rumusan masalah akad wadiah sebagai
berikut “bagaimamna cara menerapkan akad wadiah di perbankan syariah?’’

Tujuan

Memahami Penerapan Akad Wadiah dalam Perbankan Syariah

Pembahasan
Setoran (Al-Wadi'ah), secara bahasa mengacu pada sesuatu yang tidak dititipkan pada pemiliknya
agar dilindungi, yang artinya al-wadi'ah adalah memberi. Arti kedua dari bahasa adalah "menerima",
seperti yang dikatakan seseorang "Saya mendapat harta darinya". Arti dari al-wadi'ah adalah memberikan
harta untuk melindunginya dan penerimanya.

1
Santoso dan Ulfah Rahmawati, “Produk Keguatan Usaha Perbankan Syari’ah dalam Mengembangkan UMKM di
Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”
2 | Hukum Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
Wadi'ah berasal dari istilah Al-Wadi'ah, yang berarti titipan murni (titipan) dari satu pihak kepada
pihak lain (perorangan dan badan hukum), yang harus disimpan dan dikembalikan bila diminta oleh
pemelihara.2

Wadiah artinya amanah. Dikatakan Wadiah artinya amanah, karena Allah menggunakan kata
amanah untuk menyebut wadiah dalam beberapa ayat Al-Qur'an.

Wadiah adalah akad antara satu orang dengan orang lain, dan klien menyimpan barang-barang
tersebut dengan baik (sesuai adat). Atau sebagian orang mengartikan wadiah sebagai pemberian hak
kepada orang lain untuk mengungkapkan atau menyandang tanda-tanda tersebut untuk melindungi harta
benda mereka.3

Dari definisi al-wadi'ah dapat dipahami bahwa al-wadi'ah adalah transaksi yang mengungkapkan
pendapat di mana seseorang menitipkan sesuatu kepada orang lain untuk diamankan.

Wadi'ah artinya titipan, artinya menitipkan barang kepada orang lain tanpa membayar upah. Jika
bank menghendaki imbalan (ujrah) atau mewajibkan upah, akad diubah menjadi ijaroh. Di bank syariah
misalnya, giro berdasarkan prinsip wadi'ah. 4

Dasar Hukum Al-Wadiah

Al-Quran

Ulama fiqh sependapat bahwa alwadiah adalah salah satu akad dalam rangka tolong menolong
antar sesama manusia. Landasan firman Allah SWT, surat An-Nisa’ ayat 58. “sungguh Allah
menyuruhmu menyampaikan amant kepada yang berhak menerimanya,dan apabila kamu menetapkan
hukumdiatara manusia hendaknya kamu menetapkan dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang
memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat”.

Dalam suratAl-Baqarah : 283 “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang di pegang, Tetapi, jikia sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain hendaklah yang dipercayai itu meninaikan amanatnyadan hendaklah dia
bertakwa kepada Allah, Tuhanya.

Dan jnganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikanya,


sungguh hatinya kotor (berdosa), Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Menurut para
musafir ayat ini berkaitan dengan peniitipan kunci ka’bah kepada utsman bin thalhah (seorang sahabat
nabi) sebagai aman dari Allah SWT. Tetapi semua berlaku dalam semua amanat.

22
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dalam Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, h. 85
33
Ihkwan Abidin Basrihttp://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/wadiah/
4
Muhammad Firdaus, ed., Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah,
3 | Hukum Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
Hadits

Dalam hadits Rasulullah SAW. Dikatakan: "Berikan tugas kepada mereka yang mempercayai
Anda dan tidak mengkhianati Anda." (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim). Nabi SAW bersabda:
“Berikan tugas kepada orang yang mempercayaimu, jangan khianati orang yang mengkhianatimu.”

Dari Abu Hullera, Rasulullah (SAW) bersabda: “Terapkan misimu (titipan)mu kepada yang
berhak, dan jangan kembalikan pengkhianatanmu kepada orang yang mengkhianatimu.” (H.R Abu Daud
dan Tirmidzi).5

Kemudian, Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah (SAW) bersabda: “Orang-orang yang
tidak beriman tidak sempurna imannya, dan orang-orang yang tidak mensucikan diri tidak shalat.” (HR
Thabrani).

Rasulullah bersabda bahwa dia (bertanggung jawab atas) titipan. Ketika dia hendak pergi ke
kalender Hijriah, dia menyerahkannya Kepada Umm'Aiman, dia (Ummu'Aiman) memerintahkan Ali bin
Abi Thalib untuk memberikannya kepada orang yang berbadan hukum."

Para ulama sepakat bahwa wadi'ah diperbolehkan. Ini adalah ibadah sunnah. Dalam kitab Mubudi
disebutkan: "Ijma' memperbolehkan berwadi'ah setiap saat. Dalam kitab Ishfah disebutkan: Para ulama
sepakat bahwa wadi'ah adalah ibadah sunnah, dan menyimpan barang-barang yang disimpan akan
mendapat pahala.

Rukun dan Syarat Wadiah

Dalam melaksanakan Wadi'ah, rukun dan syarat harus dipenuhi menegaskan. Al-Jaziri
mengungkapkan pendapat para imam madzhab sebagai berikut. Menurut Hanafiyah, al-wadi'ah memiliki
satu rukun, yaitu ijab dan qabul. Yang lainnya termasuk kondisi, bukan pilar. Menurut Hanafiyah, secara
shighah, jika ijab itu dinyatakan dengan bahasa yang jelas (syariah) atau bahasa yang tersamar (kinayah),
maka ijab itu dianggap sah. Hal ini juga berlaku untuk Kabul, yang membutuhkan kesepakatan dengan
wali dan wali. Jika orang yang menitipkan barang dan penerima barang adalah orang gila atau anak yang
belum dewasa (shabiy), maka hal itu tidak sah.

Menurut Syafiiyah alwadiah memiliki tiga rukun yaitu:

 Konsinyasi arang: Syarat konsinyasi adalah ahwa arang atau arang adalah sesuatu yang dapat
dimiliki secara syara. Tahun
 Wali amanat dan penerima escrow: mensyaratkan deposan dan penerima titipan harus matang sehat
serta kondisi lain yang sesuai untuk kondisi yang representatif.
 Pernyataan pengamilalihan yang disyaratkan oleh akad qaul ini dipahami secara jelas dan samar oleh
kedua elah pihak.6

Dalam mazha Hanafi akad tidak harus dewasa dan erakal sehingga anak kecil yang dieri wewenang
oleh wali dapat memuat akad wadia ini.

5
Juhaya. pengantar ilmu ekonomi dilengkapi dasar-dasar ekonomi islam
6
.pengantar ilmu ekonomi dilengkapi dasar-dasar ekonomi islam,
4 | Hukum Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
Menurut Pasal

13 ayat (1) rukun Wadiah meliputi:

 Ada Muwaddi` yang ertindak seagai pemilik aranguang serta yang menitipkanmenyerahkannya.
 Ada Mustawda` yang ertindak seagai penyimpan atau pengasuh anak.
 Kemudian diakhiri dengan Ija Qaul (Sighat) di ank iasanya ditandai dengan penandatanganan
suratukti titipan. Di ank Syari`ah tanpa salah satunya proses Wadi`ah tidak sah.

Hukum Menerima Benda Titipan

Mengenai hukum penerimaan titipan Suhendi (2006:183) menjelaskan ahwa ada empat jenis
hukum penerimaan titipan yaitu sunat haram waji dan makruh. Secara lengkap dijelaskan sebagai erikut.

 Sunat orang yang disunat menerima pemayaran di muka kepada orang yang percaya pada dirinya
sendiri ahwa dia dapat menyimpan arang-arang yang dipercayakan kepadanya.
 wajib untuk mengamil titipan harta agi seseorang yang percaya ahwa mereka mampu menerima
dan memelihara harta itu dan agi orang lain yang tidak memiliki orang yang dipercaya untuk
mengurusnya.
 Haram ketika seseorang tidak memiliki kekuatan dan tidak ingin mempertahankan kepemilikan
penyimpanan.
 Makruh agi orang yang meyakini dirinya dapat menyimpan harta titipan tetapi kurang (ragu-ragu)
dalam kemampuannya agi orang yang demikian ia tidak mau menerima harta titipan.
menyetorkan.7

Macam-Macam Akad Wadiah

Berdasarkan akadnya wadiah dibagi menjadi 2 yaitu :


Wadiah Yad Amanah, yaitu akad penitipan barang dimana pihak penerima titipan tidak di
perkenankan menggunakan barang yang di titipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
hilangnya barang titipan yang bukan disebabkan karena kelalaian penerima.

Dalam hadits Rasulullah menyatakan “jaminan pertanggung jawaban tidak diminta dari
peminjaman yang tidak menyalah gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap
titipan tersebut
Wadiah Yad Dhamanah, yaitu akad penitipan barang dimana pihak penerima titpan dengan atau
tanpa izin pemilik barang dapat memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan barang, semua manfaat dan keuntungan tersebut mejadi hak bagi penerima
titipan.

Dalam hadist Rasaulullah yang diriwayatkan oleh Abu Rafie bahwa Rasulullah pernah meminta
seseorang untukmeminjamkan seekor unta, maka di berinya unta qurban berumur sekitar (2 tahun),
setelah selang bebrapa waktu, Rasulullah memerintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut
kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada Rasulullah seraya bertany.”ya Rasulullah, unta
yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur 4 tahun. Rasulullah
berkata”Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.”
( H.R Muslim).

7
Juhaya. pengantar ilmu ekonomi dilengkapi dasar-dasar ekonomi islam
5 | Hukum Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
Wadiah Yad amanah dapat berubah menjadi menjadi Wadiah Yad Dhomanah karena sebab-
sebab berikut :
 Barang titpan itu di titpak oleh pihak kedua kepad orang lain (pihak ke 3) yang bukan keluarganya
atau tanggung jawabnya.
 Barang titipan tidak di pelihara oleh orang yang dititpi
 Barang titipan di manfaatkan oleh orang yang ditipi
 Orang yang dititpi wadiah mengingkari wadiah itu
 Orang yang dititipi mencampuri barang titipan dengan harta pribadinya sehingga sulit dipisahkan
 Orang yang dititipi melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan
 Barang titipn dibawa bepergian

Dengan konsep Al wadiah Yad Adh Dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang titipan yang dititipkan. Tentunya, pihak bank dalam
hal ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip
dalam bentuk bonus.

Keuntungan dalam Wadiah

Ulama berbeda pendapat mengenai pengambilan laba atau bonus, yaitu :


Menurut ulama Syafi’iyyah, tidak boleh mengambil keuntunganatau bonus yang tidak disyaratkan
diawal akad dari pemanfaatan barang yang dititpkan dan akadnya bisa gugur.
Menurut ulama Hanafiyah dan malikiyyah boleh menerima laba yang diberikan oleh orang yang
dititipi.

Sedangkan apabila yang diterima dari bank berupa bunga, maka ulam hanafiyah mengatakan
keuntungan tersebut harus disedekahkan, sedangkan menurut ulama malikiyyah keuntungan tersebut
harus diserahkan ke baitul mal (kas negara).

Penerapan Akad Wadiah dalam Perbankan Syariah

Wadiah merupakan salah satu sumer permodalan ank syariah. Berdasarkan modal teresar yang
ukan merupakan modal utama wadiah dapat diedakan menjadi Wadiah Jariyah Tahta Thala dan Wadiah
Iddikhariyah AtTaufir keduanya termasuk dalam titpan fitrah. Kedua jenis simpanan ini dicirikan oleh
arang atau simpanan yang dapat digunakan yang dapat dikompensasikan oleh ank atas dasar keijaksanaan
manajemen tanpa persetujuan terleih dahulu dan simpanan ank ini dapat eruah sewaktu-waktu dapat
diasimilasi menjadi uang tunai dan taungan.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia prinsip ini
diterapkan dalam kegiatan penggalangan dana dari masyarakat dalam entuk taungan antara lain: 8

• Giro
• Taungan
• Pengiriman uang
• Dan bentuk lainya

8
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2012
6 | Hukum Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
Adapun ketentuan umum dari asas ini adalah sebagai berikut:

• Keuntungan atau kerugian yang timul dari penyaluran dana menjadi milik atau kewajian ank sedangkan
pemilik dana tidak dijanjikan ganti rugi dan tidak menanggung kerugian. Bank diperolehkan untuk
memeri penghargaan kepada pemilik dana untuk memujuk mereka menarik dana pulik tetapi ini tidak
dapat disepakati seelumnya.

• Bank waji mengadakan perjanjian pemukaan rekening yang memuat izin untuk mendistriusikan dana
simpanan dan syarat-syarat lain yang disepakati sepanjang tidak ertentangan dengan prinsip syariah.
Khusus untuk pemegang rekening koran ank dapat menawarkan uku cek transfer kawat dan kartu deit

• Untuk pemukaan rekening ini ank dapat mengenakan iaya administrasi untuk menutupi iaya-iaya yang
seenarnya dikeluarkan.

• Peraturan lain mengenai giro dan taungan erlaku sepanjang tidak ertentangan dengan prinsip Syariah.

Uraian di atas sesuai dengan istilah-istilah yang iasa ditemukan pada produk perankan syariah
yang menggunakan prinsip wadhiah. Dan untuk setiap produk akan ada regulasi khusus yang sedikit
ereda namun secara umum sama.

Dalam dunia perankan dapat dierikan insentif atau onus dan ini merupakan keijakan dari ank
yang ersangkutan. Hal ini dilakukan seagai upaya untuk merangsang minat masyarakat untuk menaung
dan seagai salah satu indikator tingkat kesehatan ank. Pemerian onus tidak dilarang asalkan tidak
diharuskan di masa lalu dan jumlahnya tidak tetap dalam nominal atau persentase. Agar akad wadhia sah.
Hal ini sejalan dengan pendapat ulama Hanafi dan Maliki.

Insentif Perankan adalah keijakan perankan yang dirancang untuk mendorong minat masyarakat
terhadap ank dan kinerja ank terkait. Lagi pula semakin esar keuntungan klien semakin efisien dana ini
digunakan dalam investasi yang produktif dan menguntungkan.

Dalam perankan tentu saja dana yang disimpan dari nasaah digunakan untuk kegiatan perankan
lainnya asalkan ank memerikan jaminan atas simpanan terseut dan jika diinginkan mengemalikannya
kepada nasaah.

Namun saat ini anyak ank syariah yang erhasil memadukan prinsip alwadiah dengan prinsip
almudharaah. Dengan demikian ank dapat menentukan jumlah onus yang diterima deposan dengan
menetapkan persentase.9

Rusak dan Hilangnya Barang Titipan

Menurut Inu Taimiyah jika penjaga titipan mengakui ahwa ada orang yang mencuri titipan
sedangkan tidak ada yang mencuri arang yang erada di awah kendalinya maka orang yang menerima
titipan itu harus diganti. Pendapat Inu Taimiyah ini didasarkan pada azar ahwa Umar r.a. meminta
9
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dalam Teori ke Praktik, Gema Insani
7 | Hukum Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
jaminan kepada Anas in Malik r.a. saat menyetor di Anas r.a. dinyatakan hilang sedangkan harta
kekayaan Anas r.a. sendiri masih ada.

Seseorang meninggal dunia dan diuktikan kepadanya ahwa ada arang titipan orang lain dan
ternyata titipannya tidak ditemukan maka harta itu terutang kepada penyimpan dan ya. diayar oleh ahli
warisnya. Jika Anda menerima surat dengan tulisan tangan Anda sendiri termasuk identifikasi arang yang
akan dikirim surat itu harus menjadi pedoman karena tulisan tangan dianggap sama dengan tulisan
tangan sendiri.

Jika seseorang menerima kiriman yang dijatuhkan sudah egitu lama sehingga mereka tidak lagi
tahu di mana atau siapa pemilik arang-arang itu dan telah melakukan upaya yang wajar untuk
menemukannya tetapi tidak dapat memperoleh informasi yang jelas maka Benda titipan dapat digunakan
untuk kepentingan agama Islam dengan mengutamakan yang terpenting diantara yang penting. 10

Kesimpulan
Prinsip AlWadiah dalam perankan syariah mengacu pada perjanjian di mana pelanggan
menyimpan uang di ank dengan tujuan ahwa ank ertanggung jawa untuk menjaga keamanan uang dan
memastikan pengemaliannya jika pelanggan memintanya. Akiat penerapan prinsip wadiah semua
keuntungan yang diperoleh dari simpanan akan masuk ke ank (dan sealiknya). Seagai onus agi nasaah
nasaah deposan dijamin keamanan aset dan fasilitas lainnya di rekening gironya.

Dalam dunia perankan dapat dierikan insentif atau onus dan ini merupakan keijakan dari ank
yang ersangkutan. Hal ini dilakukan seagai upaya untuk merangsang minat masyarakat untuk menaung
dan seagai salah satu indikator tingkat kesehatan ank. Pemerian onus tidak dilarang asalkan tidak
diharuskan di masa lalu dan jumlahnya tidak tetap dalam nominal atau persentase. Agar akad wadhiah
mulai erlaku. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama Hanafi dan Maliki.

10
Juhaya. pengantar ilmu ekonomi dilengkapi dasar-dasar ekonomi islam,

8 | Hukum Ekonomi Syariah


Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021
Daftar Pustaka

Firdaus, Muhammad ed., Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, Jakarta, Renaisan, 2005

Juhaya. Pengantar Ilmu Ekonomi Dilengkapi Dasar-dasar Ekonomi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2012.

Nawawi Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Bogor: ghalia Indonesia, 2012.

Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah Dalam Teori ke Praktik,


Gema Insani, Jakarta, 2001

Ulfah Rahmawati, Santoso dan, “Produk Keguatan Usaha Perbankan Syari’ah dalam Mengembangkan UMKM di
Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”, Jurnal Penelitian, Vol. 10, No. 2, Agustus 2016.

http://manusiapinggiran.blogspot.co.id/2014/04/subjek-objek-hukum-perdata.html
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt50bef4b74831f/hukum-menemukan-barang

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8249/BAB%20II.pdf?sequence=2&isAllowed=y

http://repository.radenintan.ac.id/12169/1/BAB%201%2C2%20DAN%20DAPUS.pdf

9 | Hukum Ekonomi Syariah


Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2021

Anda mungkin juga menyukai