Ebook Amirulloh
Ebook Amirulloh
Ag
Sejarah mencatat, konflik begitu rentan terjadi di indonesia.
Perbedaan agama, suku, budaya, bahasa, bahkan perbedaan politik ANALISIS PENGEMBANGAN
berpotensi menimbukkan konflik. Konflik jika dikelola dengan baik
justru sebuah anugerah dari Tuhan yang luar biasa, sebab sesungguhnya KOMPETENSI PENYULUH AGAMA
Tuhan menciptakan keberagaman bukan untuk saling bermusuhan tapi
untuk saling berpegang tangan dan mengambil hikmah dari segala PADA DITJEN BIMAS ISLAM
bentuk perbedaan. Keberagaman agama adalah salah satu pemicu KEMENTERIAN AGAMA
Amirulloh, M.Ag
Penerbit YPM
2016
i
Judul buku :
ANALISIS PENGEMBANGAN KOMPETENSI PENYULUH
AGAMA PADA DITJEN BIMAS ISLAM KEMENTERIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA DALAM MEMELIHARA
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Penulis
Amirulloh, M.Ag
Layout
Juna Excel
ISBN 978-602-7775-63-3
viii+ 182 hlm .; ukuran buku 20,5 x 14,5 cm
ii
KATA PENGANTAR
iii
Dwinta Nurlita, Zaenal Muttaqin, Bang Rizal,
Teguh Arafah, Ali Topan, Ustad Albar, Fudhail,
Pak Untung Afandi, Rizqa, dan Nurlaila, saya
ucapkan terima kasih karena terus memberikan
motivasi agar menyelsaikan tesis ini. Khususnya
kepada Baiquni, Helrahmi Yusman, Tegus
Arafah dan Ali Topan yang bersedia membantu,
berdiskusi hingga larut pagi. Tak lupa kepada
sahabat-sahabat di kantor, Pak Dasma, Pak
Lukman, Faiz Fayadl, Ibu Sri Waluyani,
Nasrullah, Jaja Zarkasih, Edi Junaidi, dan
seluruh keluarga besar Direktorat Penerangan
Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kementerian
Agama RI.
The last but not the least, tak lupa saya
pun ucapkan banyak terima kasih kepada orang
tua, istri dan anak saya yang dengan tanpa lelah
membantu secara moril dan materil untuk
menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga
engkau berdua berada dalam naungan dan inayah
Allâh swt.
Penulis
Amirulloh, M.Ag
iv
DAFTAS ISI
KATA PENGANTAR...................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................v
BAB I - PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................10
C. Tujuan Penelitian................................................10
D. Tinjauan Pustaka................................................10
E. Metodologi Penelitian........................................12
F. Sistematika Penulisan ........................................13
v
B. Regulasi Kerukunan Umat Beragama ................73
1. Undang-Undang PNPS No. 1 Tahun 1965
Tentang tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan atau Penodaan Agama............................73
2. Surat Keputusan Bersama (SKB) No. 1 Tahun
1969 Tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur
Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban
dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan
dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-
pemeluknya...................................................77
3. Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan
8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Umat Beragama (FKUB), dan Pendirian
Rumah Ibadat................................................85
4. SKB Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri
Dalam Negeri No: 03 Tahun 2008 tentang
Masalah JAI.........................................................92
5. Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan..........................................................95
vi
C. Kebijakan Bimas Islam dalam Penangan Konflik
Umat Beragama................................................126
D. Analisa Kompetensi Penyuluh Agama.............135
E. Gagasan Kompetensi Penyuluh Kerukunan.....157
F. Format Ideal Penyuluh Agama Islam ..............167
BAB V – PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................171
B. Saran.................................................................173
DAFTAR PUSTAKA.................................................175
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama;
Membangun Toleransi Berbasis Al-Quran (Jakarta; KataKita, 2009)
2
Konflik adalah unsur terpenting dalam kehidupan manusia.
Karena konflik memiliki fungsi positif (Simmel, 1918, Coser, 1957),
konflik menjadi dinamika sejarah manusia (Mark 1880: Ibnu Khaldun,
1332-1406), Konflik menjadi entitas hubungan social
(Weber1918/1947; Dehrenrort,1959), dan konflik adalah bagian proses
pemenuhan kebutuhan dasar menusia (maslow, 1954; Neef, 1987;
Burton 1990; Rosenberg,2003). Lihat di buku Resolusi Konflik
Keagamaan di Berbagai Daerah (Jakarta; Puslitbang Kemenag 2014),
3
Resolusi Konflik Keagamaan di Berbagai Daerah (Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, 2014)
1
2
4
M. Atho Mudzar, Merayakan Kebhinekaan Membagun
Kerukunan (Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI: Jakarta,
2013) h. 1-2
5
Sampai saat ini menteri Penertiban Aparatur Negara telah
menetapkan sebanyak 115 jabatan fungsional di lingkungan PNS. Dari
115 jabatan fungsional tersebut hanya dua jabatan yang di bina oleh
Kementerian Agama yaitu Penyuluh Agama dan Penghulu. Lihat buku
Mencari Format Ideal Pemberdayaan Penyuluh Agama dalam
Peningkatan Pelayanan Keagamaan (Jakarta; Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2014).
3
6
Kustini, ed., Mencari Format Ideal Pemberdayaan Penyuluh
Agama dalam Peningkatan Pelayanan Keagamaan, (Jakarta; Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2014).
4
7
Hadiat, “Peningkatan Peran Penyuluh Agama yang Berkualitas
Dalam Pembangunan Nasional”, Makalah, Jakarta 19 Februari 2016.
6
7
9
M. Atho Mudzhar, Merayakan Kebhinekaan Membangun
Kerukunan, h. 45
10
Ahmad Syafi’i Mufid (Ed.) Kasus-kasus Aktual Kehidupan
Keagamaan di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan,
2014) hal. 54
9
11
Ahmad Syafi’i Mufid (Ed.) Kasus-kasus Aktual Kehidupan
Keagamaan di Indonesia, hal. 54
10
E. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif. Sesuai dengan judul tesis yaitu
Analisis Pengembangan Kompetensi Penyuluh Agama
Islam Pada Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama
Republik Indonesia Dalam Memelihara Kerukunan Umat
Beragama maka penelitian ini dimaksudkan menjelaskan
peran Penyuluh Agama Islam dalam menciptakan dan
memelihara kerukunan umat beragama. Sumber data
penelitian ini adalah studi kepustakaan, dokumen terkait,
serta wawancara dengan Penyuluh Agama Islam. Adapun
teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan
antara lain dengan:
a. Studi Pustaka. teknik ini dilakukan dengan
pengumpulan data serta analisa-analisa bacaan
yang memiliki hubungan dan kaitan dengan pokok
pembahasan penulis, dengan tujuan memperoleh
data-data primer dan sekunder.Adapun sumber-
sumber bacaan meliputi buku-buku tentang
perbandingan agama, kerukunan umat beragama,
dan regulasi yang mengaturnya.
b. Dokumentasi. Data-data seperti rekaman, foto dan
catatan penulis akan sangat membantu dalam
proses penelitian ini. Oleh karenanya, penulis turut
menggunakan teknik dokumentasi dalam
12
penelitian ini.
Untuk menganalisa data yang penulis kumpulkan,
penulis menggunakan teknik analisa data berlangsung dan
mengalir (flow model analisis). Merujuk pada paparan
Mukhtar, untuk menggunakan teori analisis ini, penulis
12
Natasha Mack. dkk, Qualitative Reserch Methods: A Data
Celloctor Field Guide, (California: Family Health International, 2005),
h. 29
13
A. Pengertian Penyuluh
Secara bahasa kata penyuluh berasal dari kata
“suluh” yang berarti barang yang dipakai untuk menerangi
(biasa dibuat dari daun kelapa yang kering atau damar)
“obor”.1 Dalam pengertian umum penyuluhan adalah salah
satu bagian dari ilmu sosial yang mempelajari sistem dan
proses perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat
terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang
diharapkan (Setiana. L. 2005). Penyuluhan juga dapat
dipandang sebagai suatu bentuk pendidikan untuk orang
dewasa.Dalam bukunya A.W. Van Den Ban dkk.(1999)
dituliskan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan
seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara
sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan
pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar2.
Dengan penyuluhan diharapkan terjadi peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap.Pengetahuan
dikatakan meningkat bila terjadi perubahan dari tidak tahu
menjadi tahu dan yang sudah tahu menjadi lebih
tahu.Keterampilan dikatakan meningkat bila terjadi
perubahan dari yang tidak mampu menjadi mampu
melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat. Sikap
dikatakan meningkat, bila terjadi perubahan dari yang tidak
mau menjadi mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan
yang diciptakan. (Ibrahim, et.al, 2003:1-2).
1
Lihat: Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,
(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama) h. 719
2
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama (Puslitbang Kehidupan Keagamaan: Jakarta, 2015) h.7
17
18
3
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agamah. 8
4
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, (Jakarta: Departemen
Agama, 1997), h. 7
19
5
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 2
6
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 2
20
7
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 20
8
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 25
9
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 30
21
10
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 2
11
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 2-3
12
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 3
22
13
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 3
14
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 4
23
16
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 5
26
17
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 6
18
Direktorat Penerangan Agama Islam Subdit Bimbingan dan
Penyuluhan Agama Islam, Penyuluh Agama Islam dari Masa ke Masa,
h. 6
27
19
Kustini, Mencari Format Ideal Pemberdayaan Penyuluh
Agama (Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI: Jakarta,
2014) h. 15
20
Kustini, Mencari Format Ideal Pemberdayaan Penyuluh
Agama h. 15
28
21
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment (Jakarta: PT Grasindo, 2009) h. 18
29
22
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 24
23
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.21
30
24
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.21-22
25
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.22
32
28
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.23
29
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.24
36
dalam :
1. Administrasi,
2. Perencanaan program,
3. Pelaksanaan program,
4. Pengajaran dan komunikasi,
5. Pemahaman perilaku manusia,
6. Memelihara profesionalisme, dan
7. Kompetensi evaluasi.30
Basit (2010) menyebutkan empat kompetensi da’i,
yang berhubungan dengan kompetensi internal dan
eksternal meliputi :
1. Kompetensi personal, da’i harus jadi figur teladan
serta memiliki kesadaran diri yang tinggi,
2. Kompetensi sosial, da’i harus aktif membina
masyarakat,
3. Kompetensi substantif, da’i harus meningkatkan
keilmuan agar sesuai dengan perkembangan zaman
dan kebutuhan umat,
4. Kompetensi metodologis, da’i harus melakukan
dakwah berbasis kebutuhan pendengarnya.31
Taufieq dan Gonibala (2006) menyebutkan
mengemukakan beberapa kriteria mubaligh, yaitu:
mendalami pengetahuan keagamaan, mampu menyatukan
pengetahuan klasik dengan pengetahuan modern, berbicara
sesuai dengan bahasa masyarakat setempat, menguasai cara
berdakwah,berakhlak mulia, berpenampilan baik,
menunjukkan keteladanan, kemampuan komunikasi,
30
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.24
31
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.25
37
34
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.8
41
35
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.10
42
36
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.10
43
37
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 11
44
43
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.13-14
47
46
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h. 15
47
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.15-16
48
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.16
49
15. Kampus
Masyarakat kampus adalah civitas akademik
pada setiap perguruan tinggi negeri atau swasta.
Sasarannya adalah para pengajar mahasiswa dan
tenaga kependidikan.Penyuluh agama bertujuan
meningkatkan pengetahuan agama, kesadaran
beragama yang mendalam serta dapat mengamalkan
dalam kehidupan sehari hari. Demikian kehadiran
penyuluh akan memberikan manfaat yang sangat
besar.49
16. Karyawan Instansi Pemerintah atau Swasta
Karyawan mempunyai peran sangat penting
dan menentukan suksesnya pembangunan nasional.
Oleh karena itu penyuluhan agama dan karyawan
perlu agar tercapai hasil guna dan daya guna yang
maksimal untuk mengabdi dan bekerja dengan baik
dalam rangka beribadah kepada Allah.
Setiap unit kerja diusahakan adanya kegiatan
penyuluhan baik secara struktural, atau oleh badan
lainnya. Oleh karena itu penyuluh agama sebaiknya
dapat bekerja sama dengan semua unit kerja
pemerintah atau swasta.50
17. Daerah pemukiman baru
Adapun yang di maksud dengan pemukiman
baru ialah pemukiman penduduk selain perumnas
instansi, kesadaran mereka di tempat baru tersebut,
baik karena dipindahkan berhubungan tempat lama
mereka dipakai untuk kepentingan lain atau karena
kemauan sendiri. Penyuluh agama bertujuan
meningkatkan pengetahuan agama dan kesadaran
beragama dalam kehidupan sehari hari. Di samping
49
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.16
50
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.17
50
54
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.19
55
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.20
56
Hilmi M, Oprasional Penyuluh Agama, h.23
52
57
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.52
54
58
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh Agama
h.49
55
59
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.50
60
Kementrian Agama RI, Naskah Akademik Bagi Penyuluh
Agama h.51
56
BAB III
REGULASI NEGARA TERHADAP
PERLINDUNGAN UMAT
1
Mashudi, “Pendidikan Keberagaman Sebagai Basis Kearifan
Lokal (Gagasan Kerukunan Umat Beragama)”, Jurnal Tarbawi Vol. 11.
No. 1. Januari-Juni 2014, h. 48
57
58
2
Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan,1955,) h.
226-227
59
3
M. Atho Mudzhar, “Instrumen Internasional dan Peraturan
Perundangan Indonesia tentang Kebebasan dan Perlindungan
Beragama,” disampaikan pada Sosialisasi SKB Ahmadiyah 21 Juli
2008.
60
4
Dokumen Ditjen Bimas Islam Tahun 2007
61
6
Dokumen Restra Ditjen Bimas Islam
7
Mashudi, “Pendidikan Keberagaman Sebagai Basis Kearifan
Lokal (Gagasan Kerukunan Umat Beragama)”, Jurnal Tarbawi Vol. 11.
No. 1. Januari-Juni 2014, h. 49
63
8
lampiran I Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 39 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Agama tahun 2015 - 2019
64
9
lampiran I Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 39 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Agama tahun 2015 - 2019
10
lampiran I Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 39 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Agama tahun 2015 - 2019
65
1. Definis Kerukunan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
kerukunan terdiri dari ke.ru.kun.an [n] yang berarti (1)
perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: hidup
beragama.11 Menurut M. Ridwan Lubis, kata “rukun”
berasal dari bahasa Arab: berarti tiang, dasar, dan sila.12
Dalam perkembangannya, kata “rukun” dalam bahasa
Indonesia digunakan sebagai kata sifat yang berarti cocok,
selaras, sehati, tidak berselisih. Sedangkan dalam bahasa
Inggris, kata “rukun” memiliki kesamaan arti dengan
harmonious atau concord. Dengan demikian, kerukunan
berarti kondisi sosial yang ditandai oleh adanya
keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmoni,
concordance).13 Kerukunan disebut tiang, karena secara
filosofis, kerukunan merupakan tiangnya masyarakat. Jika
11
http://kamusbahasaindonesia.org/kerukunan/mirip (diunduh 24
Agustus 2015)
12
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-
Indonesia, Yogyakarta:
Pondok Pesantren Al-Munawwir, l984, h. 567
13
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta, Puslitbang,
2005) h. 7-8
66
14
Alirman Hamzah, “Hubungan Antarumat Beragama:
Pengalaman Rukun dan Konflik di Indonesia” TAJDID, Vol. 17, No.2,
November 2014, h. 156
15
M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta,
Puslitbang, 2005) h. 7-8
16
Alirman Hamzah, “Hubungan Antarumat Beragama:
Pengalaman Rukun dan Konflik di Indonesia” TAJDID, Vol. 17, No.2,
November 2014, h. 157
67
17
Jurnal Harmoni Badan Litbang dan Diklat Vol. 14 No. 2 2015,
h. 5
68
18
Mashudi, “Pendidikan Keberagaman Sebagai Basis Kearifan
Lokal (Gagasan Kerukunan Umat Beragama)”, Jurnal Tarbawi Vol. 11.
No. 1. Januari-Juni 2014, h. 58
69
19
M. Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta,
Puslitbang, 2005), h. 12-13
70
2. Trilogi Kerukunan
Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa kehadiran
pemerintah dalam memberikan pelayanan agama ditujukan
agar setiap pemeluk agama dapat melaksanakan ajaran
agamanya dengan rukun, lancar, dan tertib. Karena alasan
itu pulalah arah kebijakan pembangunan nasional di bidang
agama berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan
dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta
peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama.21
Dalam perjalanannya, dalam istilah kerukunan
dikenal luas Trilogi Kerukunan. Adalah Mukti Ali, Mantan
Menteri Agama RI, melontarkan gagasan cemerlang
tentang trilogi kerukunan yang berisi tentang:
1. Kerukunan internal umat beragama
2. Kerukunan antar umat beragama
3. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
20
Said Agil Munawar, Fikih Hubungan Antar Umat Beragama
(Jakarta : Ciputat Press, 2005) hlm, 4-5.
21
Mashudi, “Pendidikan Keberagaman Sebagai Basis Kearifan
Lokal (Gagasan Kerukunan Umat Beragama)”, Jurnal Tarbawi Vol. 11.
No. 1. Januari-Juni 2014, h. 49
71
22
Mashudi, “Pendidikan Keberagaman Sebagai Basis Kearifan
Lokal (Gagasan Kerukunan Umat Beragama)”, Jurnal Tarbawi Vol. 11.
No. 1. Januari-Juni 2014, h. 59
72
23
Nasaruddin Umar, “Kerukunan Sejati: Mulai Dari Kitab Suci,“
Makalah pada saresehan Moderasi Islam, 12 Maret 2008
24
Umi Sumbulah, “Pluralisme dan Kerukunan Umat Beragama
Perspektif Elite Agama di Kota Malang”Analisa Journal of Social
Science and Religion Volume 22 No. 01 June 2015, h. 3
73
25
Atho Mudzhar, “Instrumen Internasional dan Peraturan
Perundangan Indonesiatentang Kebebasan dan Perlindungan
Beragama,” Makalah pada Sosialisasi SKB Tentang Ahmadiyah
Tanggal 28 Juni 2008
74
26
Penjelasan Atas Penetapan Presiden Republik Indonesia
Nomor 1/PNPS Tahun 1965
75
28
Ridwan Lubis, “PROLOG” dalam Pendirian Rumah Ibadat Di
Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri No. 9 dam 8 Tahun 2006), Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat Kemenag, 2011 , h. xii
77
29
Ridwan Lubis, “PROLOG” dalam Pendirian Rumah Ibadat Di
Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri No. 9 dam 8 Tahun 2006), Jakarta: Badan
Litbangd an Diklat Kemenag, 2011 , h. xii
78
30
Yusuf Asry (ed), Pendirian Rumah Ibadat Di Indonesia
(Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No. 9 dam 8 Tahun 2006), (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kemenag, 2011), h. xxi
79
31
Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat Di Indonesia
(Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006), Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kemenag, 2011, h. xxiii
84
32
Yusuf Asry, Pendirian Rumah Ibadat Di Indonesia
(Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No. 9 dam 8 Tahun 2006), Jakarta: Badan Litbangd an Diklat
Kemenag, 2011, h. xxiv
85
3434
Yusuf Asry (ed), Pendirian Rumah Ibadat Di Indonesia
(Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No. 9 dam 8 Tahun 2006), Jakarta: Badan Litbangd an Diklat
Kemenag, 2011, h. vii
88
35
Tim Penyusun, Laporan Akhir Tahun 2011, Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat Kemenag, 2012, h. 54
91
PENDIDIKAN AGAMA
Pasal 2
(1) Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu
menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter
dan antarumat beragama.
(2) Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya
kemampuan peserta didik dalam memahami,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang
menyerasikan penguasaannya dalam ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
Pasal 4
(1) Pendidikan agama pada pendidikan formal dan
program pendidikan kesetaraan sekurang-kurangnya
diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran atau
mata kuliah agama.
(2) Setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan berhak mendapat
pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan
diajar oleh pendidik yang seagama.
Pasal 5
(1) Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk
taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan
sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan
etika dan moral dalam kehidupan pribadi,
97
PENDIDIKAN KEAGAMAAN
Pasal 9
(1) Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan
keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha,
dan Khonghucu.
(2) Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(3) Pengelolaan pendidikan keagamaan dilakukan oleh
Menteri Agama.
Pasal 10
(1) Pendidikan keagamaan menyelenggarakan
pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran
agama.
(2) Penyelenggaraan pendidikan ilmu yang bersumber
dari ajaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang memadukan ilmu agama dan ilmu
umum/keterampilan terutama bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik pindah pada jenjang
yang sama atau melanjutkan ke pendidikan umum
atau yang lainnya pada jenjang berikutnya.
98
Pasal 12
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi
bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan
keagamaan.
(2) Pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan
pendidikan keagamaan selama tidak bertentangan
dengan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 13
(1) Pendidikan keagamaan dapat berbentuk satuan atau
program pendidikan.
(2) Pendidikan keagamaan dapat didirikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
(3) Pendirian satuan pendidikan keagamaan wajib
memperoleh izin dari Menteri Agama atau pejabat
yang ditunjuk.
101
102
2
Tidak pernah diperoleh angka pasti berapa pengikut Jai di Desa
Tenjowaringin. Selain tidak tersedianya kartu anggota JAI yang merata,
kondisi masyarakat di kedua desa tersebut sangat cair dan membaur,
mengingat baik anggota JAI maupun non JAI memiliki ikatan
persaudaraan, seperti anak-ayah, kakak-adik dan sejenisnya. Dilihat
dari aktifitasnya, di Tenjowartingin-lah terdapat banyak anggota JAI,
sementara di Kutawaringin hanya berkisar di angka 30-an. Wawancara
dengan Kasi Bimas Kemenag Kab. Tasikmalaya, 25 Juni 2013.
103
3
Front Pembela Islam (FPI) Kabupaten Tasikmalaya menjadi
motor penolakan eksistensi JAI di Tasikmalaya. Pada
perkembangannya, pada tahun 2011 FPI mendirikan Ikatan Masyarakat
Korban Aliran Sesat Ahmadiyah (IMKASA), dimana anggotanya
adalah mantan pengikut JAI. http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-
barat/2011/06/20/149235/ratusan-mantan-jamaah-ahmadiyah-
deklarasikan-imkasa.
4
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/410530-ahmadiyah-
tasikmalaya-diserang--garut-tingkatkan-
keamanan?fb_comment_id=328735603921317_1567573#f20d93a7ac
104
7
Keduanya merupakan kakak beradik, anak pasangan Kyai
Mamun bin KH Achmad Nawawi dengan Ummah. Tajul Muluk
merupakan tokoh sentral dalam penyebaran ajaran Syiah. Keluarga
Kyai Mamun merupakan tokoh terpandang di wilayah Karang
Gayam.Tajul Muluk merupakan anak kedua dari delapan bersaudara.
Saudara tertuanya bernama Iklil al-Milal, yang rumahnya turut dibakar
masa anti syiah pada insiden kerusuhan tersebut. Sedangkan, adik Tajul
secara berurutan yakni Rois al-Hukama, Fatimah az-zahra, Ummu
Hani, Budur Makzuzah, ummu Kultsum, Ahmad Miftahul Huda.
8
Perempuan paruh baya yang kini juga ikut mengungsi bersama
warga Syiah di GOR Sampang, Madura.
http://news.okezone.com/read/2012/08/30/337/682477/asal-mula-
konflik-sampang-versi-ibunda-tajul-muluk-rois
107
9
Dokumen Ditjen Bimas Islam tentang Penanganan Konflik
Syiah-Sunni.
10
Istilah Penyuluh Agama mulai disosialisasikan sejak tahun
1985 yaitu dengan adanya Keputusan Menteri Agama nomor 791 Tahun
1985 tentang honorarium bagi Penyuluh Agama. Istilah Penyuluh
Agama dipergunakan untuk mengganti istilah Guru Agama Honorer
(GAH) yang dipakai sebelumnya di lingkungan kedinasan Departemen
Agama.
108
11
Dalam rangka memantau pelaksanaan 12 butir Penjelasan PB
JAI di lapangan, Menteri Agama telah membentuk Tim Pemantau dan
Evaluasi yang beranggotakan unsur-unsur dari Departemen Agama,
Kejaksaan Agung, Departemen Dalam Negeri, dan POLRI. Pemantauan
dan evaluasi di lapangan dilakukan selama 3 bulan di 55 titik komunitas
JAI, yang terdapat di 33 kabupaten/kota. Di samping itu Departemen
Agama telah melakukan kajian terhadap 21 buah buku yang diterbitkan
atau digunakan di kalangan JAI, dan sebuah buku berjudul Al-Qur’an
dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat yang diterbitkan oleh JAI.
109
12
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor : 12 Tahun 2011
110
13
http://www.pikiran-rakyat.com/serial-konten/terkait-pergub-
pelarangan-ahmadiyah
113
14
http://www.jpnn.com/read/2011/03/04/85753/Jabar-Resmi-
Larang-Aktivitas-Ahmadiyah-
114
15
Jaja Zarkasyi, “Radikalisme dan Upaya Pencegahannya
Berbasis Partisipatoris,” dalam Jurnal Bimas Islam Vol. 7. No. 3 Tahun
2014, h. 581
16
Dhyah Madya Ruth S.N., S.H., M.Kn. (editor), Memutus Mata
Rantai Radikalisme Dan Terorisme, Jakarta: Lazuardi Birru, 2010, h.
13
115
17
Jaja Zarkasyi, “Radikalisme dan Upaya Pencegahannya
Berbasis Partisipatoris,” dalam Jurnal Bimas Islam Vol. 7. No. 3 Tahun
2014, h. 588
18
Wawancara dengan Danial Abdul Kholik, Juni 2013
116
19
Hasilnya memang belumlah fantastis, tapi kita bisa melihat
semangat dan kerjasama antar masyarakat mulai nyata dan kini
silaturahim begitu erat. Kami yakin dan mendorong tokoh-tokoh lokal
menjadi penggerak bagi penguatan kerukunan, kami yang di luar
memberi support, karena tokoh-tokoh lokal ini lebih paham dan
mengerti suasana dan kondisi. (Mundiroh Lailatul Munawaroh,
Penyelesaian Konflik Sunni-Syiah Di Sampang Madura, tesis UIN
Sunan Kalijaga 2014, h. 127)
20
Berbagai petisi mencantumkan isi yang beragam, baik yang menolak
eksistensi Syiah dengan meminta pemerintah mengusir, ataupun
mendukung HAM pengikt Syiah dan meminta pemerintah menjaga
hak-haknya. Sejak 2012, petisi tersebut mencapai ratusan.
118
21
Mundiroh Lailatul Munawaroh, Penyelesaian Konflik
Sunni-Syiah Di Sampang Madura, tesis UIN Sunan Kalijaga 2014, h.
129
22
Mundiroh Lailatul Munawaroh, Penyelesaian Konflik Sunni-
Syiah Di Sampang Madura, tesis UIN Sunan Kalijaga 2014, h. 129
119
23
Masyarakat menyadari bahwa kegiatan keagamaan (seperti
pengajian/majelis taklim dan lain-lain) merupakan pendidikan yang
berlangsung seumur hidup (life Long Education) dan manusia
diperintahkan untuk menuntut ilmu mulai dari buaian hingga ke liang
lahat.
126
24
Bahkan, hampir semua masyarakat Sampang menjadikan
pendidikan agama sebagai pendidikan paling pokok dan paling utama
dalam menjalankan kehidupannya. Hal ini terlihat, hampir semua warga
Madura pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren.Pondok
pesantren di Kabupaten Sampang berkembang dengan cukup pesat, hal
ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah pondok pesantren yang
ada di Kabupaten Sampang. Pada tahun 2008 pondok pesantren yang
ada di Kabupaten Sampang adalah sebanyak 294 unit, meningkat
sampai dengan tahun 2012 menjadi 395 unit atau telah terjadi
peningkatan sebesar 61,56 %. Fauzan, S.Sos.I, dkk,Laporan Kegiatan
Dai Rahmatan Lil’alamin, (Jakarta: Direktorat Penerangan Agama
Islam 2012), h. 9
127
25
Ditjen Bimas Islam memberikan prioroitas penanganan kasus-
kasu keagamaan berdasarkan besar dampak yang ditimbulkannya.
Penanganan kasu-kasus tersebut juga disesuaikan dengan tingkat
masalah yang ditimbulkan. Karena itulah, penanganan dapat berupa
penyuluhan internal, penerjunan tim khusus hingga pembentukan satgas
berkoordinasi dengan instansi terkait.
128
26
Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia 2011,
h. 8
27
Pikiran Rakyat, 7-2-2011 dengan judul “Penyerangan
Ahmadiah Tasikmalaya”
129
28
3Republika, 8 Juli 2011 dengan judul “Sy’ah Sampang”
130
29
Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia 2011,
h. 10
30
Adapun bunyi isi pasal tersebut adalah: “Setiap orang yang
dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauannya
sendiri, pada hal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut belum
berakal dan belum bertanggung jawab sesuai dengan agama yang
dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
31
Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia 2011,
h. 11
131
32
Rencana Strategis Kementerian Agama 2010-2014
132
33
Renstra Bimas Islam 2010-2014
133
34
lampiran I Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 39 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Agama tahun 2015 - 2019
134
35
Dokumen Ditjen Bimas Islam Tahun 2008
36
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment (Jakarta: PT Grasindo, 2009) h. 19
37
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 20
38
Standar kompetensi adalah rumusan tentang kemampuan dan
kinerja minimal yang harus dicapai pada satu kompetensi tertentu. Lihat
136
40
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 3
41
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 4
138
bahan lainnya
di Penyuluh
Agamag
penyuluhan
agama
c. Membimbing
Penyuluh
Agama yang
berada di
bawah jenjang
jabatannya
Penunjang a. Mengajar atau
tugas Penyuluh melatih
Agama b. Mengikuti
seminar atau
lokakarya
c. Menjadi
pengurus
organisasi
profesi
d. Menjadi
anggota Tim
Penilai Jabatan
Fungsional
Penyuluh
Agama
e. Melakukan
kegiatan
pengabdian
masyarakat
f. Menciptakan
karya seni
kaligrafi,
141
g)menjadi
anggota
delegasi misi
keagamaan
g. Memperoleh
penghargaan/
tanda
jasa/gelar
kesarjanaan
lainnya
Keterampilan Keahlian
Pelaksana
Pelaksana
Lanjutan
Penyelia
No Kompetensi
Pertama
Madya
Muda
Integritas
1 1 1 1 2 2 3
(Integrity)
Kepemimpinan
2 1 1 1 2 2 3
(Leadership)
Harmonisasi
3 2 2 2 2 2 3
Keberagaman
42
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 5
142
Memprakarsai
4 1 1 1 2 2 3
Perubahan
Menjaga Citra
5 Kementerian 1 1 2 2 2 3
Agama
Keterampilan Keahlian
Pelaksana
Pelaksana
Lanjutan
Penyelia
No Kompetensi
Pertama
Madya
Muda
1 Inovasi 1 2 2 2 2 3
2 Berpikir Analisis 2 2 2 2 2 2
Berpikir
3 2 2 2 2 2 3
konseptual
4 Pengendalian Diri 2 2 2 3 3 3
5 Komitmen
terhadap 2 2 2 2 3 3
Organisasi
6 Kerjasama 2 2 2 3 3 3
7 Mengembangkan
2 2 2 2 3 3
Orang Lain
8 Berorientasi pada 2 2 2 2 2 3
143
Pelayanan
9 Membangun
Hubungan 1 1 1 2 2 3
Kemitraan
10 Pencarian
2 2 2 3 3 3
Informasi
11 Pengambilan
Keputusan dan
1 1 2 2 2 3
Penyelesaian
Masalah
12 Berorientasi pada
2 2 2 2 2 3
Kualitas
Keterampilan Keahlian
Pelaksana
Pelaksana
Lanjutan
Penyelia
No Kompetensi
Pertama
Madya
Muda
1 Komunikasi 2 2 2 3 3 3
Aplikasi
2 1 1 1 2 2 2
Komputer
3 Presentasi 2 2 2 3 3 3
43
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 6
144
Pelaksana
Pelaksana
Lanjutan
Penyelia
Pertama
Madya
Kompetensi
Muda
No
teknis Hukum
Produk hukum
dan Peraturan
1 1 1 2 2 2 3
Perundang-
Undangan
44
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 29
45
Indikator level kompetensi ini merujuk kepada : Standar
Kompetensi Jabatan Penyuluh Agama (4 Januari 2016) h. 7-20
145
Level Kompetensi ( 2 )
Mengajak orang lain untuk bekerja sesuai
dengan etika organisasi yang berlaku dan dapat
dipercaya.
Indikator Prilaku :
Mengikuti peraturan dan tata tertib organisasi;
Berperilaku etis dan sesuai antara perkataan dan
perilaku;
Memberikan pelayanan secara baik sesuai
standar pelayanan yang disepakati.
Level Kompetensi ( 3 )
Membangun kepercayaan
Indikator Prilaku :
Dapat menjadi contoh dan mampu membangun
kepercayaan orang lain terhadap dirinya;
Mengutamakan kepentingan organisasi daripada
kepentingan pribadi atau timnya pada saat terjadi
benturan kepentingan;
46
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 7
146
2. Kepemimpinan (Leadership)47
Tindakan meyakinkan, mempengaruhi dan
mendorong agar mereka berkinerja tinggi.
Level Kompetensi (1)
Meyakinkan orang lain akan program
kegiatan yang sudah ada berjalan efektif
Indikator Prilaku :
Lebih banyak menjadi pendengar saat berdiskusi;
Sudah memiliki kemampuan untuk melakukan
koordinasi dengan teman sekerja;
Sudah manpu mengarahkan antar teman sekerja
47
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 8
147
3. Harmonisasi Keberagaman48
Memahami, menerima, dan peka terhadap
perbedaan individu. Memperlakukan semua orang
secara adil dengan penuh sikap hormat, tanpa
memandang jenis kelamin, suku bangsa, agama, asal
kelahiran, status, atau posisi.
48
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 9
148
4. Memprakarsai Perubahan49
Bertindak menyesuaikan diri terhadap
perubahan situasi, informasi, tugas, prosedur,
tanggung jawab, teknologi, dan lingkungan
eksternal; serta mampu mempertahankan efektivitas
kerja. Orang-orang yang menunjukkan kompetensi
ini secara aktif memimpin usaha perubahan lewat
kata-kata dan tindakan mereka. Mereka
mengembangkan dukungan dari orang-orang yang
dipengaruhi oleh inisiatif perubahan itu dan
mengambil tanggung jawab pribadi untuk
memastikan bahwa perubahan tersebut berhasil
diimplementasikan.
49
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 9
149
50
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 11
151
51
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 13
152
53
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 17-18
155
54
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 20
156
55
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 46
157
56
Gagasan kompetensi penyuluh kerukunan ini meniru format
Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh Agama tahun 2016.
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh Agama (4
Januari 2016) h. 3-20
57
Kompetensi teknis merupakan kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan spesifik, teknik-teknik dan sumberdaya
dalam melaksanakan suatu pekerjaan, lihat : Noor Fuad & Gofur
Ahmad, Intergrated HRD: Human Resources Develoupment h. 22
159
58
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 3-20
160
59
Kompetensi inti adalah sekumpulan keahlian dan teknologi
yang memungkinkan sebuah organisasi untuk menghasilkan nilai yang
jauh lebih tinggi, lihat: Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD:
Human Resources Develoupment h. 35
161
60
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 30
61
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 30
162
62
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 11
163
63
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 16
64
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 32
65
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 32
164
67
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 18
166
1) Komunikasi
Mampu menerima dan menyampaikan informasi
secara jelas, baik secara lisan maupun tulisan dengan
menggunakan tata bahasa yang baik dan benaruntuk
menerangkan sesuatu, mempersuasi dan meyakinkan
serta membujuk orang lain dalam rangka mencapai
suatu tujuan tertentu.68
2) Aplikasi Komputer
Penggunaan aplikasi perkntran, penggunaan
aplikasi internet dan penggunaan fitur-fitur khusus
dalam aplikasi tersebut.
3) Bahasa Inggris
Pengetahuan dan kemampuan mendengarkan
percakapan bahasa, membaca buku-buku bahasa
Inggris.
4) Bahasa Arab
Pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
Bahasa Arab serta berkomunikasi dengan
menggunakan Bahasa Arab.
5) Teknik Presentasi
Pemahaman cara dan ketrampilan teknik
presentasi, melakukan presentasi dengan alat bantu,
melakukan presentasi dengan baik dan terarah.
6) Produk Hukum dan Peraturan Perundangan-
Undangan
Pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
hukum, perundang-undangan dan peraturan
pemerintah, dan mengelompokkan masalah/kasus
serta proses penyelesaiannya.
68
Noor Fuad & Gofur Ahmad, Intergrated HRD: Human
Resources Develoupment h. 36
167
7) Membaca Al-Qur’an
Kemampuan dan pengetahuan dalam membaca,
menghafal, dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
8) Memahami Kemajemukan
Menyadari sepenuhnya keberagaman agama,
suku dan budaya yang ada dalam masyarakat.
9) Memahami Manajemen Konflik
Memahami strategi-strategi penanganan konflik
yang meliputi pra konflik, sedang konflik dan pasca
konflik.
69
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 27
70
Kementrian Agama, Standar Kompetensi Jabatan Penyuluh
Agama (4 Januari 2016) h. 2
169
A. Kesimpulan
Penyuluh agama merupakan salah satu unsur
penting dalam upaya peningkatan pemahaman dan
pengamalan ajaran agama kepada masyarakat dalam masa
pembangunan dewasa ini, dituntut agar mampu
menyebarkan segala aspek pembangunan melalui pintu
agama agar penyuluhan dapat berhasil, maka seorang
penyuluh agama harus dapat memahami materi dakwah,
menguasai betul metode dakwah dan teknik penyuluhan,
sehingga diharapkan seorang penyuluh agama dapat
mencapai tujuan da’wah yaitu dapat mengubah masyarakat
sasaran kearah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera
lahir maupun batin. Wajar kiranya penyuluh agama
diharapkan dapat berperan pula sebagai motivator
pembangunan.
Tugas penyuluh agama sangat penting karena
pembangunan tidak semata-mata membangun manusia dari
aspek lahiriah dan jasmani saja, melainkan juga
membimbing dan membangun aspek rohaniah, mental
spiritualnya yang dilaksanakan secara simultan. Termasuk
dalam penanganan konflik-konflik bernuansa keagamaan,
peran PAI begitu jelas dan strategis. Nilai strategis ini
terletak pada relasinya dengan masyarakat, sebagai
subsistem sosial kemasyarakatan. PAI adalah bagian dari
masyarakat, menyatu dan tak terpisahkan.
Berdasarkan evaluasi kinerja PAI,banyak penyuluh
yang belum memenuhi kompetensi PAI yang telah
ditetapkan oleh Bimas Islam, hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya SDM PAI itu sendiri dan honor
171
172
175
176