Anda di halaman 1dari 30

PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Politik

Dosen Pengajar :

Diwan Pramulya, S.IP.,M.Si.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. Dinda Saskia Alfadila (3504220039)

2. Sofi Abdul Kholiq (3504220117)

3. Tiara Ragunsa Putri (3504220112)

Kelas : J/K Kerjasama

Program Studi : Administrasi Publik

UNIVERSITAS GALUH

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya kepada penulis,sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul ” PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM

(PEMILU) DI INDONESIA” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan

untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Sistem

Politik Bpk. Diwan Pramulya, S.IP.,M.Si.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh

dari buku panduan yang berkaitan dengan Ilmu Politik ataupun Internet yang

berhubungan dengan hal pembahasan sebagai pelengkap materi, tak lupa

penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Sistem Politik atas

bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai

”PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA” yang

ditinjau dari seluruh aspek penjelasannya, khususnya bagi penulis. Memang

makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan

saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Ciamis, 30 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI ..........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................4

B. Identifikasi Masalah.....................................................................................

BAB II TINJAUAN

TEORITIS………………………………….......................8

A. Definisi Pemilihan Umum

(PEMILU)..........................................................8

B. Asas dan Tujuan Pemilihan Umum

(PEMILU)..........................................11

BAB III PEMBAHASAN………………………………...............…...

………...14

A. Bentuk Lembaga Penyelenggara Pemilu di Indonesia...............

………….14

B. Sistem Penyelenggaraan Pemilihan Umum (PEMILU) di

Indonesia.............…...................................................................................17

3
BAB IV

PENUTUP...............................................................................................28

A. Simpulan.....................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

4
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum merupakan bentuk implementasi dari system demokkrasi

juga dari penerapan sila keempat Pancasila dan Pasal 1 Ayat (2) UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu merupakan mekanisme untuk memilih

wakil rakyat di badan Eksekutif maupun Legislatif di tingkat pusat maupun

daerah.Pemilihan umum di Indonesia sejak 1955 hingga saat ini yang terakhir di

Pemilu serentak 2019 mengalami banyak sekali perubahan dari aspek kerangka

hukum, penyelenggara, tahapan, peserta, kelembagaan, Pelanggaran, maupun

manajemen pelaksaannya. Salah satu ukuran dalam menilai sukses nya

penyelenggaraan pemilihan umum adalah partispasi politik yang diwujudkan

dengan pemberian hak suara oleh masyarakat yang telah mempunyai hak pilih.

Boleh dikatakan bahwa semakin tinggi partipasi masyarakat dalam pemilahan

umum itu lebih baik.1 Sebaliknya, tingkat partispasi yang rendah pada umumnya

dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak

warga tidak menaruh perhatian terhadap negara.

Bagi negara yang baru menjadi demokratis, tantanganya adalah apakah

dan bagaimana praktik dan lembaga demokratis yang baru itu dapat diperkuat,

atau, sebagaimana di kemukakan oleh beberapa pakar politik, dikonsolidasikan,

sehingga dapat bertahan terhadap ujian waktu, konflik politik, dan krisis. 2

1
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama,2008),hlm.369.
2
Topo Santoso dan Ida Budhiati, Pemilu Di Indonesia Kelembagaan,Pelaksanaan, dan
Pengawasan,(Jakarta :Sinar Grafika,2019), hlm. 1.

4
Pemilihan umum tidak lahir tanpa tujuan tetapi untuk memilih para wakil rakyat

dalam rangka mewujudkan pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut

liphart bahwa demokrasi, lembaga perwakilan dan pemilihan umum merupakan

tiga konsep yang sangat terkait dan tak bisa dielakkan. Untuk itu partisipasi

masyarakat jelas di perlukan agar dapat mengimplementasikan makna demokrasi

secara mutlak. Pemilihan umum penting untuk diselenggarakan secara berkala

disebabkan oleh beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai

berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, dan

berkembang dari waktu ke waktu.3

Kedua, disamping pendapat rakyat yang berubah dari waktu ke waktu,

kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat pula berubah karena

dinamika dunia Intenasional atau faktor dalam negeri sendiri, baik karena faktor

internal manusia maupun faktor eksternal. Ketiga, perubahan-perubahan aspirasi

dan pendapat rakyat juga dapat dimungkinkan terjadi karena pertambahan jumlah

penduduk dan rakyat yang dewasa, terutama para pemilih baru belum tentu

mempunyai sikap yang sama dengan para orang tua mereka sendiri. Keempat,

pemilihan umum perlu diadakan secara terarur untuk maksud menjami terjadinya

pergantian kepimpinan negara, baik dari cabang kekuasaan eksekutif maupun

legislatif.

Kerangka hukum pemilu juga telah berubah di bandingkan dengan pemilu-

pemilu terdahulu yang terpisah-pisah di tiga undang-undang, kali ini diatur

menjadi satu di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. 4 Dengan


3
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,( Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada,2016),hlm. 415
4
Topo Santoso, Topo dan Ida buhiarti. Op.cit.hlm . 256

5
disatukannya substansi dari tiga undang-undang, yakni Undang-Undang

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang pemilihan Umum

anggota DPD, DPR,DPRD, serta Undang-Undang Penyelenggara Pemilu dalam

satu naskah secara terkodifikasi menjadi UU No.7 Tahun 2017 maka hal ini

sebenarnya diharapkan banyak pihak akan lebih menjamin konsistensi dalam

pengaturan, dapat meminimalisasi peertentangan antar norma, dapat lebih

mencegah duplikasi penagturan, serta pada akhirnya dapat lebih mengedepankan

kepastian hukum serta mempermudah semua pihak atau pemangku kepentingan

dalam pemilu untuk memahamiserta melaksanakanya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan suatu Lembaga independen

yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan pemilu baik Eksekutif Maupun

Legislatif di tingkat Pusat hingga Daerah. Indikator sukses atau tidaknya

penyelenggaran pemilihan umum di Indonesia bergantung pada kinerja dari

Komisi Pemilihan Umum dalam mensosialisasikan pemilihan umum kepada

Masyarakat hal itu sejalan dengan Undang-Undang No.7 Tahun 2017 Pasal 12, 13

dan 14 mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Komisi Pemilihan Umum.

Sosialisasi mengenai pemilihan umum dapat dijadikan sebagai sarana untuk

pendidikan politik di dalam Masyarakat dalam mewujudkan pemilahan umun

yang berkualitas sesuai dengan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan

Adil. Sosialisasi yang masif dari Komisi Pemilihan Umum kepada Masyarakat

juga bisa menghapus anggapan terhadap pemilihan umum yang selama ini

dianggap tidak begitu penting dalam menggunakan hak pilihnya.

6
Media sosial mempunyai pengaruh sangat besar dalam menyebarkan dan

menerima informasi, membuat sejumlah orang yang pesismis terhadap pemilu

serentak menyuarakan tentang Golput/golongan putih. Mereka menganggap

bahwa di pemilu serentak tidak ada figur pemimpin yang benar-benar cocok untuk

memimpin Indonesia atau mewakili di badan Eksekutif maupun legislatif. Ini

merupakan persoalan besar unuk Komisi Pemilihan Umum, terlebih lagi tidak ada

sanksi apapun ketika sesorang memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya di

pemilu serentak. Bahkan sebagian orang juga menyuarakan bahawa Komisi

Pemilihan Umum tidak Independen dalam menyelenggarakan pemilu, Komisi

Pemilihan Umum dianggap memihak salah satu calon Presiden dan Wakil

presiden.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk lembaga penyelenggara Pemilu di Indonesia?

2. Bagaimanakah system penyelenggaraaan Pemilu di Indonesia ?

BAB II

7
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Pemilihan Umum (PEMILU)

Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945. Dalam konstitusi negara kita, pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menyebutkan:

“Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat”. Makna kedaulatan rakyat yang dimaksud sama dengan

makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang terakhir dalam wewenang untuk

membuat keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang secara eksplisit menyebutkan

bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi. Namun karena

implementasi kedaulatan adalah ditangan rakyat, itu berati tidak lain adalah

demokrasi itu sendiri. Dengan demikian, secara implisit dapatlah dikatakan bahwa

negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.

Permaknaan kedaulatan ditangan rakyat dalam perwujudannya manakala

negara atau pemerintah menghadapi masalah besar yang bersifat nasional, baik di

bidang ketatanegaraan, hukum, politik, ekonomi, agama dan sosial budaya,

maka semua warga negara diundang atau diwajibkan untuk ikut serta

berpartisipasi membahas, merembuk, menyatakan pendapat serta membuat suatu

keputusan bersama. Keputusan bersama ini dilakukan melalui pemilihan umum,

inilah prinsip demokrasi yang esensial.

8
Pengertian Pemilu atau singkatan dari Pemilihan Umum adalah proses

demokratis untuk memilih wakil rakyat atau pejabat pemerintahan secara

langsung oleh warga negara suatu negara. Pemilihan Umum merupakan

mekanisme penting dalam sistem demokrasi modern yang memungkinkan rakyat

untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpin dan kebijakan negara.

Tujuan utama dari pemilu adalah memberikan kesempatan kepada warga

negara untuk menyampaikan suara mereka dan memilih para pemimpin yang akan

mewakili mereka di pemerintahan. Dalam Pemilihan Umum, warga negara yang

memenuhi syarat memiliki hak untuk memberikan suara mereka kepada kandidat

atau partai politik yang mereka pilih. Hasil pemilu kemudian digunakan untuk

menentukan siapa yang akan memegang jabatan politik, baik di tingkat lokal,

regional, maupun nasional.

Pemilihan Umum bertujuan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang

berdasarkan pada kehendak rakyat, menjaga prinsip-prinsip demokrasi,

mendorong partisipasi politik warga negara, dan memastikan bahwa pemimpin

yang terpilih mewakili kepentingan dan aspirasi masyarakat secara luas. Pemilu

yang adil, bebas, dan transparan sangat penting dalam menjaga integritas

demokrasi suatu negara.

Pengertian Pemilu Menurut Para Ahli :

1. MANUEL KAISIEPO menjelaskan nahwa Pemilu telah menjadi tradisi

penting hampir-hampir disakralkan dalam berbagai sistem politik di dunia.

Lebih lanjut dikatakannya, pemilihan umum penting karena berfungsi memberi

legitimasi atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan

9
legitimasi inilah yang dicari. Pemilihan umum yang berfungsi

mempertahankan status quo bagi rezim yang ingin terus bercokol dan bila

pemilihan umum dilaksanakan dalam konteks ini maka legitimasi dan status

quo inilah yang dipertaruhkan. Bukan soal demokrasi yang abstrak dan kabur

ukuran-ukurannya itu.5

2. PAIMIN NAPITUPULU menjelaskan bahwa Pemilihan umum berarti rakyat

melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin

rakyat, pemimpin negara atau pemimpin pemerintahan. Hal ini berarti

pemerintahan itu dipilih oleh rakyat. Seluruh rakyat mempunyai hak

melakukan pemilihan sebagian rakyat untuk menjadi pemimpin mereka

merupakan proses pemilihan umum. jadi melalui pemilihan umum, rakyat

memunculkan calon pemimpin pemerintahan. Dengan demikian, pemilihan

umum adalah sebuah mekanisme politik untuk mengartikulasikan aspirasi dan

kepentingan warga negara dalam proses memilih sebagian rakyat menjadi

pemimpin pemerintahan.

3. UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa pemilu adalah sarana

kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota

Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatua

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum merupakan perwujudan

5
Sodikin. Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek. Ketatanegaraan.(Bekasi: Gramata
Publishing, 2014),hlm.10

10
dari kedaulatan rakyat dan demokrasi. Selain itu peranan rakyat dalam

mewujudkan kedaulatannya tidak hanya melaksanakan pemilu akan tetapi

dengan cara berperan aktif memberikan masukan, usulan dan kritikan objektif

kepada pemerintah dan mengawasi jalannya roda pemerintahan. Penyampaian

suara itu dapat melalui Lembaga perwakilan rakyat, melalui media massa atau

dengan cara berunjukrasa sesuai dengan aturan perundang-undangan.

B. Asas dan Tujuan Pemilihan Umum (PEMILU)

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia menganut asas Luber yang merupakan

singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Asas Luber sudah ada sejak

zaman Orde Baru. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas Jurdil yang

merupakan singkatan dari Jujur dan Adil. Adapun yang dimaksud dengan asas

Luber dan Jurdil dalam Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017

tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD, asas Pemilu meliputi:

1. Langsung, artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung

memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa

perantara.

2. Umum, artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah

berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak di pilih

dengan

tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

3. Bebas, artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya

tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan

apapun.

11
4. Rahasia, artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan

diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang

dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan (secret ballot).

5. Jujur, dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana,

pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau

pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak

langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

6. Adil, dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik

peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan

pihak manapun.

Dalam pelaksanaannya pemilu memiliki lima tujuan, yaitu:

1. Pemilu sebagai implementasi kedaulatan rakyat Kedaulatan terletak di

tangan rakyat. Hal ini karena rakyat yang berdaulat tidak bisa memerintah

secara langsung. Dengan pemilu, rakyat dapat menentukan wakil-

wakilnya. Para wakil terpilih juga akan menentukan siapa yang akan

memegang tampuk pemerintahan.

2. Pemilu sebagai sarana membentuk perwakilan politik Melalui pemilu,

rakyat dapat memilih wakil-wakil yang dipercaya untuk menyalurkan

aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin

baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga

perwakilan rakyat.

12
3. Pemilu sebagai sarana penggantian pemimpin secara konstitusional Pemilu

bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk

mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang

aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali. Sebaliknya, jika

rakyat tidak percaya maka pemerintahan tersebut harus berakhir dan

berganti.

4. Pemilu sebagai sarana pemimpin politik memperoleh legitimasi Pemberian

suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian

mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda

pemerintahan. Pemimpin politik terpilih mendapatkan legitimasi politik

rakyat.

5. Pemilu sebagai sarana partisipasi politik masyarakat Melalui pemilu rakyat

secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya

kepada kontestan yang memiliki program aspiratif. Kontestan yang

menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janji ketika

memegang tampuk pemerintahan. Secara singkat, tujuan pemilu adalah

untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan baik eskekutif maupun

legislatif. Serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan

memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional

sesuai UUD 1945.

13
BAB III

PEMBAHASAN

A. Bentuk Lembaga Penyelenggara Pemilu di Indonesia

Penyelenggara Pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang

terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan

Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat. Berikut dijelaskan

lembaga penyelenggara pemilu yaitu:6

1. KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)

Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah Lembaga

Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas

melaksanakan Pemilu. Jumlah anggota KPU sebanyak 7 orang; Komisi Pemilihan

Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah Penyelenggara

Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi. Jumlah Anggota KPU

Provinsi sebanyak 5 atau 7 Orang.


6
https://jdih.kpu.go.id/data/data_artikel/Buku Pintar Pemilu dan Demokrasi.pdf

14
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU

Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan

Pemilu di Kabupaten/Kota. Jumlah Anggota KPU Kabupaten/Kota berjumlah 5

orang.

KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis. Masa

Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota 5 tahun semenjak

pengucapan sumpah/janji. Keberadaan KPU, KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kota adalah tetap.

Penyelenggara Ad Hoc, terdiri dari:

1. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia

yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di

tingkat kecamatan atau nama lain. Jumlah anggota PPK adalah 5 orang.

2. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang

dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di

tingkat desa atau nama lain/kelurahan. Jumlah Anggota PPS adalah 3

orang

3. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia

yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.

Jumlah anggota PPLN paling sedikit 3 orang paling banyak 7 orang.

4. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS

adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan

pemungutan suara di tempat pemungutan suara. Jumlah Anggota KPPS

adalah 7 orang.

15
5. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya

disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk

melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.

Jumlah anggota KPPSLN paling sedikit 3 orang paling banyak 7 orang.

2. BAWASLU

Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah Lembaga

penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jumlah Anggota Bawaslu

RI adalah 5 Orang. Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat

Bawaslu Provinsi, adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas

mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. Jumlah Anggota

Bawaslu Provinsi adalah 5 -7 orang.

Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Bawaslu

Kabupaten/Kota, adalah badan dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi

penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota. Jumlah anggota Panwaslu

Kabupaten/Kota adalah 5 orang. Bawaslu bersifat tetap. Panitia Pengawas Pemilu

Kecamatan, selanjutnya disingkat Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang

dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi

penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. Jumlah Anggota

Panwascam 3 orang sifatnya adalah ad hoc.

Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu

Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama

lain/kelurahan. Jumlah PPL adalah 1 orang dan paling banyak 5 orang. Pengawas

16
Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas

mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.

3. DKPP

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP,

adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara

Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. DKPP

bersifat tetap dan berkedudukan di Ibu Kota Negara. DKPP dibentuk paling lama

dua bulan sejak Anggota KPU dan Bawaslu mengucapkan sumpah/janji. DKPP

terdiri dari 7 orang: unsur KPU, Bawaslu, DPR, dan dari pemerintah.

B. Sistem Penyelenggaraan Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,

akan tetapi umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :

1. Single-member constituency (satu daerah memilih satu orang wakil rakyat;

biasanya disebut Sistem Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan

geografis. Jadi setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik

karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan

perwakilan rakyat. Sistem seperti ini mempunyai beberapa kelemahan,

diantaranya :

a. Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas,

apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.

b. Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu

17
distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.

Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :

a. Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga

hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.

b. Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi

yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.

Mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang

ada dan mengadakan kerjasama.

c. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai

yang mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan

meningkatkan stabilitas nasional.

d. Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan

2. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa

wakil rakyat; biasanya dinamakan Proportional Representation atau

Sistem Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok dari sistem ini adalah

bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai

adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.

Sistem ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya :

a. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru.

b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan

kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya.

c. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena

umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.

18
Keuntungan system Propotional diantaranya :

a. System propotional dianggap representative, karena jumlah kursi partai

dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh

dalam pemilu.

b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian,

karena praktis tanpa ada distorsi.

Sejak kemerdekaan Negara Republik Indonesia hingga tahun 2014, bangsa

Indonesia telah menyelenggarakan sebelas kali pemilihan umum, yaitu pemilihan

umum tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan

2014. Dari pengalaman sebanyak itu, penyelenggaraan pemilihan umum di

Indonesia sudah menjadi realitas demokrasi yang berkedaulatan rakyat.

Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua

macam sistem pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya. Hal

ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab VII

pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat

mengajukan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/

Kota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.

Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada

Bab V pasal 49 tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR,

DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota

DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah

penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan :

19
1. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1.000.000 (satu

juta) jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi.

2. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta)

sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh

lima) kursi.

3. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan

5.000.000 (lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi.

4. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai

dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima)

kursi.

5. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai

dengan 9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima)

kursi.

6. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai

dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh

lima) kursi.

7. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas

juta) jiwa mendapat 100 (seratus) kursi.

Sejarah penyelenggaraan pemilu di Indonesia dari zaman ke zaman, dapat kita

uraikan secara singkat sebagai berikut :

a. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1958)

Sebenarnya pemilu sudah direncanakan sejak bulan oktobere 1945, tetapi

baru dilaksanakan oleh kabinet Burhanuddin Harahap pada tahun 1955. Sistem

20
pemilu yang digunakan adalah sistem proporsional. Pada waktu sistem itu,

sebagaimana yang dicontohkan oleh Belanda, merupakan satu-satunya sistem

pemilu yang dikenal dan dimengerti oleh para pemimpin negara.

Pemilihan umum dilakukan dalam suasana khidmat, karena merupakan

pemilihan pertama sejak awal kemerdekaan. Pemilihan umum berlangsung secara

demokratis, tidak ada pembatasan partai, dan tidak ada usaha interversi dari

pemerintah terhadap partai-partai sekalipun kampanye berlangsung seru, terutama

antara Masyumi dan PNI. Secara administrasi dan teknis berjalan lancar dan jujur.

Pemilihan umum menghasilkan 27 partai dan satu partai perseorangan,

dengan jumlah total 257 kursi. Namun stabilitas politik yang diharapkan dari

pemilihan umum tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah selama

2 tahun dan yang terdiri atas koalisi tiga besar ,namun ternyata tidak kompak

dalam menghadapi persoalan, terutama yang terkait dengan konsepsi presiden

yang diumumkan pada tanggal 21 Februari 1957.

b. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Sesudah mencabut maklumat pemerintah November 1945 tentang

kebebasan mendirikan partai , presiden soekarno mengurangi jumlah partai

menjadi 10. Kesepuluh ini antara lain : PNI, Masyumi, NU, PKI, Partai Katolik,

Partindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, dan Partai Islam kemudian ikut dalam

pemilu 1971 di masa orde baru. Di zaman demokrasi terpimpin tidak diadakan

pemilihan umum.

c. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

21
Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi otoriter ada

harapan besar dikalangan masyarakat untuk dapat mendirikansuatu sistem politik

yang demokratis dan stabil. Salah satu caranya ialah melalui sistem pemilihan

umum . pada saat itu diperbincangkan tidak hanya sistem proporsional yang sudah

dikenal lama, tetapi juga sistem distrik yang di Indonesia masih sangat baru.

Jika meninjau sistem pemilihan umum di Indonesia dapat ditarik berbagai

kesimpulan. Pertama, keputusan untuk tetap menggunakan sistem proporsional

pada tahun 1967 adalah keputusan yang tepat karena tidak ada distorsi atau

kesenjangan antara perolehan suara nasional dengan jumlah kursi dalam DPR.

Kedua, ketentuan di dalam UUD 12945 bahwa DPR dan presiden tidak dapat

saling menjatuhkan merupakan keuntungan, karena tidak ada lagi fragmentasi

karena yang dibenarkan eksistensinya hanya tiga partai saja. Usaha untuk

mendirikan partai baru tidak bermanfaat dan tidak diperbolehkan. Dengan

demikian sejumlah kelemahan dari sistem proporsional telah teratasi.

Namun beberapa kelemahan masih melekat pada sistem politik ini.

Pertama, masih kurang dekatnya hubungan antara wakil pemerintah dan

konstituennya tetap ada. Kedua, dengan dibatasinya jumlah partai menjadi tiga

telah terjadi penyempitan dalam kesempatan untuk memilih menurut selera dan

pendapat masing-masing sehingga dapat dipertanyakan apakah sipemilih benar-

benar mencerminkan, kecenderungan, atau ada pertimbangan lain yang menjadi

pedomannya. Ditambah lagi masalah golput, bagaimanapun juga gerakan golput

telah menunjukkan salah satu kelemahan dari sistem otoriter orde dan hal itu patut

dihargai.

22
d. Zaman Reformasi (1998-sekarang)

Seperti dibidang-bidang lain, reformasi membawa beberapa perubahan

fundamental. Pertama, dibukanya kesempatan kembali untuk bergeraknya partai

politik secara bebas, termasuk medirikan partai baru. Kedua, pada pemilu 2004

untuk pertama kalinya dalam sejarah indonesia diadakan pemilihan presiden dan

wakil presiden dipilih melalui MPR. Ketiga, diadakannya pemilihan umum untuk

suatu badan baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan mewakili

kepentingan daerah secara khusus. Keempat, diadakannya “electoral thresold “ ,

yaitu ketentuan bahwa untuk pememilihan legislatif setiap partai harus meraih

minimal 3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat.

Pada penyelenggaraan pemilu tahun 2014, jumlah kontestan peserta

pemilu terdiri dari 12 partai politik nasional ditaambah 3 partai politik lokal yang

khusus berada diwilayah Daerah Istimewa Aceh. Hasil pemilu ini menempatkan

PDIP sebagai peraih suara terbanyak, selanjutnya dua partai nasional berikutnya

tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) untuk DPR

ditetapkan sebesar 3,5% yaitu Partai Bulan Bintang dan PKPI.

Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang

vacum, melainkan berlangsung di dalam keadaan pemerintahan yang aktif. Pemilu

diselenggarakan oleh suatu Komisi Negara yang disebut Komisi Pemilihan Umum

(KPU) yang bersifat nasional, berjangka waktu dan mandiri. Komisi ini memiliki

tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu yang dalam menjalankan

tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.

Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah :

23
1. Merencanakan penyelenggaraan Pemilu.

2. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan penyelenggaraan pemilu.

3. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan

pelaksanaan pemilu.

4. Menetapkan peserta pemilu.

5. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR,DPD,

DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

6. Menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye dan

pemungutan suara.

7. Menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota

DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

8. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.

9. Melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.

Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa

kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu lembaga yang bernama Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia

(Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini bertugas

mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan

negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil

Presiden). MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan

Presiden bertugas menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah

ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran Presiden adalah sebagai mandataris MPR,

maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.

24
Dalam perkembangan selanjutnya setelah UUD 1945 diamandemen,

lembaga MPR tidak berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara yang

berwenang mengangkat presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,

melainkan berkedudukan setara dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya.

Dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945 hasil amandemen ketiga

tahun 2001, Pemilihan Umum diatur dalam Bab VII B pasal 22 E yang berbunyi :

1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur

dan adil setiap lima tahun sekali.

2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat

dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah adalah perseorangan.

5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang

bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-

undang.

Menurut pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun

2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang

dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1)

25
UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang berbunyi: “Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” serta Pasal 22C UUD 1945

hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan

Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum”.

Dalam Pasal 6A UUD 1945 hasil amandemen ketiga tahun 2001 khusus tentang

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden disebutkan bahwa :

a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung

oleh rakyat.

b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik

atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan

pemilihan umum.

c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih

dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan

sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih

dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan

Wakil Presiden.

Dari pasal-pasal konstitusi UUD 1945 hasil amandemen, dapatlah kita

pahami bahwa sudah terjadi perubahan dan perkembangan alam demokrasi di

negara kita, baik menyangkut sistem tatanegara, politik dan penyelenggaraan

pemilihan Umum. Jika dimasa-masa orde baru, jumlah partai peserta pemilu

adalah tiga kontestan sebagai fusi dari beberapa partai, maka sejak

penyelenggaraan pemilihan umum tahun 1999, partai peserta pemilu kembali

26
terbuka luas (multi partai) dengan ketentuan batasan treshold 3,5% dari perolehan

jumlah suara partai hasil pemilu sekalipun lembaga MPR masih berwenang

mengangkat dan menetapkan presiden. Namun setelah penyelenggaraan pemilu

tahun 2004, wewenang pengangkatan dan penetapan presiden dilaksanakan

langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Inilah salah satu perkembangan

nyata dari sistem perpolitikan ditanah air kita.

27
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Penyelenggara Pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang

terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan

Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum,

akan tetapi umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :

Single-member constituency (satu daerah memilih satu orang wakil rakyat;

biasanya disebut Sistem Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan

geografis. Jadi setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena

kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan

rakyat.

Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil

28
rakyat; biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan

Berimbang). Gagasan pokok dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang

diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara

yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, PT Rajagrafindo

Persada, Jakarta,2016.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1982.

https://jdih.kpu.go.id/data/data_artikel/Buku Pintar Pemilu dan Demokrasi.pdf

Santoso, Topo dan Ida Budhiati, Pemilu Di Indonesia Kelembagaan,Pelaksanaan,

dan Pengawasan, Sinar Grafika, Jakarta, 2019.

Sodikin. Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek. Ketatanegaraan., Gramata

Publishing, , Bekasi, 2014.

29

Anda mungkin juga menyukai