Anda di halaman 1dari 2

Selain kebebasan, tanggung jawab juga melekat pada diri kita masing – masing.

Tanggung jawab harus kita penuhi, agar orang dapat lebih percaya kepada kita dan tidak ada
perasaan bersalah yang menghantui. Tanggung jawab timbul setelah kita mengambil keputusan
atas pilihan kita, atau perbuatan yang kita lakukan baik sengaja maupun tidak sengaja. Kita
belum memiliki tanggung jawab pada saat bayi. Orang tualah yang memiliki tanggung jawab
untuk mengurus kita saat bayi. Saat balita, kita sudah memiliki tanggung jawab kecil yang mulai
dibangun untuk dilaksanakan. Misalnya, saat kita sudah memiliki tanggung jawab untuk
menyikat gigi, menghabiskan makanan meskipun kita tidak menyukainya, membereskan mainan
setelah bermain, dan sebagainya. Secara tidak langsung, orang tua juga ikut memberikan
pemahaman untuk mulai bertanggung jawab. Usia yang ideal untuk mulai mengajarkan tanggung
jawab adalah saat anak berusia 2 tahun. Sebagai anak – anak yang sudah memasuki usia sekolah,
tanggung jawab pun bertambah. Kita sudah mulai memiliki pekerjaan rumah untuk diselesaikan.
Kita pun sudah mulai diajarkan untuk membagi waktu antara belajar dengan bermain. Saat kita
sudah remaja, kita memiliki tanggung jawab yang semakin besar dan banyak. Perlahan – lahan,
orang tua melepaskan kita untuk melakukan segala sesuatu dengan mandiri. Kebebasan yang kita
butuhkan pun bergerak beriringan dengan tanggung jawab. Misalnya, saat kita ingin bermain
dengan teman - teman di luar rumah, kita harus bertanggung jawab untuk pulang tepat waktu
sesuai yang telah disepakati bersama – sama dengan orang tua agar orang tua kita bisa percaya
dan mengizinkan kita untuk bermain di kemudian hari.
Sekarang, saya sebagai mahasiswi pun memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Kita
sebagai mahasiswa/i, sudah tidak diatur seperti masa sekolah dahulu. Semua yang kita lakukan di
perkuliahan ditentukan oleh diri kita sendiri. Kita harus bisa bertanggung jawab untuk masuk ke
kelas tanpa ada yang mengingatkan, mengumpulkan tugas tanpa ditagih, mencatat apa yang
dijelaskan oleh dosen, dan hal – hal lainnya. Meskipun saya masih di awal perkuliahan,
perbedaan tanggung jawab saya selama di sekolah dan perkuliahan terasa sangat meningkat.
Tahap terakhir, sebagai orang dewasa. Kita diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup ke
depannya. Misalnya, berkeluarga apa tidak, bekerja atau tidak bekerja. Semakin kita memilih
untuk melakukan sesuatu, semakin besar juga tanggung jawab yang harus dipenuhi. Setelah
memilih untuk berkeluarga, kita harus bersiap bertanggung jawab untuk menjadi orang tua.
Setelah memilih untuk bekerja, kita pun harus rela bertanggung jawab untuk membagi waktu
antara pekerjaan dengan hal pribadi.
Tanggung jawab yang paling signifikan untuk saya adalah tanggung jawab sebagai
seorang anak dan kakak bagi adik saya. Saya adalah anak sulung dari dua bersaudara. Jujur,
sampai saat ini, saya masih merasa belum cukup bertanggung jawab sebagai keduanya. Saya
telah menjadi seorang kakak pada saat berumur 3 tahun. Jadi, perbedaan umur saya dengan adik
saya tidak begitu jauh. Saat kecil, kami seringkali bertengkar. Padahal, orang tua saya selalu
mengajarkan bahwa saya sebagai anak sulung harus mengalah dan bertingkah untuk lebih
dewasa. Pernah suatu kali, saat saya masih kelas 1/2 SD, saya bertengkar dengan adik saya,
yang berarti saat itu, masih duduk di playgroup. Saking kesalnya, saya mendorong adik saya ke
tembok dengan keras. Saya pun saat itu memang masih kurang mengerti, tapi tanggung jawab
sebenarnya telah ditanamkan oleh orang tua saya mulai dari adik saya lahir ke dunia ini.
Dorongan saya begitu keras, sampai dahi adik saya benjol dan bengkak. Orang tua saya pun
terkaget setelah mendengarkan tangisan dari adik saya. Saya dimarahi, dan seketika adik saya
langsung dibawa ke dokter. Orang tua saya panik sejadi – jadinya. Untungnya, setelah diperiksa,
dokter mengatakan bahwa adik saya tidak apa – apa meskipun benjolnya besar. Saya masih ingat
sampai sekarang bahwa dokter itu mengatakan, adik saya beruntung karena dahinya yang
terbentur tembok, sebab apabila belakang kepala yang terbentur, hasilnya akan parah dan bisa
terjadi hal yang lebih buruk. Saya merasa bahwa Tuhan masih sangat baik dan masih
memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri agar bisa bertanggung jawab sebagai anak
dan kakak yang baik. Oleh sebab itu, sekarang saya selalu berusaha untuk tidak bertengkar
dengan adik saya dan berusaha untuk menjadi kakak yang baik. Hubungan kami pun akrab dan
saling membantu satu sama lain. Sebagai anak dan saudara, kita harus mengembankan tanggung
jawab masing – masing agar kedua orang tua kami bisa bahagia dan tidak kecewa.
Dalam hal ini, dapat kita pahami bahwa kebebasan dan tanggung jawab saling
berhubungan dan berjalan beriringan. Semakin kita menuntut kebebasan, tanggung jawab kita
pun dituntut semakin banyak. Begitu pun sebaliknya, semakin kita tidak bebas, tanggung jawab
pun semakin sedikit. Dari pengalaman saya, saat saya melampiaskan kekesalan saya dengan
mendorong adik, saya pun jadi harus bertanggung jawab dengan luka adik saya. Selain itu, saya
dimarahi oleh orang tua. Saat itu, saya memang dihadapi oleh kebebasan yang saya lakukan,
apakah saya harus mendorong adik saya atau memaafkannya dan menjadi contoh yang baik
untuk adik saya. Tetapi, saya malah memilih untuk melakukan hal yang buruk. Apabila kita tidak
bertanggung jawab, hal yang lebih buruk pun akan terjadi. Misalnya, apabila saya tidak
bertanggung jawab, hanya diam saja terhadap apa yang terjadi dengan adik saya, mungkin, saya
tidak akan seakrab seperti saat ini dan merasa bersalah terus menerus. Saya pun akan tidak
dipercayai untuk bisa menjadi kakak yang baik. Jadi, kita harus bisa mengatur kebebasan yang
kita inginkan agar tanggung jawab pun menjadi bisa kita penuhi tanpa merasa terbebani.

Anda mungkin juga menyukai