A. Latar Belakang Darah yang sangat penting bagi tubuh manusia terdiri dari plasma darah dan butirbutir darah, jika salah satu unsur tersebut tidak ada, maka darah tidak akan melaksanakan tugasnya. Manusia dewasa normal mempunyai darah sebanyak 810% dari berat badannya, jadi kira-kira 5 liter untuk laki-laki dan 4 liter untuk wanita. Berkurangnya volume darah dalam tubuh akibat luka, kecelakaan, operasi, anemia dan lain-lain dapat ditanggulangi dengan transfusi sebagai terapi supportif. Transfusi adalah suatu proses pemberian darah yang berasal dari seseorang yang diberikan langsung melalui vena penerima yang membutuhkannya. Transfusi dapat dilaksanakan bila memenuhi persyaratan; untuk donatur ditentukan umur, berat badan, golongan darah sistem ABO, tekanan darah, Hb darah dan riwayat penyakit. Untuk resipien ditentukan golongan darah dan cross-match antara darah donatur dan resipien. Apabila persyaratan tersebut telah dipenuhi, maka transfusi dapat dilaksanakan. Mengingat pentingnya transfusi sebagai terapi, penetapan golongan darah dan persyaratan lain yang harus dipenuhi agar transfusi berjalan dengan baik. Oleh karena itulah pada percobaan ini kita melakukan penentuan golongan darah dan cross match yang berkaitan dengan guna transfuse darah.
B. 1.
Tujuan Praktikum Mahasiswa dapat melakukan dan mengetahui tentang penentuan golongan darah seseorang.
2.
Mahasiswa dapat mengetahui tentang manfaat penentuan golongan darah dalam kaitannya dengan dunia medis.
1|Page
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif (Campbell, 2000). Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di dunia,
meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan darah A lebih 2|Page
dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B. Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B, golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia (Campbell, 2000). Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara penggolongan darah ABO (Campbell, 2000). 2 Jenis golongan darah spesial:
Type O- disebut universal donor karena bisa diberikan kepada siapa saja; tidak memiliki protein yang bisa menyebabkan terjadinya gumpalan
Type AB+ disebut universal receiver karena memiliki semua protein sehingga tidak akan membentuk gumpalan (Ganong, 1995). Faktor Rh penting bagi wanita hamil. Jika seorang pria dengan Rh+ dan seorang
wanita dengan Rh- mempunyai anak, maka sang anak bisa saja memiliki Rh+ atau Rh-, tergantung pada genotype si bapak. Jika bayinya dengan Rh+, bisa menimbukanl masalah. Pada saat berada di rahim, sel-sel darah dari sang bayi akan melewati plasenta menuju aliran darah sang ibu. Sang ibu akan membentuk antibodi terhadap sel Rh+ tersebut. Jika kemudian ibu tersebut hamil lagi, dan bayinya juga Rh+, maka antibodi anti-Rh akan masuk ke darah sang bayi dan merusak sel darah merahnya, dan akan membunuh bayi tersebut (Guyton, 2007). Jika hal ini bisa terdiagnosa secara dini, ada kemungkinan untuk menyelamatkan sang bayi dari bahaya tersebut dengan cara mengganti darah si bayi melalui transfusi yang bebas dari antibodi Rh. Dan juga bila situasi tersebut bisa diketahui, ada kemungkinan untuk memberikan perlakuan terhadap wanita dengan Rh- dengan antibodi anti-Rh (RhoGam) secepatnya setelah si bayi lahir, untuk menonaktifkan sel Rh+ bayi dan mencegah terjadinya pembentukan antibodi anti-Rh pada sang ibu (Guyton, 2007).
3|Page
4|Page
2.
B.
Pembahasan
Percobaan ini adalah tentang pemeriksaan golongan darah. Dimana pecobaan ini bertujuan agar kita sebagai mahasiswa kedokteran dapat mengetahui secara benar tentang cara-cara dalam menentukkan golongan darah seseorang. Prinsip dalam menentukkan golongan darah ini adalah didasarkan pada ada atau tidak adanya 2 protein pada permukaan sel darah merah, yaitu protein A dan B. Karena kedua protein tersebut terlibat dalam penentuan golongan darah, maka ada 4 kemungkinan kombinasi atau golongan darah (Grup ABO). Namun ada juga protein lain yang terlibat dalam penentuan golongan darah yaitu faktor Rh atau Rhesus (diidentifikasi pertama kali pada monyet Rhesus). Faktor Rh ada (+), tidak ada (-). Karena itu golongan darah ditulis dengan "golongan" dan "faktor Rh" (contohnya O+ , A+, AB-). Pada percobaan ini, kami menggunakan kertas periksa. Dimana pada kertas periksa itu disediakan 4 tabel. Namun sebelum melakukan pemeriksaan golongan darah ini, hendaknya kita harus menuliskan identitas orang yang akan kita periksa dengan jelas, seperti nama, alamat, umur dan tanggal pemeriksaan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan atau data yang tertukar satu sama lainnya. Pada praktikum kali ini, darah yang diperiksa adalah darah saya sendiri (Yohanes Sigit Permana) dan teman saya yang bernama Marcel Agung. 5|Page
Pada kertas periksa sudah tersedia 4 kotak, dimana kotak 1 itu akan diisi dengan darah + anti A, kotak kedua diisi darah + anti B, kotak 3 diisi darah + anti AB dan kotak keempat diisi dengan anti RH. Setelah itu kami amati, penggumpalan darah terjadi pada kotak bagian mana. Hasil yang kami peroleh pada percobaan ini adalah sebagai berikut, saya bergolongan darah O dengan rhesus positif dan Marcel Agung bergolongan darah B dengan rhesus positif. Pada pemeriksaan golongan darah saya, setelah pemberian anti-A, anti-B, dan anti-AB pada sampel darah tidak terjadi aglutinasi, sedangkan setelah pemberian anti-D terjadi aglutinasi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa saya mempunyai golongan darah O dengan rhesus positif (+). Jika pada pemberian serum antiA terhadap sampel darah tidak terjadi aglutinasi itu berarti bahwa pada darah tersebut mengandung antibodi A. Begitu juga dengan pemberian serum anti-B dan anti-AB tidak terjadi aglutinasi, maka darah saya tersebut juga mengandung antibodi B. Jika suatu darah mempunyai antibodi A dan antibodi B maka golongan darahnya adalah O. Sedangkan untuk menentukan rhesus dapat dilihat dari hasil penetesan anti-D pada sampel darah. Jika terjadi aglutinasi maka rhesusnya positif, sedangkan jika tidak terjadi aglutinasi maka rhesusnya negatif. Orang tua saya bergolongan darah A(ibu saya) dan O(bapak saya). Jika dilihat dari hasil penentuan golongan darah saya yang hasilnya adalah O dengan rhesus positif, maka dapat disimpulkan bahwa fenotip yang dimiliki ibu saya adalah AO dan ayah saya adalah OO. Sesuai dengan hukum pewarisan sifat atau hukum penurunan, jika orang yang darahnya berfenotip AO menikah dengan orang yang darahnya berfenotip OO, maka kemungkinan golongan darah anaknya hanyalah A dan O saja. Pada hasil yang saya dapat ini berarti sesuai dengan teori yang ada. Pada pemeriksaan golongan darah teman saya (Marcel Agung), setelah pemberian anti-A pada sampel darah tidak terjadi aglutinasi, tetapi setelah pemberian anti-B dan antiAB pada sampel darah terjadi aglutinasi, sedangkan setelah pemberian anti-D juga terjadi aglutinasi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Marcel Agung mempunyai golongan darah B dengan rhesus positif (+). Jika pada pemberian serum anti-A terhadap sampel darah tidak terjadi aglutinasi itu berarti bahwa pada darah tersebut mengandung antibodi A. Kemudian jika pemberian serum anti-B dan anti-AB terjadi aglutinasi, maka darah Marcel Agung tersebut mengandung tidak mengandung antibodi B. Jika suatu darah hanya mempunyai antibodi A maka golongan darahnya adalah B. Sedangkan untuk 6|Page
menentukan rhesus dapat dilihat dari hasil penetesan anti-D pada sampel darah. Jika terjadi aglutinasi maka rhesusnya positif, sedangkan jika tidak terjadi aglutinasi maka rhesusnya negatif. Pada saat praktikum ini dilakukan, Marcel Agung tidak mengetahui golongan darah kedua orang tuanya, sehingga hasil golongan darah yang dia dapatkan tidak bisa dicocokkan dengan golongan darah orang tuanya. Akan tetapi dari hasil penentuan golongan darahnya dapat dianalisis kemungkinan golongan darah yang dimiliki orang tuanya. Kemungkinan fenotip dari golongan darah B adalah BO dan BB. BO dapat berasal dari orang tua dengan fenotip golongan darah AB/BB/BO dengan OO. Kemudian bisa juga berasal dari orang tua dengan fenotip golongan darah AB/BB/BO dengan AO. Sedangkan BB dapat berasal dari orang tua dengan fenotip golongan darah AB/BO/BB dengan BB. Kemudian bisa juga berasal dari orang tua dengan fenotip golongan darah AB/BO/BB dengan BO. Faktor Rh penting bagi wanita hamil. Jika seorang pria dengan Rh+ dan seorang wanita dengan Rh- mempunyai anak, maka sang anak bisa saja memiliki Rh+ atau Rh-, tergantung pada genotype si bapak. Jika bayinya dengan Rh+, bisa menimbukanl masalah. Pada saat berada di rahim, sel-sel darah dari sang bayi akan melewati plasenta menuju aliran darah sang ibu. Sang ibu akan membentuk antibodi terhadap sel Rh+ tersebut. Jika kemudian ibu tersebut hamil lagi, dan bayinya juga Rh+, maka antibodi anti-Rh akan masuk ke darah sang bayi dan merusak sel darah merahnya, dan akan membunuh bayi tersebut.
1.
Bagaimana penjelasan anda sebagai dokter pada orang tua dengan golongan darah ayah A dan ibu B yang tidak mau mengakui anaknya yang bergolongan darah O?
2.
Bagaimana penjelasan anda pada orang dengan golongan darah O yang ditolak ketika mendonorkan darahnya pada : a. b. Orang dengan golongan darah AB Orang dengan golongan darah O
7|Page
3.
Kemungkinan apa yang terjadi ketika orang dengan golongan darah O, ditemukan aglutinasi pada pemberian anti-A dan anti-B?
4.
Kemungkinan apa yang terjadi jika pada Coombs Test didapatkan hasil positif palsu atau negatif palsu?
1.
Sebagai dokter, saya akan menjelaskan sesederhana mungkin kepada pasien agar mudah dipahami, pada intinya setiap manusia mempunyai golongan darah masingmasing(ada A, B, AB, dan O). Pada setiap masing-masing golongan darah tersebut terdiri dari dua fenotip (fenotip adalah pembawa sifat yang tidak nampak), misalnya pada golongan darah A bisa terdiri dari fenotip AO dan AA. Kemudian pada golongan darah B bisa terdiri dari fenotip BO dan BB. Jika orang yang berfenotip AO menikah dengan orang yang berfenotip BO maka kemungkinan fenotip anaknya adalah AB, AO, BO, dan OO. Maka ada kemungkinan jika kedua orang tua bergolongan darah A dan B mempunyai anak yang bergolongan darah O.
2.
Dalam mendonorkan darah perlu dilakukan cross test, yaitu pengujian kecocokan darah pendonor dengan pasien. Di dalam cross test ini dilakukan banyak pengecekan, seperti kecocokan anti-A, anti-B, anti-AB, anti-D, anti-E, anti-C, antiK, dan lain sebagainya. Maka sangat mungkin terjadi suatu kasus yang walaupun secara fenotip golongan darah sama tetapi tidak bisa didonorkan karena terdapat banyak faktor yang perlu dicocokkan seperti yang telah disebutkan tersebut. Pada kasus A, sebenarnya secara fenotip sudah berbeda, golongan darah O tidak bisa diberikan pada pasien dengan golongan darah AB (walaupun mungkin dalam jangka waktu singkat bisa bertahan) karena terdapat banyak faktor yang tidak sesuai. Sedangkan pada kasus B, ketidakcocokan yang mungkin terjadi adalah pada ketidakcocokan rhesus (anti-D) atau faktor-faktor lain yang disebutkan diatas tadi.
3.
Pada kasus ini kemungkinan besar terjadi kesalahan pada pemberian antigen yang direaksikan pada sampel darah, sehingga terjadi kesalahan dalam mengamati aglutinasi yang terjadi, yang pada akhirnya akan terjadi kesalahan pula dalam menentukan golongan darahnya. Kesalahan ini mungkin bisa terjadi pada pengetesan golongan darah yang sebelumnya pernah dilakukan atau pada pengetesan yang terakhir ini.
4.
Pada alat yang digunakan untuk Coomb Test ada istilah suatu alat mempunyai sensitifitas tinggi dan ada alat yang mempunyai spesifisitas tinggi. Alat dengan 8|Page
sensitifitas tinggi cenderung menghasilkan hasil yang tidak valid berupa hasil positif palsu karena alat tersebut sifatnya sangat peka. Sedangkan alat dengan spesifisitas tinggi cenderung menghasilkan hasil yang tidak valid berupa hasil positif palsu karena alat tersebut sifatnya kurang peka. Hal inilah yang menyebabkan adanya hasil positif palsu atau negatif palsu pada Coombs Test.
9|Page
BAB V KESIMPULAN
1. Pada pemeriksaan golongan darah ini menggunakan pengetesan terhadap antibodi A, antibodi B, antibodi AB, dan antibodi D. 2. Penentuan golongan darah didasarkan pada hasil dari pemberian serum antibodi A, B, AB, dan antibodi D. Diamati apakah terjadi aglutinasi atau tidak. 3. Hasil yang didapat adalah, saya (Yohanes Sigit Permana) bergolongan darah O dengan rhesus positif (+) dan Marcel Agung bergolongan darah B dengan rhesus positif (+). 4. Penentuan golongan darah sengatlah penting dalam dunia kedokteran, terutama jika darah tersebut akan didonorkan kepada orang lain. Kecocokannya harus dicek terlebih dahulu agar tidak terjadi reaksi tranfusi hemolitik.
10 | P a g e
Daftar Pustaka
Campbell, Reece and Mitchell, 2000, Biologi, edisi 5 jilid 3, Erlangga: Jakarta Ganong, W.F, 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 14, EGC: Jakarta Guyton, Arthur C, 1993, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 7, bagian 1, EGC: Jakarta Guyton, Arthur C dan Hall, John E, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11, EGC: Jakarta
11 | P a g e