Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FILSAFAT EKONOMI ISLAM

PEMIKIRAN TOKOH EKONOMI ISLAM (PERIODE PERTAMA)


Dosen Pengampu:Yeni Setianingsih, S. Th.I, M.Hum.

Disusun oleh:
Kelompok 7

Reychel Celara Adinda 2151010290


Sultan Nailah Mada 2151010319
Widi Anggraeni 2151010332
Winda Ariyani 2151010333

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


EKONOMI SYARIAH
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat menyelesaikan tugas tersetruktur dalam
bentuk makalah.

Makalah ini akan membahas tentang Pemikiran Tokoh Ekonomi Islam yang
memiliki pengaruh kuat dalam kemajuan perekonomian Islam.Dalam pembuatan
makalah ini kami selaku penyusun makalah ini masih ada kesalahan, kekeliruan dalam
penyusunan atau penggunaan kata. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi perbaikan kualitas penyusunan makalah dimasa
datang.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, 3 Oktober 2022

penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN DEPAN.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN


A. Pemikiran Ekonomi Abu Hanifah.....................................................................................3
B. Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf........................................................................................5
C. Pemikiran Ekonomi Muhammad al bin Hasan al Shaybani..............................................7
D. Pemikiran ekonomi Abu Ubayd Al Qasim Ibn Sallam...................................................10
E. Pemikiran ekonomi Harith bin Assad Muhasibi.............................................................14
F. Pemikiran ekonomi Ibn MIskwaih..................................................................................15
G. Pemikiran ekonomi Mawardi..........................................................................................16

BAB III: PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................................................18
B. Saran ...............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kontribusi kaum Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan
perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada
umumnya, telah diabaikan oleh para ilmuwan Barat. Buku-buku teks ekonomi Barat
hamper tidak pernah menyebutkan peranan kaum Muslimin ini.

Sebaliknya, meskipun telah memberikan kontribusi besar, kaum muslimintidak


lupa mengakui utang mereka kepada para ilmuwan Yunani, Persia, india, dan Cina.
Hal ini sekaligus mengindikasikan inklusivitas para cendekiawan Muslim masa lalu
terhadap berbagai ide pemikiran dunia luar selama tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.

Dalam merumuskan dan mengembangkan pemikiran ekonomi Islam para


cendekiawan muslim terkemuka senantiasa mendayagunakan akal dan pikiran yang
tetap berpegang teguh pada Al-Qur;’an dan Hadits nabi. Serta mengamati dan
mepelajari praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah
SAW, dan Khulafaurrrasyidin yang merupakan tauladan nyata sebagai rujukan bagi
cendekiawan muslim dalam melahirkan teori-teori ekonominya.

Berkenaan dengan hal tersebut, Shiddiqi menguraikan sejarah pemikiran


ekonomi Islam dalam tiga fase, yaitu: pertama, Fase dasar ekonomi islam, merupakan
fase abad awal samapai dengan abad ke 5 Hijriyah atau abad ke-11 Masehi. Fase ini
dikenal sebagai fase dasar-dasar ekonomi Islam yang dirintis oleh para fuqaha, sufi
dan filosof. Kedua, Fase kemajuan yaitu abad ke-11 sampai dengan abad ke 15
Masehi. Fase ini dikenal sebagai fase cemerlang karena meninggalkan warisan
intelektual yang sangat kaya. Ketiga, Fase stagnasi dimulai abad 15 sampai abad 20
Masehi yang merupakan dase tertutupnya pintu ijtihad yang mengakibatkan fase ini
dikenal sebagai fase stagnasi Diantara tokoh yang cukup berpengaruh pada fase awal
adalah Abu Hanifah,Abu Yusuf,Muhammad bin Al-Hasan Al-Shaybani,Abu Ubayd
Al-Qasim Ibn Sallam,Harith bin Assad Muhasibi,Ibn Miskawih dan Mawardi yang
akan dibahas dalam makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran ekonomi menurut Abu hanifah ?
2. Bagaimana pemikiran ekonomi menurut Abu Yusuf
3. Bagaimana pemikiran ekonomi menurut Muhammad bin Hasan Al-Syahbani ?
4. Bagaimana pemikiran ekonomi menurut Abu Ubayd AL-Qasim Ibn Sallam ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMIKIRAN EKONOMI ABU HANIFAH (80-150 H / 699-767 M )

Imam Abu Hanifah lahir di Kufah pada tahun 80H pada masa Khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Ia lahir dengan nama Nu’man bin Tsabit bin Marzuban, dari
keturunan Persia. Abu Hanifah aslinya berasal dari Kabul ibukota Afghanistan saat
ini, namun kakeknya Marzuban masuk Islam pada masa khalifah Umar ibn Khattab
yang akhirnya membuat ia pindah ke Kuffah dan menetap disana. 1

Abu Hanifah berkepribadian sangat cerdas dan bijak, dan Imam Abu Hanifah
sangat mencintai Al-Qur’an sehingga membuatnya sering membaca AlQur’an dan
mengkaji kandungannya diikuti pengkajian hadits dan fiqh.

Kekayaan ilmu Abu Hanifah tertuang pada buku-bukunya seperti: Kitab Al-
Athar, Ilmu Kalam Al-Fiqh Al-Akbar Wa Al-Fiqh Al-Ausath, Kitab Al-‘Alim Wa Al-
Mut’allim, Kitab Ar-Risalah, Kitab Al-Risalah Ila Ustman. Selain itu Abu Hanifah
menulis hadits dan mengumpulkannya, serta menulis tentang fiqh, aqaid dan lain
sebagainya.

Imam Abu Hanifah terkenal sebagai pemuka mazhab dalam masalah fiqh.
Sehingga tidak ditemukan kebijakan-kebijakan atau gagasan-gagasan khusus
mengenai ekonomi yang ditawarkan oleh Abu Hanifah, namun ia mengemukakan
banyak pendapat dalam akad-akad maumalat dalam segi pandang fiqh. Adapun salah
satu pemikiran Ekonomi Abu Hanifah sebagai berikut:

AKAD SALAM
Pemikiran Abu Hanifah yang akan dibahas adalah mengenai salam.
Abu Hanifah spekat dengan ulama lainnya mengenai syarat salam yang enam.
Sebagai berikut:
1. Harga barang harus diketahui jenisnya, apakah dengan uang atau
dengan barang berharga lainnya
2. Harus diketahui harga pastinya
1
Nabila Zatadini dan Mohammad Ghozali, Analisis Pemikiran Ekonomi Islam,(Banten : UIN
Syarif Hidayatullah, 2018), h 23

3
3. Menyerahkan harga sebagai modal pedagang harus dilakukan dimajlis
akad
4. Barang dagangan harus ada di tangan pedagang
5. Barang dagangan bisa diestimasi (penilaian) nilainya bisa dari ukuran,
panjang, berat dan siifatnya.
6. Penentuan waktu penyerahan barang.

Imam Abu Hanifah mesyaratkan hal-hal tersebut dengan tujuan melindungi


pelaku ekonomi dari kerugian akad salam, maka Abu Hanifah mewajibkan
syarat-syarat tersebut.

Empat syarat salam yang dianggap perlu oleh Imam Abu Hanifah adalah
jangka waktu, wujud barang saat akad, harga empirik. Pertama, Abu Hanifah
mewajibkan adangaya jangka waktu penyerahan barang kepada pembeli
setelah ia membayar kepada penjualnya, hal ini dimaksudkan untuk
meringankan pedagang guna menyaipakan barang dagangannya terlebih
dahulu. Kedua, Abu Hanfiah mensyaratkan wujud barang saat terjadinya akad.
Hal ini berlandaskan pada hadits Ibu Umar yang mengatakan bahwa
Rasulullah SAW bersabda: janganlah melakukan akad salam dalam kurma
sebelum ia matang. Abu Hanifah melihat ini sebagai pencegahan dari bai’
gharar (penipuan) serta menurutnya jika wujud barang tidak disyaratkan,
maka akad salam akan mirip dengan bai’ ma lam yukhlaq (jual beli sesuatu
yang belum dibuat).
Ketiga, Ia mensyaratkan adanya tempat terjadinya akad, maka harus
datang kesuatu tempat untuk melakukan akad. Abu Hanifah mensyaratkan hal
ini karena menurutnya tempat penyerahan barang sama pentingnya dengan
jangka waktu.Keempat, harga empirik. Harga empirik adalah harga barang
yang dapat ditentukan berdasarkan berat, panjang, jumlah dan sifat.2

B. PEMIKIRAN EKONOMI ABU YUSUF (11-182 H / 731-798 M )

2
Ahmad Maulidizen, Pemikiran dan Kontribusi Tokoh Ekonomi Islam Klasik dan
Kontemporer,(Selangor Darul Ihsan : Longman Malaysia,2016), h 56

4
Nama lengkapnya Abu Yusuf adalah Ya’qub ibn Ibrahim Sa’ad ibn Husein al-
Anshori, beliau lahir di Kufah pada tahun 113H dan wafat pada tahun 182H. Abu Yusuf
berasal dari suku Bujailah, salah satu suku bangsa Arab. Abu Yusuf meninggal pada
usia 67 tahun. Ibunya bernama Ummu Sa’ad bin ‘Auf Khabtah binti Malik dari bani
Amru bin ‘Auf al Ausyi. Abu Yusuf bujan berasal dari kalangan keluarga yang berada,
akan tetapi Abu Yusuf memiliki minat yang kuat dalam ilmu pengetahuan sejak kecil.
Keinginan dan minat ini dipengaruhi dan didukung juga oleh keadaan kota kuffah yang
pada zaman itu merupakan salah satu kota pusat peradaban Islam. 3
Karir pendidikannya dimulai dari mempelajari hadist dari para tabi’in yang
mempunyai nama besar dan termashur pada zaman itu, beliau adalah Muhammad bin
Abdu Al-Rahman bin Abi Laila, dan beberapa tokoh yang mempengaruhi
intelektualnya yaitu: Jalil ‘Atho’ bin Al Sya’ba. Al-A’masy. Hisyam bin Urwah.
Muhammad bin Ishaq, serta Ajaj bin Arthoh. Setelah itu melanjutkan pengkajian
kepada imam abu hanifah. Selama 17 tahun, abu yusuf belajar bersama abu hanifah
dikenal sebagai tangan kanan abu hanifah dalam menyebarkan mazhab hanafi. Abu
Yusuf tumbuh menjadi seorang alim yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan baik
ulama, pengusaha maupun masyarakat umum.

Penulisan kitab al kharaj abu yusuf didasarkan pada perintah dan pertanyaan
khalifah Harun Ar-Rasyid mengenai berbagai persoalan pajak. Di dalam kitab ini,
selain membahas mengenai al kharaj juga membahas berbagai sumber pendapatan
negara seperti, ghanimah, fai, kharaj, usur, jizyah, dan shadaqah yang dilengkapi
mekanisme pengumpulan dan pendistribusian setiap harta negara sesuai dengan
syariay islam yang berpedoman pada dalil naql pada Al-Qir’am dan Hadits dengan
dalil aqli. Metode penulisan inilah yang menjadi pembeda dengan kitab-kitab al kharaj
yang ditulis oleh ulama-ulama pada periode berikutnya.

Abu Yusuf adalah orang pertama yang mengenalkan konsep perpajakan di


dalam buku karyanya yang berjudul al kharaj, kitab ini dijadikan pedoman dalam
pengaturan sistem baitul mal dan sumber pendaatan negara. Di dalam kitab al kharaj
karya abu yusuf terdapat pembahasan ekonomi publik, yang mengkhususkan tentang
perpajakan dan peran negara dalam pembangunan Abu Yusuf sangat menjunjung
tinggi nilai keadilan, kewajaran, dan persesuain terhadap kemampuan membayar
3
Muhammad Fauzan, Konsep perpajakan,( Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h 30

5
pajak, serta pentingnya akuntanbilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam hal
ini negara memiliki peranan peting dalam penyediaan fasilitas publik yang dibutuhkan
rakyat.

Pemikiran Abu Yusuf dalam al-Kahraj, antara lain:

1. Segala aktivitas ekonomi, sarana serta kemudahan yang dirasakan manfaatnya


oleh masyarakat adalah tanggung jawab pemerintah, namun jika manfaat dari
segala sarana dan kemudahan itu hanya dapat dirasakan oleh pihak tertentu,
maka orang tersebut dapat dikenakan biaya.Kemudian, demi terciptanya
kesejahteraan masyarakat, negara berhak untuk membebankan pajak fa’i
ushur, jizyah dan lain-lain sebagai pedapatan negara.
2. Perpajakan Abu Yusuf mengganti praktik misahah (fixed tax) dengan
muqasamah (proportional tax), dikarenakan hal tersebut akan memnindas dan
mendzalimi rakyat miskin, dan menentang sistem Qobalah
3. Dalam mekanisme harga, ia melarang penguasa menentukan harga suatu
barang, karena menurutnya keadilan hanya terjadi jika haraga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran pasar saja.4

Sejauh ini pemikiran Abu Yusuf dijadikan rujukan dalam menerapkan konsep
perpajakan di beberapa negara di dunia. Jenis jenis pajak yang dipungut pada masa
Abu Yusuf sebaga berikut:

1. Fa’i

Fa’i adalah harta yang diperoleh orang-orang islam tanpa melalui pertempuran
baik dengan pasukan berkuda atau kendaraan yang lain. Seperlima dari harta fa’i
diberikan kepada orang-orang yang berhak. Harta fa’i meliputi kharaj, jizyah, usyur
ataupu harta perdamaian.

Harta fa’i merupakan sumber dana umum yang diperentukkan bagi Rasul dan
pemerintahan serta pihak lain yang bertugas untuk mewujudkan kemashlata kehidpuan
kaum Muslimin.

2. Kharaj

4
Budi Darmawan, Tokoh Ekonomi Islam,( Jakarta: Gramata Publishing, 2010) , h 13

6
Kharaj menurut bahasa bermakna al-kara’ (sewa) dan al-ghullal (hasil).Setiap
tanah yang diambil dari kaum kafir secara paksa, setelah perangdiumumka kepada
mereka, dianggap sebagai tanah karajiyah. Jika mereka memeluk islam, setelah
penaklukan tersebut, maka status tanah mereka kharajiyah. Kharaj adalah hak yang
diberikan atas lahan tanah yang telah dirampas dari tangan kaum kafir, baik dengan
cara perang maupun damai. Jika perdamaian menyepakati bahwa tanah tersebut milik
kita dan mereka pun mengakuinya dengan membayar kaharj, maka mereka harus
menunaikannya.

3. Usyur

Usyur adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang dagangan yang masuk
ke negara Islam. Usyur belum sempat di kenal dimasa Nabi SAW dan di masa Abu
Bakar Siddiq RA. Permulaan diterapkannya usyur di negara Islam adalah di masa
Amirul Mukminin Umar bin Akhattab yang berlandaskan demi penegakan keadilan.

C. PEMIKIRAN EKONOMI MUHAMMAD BIN AL-HASAN AL-SHAYBANI


(132-189 H /750-804 M )

Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan bin Farqad al-Syaibani lahir pada
tahun 132 H (750 M) di kota Wasith, ibukota Irak pada masa akhir pemerintahan Bani
Umayyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah Jazirah Arab. Bersama
orang tuanya, Al Syaibani pindah ke kota Kufah yang ketika itu merupakan salah satu
pusat kegiatan ilmiah. Di kota tersebut ia belajar fiqh, sastra, bahasa, dan hadis kepada
para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyan Tsauri, Umar bin Dzar, dan
Malik bin Maghul. Pada saat berusia 14 tahun berguru kepada Abu Hanifah selama 4
tahun, yakni sampai Abu Hanifa meninggal dunia. Setelah itu, ia berguru pada Abu
Yusuf, salah seorang murid terkemuka dan pengganti Abu Hanifah, hingga keduanya
tercatat sebagai penyebar mazhab Hanafi.5

Dalam menuntut ilmu, al-Syaibani banyak berinteraksi dengan berbagai


ulama.Layaknya ulama terdahulu, ia berkelana ke berbagai tempat, seperti
Madinah,Makkah, Syiria, Basrah dan Khurasan untuk belajar pada ulama besar,
seperti Malik bin Anas,Sufyan bin ‘Uyainah, dan Auza’i. Ia juga pernah bertemu

5
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,(Jakarta : PT Graja
Grafindo Persada, 2004 ), h 254

7
dengan Al Syafi’i ketika belajar Al Muwattha pada Malik bin Anas.2 Hal tersebut
memberikan nuansa baru dalam pemikiran fiqihnya. Al-Syaibani menjadi lebih
banyak mengetahui berbagaI hadis yang luput dari pengetahuan Abu Hanifah. Dari
keluasan Pendidikannya ini, ia mampu mengombinasikan antara aliran ahl al-ra’yi di
Irak dan ahl al-hadits diMadinah.

Asy Syaibani merupakan salah seorang tokoh ekonomi islam yang punya
dampak yang cukup besar terhadap perkembangan ekonomi Islam. Bahkan Al- Janidal
menyatakan bahwa Al-Syaibani merupakan salah seorang perintis ilmu ekonomi
dalam Islam.6 Sebagai buktinya dapat kita lihat dari pemikiran-pemikiran ekonomi
yang beliau cetuskan yakni:

1. Al-Kasb (Kerja)

Al Syaibani mendefinisikan al kasb (kerja) sebagai cara memcari


perolehanharta melalui berbagai cara yang halal.9 Dalam ilmu ekonomi, aktivitas
tersebut dikenalsebagai aktivitas produksi. Dari definisi yang ada pada awal paragraf
terlihat bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar antara ekonomi Islam dan
ekonomi konvensional.Dimana pada konvensional segala aspek produksi baik itu yang
halal maupun yang haram dibolehkan, sedangkan dalam ekonomi islam aspek
produksi hanya berkutat pada yang halal saja. Ini merupakan perbedaan yang sangat
fundamental sekali Karena ekonomi islam sangat menjunjung aspek kehalalan dari
semua segi baik itu sumber,cara maupun hasilnya.

2. Kekayaan dan Kefakiran

Menurut Al-Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukkan keutamaan


sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia
menyatakan bahwa bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang
dibutuhkan kemudian bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada
urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka.Dalam konteks ini, sifat-sifat fakir
diartikannya sebagai kondisi cukup(kifayah), bukan kondisi papa dan meminta-minta
(kafafah).

Dengan demikian, pada dasarnya Al Syaibani menyerukan agar manusia hidup


dalam kecukupan, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Di sisi lain, ia
6
Hammad bin Abdurrahman AL janidal, Manahij al-Bahitsin fi al Islami,(Riyadh :
Syirkah al Ubaikan li al Thaba’ah wa al Nasyr, 1046 H), h 111

8
berpendapat bahwa sifat-sifat kaya berpotensi membawa pemiliknya pada
kemewahan.7sekalipun begitu, ia tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup
asalkan kelebihan tersebut digunakan untuk kebaikan.

3. Klasifikasi Usaha-Usaha Perekonomian

Menurut Al-Syaibani, usaha-usaha perekonomian terbagi atas empat macam,


yaitu sewa menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Sedangkan para
ekonom kontemporer membagi menjadi tiga bagian, yaitu pertanian, perindustrian,
dan jasa. Jika ditelaah lebih dalam maka usaha juga meliputi kedalam perdagangan.
Diantara keempat usaha perekonomian tersebut, Al Syaibani lebih mengutamakan
usaha pertanian dibandingkan dengan usaha lainnya. Menurutnya, usaha pertanian
memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia dalam rangka pemenuhan berbagai
kewajibannya.

4. Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi

Al Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-


anakAdam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dalam
empat perkara, yaitu makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal.Para ekonom yang
lain mengatakan bahwa keempat hal ini adalah tema ilmu ekonomi. Jika keempat hal
tersebut tidak pernah diusahakan untuk dipenuhi, manusia akan mengalami
kesengsaraan karena manusia tak akan dapat hidup tanpa keempat hal tersebut.

5. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan

Syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu


membutuhkanyang lain. Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal yang
dibutuhkan sepanjang hidupnya dan kalaupun manusia berusaha keras, usia akan
membatasi dirinya. Dalam hal ini, kemaslahatan hidup manusia sangat tergantung
pada dirinya. Oleh karena itu, Allah memberi kemudahan pada setiap orang untuk
menguasai pengetahuan mengenai salah satu diantara kebutuhan tersebut, sehingga
manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

D. PEMIKIRAN EKONOMI ABU UBAYD AL-QASIM IBN SALLAM


(224 H / 838 M)

7
Muhammad bin Hasan AL Hasan AL Syaibani, al Iktisab fi al Rizq al Mutasab,
( Beirut : Dar al Kutub al Ilmiyah,1986), h 17

9
Abu Ubaid bernama Lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid
AlHarawi Al-Azadi Al-Baghdadi. Beliau terlahir dikota Hirrah Khurasan sebelah barat
laut Afganistan pada tahun 150 H dari ayah keturunan Byzantium, maula dari
sukuAzad. Abu Ubaid hidup pada masa Daulah Abasiyah mulai dari khalifah Al
mahdi,Beliau merupakan seorang ulama yang cerdas dan pintar sehingga banyak ulama
yang memujinya.8
Pada tahun 192 H, Tsabit ibn Nashir ibn Malik, Gubernur Thugur di
masapemerintahan Khalifah Harun Ar Rasyid, mengangkat Abu Ubaid sebagai
qadh’i(hakim) di Tarsus hingga tahun 210 H. Setelah itu, penulis al-Amwal ini tinggal
di Baghdad selama 10 tahun. Pada tahun 219 H, setelah berhaji ia tinggal di Mekkah
sampai wafat, ia meninggal pada tahun 224 H.
Menurut Ibnu Rohubah “kita memerlukan seseorang seperti Abu Ubaid tetapi
Abu Ubaid tidak memerlukan kita.” Sedangkan menurut Ahmad bin Hambal, Abu
Ubaid adalah orang yang bertambah kebaikannya setiap harinya. Abu ubaid menyusun
suatu ikhtisar tentang keuangan publik yang bisa dibandingkan dengan kitab Al-kharaj
Abu Yusuf. Karyanya kitab Al-amwal sangat kaya dengan sejarah materi ilmu
hukum.Para penulis ekonomi Islam banyak mengutip buku ini. Bahkan telah
diterjemahkankedalam bahasa Urdu tanpa ada pengantar ataupun analisis terhadap
isinya.
Bagi Abu Ubaid satu hari mengarang itu lebih utama baginya dari pada
memukulkan pedang di jalan Allah. Kitab Al-Amwal dari Abu Ubaid merupakan suatu
karya yang lengkap tentang tentang keuangan negara Islam. Kitab al amwal ini sangat
kaya dengan sejarah perekonomian dari separuh pertama abad kedua Islam. buku ini
juga merupakan ringkasan tradisi asli dari Nabi saw dan laporan para sahabat dan
pengikutnya tentang masalah ekonomi.

Pandangan Abu ubaid tentang ekonomi islam


1. Filosofi hukum dari sisi hukum

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum islam,( Jakarta : PT Icthiar Baru Van
8

Hoeve,1997), h 1686

10
Jika isi buku al amwal Abu Ubaid dievaluasi dari sisi filsafat
hukum maka akan tampak bahwa Abu Ubaid menekankan keadilan
sebagai prinsip utama. Baginya, tujuan dari prinsip ini akan membawa
kepada kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. Pada dasarnya ia
memiliki pendekatan yang berimbang kepada hak-hak individual,
publik dan negara, jika kepentingan individual berbenturan dengan
kepentingan publik maka ia akan berpihak pada kepentingan publik.9
2. Dikotomi badul –urban
Pembahasan mengenai dikotomi dilakukan Abu Ubaid ketika
menyoroti alokasi pendapatan fai’. Berbeda dengan kaum Badui, kaum
Urban (perkotaan) :
a) ikut serta dalam keberlangsungan negara dengan berbagai
kewajiban administrasi dari semua muslim.
b) Memelihara dan memperkuat pertahanan sipil melalui
mibilisasi jiwa dan harta mereka.
c) Menggalakkan pendidikan dan pengajaran melalui
pembelajaran dan pengajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, serta
penyebaran keunggulannya(keunggulan kualitas isinya).
d) Melakukan kontribusi terhadap keselarasan sosial melalui
pembelajaran dan penerapan Hudud.
e) Memberikan contoh universalisme islam dengan sholat
berjamaah pada waktu jum’at.
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa Abu Ubaid
mengembangkan suatu negara dengan sistem administrasi yang baik.
Diantara administrasi tersebut ialah:
a) Pertahanan
b) Pendidikan
c) Hukum

Semua kaum mendapatkan alokasi dari fai’ tersebut, sedangkan


kaum badui biasanya tidak ikut serta melaksanakan kewajiban publik
seperti sebagaimana kewajiban kaum urban.

9
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam,( Jakarta : The
International Institue of Islamic Tought of Indonesia,2002), h 13

11
3. Kepemilikan dalam konteks kebijakan perbaikan pertanian
Abu ubaid mengakui adanya kepemilikan publik. Sesuatu yang
baru dalam hubungan antara kepemilikan dengan kebijakan perbaikan
pertanian ditemukan oleh Abu Ubaid: yaitu berupa kebijakan
pemerintah, seperti Iqta’ tanah gurun dan deklarasi resmi terhadap
kepemilikan individu atas tanah tandus yang disuburkan. Maka tanah
tersebut diberikan dengan persyaratan diolah dan dibebaskan dari
membayar pajak, tetapi jika tanah tersebut di biarkan menganggur
selama 3 tahun berturut-turut, maka akan di denda dan dialihkan
kepemilikan atas nama tanah tersebut.
Tanah gurun yang termasuk dalam hima juga akan di
reklamasikan jika tidak ditanami selama 3 tahun dapat ditempati orang
lain. Menurut Abu Ubaid sumber dari publik seperti Air, Padang
rumput Pengembalaan, dan Tambang minyak tidak boleh di monopoli
seperti pada Hima. Semua sumber daya tersebut dikelola untuk negara
dan mensejahterakan masyarakat.10
4. Pertimbangan kebutuhan
Pertimbangan kebutuhan yang di maksud adalah Abu Ubaid
sangat tidak setuju ketika pembagian zakat dibagikan merata kepada 8
kelompok penerima zakat. Karena masing-masing di antara 8 penerima
zakat mempunyai kebutuhan yang berbeda, sehingga zakat tidak harus
sama bagiannya.
5. Peran negara dalam perekonomian
Pemikiran Abu Ubaid yang tertuang dalam kitab al amwal
adalah peranan negara dalam perekonomian yang mengulas tentang
hak negara atas rakyat dan hak rakyat atas negara, dimana analisis yang
digunakan beliau merujuk pada kaidah hadits-hadits yang berkaitan
dengan pemerintahan

6. Sumber peneriman keuangan publik

10
Euis Amalia,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata Publishing,
2010), h 145

12
Kitab Al-Amwal Abu Ubaid secara khusus memusatkan
perhatian sekitar keuangan publik (public finance), analisis yang beliau
titik beratkan adalah pada praktek yang dilakukan Rasulullah,
Khulafaurrasyidin, terutama Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul
Azis sebagai contoh ideal dalam pengelolaan keuangan publik. Institusi
yang mengelola disebut Baitul Mal.
Baitul Mal terbentuk setelah perang badar menurut pendapat yang
diunggulkan (qaul Rajih), karena waktu kaum muslim mendapatkan
harta rampasan perang (ghanimah) yang banyak, dan pada waktu
tempat penyimpanan kekayaan negara seperti ghanimah, shadaqoh, dan
fa’I adalah masjid.11
7. Pembelanjaan penerimaan keuangan publik.
Abu Ubaid mengkhususkan sendiri mengenai persamaan
manusia dalam kekayaan publik. Mengenai hal ini, diantaranya adalah
komentar Abu Bakar ra, ketika datang padanya harta (fa’i/ghanimah),
ia menjadikan (bagian) manusia sama, dan berkata “ aku menginginkan
terhindar dari meminta-minta dan memurnikan perjuangan (jihad)ku
bersama Rasulullah saw, kelebihan mereka adalah disisi Allah, adapun
dalam kehidupan ini persamaan adlah hal yang baik"
8. Hukum pertanahan
Para fuqaha membagi tanah yang berada dalam wilayah negara
islam menjadi tanah ‘usyr dan kharaj. Dan Abu Uabid menyebutkan
hukum pembagian tanah ‘usyr yang bukan kharaj ada 4 macam:
pertama, setiap tanah yang diserahkan oleh pemiliknya kepada negara,
seperti tanah madinah, mekkah, thaif dan Yaman. Kedua, setiap tanah
yang diambil kemudian negara tidak melihat menjadikannya fa’i, akan
tetapi menjadikannya ghanimah yang dibagi empat dari 1/5 yang
diambil diantara mereka yang turut menaklukan khususnya seperti
yang telah dilakukan Rasulullah terhadap tanah khaibar. Ketiga, tanah
biasa yang tidak diurusi dan dianggap, kemudian oleh kepala negara
dipetakan kepada seseorang dijazirah arab atau daerah lainnya, seperti
yang dilakukan Rasulullah dan Khulafaurrasyidin yang meng-iqtha

11
Muhammad Sharif Chaudhry,Sistem Ekonomi Islam,( Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), h 261

13
tanah Yaman, Yamamah, Basrah. Keempat, setiap tanah yang mati dan
dihidupkan oleh seorang muslim dengan mengairi dan menanaminya.
9. Fungsi uang
Menurut Abu Ubaid terdapat dua fungsi uang yang tidak
mempunyai nilai intrinsik sebagai standar dari nilai pertukaran dan
sebagai media pertukaran. Dalam hal ini ia menyatakan ;
“ Adalah hal yang tidak diragukan lagi bahwa emas dan perak tidak
layak untuk apapun kecuali keduanya menjadi harga dari barang dan
jasa. Keuntungan yang paling tinggi yang dapat diperoleh dari kedua
barang ini adalah penggunaanya untuk membeli sesuatu”. 12

E. PEMIKIRAN EKONOMI HARITH BIN ASSAD MUHASIBI (243 H / 859 M )

Harits bin Asad Al Muhasibi lahir dengan nama lengkap Abu' Abdullah al
Harits bin Asad al Muhasibi.lahir pada tahun 781 M di Basrah dan wafat pada tahun
875 M di Baghdad.ia merupakan seorang sufi besar dalam sejarah tasawuf al Muhasibi
dan menjadi guru dari seorang sufi terkeneal yaitu Junaydi Al Baghdadi dan Sari Al
Saqti.Al muhasibi menulis karya sebanyak 200 buah, yg berebntu risalah. dalam
risalah ia mengemukakan pandangannya baik dalam bidang fikih, ilmu kalam tasawuf
dll. Berikut iantaranya Al Makasib (memperoleh pendapatan sebagai mata pencarian
melalui perdagangan) dan risalah al mutarsidin (orang-orang yang memperoleh
petunju

Harith berpendapat jika seorang muslin yg dalam mencari nafkah untuk


memenuhi hak (untuk keluarganya) dan tidak melanggar dari aturan-aturan bisnis
yang telah ditetapkan oleh Allah swt (tdk riba ghrar dll) maka orang itu termasuk
golongan yg mentaati Allah swt sehingga pantas mendapat gelar orang yg
berpengetahuan.

Harith juga membahas cara memperoleh laba melalui perdagangan, industri


dan kegiatan produksi lainnya harus secara baik dan tidak melampui batas
(berlebihan). laba dan upah tidak boleh di pungut atau dibayarkan secara dzalim
namun menarik diri dari kegiatan ekonomi bukanlah sikap Muslim yg benar-benar

12
Sabahuddin Azmi, Menimbang Ekonomi Islam, (Bandung: Nuansa, 2005), h 16

14
islami. seseorang harus ikhlas dan terlibat dalam usaha (perekonomian) dengan
maksud untuk membantu muslim lainnya.

F. PEMIKIRAN EKONOMI IBNU MISKAWAIH (421H / 1030 M )


Ibnu MaskawaihBernama lengkap Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin
Yaqubibn Maskawaih.lahir di kota Ray (Teheran, Ibu Kota Iran) tahun 320 H dan wafat
pada tahun 421 H di Asfahan. Ia hidup di jaman pemerintahan Dinasti Buwaihi.Ia
adalah seorang filsuf muslim yang dianggap mampu memadukan dua tradisi pemikiran
Yunani dan Islam. Ia juga ahli dalam berbagai ilmu seperti sejarah, kedokteran dan
ekonomi.13
Dalam perjalanan karirnya Ibnu Maskawaih pernah menjadi sekertaris pribadi
dari Al Mahabi Al Hasan yg merupakan seorang mentri saat di Baghdad.sepeninggal al
Mahabi, ia kembali ke kota Ray dan menjadi kepala perpustakaan sekaligus sekertaris
pribadi menteri Ibnu al Amid.karya-karya dari Ibnu Maskawaih diantaranya ialah
a) Tazhibul Akhlak (kesempurnaan akhlak)
b) al siyar (tentang tingkah laku kehidupan)
c) tartib al sa'adah (tentang etika dan politik)

Dalam sejarah pemikiran ekonomi Islam, ibn Miskawaih termasuk pemikir


pada fase pertama (abad awal – 5 H.) yang dikenal sebagai fase-fase dasar ekonomi
Islam yang dirintis oleh para fuqaha, diikuti oleh s}ufi dan kemudian oleh filsuf.

Salah satu pandangan ibn Miskawaih yang terkait dengan aktivitas ekonomi
adalah tentang pertukaran dan peranan uang. Ia menyatakan bahwa manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia harus bekerjasama dan saling membantu dengan sesamanya. Oleh
karena itu, mereka akan saling memberi dan menerima. Konsekuensinya mereka akan
menuntut kompensasi yang pantas. Dalam hal ini, dinar akan menjadi suatu penilaian
dan penyeimbang yang tepat. Ia juga menegaskan persyaratan mata uang bahwa
logam yang dijadikan mata uang merupakan logam yang dapat diterima secara
universal melalui konvensi, yakni tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah rusak,
dikehendaki orang dengan fakta orang senang melihatnya.

13
Ahmad Abdul Aziz, Ensiklopedia Islam,(Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), h 265

15
G. PEMIKIRAN EKONOMI MAWARDI ( 450 H / 1058 M )

Abu Al- Hasan bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-Syafi’I
lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974 M). setelah mengawali pendidikannya di
kota Basrah dan Baghdad selama dua tahun, ia berkelana diberbagai negeri islam
untuk menuntut ilmu. Diantara guru-guru Al-Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali bin
Muhammad al-Jabali, Muhammad bin Adi bin Zuhar Al-Manqiri, Ja’far bin
Muhammad bin Al-Fadhl Al-Baghdadi, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi, Muhammad bin
Al-Ma’ali Al-Azdi, dan Ali Abu Al-Asyfarayini.

Berkat keluasan ilmunya, salah satu tokoh besar mazhab syafi’i ini dipercaya
memangku jabatan Qadhi (hakim) diberbagai negri secara bergantian. Setelah itu al-
Mawardi kembali kekota Baghdad untuk beberapa waktu kemudian diangkat sebagai
hakim agung pada masa pemerintahan Al-Qaim bin Amrillah Albbasi.

Sekalipun hidup di masa dunia islam terbagi ke dalam tiga dinasti yangsaling
bermusuhan, yaitu dinasti Abbasiyah di Mesir, dinasti Umayah II di Andalusia dan
Dinasti Abbasiyah di Baghdad, Al-Mawardi memperoleh kedudukan yang tinggi
dimata para penguasa dimasanya bahkan, para penguasa Bani Buwaihi, selaku
pemegang kekuasaan pemerintah Baghdad, menjadikannya sebagai mediator mereka
dengan musuh-musuhnya. Sekalipun telah menjadi hakim, Al-Mawardi tetap aktif
mengajar dan menulis. 14

Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib al-Baghdadi dan Abu A-Izza
Ahmad bin Kadasy merupakan dua orang dari sekian banyak murid Al-Mawardi.
Sejumlah besar karya ilmiah yang meliputii berbagai bidang kaijian dan bernilai tinggi
telah ditulis oleh Al-Mawardi, sepeti : Tafsir Al-Quran al-Karim, al-Amtsal wa
alHikam, al-Hawi al-Kabir, al-Iqna, al-Adab ad-Dunya wa ad-Din, Siyasah almaliki,
Nasihat al-Muluk, al-ahkam ash-shulthaniyyah, an-Nukat wa al-Uyun, dan Siyasah al-
Wizarat wa as-Siyasah al-Maliki. Dengan mewariskan berbagai karya tulis yang
sangat berharga tersebut. Al-mawardi meninggal pada awal tahun 450 H (1058 M) di
kota Baghdad dalam usia 86 tahun.

Pada dasarnya, pemikiran ekonomi al-Mawardi tersebut paling tidak pada tiga
buah karya tulisannya, yaitu kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam
as-Sulthaniyyah. Dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, ia memaparkan tentang
14
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h 58

16
perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu
pertanian, peternakan, perdagangan dan industry. Dalam kitab al-hawi, salah satu
bagiannya, al-Mawardi secara khusus membahas tentang Mudharabah dalam
pandangan berbagai mazhab. Dalam kitab al-Ahkam AsSulthaniyyah, ia banyak
menguraikan tentang system pemerintahan dan administrasi agama islam, seperti hak
dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbaga lembaga Negara, penerimaan
dan pengeluarn Negara, serta Institusi Hibah.

Dari ketiga karya tulis tersebut, para peneliti ekonomi islam tampaknya
sepakat menyatakan bahwa al-Ahkam As-Sulthaniyyah merupakan kitab yang paling
komperhensif dalam mempersentasikan pokok-pokok pemikiran ekonomi al-Mawardi.
Dalam kitabnya tersebut, al-Mawardi menempatkan pembahasan ekonomi dan
keuangan Negara secara khusus pada bab 11,12, dan 13 yang masing-masing
membahas tentang harta, sedekah, ghanimah, serta harta jizyah dan Kharaj. 15

Analisis komparatif atas kitab ini dengan karya-karya sebelumnya yang sejenis
menunjukan bahwa al-Mawardi membahas masalah-masalah keuanagan dengan cara
yang lebih sistematis dan rumit. Sumbanga utama al-Mawardi terletak pada pendapat
mereka tentang pembenaan pajak tanbahan dan dibolehkannya peminjaman public.

BAB III
PENUTUP

15
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h 15

17
A. KESIMPULAN
1. Imam Abu Hanifah lahir di Kufah pada tahun 80H pada masa Khalifah Abdul Malik
bin Marwan. Ia lahir dengan nama Nu’man bin Tsabit bin Marzuban, dari keturunan
Persia. Abu Hanifah aslinya berasal dari Kabul ibukota Afghanistan.
2. Abu Yusuf memiliki nama lengkap Ya’qub ibn Ibrahim Sa’ad ibn Husein al-
Anshori, beliau lahir di Kufah pada tahun 113H dan wafat pada tahun 182H. Abu
Yusuf berasal dari suku Bujailah, salah satu suku bangsa Arab. Abu Yusuf
meninggal pada usia 67 tahun. Ibunya bernama Ummu Sa’ad bin ‘Auf Khabtah binti
Malik dari bani Amru bin ‘Auf al Ausyi.
3. Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan bin Farqad al-Syaibani lahir pada tahun 132
H (750 M) di kota Wasith, ibukota Irak pada masa akhir pemerintahan Bani
Umayyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah Jazirah Arab. Bersama
orang tuanya, Al Syaibani pindah ke kota Kufah yang ketika itu merupakan salah
satu pusat kegiatan ilmiah.
4. Abu ubayd bernma lengkap Al Qasim bin salam bin Miskin bin Zaid Al Harawi Al
Azadi Al Baghdadi beliau terlahir di kota hirrah khrusan sebelah barat laut
Afghanistan pada tahun 150 Hijriyah dari ayah keturunan byzantium Maula dari
suku azad.
5. Harits bin Asad Al Muhasibi lahir dengan nama lengkap Abu' Abdullah al Harits bin
Asad al Muhasibi.lahir pada tahun 781 M di Basrah dan wafat pada tahun 875 M di
Baghdad.ia merupakan seorang sufi besar dalam sejarah tasawuf al Muhasibi dan
menjadi guru dari seorang sufi terkeneal yaitu Junaydi Al Baghdadi dan Sari Al
Saqti.
6. Ibnu MaskawaihBernama lengkap Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yaqubibn
Maskawaih.lahir di kota Ray (Teheran, Ibu Kota Iran) tahun 320 H dan wafat pada
tahun 421 H di Asfahan. Ia hidup di jaman pemerintahan Dinasti Buwaihi.Ia adalah
seorang filsuf muslim yang dianggap mampu memadukan dua tradisi pemikiran
Yunani dan Islam.
7. Abu Al- Hasan bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-Syafi’I lahir di
kota Basrah pada tahun 364 H (974 M). setelah mengawali pendidikannya di kota
Basrah dan Baghdad selama dua tahun, ia berkelana diberbagai negeri islam untuk
menuntut ilmu.

18
B. SARAN
Dalam pembahasan makalah ini penulis berharap semoga apa yang kita
pelajari saat ini dapat berguna bagi kita dan bisa juga kita hadiahkan buat generasi
kita selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

Zatadini Nabila dan Mohammad Ghozali, Analisis Pemikiran Ekonomi Islam,(Banten : UIN
Syarif Hidayatullah, 2018)

19
Maulidizen Ahmad, Pemikiran dan Kontribusi Tokoh Ekonomi Islam Klasik dan
Kontemporer,(Selangor Darul Ihsan : Longman Malaysia,2016)

Fauzan Muhammad, Konsep perpajakan,( Surabaya: Risalah Gusti, 1996)

Darmawan Budi, Tokoh Ekonomi Islam,( Jakarta: Gramata Publishing, 2010)

A. Karim Adriwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,(Jakarta : PT Graja Grafindo


Persada, 2004 ), h 254

Hammad bin Abdurrahman AL janidal, Manahij al-Bahitsin fi al Islami,(Riyadh : Syirkah al


Ubaikan li al Thaba’ah wa al Nasyr, 1046 H)

Muhammad bin Hasan AL Hasan AL Syaibani, al Iktisab fi al Rizq al Mutasab,( Beirut : Dar
al Kutub al Ilmiyah,1986)

Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum islam,( Jakarta : PT Icthiar Baru Van Hoeve,1997)

Azwar Karim Adiwarman, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam,( Jakarta : The International
Institue of Islamic Tought of Indonesia,2002)

Amalia Euis,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata Publishing, 2010)

Sharif Chaudhry Muhammad,Sistem Ekonomi Islam,( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012)

Azmi Sabahuddin, Menimbang Ekonomi Islam, (Bandung: Nuansa, 2005)

Abdul Ahmad Aziz, Ensiklopedia Islam,(Jakarta: Lintas Pustaka, 2006)

Nasution Hasyimsyah, Filsafat Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999)

Zar Sirajuddin, Filsafat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)

20

Anda mungkin juga menyukai