Anda di halaman 1dari 39

A.

Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi
manusia karena dengan pendidikan manusia dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya, mengembangkan ilmu pengetahuan, serta membawa
pengaruh terhadap kehidupan seseorang agar menjadi suatu pribadi yang
mampu berinteraksi dalam kehidupan bersama orang lain disekitarnya.
Pendidikan merupakan modal pokok yang sangat menentukan, bagi
perkembangan suatu bangsa, melalui pendidikan siswa diharapkan dapat
mencapai kepribadian yang sehat dan dapat mengembangkan manusia
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur serta bertanggung jawab dalam masyarakat dan
bangsa.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menjelaskan tentang sistem
pendidikan nasional, “Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.”1
Proses belajar siswa dituntut untuk melaksanakan aktivitas belajar
dengan sungguh-sungguh. Kegiatan proses belajar mengajar akan berjalan
dengan baik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan apabila siswa aktif
dalam proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran tidak menutup
kemungkinan siswa menemukan kesulitan belajar membaca Al-Qur’an. Al-
Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW. Allah SWT telah
menyempurnakan Al-Qur’an sebagai pedoman bagi umat manusia di dunia.
Bahkan di antara kitab-kitab suci yang lainnya Al-Qur’an yang paling
sempurna. Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk dibaca dan
diamalkan. Ia terbukti sebagai yang paling agung dalam memimpin manusia
mengarungi perjalanan hidupnya. Tanpa membaca manusia tidak akan
mengerti akan isinya dan tanpa mengamalkanya manusia tidak akan dapat
merasakan kebaikan dan keutamaan petunjuk Allah dalam Al-Qur’an. Untuk

1
Uyoh Sadulloh, Pedagogik (Ilmu Mendidik), (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 135.

1
itu betapa pentingnya membaca Al-Qur’an, agar dapat memahami isinya dan
mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Al-Qur’an dapat dilaksanakan di berbagai tempat,
misalnya di rumah, di sekolah, di masjid, di mushola, di pesantren, TPA
(Taman Pendidikan Al-Qur’an) dan sebagainya. Lingkungan anak yang
pertama adalah keluarga, diharapkan dalam keluarga sejak kecil anak telah
mendapatkan pengajaran Al-Qur’an dari orang tuanya. Ketika orang tua
kurang mampu mengajari membaca Al-Qur’an maka dapat menitipkan anak
ketempat belajar Al-Qur’an misalnya TPA, pondok pesantren dan sebagainya.
Pembelajaran Al-Qur’an di Sekolah Menegah (SMP)/MTs.,
merupakan lanjutan dari tingkat Sekolah Dasar (SD). Idealnya siswa
SMP/MTs., sudah bisa membaca Al-Qur’an. Standar kompetensi yang ada
pada silabus Al-Qur’an Hadits kelas VII adalah memahami dan mencintai Al-
Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman hidup umat manusia. Untuk itu
sebelum memahami ayat Al-Qur’an, siswa (santri) harus dapat membaca Al-
Qur’an terlebih dahulu. Tetapi masih didapati keluhan guru Pendidikan Al-
Islam bahwa beberapa siswanya belum bisa membaca Al-Qur’an.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di MTs. Al-Jihad Nanga
Tepuai, didapatkan informasi bahwa guru (ustad/ustadzah) mempunyai
banyak keluhan yang disebabkan karena tidak sedikit santri yang belum
memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an. Ketidakmampuan membaca Al
Qur’an tersebut dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Beberapa
faktor dimaksud antara lain ialah faktor pendidikan agama dalam keluarga
yang berjalan kurang optimal, lingkungan pendidikan agama di masyarakat
yang kurang mendukung, atau bisa juga karena faktor internal diri siswa itu
sendiri.2
Dugaan tersebut dikuatkan oleh temuan peneliti melalui observasi di
lapangan bahwa sebagian siswa (santri) yang tidak pernah belajar membaca
Al-Qur’an karena keluarga (orang tua) tidak pernah mengajari atau

2
Wawancara Guru Al-Qur’an Hadits, tanggal 16 Mei 2022, pkl. 09:25 WIB di MTs.
Al-Jihad Tepuai.

2
memasukkan ke TPA yang ada di desanya. 3 Sebagian siswa (santri) yang lain
beralasan bahwa di kampungnya tidak ada kegiatan TPA maupun
semacamnya, juga ditemukan siswa (santri) yang memang tidak mau mengaji
dengan alasan malas.4
MTs. Al-Jihad Tepuai merupakan salah satu lembaga pendidikan di
Desa Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Hurung yang berbasis pesantren dengan
visi “Mewujudkan sumber daya insani yang berkualitas menuju masyarakat
madani dalam bingkai NKRI”. Sedangkan misinya antara lain, mewujudkan
kecerdasan intelektual santri, mewujudkan kecerdasan emosional santri.5
Kegiatan yang dilakukan salah satunya ialah pembinaan membaca Al-
Qur’an yang dilakukan setiap hari setelah sholat. Upaya yang telah dilakukan
oleh ustad/ustadzah MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai dalam mengatasi kesulitan
membaca Al-Qur’an siswa (santri) di antaranya adalah mencari metode yang
paling tepat untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada peserta didik. Hal tersebut
dinilai penting, sebab pengajaran Al-Qur’an merupakan fondasi utama dalam
Islam yang harus ditanamkan dalam diri anak-anak agar mereka tumbuh
sesuai dengan fitrah dan hati mereka bersinar cerah tanpa dikeruhkan dengan
gelapnya dosa dan maksiat. Setiap pertemuan sebelum masuk ke materi, guru
(ustad/ustadzah) dan siswa (santri) membaca ayat yang sudah ditentukan
sebelumnya. Peserta didik siswa (siswa/santri) akan lebih cepat belajar jika
dilakukan bersama-sama.6
Upaya ustad/ustadzah MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai dalam rangka
mengatasi kesulitan siswa (santri) dalam membaca Al-Qur’an adalah dengan
menggunakan metode: pertama menggunakan metode menyimak, dilakukan
untuk melatih siswa (santri) agar selalu membaca Al-Qur’an denga berulang-
ulang ini diharapkan akan memperlancar bacaan Al-Qur’an. Ada yang
menggunakan metode privat (face to face) kesalahan bacaan yang dilakukan
3
Wawancara siswa (santri), tanggal 16 Mei 2022, pkl. 10:30 WIB di MTs. Al-Jihad
Tepuai.
4
Wawancara siswa (santri), tanggal 16 Mei 2022, pkl. 10:35 WIB di MTs. Al-Jihad
Tepuai.
5
Observasi awal, tanggal 16 Mei 2022, pkl. 08:15 WIB di MTs. Al-Jihad Tepuai.
6
Wawancara siswa (santri), tanggal 16 Mei 2022, pkl. 10:40 WIB di MTs. Al-Jihad
Tepuai.

3
siswa (santri) langsung mendapat pembenaran dari pembimbing. 7 Kemudian
ada irama murattal agar bacaan berirama, untuk membiasakan santri
menerapkan panjang pendek yang sesuai membantu menerapkan tempat
waqaf yang tepat. Dan menggunakan metode dengan cara tadarus Al-Qur’an
setiap hari diharapkan dari tadarus Al-Qur’an setiap hari ini siswa (santri)
akan terbiasa membaca Al-Qur’an dan bacaannya lancar.
Siswa (santri) berasal dari latar belakang pendidikan keluarga yang
berbeda-beda. Jika anak hidup dalam keluarga yang mendukung maka orang
tua akan membiasakan anaknya dari kecil untuk mengaji. Jika orang tuanya
kurang mampu mengaji maka anak tersebut akan dititipkan di TPA atau
seorang guru mengaji agar dibina yang lebih mampu. Berbeda dengan anak
yang hidup di lingkungan keluarga yang tidak mendukung. Orang tua tidak
mengajari dan menyuruhnya mengaji, mereka hanya membiarkan anaknya
yang penting anak tersebut tidak nakal. Ada banyak metode yang lazim
digunakan untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an yang dapat menjadi
alternatif bagi guru agama, di antaranya yaitu: metode qira’ati adalah cara
mengajar membaca Al-Qur’an dengan menggunakan buku qira’ati dan
menawarkan pengajaran yang sistematis dan mendetail serta pemahaman ilmu
tajwid dan cara baca tartil. Metode iqra merupakan metode yang terdiri dari 6
jilid dengan waktu belajar selama 6 bulan. Ciri-cirinya sebagai berikut: “Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA), privat, guru menyimak bacaan siswa, asistensi,
guru bisa meminta bantuan untuk mengajar kepada guru yang lain.”8
Teman bermain siswa (santri) juga berpengaruh terhadap
pendidikannya. Jika santri tersebut berteman dengan anak yang rajin dan bisa
mengaji, maka santri tersebut akan termotivasi dan tidak mau kalah untuk bisa
mengaji. Berbeda dengan siswa (santri) yang berteman dengan anak yang
malas dan tidak bisa mengaji, maka ia tidak akan mempunyai keinginan yang
kuat untuk belajar dan bisa mengaji.

7
Tharoni Taher, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Rajawali, 2013), hal. 70.
8
Tombak Alam, Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 Kali Pandai, (Jakarta: Bina
Ilmu, 2011), hal. 114.

4
Pemahaman materi antara siswa (santri) satu dengan yang lainnya
berbeda-beda, masing-masing memiliki kemampuan yang tidak sama.
Terdapat siswa (santri) yang mudah menghafal dan memahami huruf hijaiyah,
namun ada juga yang kesulitan dalam memahami huruf hijaiyah. Kadang
terkecoh atau bingung dengan huruf yang mirip. Siswa (santri)yang sudah bisa
mengaji pun dapat tertatih-tatih dalam membaca Al-Qur’an apabila ia tidak
membacanya secara rutin. Hal ini terjadi karena jika seorang telah bisa dan
tidak membaca secara rutin maka akan lupa bacaannya. Namun demikian,
dugaan ini belum dapat dijadikan sebagai kesimpulan, karena temuan fakta ini
belum dirasa cukup dan belum mencakup keseluruhan siswa (santri).
Kegiatan belajar membaca Al-Qur’an tidak selalu lancar seperti yang
diharapkan, terkadang santri mengalami kesulitan atau hambatan. Kesulitan
yang dihadapi siswa (santri) dalam membaca Al-Qur’an misalnya masih
terbata-bata dalam membaca (belum lancar), belum mampu mempraktikkan
bacaan mad dengan benar, terkadang bacaan panjang dibaca pendek atau
sebaiknya yang seharusnya dibaca pendek malah dibaca panjang. Siswa
(santri) juga masih melakukan kesalahan dalam hukum bacaan, seharusnya
dibaca dengan mendengung malah tidak mendengung, dan sebaliknya.
Berawal dari kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian di MTs. Al-Jihad Tepuai tentang “Upaya Guru dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar Siswa Membaca Al-Qur’an di Kelas VII A MTs. Al-
Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas
Hulu”. Hal ini perlu diungkap agar dapat diketahui secara rinci mengenai
sejauh mana upaya tenaga pendidik dalam mengatasi kesulitan belajar
membaca Al-Qur’an serta hasilnya agar dapat dimanfaatkan oleh pihak yang
membutuhkan.

B. Identifikasi Masalah

5
1. Terdapat siswa (santri) yang tidak pernah belajar membaca Al-Qur’an
karena keluarga (orang tua) tidak pernah mengajari atau memasukkan ke
TPA.
2. Terdapat siswa (santri) yang memang tidak mau mengaji dengan alasan
malas.

C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini lebih terarah dan tidak meluas, maka penelitian
ini dibatasi pada dua aspek, yaitu:
1. Upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an.
2. Faktor pendukung dan penghambat guru dalam mengatasi kesulitan belajar
siswa membaca Al-Qur’an.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka pertanyaan
penelitian pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa membaca
Al-Qur’an di Kelas VII A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu
Gurung Kabupaten Kapuas Hulu?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat guru dalam mengatasi
kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an di Kelas VII A MTs. Al-Jihad
Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas Hulu?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa
membaca Al-Qur’an di Kelas VII A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai
Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas Hulu.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat guru dalam
mengatasi kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an di Kelas VII A

6
MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten
Kapuas Hulu.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Secara Teoritis, yaitu menambah khazanah (kekayaan) pengetahuan
dalam dunia pendidikan khususnya mengenai upaya guru dalam
mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an pada siswa.
b. Secara Praktis
1) Memberikan gambaran dan informasi tentang upaya guru dalam
mengatasi kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an di Kelas VII
A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung
Kabupaten Kapuas Hulu
2) Siswa dapat memecahkan masalah kesulitan membaca Al-Qur’an
yang mereka alami berdasarkan pengetahuan yang telah mereka
dapatkan.

F. Kajian Pustaka
Penelitian relevan atau sering disebut sebagai kajian singkat terhadap
tulisan-tulisan terdahulu dalam satu tema atau berdekatan. Peneliti mengutip
beberapa skripsi yang terkait dengan persoalan yang akan diteliti sehingga
akan terlihat, dari sisi mana peneliti tersebut membuat suatu karya ilmiah.
Disamping itu akan terlihat suatu perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh
masing-masing. Beberapa kutipan hasil penelitian yang telah lalu yang terkait
di antaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh saudari Ani Halimah yang berjudul “Upaya
Guru dalam mengatasi kesulitan belajar bahasa arab di MTs GUPPI 1
Kesumadadi Lampung Tengah”. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa kesulitan belajar siswa dalam belajar bahasa Arab adalah dalam
membaca tulisan arab dan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.9
9
Ani Halimah, Upaya Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Bahasa Arab Siswa
di MTs GUPPI 1 Kesumadadi Lampung Tengah, Skripsi STAIN Jurai Siwo Metro, 2012.

7
2. Penelitian yang dilakukan oleh saudari Luthfiana Hanif Inayati dengan
judul “Upaya Guru dan Peran Guru dalam Pendidikan Agama Islam dalam
Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca Al-Qur’an pada Siswa di SMA
Negeri 1 Pleret Bantul”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Upaya
Guru Pendidikan Al-Islam dalam mengatasi kesulitan belajar membaca
Al-Qur’an siswa di SMA Negeri 1 Pleret Bantul yaitu dengan: a. Metode
menyimak: dilakukan untuk melatih siswa agar selalu membaca Al-Qur’an
dengan berulang-ulang. Membaca Al-Qur’an berulang-ulang ini
diharapkan akan memperlancar bacaan Al-Qur’an. b. Metode privat:
dengan privat (face to face) kesalahan bacaan yang dilakukan siswa
langsung mendapat pembenaran dari pembimbing. c. Menggunakan irama
murattal: agar bacaan berirama, untuk membiasakan siswa menerapkan
panjang pendek yang sesuai, membantu siswa menerapkan tempat waqaf
yang tepat. d). Tadarus Al-Qur’an setiap hari: diharapkan dari tadarus Al-
Qur’an setiap hari ini siswa akan terbiasa membaca Al-Qur’an dan
bacaannya lancar.10
Berdasarkan kedua skripsi di atas, yang menjadi persamaan dan
perbedaannya dengan skripsi yang akan Peneliti teliti yakni persamaan
sama-sama membahas mengenai upaya guru dan kesulitan belajar siswa.
Sedangkan yang menjadi perbedaan dalam penelitian yang akan saya
lakukan difokuskan pada upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar
membaca Al-Qur’an pada siswa (santri) kelas VII A MTs. Al-Jihad
Tepuai, sama-sama menggunakan metode: a. Metode menyimak:
dilakukan untuk melatih santri agar selalu membaca Al-Qur’an dengan
berulang-ulang. Membaca Al-Qur’an berulang-ulang ini diharapkan akan
memperlancar bacaan Al-Qur’an. b. Metode privat: dengan privat (face to
face) kesalahan bacaan yang dilakukan siswa langsung mendapat
pembenaran dari pembimbing. c. Menggunakan irama murattal: agar
bacaan berirama, untuk membiasakan siswa menerapkan panjang pendek
10
Luthfiana Hanif Inayati, “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar Membaca Al Qur’an Pada Siswa di SMA Negeri 1 Pleret Bantul”, dalam
http://digilib.uin-suka.ac.id/7598/, diakses pada tanggal 27 April 2022.

8
yang sesuai, membantu siswa menerapkan tempat waqaf yang tepat. d.
Tadarus Al-Qur’an setiap hari: diharapkan dari tadarus Al-Qur’an setiap
hari ini siswa akan terbiasa membaca Al-Qur’an dan bacaannya lancar.
Sedangkan perbedaannya pada penelitian ini yang menjadi subyek
penelitian adalah guru (ustad/ustadzah) dan siswa (santri) kelas VII A
MTs. Al-Jihad Tepuai, kemudian pada tujuan penelitian dan tempat
penelitian, penelitian terdahulu menggunakan metode kuantitatif
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan metode
kualitatif lapangan (field research).

G. Landasan Teori
1. Upaya Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Membaca Al-Qur’an
Pendidikan adalah salah satu unsur penting dari proses
kependidikan. Di pundak guru terletak tanggung jawab yang amat besar
dalam upaya mengantarkan siswa ke arah tujuan pendidikan yang dicita-
citakan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan cultural transition yang
bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue, sebagai sarana
vital bagi membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.
Hal-hal yang penting dan dibutuhkan oleh seorang guru dalam mengatasi
kesulitan membaca Al-Qur’an pada peserta didik adalah mencari metode
yang paling tepat untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada peserta didik
mereka. Sebab, pengajaran Al-Qur’an merupakan fondasi utama dalam
Islam yang harus ditanamkan dalam diri siswa agar mereka tumbuh sesuai
dengan fitrah dan hati mereka bersinar cerah tanpa dikeruhkan dengan
gelapnya dosa dan maksiat.
Terdapat banyak cara dan metode yang dapat ditempuh dalam
proses pendidikan dan pengajaran, namun hal yang sudah terbukti secara
empiris paling baik dalam proses pengajaran dan pejabarannnya dalam
kehidupan nyata, yaitu adannya guru, suri tauladan, atau panutan. Oleh
karena itu, jika seorang guru ingin berperan dalam mengatasi kesulitan
yang dialami oleh peserta didiknya dalam membaca Al-Qur’an handaknya

9
ia terlebih dahulu menanamkan rasa cinta peserta didiknya terhadap Al-
Qur’an. Dan seorang guru handaknya menjadi teladan pertama bagi
mereka.11
Al-Qur’an dapat membersihkan jiwa, dan menjadikan seseorang
berakhlak mulia, namun itu bergantung pada pengaruh akhlak seorang
guru. Jika akhlak guru sesuai dengan yang ia ajarkan, maka dengan
sendirinnya peserta didik juga akan mengikutinya. Upaya Guru pendidikan
Al-Islam dalam rangka mengatasi kesulitan peserta didik dalam membaca
Al-Qur’an adalah dengan menggunakan metode dalam proses
pembelajaran. Adapun metode yang digunakan oleh guru (ustad/ustadzah)
adalah sebagai berikut:
a. Metode menyimak, dilakukan untuk melatih siswa agar selalu
membaca Al-Qur’an dengan berulang-ulang ini diharapkan akan
memperlancar bacaan Al-Qur’an.
b. Metode privat (face to face) kesalahan bacaan yang dilakukan
siswa langsung mendapat pembenaran dari pembimbing.
c. Dengan menggunakan irama murattal agar bacaan berirama, untuk
membiasakan siswa menerapkan panjang pendek yang sesuai
membantu menerapkan tempat waqaf yang tepat.
d. Dengan menggunakan tadarus Al-Qur’an setiap hari diharapkan
dari tadarus Al-Qur’an setiap hari ini siswa akan terbiasa membaca
Al-Qur’an dan bacaannya lancar.12

Terdapat banyak cara dan metode yang dapat ditempuh dalam


proses pendidikan dan pengajaran, namun hal yang sudah terlaksana
secara empiris paling baik dalam proses pengajaran dan penjabarannnya
dalam kehidupan nyata, yaitu adannya guru, suri tauladan, atau panutan.
Oleh karena itu, jika seorang guru ingin berperan dalam mengatasi
kesulitan yang dialami oleh siswanya dalam membaca Al-Qur’an
handaknya terlebih dahulu menanamkan rasa cinta siswanya terhadap Al-
Qur’an, dan seorang guru handaknya menjadi teladan pertama bagi
siswanya. Guru merupakan panutan kedua setelah kedua orangtua dan
menjadi sumber ilmu dan informasi yang sangat dibutuhkan oleh peserta

11
Arifudin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kultura, 2008), hal. 61.
12
Tharoni Taher, Psikologi Pembelajaran …., hal. 70.

10
didik, sehingga Guru dituntut menjadi panutan bagi peserta didik agar
kelak setelah dewasa peserta didik tidak menjadi pribadi yang buruk baik
bagi keluarga dan lingkungan sekitar, Sehingga pondasi agama sangat
penting ditananmkan di peserta didik mulai sejak usia dini, tugas guru
sangat berperan sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Pribadi
guru memiliki adil yang sangat besar terhadap keberhasilan dalam
kegiatan pembelajaran.

2. Pengertian Belajar Membaca Al-Qur’an


Kemampuan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki kata
dasar mampu yang berarti kuasa (sanggup melakukan sesuatu). Jadi
kemampuan memiliki arti kesanggupan, kecakapan dan kekuatan.13
Sedangkan membaca memiliki arti melihat tulisan dan mengerti atau dapat
melisankan apa yang tertulis. Membaca merupakan salah satu aktivitas
belajar. Hakikat membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit
karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang bertujuan untuk
memahami arti atau makna yang ada dalam tulisan tersebut.14
Kemampuan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki kata
dasar mampu yang berarti kuasa (sanggup melakukan sesuatu). Jadi
kemampuan memiliki arti kesanggupan, kecakapan dan kekuatan.15
Sedangkan membaca memiliki arti melihat tulisan dan mengerti atau dapat
melisankan apa yang tertulis. Membaca merupakan salah satu aktivitas
belajar. Hakikat membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit
karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang bertujuan untuk
memahami arti atau makna yang ada dalam tulisan tersebut.16

13
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2006), hal. 628.
14
Ibid., hal. 71.
15
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2006), hal. 628.
16
Ibid., hal. 71.

11
Berdasarkan firman Allah SWT, membaca Al-Qur’an merupakan
kewajiban, karena Allah SWT yang memerintahkan. Wahyu yang pertama
turun adalah perintah membaca. Allah SWT berfirman:

        


        
      
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(Q.S. Al-Alaq 1-5)17

Wahyu pertama yang disampaikan Allah SWT. kepada Nabi


Muhammad SAW, melalui perantara malaikat Jibril adalah perintah
membaca karena dengan membaca, Allah SWT mengajarkan tentang ilmu
pengetahuan. Negara-negara maju berawal dari semangat membaca.
Membaca di sini menurut peneliti adalah membaca ayat-ayat kauliah (Al-
Qur’an) dan membaca ayat-ayat kauniyah (alam semesta).

Pada ayat lain Allah SWT, berfirman:

        


      
        
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-
Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain),
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.18

Ayat di atas menjelaskan bahwa membaca Al-Qur’an merupakan


kewajiban dan erat hubungannya dengan shalat karena apabila dalam

17
Depag RI, Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), hal.
596.
18
Depag RI, Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), hal.
401.

12
shalat tidak dibacakan ayat suci Al-Qur’an (Surat Al-Fatihah) maka
shalatnya tidak sah.
Dengan demikian, maka kegiatan membaca merupakan kegiatan
yang sangat diperlukan oleh siapapun yang ingin maju dan meningkatkan
potensi diri. Oleh sebab itu, peran guru mengajarkan membaca di sekolah
sangat penting. Membaca sebagai suatu keterampilan, memandang hakikat
membaca itu sebagai suatu proses atau kegiatan yang menerapkan
seperangkat keterampilan dalam mengolah hal-hal yang dibaca untuk
menangkap makna. Membaca merupakan proses merekonstruksi informasi
yang terdapat dalam bacaan atau sebagai suatu upaya untuk mengolah
informasi dengan menggunakan pengalaman atau kemampuan pembaca
dan kompetensi bahasa yang dimilikinya secara kritis.
Membaca adalah suatu aktivitas untuk menangkap intonasi bacaan
baik yang tersurat maupun tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan
secara literal, inferensial, evaluatif, kreatif dan apresiasi dengan
memanfaatkan pengalaman belajar membaca. Membaca merupakan suatu
hal yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar
melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca
merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata
lisan. Sebagai proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan
kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, pemahaman kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kemampuan
membaca Al-Qur’an adalah suatu kemampuan siswa dalam membaca Al-
Qu’ran dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid. Kemampuan
peserta didik dalam membaca Al-Qur’an adalah dasar untuk memahami
apa yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kemampuan membaca Al-Qur’an
pada peserta didik hendaknya dibentuk dan dilatih pada masa balita. Jika
pelatihan membaca Al-Qur’an ini dimulai ketika anak sudah beranjak
dewasa atau remaja maka proses pembelajaran yang akan dilakukan
cendrung lebih sulit dari pada dilakukan pada masa anak-anak.

13
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa yang
dimaksud kemampuan membaca Al-Qur’an adalah kesanggupan-
kesanggupan peseta didik (siswa/santri) dalam membaca huruf Al-Qur’an
yang sesuai dengan ilmu tajwid atau dengan kata lain siswa dapat
dikatakan sanggup dan menangkap serta memahami tanda baca seperti
makhrojil huruf, kalimat serta tajwid dalam Al-Qur’an.

3. Materi Membaca Al-Qur’an


Materi mengenal huruf Al-Qur’an adalah materi permulaan yang
dikenalkan pada peserta didik untuk dapat membaca Al-Qur’an. Peserta
didik (siswa/santri) dikenalkan terlebih dahulu pada huruf-huruf hijaiyah,
yaitu:19
‫ي ء ال ه و ن م ل ك ق ف غ ع ظ ط ض ص ش س ز ر ذ د خ ح ج ث ت ب ا‬

Setelah mengenal huruf hijaiyah di atas, selanjutnya diajarkan cara


membaca huruf tersebut sesuai dengan makhorijul huruf. Makhorijul huruf
adalah tempat keluar huruf, untuk mengetahui, darimana sesuatu huruf itu
keluar. Ada lima tempat keluarnya huruf, yaitu:
a. Jauf (rongga), yaitu huruf : Alif (‫)ا‬, Wawu, (‫)و‬, dan Ya’ (‫ )ي‬yang
bersukun
b. Halq (tenggorokan), yaitu huruf: Hamzah (‫)ء‬, Haa’ (‫)ه‬, ‘Ain (‫)ع‬,
ha’ (‫)ح‬, Ghoin (‫)غ‬, dan Kha’ (‫)خ‬.
c. Al-Lisan (lidah), yaitu huruf: Qof (‫)ق‬, Syin (‫)ش‬, Ya’ (‫)ي‬, Nun (‫)ن‬,
Ra’ (‫)ر‬, Ta’ (‫)ت‬, Shad (‫)ص‬, Tsa’ (‫)ث‬, Kaf (‫)ك‬, Dlad (‫)ض‬, Tha’ (‫)ط‬,
Za’ (‫)ز‬, Dzal (‫)ذ‬, Jim (‫)ج‬, Lam (‫)ل‬, Dal (‫)د‬, Sin (‫)س‬, dan Dho’ (‫)ظ‬.
d. Asy-Syafatain (dua bibir), yaitu huruf : Fa’ (‫ )ف‬Wawu (‫)و‬, Ba’ (‫)ب‬,
Mim (‫)م‬
e. Al-Khoisyum (pangkal hidung), yaitu huruf: Nun sukun / tanwin
bila bertemu dengan huruf ikhfa’, idghom bighunnah dan mim
yang diidghomkan.20

Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami bahwa setelah


mengenal huruf hijaiyah, selanjutnya harus mengerti cara membaca huruf
hijaiyah sesuai dengan makhorijul huruf.

19
Asep Lim Abdurohim, Pedoman Lengkap Ilmu Tajwid, (Jakarta: Maghfirah Pustaka,
2016), 73.
20
Ibid., hal. 75.

14
4. Adab Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan mukjizat Rasulullah yang sangat luar biasa,
maka untuk membaca Al-Qur’an umat muslim tidak hanya sembarang
dalam membacanya tetapi ada beberapa aturan kesopanan atau adab yang
harus dilakukan untuk membaca Al-Qur’an agar orang yang membacanya
tidak sekedar membaca. Ada banyak sekali adab yang harus diperhatikan
bagi seorang muslim ketika akan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Berikut beberapa adab yag harus dilakukan ketika membaca Al-
Qur’an:
a. Disunahkan berwudhu terlebih dahulu sebelum membaca Al-Qur’an,
dibaca di tempat yang bersih, dan menghadap kearah kiblat.
b. Sebelum membaca Al-Qur’an hendaklah membaca Ta’awudz terlebih
dahulu.
c. Mulailah dengan Basmalah.
d. Bacalah dengan tartil atau perlahan-lahan dan benar makhraj hurufnya
dengan mempergunakan ilmu tajwid.
e. Bacalah dengan irama dan nada suara yang indah dan merdu agar
bacaan yang terdengar syahdu dan merindukan.
f. Apabila membaca ayat sajdah hendaklah melakukan sujud tilawah.

Pendapat yang lain pun mengatakan bahwa dalam membaca Al-


Qur’an banyak sekali adab yang harus diperhatikan bagi seorang muslim
ketika akan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an adalah sebagai berikut:21
a. Berguru secara Musyafahah, yaitu berguru dengan seorang guru yang
ahli dalam bidang Al-Qur’an secara langsung.
b. Niat Membaca dengan Ikhlas, yaitu niat beribadah yang ikhlas karena
Allah untuk mencari ridha Allah, bukan mencari ridha manusia atau
agar mendapatkan pujian.
c. Dalam keadaan bersuci yaitu suci dari hadas kecil maupun besar dan
dari segala najis.
d. Memilih tempat yang pantas dan suci
e. Menghadap kiblat dan berpakaian sopan

21
Ibid., hal. 79.

15
f. Bersiwak (gosok gigi), yaitu bersiwak atau gosok gigi terlebih dahulu
sebelum membaca Al-Qur’an, agar harum bau mulutnya dan bersih
dari sisa-sisa makanan atau bau yang tidak enak.
g. Membaca Ta’awwudz.
h. Membaca Al-Qur’an dengan Tartil.
i. Merenungkan makna Al-Qur’an.
j. Khusyu’.
k. Memperindah suara.
l. Menyaringkan suara.
m. Tidak dipotong dengan pembicaraan lain.
n. Tidak melupakan ayat-ayat yang sudah dihafal.22

5. Adab Belajar Al-Qur’an


Secara umum belajar dapat diartikan sebagai perubahan kelakuan
berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa sesuatu perubahan pada
individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah
pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai
segala aspek organism atau pribadi seseorang.23
Al-Qur’an adalah firman Allah atau Kalam Allah, bukan perkataan
Malaikat Jibril, bukan sabda Nabi, dan bukan perkataan manusia
biasa, mereka hanya berkewajiban untuk melaksanakannya. Al-
Qur’an sebagai mukjizat, maka tidak seorang pun dalam sejarah
sejak awal turunnya sampai era modern dari masa ke masa yang
mampu menandinginya, baik secara perseorangan maupun secara
kelompok, sekalipun mereka ahli sastra bahasa dan sekalipun ayat
atau surah yang pendek.24

Al-Qur’an diturunkan ke bumi tidak hanya untuk dibaca tapi juga


untuk dipahami dan diamalkan sebagai rambu-rambu serta hukum dalam
kehidupan manusia. Belajar adalah kewajiban yang utama bagi setiap
muslim, apalagi jika itu mempelajari Al-Qur’an. Belajar adalah kegiatan
yang mulia dan Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam, maka ketika
seorang Islam akan mempelajari Al-Qur’an ada beberapa adab yang perlu
untuk diperhatikan, antara lain:

22
Ibid., hal. 84.
23
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 34-35.
24
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan Al-Qur’an Qira’at Ashim
dan Hafash, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 2.

16
a. Niat. Niat belajar Al-Qur’an adalah untuk mencari keridhoan Allah
SWT.
b. Menghiasi diri dengan akhlak mulia sesuai dengan tuntunan syar’i.
c. Memuliakan ilmu. Diantara adab-adab yang amat perlu diperhatikan
adalah ilmu tidak boleh dihina.
d. Berperilaku tawadhu’ terhadap guru dan berperilaku sopan. Meskipun
gurunya lebih muda, kurang terkenal, tidak berasal dari keluarga
terpandang dan lainnya; pelajar harus tetap tawadhu’ kepada
gurunnya.
e. Harus bersedia menerima nasihat guru.
f. Semangat dan tekun. Termasuk adab-adab yang penting bagi seorang
peserta didik adalah semangat yang mengebu dalam menuntut ilmu,
giat dan rajin belajar pada setiap saat yang mungkin untuk belajar. Ia
tidak boleh puas dengan ilmunya.

6. Keutamaan Belajar Membaca Al-Qur’an


Allah SWT memerintahkan kepada hambannya untuk selalu
membaca Al-Qur’an sebagai bentuk taqarrub kepada Rabb-Nya. Firman
Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 45 yang berbunyi:

        


      
        
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al-
Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain),
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.25

Seseorang yang selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an, yakni


dengan mengimaninnya, menerapkan tajwid dan makhraj dalam
membacannya, mendengarkan, menghafalkan, memahami maknannya,

25
Depag RI, Qur’an Tajwid dan …., hal. 401.

17
ataupun mengamalkannya dengan menjadikannya sebagai pedoman dan
hujjah dalam kehidupannya, maka ia akan mendapatkan keutamaan dan
kemuliaan di sisi Allah baik di dunia maupun di akhirat. Adapun
keutamaan yang Allah berikan kepada Ahlul Qur’an diantaranya adalah:26
a. Menjadi manusia yang terbaik.
b. Mendapat kenikmatan tersendiri.
c. Derajat yang tinggi.
d. Bersama para Malaikat.
e. Syafa’at Al-Qur’an.
f. Kebaikan membaca Al-Qur’an.
g. Keberkahan Al-Qur’an.

7. Metode Cepat Membaca Al-Qur’an


Mempertimbangkan suatu langkah berarti mencari dan memilih
model, metode dan pendekatan proses belajar mengajar yang didasarkan
atas karakteristik dan kebutuhan belajar siswa dan kondisi lingkungan
serta tujuan yang akan dicapai.Dengan kata lain, langkah cepat membaca
Al-Qur’an merupakan siasat guru untuk mengoptimalkan intreaksi antara
peserta dengan komponen-komponen lain dari sistem instruksional secara
konsisten.
Kaitannya dengan pembelajaran Al-Qur’an, guru agama Islam
dapat memilih metode membaca Al-Qur’an yang cepat, tepat dan sesuai
agar mudah diterima oleh siswa. Ada banyak metode yang lazim
digunakan untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an yang dapat menjadi
alternatif bagi guru agama, di antaranya yaitu:
a. Metode Qira’ati
Metode qira’ati adalah cara mengajar membaca Al-Qur’an
dengan menggunakan buku qira’ati dan menawarkan pengajaran yang
sistematis dan mendetail serta pemahaman ilmu tajwid dan cara baca
tartil. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:27
1) Praktis.
2) Sederhana (realis, tidak teoris).
26
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at …., hal. 55-59.
27
Tombak Alam, Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 Kali Pandai, (Jakarta: Bina
Ilmu: 2011), hal. 112.

18
3) Sedikit demi sedikit.
4) Merangsang murid untuk saling berpacu.
5) Tidak menuntun bacaan.
6) Teliti terhadap bacaan salah atau keliru.
7) Driil (bisa karena dibiasakan).
b. Metode Iqra
Metode iqra merupakan metode yang terdiri dari 6 jilid dengan
waktu belajar selama 6 bulan. Ciri-cirinya sebagai berikut:28
1) Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
2) Privat, guru menyimak bacaan siswa
3) Asistensi, guru bisa meminta bantuan untuk mengajar kepada guru
yang lain.

8. Kesulitan Membaca Al-Qur’an


Tujuan membaca adalah untuk memahami isi bacaan, tujuan
semacam itu ternyata belum dapat sepenuhnya dicapai oleh anak-anak,
terutama pada saat awal pelajaran membaca. Banyak anak yang dapat
membaca secara lancar tetapi tidak memahami isi apa yang mereka baca.
Ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca bukan hanya terkait
erat dengan kemampuan gerak motorik mata tetapi juga tahap
perkembangan kognitif. Mempersiapkan anak untuk belajar membaca
merupakan suatu proses yang sangat panjang. Itu mengapa dalam Islam
anak harus mulai dididik mulai mereka masih dalam kandungan. Seorang
anak akan sulit untuk membaca Al-Qur’an jika telingga mereka tidak biasa
untuk mendengar ayat-ayat suci Al-Qur’an. Islam selalu menganjurkan
bagi ibu yang sedang mengandung agar mereka memperbanyak ibadah.
Salah satu bentuk ibadah dan pendidikan prenatal yang dilakukan seorang
ibu pada janin yang mereka kandung adalah memperbanyak bacaan Al-
Qur’an.
Jika masih dalam kandungan janin sudah biasa didengarkan bacaan
Al-Qur’an, maka begitu pada usia anak-anak mereka dilatih untuk
mengenal huruf hijaiyah mereka akan lebih mudah untuk menangkap apa
yang telah diajarkan pada mereka. Ini adalah sebuah langkah awal yang
baik bagi seorang anak dalam belajar membaca Al-Qur’an. Hal ini terjadi

28
Ibid., hal. 114.

19
karena, janin yang ada pada ibu dapat merespon apa yang terjadi pada
sekeliling mereka.
Membaca hakekatnya adalah proses komunikasi antara pembaca
dengan peneliti melalui teks yang ditulisnya, maka secara langsung di
dalamnya ada hubungan kognitif antara bahasa lisan dengan bahasa tulis.
Kegiatan membaca melibatkan tiga unsur, yaitu makna sebagai unsur isi
bacaan, kata sebagai unsur yang membawa makna, dan simbol tertulis
sebagai unsur visual.29
Membaca merupakan aktifitas kompleks yang mencakup
fisik dan mental. Aktifitas fisik yang terkait dengan membaca
adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktifitas mental
mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca dengan
baik jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu
menggerakkan mata secara lincah, mengingat simbol-simbol
bahasa dengan tepat, dan memiliki penalaran yang cukup untuk
memahami bacaan. Anak berkesulitan membaca sering
memperlihatkan kebiasaan membaca yang tidak wajar.30

Mereka sering memperlihatkan adannya gerakan-gerakan yang


penuh dengan ketegangan seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama
suara meninggi, atau menggigit bibir. Mereka juga sering memperlihatkan
adannya perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak
untuk membaca, menangis, atau mencoba melawan guru.
Anak berkesulitan membaca sering mengalami kekeliruan dalam
mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan, penyisipan,
penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal
kata, dan tersentak-sentak. Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan
oleh anak berkesulitan belajar membaca karena adannya kekurangan
dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kesulitan belajar
membaca Al-Qur’an dapat diketahui dengan peserta didik sering
mengalami kekeliruan dalam mengenal kata. Kekeliruan jenis ini
29
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Remaja
Rosdaakarya, 2014), hal. 143.
30
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), hal. 158.

20
mencakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap,
pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak.

9. Macam-Macam Kesulitan Membaca Al-Qur’an


Kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur’an adalah dasar untuk
memahami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kemampuan membaca
Al-Qur’an pada siswa hendaknya dibentuk dan dilatih pada masa balita.
Jika pelatihan membaca Al-Qur’an ini dimulai ketika anak sudah beranjak
dewasa atau remaja maka proses pembelajaran yang akan dilakukan
cendrung lebih sulit dari pada dilakukan pada masa anak-anak.

Anak berkesulitan membaca sering memperlihatkan


kebiasaan membaca yang tidak wajar. Mereka sering
memperlihatkan adanya gerakan-gerakan yang penuh dengan
ketegangan seperti mengeryitkan kening, gelisah, irama suara
meninggi, atau menggigit bibir. Mereka juga sering
memperlihatkan adannya perasaan tidak aman yang ditandai
dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau
mencoba melawan guru.31

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa anak


berkesulitan membaca dapat dilihat dari gerakan-gerakan yang penuh
ketegangan, perasaan tidak aman, takut dan sebagainya. Kesulitan dalam
membaca Al-Qur’an siswa sering mengalami kekeliruan dalam mengenal
oleh anak berkesulitan belajar membaca karena adannya kekurangan
dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat.

10. Faktor Penyebab Kesulitan Membaca Al-Qur’an


Kesulitan membaca Al-Qur’an pada peserta didik biasannya akan
tampak jelas. Dengan munculnya perilaku yang tidak biasa. Tapi penting
untuk diingat bahwa faktor yang utama mempengaruhi kesulitan yang
dialami oleh peserta didik adalah berasal dari diri individu peserta didik itu
sendiri. Berikut ini Peneliti jelaskan faktor-faktor yang membuat peserta
didik sulit dalam belajar membaca Al-Qur’an.

31
Ibid., hal. 162.

21
a. Faktor Internal
1) Daya ingat rendah. Daya ingat rendah sangat memengaruhi hasil
belajar seseorang. Anak yang sudah belajar dengan keras namun
daya ingat di bawah rata-rata hasilnya akan kalah dengan anak
yang mempunyai daya ingat tinggi. Usia anak. Usia juga
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan
belajar pada anak. Usia yang terlalu muda ataupun usia yang sudah
terlalu tua dapat menyebabkan individu kesulitan untuk menerima
materi belajar.
2) Tingkat kecerdasan (Intelegensi). Meskipun bukan satu-satunya
sebagai yang menentukan kecerdasan seseorang, intelegensi juga
memberi pengaruh pada kesulitan belajar membaca seseorang.
3) Minat. Minat timbul dalam diri seseorang untuk memerhatikan,
menerima, dan melakukan sesuatu tanpa ada yang menyuruh dan
sesuatu itu dinilai penting dan berguna bagi dirinya. Minat belajar
yang tinggi dapat menuntun anak untuk belajar lebih baik lagi.
4) Emosi (perasaan). Emosi juga mempengaruhi hasil belajar
seseorang. Emosi diartikan sebagai tergugahnya perasaan yang
disertai dengan perubahan-perubahan dalam tubuh. Emosi itulah
yang akan membantu mempercepat proses pembelajaran.
5) Motivasi atau cita-cita. Motivasi memegang peranan penting dalam
pencapaian keberhasilan sesuatu hal. Motivasi erat sekali
hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Motivasi yang
tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk
mencapai kesuksesan walaupun berbagai kesulitan menghadang.
6) Sikap dan perilaku. Dalam kondisi dan perilaku yang terganggu
tentunya anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
7) Konsentrasi. Anak dengan konsentrasi tinggi untuk belajar akan
tetap belajar meskipun banyak factor memengaruhinya.
8) Rasa percaya diri. Seseorang yang merasa dirinya mampu
mempelajari sesuatu maka keyakinanya itu yang akan
menuntunnya menuju keberhasilan.
9) Kematangan atau kesiapan. Dalam belajar, kematangan atau
kesiapan itu sangat menentukan. Oleh karena itu, setiap usaha
belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersamaan dengan
tingkat kematangan seseorang.
10) Kelelahan. Kelelahan yang dialami anak-anak dapat menyebabkan
anak tidak bisa belajar secara optimal. Dalam hal ini, meskipun
anak sebenarnya memiliki semangat tinggi untuk belajar, namun
karena fisiknya yang lemah maka anak tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya.32
b. Faktor eksternal

32
Ana Maratul Azizah, “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi
Kesulitan Membaca Al-Qur’an pada Peserta Didik Kelas X di SMA Negeri 1 Panggul Tahun
Ajaran 2019/2022”.

22
1) Faktor keluarga. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang
utama dan pertama. Tetapi dapat juga sebagai factor penyebab
kesulitan belajar.
2) Suasana rumah. Suasana keluarga yang sangat ramai atau gaduh,
tidak mungkin anak dapat belajar dengan baik. Hendaknya suasana
di rumah selalu dibuat menyenangkan, tentram, dan damai.
Keadaan ini akan menguntungkan bagi kemajuan belajar anak.
3) Keadaan ekonomi. Ekonomi keluarga yang kurang mampu
terkadang membuat anak lebih rajin dalam bekerja membantu
orang tua mereka dari pada belajar. Dan untuk anak yang terlahir
dalam keluarga ekonomi yang berlebihan akan membuat mereka
malas untuk belajar dan lebih memilih untuk bersenang senang.
4) Faktor sekolah. Yang dimaksud sekolah adalah semua komponen
yang ada dalam sekolah maupun yang terjadi saat proses
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, seperti: metode
mengajar guru yang tidak sesuai dengan peserta didik ataupun
sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
5) Lingkungan sosial. Lingkungan sosial di sini adalah lingkungan
tempat tinggal, aktivitas dalam masyarakat, dan juga teman
sepergaulan. Diantara ketiga lingkungan sosial ini yang paling
berpengaruh pada diri peserta didik adalah lingkungan teman
sepergaulan. Hal tersebut dikarenakan, teman bergaul mempunyai
kesempatan yang lebih besar dan cepat masuk untuk memengaruhi
temannya.33

H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan bersifat
deskriptif. Menurut pendapat Bogdan dan Taylor sebagaimana dikutip
oleh Miftakhul Munir bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.34
Penelitian kualitatif ini bersifat penelitian murni (pure research)
yaitu bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ilmiah atau menemukan
bidang penelitian baru tanpa suatu tujuan praktis tertentu. Hal ini berarti
33
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyo, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),
hal. 85-92.
34
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung IKIP: CV Remaja RosdaKarya.
2002), hal. 3.

23
hasil penelitian ini tidak segera dipakai, namun dalam jangka waktu
panjang.35 Pendekatan ini merupakan suatu proses pengumpulan data
secara sistematis dan intensif untuk memperoleh pengetahuan tentang
upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an
di Kelas VII A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung
Kabupaten Kapuas Hulu. Menurut Bogdan dan Taylor36, menyatakan
bahwa: “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data-data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati”. Kemudian lebih lanjut, 37 menyatakan
bahwa:
“Penelitian kualitatif berakar pada akar alamiah sebagai keutuhan,
mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan
metode kualitatif, mengadakan anlisis data secara induktif,
mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori
dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada
hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria
untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat
sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah
pihak, yakni peneliti dan subjek peneliti.”

Penelitian yang akan digunakan adalah penelitian yang bersifat


penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang
berhubungan dengan upaya menjawab masalah-masalah yang ada
sekarang dan memaparkanya berdasarkan data yang ditemukan.38
Secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bermaksud untuk membuat gambaran mengenai situasi-situasi atau
kejadian-kejadian.39 Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat
pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.40
35
Nuruk Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori Aplikasi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hal. 13.
36
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif....., hal. 3.
37
Ibid., hal. 27.
38
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan: Jenis Metode dan Prosedur, (Jakarta: Kencana,
2013), hal. 66.
39
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),
hal. 76.
40
Ibid., hal. 75.

24
Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini berupa
pengungkapan fakta yang ada yaitu suatu penelitian yang terfokus pada
usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya,
yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
Dalam hal ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan keadaan sesuatu yang diteliti. Oleh karena itu,
penelitian ini lebih menekankan pada pandangan mengenai gambaran
peristiwa yang dibentuk oleh kata-kata secara ilmiah. Jadi penelitian
deskriptif adalah penelitian yang menerangkan tentang kejadian keadaan
dan kenyataan perilaku manusia, dan memberikan gambaran bagi semua
pihak yang membutuhkan serta penelitian yang berusaha melihat makna
yang terkandung dibalik objek penelitian.
Jenis penelitian yang Peneliti gunakan adalah penelitian kualitatif
lapangan (field research) yaitu penelitian yang mengharuskan peneliti
berangkat kelapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu
fenomena dalam suatu keadaan ilmiah.41
Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian ini diarahkan pada
proses belajar mengajar di kelas khususnya dalam kaitannya dengan upaya
guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an di
Kelas VII A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung
Kabupaten Kapuas Hulu.

2. Tempat dan Waktu Penelitian


a. Lokasi Penelitian
MTs. Al-Jihad Tepuai Desa Nanga Tepuai Kecamatan Hulu
Gurung, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan sejak dikeluarkannya Surat
Keterangan Penelitian dari Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Iqra’
Kapuas Hulu.
41
Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif....., hal. 3. Lexy J. Moleong. Metode
Penelitian Kualitatif....., hal. 26.

25
3. Subjek Penelitian
Subyek penelitian merupakan sumber tempat memperoleh
informasi, yang dapat diperoleh dari seseorang maupun sesuatu, yang
mengenainya ingin diperoleh keterangan. Dalam hal ini yang menjadi
subyek pada penelitian ini adalah guru Al-Qur’an Hadits, siswa kelas VII
A serta data-data akurat yang berhubungan dengan upaya guru dalam
mengatasi kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an di Kelas VII A
MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas
Hulu.

4. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana yang telah dikutip oleh
Lexy. J. Moleong dalam bukunya yang berjudul metodologi penelitian
kualitatif, mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu, jenis datanya
dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan
statistik.42 Sementara Suharsimi Arikunto mengklasifikasikan sumber data
menjadi tiga, yaitu:43
a. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban
lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket. Dengan
kata lain, sumber data ini adalah orang-orang yang berkompeten terkait
dengan penelitian. Sumber data ini di bagi menjadi dua, antara lain:
1) Sumber data primer yaitu sumber data utama. Sumber data primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data.44 Sedangkan data primer adalah data dalam
bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-

42
Ibid., hal. 112.
43
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1998), hal. 114.
44
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah ,
(Jakarta: Kencana, 2012), hal. 137.

26
gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, dalam hal ini subjek penilitian (informan) yang
berkenaan dengan variabel yang diteliti. 45 Yang menjadi sumber
data primer dalam penelitian ini adalah Guru MTs. Al-Jihad
Tepuai.
2) Sumber data sekunder. Sumber data sekunder adalah sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya
lewat orang lain atau lewat dokumen. 46 Peneliti menjadikan seluruh
siswa kelas VII A di MTs. Al-Jihad Tepuai sebagai sumber data
sekunder. Pemilihan siswa (santri) sebagai sumber data sekunder
untuk membandingkan informasi yang telah diperoleh dari sumber
data primer, segala sesuatu yang diperoleh dari hasil wawancara
maupun observasi dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.
b. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan
diam dan bergerak. Sumber ini berasal dari tempat observasi
penelitian.
c. Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar, atau simbol-simbol lain.

5. Temuan Penelitian
Hal utama yang menjadi ketertarikan penulis adalah siswa (santri)
berasal dari latar belakang pendidikan keluarga yang berbeda-beda. Jika
anak hidup dalam keluarga yang mendukung maka orang tua akan
membiasakan anaknya dari kecil untuk mengaji. Jika orang tuanya kurang
mampu mengaji maka anak tersebut akan dititipkan di TPA atau seorang
guru mengaji agar dibina yang lebih mampu. Berbeda dengan anak yang
hidup di lingkungan keluarga yang tidak mendukung. Orang tua tidak
mengajari dan menyuruhnya mengaji, mereka hanya membiarkan anaknya
yang penting anak tersebut tidak nakal.

45
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ...., hal. 22.
46
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal. 146-147.

27
6. Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian
a. Fokus Penelitian
Agar tujuan penelitian ini terarah dengan benar, maka peneliti
memfokuskan penelitian ini pada upaya guru dalam mengatasi
kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an di Kelas VII A MTs. Al-
Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas
Hulu.
b. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, fokus dan ruang lingkup penelitiannya
bertumpu pada upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa
membaca Al-Qur’an di Kelas VII A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai
Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas Hulu.

7. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian lapangan (field research) yang dikaji ini merupakan
penelitian bersifat kualitatif, sehingga peneliti akan menggunakan metode-
metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan dapat diartikan sebagai pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada
objek penelitian.47 Menurut Sukardi, observasi adalah cara
pengambilan data dengan menggunakan salah satu panca indra yaitu
indra penglihatan sebagai alat bantu utamanya untuk melakukan
pengamatan langsung, selain panca indra biasanya penulis
menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan. 48
Pengamatan dan pencatatan tersebut dengan menggunakan bantuan
alat antara lain berkas catatan lapangan, kamera, checklist yang berisi

47
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 158.
48
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), hal. 78-79.

28
standar perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas dan lain
sebagainya.
Dalam hal ini peneliti berkedudukan sebagai non partisipan
observer, yakni peneliti tidak turut aktif terlibat dalam pembelajaran
dan hanya sebagai pengamat.49 Metode ini digunakan untuk melihat
secara langsung kondisi dan situasi terkait MTs. Al-Jihad Nanga
Tepuai Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas Hulu, baik fisik,
atau peristiwa yang dianggap penting dan relevan dalam peneliti ini.
b. Metode Interview (wawancara)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan.50 Dalam hal ini, peneliti
menggunakan wawancara terstruktur, di mana seorang pewawancara
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang
akandiajukan.51 Metode ini digunakan untuk mencari data yang
berkaitan dengan upaya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa
membaca Al-Qur’an di Kelas VII A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai
Kecamatan Hulu Gurung Kabupaten Kapuas Hulu.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang artinya barang
barang tertulis. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya.52
Dengan metode ini, peneliti mengumpulkan data dari dokumen
yang sudah ada, sehingga peneliti dapat memperoleh catatan-catatan
yang berhubungan dengan penelitian seperti: gambaran umum sekolah,
49
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
Bandung, Alfabeta, 2006), hal. 204.
50
Lexy J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif ...., hal. 135.
51
Ibid., hal. 138.
52
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ...., hal. 149.

29
struktur organisasi, kurikulum, keadaan guru dan siswa, catatan-
catatan, foto-foto dokumenter dan sebagainya.
Metode ini juga berguna untuk mengetahui seluruh informasi
tentang MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung
Kabupaten Kapuas Hulu.yang meliputi:
a. Denah lokasi penelitian.
b. Struktur organisasi.
c. Sarana dan prasarana.
d. Keadaan guru, staf dan karyawan.
e. Keadaan siswa.

8. Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.53 Teknik analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, dokumentasi
dan sebagainya, kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan
kejelasan terhadap kenyataan atau realita. dengan menggunakan pola pikir
yang bersifat induktif, yang berarti bahwa pencarian data bukan
dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan
sebelum penelitian diadakan.54
Peneliti menggunakan cara berpikir induktif untuk menganalisis
data yaitu pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-
fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum. 55 Pola pikir dari
khusus keumum dapat dilihat dari proses kategori data dan kemudian akan
dihubungkan antar kategori tersebut.56
53
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode-Metode Penelitian Survai, (Jakarta: PT.
Pustaka LP3ES, 1989), hal. 263.
54
Lexy J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif ...., hal. 6.
55
Nana Sudjana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, (Bandung: Sinar Baru
Algosindo,2011), hal. 7.
56
Musfiqon, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), hal.
154.

30
Aktifitas dalam analisis data pada penelitian ini terdiri dari empat
komponen yang saling berinteraksi, yaitu pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Agar lebih jelas
proses kegiatan dari analisis data (model interaktif) tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

Pengumpulan data Penyajian Data

Reduksi data Penarikan Kesimpulan /


Verifikasi

Gambar 1. Model Analisis Interaktif (Interactive Model).57

Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data antara lain


sebagai berikut:58
a. Pengumpulan Data
Merupakan proses pencarian data yang dilakukan dengan jalan
pengamatan/observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari catatan
tersebut peneliti perlu membuat catatan refleksi yang merupakan
catatan dari peneliti sendiri berisi komentar, kesan, pendapat, dan
penafsiran terhadap fenomena yang ditemukan.
1) Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, perumusan,
perhatian pada penyederhanaan atau menyangkut data dalam
bentuk uraian (laporan) yang terinci sistematis, pada pokok-pokok
yang penting agar lebih mudah dikendalikan. laporan Kegiatan ini
merupakan proses seleksi/pemilahan, pemfokusan/pemusatan
perhatian, penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan lapangan. Reduksi data merupakan

57
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011),
hal. 247.
58
Ibid., hal. 135.

31
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak diperlukan dan mengorganisasikan data
yang diperlukan sesuai dengan fokus permasalahan. Display data
merupakan upaya penyajian data untuk melihat gambaran
keseluruhan data atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Data
yang dikumpulkan tidak semuanya valid dan reliable, karenanya
perlu dilakukan reduksi agar data yang dianalisin benar-benar
memiliki valiitas dan realibitas yang tinggi.
2) Display Data
Sajian data adalah mengorganisasikan data yang sudah
direduksi. diberikan dalam bentuk narasi kalimat yang disusun
secara logis dan sistematis mengacu pada rumusan masalah. Sajian
data yang disampaikan berupa table dan analisis dari data pada
table tersebut yang berupa narasi. Hal ini dimaksudkan agar
pembaca penelitian ini dapat memahami isi penelitian dengan lebih
jelas.
3) Conclusion dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir atas pola-
pola atau konfigurasi tertentu dalam penelitian ini sehingga
menggambarkan secara utuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan
penelitian. Sejak awal kegiatan pengumpulan data seorang peneliti
sudah harus memahami arti berbagai hal yang dimulai dengan
melakukan pencatatan-pencatatan, peraturan-peraturan,
pernyataan-pernyataan, arahan sebab akibat dan berbagai proposisi.
Kesimpulan atau verivikasi adalah upaya untuk mencari makna
terhadap data yang dikumpulkan dengan mencari pola, tema,
hubungan, persamaan, hal-hal lain yang sering timbul dan
sebagainya. Teknik pengambilan kesimpulan dalam penelitian ini
adalah teknik induksi berdasarkan bagian-bagian yang telah
dikumpulkan, kemudian dikelompok-kelompokkan yang saling
berhubungan.

32
Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
sebagai suatu jalinan pada saat sebelum, selama dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar. Tiga jenis kegiatan
analisis ini dan kegiatan pengumpulan data merupakan siklus dan
interaktif.
Jadi analisis ini peneliti gunakan untuk mengetahui upaya guru
dalam mengatasi kesulitan belajar siswa membaca Al-Qur’an di Kelas
VII A MTs. Al-Jihad Nanga Tepuai Kecamatan Hulu Gurung
Kabupaten Kapuas Hulu.

9. Pengecekan Keabsahan Data


Selain menganalisis data, peneliti juga harus menguji keabsahan
data agar memperoleh data yang valid. Moleong berpendapat bahwa:
“Dalam penelitian diperlukan suatu teknik pemeriksaan keabsahan data”.
Sedangkan untuk memperoleh keabsahan temuan perlu diteliti
kredibilitasnya dengan menggunakan tehnik sebagai berikut:59
a. Perpanjangan Kehadiran Peneliti
Perpanjangan kehadiran peneliti akan memungkinkan
peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Selain itu,
menuntut peneliti untuk terjun ke dalam lokasi penelitian dalam waktu
yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distori
yang mungkin mengotori data. Di pihak lain perpanjangan kehadiran
peneliti juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan pada
subyek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri sendiri.
b. Observasi Yang Mendalam
Dalam penelitian ini, memperdalam observasi dimaksudkan
untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat
relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

59
Ibid., hal. 173.

33
c. Triangulasi
Uji keabsahan data merupakan suatu langkah untuk
mengurangi kesalahan dalam proses perolehan data penelitian yang
tentunya akan berimbas terhadap hasil akhir dari suatu penelitian.
Peneliti akan menguji kredibilitas data pada penelitian kualitatif
dengan menggunakan uji kredibilitas triangulasi. Triangulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain, diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding data itu, tekniknya dengan pemeriksaan sumber data
lainnya.60
1) Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara,
lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila
dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut,
menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan
diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau
yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau
mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-
beda. Peneliti menggunakan triangulasi sumber dengan
membandingkan apa yang dikatakan oleh guru dan siswa.
2) Triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan
dengan cara wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu
atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang
berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya.
3) Triangulasi sumber adalah menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui
beberapa sumber.61 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

60
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian ...., hal 24.
61
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan …., hal. 372-374.

34
triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik ini
untuk dilakukan membandingkan dan mengecek apakah hasil data
tersebut sudah kredibel, jika berbeda-beda maka Peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data. Seperti hanya
hasil wawancara dibandingkan atau dicek dengan hasil observasi
dan dokumentasi. Sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan
membandingkan apa yang dikatakan oleh guru pendidikan agama
Islam dengan kepala sekolah dan siswa. Peneliti menggunakan
beberapa informan tambahan selain informan utama untuk
mengecek kebenaran data dari informan utama.

Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai


berikut:
1. Tahap Pra Lapangan
Menyusun proposal penelitian. Proposal penelitian ini
digunakan untuk minta ijin kepada lembaga yang terkait sesuai dengan
sumber data yang diperlukan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Pengumpulan data
Pada tahap ini yang dilakukan peneliti dalam
mengumpulkan data adalah:
1) Wawancara dengan guru Al-Qur’an Hadits MTs. Al-Jihad
Tepuai.
2) Wawancara dengan siswa kelas VII A MTs. Al-Jihad Tepuai.
3) Observasi langsung dan pengambilan data dari lapangan;
4) Menelaah teori-teori yang relevan;
5) Mengidentifikasi data. Data yang sudah terkumpul dari hasil
wawancara dan observasi diidentifikasikan agar memudahkan
peneliti dalam menganalisa sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
3. Tahap Akhir Penelitian

35
Tahap akhir dari penelitian ini berupa:
a. Menyajikan data dalam bentuk deskripsi;
b. Menganalisa data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

36
DAFTAR PUSTAKA

Abdurohim, Asep Lim, Pedoman Lengkap Ilmu Tajwid, Jakarta: Maghfirah


Pustaka.

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:


Rineka Cipta, 2003.

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyo, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta,
2013.

Alam, Tombak, Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 Kali Pandai, Jakarta:


Bina Ilmu: 2011.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:


Rineka Cipta, 1998.

Arif, Arifudin, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kultura, 2008.

Depag RI, Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006.

Hermawan, Acep, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Remaja


Rosdaakarya, 2014.

Khon, Abdul Majid, Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan Al-Qur’an Qira’at


Ashim dan Hafash, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung IKIP: CV Remaja


RosdaKarya, 2002.

Musfiqon, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya,


2012.

Nasution, S., Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Noor, Juliansyah, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya


Ilmiah , Jakarta: Kencana, 2012.

Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,


2006.

Sadulloh, Uyoh, Pedagogik (Ilmu Mendidik), Bandung: Alfabeta: 2011.


Sanjaya, Wina, Penelitian Pendidikan: Jenis Metode dan Prosedur, Jakarta:
Kencana, 2013.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode-Metode Penelitian Survai,


Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1989.

Sudjana, Nana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru


Algosindo, 2011.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung:


Alfabeta, 2011.

________, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&D), Bandung, Alfabeta, 2006.

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


2008.

Taher, Tharoni, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta:


Rajawali: 2013.

Zuriah, Nuruk, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori Aplikasi,


Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
PROPOSAL

UPAYA GURU DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA


MEMBACA AL-QUR’AN DI KELAS VII A MTs. AL-JIHAD NANGA
TEPUAI KECAMATAN HULU GURUNG KABUPATEN KAPUAS HULU

Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam


Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Iqra’ Kapuas Hulu
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar S-1
Pendidikan Islam

Disusun Oleh:

TUAH HIDAYAT
NIRM. 18.11.33.0101.00547

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) IQRA’ KAPUAS HULU
TAHUN 2022

Anda mungkin juga menyukai