Anda di halaman 1dari 16

BAB.

IV

ANALISIS PENDAPAT DAWAM RAHARDJO TENTANG ETIKA


EKONOMI ISLAM

A. Analisis Terhadap Metode Dan Corak Pemikiran Dawam Rahardjo.

Sebagai insan akademika, Dawam Rahardjo telah menorehkan karya

yang sangat banyak khususnya yang berhubungan dengan ekonomi.

Disamping sebagai penulis yang sangat produktif, beliau juga sering diminta

memberi kata pengantar buku karya penulis-penulis lain. Dan sudah banyak

ide tulisannya dimuat di surat kabar. Hal ini menandakan bahwa Dawam

termasuk diantara para pemikir yang mempunyai pengaruh di kalangan

intelektualis.

Meskipun karya-karyanya yang terbanyak mengenai ekonomi dan

sosial, namun beliau juga menulis karya-karya tentang keagamaan. Berangkat

dari karya di bidang tafsir al-Qur'an (ensiklopedi al-Qur'an) mengantarkan dia

lebih dikenal sebagai ensiklopedis. Karyanya di bidang tafsir tersebut

merupakan karya monumentalnya.

Untuk memposisikan pemikiran-pemikiran Dawam Rahardjo, terlebih

dahulu perlu dicermati beberapa hal. Pertama, kontinuitas pemikiran Dawam

Rahardjo terhadap perkembangan pemikiran ekonomi Islam yang

dikembangkan oleh para ulama’ atau kaum cendekiawan. Sebab tidak dapat

dipungkiri bahwa pemikiran seseorang pada suatu masa sedikit banyak juga

dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran para tokoh sebelumnya.

56
57

Kedua, kita juga perlu mencermati latar belakang kehidupan dan

pemikirannya. Bagaimanapun latar belakang kehidupan seseorang sangat

mempengaruhi pola pikirnya. Manusia adalah produk kehidupan sosialnya

bukan produk nenek moyangnya. Sedangkan latar belakang pemikiran

memberikan pengaruh pada seseorang untuk mencurahkan ide pokok

pemikirannya pada suatu bidang pemikiran tertentu yang dominan.

Sebagaimana disebutkan bahwa Dawam Rahardjo sebagai seorang akademisi

yang berangkat dari latar belakang agamis dan pernah mengenyam pendidikan

“sekuler” di Amerika Serikat mendorong dia dalam memahami setiap problem

atau permasalahan, tidak hanya dari satu sisi dan meniadakan sisi lainnya.

Artinya disamping dia menggunakan pendekatan atau dasar-dasar dari al-

Qur'an dan hadist yang dipelajari dan diyakininya, juga melihat kenyataan

empiris yang terjadi di masyarakat karena dia pernah berkecimpung dalam

LSM dan tercatat aktif dalam kelompok diskusi yang dipimpin oleh Ali Yafie.

Dan kelompok diskusi ini tidak takut di klaim sebagai kelompok yang telah

keluar dari jalur teks-teks keagamaan. Karena menurut sebagian orang

kelompok ini terlalu berani dalam memahami agama sampai pada tingkat

paling fundamental.

Terkait dengan hal ini, Dawam Rahardjo dalam memahami al-Qur'an

adalah secara kontekstual.1 Kontekstualitas suatu teks lebih dilihat sebagai

1
Ahsin muhammad misalnya, menegaskan bahwa kontekstualitas pemahaman al-
Qur'an merupakan upaya penafsir dalam memahami ayat al-Qur'an bukan melalui harfiah
teks, tetapi dari konteks (siyaq) dengan melihat faktor-faktor lain, seperti situasi dan kondisi
dimana ayat al-Qur'an itu turun. Dengan demikian penafsir harus mempunyai cakrawala
pemikiran yang luas seperti mengetahui sejarah hukum islam yang detail, mengetahui situasi
dan kondisi dimana hukum itu pada waktu hukum itu ditetapkan dan mengetahui 'llah dari
58

posisi suatu wacana dalam konteks internalnya atau intra-teks. Pandangan

yang lebih maju dalam konteks ini, adalah bahwa dalam memahami suatu

wacana / teks, seseorang harus melacak konteks penggunaannya pada masa

dimana teks itu muncul. Adapun pendekatan yang dilakukan beliau dalam

menafsiri suatu nash menggunakan pendekatan kontekstual.

Bahkan tidak jarang, seakan-akan pemahaman atau penafsiran Dawam

terhadap kitabullah dinilai sudah sangat berani, bahkan melewati batas-batas

yang menurut sebagian ulama’ bukan sebagai objek ijtihad. Dalam hal ini,

misalnya ayat riba dalam al-Qur'an sudah jelas dan gamblang dalam al-Qur'an

sudah jelas dan ayat tersebut adalah qoth’I dilalahnya, sehingga tidak boleh

diijtihadti lagi. Akan tetapi ayat tersebut oleh Dawam masih bisa

menimbulkan penafsiran baru.

Dalam memahami persoalan riba, beliau membedakan dengan dua

kategori, yaitu riba yang dilarang dan riba yang diperbolehkan. Riba yang

dilarang riba yang berkonotasi dengan usury (bahasa Inggris), woeker (bahasa

Belanda), mindering (istilah kredit Cina), dan ijon. Disamping istilah-istilah

ini sudah berkonotasi negative dan pejorative juga prosentase bunganya

terlalu tinggi. Sedangkan riba yang diperbolehkan adalah riba yang

berkonotasi dengan interes (bahasa Inggris), rente (bahasa Belanda), dan

bunga (istilah perbankan Indonesia).2

suatu hukum. Lihat Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari hermeneutika hingga
Idiologi, Bandung: Teraju, Cet. ke-1, 2003, hlm. 248-253, bandingkan dengan konsep Double
Movement-nya Fazlur Rahman yang dapat diamati dari bukunya, Islam, Terj. Ahsin
Mohammad, “Islam”, Bandung: Pustaka, Cet. ke-3, 1997.
2
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur'an Tafsir Berdasarkan Konsep-Konsep
Kunci, Jakarta: Paramadina, 1996, hlm.594-617.
59

Bagi Dawam Rahardjo sendiri, penafsiran atas al-Qur'an ini bukan

hanya dimonopoli oleh mufasirun yang telah memenuhi kriteria atau syarat –

syarat yang telah ditetapkan untuk boleh menafsirkan kitabullah ini. Tetapi,

setiap pribadi berhak untuk bisa masuk dan mempunyai akses langsung

dengan al-Qur'an.3

Sebagai seorang muslim Dawam Rahardjo dalam memahami

permasalahan ekonomi pada dasarnya berlandaskan pada atau berangkat dari

nash-nash keagamaan yakni al-Qur'an dan hadist. Disamping itu, kenyataan

empiris yang ada dalam masyarakat pun tidak diabaikan begitu saja.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemikiran dari Dawam

Rahardjo adalah Pragmatis4, beliau dalam memahami suatu kebenaran atau

nilai suatu ajaran (paham, doktrin, gagasan, pernyataan, ucapan) bergantung

pada penerapannya bagi kepentingan manusia; dalam hal ini masalah etika

ekonomi Islam misalnya, etika ini akan terimplementasikan dengan baik jika

manusia sebagai obyek pelaku ekonomi sadar dengan betul-betul akan arti

pentingnya etika tadi. Jadi manusia sebagai obyek pelaku dalam sistem

ekonomi Islam merupakan syarat utama terhadap realisasi sistem ekonomi

yang beretika Islam.

3
Ibid., hlm.14-19.
4
Pragmatis ini bisa diartikan bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat
mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan); mengenai atau bersangkutan
dengan nilai-nilai praktis; Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus besar bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Dan Kebudayan, Jakarta:
Balai Pustaka, 1994. hlm. 785.
60

Adapun pendekatan yang digunakan beliau adalah rasional sosial5-

ekonomi religius6, dalam menganalisa fenomena ekonomi dan sosial beliau

selalu mengedepankan rasio, tidak semata-mata melihat nash; misal dalam

menyikapi masalah bunga bank yang selama ini masih dipertentangkan

apakah termasuk riba atau bukan, beliau berpendapat bahwa bunga bank tidak

termasuk riba karena lembaga ini modusnya adalah untuk melaksanakan

lembaga bay', tijaroh secara suka rela, dan pencegahan sifat riba yang adl'af-

an mudla'afat-an baik dalam pengertian bunga berganda yang tidak ada

batasnya. Unsur kesukarelaan inilah yang bisa menghapus unsur riba yang ada

pada bank. Sehingga transaksi keuangan yang terjadi antara nasabah dan

pihak bank bukan transaksi riba, jadi keuntungan dari transaksi tersebut halal.

Disamping itu yang dijadikan dasar oleh Dawam untuk membolehkan bunga

bank, bahwa uang dimasa mendatang nilainya cenderung menurun dan dengan

modal (uang) itu seseorang mempunyai kesempatan untuk mendapatkan

keuntungan. Namun Dawam Rahardjo lebih menekankan ad'afan muda'afan

(Q.S. 3: 130) dalam memahami masalah riba. Bunga bank tidak termasuk

tambahan yang berlipat ganda sehingga menurut beliau halal. Penghalalan

beliau ini tentunya didasari argumentasi ilmiah dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. 7

5
Rasional dapat diartikan menurut pikiran dan timbangan yang logis, sosial adalah
yang berkenaan dengan masyarakat, Ibid., hlm. 820 dan 958.
6
Ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian
barang-barang serta kekayaan. Adapun religius adalah bersifat religi / keagamaan, Ibid., hlm.
251 dan 830.
7
Dawam Rahardjo, op. cit., hlm. 611-615.
61

B. Analisis Pendapat Dawam Rahardjo Tentang Etika Ekonomi Islam.

Kegiatan ekonomi, menurut Islam, tidak bisa diatur hanya dengan

berdasarkan keinginan dan pengalaman manusia saja. Tuhan melalui wahyu-

NYA, telah memberikan pedoman yang kemudian dirumuskan oleh para

ulama' menjadi syari'ah. Kegiatan ekonomi perlu diatur berdasar wahyu yang

tercantum dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasul.

Dalam memaknai ekonomi Islam, Dawam Rahardjo mengacu pada

Sjafrudin Prawiranegara "ilmu ekonomi itu sama yang membedakan adalah

moral ekonominya". Bertolak dari pandangan itu maka ilmu ekonomi Islam

pada dasarnya adalah Islamisasi ilmu ekonomi yang telah diterima

pengertiannya sebagai universal itu.8

Beliau memisahkan antara ilmu ekonomi dengan usaha ekonomi.

Dalam ilmu ekonomi tidak ada perbedaan antara ekonomi Islam dengan

ekonomi bukan Islam, dimana saja, kapan saja, dan pada siapa saja tujuan atau

motif nya adalah: mencari hasil yang sebesar besarnya dengan tenaga atau

biaya yang sekecil-kecilnya. Itulah sebabnya, dalam usaha ekonomi, manusia

tidak hanya mengikuti akalnya yang cenderung mengikuti motif ekonomi

yang hanya dibatasi gerakannya oleh halangan-halangan fisik, tetapi tiap-tiap

manusia dalam usaha ekonominya membatasi diri pada hal-hal yang tidak

dilarang oleh agama atau idiologi nya.

Demikianlah kaum muslimin tidak bisa mengusahakan apa saja yang

dapat memenuhi keperluan jasmani dan rohaninya, tetapi dibatasi oleh

8
M. Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, Yogyakarta, Tiara Wacana,
1990, hlm. 1.
62

berbagai larangan Allah (hududulloh) seperti larangan memakan daging babi,

minum minuman keras, berjudi, berzina, untuk menyebut beberapa larangan

yang paling penting. Sedang agama atau idiologi lain mungkin tidak mengenal

larangan-larangan demikian, tetapi mengenal larangan –larangan lain.9

Batas-batas yang ditetapkan Allah dalam mengusahakan dan

menikmati barang-barang keperluan jasmani dan rohani dari alam sekali-kali

tidak boleh dilanggar kaum muslimin, sebab:

‫ﻮ ﹶﻥ‬‫ﻢ ﺍﻟﻈﱠﺎِﻟﻤ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻚ‬


 ‫ﺩ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ ﹶﻓﺄﹸﻭﹶﻟِﺌ‬ ‫ﻭ‬‫ﺣﺪ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﺘ‬‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻭ‬
Artinya: barang siapa yang melanggar batas-batas yang ditetapkan Allah,
mereka itu orang yang zalim. (Q.S. al- Baqoroh: 229).10

Dawam memahami ilmu ekonomi suatu ilmu yang mempelajari

perilaku manusia sebagai hubungan antara berbagai tujuan dan alat-alat (untuk

mencapai tujuan) yang langka adanya dan karena itu mengandung alternatif

dalam penggunaannya. "maka tujuan maupun cara-cara penggunaan alat

untuk mencapainya itu perlu disesuaikan dengan ciri-ciri Islam sebagai suatu

cara dan pandangan hidup.11

Pandangan bahwa ilmu ekonomi pada hakekatnya adalah ilmu yang

mempelajari perilaku manusia berarti perilaku manusia disuatu daerah akan

berbeda dengan daerah lain dan perilaku orang Islam tentunya akan beda

dengan non Islam. Dari asumsi ini maka dapat ditarik suatu pemahaman

9
Sjafrudin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: makna ekonomi Islam,
kumpulan karangan terpilih, Jakarta: Haji Masagung, 1998, hlm. 363.
10
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta: PT
Bumi Restu, 1978, hlm. 55.
11
M. Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, op. cit., hlm. 2.
63

bahwa perilaku muslim dalam menjalankan usaha ekonominya apabila

berdasarkan nilai-nilai Islam yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya,

itulah yang disebut etika ekonomi Islam. Etika yang dimaksudkan disini

menjurus kepada pelaku ekonomi itu sendiri, yang dalam ilmu ekonomi

termasuk salah satu dari Unsur Ekonomi yaitu Sumber Daya Manusia.

Dawam Rahardjo menggambarkan hal ini dengan contoh apakah teori

yang lahir di Eropa barat pada abad 18 dan 19 tidak mendasarkan diri pada

asumsi-asumsi tertentu yang belum tentu berlaku ditempat dan waktu yang

lain.? Jadi dasar etika yang dianggap ilmu ekonomi itu adalah utilitirianisme,

khususnya ajaran Jeremy Bentham.

Tentang persoalan ini Dawam mencuplik pendapat Max Weber"

bahwa etik Protestanisme yang berkembang pada abad 18 di Eropa barat,

adalah filsafat yang memberi dasar kultural bagi perkembangan kapitalisme

dan revolusi industri. Etik kristen pembaharuan itulah yang menghasilkan

perilaku yang dibutuhkan bagi perkembangan kapitalisme. Agama lain

mungkin tidak mengajarkan nilai-nilai yang sama. Karena itu, ajaran moral

yang lain akan menghasilkan pola perkembangan ekonomi yang berbeda.

Dawam juga mengamini pendapat ekonom Belanda Boeke bahwa

nilai-nilai yang dianut "orang timur" seperti Indonesia tidak cocok bagi dan

mendukung perkembangan ekonomi pola Barat yang capitalist. Dengan kata

lain perilaku ekonomi itu tidak universal melainkan sangat historis.12

12
Ibid., hlm. 1-57.
64

Berdasar gagasan Dawam tersebut, maka mempelajari etika ekonomi

menurut al-Qur'an, adalah bagian normatif dari ilmu ekonomi. Bagian ilmu

positifnya akan lahir apabila telah dilakukan penyelidikan-penyelidikan

empiris mengenai yang sesungguhnya terjadi, sesuai atau tidak sesuai dengan

ajaran Islam. Tetapi pengembangan ilmu positif tidak mungkin tanpa

mempelajari ilmu normatif yang membentuk perilaku manusia tersebut.

Adapun gagasan Dawam tentang etika ekonomi Islam merupakan

mata rantai pengkajian ilmu ekonomi, gagasan ini merupakan jawaban dari

adanya wacana sistem ekonomi Islam yang akhir-akhir ini sedang

mengemuka. Sistem ekonomi Islam adalah sebuah keniscayaan, yaitu

menggabungkan antara ilmu ekonomi yang pengertiannya sudah diterima

secara universal itu digabungkan dengan filsafat etika.

Dalam konteks sosial ekonomi, ajaran Islam bersifat dinamis serta

keberpihkannya pada keadilan sosial bersifat mutlak. Hal ini karena

ketidakadilan bisa merusak tatanan sosial serta bertentangan dengan moralitas.

Dalam perspektif Islam untuk mewujudkan struktur sosial motivasinya harus

didasarkan pada filsafat moral yang benar.

Ajaran Islam tentang ekonomi merupakan bagian dari visi besarnya

tentang etika universal. Ini berarti bahwa rumusan pernyataan yang valid

tentang dasar, proses dan motivasi ekonomi dalam masyarakat Islami yang

mencerminkan masyarakat yang ideal harus didasarkan pada proposisi etik.

Pernyataan ini mencerminkan keberpihakan pada nilai yang mengandung


65

validitas obyektif serta merupakan bagian dari ekonomi Islam yang berusaha

menjelaskan perilaku representatif ekonomi muslim dalam masyarakat.

Aspek terbaru ekonomi Islam yang berbeda dengan lainnya, baik

ekonomi neoklasik, marxis dan lain-lain adalah keberpihakannya pada nilai

etik religius. Islam menegaskan pentingnya refleksi etika pada motivasi

ekonomi manusia, hal ini membutuhkan kerja intelektual yang tidak mudah.

Menurut Syed Nawab Haider Naqvi nilai etik Islam harus bisa

ditransformasikan dalam seperangkat aksioma yang bersifat non-trivial.

Seperangkat ini seperangkat aksioma ini kemudian dijadikan acuan dalam

merumuskan perilaku ekonomi yang konsisten. Pandangan tersebut terangkum

dalam empat aksioma yaitu kesatuan (Unity), keseimbangan (equilibrium),

kehendak bebas (free well), dan tanggung jawab (responsibility).13

Sehingga empat aksioma tersebut merupakan dasar untuk merumuskan

pernyataan logis tentang etika ekonomi Islam sebagaimana yang dikemukakan

Dawam rahardjo bahwa substansi etik ini mengarah pada manusia sebagai

pelaku yang dikategorikan sebagai salah satu unsur ekonomi yaitu Sumber

Daya Manusia.

Islam sebagai suatu agama tentunya mempunyai nilai-nilai etika

dengan ciri kekhususannya yang dapat memberi identitas tersendiri terhadap

sistem ekonominya. Nilai-nilai ini digali dari filsafat ekonomi Islam,

sedangkan filsafat ekonomi Islam ini sebenarnya berpangkal pada syariat dan

13
Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics, And Society ,terj. M. Syaiful Anam,
M. Ufuqul Mubin,. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1,
2003. hlm.xiii.
66

ahklak yang jauh berbeda dari dengan asas filsafat ekonomi kapitalis atau

Marxist.14

Menurut Yusuf Qardhawi yang membedakan Islam dengan

materialisme ialah bahwa Islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan

etika, sebagaimana tidak pernah memisahkan ilmu dengan akhlaq, politik

dengan etika ataupun perang dengan etika. Islam adalah risalah yang

diturunkan Allah melalui rasul untuk membenahi akhlaq manusia. Islam juga

tidak memisahkan agama dengan negara dan materi dengan spiritual

sebagaimana yang dilakukan Eropa dengan konsep sekulerismenya. Islam

juga berbeda dengan kapitalisme yang memisahkan akhlaq dengan ekonomi.15

Seorang muslim baik individu maupun kelompok dalam lapangan

ekonomi atau bisnis di satu sisi diberi kebebasan sebesar besarnya. Namun, di

sisi lain, ia terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bebas mutlak

dalam menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya. Masyarakat

muslim tidak bebas kendali dalam memproduksi segala sumberdaya alam

mendistribusikannya, atau mengkonsumsinya. Ia terikat dengan akidah dan

etika mulia, disamping juga dengan hukum-hukum Islam.

Contoh dari anjuran Islam yang mengedepankan keimanan, etika dan

moral; bahwa tidak diragukan lagi bisnis tanpa mengenal waktu akan

mendatangkan keuntungan besar dan akan mempercepat berputarnya roda

14
Drs. Baidi M. Pd, "Sistem Ekonomi Dalam Perspektif Theology Islam", dalam Af
Idah Salmah, (ed.), Theology Islam Terapan, Solo: PT Tiga Serangkai, 2003. hlm 185.
15
DR. Yusuf Qardhawi, Daurul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil Islami, terj. Zainal
Arifin, dkk, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1997. hlm. 51.
67

perekonomian. Namun, al-Qur'an sendiri mewajibkan umat Islam

meninggalkan aktivitas bisnisnya dan bersegera mengingat Allah jika mereka

mendengar azan pada hari jum'at.

‫ﺍ ِﺇﻟﹶﻰ ِﺫ ﹾﻛ ِﺮ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ‬‫ﻌﻮ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﻌ ِﺔ ﻓﹶﺎ‬ ‫ﻤ‬‫ﻮ ِﻡ ﺍﹾﻟﺠ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺼﻠﹶﺎ ِﺓ ِﻣ‬
 ‫ﻱ ﻟِﻠ‬
 ‫ﻮ ِﺩ‬‫ﻮﺍ ِﺇﺫﹶﺍ ﻧ‬‫ﻣﻨ‬ ‫ﻦ ﺀَﺍ‬ ‫ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳ‬‫ﻳﻬ‬‫ﺎﹶﺃ‬‫ﻳ‬
‫ﻮ ﹶﻥ‬‫ﻌ ﹶﻠﻤ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺘ‬‫ﻨ‬ ‫ﻢ ِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛ‬ ‫ ﹶﻟ ﹸﻜ‬‫ﻴﺮ‬ ‫ﺧ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻊ ﹶﺫِﻟﻜﹸ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺒ‬‫ﻭﺍ ﺍﹾﻟ‬‫ﻭ ﹶﺫﺭ‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila diseur untuk menunaikan
sholat pada hari jum'at maka bersegeralah kamu mengingat allah
dan tinggalkanlah jual beli.yang demikian itu lebih baik jika kamu
mengetahui. (Q.S. al-Jumuah: 9)16
Dalam waktu yang sama al-Qur'an juga mengancam orang-orang yang

sibuk dengan bisnisnya sehingga meninggalkan sholat jum'at.

‫ﻦ‬ ‫ ِﻣ‬‫ﻴﺮ‬ ‫ﺧ‬ ‫ﺪ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﺎ ِﻋ‬‫ﺎ ﹸﻗ ﹾﻞ ﻣ‬‫ﻙ ﻗﹶﺎِﺋﻤ‬ ‫ﺮﻛﹸﻮ‬ ‫ﺗ‬‫ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﻴﻬ‬ ‫ﻮﺍ ِﺇﹶﻟ‬‫ﻧ ﹶﻔﻀ‬‫ﺍ ﺍ‬‫ﻬﻮ‬ ‫ﻭ ﹶﻟ‬ ‫ﺭ ﹰﺓ ﹶﺃ‬ ‫ﺎ‬‫ﺍ ِﺗﺠ‬‫ﺭﹶﺃﻭ‬ ‫ﻭِﺇﺫﹶﺍ‬
‫ﲔ‬
 ‫ﺍ ِﺯ ِﻗ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻴﺮ‬ ‫ﺧ‬ ‫ﺍﻟ ﱠﻠﻪ‬‫ﺭ ِﺓ ﻭ‬ ‫ﺎ‬‫ﺘﺠ‬‫ﻦ ﺍﻟ‬ ‫ﻭ ِﻣ‬ ‫ﻬ ِﻮ‬ ‫ﺍﻟ ﱠﻠ‬
Artinya: Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka
bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkan kamu
sedang berdiri (berkhotbah), katakanlah apa yang disisi allah
adalah lebih baik dari pada permainan dan perniagaan dan allah
sebaik-baik pemberi rizki. (Q.S. al-Jumuah: 11)17
Contoh lain dari anjuran Islam, Apabila khomr atau minuman keras

diperbolehkan tentu mendatangkan keuntungan materi terhadap sebagian

orang. Penanaman dan permintaan akan anggur akan meningkat. Akhirnya

pendirian pabrik minuman keras dan perluasan hubungan perdagangan baik

perdagangan dalam negeri maupun luar negeri akan meningkat. Namun al-

Qur'an memperingatkan adanya kerugian dalam diri peminum, keluarga dan

masyarakat. Ia juga memperingatkan adanya bahaya dalam segi agama, otak,

moral, kesehatan dan produktivitas. Oleh karena itu Islam tidak

16
Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm. 933.
17
Ibid., hlm. 934.
68

memperhitungkan keuntungan yang segera jika ia mendatangkan bahaya yang

besar.

Dari kedua aturan tersebut membuktikan bahwa dalam Islam nilai-

nilai moral dan etika dalam bingkai keimanan sangat dijunjung tinggi dalam

segala aspek kehidupan, baik hubungan manusia secara vertical maupun

horizontal. Islam menghendaki adanya keseimbangan, karena pada dasarnya

kehidupan duniawi dan ukhrowi ini tidak ada putusnya.

Para pakar ekonomi non muslim mengakui keunggulan sistem

ekonomi Islam. Menurut mereka Islam telah sukses mengembangkan etika

dan ekonomi, sementara sistem kapitalis dan sosialis telah memisahkan

keduanya.

Jack Austri, seorang Prancis dalam bukunya Islam dan pengembangan

ekonomi mengatakan' Islam adalah gabungan antara tatanan kehidupan praktis

dan sumber etika yang mulia. Antara keduanya terdapat ikatan sangat erat

yang tidak terpisahkan . dari sini bisa dikatakan bahwa orang-orang Islam

tidak akan menerima ekonomi kapitalis. Dan ekonomi yang kekuatannya

berdasarkan wahyu dari langit itu tanpa diragukan lagi adalah ekonomi yang

berdasarkan etika.18

Adanya kekaguman non muslim terhadap sistem ekonomi Islam

disamping dapat memberikan nilai tambah pada sistem. Etika tersebut juga

bisa mengisi kekosongan pemikiran yang ditakutkan suatu saat timbul akibat

perkembangan teknologi. Brook mengkritik kebudayaan barat yang karena

18
Ibid., hlm. 55.
69

memberikan hasil yang menyedihkan. Ia juga merasa cemas terhadap ekonomi

dewasa ini yang dikuasai ole nafsu kapitalisme di atas norma-norma yang

hakiki. Islam tidak mengabaikan fakta ini dan siap mengantisipasi kebudayaan

barat, khususnya sistem ekonominya. Caranya adalah memasukkan nilai etika

ke dalam sistem ekonomi.19

Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah, bahwa ilmu ekonomi

Islam, sebenarnya sama saja dengan ilmu ekonomi umumnya, yaitu

menyelidiki perilaku manusia dalam kegiatan produksi, distribusi dan

konsumsi yang menyangkut pilihan terhadap sumberdaya yang sifatnya

langka dan alokasi sumberdaya tersebut guna memenuhi kebutuhan manusia.

Dalam Islam, tujuan kegiatan ekonomi hanyalah merupakan target untuk

mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu kebahagiaan hidup di dunia maupun

di akhirat, dengan melakukan ibadah kepada Allah. Ilmu Ekonomi Islam

memperhatikan dan menerapkan syari'ah dalam perilaku ekonomi dan dalam

pembentukan sistem ekonomi.

Disamping itu hukum Islam perlu dikembangkan secara praktis dan

empiris agar dapat diterapkan dalam kehidupan nyata dan dalam lingkungan

hukum-hukum negara. Demikian pula dalam lingkungan ekonomi dan politik

apa yang sebenarnya mereka kehendaki. Sementara itu fiqh di bidang khilafah

(pemerintahan) dan muamalah tidak mungkin atau sangat sulit dikembangkan,

karena sudah terlanjur dibakukan. Oleh karenanya umat Islam perlu

melepaskan diri dari paradigma lama yang dikendalikan oleh nilai-nilai

19
Ibid.
70

tradisional dan harus berfikir dalam kerangka universal. Agar upaya ini

tercapai, perlu dilakukan penafsiran kembali aspek-aspek theologis ajaran

Islam pada tingkat yang paling fundamental.

Adapun gagasan Dawam tentang etika ekonomi Islam merupakan

jawaban dari kegelisahan masyarakat tentang wacana ekonomi Islam yang

akhir-akhir ini senter diperbincangkan. Fenomena ekonomi dunia sekarang

ditandai dengan kegagalan sistem kapitalis dan sosialis dalam mengatur

dinamika dan mengatur mekanisme ekonomi secara adil, seimbang, dan

manusiawi. Secara nominal kualitatif kedua sistem tersebut mungkin dapat

mengacu pertumbuhan ekonomi negara-negara yang menerapkannya, akan

tetapi secara eksistensial kualitatif gagal memberi keadilan dan pemerataan,

gagal memelihara keseimbangan baik secara makro (dalam konteks dunia)

maupun secara mikro (dalam konteks negara maupun masyarakat) dan gagal

mengangkat derajat manusia sesuai dengan harkat kemanusiaannya.

Yang selama ini terjadi adalah meratanya ketidakadilan dimana-

mana, hancurnya keseimbangan hubungan antar negara antar kelompok

dalam negara dan antar individu dalam kelompok (terjadinya disintegrasi dan

fragmentasi sosial) dan merosotnya penghargaan kepada manusia yang

semata-mata hanya dipandang sebagai mesin ekonomi atau binatang ekonomi

atau sekedar obyek ekonomi belaka.

Gagasan Dawam Rahardjo tentang etika ekonomi Islam yang terbinkai

dalam sistem ekonomi Islam merupakan counter, dan dapat sebagai alternatif

dari sistem ekonomi yang lain. Bahwa sistem ekonomi Islam yang berbasis
71

etika dan moral telah terbukti keampuhannya pada golden age Islam.

Keberhasilan dunia Islam waktu itu karena adanya penggabungan ekonomi

dengan etika. Usaha ekonomi benar-benar berasaskan nilai Islam yang luhur.

Manusia sebagai pelaku usaha memegang teguh etika, tiap individu diberi

kesempatan yang sama dalam usaha ekonominya, hal ini dikarenakan adanya

supremasi hukum yang terjamin. Yang demikian itu bertujuan menciptakan

civil society yang adil dan sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai