Anda di halaman 1dari 37

IMPACTED TOOTH ASSOCIATED WITH DENTIGEROUS CYST

AND COMPOUND ODONTOMA

Oleh :

Drg. Steffano Aditya Handoko, MPH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYA
2017

1
KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kami, sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah tentang “Impacted Tooth Associated With Dentigerous Cyst
and Compound Odontoma” dengan lancar dan tepat waktu.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini agar kita dapat mengetahui dan memahami
mengenai diagnosis dan penatalaksanaan kista dan tumor.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada :
1. Rekan-rekan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat kedepannya, serta saya selalu
mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah yang saya susun

Denpasar, 15 Januari 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
ABSTRAK............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................................3
BAB III DISKUSI................................................................................................................10
BAB IV KAITAN DENGAN TEORI..................................................................................12
4.1 Kista.....................................................................................................................12
4.1.1 Definisi dan Jenis – Jenis Kista..................................................................12
4.1.1.1 Kista Dentigerous....................................................................................12
4.1.2 Penatalaksanaan Kista................................................................................17
4.2 Tumor....................................................................................................................21
4.2.1 Definisi dan Jenis – Jenis Tumor...............................................................21
4.2.1.1 Odontoma.................................................................................................23
4.2.2 Penatalaksanaan Tumor..............................................................................27
BAB V SIMPULAN DAN SARAN....................................................................................29
5.1 Simpulan........................................................................................................29
5.2 Saran..............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................30

3
Abstrak :
Penduhuluan: kista dentigerous merupakan kista jinak yang berhubungan dengan
perkembangan epitel odontogen yang menyelimuti mahkota gigi yang impaksi. Hal ini
umum terjadi pada 3 dekade pertama dalam hidup, yang lebih sering terjadi pada pria ras
Caucasian. Odontoma merupakan hematoma yang terjadi pada jaringan gigi, yang mana
dapat dibagi menjadi compound odontoma dan complex odontoma. Odontoma dapat terjadi
pada anak – anak dan dewasa muda, baik pada perempuan maupun laki – laki dengan
predileksi tulang rahang. Laporan kasus : seorang laki – laki berusia 12 tahun datang ke
Klinik Dokter Gigi Anak Universitas Positivo, mengeluhkan nyeri pada regio
parasymphysis kanan. Radiografi panoramik memperlihatkan sebuah gigi impaksi (43)
yang berlokasi pada dasar rahang di bawah apeks gigi 31 hingga 42, dengan peningkatan
folikel. Terlihat sebuah masa radiopak dengan fragmen kecil sekitar 1 cm , berlokasi di
apeks gigi 83 dan 84. Pasien menjalani operasi dengan anestesi umum untuk
menghilangkan gigi impaksi dan masa radiopak. Analisis histopatologis folikel gigi sesuai
dengan kista dentigerous dan fragmen gigi di diagnosis sebagai compound odontoma.
Operasi berjalan lancar,empat bulan setelah operasi pasien memulai perawatan ortodontik
untuk mengembalikan gigi 44 ke tempatnya. Simpulan : kedua lesi, kista dentigerous dan
compound odontoma memiliki prognosis yang baik dan resiko rekurennya rendah,tetapi
lesi harus tetap dihilangkan untuk menjaga integritas sistem stomagnatik. Pada kasus ini
sangat penting hubungan relasi diantara dokter gigi spesialis untuk perawatan pada pasien.

4
BAB I
PENDAHULUAN

Odontoma dan kista dentigerous merupakan suatu lesi umum dengan pola
pertumbuhan yang dapat dideteksi[18]. Kista adalah rongga patologis yang ditutupi oleh
epitel, yang berisi material cair, padat dan semi padat. Kista merupakan lesi yang kronis,
asimptomatik dan lesi dengan pertumbuhan yang lambat. Pada kebanyakan kasus, kista
dideteksi dari pemeriksaan radiografi rutin[7]. Kista dentigerous merupakan kista
odontogen jinak dan berasal dari akumulasi cairan diantara lapisan enamel dan mahkota
gigi, biasanya terletak pada gigi impaksi, gigi yang belum erupsi atau gigi yang terlambat
erupsi[11]. Kista dentigerous merupakan kista odontogen yang paling umum dan mewakili
sekitar 20% dari semua kista yang dikelilingi oleh epitelium yang bisa mengenai tulang
maksila[12]. Kista dentigerous muncul dengan frekuensi 1.44 pada 100 gigi belum
erupsi[14]. Sering terjadi pada gigi molar ketiga mandibula, kaninus maksila, dan premolar
mandibula [24]. Impaksi kaninus dengan kista dentigerous akan mengalami perpindahan
pada jalan erupsi dan menyebabkan resorpsi akar pada gigi yang berada di dekatnya[22].
Insisivus merupakan kasus dengan persentase 12% yang mengalami resorpsi akar akibat
kaninus dengan kista dentigerous [25].
Odontoma adalah tumor odontogen yang sering terjadi, dianggap sebagai kelainan
perkembangan, hamartoma terdiri dari epitel dan jaringan mesenchymal ketika sudah
sepenuhnya terbentuk, dan muncul terutama sebagai enamel dan dentin, dengan sedikit
jaringan pulpa dan sementum [5]. World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan
menjadi dua jenis utama : complex dan compound. Compound odontoma timbul dari suatu
proliferasi berlebihan dari lamina dura membentuk struktur gigi yang mirip dengan
dentikel [10]. Sebagian besar etiologinya berhubungan dengan trauma, infeksi, atau
tekanan pada tempat pembentukannya, sehingga menyebabkan perubahan dari
perkembangan gigi [8]. Odontoma ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan
radiografi rutin karena odontoma tidak menunjukkan gejala. Perawatannya dengan bedah
eksisi total dengan prognosis yang baik, mengalami perbaikan tulang yang baik, dan
jarang terjadi kekambuhan [21].
Penelitian ini bertujuan untuk melaporkan sebuah kasus mengenai kejadian kista
dentigerous dan odontoma composed, menekankan pelaksanaan perawatannya, dan
pentingnya kerjasama antar dokter gigi spesialis.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dirujuk oleh seorang dokter gigi praktik
swasta ke Klinik Dokter Gigi Anak di Universitas Positivo, dengan gambaran radiografi
panoramik dan keluhan utama pada mandibula kanan area parasymphysis. Saat dilakukan
pemeriksaan fisik, kami mengamati adanya pembesaran volume di bagian labial dari gigi
42, 83, dan 84. Keadaan gingiva tampak sehat, jelas, dan mengkilat dengan warna yang
menyerupai mukosa rongga mulut di sekitarnya (gambar 1). Keadaan gigi-geligi secara
umum baik. Gambaran radiografi panoramik memperlihatkan adanya gigi yang impaksi
(43) pada dasar mandibula, di bawah apeks gigi 31 sampai 42, dengan adanya peningkatan
dental follicle. Tampak masa radiopak dengan fragmen kecil berukuran ± 1 cm, berlokasi
pada bagian apeks dari gigi 83 dan 84. Gigi 44 impaksi dan berpindah kearah apeks dari
gigi 45 (gambar 2).

Gambar 1 – Aspek intraoral dari mukosa menutupi alveolar edge. Perhatikan pembesaran
volume di bagian labial dari gigi 42, 83, dan 84.

6
Gambar 2 – Gambaran radiografi panoramik menunjukkan impaksi gigi 43 pada dasar
mandibula, impaksi gigi 44 berpindah kearah apeks gigi 45. Compound odontoma pada
area gigi 83 dan 84.

Semua pemeriksaan pre-operasi menunjukan hasil yang normal. Anak tersebut


dilakukan operasi dengan anestesi umum untuk menghilangkan gigi impaksi dan lesi
radiopak. Untuk tujuan tersebut, insisi intrasulkular dan oblique dilakukan dari gigi 33
hingga 46, kemudian dilakukan pemindahan mucoperiosteal ( gambar 3 dan 4 ) dan
osteotomi pada area untuk memposisikan mahkota gigi 43 (gambar 5). Gigi 43 yang
impaksi diekstrasi dan kemudian dilakukan kuretase dan enukleasi (gambar 6 dan 7). Pada
area compound odontoma, akses operasi melalui tulang kortikal labial, dari gigi 42 hingga
45 (gambar 8), diikuti dengan pengangkatan fragmen gigi.

Gambar 3 – Insisi intrasulkular dan pemindahan flap mukoperiosteal untuk mengakses kortikal
tulang labial.

7
Gambar 4 – Mengekspos mahkota gigi 43 dan bone bulging pada area labial dari
compound odontoma.

Gambar 5 – Akses operasi untuk gigi impaksi dan lesi kista.

Gambar 6 – Ekstraksi gigi impaksi, gigi 43

8
Gambar 7 – Kuretase dan enukleasi kista pada pada gigi 43 impaksi

Gambar 8 –Akses operasi pada tulang kortikal labial dari gigi 42 dan 45, area compound
odontoma

Gambar 9 – Pengangkatan fragmen gigi

9
Kemudian dilakukan kuretase pada area tersebut (gambar 10) dan flap diposisikan
kembali dan dilakukan suturing (gambar 11). Material yang telah diambil saat kuretase
dikirim untuk dilakukan analisis histopatologis (gambar 12). Hasilnya sesuai dengan kista
dentigerous dan fragmen gigi merupakan compound odontoma. Empat bulan setelah
setelah operasi berjalan lancar (gambar 13 dan 14). Sepuluh bulan setelah operasi, anak
tersebut memulai perawatan ortodontik untuk mengembalikan gigi 44 ke posisi semula
(gambar 15 dan 16).

Gambar 10 – Aspek akhir dari kavitas setelah pengangkatan denticles dan kuretase lesi

Gambar 11 – Mengembalikan posisi flap dan suturing

10
Gambar 13 – Hasil radiografi panoramik 4 bulan pasca operasi

Gambar 14 – Aspek intraoral 4 bulan pasca operasi

Gambar 15 – Pemasangan alat ortodontik

11
Gambar 16 – Lengkung lingual sebagai space maintenance

12
BAB III
DISKUSI

Erupsi gigi yang tertunda mungkin berkaitan dengan adanya perubahan lokal
maupun sistemik. Perubahan lokal yaitu kurangnya tempat pada lengkung rahang, adanya
supernumerary teeth, kista maupun tumor [27]. Perubahan sistemik berhubungan dengan
sindrom kraniofasial, faktor herediter dan kelainan endokrin [11]. Berdasarkan laporan
kasus ini, gigi 44 dan 43 mengalami keterlambatan erupsi akibat retensi berkepanjangan
dari gigi 83 dan 84 yang disebabkan oleh adanya tumor yaitu compound odontoma serta
gigi 43 melekat pada kista dentigerous.
Kedua injuries tersebut terjadi pada regio simpisis mandibula, namun tidak saling
berhubungan, dengan salah satunya berlokasi pada regio anatomi yang berbeda, hanya saja
saling berdekatan, hal ini jarang dijelasakan pada literatur. Ketika injuries tersebut terjadi
pada tempat yang sama, itu disebut juga dengan lesi campuran, seperti yang dijelaskan oleh
Costa et al. [5]. Literatur menjelaskan perkembangan dari mixed injuries. Beberapa penulis
menyarankan teori mutasi genetik [2], kemampuan epitelium odontogen melalui perbedaan
morfologi dan histologi untuk pembentukan mixed injury [3]. Beberapa penulis lainnya
menyarankan penelitian tentang pengembangan sekunder injuries dari sebelum adanya lesi
[1].Dalam sebuah literatur studi klasik yang mengevaluasi 351 kasus odontoma: 27,6%
dari kasus melibatkan dentigerous [9].
Kista dentigerous dan odontoma adalah lesi dengan gambaran klinis dan gambaran
radiografi secara luas dijelaskan dalam literatur [6]. Akibat perkembangannya yang
asimtomatik, injuries ini ditemukan pada pemeriksaan radiografi rutin , atau dalam
pemeriksaan untuk tujuan lain, seperti penelitian tentang gigi permanen yang terlambat
erupsi [23]. Kista dentigerous adalah kista yang paling umum yang terjadi pada tulang
rahang, dan dalam sebagian besar kasus terkait dengan mahkota gigi yang tidak erupsi,
dengan kecenderungan untuk terjadi pada wilayah molar ketiga dan kaninus[4]. Dalam
laporan kasus ini, lesi kista terjadi pada gigi caninus kanan mandibular yang mengalami
impaksi. Kista dentigerous memiliki gambaran klinis : pertumbuhan lambat dan
asimtomatik dan dapat menyebabkan pergeseran gigi dan struktur di sekitarnya, deformitas
wajah, dan resorpsi akar gigi yang terlibat. Umumnya, kista dentigerous memiliki
karakterisktik gambaran radiografi unilokuler radioulusen, tetapi mungkin memiliki
gambaran radiografi multilokuler, saat mencapai ukuran yang lebih besar [26]. Informasi
ini menguatkan laporan kasus, yang mana terlihat gambaran unilokuler radiolusen dan

13
pergeseran gigi 43.Odontoma adalah tumor odontogen yang paling mempengaruhi populasi
[28] dan 67% tumor pada tulang maksila di klasifikasikan sebagai complex odontoma and
compound odontoma [20]. Berdasarkan Oliveira et al. [16], frekuensi compound odontoma
terjadi 9% hingga 37% kasus ; dan complex odontoma 5% hingga 30% kasus. Dalam
laporan kasus ini, pasien menunjukkan compound odontoma yang melibatkan gigi 83 dan
84. Compound odontoma terdiri dari beberapa struktur denticle yang belum sempurna [17].
Compound odontoma sering mencapai maksila [15], tidak seperti pada laporan kasus ini
dimana terjadi pada mandibula. Secara klinis, odontoma bersifat asimptomatik,
perkembangannya lambat dan terbatas, dengan potensi untuk berkembang menjadi
complex odontoma yang sering kali berkaitan dengan gigi permanen yang tidak erupsi.
Secara radiograf, odontoma memiliki struktur radiopak termineralisasi yang terpusat, mirip
dengan gigi, dibatasi oleh halo [22] radiolusen yang jelas, karakteristik telah diobservasi
dalam gambaran radiografi pada kasus.
Terapi pilihan untuk lesi kistik tergantung pada beberapa sifat. Keputusan dari
teknik yang digunakan tergantung pada ukuran kista dan struktur anatomi penting yang
berada didekatnya. Enukleasi kista adalah terapi pilihan untuk injuries dengan ukuran kecil
yang meliputi tindakan eksisi pada lesi dan gigi yang terlibat tanpa melukai struktur yang
berdekatan, hal ini merupakan pengobatan definitif, yang menyediakan informasi lebih
lanjut untuk melengkapi hasil histopatologi [4]. Marsupialisasi adalah pilihan pengobatan
lain untuk kista dentigerous. Namun, hal ini diindikasikan untuk lesi yang lebih besar
dengan keterlibatan struktur anatomi penting, teknik ini menggunakan suatu perangkat
untuk decompress pada injuries sebagai akibat dari menurunnya intrakistik [13]. Dalam
kasus yang dijelaskan di sini, kami menggunakan bedah enukleasi kista, di mana gigi #43
diekstraksi bersama dengan lesi.
Setelah terdiagnosis sebagai compound odontoma, ini harus diangkat. Pengobatan
yang dianjurkan adalah operasi enukleasi, diikuti dengan kuretase lesi, untuk
meminimalkan tingkat kekambuhan [19]. Dalam laporan kasus ini, compound odontoma
telah diangkat sepenuhnya. Prognosis untuk kista dentigerous dan compound odontoma
baik, dengan tingkat kekambuhan rendah [5].

14
BAB IV
KAITAN DENGAN TEORI

4.1 Kista
4.1.1 Definisi dan Jenis - Jenis Kista
Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan bahan setengah cair atau gas
biasanya berdinding jaringan ikat dan berisi cairan kental atau semi likuid, dapat
berada dalam jaringan lunak ataupun keras seperti tulang.[29] Rongga kista di dalam
rongga mulut selalu dibatasi oleh lapisan epitel dan dibagian luarnya dilapisi oleh
jaringan ikat dan pembuluh darah.[30]
Menurut WHO (1992), kista rahang dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu
kista odontogenik dan kista non-odontogen. Kista odontogen merupakan bentuk paling
umum dari lesi kista yang mempengaruhi wilayah maksilofasial.[31] Kista odontogen
adalah rongga yang berisi cairan patologis yang dilapisi oleh epitel odontogen.[32]
Dalam buku Whaites, 2003, klasifikasi kista odontogen berdasarkan WHO 1992 yaitu:
- Kista radikuler
- Kista residual radikuler
- Kista dentigerous
- Kista lateral periodontal
- Odontogenic keratocyst

Sedangkan kisa non – odontogenik yaitu :


- Kista duktus nasopalatinus
- Kista nasolabial
- Kista dermoid

4.1.1.1 Kista Dentigerous


Kista dentigerous merupakan kista odontogen yang terjadi akibat pembentukan
cairan antara lapisan sisa-sisa epitel enamel luar dan dalam atau antara lapisan sisa
epitel enamel organ dan mahkota gigi yang telah terbentuk sempurna. [33] Kurt H
Thoma (1969) mengatakan bahwa kista dentigerous adalah suatu kantong yang
dibungkus oleh epitelium yang terjadi dari enamel organ yang berhubungan dengan
mahkota gigi yang tidak erupsi. [35] Mervyn Shear (1992) mendefinisikan kista
dentigerous sebagai kista yang menutupi gigi yang belum erupsi dengan perluasan

15
folikelnya dan menyerang hingga keleher gigi. Menurut Gordon W Pedersen (1996),
kista dentigerous adalah pembesaran ruangan folikular di sekitar gigi yang belum
erupsi.[36]
Kista ini melekat pada cement-enamel junction hingga jaringan folikular yang
menutupi mahkota gigi yang tidak erupsi. Kista ini hampir selalu berhubungan dengan
gigi yang impaksi, jarang sekali terjadi pada gigi sulung. Tempat predileksi adalah
pada gigi molar ketiga mandibular dan daerah kaninus rahang atas. Kista dentigerous
berpotensi menjadi tumor ameloblastoma. [33] Kista ini merupakan jenis kista
terbanyak setelah kista radikuler. Dapat ditemukan pada semua usia dengan predileksi
terbesar pada usia 20 tahun. Kista ini dapat tumbuh dalam ukuran besar dengan
diameter mencapai 10-15 cm atau bila terjadi infeksi sekunder sehingga akan terasa
sakit. Infeksi sekunder ini sering terjadi. Dapat pula menyebabkan ekspansi rahang.
[35]
Klasifikasi kista dentigerous ada tiga tipe, yaitu tipe sentral, lateral, dan
sirkumferensial, sesuai dengan posisi berkembangnya kista pada mahkota gigi.
1. Kista dentigerous sentral yang merupakan kista mengelilingi mahkota secara
asimetris, menggerakkan gigi ke arah yang berlawanan dengan erupsi normal.

Gambar 1. Kista dentigerous tipe sentral menunjukkan mahkota terproyeksi


ke dalam rongga kista.

2. Kista dentigerous lateral. Pada tipe lateral kista berkembang pada sisi mesial
dan distal dari gigi dan meluas jauh dari gigi, hanya menutupi sebagian
mahkota gigi, menyebabkan miringnya gigi ke arah yang tidak diliputi kista.

16
Gambar 2. Kista dentigerous tipe lateral menunjukkan kista yang besar di
sepanjang akar mesial gigi impaksi.

3. Kista dentigerous sirkumferensial. Pada tipe sirkumferensial, seluruh organ


email disekitar leher gigi menjadi kistik, sering menyebabkan gigi bererupsi
menembus kista sehingga menghasilkan gambaran seperti kista radikular.

Gambar 3. Kista dentigerous tipe sirkumferensial menunjukkan kista meluas


sepanjang akar mesial dan distal gigi yang tidak erupsi. [37]

Secara mikroskopik tidak ada gambaran yang khas dari kista dentigerous yang
dapat membedakannya dengan kista odontogenik lainnya. Dinding kista diliputi oleh
jaringan ikat, sedangkan lumennya dibatasi oleh epitel gepeng berlapis tak
berkeratin. Biasanya sel radang kronis dapat dijumpai dalam stroma jaringan ikat
dibawah epitel, tetapi bila ada ulserasi, dapat dijumpai campuran sel radang kronis
dan akut [33]. Adapun penjelasan selengkapnya mengenai kista dentigerous terdapat
pada tabel 1.

17
Tabel 1: Kista Dentigerous
Patogenesis Ada dua teori mengenai pembentukan kista dentigerous. Teori
pertama menyatakan bahwa kista disebabkan oleh akumulasi cairan
antara epitel email tereduksi dan mahkota gigi. Tekanan cairan
mendorong proliferasi epitel email tereduksi ke dalam kista yang
melekat pada cemento-enamel junction dan mahkota gigi
Teori kedua menyatakan bahwa kista diawali dengan rusaknya
stellate reticulum sehingga membentuk cairan antara epitel email
bagian dalam dan bagian luar. Tekanan cairan tersebut mendorong
poliferasi epitel email luar yang menyisakan perlekatan pada gigi di
bagian cemento-enamel junction, lalu epitel email dalam tertekan ke
atas permukaan mahkota
Kista terbentuk mengelilingi mahkota dan melekat pada cemento-
enamel junction dari gigi. Saat telah terbentuk sempurna, mahkota
akan berprotusi ke dalam lumen, dan akar-akarnya memanjang ke sisi
luar kista
Gejala Klinis Kista dentigerous biasanya asimtomatik kecuali bila ukurannya
menjadi sangat besar (10-15cm) atau bila terjadi infeksi sekunder
sehingga akan terasasakit. Infeksi sekunder ini sering terjadi. Dapat
pula menyebabkan ekspansi rahang. Ada kemungkinan terjadi fraktur
patologis. Fraktur patologisdan infeksi ini dapat mempengaruhi sensasi
nervus alveolar inferior dan pleksus nervus alveolar superior sehingga
menyebabkan parastesia.
Gambaran Ukuran normal ruang folikular kurang dari 2,5 mm pada
Radiografis radiografi intraoral dan 3 mm pada radiograf panoramik; spasi yang
lebih besar dianggap temuan diagnostik yang penting yakni kista
dentigerous sebagai kista.melekat pada cemento-enamel junction.
Beberapa kista dentigerous berkembang dari aspek lateral folikel
sehingga kista malah menempati area di sebelah mahkota, bukan di
atas mahkota. Kista yang berhubungan dengan molar tiga maksila
seringkali tumbuh ke dalam maxillary antrum dan biasanya ukurannya
sudah cukup besar sebelum akhirnya ditemukan. Kista yang melekat
pada mahkota molar tiga mandibula dapat memanjang sampai ke

18
ramus. [38] (Gambar 4-6)
Secara radiografik,aspek internal kista terlihat radiolusen kecuali untuk
mahkota gigi yang terlibat. Kista terlihat translusen dan compressible
ketika ekspansi kista menyebabkan resorpsi tulang kortikal. [37]
Diagnosis a. Keratosis odontogenik
Banding b. Ameloblastoma in situ
c. Microinvasive ameloblastoma dalam kista dentigerous
d. Invasive ameloblastoma
e. Ameloblastic fibroma
f. Kista odontogenik adenomatoid
Prognosis Prognosisnya baik sekali dan tidak ada kemungkinan rekurensi setelah
enukleasi. [38]

Gambar 4. Kista yang melibatkan ramus mandibula

Gambar 5. Kista dentigerous menyebabkan pergeseran gigi kaninus kedalam ruang


maxillary antrum serta menggeser insisif lateral dan premolar satu
19
20
Gambar 6. (coronal CT image) Menggunakan algoritma tulang memperlihatkan gigi
molar tiga maksila yang bergeser ke dalam ruang maxillary antrum

4.1.2 Penatalaksanaa Kista


Terdapat dua metode untuk perawatan kista: enukleasi (penghilangan lapisan
total) dan marsupialisasi (pembuatan pembukaan permanen pada rongga kista).
Sebagian besar kista dirawat dengan enukleasi, marsupialisasi cenderung dilakukan
untuk pasien dengan kategori tertentu, biasanya dengan kista yang lebih besar.

a. Enukleasi
Enukleasi merupakan suatu proses penatalaksanaan kista di mana
pembuangan lesi kista dilakukan secara total. Enukleasi diindikasikan untuk
menghilangkan kista pada rahang dan harus digunakan pada kista yang dapat diangkat
dengan baik tanpa mencederai struktur didekatnya. Adapun teknik enukleasi sebagai
berikut :
1. Pemberian antibiotik profilakasis terlebih dahulu pada pasien jika diperlukan.
2. Pertama dilakukan insisi pada mukoperiosteal flap.
3. Setelah insisi selesai, periosteal elevator digunakan untuk mengelevasi dan
memisahkan mukoperiosteal flap. Flap dipegang kembali dengan allis forceps,
sehingga terlihat tulang kortikal yang tipis .

21
4. Tulang kortikal yang tipis dihilangkan dengan menggunakan end cutting rongeurs
atau bisa juga dengan round bur untuk tulang.
5. Memotong connective tissue layer kista dengan menggunaka a thin-bladed
curettage.
6. Seteleh kista berhasil diangkat,periksa kembali kavitas tulang untuk melihat apakah
masih ada jaringan kista yang tertinggal atau tidak.
7. Apabila kista telah dienukleasi dengan sempurna, tepi-tepi tulang dihaluskan
menggunakan bone file.
8. Sebelum flap dijahit kembali seperti posisi anatominya, kavitas bekas kista terlebih
dahulu di irigasi dengan larutan saline yang steril dan di keringkan dengan gauze.
9. Membran kista sebaiknya di kirim ke bagian histopatologis untuk diperiksa.

Pada kasus dengan ukuran kista yang sangat besar tindakan operasi dilakukan
dibawah pengaruh anestesi lokal baik menggunakan obat sedative maupun
tidak,tergantung dari pilihan pasien. Komplikasi pascaoperasi pada tindakan enukleasi
sangat jarang,meskipun bisa terjadi kerusakan karena adanya luka pada kasus dengan
kista mandibular yang besar. Pasien biasanya dihubungi 4-6 bulan pasca operasi,pada
saat pertumbuhan tulang sudah mengisi kavitas dari kista yang seharusnya bisa dilihat
dari gambaran radiografis. [39] [40]

`````````
Gambar 7. Ilustrasi dari proses enukleasi kista

22
b. Marsupialisasi
Marsupialisasi merupakan suatu teknik pembedahan pada kista dengan cara
membuat surgical window pada dinding kista, mengeluarkan isi kista, dan memelihara
kontinuitas diantara kista dan rongga mulut, sinus maksilaris, atau rongga hidung.
Bagian kista yang diangkat hanyalah isi kista. Sisa dinding kista dibiarkan. Proses ini
dapat mengurangi tekanan intrakista serta membantu penyusutan kista dan mengisi
tulang. Marsupialisasi dapat digunakan sebagai terapi tunggal untuk kista atau sebagai
langkah perawatan pendahuluan, yang selanjutnya dilakukan enukleasi. [39]
Marsupialisasi lebih cocok diterapkan pada kista besar dimana apabila diterapkan
enukleasi bisa membahayakan struktur vital seperti saraf gigi inferior atau terdapat
resiko fraktur saat enukleasi.[40] Adapun teknik marsupialisasi kista sebagai berikut :
1. Lakukan anastesi pada area kista, kemudian aspirasi kista. Apabila aspirasi
menghasilkan bahwa lesi tersebut adalah kista, maka marsupialisasi bisa dilakukan.
2. Lalu lakukan insisi insisial pada kista. Insisi insisal biasanya berbentuk circular
atau elliptic kemudian dibentuk menjadi sebuah window yang besar pada kista (1
cm atau lebih).
3. Apabila jaringan tulang pendukung tebal, osseus window diangkat dengan bur dan
rongeur.
4. Kista lalu diinsisi untuk membuang lapisan window, yang kemudian dilakukan
pemeriksaan patologis.
5. Isi kista dikeluarkan, dan jika memungkinkan, pemeriksaan visual dilakukan pada
lapisan kista yang tersisa.
6. Irigasi kista agar bersih dari debris
7. Jika lapisan kista cukup tebal dan jika ada akses, perimeter dinding kista disekitar
window bisa dijahit ke mukosa rongga mulut. Jika tidak rongga kista harus ditutup
dengan kasa yang sudah dibasahi dengan benzoin atau salep antibiotik. Biarkan
kasa selama 10 sampai 14 hari untuk mencegah penyembuhan mukosa mulut di atas
window kista.

Marsupialisasi jarang digunakan sebagai perawatan tunggal untuk kista. Dalam


kebanyakan kasus, enukleasi dilakukan setelah marsupialisasi. Pada kasus kista
dentigerous, tidak ada sisa kista yang diangkat setelah gigi erupsi ke lengkung rahang.
Apabila pembedahan selanjutnya merupakan suatu kontraindikasi karena pasien

23
memiliki masalah medis, marsupialisasi dapat dilakukan tanpa enukleasi setelahnya.
[39]

Gambar 8. Teknik marsupialisasi. A. Kista pada maksila. B. Insisi melalui mukosa


mulut dan dinding kista untuk membuka isi kista. C. Gunting digunakan untuk
membuat eksisi window pada mukosa dan dinding mukosa. D. Mukosa mulut dan
mukosa dinding kista dijahit bersama

4.2 Tumor
4.2.1 Definisi dan Jenis – Jenis Tumor
Tumor rongga mulut adalah tumor yang berasal dari epitel yang melapisi
mukosa rongga mulut dan organ-organ rongga mulut dan kelenjar ludah (terutama
minor) yang berada di dinding rongga mulut, yaitu bibir atas dan bawah, lidah dua
pertiga bagian anterior, mukosa buccal/pipi, dasar mulut, gingiva maxillae et
mandibulae, trigonum retromulare dan palatum durum et molle.[41]
Tumor jinak pada rongga mulut dapat berasal dari sel odontogen dan non
odontogen. [42]
Tumor odontogen merupakan neoplasma pada rahang yang berdiferensiasi dari
struktur gigi. Lesi ini sering ditemukan pada mandibula dan maksila sedangkan pada
gingiva jarang. Etiologi dan patogenesisnya tidak jelas. Secara klinis, tumor

24
odontogen merupakan tipe asimptomatik, namun dapat menyebabkan ekspansi
rahang, bergesernya gigi, dan resorbsi tulang.[43]
Tumor odontogen merupakan suatu kelainan yang terjadi pada rongga mulut
dan asalnya berhubungan dengan jaringan yang berasal dari perkembangan gigi.
Jaringan abnormal dari masing-masing tumor sering dihubungkan dengan jaringan
yang sama pada odontogen normal dari pembentukan hingga erupsi gigi. [44]
Tumor odontogen merupakan kelompok lesi yang komplek dan berbeda dalam
tipe histopatologi dan sifat klinisnya. Sebagian merupakan neoplasma sebenarnya
dan terkadang bersifat ganas. Lainnya dapat merupakan malformasi serupa tumor
(hamartoma). Tumor odontogen, seperti halnya odontogenesis normas,
menampakkan vairasi induktif interaksi antara epitel odontogenik dan ecromesenkim
odontogen. Ektomesenkim sebelumnya disebut mesenkim karena diduga merupakan
lapisan embrio mesodermal. Namun saat ini diketahui bahwa jaringan ini
berdiferensiasi dari lapisan ektodermal pada porsio sephalic embrio. Tumor
odontogen epitel terdiri dari epitel odontogenik tanpa adanya ectomesenkim.
Sedangkan tumor non odontogen rongga mulut dapat berasal dari epitel mulut,
nevus/pigmen, jaringan ikat mulut, dan kelenjar ludah. [42] Klasifikasi tumor
odontogen didasarkan pada gejala klinis dan gambaran histologisnya, oleh Pinborg
dan Clausen.

Klasifikasi itu mengklasifikasikan tumor odontogen menjadi : [43][45]


1. Benign
a. Adenomatoid odontogenik tumor (adenoameloblastoma)
b. Calcifying epitelial odontogenik tumor (Pindborg’s tumor)
c. Squamous odontogenik tumor
d. Ameloblastik fibroma
e. Odontoma
f. Cementoblastoma
g. Odontogenik myxoma, fibroma dan myxofibroma

2. Intermediate
a. Ameloblastoma folikular
b. Ameloblastoma pleksiform

25
c. Ameloblastoma akantomatous
d. Ameloblastoma sel granular
e. Ameloblastoma desmoplastik
f. Ameloblastoma sel bas

3. Malignant
a. Ameloblastik carcinoma
b. Ameloblastik fibrosarcoma
c. Clear cell odontogenic carcinoma

Sedangkan klasifikasi tumor non odontogenik adalah sebagai berikut : [46]


1. Benign
a. Fibro-osseous tumors
 Ossifying fibroma
 Juvenile ossifying fibroma
b. Lesions containing multinucleated giant cells
 Central giant cell granuloma
 Giant cell tumor
 Hyperparathyroidism
 Cherubism
 Aneurysmal bone cyst
c. Osteoid osteoma and osteoblastoma
d. Osteoma Chondroma
e. Desmoplastic fibroma

2. Malignant
a. Osteosarcoma
b. Peripheral osteosarcoma
c. Chondrosarcoma
d. Mesenchymal chondrosarcoma
e. Fibrosarcoma of bone
f. Malignant fibrous histiocytoma

26
g. Ewing’s sarcoma
h. Burkitt’s lymphoma
i. Multiple myeloma
j. Solitary plasmacytoma of bone
k. Malignant peripheral nerve sheath tumor
l. Postradiation sarcoma of bone
m. Metastatic carcinoma

4.2.1.1 Odontoma
Odontoma dikenal sebagai tumor odontogen jaringan keras, yang ditandai
dengan pertumbuhannya yang lambat. Tumor ini terdiri dari email, dentin, sementum
dan kadang-kadang jaringan pulpa. Berdasarkan klasifikasi terbaru dari WHO tahun
2005, odontoma dibagi menjadi 2 jenis yaitu complex odontoma dan compound
odontoma.
Compound odontoma muncul sebagai bentuk gigi kecil yang jumlahnya banyak,
sedangkan complex odontoma muncul sebagai konglomerasi yang tidak teratur dari
jaringan keras. [47]

a. Complex odontoma
Complex odontoma merupakan tumor odontogen, terdiri dari massa yang
terkalsifikasi dari jaringan keras dan lunak gigi, yang menunjukkan susunan struktur
gigi yang terkalsifikasi mengalami kelainan. Diferensiasi strukturalnya buruk, sedikit
menyerupai bentuk normal gigi. Berbentuk massa jaringan keras gigi seperti kembang
kol yang dikelilingi oleh folikel fibrosa patogenesis. Complex odontoma berasal dari
dental lamina atau organ enamel pada gigi normal. Trauma pada daerah
pembentukan gigi juga dapat menyebabkan odontoma.
Etiologi complex odontoma tidak diketahui. Ada beberapa teori yang sudah
diajukan, seperti trauma lokal, infeksi, riwayat keluarga dan mutasi genetik,
ada pula yang menambahkan bahwa odontoma diwariskan kemungkinan dari gen
mutant post natal dengan kontrol genetik perkembangan gigi.
Gambaran klinis complex odontoma:
a. Asimptomatik, biasanya terjadi pada usia dekade kedua dan ketiga
b. Complex odontoma jarang terjadi dibandingkan compound odontoma

27
c. Sering ditemukan dengan gigi yang tidak erupsi, biasanya sering terjadi pada regio
molar pertama dan molar kedua rahang bawah
d. Bisa berasal dari tooth bud dari gigi impaksi atau supernumerary teeth
e. Lesi kecil, jarang menjadi besar, namun bisa menjadi besar sampai 6 cm sehingga
menyebabkan ekspansi rahang
Pada hasil radiografi, complex odontoma mempunyai gambaran radiopak pada
struktur gigi yang dikelilingi garis radiolusen tipis. Massa gabungan tunggal seperti
material dan tak ada kemiripan anatomi gigi apapun. Muncul sebagai massa yang
buram dikelilingi oleh tepi sempit radiolusen.
Gambaran histopatologi complex odontoma berupa susunan jaringan gigi,
enamel, matriks enamel, dentin, jaringan pulpa dan sementum mengalami kelainan,
tetapi memiliki pola radial. Jaringan ini dikelilingi oleh kapsul jaringan
penyambung yang tipis. [48]

Gambar 9. Complex Odontoma

b. Compound odontoma
Compound odontoma merupakan tumor odontogenetik yang terjadi karena divisi
benih gigi yang berulang atau kelainan pada dental lamina dengan pembentukan benih
gigi. Odontoma ini dimulai sebagai lesi lunak pada tulang selama periode
pembentukan gigi.
Secara histologis, lesi compound odontoma berbentuk gigi yang nyata secara
anatomis, kecil dengan email, dentin, pulpa dan sementum yang dikelilingi oleh kapsul

28
jaringan penyambung yang menggambarkan suatu folikel. [49] Adapaun penjelasan
selangkapnya mengenai compound odontoma terdapat pada tabel 2.

Tabel 2. Compound Odontoma


Gambaran Klinis a. Tumbuh lambat, lesi non infiltrative
b. Paling banyak terjadi di maksila, khususnya di anterior
rahang atas (regio insisif - kaninus)
c. Dapat terjadi pada pria dan wanita pada regio gigi yang
erupsi dan tidak erupsi.
d. Muncul pada decade kedua dan ketiga kehidupan
e. Kegagalan erupsi gigi tetap karena pengaruh compound
odontoma.
f. Lebih sering terjadi dibandingkan dengan complex
odontoma. [49]

Gejala Klinis Asimptomatik dan biasanya terdiagnosis setelah pemeriksaan


radiologis (foto panoramik dan intraoral), atau dalam
mengevaluasi penyebab tertundanya gigi erupsi[50]
Gambaran Terlihat sebagai gigi yang mengalami malformasi atau
Radiografis menyerupai gigi yang dikelilingi oleh zona radiolusen yang tipis.
Memiliki massa gigi lebih dari 20 gigi-gigi kecil dengan srtuktur
cacat serta berhubungan dengan gigi yang erupsi. (Gambar 8-9)
[49]

Diagnosis 1. fibroodontoma ameloblastik


Banding 2. periferal osteoma
3. gigi supernumerary
4. odonto ameloblastoma [51] [52]
Prognosis Baik apabila sudah terdiagnosis diawal dan treatment yang tepat
seta tidak rekuren. [53]

29
Gambar 10 . Odontoma Compound yang menghalangi erupsi.

Gambar 11. Odontoma Compound dengan struktur mirip seperti gigi pada bagian kiri.

4.2.2 Penatalaksanaan Tumor


Penatalaksanaan bedah pada tumor dibuat mudah karena pada kenyataannya
beberapa tumor memiliki kemiripan sifat dan pada umumnya dapat dirawat dengan
cara yang sama. Perawatan utama dari eksisi bedah tumor pada rahang adalah
enukleasi (dengan atau tanpa kuretase) dan reseksi marginal atau parsial. Enukleasi
merupakan penghilangan tumor secara local dengan instrumentasi dengan kontak
langsung dengan lesi yang digunakan pada lesi yang sangat jinak. Lesi yang dapat
dirawat dengan enukleasi adalah tumor odontogenik, lesi-lesi fibrooseus dan beberapa
lesi-lesi lainnya seperti hemangioma.
Reseksi adalah penghilangan tumor dengan cara insisi pada jaringan sehat di
sekitar tumor, cara ini menghilangkan tumor tanpa adanya kontak langsung selama
instrumentasi. Reseksi marginal merupakan reseksi tumor tanpa adanya kerusakan

30
pada tulang. Reseksi parsial adalah reseksi tumor dengan menghilangkan bagian
rahang yang tebal. Lesi yang dapat dirawat dengan resesi marginal atau parsial yaitu
ameloblastoma, calcifying epithelial odontogenic tumor, myxoma, ameloblastic
odontoma, squamous odontogenic tumor, benign condroblastoma, dan hemangioma.

a. Penatalaksanaan Tumor Rahang dengan Enukleasi


Pada umumnya tumor pada rahang dengan kemungkinan rekurensi yang rendah
dapat dirawat dengan enukleasi atau kuretase, seperti sebagian besar tumor
odontogenik, termasuk odontoma, ameloblastic fibromas, ameloblastic
fibroodontomas, keratinizing dan calcifying odontogenic cyst, adenomatoid
odontogenic tumors, cementoblastomas, dan central cementifying fibromas.
Teknik enukleasi atau kuretase tumor pada rahang sama seperti enukleasi pada
kista, namun diperlukan beberapa prosedur tambahan pada odontoma dan sementoma
seperti memotong massa kalsifikasi yang luas dengan menggunakan bur.

b. Penatalaksanaan Tumor Rahang dengan Reseksi Marginal atau Parsial


Ketika lesi diketahui menjadi agresif, melalui pemeriksaan histopatologi atau
melalui sifat klinisnya, akan sulit untuk dilakukan penghilangan total dengan
menggunakan teknik enukleasi, kuretase ataupun keduanya. Penghilangan tumor
mungkin dapat dilakukan dengan mereseksi lesi dengan margin tulang yang adekuat.
Lesi odontogenik yang dirawat dengan cara ini adalah ameloblastoma, odontogenic
myxoma, calcifying epithelial odontogenic tumor, squamous odontogenic tumor, dan
ameloblastic odontoma.
Sebagai prinsip umum spesimen direseksi harus mencakup lesi dan 1 cm margin
tulang di sekitar batas dari radiografi lesi. Jika hal ini dapat dicapai dengan batas
inferior mandibula dibiarkan utuh, reseksi marginal adalah metode paling disarankan.
Rekonstruksi terbatas menggantikan struktur tulang yang hilang, termasuk alveolus.
Jika lesi dekat perbatasan rendah, ketebalan penuh mandibula harus disertakan dalam
spesimen, karena akan merusak mandibula. Rekonstruksi dalam hal ini jauh lebih sulit
karena fragmen rahang bawah yang tersisa harus diamankan dalam hubungan yang
tepat antara mereka satu sama lain untuk fungsi yang tepat dan untuk pemulihan
simetri. Teknik bedah untuk marginal (Le., Segmental) reseksi sangatlah mudah.
Sebuah penutup mucoperiosteal ketebalan penuh dikembangkan dan dilepaskan dari
tulang untuk dihapus. Setiap kali reseksi marginal atau parsial digunakan, klinisi harus

31
menentukan apakah tumor telah tembus ke cortical plates dan menginvasi jaringan
lunak yang berdekatan, dalam hal ini perlu mengorbankan lapisan jaringan lunak untuk
membasmi tumor, dan dilakukan diseksi supraperiosteal pada tulang yang terlibat.
Rekonstruksi langsung lebih sulit karena mungkin tidak ada sisa jaringan lunak yang
cukup untuk menutupi bone grafts. Jika dokter yang memperhatikan tentang
kecukupan margin bedah pada jaringan lunak pada sekitar lesi saat operasi ketika
dilakukan di rumah sakit, spesimen sepanjang margin dapat dihapus dan dikirim
langsung ke ahli patologi untuk pemeriksaan histopatologi. Proses ini dilakukan
sekitar 20 menit dengan membekukan jaringan dengan karbon dioksida cair atau
nitrogen dan kemudian di sectioning dan pewarnaan jaringan untuk pemeriksaan
langsung. Akurasi dari pemeriksaan frozen-section baik bila digunakan untuk
mendeteksi kecukupan margin bedah. Namun, pemeriksaan tersebut kurang akurat
apabila digunakan untuk mendioagnosa secara histopatologi lesi untuk pertama
kalinya.[39]

32
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Kista dentigerous merupakan kista odontogen jinak dan berasal dari akumulasi
cairan diantara lapisan enamel dan mahkota gigi, biasanya terletak pada gigi impaksi, gigi
yang belum erupsi atau gigi yang terlambat erupsi .Odontoma adalah tumor odontogen
yang sering terjadi, dianggap sebagai kelainan perkembangan, hamartoma terdiri dari epitel
dan jaringan mesenchymal ketika sudah sepenuhnya terbentuk, dan muncul terutama
sebagai enamel dan dentin, dengan sedikit jaringan pulpa dan sementum.
Terapi pilihan untuk lesi kistik tergantung pada beberapa sifat. Keputusan dari teknik
yang digunakan tergantung pada ukuran kista dan struktur anatomi penting yang berada
didekatnya. Enukleasi kista adalah terapi pilihan untuk injuries dengan ukuran kecil yang
meliputi tindakan eksisi pada lesi dan gigi yang terlibat tanpa melukai struktur yang
berdekatan.
Kerjasama antara spesialis pediatri kedokteran gigi, bedah mulut dan maxillofacial
dan ortodonti memegang peran yang sangat penting dalam menentukan diagnosis awal dan
tindakan pada cedera. Pendekatan multidisplin dari para spesialis memberikan perawatan
yang efektif, merehabilitasi fisiologis, estetik, dan fungsi mastikasi pasien.

5.2 Saran
Melalui ini diharapkan mengerti dan memahami mengenai penatalaksanaan kista
dentigerous dan odontoma, karena prevalensi kejadian baik kista dentigerous maupun
odontoma cukup tinggi di masyarakat. Sehingga sangat sangat memungkinan menemui
kasus seperti ini pada saat menjalani profesi sebagai dokter gigi. Selain itu, dokter gigi
diharapkan mengerti akan pentingnya kerjasama antar team dokter gigi terutama dokter
gigi spesialis untuk menangani suatu kasus, sehingga dapat memberikan perawatan yang
optimal kepada pasien.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Alvarez SG, Jimenez FM, Gómez FJT, Vecino FJA, Fernadez CS. Calcifying
odontogenic cyst associated with complex odontoma: case report and review of the
literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2005;10:243-7.
2. Basile JR, Klene C, Lin YL. Calcifying odontogenic cyst with odontogenic keratocyst: a
case report and review of the literature. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol
Endod. 2010;109(4):40-5.
3. Bernardes VF, Lacerda JC, Aguiar MC, Gomez RS. Calcifying odontogenic cyst
associated with an orthokeratinized odontogenic cyst. Head Neck Pathol 2008;2(4):324-7.
4. Caliento R, Mannarino FS, Hochuli-Viera E. Cisto dentígero: modalidades de
tratamento. Rev Odontol UNESP. 2013;42(6):458-62.
5. Costa DD, Marques Neto JA, Freitas DJSM, Andrade EL, Lima RG, Freitas CE. Cisto
dentígero associado ao odontoma composto: lesão mista.Clipe Odonto. 2013;5(1):25-30.
6. Dantas RMX, Costa DD, Toledo IC, Oliveira Júnior JATB, Bonfim RT, Almeida de
Azevedo R. Cisto dentígero associado a dente ectópico – relato de caso. Academia
Tiradentes de Odontologia. 2012;8: 952-62.
7. Freitas A, Rosa JE, Souza IF. Radiologia odontológica. 6. ed. São Paulo: Artes
Médicas.2004.
8. Güngörmüş M, Yolcu Ü, Aras MH, Halicioğlu K.Simultaneous occurence of compound
odontomaand arrested root formation as developmental disturbances after maxillofacial
trauma: a case report. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2010;15(2):398-400.
9. Kaugars GE, Miller ME, Abbey LM. Odontomas. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral
Pathology, Oral Radiology, and Endodontology. 1989(67):172-6.
10. Lukes SM, Wachter KM. Compound odontoma: a case study. The Journal of a Dental
Hygiene. 2003;77(1):47-9.
11. Machado LM, Valerio CS, Pacheco W, Maia BF, Capistrano HM. Cisto dentígero
associado a canino: o sucesso de uma abordagem clínico-cirúrgica. Rev Odontol Bras
Central. 2014;23(64):35-9.
12. Meningaud JP, Oprean N, Pitak-Arnnop P, Bertrand JC. Odontogenic cysts: a clinical
study of 695 cases. J Oral Sci. 2006;48(2):59-62.
13. Montevecchi M, Checchi V, Bonetti GA. Management of a deeply impacted
mandibular third molar and associated large dentigerous cyst to avoid nerve injury and
improve periodontal healing: case report. J Can Dent Assoc. 2012;78(c59):1/6-6/6.

34
14. Mourshed F. Roentgenographic study of dentigerous cysts: III. Analysis of 180 cases.
Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1964;18:66-73.
15. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Patologia oral e maxilofacial. 3. ed.
Rio de Janeiro: Elsevier; 2009.
16. Oliveira BH, Campos V, Marçãl S. Compound odontoma – diagnosis and treatment:
three case reports. American Academy of Pediatric Dentistry.2001;23(2):151-7.
17. Regezi JÁ, Sciubba JJ. Patologia bucal: correlações clínico-patológicas. 3. ed. Rio de
Janeiro: Guanabara Koogan; 2000.
18. Sales MA, Cavalcanti MG. Complex odontoma associated with dentigerous cyst in
maxillary sinus: case report and computed tomography features. Dentomaxillofacial
Radiology. 2009;38:48-52.
19. Santos MESM, Silva ARBL, Florêncio AG, Silva UH. Odontoma como fator de
retenção dentária: relato de casos clínicos. Rev Cir Traumatol Buco- Maxilo.
2009;10(2):25-30.
20. Santos DLM, Dantas-Neta DB, Gomes LCL, Moraes SS, Lopes MCA, Barros SSLV.
Large complex odontoma with facial asymmetry: a case report. Rev Cir Traumatol Buco-
Maxilo-Fac. 2012;12(4):39-44.
21. Serra-Serra G, Berini-Aytés L, Gay-Escoda C. Erupted odontomas: a report of three
cases and review of the literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2009;14(6):299-303.
22. Silva FWGP, Queiroz AM, Borsatto MC, Nelson- Filho P. Principais tumores
odontogênicos que podem acometer a cavidade bucal de crianças. Revista de Odontologia
da Universidade Cidade de São Paulo. 2007;19(2):181-7.
23. Smith JL, Kellman RM. Dentigerous cyst presenting as a head and neck infections.
Otolaryngol Head Neck Surg. 2005;133(2):715-7.
24. Takagi S, Koyama S. Guided eruption of an impacted second premolar associated with
adentigerous cyst in the maxillary sinus of a 6- year-old child. J Oral Maxillofac Surg.
1998;56(2): 237-9.
25. Turner JP, Bedi R. Combined orthodontic and restorative management of a case of
bilateral ectopic canines and resorbed central incisors. Br Dent. 1996;180(2):67-72.
26. Vaz LGM, Rodrigues MTV, Ferreira Júnior O. Cisto dentígero: características clínicas,
radiográficas e critérios para o plano de tratamento.RGO. 2010;(58):127-30.
27. Vianna AP, Monini AC, Machado AW, Gandini Júnior LG. Alternativa de tratamento
simplificado e integrado da retenção intraóssea de incisivo central superior, associada a
odontoma: relato de caso. Rev Odontol Bras Central 2012;21(56): 484-8.

35
28. Yadav M, Godge P, Meghana SM, Kulkarni SR. Compound odontoma. Contemporary
Clinical Dentistry. 2012;(3):S13-S15
29. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark A. Textbook of general and oral surgery. 2003.
p.229-32
30. Birnbaum W, Stephen M. Dunne. Diagnosis Kelainan dalam Mulut. EGC.
Jakarta.2009. Hal. 218.
31. Whites, E. Essentials of Dental Radiography and Radiology.Philedelphia:Churchill
Livingstone, 2003; p: 295-296
32. Ansari S, Rehman A, Rehman B. Frequency and demography of commonly occurring
odontogenic cycts in khyber pakhtunkhwa (Pakistan). Pakistan Oral Dent J 2010;30(1):416
33.Sudioni, Janti. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, 2001
34. Danudiningrat CP. Kista Odontogen dan Nonodontogen. Surabaya: Airlangga
University Press, 2006:1-24.
35. Thoma KH. Oral surgery. Saint Louis: The C V Mosby Company, 1969:892-3.
36.Pedersen GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Purwanto, Basoeseno. Jakarta:EGC,
1996:180.
37. Surijana Mappangara, Andi Tajrin, Fatmawati. Kista radikuler dan kista dentigerous.
Makassar:Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin (gaada taunnya)
38. Puspa, D.M., 2008,Distribusi dan frekuensi kista dentigerous berdasarkan jenis kelamin
di poli gigi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Ciptomangunkusumo , Skripsi, Fakultas
Kedokteran Gigi Program Sarjana Reguler Jakarta
39. Hupp JR, Ellis Ell, Tucker MR. 2008. Contemporary oral and maxillofacial surgery.
5th ed;Mosby;460-462
40 Wray, David. 2003. Texbook of General and Oral Surgery. Toronto: Churchill
Livingstone.
41. http://faked.unsrat.ac.id/psilbedah/index.php/tinjauan-pustaka/item/41-spo-tumor-
rongga-mulut.html diakses tanggal 19 Maret 2017
42. Eka FH, et all. Tumor Jinak Odontogen dan Non Odontogen [Laporan Tutorial].
Jember. FKG Universitas Jember; 2012. Available from:
https://www.scribd.com/doc/123602863/tumor-jinak-rongga-mulut
43. Smith, R.M, Turner J, Robbins LM, Atlas Oral Pathology. C.V Mosby. St. Louis. 1981.

36
44.Sapp, Eversole, Wysocki. Contemporary Oral and Maxilofasial pathology. Second
Edition. Mosby. 2004.
45. Neville, Damm, Allen, Bouquot. Oral and Maxilofacial Pathology. Second Edition.
Saunders Elsevier.2002
46. Pogrel, MA, Schmidt BL, Robertson C. Clinical pathology: odontogenic and
nonodontogenic tumors of the jaws. In: Maxillofacial Surgery (Booth PW, Schendel S,
Hausamen JE, eds), 2nd edn. Oxford: Elsevier Health Sciences, 2005.
47. Leslie DeLong, Nancy Burkhart. General and Oral Pathology for the Dental Hygienist.
2013. Hal.508
48.Preetha A, Balikai BS, Sujatha D, Pai A, Ganapathy KS. Complex odontoma. Gen Dent.
2010 May-Jun;58(3):e100-2. PubMed PMID: 20478785.
49. Nelson BL, Thompson LD. Compound odontoma. Head Neck Pathol. 2010
Dec;4(4):290-1. doi: 10.1007/s12105-010-0186-2. Epub 2010 Jun 9. PubMed
PMID:20533004; PubMed Central PMCID: PMC2996496
50. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2009 Jun 1;14 (6)::E299-303
51. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. Cysts and tumours of the jaws. In: A Textbook of
Oral Pathology. 4 th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1997. p. 308-311
52. Hidalgo-Sánchez O, Leco-Berrocal MI, Martínez-González JM. Metaanalysis of the
epidemiology and clinical manifestations of odontomas. Med Oral Patol Oral Cir Bucal
2008;13:E730-4
53. Oleh Leslie DeLong, Nancy Burkhart. General and Oral Pathology for the Dental
Hygienist. 2013. p. 508.
.

37

Anda mungkin juga menyukai