Anda di halaman 1dari 7

ISU ETIK KEPERAWATAN

“EUTHANASIA”

Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Siti Nurjanah K1A223028
Sitti Dzharifah Maulya K1A223029
Terezah Devi Sinta K1A223010
Ulfa Uziyah K1A223011
Ultri Sara K1A223041
Veni Az Zahra K1A223042
Vhirgie Nayudsa Az-Zahrah K1A223043
Viliani Mangago Palebangan K1A223012
Wa Ode Nur Fadila K1A223044
Wa Ode Nur Fadilah K1A223013
Wadiutami Muna K1A223045
Waode Zulaika K1A223046
Wiwin Pratiwi K1A223030
Yuja Kurniatun K1A223047
Zakiyah Alatas K1A223048

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI 2023
PEMBAHASAN ISU ETIK KEPERAWATAN “EUTHANASIA”

A. Definisi Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu
artinya baik, tanpa penderitaan, sedangkan thanathos artinya mati atau
kematian. Dengan demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan
kematian yang baik atau mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada pula yang
menerjemahkan bahwa euthanasia secara etimologis adalah mati cepat
tanpa penderitaan. Selain itu, euthanasia juga merupakan bantuan yang
diberikan kepada seseorang untuk mati dengan tenang atas permintaannya
sendiri. Pengertian ini kemudian diperluas dan euthanasia diartikan
sebagai “mengakhiri hidup manusia tanpa sakit dengan tujuan
menghentikan penderitaan fisik yang berat dan sebagai cara menangani
korban – korban yang mengalami sakit yang tidak mungkin disembuhkan
lagi” artinya tindakan euthanasia bersifat kesengajaan, baik dengan
tindakan aktif ataupun pasif, dan mengakhiri kehidupan orang lain atas
permintaan yang bersangkutan.

1. Euthanasia menurut paham medis


Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medik,
kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat
para dokter dihadapkan pada dilema untuk memberikan bantuan tersebut
atau tidak dan jika sudah terlanjur diberikan apakah boleh untuk dihentikan.

2. Euthanasia Menurut Hukum


Euthanasia masih saja menjadi perdebatan dikalangan masyarakat,
ada beberapa masyarakat yang berpendapat bahwasanya mereka setuju
terhadap adanya euthanasia karena itu adalah salah satu hak asasi yang
dimiliki oleh manusia. Lain halnya dengan pendapat masyarakat yang tidak
setuju terhadap adanya euthanasia karena dianggap bertentangan dengan
ajaran agama dan dianggap melanggar hak asasi manusia.
Di Indonesia yang menganut ideologi Pancasila di mana Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa sangat menghargai hak-hak asasi manusia
sehingga euthanasia dianggap bertentangan pula dengan pandangan hidup
bangsa Indonesia.

3. Euthanasia Menurut Pandangan Islam


Meskipun di dalam hukum Islam belum ada kejelasan atau
ketidakpastian dalam menentukan apakah euthanasia termasuk jarimah
(dosa) atau bukan. Namun, dalam hal euthanasia aktif yang dilakukan
hanya berdasar pada inisiatif dokter sendiri tanpa adanya persetujuan
dari pasien, merupakan pembunuhan dan pelaku dimungkinkan untuk
dihukum sesuai dengan hukum jarimah yang ada.
Jadi hukum Islam dalam menanggapi euthanasia secara umum ini
memberikan suatu konsep bahwa untuk menghindari terjadinya
euthanasia, utamanya euthanasia aktif, umat Islam diharapkan tetap
berpegang teguh pada kepercayaannya yang memandang segala musibah
termasuk penderita sakit sebagai ketentuan yang datang dari Allah SWT.

B. Faktor – faktor pendukung dan penghambat euthanasia


1. Faktor – faktor pendukung euthanasia
Berikut adalah beberapa faktor - faktor pendukung euthanasia
a. Faktor psikologis: Euthanasia dapat disebabkan oleh faktor-faktor
psikologis yang mempengaruhi seseorang berpikir tentang kematian
mereka sendiri atau orang lain.
b. Ketidaknyamanan: Euthanasia pasif, yaitu kematian yang diinstigasi
oleh dokter, dapat menjadi pilihan untuk pasien yang mengalami
ketidaknyamanan yang parah atau hukum.
c. Hukum positif: Di beberapa negara, ada hukum positif yang mengatur
euthanasia, seperti di Belanda pada tahun 2002 dan di Inggris, di mana
euthanasia dinyatakan ilegal.
d. Kehendakan agama dan etika: Euthanasia menjadi perdebatan yang
berkesinambungan dengan agama, etika, dan moral.
e. Ketentuan pasien: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
beberapa kasus, pasien mungkin tidak menyetujui tindakan
euthanasia.

2. Faktor – faktor penghambat euthanasia


Faktor - faktor penghambat tindakan euthanasia antara lain:
a. Hukum: Di beberapa negara, hukum melarang praktik euthanasia.
Di Indonesia, belum ada ketetapan hukum yang mengatur
euthanasia, baik dari KUHP maupun fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI).
b. Pandangan agama dan etika: Euthanasia dianggap bertentangan
dengan nilai-nilai moral dan etika dalam beberapa agama.
c. Ketidaksediaan pasien: Beberapa pasien mungkin tidak menyetujui
tindakan euthanasia.
d. Pendekatan medis: Sumpah dokter dan kode etik kedokteran
melarang dokter untuk melakukan tindakan yang bersifat
euthanasia.

C. Penerapan tindakan euthanasia di Indonesia dan di luar


1. Penerapan tindakan euthanasia di Indonesia
Penerapan euthanasia di Indonesia masih belum memiliki aturan dan
undang-undang tersendiri. Eutanasia telah melibatkan kalangan medis,
hukum, dan aktivisme hak asasi manusia. Di Indonesia, euthanasia
melanggar Hak Asasi Manusia, yang berkaitan dengan pasal 1 angka 1 UU
no. 39 tentang HAM, dan juga termasuk larangan yang diatur dalam Pasal
344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta euthanasia
dianggap bertentangan dengan hukum pidana Indonesia dan juga dianggap
melanggar UU Kesehatan.
Contoh kasus permohonan euthanasia di Indonesia adalah Nyonya
Agian yang mengalami koma selama tiga bulan dan dalam hidupnya
membutuhkan alat bantu pernafasan, sehingga dia hanya bisa melakukan
pernafasan dengan bantuan alat pernafasan. Jika alat pernafasan tersebut
dicabut otomatis jantungnya akan berhenti memompakan darahnya
keseluruh tubuh, maka tanpa alat tersebut pasien tidak akan bisa hidup.
Namun, ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai “orang
mati” yang tidak mampu melakukan aktifitas. Maka memberhentikan alat
pernapasan itu sebagai cara yang positif untuk memudahkan proses
kematiannya.

2. Penerapan tindakan euthanasia di luar negeri


Sejauh ini euthanasia diperkenankan di negara Belanda, Belgia,
Colombia, Swiss, Spanyol, Jerman, Denmark dan ditoleransi di negara
bagian Oregon di Amerika. Pada tanggal 10 April 2001 Belanda
menerbitkan undang-undang yang mengizinkan euthanasia. Pasien
yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk
mengakhiri penderitaannya. Negara – negara tersebut memiliki
kerangka hukum yang memungkinkan praktik euthanasia dalam
kondisi-kondisi tertentu, seperti euthanasia sukarela yang dilakukan atas
permintaan pasien dan dengan persetujuan dokter.
Berikut beberapa contoh kasus euthanasia di luar negeri:
a. Di Belgia, seorang anak berusia 9 tahun menjadi pasien termuda
yang menjalani euthanasia. Negara ini mengizinkan dokter untuk
mengakhiri hidup pasien di bawah 12 tahun yang menderita rasa
sakit terus-menerus dan tidak dapat diobati serta diperkirakan akan
meninggal dalam waktu dekat.
b. Di Kolombia, seorang pria berusia 79 tahun menjadi orang pertama
di negara tersebut yang melakukan bunuh diri secara legal melalui
euthanasia. Kasus ini menjadi penting karena kontroversi dan
larangan Gereja Katolik terhadap euthanasia di negara tersebut.
c. Di Belanda, euthanasia diperbolehkan bagi pasien berusia di atas 12
tahun yang memintanya. Pada tahun 2018, tiga anak di bawah umur
12 tahun diperbolehkan menjalani euthanasia di Belgia, dimana
euthanasia aktif dilegalkan. Kasus-kasus ini menggambarkan
kondisi berbeda yang mengizinkan euthanasia di berbagai negara.

Dengan demikian, berdasarkan beberapa contoh kasus yang telah


dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa trend dan isu terkait euthanasia
terus berkembang dan dapat bervariasi di berbagai negara, kecuali di
Indonesia. Beberapa trend dan isu yang umumnya dibahas melibatkan
perdebatan etis, hukum, dan medis terkait hak seseorang untuk memutuskan
akhir hidup mereka. Walaupun euthanasia bertujuan untuk menghilangkan
penderitaan seseorang namun di Indonesia belum legal untuk dilakukan
karena belum adanya hukum pasti yang mengatur praktik euthanasia, selain
itu Indonesia juga merupakan negara Islam dimana kematian adalah
ketentuan mutlak dari Allah SWT. Sedangkan di luar negeri seperti di
Belanda, Swiss, Belgia, dan beberapa negara lain sudah melegalkan praktik
euthanasia karena adanya hukum negara barat yang memberi kebebasan
kepada rakyatnya untuk mengakhiri hidupnya dengan damai, misalnya di
Belanda sudah menerbitkan UU terkait dengan perizinan praktik euthanasia.
DAFTAR PUSTAKA

Krisnalita, L., Y., (2022). Euthanasia Dalam Hukum Pidana Indonesia Dan Kode
Etik Kedokteran. Binamulia Hukum Vol 10, Hal. 171-186.

Minarosa, M., (2018). Analisis Yuridis Terhadap Eutanasia (Hak Untuk Mati)
Berdasarkan Pasal 344 Kitab Undang Undang Hukum Pidana Dan Hak
Asasi Manusia. Vol. 2, No. 2.

Prihastuti, I., (2018). Euthanasia Dalam Pandangan Etika Secara Agama Islam,
Medis dan Aspek Yuridis di Indonesia. Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 1 No
2 2018.

Rada, A., (2013). Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Perspektif,
Volume XVIII No. 2 Tahun 2013.

Suryadi, T., & Kulsum., (2018). Aspek Etika Dan Legal Euthanasia. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, Volume 18, Hal: 176-181.

Anda mungkin juga menyukai