Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

BLEFARITIS

Disusun Oleh:

Ratu Bionika Widyasari 4112021075

Pembimbing:

Mayor CKM dr. Leidina Rachmadian, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RS TK. II MOH RIDWAN MEURAKSA

PERIODE 27 NOVEMBER – 30 DESEMBER

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Blefaritis”. Laporan kasus ini
disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Mata.
Penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Mayor Ckm (K) dr
Leidina Rachmadian, Sp. M atas bimbingannya selama penulis menyelesaikan laporan kasus
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat atas dukungan yang telah
diberikan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan materi
penulisan dan menambah wawasan penulis.
Semoga ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya pembaca dan rekan rekan
sejawat.

Jakarta, 21 Desember 2023

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN
“Blefaritis”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa

Periode 27 November – 30 Desember 2023

Disusun oleh:

Ratu Bionika Widyasari 4112021075

Telah diterima dan disetujui oleh:

Mayor Ckm (K) dr Leidina Rachmadian, Sp. M

Selaku dokter pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata.

RS Tk. II Moh. Ridwan Meuraksa

Jakarta, 21 Desember 2023

Pembimbing

Mayor Ckm (K) dr Leidina Rachmadian, Sp.M

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS
1.2 ANAMNESIS
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.5 DIAGNOSIS
1.6 TATALAKSANA
1.7 EDUKASI
1.8 PROGNOSIS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Retina
2.1.1. Struktur dan Fungsi
2.1.2. Vaskularisasi
2.1.3. Inervasi
2.2 Age-Related Macular Degeneration
2.2.1 Definisi
2.2.2 Epidemiologi
2.2.3 Klasifikasi
2.2.4 Etiologi dan Faktor Risiko
2.2.5 Patogenesis
2.2.6 Diagnosis
2.2.7 Diagnosis Banding
2.2.8 Tatalaksana Profilaksis
2.2.9 Tatalaksana Umum
2.2.10 Tatalaksana ARMD
2.2.11 Komplikasi29
2.2.12 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA

4
5
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama : Tn. J
Usia : 80 tahun
No. RM : 327xxxx
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jatiwaringin, Pondok Gede
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : Kamis , 21 Desember 2023

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 Desember
2023
di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Tk.II Moh Ridwan Meuraksa.

A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mata kanan kiri berair dan terasa lengket sejak
6 bulan yang lalu dan keluhan memberat sejak 2 minggu SMRS disertai dengan
keluhan mata merah dan terasa mengganjal.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan mata kanan kiri berair dan terasa lengket sejak
6 Bulan yang lalu dan keluhan memberat sejak 2 minggu SMRS disertai dengan
keluhan mata merah dan terasa mengganjal .Mata terasa sangat lengket terutama saat
bangun di pagi hari sehingga pasien terkadang sulit membuka mata dan keluhan
lengket dan berair ini berkurang saat pasien memberikan obat tetes mata. Keluhan
lain yang dirasakan pasien adalah pasien sulit melihat jauh dan dekat tetapi jika
memakai kacamata pasien dapat melihat lebih jelas walaupun mata sebelah kanan

6
sedikit buram. Keluhan lain seperti rasa nyeri, gatal, panas, silau melihat cahaya,
penumpukan kotoran mata, penglihatan ganda disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

● Riwayat Operasi : Operasi Prostat

● Riwayat Trauma mata : Disangkal

● Riwayat Diabetes Mellitus : Terkontrol

● Riwayat Hipertensi : Disangkal

● Riwayat Penyakit Paru : Disangkal

● Riwayat Pemakaian kaca mata : Sejak 3 tahun yang lalu

● Riwayat Penggunaan lensa kontak : Disangkal

● Riwayat Keganasan : Disangkal

● Riwayat Alergi : Disangkal

● Riwayat Alergi obat : Disangkal

C. Riwayat Penyakit Keluarga

● Riwayat Diabetes Mellitus : Bapak pasien

● Riwayat Hipertensi : Disangkal

● Riwayat Penyakit Paru : Disangkal

● Riwayat Operasi atau trauma mata : Disangkal

D. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang pensiunan, penghasilan sehari-hari didapat dari
anak pasien. Konsumsi makan dan minum rutin tiga kali sehari. Pasien saat ini lebih
sering beraktivitas didalam rumah dan masih sering melihat gadget tetapi selalu

7
menggunakan kacamata nya.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

● Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

● Kesadaran : Composmentis

● Vital Sign

- Tekanan Darah : 140/90 mmHg


- Nadi : 80x/menit
- Pernafasan : 20x/menit
- Suhu Tubuh : 36,6°C

a. Status Generalis
1. Kepala : Normocephal
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sikatriks (-/-),
udem palpebra (+ ) hiperemis palpebra (-)
3. Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trakea di tengah
4. Thorax

● Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung kiri teraba di ICS V linea miclavicularis
Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur (-), Gallop (-)

● Paru

Inspeksi : Normochest, pergerakan dada simetri


Palpasi : Fremitus vocal dan taktil simetris, massa (-)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
5. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Bising usus (+) normal

8
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, undulasi (-)
Auskultasi : Nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-), massa (-)
6. Ekstremitas : Edema tungkai (-), pitting edema (-), akral dingin, CRT <2 detik

b. Status Lokalis
1. Visus Dasar

Komponen OD OS

Visus Dasar 6/40 6/30

Visus Koreksi 6/40 S + 1.50 6/20 6/30 S+2.00 6/10

Addisi S+3.00 S+3.00

Kacamata Lama S+2.00 S+3.00

Gambaran Pemeriksaan

Gambar 1. Mata Pasien.

9
(a) (b)
Gambar 2. Pemeriksaan menggunakaan Slit lamp, (a) Mata Kanan (b) Mata Kiri

2. Segmen Anterior

Komponen OD OS

Posisi Ortoforia Ortoforia

Pergerakan Baik ke Segala Arah Baik ke Segala Arah

Palpebra Superior Edema (+), Hiperemis (-), Edema (+), Hiperemis (-),
Nyeri tekan (-), Nyeri tekan (-),
Pseudoptosis (-), Pseudoptosis (-),
Ektropion (-), Ektropion (-),
Entropion (-), Sikatrik (-) Entropion (-), Sikatrik (-)

Palpebra Inferior Edema (+), Hiperemis (-), Edema (+), Hiperemis (-),
Nyeri tekan (-), Nyeri tekan (-),

10
Pseudoptosis (-), Ektropion Pseudoptosis (-),
(-), Entropion (-), Sikatrik
Ektropion (-),
(-)
Entropion (-), Sikatrik (-)

Konjungtiva Edema (-), Hiperemis (+), Edema (-), Hiperemis (+),


papil (-), folikel (-), papil (-), folikel (-),
sikatrik (-), hematom sikatrik (-), hematom
subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (-)

Kornea Jernih, Edema (-), infiltrat Jernih , Edema (-), infiltrat


(-), Ulkus (-), Sikatrik (-) (-), Ulkus (-), Sikatrik (-)

COA Normal, Hifema (-), Normal, Hifema (-),


Hipopion (-) Hipopion (-)

Iris Warna cokelat, kripte Warna cokelat, kripte


normal, sinekia (-) normal, sinekia (-)

Pupil Bulat (+), Sentral, Reguler, Bulat (+), Sentral, Reguler,


Isokor, RCL (+), RCTL (+) Isokor, RCL (+), RCTL (+)

Lensa Keruh sebagian, shadow test Jernih


(+)

Fundus Reflek Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Vitereous Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3. Segmen Posterior

OD OS

11
Papil N.II Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Vasa Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Makula Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. Pemeriksaan Mata lain

OD OS

Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

USG Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Lapang Pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


-

1.5 DIAGNOSIS

● Diagnosis

Blefaritis Oculi Dextra Sinistra

● Diagnosis Banding

Hordeolum Interna
Kalazion

1.6 TATALAKSANA

● Non-Medikamentosa

12
- Rujuk Sp.M (KVR)

● Medikamentosa

- Fluxa ( Ofloxacin ) 1x tetes setiap 6 jam


- Salep mata Gentamisin 4 x 1 ODS

- Cendo Lyteers 4 x 1 ODS

1.7 EDUKASI

 Kompres air hangat


 Membersihkan kelopak dengan air bersih
 Kurangi kebiasaan menyentuh mata dan jaga kebersihan

1.8 PROGNOSIS

● Quo ad Vitam : Ad Bonam

● Quo ad Sanam : Dubia ad Bonam

● Quo ad Fungsionam : Dubia ad Bonam

● Quo ad Kosmetican : Dubia ad Bonam

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
2. Definisi

Blefaritis merupakan peradangan yang bersifat kronis atau menahun dan pada
umumnya berlokasi pada tepi kelopak mata. Blefaritis dapat dibedakan berdasarkan
lokasinya yaitu blefaritis anterior dan posterior. Blefaritis anterior adalah peradangan
bilateral yang terjadi di daerah sekitar dasar bulu mata dan pada tepi kelopak mata.
Blefaritis anterior pada umumnya memiliki dua jenis utama yaitu, blefaritis stafilokokus
dan blefaritis seboroik. Blefaritis posterior adalah peradangan kelopak mata bagian
posterior akibat disfungsi dari kelenjar meibom, bersifat kronis dan bilateral.

3. Epidemiologi

Blefaritis merupakan penyakit mata yang paling umum terjadi, namun data
mengenai insiden dan prevalensinya masih sangat kurang. Dibandingkan dengan
blefaritis jenis lainnya, blefaritis stafilokokus ditemukan lebih sering pada usia muda

dan berjenis kelamin perempuan. Sebuah cohort study menggunakan data Korean
National Health Insurance Service dilakukan di Korea Selatan mengenai insiden dan
prevales blefaritis selama kurun waktu 10 tahun (2004-2013) dengan jumlah individu
sebanyak 1.116.363 orang. Dalam waktu 10 tahun, 106.094 orang tercatat mengalami
blefaritis, 43.439 orang laki laki dan 62,655 orang perempuan, dengan insiden rate 1,1

kasus per 100 orang per tahun. Ditemukan peningkatan kasus setiap tahunnya, dimana
kasus lebih sering terjadi pada wanita secara konstan setiap tahunnya. Kategori umur
yang lebih sering mengalami blefaritis pada study ini adalah orang tua dengan usia
diatas 50 tahun berkaitan dengan keadaan sistemik yang terjadi pada usia tersebut.
Selain itu disebutkan juga individu dengan pendapatan menengah keatas lebih sering
mengelami blefaritis dari pada individu dengan pendapatan yang rendah.

14
4. Klasifikasi
5. Etiologi
6. Patofisiologi

Blefaritis yang berdasarkan jenis dan penyebabnya yang bermacam macam,


menjadikan patogenesis dari penyakit ini tumpang tindih satu sama lainnya. Pada blefaritis
seboroik, biasanya terjadi bersamaan dengan dermatitis seborik, atopi, dan dermatitis
rosacea. Perjalanan penyakit dari blefaritis ini juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
asupan makan pasien, infeksi lain yang menyertai, aspek psikologis, kondisi kulit,
ketidakseimbangan hormon, dan kondisi sistemik seseorang.

Mikrobiota ocular memegang peranan dalam terjadinya blefaritis. Bakteri yang pada
keadaan normal terlokalisir di tepi palpebral, pada keadaan tertentu memproduksi lipase,
cholesterol esterase, dan liposakarida yang dapat mengubah susunan lemak pada komponen
air mata. Hal ini menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik oleh mikrobiota okuler. Pasien
diabetes memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya infeksi oportunistik pada palpebra.
Keadaan ini juga menjadi faktor pendukung dalam berkembangnya infeksi blefaritis dan
merusak lapisan lipid lakrimal dengan meningkatkan evaporasi air mata, menurunkan tear
break up time, dan meningkatkan osmolaritas air mata. Pada akhirnya terjadi kerusakan
permukaan bola mata yang menyebabkan semakin cepatnya waktu evaporasi airmata dan
menyebabkan disfungsi kelenjar.

Pada kasus pasien dengan dislipidemia, stabilitas lapisan air mata dipengaruhi oleh
komposisi lipid, tidak hanya kadar fatty acid tetapi juga jumlah kolesterol dalam darah pasien
tersebut. Meningkatnya ketebalan lapisan lipid dalam air mata menyebabkan juga
peningkatan resiko blefaritis pada pasien dengan dislipedmia. Salah satu fungsi dari lapisan
lipid pada air mata adalah untuk mempertahankan kejernihan optik, dan membentuk
pelindung pada mata dari mikroba dan bahan bahan organic seperti debu. Saat komposisi dari
lapisan air mata berubah, terjadi juga penurunan fungsi yang menyebabkan meningkatnya
resiko infeksi dan juga blefaritis.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Perez-Cano HJ bertujuan untuk menentukan
hubungan antara komponen dari sindrom metabolik dengan kejadian blefaritis. Komponen
yang termasuk dalam penelitian ini adalah lingkar pinggang, tekanan darah sistolik, sample

15
darah dalam keadaan puasa (gula darah, kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida). Hasil
penelitian yang didapat adalah tidak ada hasil yang signifikan pada hubungan lingkar
pinggang dan tekanan darah dengan angka kejadian blefaritis, namun didapatkan hasil yang
signifikan dalam komponen darah yang diperiksa yaitu kadar gula darah, kolesterol total,
HDL, LDL, dan trigliserida dengan angka kejadian blefaritis. Hasil penelitian. Perez- Cano
dkk menunjukkan bahwa orang dengan sindrom metabolik memiliki resiko lebih besar untuk
terinfeksi blefaritis, jadi pemeriksaan awal diperlukan untuk menghindari komplikasi yang
lebih parah di waktu yang akan datang.

7. Manifestasi Klinis
8. Cara Diagnosis

Diagnosis blefaritis dapat dilakukan dengan anamnesis yang lengkap,


mengidentifikasi tanda dan gejala pada pasien, pemeriksaan mata secara komprehensif
dengan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara garis besar
diagnosis ditegakkan dengan mengindentifikasikan gejala tipikal blefaritis yang terjadi
pada pasien dan temuan pada pemeriksaan slit lamp dan mikroskopik. Pemeriksaan
tambahan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan kultur mikrobiologi dari kelopak mata
dan konjungtiva, serta pemeriksan imaging pada kelenjar meibom.

a. Anamnesis
Tanda dan gejala yang dialami pasien biasanya terjadi kemerahan, perasaan terbakar,
getal, dan terdapatnya krusta pada bulu mata, rontokya bulu mata, perasaan lengket
pada kelopak mata, pandangan kabur, fotofobia, sering mengedipkan mata, dan
infeksi hordeolum yang rekurens. Hal yang harus digali dalam anamnesis untuk
mengidentifikasi gejala blefaritis adalah sebagai berikut:

 Waktu dimana gejala dirasakan memberat, pada blefaritis keluhan dirasakan


memberat saat pagi hari, berbeda dengan sindrom mata kering, dimana keluhan
dirasakan memberat pada siang atau sore hari.
 Waktu lamanya keluhan dirasakan
 Terjadi secara unilateral atau bilateral
 Kondisi yang memperburuk keluhan, misalnya merokok, terkena angina,
penggunakan lensa kontak, keadaan saat kelembapan berkurang, penggunaan
retinoid, pola makan dan konsumsi alcohol

16
 Tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit sistemik, diantaranya adalan
infeksi rosasea, dermatitis atopi, psoriasis, dan GVHD (Graft Versus Host
Disease)
 Penggunaan obat obatan sistemik dan topical pada saat ini atupun sebelumnya juga
contohnya penggunaan antihistamin, obat obatan dengan efek kolinergik atau obat
obatan yang mungkin dapat berefek pada permukaan mata seperti isotretinoin
 Adanya infeksi sebelumnya seperti pediculisis palpebrarum
 Terdapat riwayat operasi intraokuler atau operasi pada kelopak mata dan riwayat

terjadinya trauma mekanis, trauma termal, atau trauma kimia pada mata. 6

b. Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan yang menyeluruh pada mata dan adneksa nya dilakukan untuk
mengidentifikasi blefaritis, termasuk pemeriksaan visus, pemeriksaan mata bagian
eksternal, pemeriksaan slit-lamp, dan pengukuran tekanan intraocular.

- Pemeriksaan Eksternal Mata

 Kulit

Perubahan pada kulit di kelopak mata dan sekitarnya, yaitu adanya eritema,
telangiectasia, papul, pustule, dan kelenjar sebasea yang hipertropik pada area
malar

 Kelopak Mata

Abnormalitas kelopak mata seperti ektropion dan entropion, gangguang


penutupan kelopak mata, respon berkedip dan kelemahan kelopak mata

 Kerontokan dan arah tumbuh bulu mata yang abnormal


 Vaskularisasi atau terdapatnya pinggir kelopak mata yang hiperemi
 Abnormal deposit pada akar bulu mata
 Ulserasi
 Vesikel

17
 Hiperkeratosis atau adanya kerak pada kelopak mata
 Kalazion atau Hordeolum

- Pemeriksaan Biomikroskopi Slit- Lamp

 Pada Bagian Lapisan Air Mata Pemeriksaan Tear Meniscus, Tear Break-Up
Time, dan debris pada lapisan air mata
 Tepi kelopak mata anterior Mengidentifikasi terdapatnya hiperemi,
telangiectasia, jaringan parut, perubahan pigmen, keratinisasi, ulserasi,
vesikel, pediculosis palpebrarum, ada atau tidaknya lesi pada bagian kelopak
mata anterior
 Bulu Mata

Adanya malposisi atau salahnya arah tumbuh buku mata, kerontokan atau bagian
yang patah, pediculosis palpebrarum, adanya sisa kosmetik pada bulu mata.

 Tepi kelopak mata posterior

- Abnormalitas muara kelenjar meibom seperti menutup keatas, pouting atau


adanya elevasi melebihi permukaan air mata, pouting atau plugging merupakan
salahsatutandapatognomonisdari disfungsi kelenjar meibom, adanya metaplasia, dan
hilangnya struktur muara kelenjar meibom
- Adanya perubahan dari sekresi kelenjar meibom seperti tingkat ketebalan,
ekspresibilitas, kekeruhan/kekentalan dan warna
- Vaskularisasi, keratiniasasi dan nodularity
- Penebalan pada tepi kelopak mata posterior
- Jaringan parut atau fibrosis pada tepi kelopak mata posterior

• Konjungtiva Tarsal

- Kelenjar meibom dan duktusnya yang terlihat dilatasi dan inflamasi


- Adanya calazion, eritema, jaringan parut, keratinisasi, reaksi papiler / folikuler
- Adanya eksudat lemak
- Perubahan sikatrikal seperti fibrosis subepitel, simblefaron dan pemendekan fornix

18
• Konjungtiva Bulbar

- Hiperemi, adanya phlyctenules atau folikel, pewarnaan punctate dengan flouresin,


rose Bengal atau lissamine green
- Adanya perubahan sikatrikal seperti fibrosis subepitel, simblefaron dan pemendekan
fornix

• Kornea

- Defek epitel, pemeriksaan dengan pewarnaan menggunakan fluoresin, rose Bengal,


atau lissamine green (umumnya fluoresin digunakan untuk kornea sedangkan
lissamine untuk konjungtiva
- Indentifikasi adanya edema, infiltrate, ulkus dan atau jaringan parut
- Vaskularisasi kornea, jaringan ikat dan phlyctenules.

c. Pemeriksaan Penunjang

Belum ada pemeriksaan penunjang yang spesifik dalam menegakkan diagnosis

blefaritis. Pemeriksaan kultur bakteri pada tepi kelopak mata diperlukan pada pasien
yang mengalami blefaritis anterior berulang dengan inflamasi yang berat, dan juga
pasien yang tidak merespon terhadap pengobatan yang diberikan. Selain pemeriksaan
kultur, dilakukan juga pemeriksaan mikroskopik dengan hapusan gram bakteri dan
pengecatan giemsa. Namun, sensifitas dari teknik konvensional ini masih memiliki
keterbatasan dalam beberapa faktor, yaitu rendahnya inoculum bakteri pada specimen
yang diambil, terpisahnya mikroorganisme pada permukaan intaokuler dan capsul,
riwayat penggunaan antibiotik, waktu yang panjang dalam pengembangan bakteri dan

pertumbuhan yang tidak wajar pada beberapa spesimen bakteri.4

Teknik pemeriksaan biologi molekular seperti pemeriksaan PCR lebih akurat


pada deteksi dini pada infeksi mata. Pemeriksaan PCR mampu mendeteksi mikroba
yang susah dideteksi dengan pemeriksaaan kultur dan lebih cocok dengan jumlah

19
specimen dengan volume kecil.4 Kemungkinan karsinoma juga harus menjadi
pertimbangan pada pasien dengan blefaritis kronis yang tidak merespon terhadap
terapi, terutama jika hanya satu mata yang mengalami keluhan. Biasa pasien ini akan
memiliki perubahan struktur konjungtiva pada mata yang terkena. Biopsi pada

kelopak mata juga perlu dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan karsinoma.6

Pemeriksaan penting lainnya pada blefaritis posterior, dimana terjadi disfungsi


dari kelenjar meibom adalah menilai adanya perubahan pada tepi kelopak mata dan
ekspresi kelenjar meibom. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan penekanan
pada bagian bawah kelopak mata dengan menggunakan jari atau cotton bud. Setelah
itu dilakukan penilaian hasil ekspresi dari kelenjar meibom. Pemeriksaan lebih detail
menggunakan interferometer yang dapat mengevaluasi ketebalan lapisan lemak pada
air mata. Pasien dengan nilai interferometry yang rendah dilaporkan lebih memiliki

gejala sindrom dry eye yang lebih besar.6

Meibografi merupakan pemeriksaan non invasif untuk melihat kerusakan


anatomi pada pasien blefaritis posterior. Al Darrab dkk melakukan studi untuk
meneliti efek yang terjadi pada kelenjar meibom pada pasien dengan blefaritis
posterior menggunakan infrared meibografi dan menghubungan hasilnya dengan
parameter lapisan air mata. Pemeriksaan meibografi dapat membantu menilai
kerusakan pada kelenjar meibom pada pasien dengan posterior blefaritis Mengetahui
sejauh mana kerusakan yang terjadi, dapat menunjang pemilihan pengobatan yang
lebih tepat pada masing masing pasien dengan blefaritis posterior.

9. Tatalaksana
10. Komplikasi
11. Prognosis

20

Anda mungkin juga menyukai