Anda di halaman 1dari 15

TINDAK PIDANA NARKOTIKA DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

Dosen Pengampu: Rajarif Syah Akbar S.H., M.H.

Disusun Oleh:
KELOMPOK III

1. Khodi Muntashir Lbs 2106200156


2. Joshua Albert P Pakpahan 2106200455
3. Bayu Agung Pramudia 2106200462
4. Tarisyah An-nur 2106200478
5. Azra Aurellia 2106200479
6. Dianita 2106200485
7. Lutfhia Kamilna 2106200489
8. Nazwa Kallista Hrp 2206200382

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
T.A 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan. Dapat dikatakan bahwa, di satu sisi narkotika merupakan

obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat menimbulkan

ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa adanya

pengendalian serta pengawasan yang ketat dan seksama. Dalam hal ini, apabila ditinjau

dari aspek yuridis maka keberadaan narkotika adalah sah. UU Narkotika hanya

melarang penggunaan narkotika tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Keadaan yang demikian ini dalam tataran empirisnya mengakibatkan narkotika sering

disalahgunakan bukan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan, melainkan

dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini

berimbas pada rusaknya fisik maupun psikis mental semua lapisan masyarakat. Dari

segi usia, narkotika tidak hanya dinikmati golongan remaja saja, tetapi juga golongan

setengah baya maupun golongan usia tua. Penyebaran narkotika tidak lagi terbatas di

kota besar, tetapi sudah masuk kota- kota kecil dan merambah ke kecamatan bahkan

desa-desa.1

1
Hari Sasangka,Narkotika dan Psikototropika Dalam Hukum Pidana (Bandung: Mandar Maju,2011).
Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika

disebutkan bahwa narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di

bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan, dan

disisi lain dapat juga menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan, apabila

disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan

seksama. Ketentuan hukum mengenai larangan penyalahgunaan, serta peredaran gelap

narkotika diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang narkotika. Pembentukan dan pemberlakuan undang-undang ini dapat di nilai

sebagai bentuk reformasi, antisipasi pemerintah dibidang hukum pidana khususnya dalam

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Jika dibandingkan

dengan undang-undang sebelumnya yang mengatur tentang narkotika yaitu Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997, tentang narkotika, maka dapat

dikatakan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 lebih kompleks, detail dalam

mengatur hal-hal yang berkenaan tindak pidana narkotika, khususnya dalam pengaturan

sanksi pidana misalnya : ancaman sanksi yang jauh lebih berat jika dibandingkan dengan

undang-undang sebelumnya. 2

Tindak Pidana Narkotika adalah Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika

dengan tanpa hak atau melawan selain apa yang ditentukan dalam Undang-undang.

Tindak Pidana Narkotika sendiri merupakan Tindak Pidana yang bersifat transnasional
3
yang dilakukan oleh kelompok kejahatan terorganisir (organized crime). Sebelum
2
Andi Helmi Adam,2017, ‘Tinjauan Kriminologi Kejahatatan Narkotika Yang Dilakukan oleh Anak’, Universitas
Muslim Indonesia,Vol 1 No.1, Hal.66
3
Penggunaan istilah transnasional ini khusus dipergunakan untuk menunjukkan kejahatan yang dilakukan oleh
individu, dimana terhadap kejahatannya itu individu dapat dibebani tanggung jawab berdasarkan hukum nasional
maupun hukum internasional dan harus dibedakan dengan kejahatan internasional yang pelakunya adalah negara
dimana negara hanya dapat dibebani tanggung jawab criminal internasional (international Criminal Resposibility of
States) karena melanggar hukum internasional. Sebagaimana dikutip dari I Wayan Parthiana, ‘Hukum Pidana
tahun 2000-an, Indonesia hanyalah sebagai wilayah transit barang terlarang tersebut.

Namun seiring berjalannya waktu, Indonesia telah menjadi konsumen atau tempat

pemasaran Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Peredaran Narkotika di

Indonesia pun terus meningkat. Sebagai negara maritim, Indonesia merupakan surga

bagi peredaran Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya karena Sebagian besar

penyeludupan Narkotika dilakukan melalui jalur laut. Selain itu juga karena Indonesia

memiliki pasar yang bagus, sehingga angka permintaan terhadap Narkotika pun terus

naik.

Pelaku Tindak Pidana Narkotika dapat dikenai sanksi pidana yang terdapat pada

ketentuan pidana Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotikayaitu dengan

klasifikasi sebagai berikut:

a. Pengedar

Ketentuan pidana bagi pengedar dalam UU Narkotika diatur dalam Pasal 111, Pasal

112, Pasal 114, dan Pasal 116 untuk Narkotika Golongan Pasal 117, Pasal 119, dan

Pasal 121 untuk Narkotika Golongan II. SertaPasal 122, Pasal 124, dan Pasal 126 untuk

Narkotika Golongan III.

b. Produsen

Produsen adalah orang yang melakukan kegiatan produksi denganmenyiapkan,

mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secaralangsung atau tidak langsung

melalui ekstraksi atau non-ekstraksi darisumber alami atau sintesis kimia atau

gabungamya, termasukmengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika. 4Sanksi Pidana

Internasional Ekstradisi’, Bandung:Yrama Widya,2004, Hal.41


4
Pasal 1 angka 3 Undang-undang No.39 Tahun 2009 Tentang Narkotika
yang dapat diberikan bagi produsen Narkotika adalah Pasal 113, Pasal 118.dan Pasal

123 UU Narkotika.

c. Penyalahguna

Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hakatau melawan

hukum5. Penerapan sanksi pidana bagi Penyalahguna diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) UU

Narkotika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulis menemukan beberapa rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apa saja yang menjadi faktor penyebab dan dampak bagi pengguna Narkotika di

kalangan remaja?

2. Bagaimana bentuk penegakan hukum serta penanggulangan terhadap remaja atas

penyalahgunaan Narkotika ditinjau dari aspek Kriminologi?

BAB II
5
Pasal 1 angka 15 Undang-undang No.39 Tahun 2009 tentang Narkotika.
PEMBAHASAN

A. Faktor penyebab dan dampak bagi pengguna Narkotika di kalangan remaja

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya residivis tindak pidana penyalahgunaan

narkotika oleh narapidana terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal meliputi:

 Individu, yang terjadi akibat adanya dorongan dari dalam diri sendiri

 Faktor biologis dan faktor psikologis, akibat dari dorongan diri sendiri menimbulkan rasa

ingin tahu dan mencoba melakukan tindak pidana narkotika meskipun hanya untuk

kesenangan dan hiburan saja.

Faktor eksternal meliputi

 Faktor keluarga, merupakan fungsi utama dan dasar dalam memberikan pendidikan

awal sehingga ketika seseorang melakukan prilaku menyimpang diluar rumah terjadinya

kegagalan keluarga dalam memberikan pendidikan.

 Faktor lingkungan, adanya pergeseran kondisi norma dan nilai yang begitu cepat ditengah

masyarakat, sehingga ketidak mampuan seseorang untuk mempertahankan kepribadian

yang sesuai dengan nilai dan norma yang baik akan terpengaruh untuk melakukan prilaku

menyimpang.

 Faktor teknologi informasi dan komunikasi, percepatan perkembangan teknologi dan

informasi disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana untuk mendapatkan

keuntungan.
 Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan narapidana manjadi melakukan residivis

tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah lingkungan tempat tinggal narapidana

merupakan daerah yang banyak terdapat penjual narkotika. Hal ini lah yang

menyebabkan anak sangat mudah untuk mendapatkan dan menggunakan narkotika.

Faktor keluarga yang kurang memperhatikan seseorang merupakan penyebab menjadi ia

bebas bergaul dengan siapa saja bahkan dengan pengguna dan penjual narkotika. 6

Dengan adanya penyalagunaan narkoba secara sembarangan atau illegal, maka akan

menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan baik secara fisik maupun secara psikis.

1. Dampak Fisik.

Penyalagunaan narkotika akan menimbulkan dampak pada kesehatan fisik misalnya

gangguan pada syaraf (Neurologis) seperti kejang-kejang, Halusinasi, kerusakan pada syaraf

tertentu, gangguan pada jantung, Gangguan pernapasan, sakit Kepala, mual-mual, berdampak

pada kesehatan reproduksi misalnya pada laki-laki penurunan fungsi hormone, reproduksi

(esterogen, progesterone, dan testosterone) sedangkan pada perempuan, misalnya perubahan

periode menstruasi, Ketidak teraturan menstruasi serta tidak haid (Amenorhoe).

2. Dampak pada Psikis.

Selain dampak fisik, penyalagunaan narkotika juga berdampak pada kesehatan psikis

misalnya lamban dalam bekerjaa, terlalu ceroboh, sulit berkonsentrasi, mudah emosi, oenuh

curiga, menyakiti diri sendiri, merepotkan serta menjadi beban keluarga dan juga masa depan

menjadi tidak menentu karena Pendidikan menjadi terganggu.

6
AlMukharomah, M., & Wibowo, P. (2022). Faktor Pendorong Residivisme Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Arga Makmur. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(1), 1-20.
Pada dasarnya dampak fisik dan psikis berhubungan erat dimana ketergantungan secara fisik

akan mengakibatkan para penggunanya akan mengalami sakit yang luar biasa (Sakaw) dan

didorong oleh keinginan psikis yaitu keinginan yang sangat kuat untuk untuk

menggunakannya lagi (Sugesti) yang tentunya kedua dampak tersebut akan mempengaruhi

dampak yang lain misalnya dampak dalam lingkup social contohnya membohongi orang tua,

menjadi pencuri demi mendapatkan uang untuk beli barang tersebut serta menjadi pemarah.

3. Dampak Sosial.

Dampak social yang ditimbulkan akibat penyalagunaan narkoba bagi peserta didik adalah

anak akan menjadi anti social, hanya ingin berkumpul dengan sesame pengguna narkoba

tidak ingin bergaul lebih luas dengan sesame pelajar lainnya,serta dikucilkan dari

masyarakat.

4. Dampak pada Spiritual.

Dasar agama yang ditanamkan sejak kecil akan menjadi perisai bagi diri seseorang untuk

menolak hal yang sehubungan dengan merusak nilai moral dan spiritual begitupun

sebaliknya, anak-anak yang tidak pernah mendapatkan pendidikan agama sangat rawan

melakukan tindakan kriminal seperti pecandu narkoba dan minum-minuman keras. Jika

seseorng sudah menjadi penyalaguna narkotika, maka tidak akan mempedulikan lagi

ibadahnya dan hubungannya dengan Tuhan. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana

cara untuk mendapatkan narkoba sebagai kebutuhan yang utama. 7

7
Mulyasih, K. E. (2022). Faktor-faktor penyebab dan dampak sosial penggunaan narkotika pada remaja. SOKO
GURU: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(2), 115-121.
B. Bentuk penegakan hukum serta penanggulangan terhadap remaja atas

penyalahgunaan Narkotika ditinjau dari aspek Kriminologi

Kejahatan secara yuridis formal adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan

moral kemanusiaan, merugikan masyarakat, melanggar hukum. Kejahatan dalam kaitannya

dengan kriminologi dapat dibaca dari pendapat Moeljatno ketika mendefinisikan tentang

kriminologi. Menurut beliau, Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejahatan

dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan buruk

itu.

Kriminologi terdiri dari dua kata, Crime dan Logos yang artinya kejahatan dan ilmu

pengetahuan, jadi kriminologi berarti ilmu tentang kejahatan. Kriminologi dan arti luas;

1.Berdasarkan pendekatan diskriptif :

Pendekatan secara diskriptif, berarti menjelaskan pengertian kriminologi dengan cara

observasi atau pengamatan, tentang:

a) Bentuk dan tingkah laku kejahatan.

b) Cara kejahatan di lakukan,

c) Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda,

d) Ciri-ciri khas pelaku, seperti usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya.

e) Perkembangan karir seorang penjahat.

f) Dalam pendeketan diskriptif penelitian tidak boleh dilakukan dengan cara random

dan fakta yang diperoleh harus ditafsir, supaya mendapatkan pengertian secara

umum.
Berkaitan dengan kejahatan narkotika, maka barang siapa dari anggota masyarakat yang

berada di Indonesia yang dengan sengaja, menggunakan, mengedarkan, memperdagangkan,

dan memproduksi narkotika secara illegal dapat dianggap sebagai “kejahatan narkotika”.

Banyaknya kejahatan baru (inkonvensional) yang terjadi belakangan ini, yang tidak

diatur dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana, dalam ketentuan pasal 103 KUHP dan

Pasal 284 ayat (2) KUHAP memungkinkan adanya hukum pidana khusus di luar KUHP.

Pasal 103 KUHP menyatakan:

Ketentuan-ketentuan dalam BAB I sampai BAB VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-

perbuatan yang oleh ketentuan perundangan-undangan lainnya diancam dengan pidana,

kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

Di dalam Pasal 284 KUHAP ayat (2) mengatur:

Dalam waktu 2 tahun setelah undang-undang ini diundangakan maka terhadap semua

perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian undang-undang

sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-

undang tertentu sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.

Salah satu dari hukum pidana khusus tersebut adalah bidang peredaran gelap dan

penyalahgunaan narkotika yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

Dengan dikeluarkannya undang-undang ini merupakan salah satu langkah dalam menekan

dan mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.


Peredaran dan penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu kejahatan yang

tergolong baru, dan dampaknya sangat besar baik terhadap individu, masyarakat, bangsa dan

negara. Berbagai macam sanksi hukum yang diancamkan kepada para pemakai, pengedar

dan yang memproduksi barang-barang berbahaya ini. Mulai dari hukuman kurungan dan

hukuman denda serta hukuman mati. Bahkan dalam tidak jarang dalam beberapa putusan

yang dikeluarkan oleh hakim, para pelaku kejahatan bidang narkotika ini dihukum dengan

hukuman mati.

Para pemakai atau pengguna narkotika bagi dirinya terhadap golongan I di pidana

penjara paling lama empat tahun, golongan II pidana 2 tahun dan golongan III pidana 1

tahun. Kadangkala atau seringkali para pemakai misalnya dalam suatu kesempatan tertentu

memberikan narkotika kepada orang lain, hal ini juga diancam pidana penjara dan pidana

denda, yang masing bervariasi mulai dari 15 tahun dan denda tujuh ratus lima puluh juta

rupiah (golongan I), 10 tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah (golongan II)

dan paling lama 5 tahun dengan denda dua ratus lima puluh juta rupiah (golongan III).

Dalam kehidupan kita sehari-hari atau dalam pengalaman yang terjadi, ada orang tua

yang mana anaknya atau anak dibawah perwaliannya (masih di bawah umur) terlibat sebagai

pemakai narkotika, tetapi karena takut untuk melaporkan kegiatan anaknya, secara hukum

orang tua atau wali tersebut dapat dikenai sanksi hukum dengan pidana penjara 6 bulan dan

denda satu juta rupiah. Alasan yang dijadikan dasar oleh orang tua untuk tidak melaporkan

anaknya tersebut, tentu sangat beralasan, yaitu ketakutan kalau anaknya ditangkap dan

dipenjara. Sehingga akhirnya jalan yang diambil adalah membiarkan dan menyembunyikan
tindakan anak tersebut. Hal ini tentu sangat merugikan posisi dari orang tua atau wali

tersebut. Dengan melaporkan tindakan anaknya yang kecanduan, tidak dituntut pidana.

Lantas bagaimana halnya dengan para pecandu yang telah cukup umur. Kalau mereka

tidak melaporkan diri sebagai pecandu maka anak tersebut dapat dijatuhi pidana penjara 6

bulan atau denda paling banyak dua juta rupiah. Oleh karenanya perlu dilaporkan oleh

keluarganya. Kalau tidak dilaporkan oleh keluarganya, dapat dikenai sanksi pidana penjara 3

bulan atau denda satu juta rupiah.

Terhadap para pecandu narkotika, dalam ketentuan undang-undang tentang narkotika

ini, untuk kepentingan pengobatan dan atau perawatan pengguna yang tergolong sebgai

pecandu dapat memiliki, menyipan, dan atau membawa narkotika. Pengguna narkotaika

harus mempunayi bukti bahwa narkotika yang dimiliki, disimpan, dan atau dibawa untuk

digunakan diperleh secara sah.

Namun demikian, setiap pecandu tentunya harus wajib menjalani pengobatan dan

atau perawatan. Perlu juga diketahui bahwa masa menjalani pengobatan dan atau perawatan

bagi pecandu narkotaika diperhitungkan sebagai bagian masa menjalani hukuman penjara.

Program seperti ini sangat penting. Mengingat, banyak kasus-kasus yang terjadi, khususnya

dikalangan masyarakat kelas atas, teristimewa dilingkungan selebriti/artis, menginginkan

kasus narkoba lebih dipusatkan pada aspek rehabilitasi. Kasus Roy Marten, yang belum lama

merebak kasusnya sebagimana kita saksikan dilayar televisi. Oleh pengacaranya, ingin sang

aktor ini tidak usah dipenjara tapi langsung direhabilitasi. Gagasan ini memang sangat masuk

akal, karena pemakai narkoba adalah masuk kategori korban. Sebagai korban mereka

mengalami ketergantungan terhadap obat- obat terlarang tersebut. Tapi diantara para praktisi
hukum lainnya, memandang cara ini sangat diskriminatif. Mengapa? Karena beberapa artis

lainnya yang pernah dipenjara tidak dibebaskan dengan melalui program rehabilitasi, hingga

dilepas.

kebijakan hukum harus mengawinkan keduanya, yaitu konsep penghukuman yang

menimbulkan sifat jera, disertai dengan program rehabilitas, yaitu pendidikan/pembinaan

supaya tidak terjerat lagi dalam lingkungan yang membahayakan masa depannya. Adapaun

terhadap berapa lama masa penjara dengan masa rehabilitasi, harus dilihat seberapa besar

kuakitas kejahatan yang dilakukannya. Kalau ia sebagai pengguna narkoba dengan

kecanduan berat, alangkah baiknya sifat rehabilitasi lebih dikosentrasikan dengan jangka

waktu yang lebih lama, ketimbang mereka yang menggunakan obat terlarang dengan kadar

rendah. 8

Penanggulangan kejahatan narkotika tidak terlepas dari upaya pencegahan dan

pemberantasan dari kejahatan narkotika itu sendiri, hal ini sesuai dengan tujuan di buatnya

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009. Merujuk pada Undang- undang No. 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika khususnya Bab X, yang mengatur tentang Pembinaan dan Pengawasan.

Dimana dalam Pasal 60 Ayat (2) huruf b, menyebutkan: mencegah penyalahgunaan Narkotika,

lebih khusus lagi dalam huruf c dinyatakan bahwa: “mencegah generasi muda dan anak usia

sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang

berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas”.

strategi penanggulangan terhadap penyalahgunan narkotika yang dilakukan oleh Kepolisian

Daerah Bali antara lain :

8
Zainal, M. A. (2013). Penegakkan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Ditinjau Dari Aspek
Kriminologi. Al-'Adl, 6(2), 44-61.
1.UpayaPre-emtif

Dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika secara pre-emtif yaitu berupa kegiatan-

kegiatan sosialisasi atau penyuluhan dengan sasaran mempengaruhi faktor-faktor penyebab,

pendorong dari kejahatan narkotika, sehingga tercipta suatu kesadaran dan kewaspadaan dalam

diri seseorang sehingga terciptanya prilaku atau norma hidup bebas dari narkotika yaitu dengan

sikap tegas untuk menolak terhadap kejahatan narkotika.

2. Upaya Preventif

Upaya pencegahan secara preventif oleh pihak Kepolisian harus dilakukan secara sistematis,

terencana, terpadu, dan terarah agar mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika. Dalam

usaha pencegahan ini dilakukan tindakan untuk mempersempit ruang gerak, mengurangi dan

memperkecil pengaruhnya terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya.

3. Upaya Represif

Upaya represif dimaksudkan untuk penanggulangan kejahatan dengan melakukan penindakan

dan penangkapan para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya

kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan mereka merupakan perbuatan yang tidak

dibenarkan oleh hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak lagi mengulanginya9.

9
Mantra, I. G. P. (2022). Upaya Kepolisian Daerah Bali Dalam Penanggulangan Kejahatan Penyalahgunaan
Narkotika Di Kalangan Remaja. Pariksa: Jurnal Hukum Agama Hindu, 6(1), 59-66.

Anda mungkin juga menyukai