Anda di halaman 1dari 29

Ahlussunnah W al Jam aah SEBAGAI MANHAJ AL-FIKR I.

PENGANTAR Ahlussunnah W al Jamaah (Aswaja) m erupakan bagian integral dari sistem keorganisasian PMII. Dal NDP (Nilai Dasar Pergerakan) disebutkan bahwa Aswaja m erupakan metode pem aham an d pengamalan keyakinan Tauhid. Lebih dari itu, disadari atau tidak Aswaja m erupakan bagian kehidup sehari-hari setiap anggota/kader organisasi kita. Akarnya tertananam dalam pada pem aham an d perilaku penghayatan kita m asing-masing dalam m enjalankan Islam. Selam a ini proses reform ulasi Ahlussunnah wal Jam aah telah berjalan, bahkan masih berlangsu hingga saat ini. Tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj m uncul gugatan terhadap Aswaja ya sam pai saat itu diperlakukan sebagai sebuah m adzhab. Padahal di dalam Aswaja terdapat berba m adzhab, khususnya dalam bidang fiqh. Selain itu, gugatan muncul m elihat perkembangan zam yang sangat cepat dan m embutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula. Dari latar belaka tersebut dan dari penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaim ana selam a ini digunak lahirlah gagasan ahlussunnah wal-jamaah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir). PMII melihat bahwa gagasan tersebut sangat relevan dengan perkem bangan zam an, selain kare alasan muatan doktrinal Aswaja selam a ini yang terkesan terlalu kaku. Sebagai Aswaja m anhaj , m enjadi lebih fleksibel dan memungkinkan bagi pengamalnya untuk m enciptakan ruang kreatifitas d m enelorkan ikhtiar-ikhtiar baru untuk m enjawab perkem bangan zaman. Bagi PMII Aswaja juga m enjadi ruang untuk m enunjukkan bahwa Islam adalah agam a yang sem pu bagi setiap tempat dan zaman. Islam tidak diturunkan untuk sebuah m asa dan tem pat terten Kehadirannya dibutuhkan sepanjang masa dan akan selalu relevan. Nam un relevansi dan m ak tersebut sangat tergantung kepada kita, pem eluk dan penganutnya, m em perlakukan d m engamalkan Islam . Di sini, PMII sekali lagi m elihat bahwa Aswaja m erupakan pilihan paling tepa tengah kenyataan m asyarakat kepulauan Indonesia yang beragam dalam etnis, budaya dan agama. II.

SKETSA SEJARAH Ahlussunnah W al Jamaah (Aswaja) lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan sejarah. wilayah doktrin, debat m eliputi soal kalam mengenai status Al-Quran apakah ia makhluk atau buk kemudian debat antara Sifat-Sifat Allah antara ulam a Salafiyyun dengan golongan Mutazilah, d seterusnya. Di wilayah sejarah, proses pem bentukan Aswaja terentang hingga zaman al-khulafa ar-rasyidun, ya dim ulai sejak terjadi Perang Shiffin yang m elibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dengan Muawiy Bersama kekalahan Khalifah ke-em pat tersebut, setelah dikelabui melalui taktik arbitrase (tahkim ) o kubu Muawiyah, umm at Islam m akin terpecah kedalam berbagai golongan. Di antara m ereka terda Syiah yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib, golongan Khaw yakni pendukung Ali yang membelot karena tidak setuju dengan tahkim , dan ada pula kelom p Jabariyah yang melegitim asi kepem im pinan Muawiyah. Selain tiga golongan tersebut m asih ada M urjiah dan Qadariah, faham bahwa segala sesuatu ya terjadi karena perbuatan m anusia dan Allah tidak turut cam pur (afal al-ibad m in al-ibad) berlawan dengan faham Jabariyah. Di antara kelom pok-kelom pok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Im am Abu Sa Hasan ibn Hasan Yasar al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan Bashri, yang cenderung m engem bangkan aktivitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqafiya ilm iah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Kom unitas ini m enghindari pertika politik antara berbagai faksi politik (firqah) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya m ere m engem bangkan sistem keberagam aan dan pem ikiran yang sejuk, m oderat dan tidak ekstrim . Deng sistem keberagam aan semacam itu, m ereka tidak m udah untuk m engkafirkan golongan atau kelom p lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu. Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi Ulam a setelah beliau antaranya Imam Abu Hanifah Al-Num an (w. 150 H), Imam Malik Ibn Anas (w. 179 H), Im am Syafii 204 H), Ibn Kullab (w. 204 H), Ahm ad Ibn Hanbal (w. 241 H), hingg tiba pada generasi Abu Hasan Asyari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H). Kepada dua ulama terakhir inilah perm ula faham Aswaja sering dinisbatkan; m eskipun bila ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah tumb sejak dua abad sebelum nya. Indonesia m erupakan salah satu penduduk dengan jum lah penganut faham Ahlussunnah wal Jama terbesar di dunia. Mayoritas pem eluk Islam di kepulauan ini adalah penganut m adzhab Syafii, d sebagian terbesarnya tergabung baik tergabung secara sadar m aupun tidak dalam jam iyy

Nahdlatul Ulama, yang sejak awal berdiri m enegaskan sebagai pengam al Islam ala Ahlussunnah w Jamaah.

III. PENGERTIAN Secara semantik arti Ahlussunnah wal jamaah adalah sebagai berikut. Ahl berarti pem eluk, dikaitkan dengan aliran atau madzhab m aka artinya adalah pengikut aliran atau pengikut madzh (ashab al-m adzhab). Al-Sunnah mem punyai arti jalan, di samping m em iliki arti al-Hadist. Disambungkan dengan keduanya berm akna pengikut jalan Nabi, para Shahabat dan tabiin. Al-Jam aah berarti sekum pu orang yang memiliki tujuan. Bila dim aknai secara kebahasaan, Ahlusunnah wal Jamaah ber segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, Para Shahabat dan tabiin. Nahdlatul Ulam a merupakan orm as Islam pertama di Indonesia yang m enegaskan diri berfah Aswaja. Dalam Qanun Asasi (konstitusi dasar) yang dirum uskan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy juga tidak disebutkan definisi Aswaja. Namun tertulis di dalam Qanun tersebut bahwa Asw m erupakan sebuah faham keagam aan dim ana dalam bidang akidah menganut pendapat Abu Hasan Asyari dan Al-Maturidi, dalam bidang fiqh m enganut pendapat dari salah satu madzhab em (m adzahibul arbaah Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii dan Im am Hanbali), dan dalam bida tasawuf/akhlak m enganut Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Ham id Al-Ghazali. Selam a kurun waktu berdirinya (1926) hingga sekitar tahun 1994, pengertian Aswaja tersebut bertah di tubuh Nahdlatul Ulam a. Baru pada sekitar pertengahan dekade 1990 tersebut, muncul gugatan ya m em pertanyakan, tepatkah Aswaja dianut sebagai m adzhab, atau lebih tepat dipergunakan deng cara lain? Aswaja sebagai m adzhab artinya seluruh penganut Ahlussunnah wal Jam aah menggunakan prod hukum atau pandangan para Ulama dimaksud. Pengertian ini dipandang sudah tidak lagi relevan l dengan perkem bangan zaman m engingat perkem bangan situasi yang berjalan dengan sangat ce dan m em butuhkan inovasi baru untuk m enghadapinya. Selain itu, pertanyaan epistim ologis terhad pengertian itu adalah, bagaim ana m ungkin terdapat m adzhab di dalam m adzhab? Dua gugatan tersebut dan banyak lagi yang lain, baik dari tinjauan sejarah, doktrin m aup m etodologi, yang m enghasilkan kesim pulan bahwa Aswaja tidak lagi dapat diikuti sebagai m adzh Lebih dari itu, Aswaja harus diperlakukan sebagai manhaj al-fikr atau metode berpikir.

IV. ASW AJA SEBAGAI ANHAJ AL-FIKR M Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia m eletakkan Aswaja seba m anhaj al-fikr. Tahun 1997 diterbitkan sebuah buku saku tulisan Sahabat Chatibul Um am W ira berjudul Mem baca Ulang Aswaja (PB PM II, 1997). Buku tersebut m erupakan rangkuman h Sim posium Aswaja di Tulungagung. Konsep dasar yang dibawa dalam Aswaja sebagai manhaj altidak dapat dilepas dari gagasan KH Said Agil Siraj yang m engundang kontroversi, mengenai perlun Aswaja ditafsir ulang dengan m em berikan kebebasan lebih bagi para intelektual dan ulama un m erujuk langsung kepada ulam a dan pem ikir utama yang tersebut dalam pengertian Aswaja. PMII m em andang bahwa Ahlussunnah wal-jam aah adalah orang-orang yang m emiliki metode berf keagam aan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar m oder m enjaga keseim bangan dan toleran. Aswaja bukan sebuah m adzhab m elainkan sebuah m etode d prinsip berpikir dalam menghadapi persoalan-persoalan agam a sekaligus urusan sos kemasyarakatan; inilah makna Aswaja sebagai m anhaj al-fikr. Sebagai manhaj al-fikr, PMII berpegang pada prinsip-prinsip tawasuth (m oderat), tawazun (netr taadul (keseim bangan), dan tasam uh (toleran). Moderat tercerm in dalam pengam bilan hukum (istinbath) yaitu memperhatikan posisi akal di samping m em perhatikan nash. Aswaja m em beri t porsi yang seim bang antara rujukan nash (Al-Quran dan al-Hadist) dengan penggunaan akal. Prinsip m erujuk pada debat awal-awal Masehi antara golongan yang sangat m enekankan akal (m utazil dan golongan fatalis. Sikap netral (tawazun) berkaitan sikap dalam politik. Aswaja m em andang kehidupan sosial-politik a kepem erintahan dari kriteria dan pra-syarat yang dapat dipenuhi oleh sebuah rezim. Oleh sebab dalam sikap tawazun, pandangan Aswaja tidak terkotak dalam kubu m endukung atau menolak sebu rezim . Aswaja, oleh karena itu PMII tidak membenarkan kelom pok ekstrim yang hendak merongro kewibawaan sebuah pem erintahan yang disepakati bersama, namun tidak juga berarti m enduku sebuah pem erintahan. Apa yang dikandung dalam sikap tawazun tersebut adalah mem perhatik bagaim ana sebuah kehidupan sosial-politik berjalan, apakah m em enuhi kaidah atau tidak.

Keseim bangan (taadul) dan toleran (tasamuh) terefleksikan dalam kehidupan sosial, cara berg dalam kondisi sosial budaya m ereka. Keseimbangan dan toleransi mengacu pada cara bergaul P sebagai Muslim dengan golongan Muslim atau pem eluk agam a yang lain. Realitas m asyara Indonesia yang plural, dalam budaya, etnis, ideologi politik dan agam a, PMII pandang bukan sem a m ata realitas sosiologis, m elainkan juga realitas teologis. Artinya bahwa Allah SW T memang deng sengaja m enciptakan manusia berbeda-beda dalam berbagai sisinya. Oleh sebab itu, tidak ada pilih sikap yang lebih tepat kecuali taadul dan tasamuh. V.

PRINSIP ASW AJA SEBAGAI M ANHAJ Berikut ini adalah prinsip-prinsip Aswaja dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip tersebut melip Aqidah, pengam bilan hukum , tasawuf/akhlak dan bidang sosial-politik.

1. AQIDAH Dalam bidang Aqidah, pilar-pilar yang m enjadi penyangga aqidah Ahlussunnah wal-Jam a diantaranya yang pertam a adalah aqidah Uluhiyyah (Ketuhanan), berkait dengan ikhwal eksiste Allah SW T. Pada tiga abad pertam a Hijriyah, terjadi banyak perdebatan m engenai Esksitensi sifat dan asm a Al SWT. Dimana terjadi diskursus terkait m asalah apakah Asma Allah tergolong dzat atau bukan. A Hasan Al-Asyari (w. 324 H) secara filosofis berpendapat bahwa nama (ism) bukanlan yang dinam (m usamm a), Sifat bukanlah yang disifati (m ausuf), sifat bukanlah dzat. Sifat-sifat Allah adalah nam nam a (Asma) Nya. Tetapi nama-nama itu bukanlah Allah dan bukan pula selain-Nya. Aswaja menekankan bahwa pilar utama ke-Im anan m anusia adalah Tauhid; sebuah keyakinan ya teguh dan m urni yang ada dalam hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang Menciptakan, M em elih dan Mem atikan kehidupan semesta alam . Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu. Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan m eyakini bahwa Allah telah m enurunkan wah kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk d juga acuan um mat m anusia dalam m enjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhi serta jalan yang diridhai oleh Allah SW T. Dalam doktrin Nubuwwat ini, um m at m anusia harus m eya dengan sepebuhnya bahwa Muham m ad SAW adalah utusan Allah SW T, yang membawa risalah (wah untuk um at manusia. Dia adalah Rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia. Pilar yang ketiga adalah Al-Maad, sebuah keyakinan bahwa nantinya m anusia akan dibangkitkan d kubur pada hari kiam at dan setiap manusia akan mendapat im balan sesuai amal dan perbuatann (yaum ul jaza). Dan mereka sem ua akan dihitung (hisab) seluruh am al perbuatan m ereka selam a hid di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal bu akan masuk neraka.

2. BIDANG SOSIAL POLITIK Berbeda dengan golongan Syiah yang memiliki sebuah konsep negara dan m ewajibkan berdirin negara (im am ah), Ahlussunnah wal-jam aah dan golongan sunni umumnya mem andang neg sebagai kewajiban fakultatif (fardhu kifayah). Pandangan Syiah tersebut juga berbeda deng golongan Khawarij yang m em bolehkan kom unitas berdiri tanpa im am ah apabila dia telah m am m engatur dirinya sendiri. Bagi ahlussunnah wal jam aah, negara m erupakan alat untuk mengayo kehidupan manusia untuk m enciptakan dan m enjaga kem ashlahatan bersam a (mashlah m usytarakah). Ahlussunnah wal-Jam aah tidak m emiliki konsep bentuk negara yang baku. Sebuah negara boleh ber atas dasar teokrasi, aristokrasi (kerajaan) atau negara-m odern/demokrasi, asal m ampu memen syarat-syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah negara. Apabila syarat-syarat terse tidak terpenuhi m aka gugurlah otoritas (wewenang) pem im pin negara tersebut. Syarat-syarat adalah: a. Prinsip Syura (m usyaw arah) Negara harus mengedepankan musyawarah dalam m engam bil segala keputusan dan set keputusan, kebijakan dan peraturan. Salah satu ayat yang m enegaskan musyawarah ada sebagai berikut: Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadam u itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang berim an, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila m ereka m arah m ereka m em beri m aaf. Dan (bagi) orang-orang yang m enerim a (mematuhi) seruan Tuhannya dan m endirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan m usyawarat antara m ereka;

dan m ereka m enafkahkan sebagian dari rizki yang Kam i berikan kepada m ereka. Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim m ereka mem bela diri. (QS Al-Syura, 42: 36-39)

b. Prinsip Al-Adl (Keadilan)

Keadilan adalah salah satu Perintah yang paling banyak ditem ukan dalam Al-Quran. Prinsip tidak boleh dilanggar oleh sebuah pem erintahan, apapun bentuk pem erintahan itu. Berikut adalah salah satu ayat yang m emerintahkan keadilan. Sesungguhnya Allah m enyuruh kam u m enyampaikan am anat kepada yang berhak menerim any dan (m enyuruh kam u) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kam u m enetapk dengan adil. Sesungguhnya Allah m em beri pengajaran yang sebaik-baiknya kepadam Sesungguhnya Allah adalah Maha m endengar lagi Maha melihat. (QS An-Nisa, 4: 58)

c. Prinsip Al-Hurriyyah (kebebasan)

Negara wajib m enciptakan dan m enjaga kebebasan bagi warganya. Kebebasan tersebut wa hukum nya karena m erupakan kodrat asasi setiap m anusia. Prinsip kebebasan m anusia dala Syariah dikenal dengan Al-Ushulul-Kham s (prinsip yang lim a), yaitu: Hifzhu al-Nafs(m enjaga jiwa); adalah kewajiban setiap kepem im pinan (negara) untuk m enjam in kehidupan setiap warga negara; bahwa setiap warga negara berhak dan beb untuk hidup dan berkem bang dalam wilayahnya. Hifzhu al-Din(menjaga agama); adalah kewajiban setiap kepemimpinan untuk menjam in kebebasan setiap orang mem eluk, meyakini dan m enjalankan Agam a dan Kepercayaanny Negara tidak berhak memaksakan atau m elarang sebuah agam a atau kepercayaan kepad warga negara. Hifzhu al-Mal (menjaga harta benda); adalah kewajiban setiap kepem impinan untuk m enjam in keamanan harta benda yang dim iliki oleh warga negaranya. Negara wa m em berikan jam inan keam anan dan m enjam in rakyatnya hidup sesuai dengan m artab rakyat sebagai m anusia. Hifzhu al-Naslbahwa negara wajib memberikan jam inan terhadap asal-usul, identitas, garis ; keturunan setiap warga negara. Negara harus m enjaga kekayaan budaya (etnis), tid boleh m angunggulkan dan mem prioritaskan sebuah etnis tertentu. al-Naslberarti Hifzhu negara harus memperlakukan sam a setiap etnis yang hidup di wilayah negaranya. Hifzh al -Irdh; jam inan terhadap harga diri, kehorm atan, profesi, pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara. Negara tidak boleh m erendahkan warga negaranya karen profesi dan pekerjaannya. Negara justru harus menjunjung tinggi dan memberikan tem p yang layak bagi setiap warga negara.

Al-Ushulul Kham identik dengan konsep Hak Azazi Manusia yang lebih dikenal dalam dunia m oder s bahkan mungkin di kalangan ahlussunnah wal-jam aah . Lima pokok atau prinsip di atas m enjadi ukuran baku bagi legitim asi sebuah kepem erintahan sekaligus menjadi acuan bagi setiap ora yang m enjadi pem im pin di kelak kemudian hari.

d. Prinsip Al-M usawah (Kesetaraan Derajat)

Bahwa m anusia diciptakan sam a oleh Allah SW T. Antara satu m anusia dengan m ausia lain, bang dengan bangsa yang lain tidak ada pembeda yang m enjadikan satu manusia atau bangsa le tinggi dari yang lain. Manusia diciptakan berbeda-beda adalah untuk mengenal antara satu deng yang lain. Sehingga tidak dibenarkan satu m anusia dan sebuah bangsa menindas m anusia d bangsa yang lain. Dalam surat Al-Hujuraat disebutkan: Hai m anusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kam u dari seorang laki-laki dan seoran perem puan dan menjadikan kam u berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kam u sal kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling m ulia diantara kamu disisi Allah ialah ora yang paling taqwa diantara kam u. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.( (Hujuraat, 49: 13 Perbedaan bukanlah semata-m ata fakta sosiologis, yakni fakta yang tim bul akibat dari relasi d proses sosial. Perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang Dikehendaki oleh Allah SW Dem ikian disebutkan dalam surat Al-Maidah.

Untuk tiap-tiap um at diantara kam u, Kam i berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya All m enghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu um at (saja), tetapi Allah hendak m enguji kam terhadap pem berian-Nya kepadam u, Maka berlom ba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepa Allah-lah kem bali kam u sem uanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kam perselisihkan itu. (Al-Maidah; 5: 48)

Dalam sebuah negara kedudukan warga negara adalah sama. Orang-orang yang menjabat di tub pem erintahan m em iliki kewajiban yang sama sebagai warga negara. Mereka m em iliki jabat sem ata-mata adalah untuk m engayom i, m elayani dan menjam in kem ashlahatan bersama, d tidak ada privilege (keistim ewaan) khususnya di mata hukum. Negara justru harus mam m ewujudkan kesetaraan derajat antar m anusia di dalam wilayahnya, yang biasanya terlanggar o perbedaan status sosial, kelas ekonom i dan jabatan politik.

Dengan prinsip-prinsip di atas, m aka tidak ada doktrin Negara Islam , Form alisasi Syariat Islam d Khilafah Islam iyah bagi Ahlussunnah wal-Jamaah. Sebagaimana pun tidak didapati perintah dal Al-Quran, Sunnah, Ijm a dan Qiyas untuk m endirikan salah satu di antara ketiganya. Islam han diharuskan untuk menjam in agar sebuah pem erintahan baik negara m aupun kerajaan ha m am pu m em enuhi 4 (em pat) kriteria di atas.

3. BIDANG ISTINBATH AL-HUKM (Pengam bilan Hukum Syariah)


Hampir seluruh kalangan Sunni menggunakan em pat sum ber hukum yaitu: 1. Al-Quran 2. As-Sunnah 3. Ijma 4. Qiyas Al-Quran sebagai sumber utama dalam pengam bilan hukum (istinbath al-hukm tidak dibantah ) oleh sem ua madzhab fiqh. Sebagai sum ber hukum posisinya tidak diragukan. Al-Quran naqli m erupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam .

Sem entara As-Sunnah m eliputi al-Hadist dan segala tindak dan perilaku Rasul SAW , sebagaim a diriwayatkan oleh para Shabat dan Tabiin. Penem patannya ialah setelah istinbath al-hukm proses tidak ditem ukan dalam Al-Quran, atau digunakan sebagai kom plem en (pelengkap) dari apa ya telah dinyatakan dalam Al-Quran. As-Sunnah sendiri mem punyai tingkat kekuatan yang bervariasi. Ada yang terus-mene (m utawatir),terkenal (masyhur) ataupun terisolir (ahad). Penentuan tingkat As-Sunnah tersebut dilakukan oleh a Shahabah Ijm . Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muham m ad Al-Amidi, adalah Kesepakatan kelom pok Ijma legislatif (ahl al-halli wa al-aqdi) dan um mat Muham mad pada suatu m asa terhadap suatu huku dari suatu kasus. Atau kesepakatan orang-orang m ukallaf dari umm at Muham m ada pada sua m asa terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Dalam Al-Quran dasar Ijma terdapat dalam QS An-Nisa, 4: 115 Dan barang siapa m enentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan m engikuti jalan yang jalan orang-orang Mukm in bukan , Kam i biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kam i masukkan ia dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tem pat kem bali. Dan Dan dem ikian (pula) Kam i telah menjadikan kam u (um at Islam ), um at yang adil dan pilihan agar kam u menjadi sa atas (perbuatan) manusia.. Al-Baqarah, 2: QS 143. Qiyas sebagai sum ber hukum Islam , m erupakan salah satu ijtihad para Ulama. , hasil Qiyas yaitu m em pertem ukan sesuatu yang tak ada nash hukum nya dengan hal lain yang ada nash hukum n karena ada persam aan hukum.Qiyas sangat dianjurkan untuk digunakan oleh Im am Syafii. illat

5. TASAW UF Im am Al-Junaid bin Muham mad Al-Baghdadi menjelaskan "Tasawuf artinya Allah m em atikan dirim dari dirim u, dan menghidupkan dirim u dengan-Nya; Tasawuf adalah engkau berada semata-m a bersama Allah SW T tanpa keterikatan apa pun." Im am Abu Ham id Al-Tusi Al-Ghazali m enjelaskan Tasawuf adalah m enyucikan hati dari apa s selain Allah Aku sim pulkan bahwa kaum sufi adalah para pencari di Jalan Allah, dan perila m ereka adalah perilaku yang terbaik, jalan m ereka adalah jalan yang terbaik, dan pola hid m ereka adalah pola hidup yang paling tersucikan. Mereka telah mem bersihkan hati m ereka d

berbagai hal selain Allah dan menjadikannya sebagai saluran tem pat m engalirnya sungai-sun yang m em bawa ilm u-ilm u dari Allah. berada sem ata-mata bersam a Allah SW T tanpa keterikatan apapun am Al-Junaid, lalu kata Im menyucikan hati dari apa saja selain Allah.... Mereka Sufi) (kaum telah m em bersihkan hati m ereka dari berbagai hal selain Allah.., Imam Al-Ghazali. Seorang sufi adalah mereka yang m am pu kata m em bersihkan hatinya dari keterikatan selain kepada-Nya. Ketidakterikatan kepada apapun selain Allah SW T adalah proses batin dan perilaku yang ha dilatih bersam a keterlibatan kita di dalam urusan sehari-hari yang bersifat duniawi. Zuhud harus dim aknai sebagai ikhtiar batin untuk melepaskan diri dari keterikatan selain kepada-Nya tan m eninggalkan urusan duniawi. Mengapa? karena justru di tengah-tengah kenyataan duniawi po m anusia sebagai Hamba dan fungsinya sebagai Khalifah harus diwujudkan. Banyak contoh sufi atau ahli tasawuf yang telah zuhud nam un juga sukses dalam ukuran dunia Kita lihat saja Imam Al-Junaid adalah adalah pengusaha botol yang sukses, Al-Hallaj sukses seba pengusaha tenun, Umar Ibn Abd Aziz adalah seorang sufi yang sukses sebagai pem im pin nega Abu Said Al Kharraj sukses sebagai pengusaha konveksi, Abu Hasan al-Syadzily sukses seba petani, dan Fariduddin al-Atthar sukses sebagai pengusaha parfum . Mereka adalah sufi yang pa m aqomnya tidak lagi terikat dengan urusan duniawi tanpa m eninggalkan urusan. duniawi Urusan duniawi yang m endasar bagi m anusia adalah seperti mencari nafkah (pekerjaan), kemud berbuntut pada urusan lain seperti politik. Dari urusan-urusan itu kita lantas bersinggungan deng soal-soal ekonom i, politik-kekuasaan, hukum , persoalan sosial dan budaya. Dalam Tasawuf urus urusan tersebut tidak harus ditinggalkan untuk m encapai zuhud, justru kita m esti m enek kenyataan duniawi secara total sem entara hati/batin kita dilatih untuk tidak terikat dengan urusa urusan itu. Di situlah zuhud kita m aknai, yakni zuhud di dalam batin sementara aktivitas sehari-h kita tetap diarahkan untuk mendarmabaktikan segenap potensi manusia bagi terwujudn m asyarakat yang baik.

VI. PENUTUP Ahlussunnah wal Jamaah sebagai manhaj al fikr bersifat dinamis dan sangat terbuka bagi pem baruanpem baruan. Sebagai sebuah metode pem aham an dan penghayatan, dalam m akna tertentu ia tid dapat disam akan dengan m etode akadem is yang bersifat ilm iah. Dalam metode akadem ik, teknikalitas pendekatan diatur sedem ikian rupa sehingga menjadi prosedur yang teliti dan nyaris pa Nam unpun dem ikian dalam ruang akadem is pem baharuan atau perubahan sangat m ungkin terjadi. Sebagai metode berpikir, boleh jadi pada saatnya nanti Aswaja akan m em iliki kadar teknikalitas sa tinggi dengan metode ilm iah. Namun dalam pandangan kam i upaya pem aham an yang le kom prehensif dan mendalam terhadap Aswaja perlu kita upayakan bersam a-sam a terlebih dahu Khususnya terhadap apa yang telah kam i sajikan di sini, yang sangat butuh banyak m asukan. Sebu kebutuhan lanjut, sem acam jabaran teknis untuk m em andu langkah per langkah tindakan d pandangan gerakan, akan m uncul kem udian apabila kenyataan lapangan sungguh-sungguh menun dan m em butuhkannya. Akan tetapi sepanjang kebutuhan prim er kolektif kita masih terletak pa m em aham,i hal semacam itu kami pandang belum menjadi kebutuhan obyektif.

Tashwir: M EM BINCANG ANHAJ FIKR M NU Ahm ad Fawaid Sjadzili Alum nus Pondok Pesantren Annuqayah. Kini sedang m enyelesaikan pendidikannya di Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Redaktur Pelaksana Jurnal Tashwirul Afkar Ketika Kang Said Aqil Siradj mengatakan bahwa Ahlussunnah W aljam aah (Aswaja) bukanmadzhab m elainkanm anhaj silang pendapat di lingkungan nahdliyin tidak terbendung. Bagi Kang Said, alasanny , sangat sederhana: bagaimana m ungkin di dalam m adzhab ada sekoci m adzhab lagi? Nam un bu tem patnya mengulang kem bali debat klasik ini dalam tulisan berikut. Yang patut ditegaskan di sini ada bagaim ana m enjadikan Aswaja sebagai manhaj , gugusan paradigm atik-konseptual yang m em ungkinkannya m enjadi alat dan perangkat ) ( baik dalam berpikir maupun bertindak di kalangan tool nahdliyin. Sebagaim ana m afhum , term a Aswaja m erupakan istilah paska kenabian. Ia lahir paska era kenabian y ditandai dengan tercerai-berainya kom unitas Islam menjadi skisma scism) yang tidak tunggal. aliran ( Masing-m asing m engidentifikasi diri sebagai pengikut Nabi yang paling tepat dibandingkan den lainnya. Sungguhpun istilah ini lahir paska era kenabian, nam un istilah tersebut selalu saja dipautkan p sebuah tradisi dalam mom en sejarah Islam paling awal, yaitu generasi Nabi M uham mad Saw. dan p sahabatnya yang terpercaya. Atas dasar inilah, definisi Aswaja m engacu dan diacukan pada apa y

saya (Nabi) dan para sahabatku lakukan (ana alayhi wa ashabiIni artinya, Aswaja diukur dengan ma ). sejauh m ana tradisi dan kebiasaan Nabi dan para sahabat terpercaya m ewarsi dan mewarnai keran berpikir dan bertindak sehingga tindakan dan pem ikiran itu ada pada jalur yang tepatright track on the ( ). Dalam perkem bangannya, identifikasi identitas itu pun mengkristal pada dua ujung yang ekstr kelompok yang selamat ( al-firqah an-najiyahdan kelom pok yang sesat ( ) al-firqah al-dlallah Dengan ). berlandaskan pada hadis tentang perpecahan um at, m aka Ahlussunnah mendakwa diri sebagai firqah yang tepat dan selam at. Dalam bingkai sem acam ini, yang lain akan dengan m udah dituduh dan di stigm a sesat oleh otoritas yang berkuasa. Dan label ini pun bisa terjadi secara bergantian. Dalam sejarah Isla contoh pertarungan antara Mutazilah dan Ahlussunnah pada era Al- Mam un dilanjutkan Al-Mutashim berpuncak pada al-Wasiq dengan era Al- Mutawakkil menjadi contoh betapa label dan sesat selam at dengan mudah dialihkan, tergantung selera rezim yang berkuasa. Apa yang dikenal dengan trag m ihnah ini menjadi contoh tak terbantahkan dari goyang pendulum yang labil antara keselam atan kesesatan yang sem ata dipagari dengan apa yang disebut kekuasaan. Pada masa Al-Mam un, Mutashim , dan Al-W asiq, kelom pok yang dianggap sesat adalah hadisdengan ikon intelektualnya ahlul Ahm ad ibn Hanbal. Sebaliknya pada masa AlM utawakkil, kelompok yang dianggap sesat adalah ahlu arrayi atau lebih populer disebut m utazilah. Im aginasi tentang firqah najiyahyang oleh sebagian kalangan disem atkan pada kelompok Ahlussunnah W aljam aah ini terus berkem bang. Tidak saja dikontestasikan dengan Mutazilah, Ahlussunnah belakan lebih diposisikan secara berhadapan dengan Syiah. Dalam konteks Syiah pun, label Aswaja m asih men identitas yang diperebutkan ( contested identity Buku yang ditulis Muham mad At-Tijani As-Sam awi, doktor ). filsafat Universitas Sorbone, yang berjudul Asy-Syiah Hum Ahlu as-Sunnah [1993] m enjadi contoh dari perebutan ini. Buku itu hendak m enegaskan bahwa Syiah adalah Ahlussunnah dinilai lebih , bahkan Ahlussunnah ketimbang kelompok yang selama ini mendakwa dirinya Ahlussunnah. Perebutan serupa tampaknya juga terjadi di Nahdlatul Ulama. Untuk m engidentifikasi identitasnya den yang lain, NU m enjadikan Islam dengan faham Aswaja sebagai asas dan aqidah organisasinya. Berb dengan bingkai besar Aswaja dalam sejarah teologi Islam , NU melakukan m odifikasi den m enyumbangkan pem aknaan konsep Aswaja. Lahirlah kategorisasi yang m engacukan paradig bermadzhab dengan m engikuti salah satu dari em pat m adzhab yang populer, mengikuti paradig berteologi Al-Asyari dan Al-Maturidi, dan paradigma bertasawuf Al-Ghazali dan Al-Junaid al-Baghd sebagai paradigm a Aswaja versi NU. Modifikasi pem aknaan ini diyakini sebagai ijtihad yang menc m endudukkan beragam aliran dan firqah pada tem patnya, sambil m encari celah untuk m enemukan j tengah yang tidak m emihak pada ekstrem itas yang ada. Jalur tengah itu akhirnya dijum pai da paradigm a berpikir yang dibangun em pat ulam a m adzhab dalam fiqih, Al-Asyari dan Al-Maturidi da teologi, serta Al-Ghazali dan Al-Junaid Al-Baghdadi dalam tasawuf. Dengan koridor yang dirum uskan p ulam a itulah, NU hadir menjadi sebuah organisasi dengan paradigm a berpikir yang lepas dari asp ekstrem dengan Aswaja sebagai paradigm a dan kekuatan doktrinalnya. Aswaja diyakini membiaskan n nilai yang mencoba m enjem batani kesenjangan antara dua ekstrem itas. Apa yang disebut den tawassuth(moderat),tawazun(seim bang), dan al-adalahmenjadi prinsip dalam mengem as gagasan dan m elakoni tindakannya. Sayangnya, prinsip m oderatism e kerap m enjadi dalih untuk m enghakim i yang l sebagai m elam paui batas. Batas-batas moderatisme pun m enjadi kabur, sebagaim ana kaburnya aliran firqah yang dituding sebagai ekstrem. Rekom endasi m uktam ar NU ke-31 di Solo m enunjukkan kekaburan itu. Dalam butir rekomendasi tertuang pernyataan bahwa Aswaja m enolak segala bentuk fundam entalisme, ekstrem ism e, liberalis dan aliran-aliran yang m enyim pang. Tidak ada penjelasan apa, bagaim ana, dan batas-ba fundam entalisme, liberalism e, ekstrem ism e, dan aliran-aliran yang menyim pang. Kenyataan m engukuhkan penulis bahwa muktam ar ke 31 seolah menjadi saksi betapa fragem entasi ideologis kalangan warga nahdliyin begitu telanjang dan m anifes. Liberalism e, fundam entalism e, ekstrem isme, aliran menyim pang di kalangan nahdliyin m enjadi isu yang m engem uka, dan tidak jarang diperhadap secaravis a visdengan apa yang didakwa Aswaja yang diyakini m em biaskan nilai-nilai m oderat. Belum la labelisasi liberal yang kerap disem atkan pada anak m uda, sem entara di sisi yang lain fundam entalis lebih dikaitkan dengan alam pikir generasi tua. Praktis, ketegangan paradigm atis antara generasi tua m uda kian tak terjem batani. Sem entara generasi tua m enyikapi kiprah anak m uda, sebaliknya anak a priori m uda apatis dengan apa yang dilakoni generasi tua. Ruang dialog tersum bat, dan yang terjadi ada penghakim an. Ketegangan paradigm atik ini ujungnya membuahkan raibnya saling percaya antar generasi yang berbe Kenyataan ini tentu saja kontra produktif dengan kenyataan betapa warna-warninya gagasan y bersem ai di lingkungan NU tidak serta-merta tidak dianggap sebagai ancam an, m elainkan seba dinam ika yang niscaya terjadi. Tapi sayangnya, variasi gagasan sebagaim ana terlihat dalam kitab-k karya ulama salaf seolah kurang tam pak dalam konteks dinam ika berpikir di lingkungan NU. Perdeba

yang produktif disertai argum entasi yang m emadai sebagaim ana didedahkan dalam kitab-kitab otoirit (al-kutub al-mutabarahdi lingkungan pesantren itu tidak m em bias dalam tradisi berpikir kalanga ) nahdliyin. Malah yang terjadi kem udian adalah penunggalan cara berpikir dan bertindak atas nam a manhaj fikr NU. Dirunut dari sejarahnya, berdirinya NU sebagai sebuah institusi sosial keagam aan m erupakan produk a pikir lain di tengah main streamalam pikir yang berkem bang saat itu. Pertarungan pem aham an dan perbedaan paradigm a berpikir yang dikem bangkan gerakan W ahabi yang diim por ke tanah air b dijadikan titik pijak benih-benih lahirnya NU. Problem khilafiyah yang bersum ber dari perbedaan met berpikir itu kem udian menjadi landasan m endesaknya terbentuknya NU sebagai organisasi so keagam aan. Atas argum en untuk m enyelam atkan masyarakat dari sesat pikir yang ditudingkan sebagian kelom pada lainnya, NU hadir untuk mensinergikan ram uan Islam Tim ur Tengah yang dibawa parafathers funding yang ngelm u ke sana dengan khazanah dan tradisi lokal (baca; tradisi nusantara) yang berkem bang tanah air. Atas dasar ini pula, kehadiran NU merupakan institusionalisasi m etode berpikir y dirumuskan para funding fathers NU. Dan metode berpikir itu tidak pernah tunggal, m elainkan beragam , sebagaim ana beragam nya acuan kalangan nahdliyin dalam berm adzhab, berteologi, dan bertasawuf.

Tentu saja, ini bukanlah satu-satunya argum entasi yang mendasari lahirnya NU. Hal lain, yang bisa lebih penting, juga turut dalam m endesakkan perlunya sebuah organisasi sosial keagamaan yang berb pada ulam a: sebuah komunitas yang m ewarisi kenabian ( a warastatul anbiya al-ulam ) adalah kom itm en pem berdayaan um at yang terpuruk baik secara ekonom i, pendidikan, dan moral. Nahdlatut Tu Tashwirul Afkar, dan Nahdlatul Wathon yang merupakan unsur pra organisasi meminjam istilah Billah menjadi cikal bakal NU m enjadi organisasi. Meskipun, kata Billah,nahdlatut tujjaryang unsur m em berikan perhatian pada peningkatan ekonom i warga NU patah sebelum m enjadi tunas yang subu dalam struktur organisasi (Billah: 1998). Karena alasan ini pula, Billah menengarai raibnya perhatian terhadap ekonom i warga. Aswaja sebagai anhaj fikrm asih berupa rumusan-rumusan abstrak, dan sebagaimana dinyatakan para m petinggi NU, rum usan itu masih tersebar dalam kitab-kitab rujukan yang m asih diwarisi kalangan pesant hingga kini. Mem ang ada upaya untuk m erumuskan secara tertulis metode berpikir yang abstrak itu. m isalnya dilakukan oleh KH. Ahm ad Shiddiq yang saat itu menjadi Ketua W ilayah Partai NU Jawa Tim pada tahun 1969 m enyusun konsep tentang Metode Berpikir Nahdlatul Ulam a. Bisa jadi, ini ada rum usan standar tentang koridor berpikir warga Nahdliyin. Namun juga tidak m enutup kemungki bahwa itu hanyalah ijtihad KH. Ahm ad Shiddiq dalam membaca dan menafsirkan realitas y berkem bang di NU. Lepas dari apakah Metode Berpikir NU yang dirum uskan KH. Ahmad Shiddiq hanya interpretasi personal atau rum usan organisasional, yang jelas rum usan itu diproduksi ketika NU berkip sebagai partai politik. Dalam perjalanan waktu, perubahan yang luar biasa dinam isnya terjadi tidak saj lingkungan NU, tapi di kawasan tanah air secara um um . Bagaim anapun, teks rumusan metode berpikir tidak hadir dalam ruang ham pa. Ia hadir dalam ruang dan waktu yang m elingkupinya. Jadi, sangatlah tidak adil jika teks tersebut dim onum enkan dan lepas dari sentuhan kekinian. Sebagai t yang terbuka, rumusan metode berpikir itu terbuka untuk ditafsir. Dari tafsir itulah, generasi selanjut m em baca sekaligus m enerjem ahkan dalam wujud yang beragam. Ragam interpretasi itulah kem ud m elahirkan ragam kecenderungan di internal organisasi itu. Sungguhpun dem ikian, tidak sem bersepakat dengan tingkah polah generasi penerjem ah itu. Tidak sedikit yang keberatan, bah m elabelinya sebagai tindakan liar yang lepas dari koridor ke-NUan. Seiring dengan perkembangan dengan segala dinam ikanya, ketegangan antara generasi tua dan generasi muda sem akin s dipertem ukan. Munculnya ikon baru dalam pem ikiran keislam an belakangan ini kian m eruncing kesenjangan antara generasi tua dan m uda. Seolah liberalism e berpikir menjadi bagian yang terpisahkan dari generasi muda. Sungguhpun dem ikian, respons generasi tua tidak selalu tung Terdapat beberapa kiai NU yang mengecam keras para kader m uda NU yang ditengarai berpaham libe nam un ada pula para kiai yang "m em ahami" hal itu dan m enilainya sebagai "kewajaran". Seiring dengan menguatnya arus radikalism e Islam di tanah air akhir-akhir ini, para kiai NU juga sem a keras m engecam liberalism e Islam yang diusung generasi muda NU. Pasalnya, liberalism e Islam didak tidak sesuai dengan faham NU. Mereka pun m endakwakan untuk "tazkiyah" (m enyucikan) dari unsur-un luar yang dipaksamasukkan ( ad-dakhil ke dalam NU, semisal apa yang dilakukan oleh eksponen ) liberalism e Islam ini. Propaganda anti liberalism e Islam pun disebar tidak saja ditujukan kepada p pengurus NU di forum-forum resm i, tetapi juga di pengajianpengajian um um . Sayangnya, kampanye anti liberalism e Islam ini tidak dilandasi dan dipayungi oleh kejelasan yang ter benderang tentang koridor dananhaj fikrNU. Dengan kata lain, batas-batas pem ikiran yang m enandai m seseorang m asih NU atau keluar dari NU belum sepenuhnya dipancangkan. Hal ini m enyebab

m unculnya generalisasi terhadap anak-anak m uda NU yang dikategorikan (terlalu maju). Padahal kemajon. bagi kaum m uda, m engembangkan pem ikiran-pem ikiran baru melalui ijtihad atau inovasi baru m erupa keharusan yang tidak bisa dipungkiri. Tanpa upaya itu, maka akan terjadi kem andegan berpikir lingkungan NU. Pada saat yang sam a, generasi tua diharapkan menjadi pemandu yang bijak da m enyikapi kreasi yang beragam di kalangan anak mudanya. Bukan malah mematahkan upaya inov yang niscaya dibebabkan pada anak m udanya. Dengan dem ikian, kom unikasi tim balbalik harus men forum yang m emungkinkan untuk bisa saling m engkom unikasikan peran dan tanggung jawabnya.[]

Prospektif Ahlussunnah W al Jam aah Dalam NU 12/12/2007 Oleh : Ahmad Damanhuri Tuanku Mudo

Nahdlatul Ulam a (NU) m erupakan organisasi keagam aan terbesar di Indonesia yang didirikan pada tang 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926 M) di Surabaya oleh beberapa ulam a terkem uka yang kebanya adalah pem im pin/pengasuh pesantren. Tujuan didirikannya adalah berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah W al Jamaah (Aswaja) dan m enganut salah satu mazhab em pat. Ini berarti NU adalah organisa keagam aan yang secara konstitusional membela dan m em pertahankan Aswaja, dengan disertai bata yang fleksibel. Sebagai organisasi sosial keagamaan (Jamiyah Diniyah wal Ijtim aiyah), m erupakan bagian integral dari NU wacana pem ikiran suni. Terlebih lagi, jika kita telusuri lebih jauh, bahwa penggagas berdirinya NU mem pertautan sangat erat dengan para ulam a ain (Makkah-Madinah) pada m asa di bawah kekuasaan Haram Turki Usm ani yang ketika itu berhaluan Aswaja. Selam a ini image m asyarakat terhadap NU terlanjur miring dengan jargon sebagai kaum tradisiona kolot, irasional dan jum ud (stagnan) dalam pem ikiran. Tentu saja im age tersebut tidak berdasar. Jika statis, bagaim ana m ungkin memiliki um at 35 juta yang tersebar di seluruh tanah air dan m em iliki kr (kaidah hukum) Al-Mukhafatdlatu Ala Qadim ish Shalih Wal Ahdu Bil Jadidil Ashlah pertahankan nilai (m em dan tradisi lam a yang dianggap baik dan relevan, dan akomodatif terhadap nilai dan tradisi baru yang le baik). Bahkan seorang Ben Anderson (pakar studi tentang Indonesia dari Am erika) m engeluhkan sedikit perhatian ilm iah yang diberikan pada NU. Padahal NU yang dianggap sebagai sim bol Islam tradisiona m enurutnya, memainkan peran signifikan dalam berbagai perubahan sosial dan politik di Indonesia. Le keras lagi Ben m enuduh adanya prasangka ilm iah ( scholarly prejudicesdalam studi-studi Indonesia yang ) m em buat NU terabaikan dan terisolasi. Keadaan agak tertolong, setelah NU secara yuridis m enjustifikasikan satu keputusan monum ental b reformasi secara kritis dan analitis dalam institusi tertinggi dibawah Muktam ar yaitu Musyawarah Nasio Alim Ulam a di Bandar Lampung pada tahun 1992. Dalam keputusan tersebut disepakati bahwa sist pengambilan keputusan hukum dalam Bahsul Masail Diniyah (pem bahasan m asalah-masalah agama) bisa dilaksanakan dengan pola berm azhab secara (tekstual) maupun qauli manhaj (kontekstual). Hal ini m em berikan kem ungkinan untuk m engikuti m anhaj, jalan pikiran dan kaidah hukum yang telah disu oleh para Imam mazhab. Begitupun dalam bidang akidah, tidak m ustahil terjadi pem baharuan pem ik sepanjang sejalan dengan manhaj Imam Abu Hasan Al-Asyari dan Im am Abu Mansur Al-M aturidi. P berpikir sem acam ini dapat diketahui pada pem ikiran Al-Baqillani, Al-Baghdadi, Al-Juwaini, Al-Ghazali, Syahrastani dan Al-Razi. Reinterpretasi Asw aja NU Secara kebahasaan, Ahlussunnah W al Jam aah dapat dikonsepsikan Ahlun berarti pem eluk aliran atau : pengikut m azhab. Al-Sunnahberartithariqat(jalan), sedangkan Al-Jamaahberarti sekum pulan orang yang m em iliki tujuan. Secara term inologi dapat didefenisikan bahwa adalah orang yang m em iliki m etode Aswaja berpikir keagamaan yang mencakup sem ua aspek kehidupan yang berlandasan atas dasar-dasar moder m enjaga kesinambungan dan toleran, dan shalat tarawih 23 rakaat. Pandangan seperti itu pas b dengan anggapan sementara orang luar NU terhadap perilaku warga NU sendiri. Prospektif Aswaja NU Diskursus Aswaja dalam NU kurun 1994-sekarang ini terbilang cukup m engagetkan kalangan ulam a Doktrin Aswaja NU selama ini dinilai sebagai sesuatu yang final dan haram hukum nya diperdebat eksistensinya. Secara m engejutkan, m uncul pem ikiran baru tentang perlunya rekonstruksi rum usan Asw NU untuk m engantisipasi perkembangan pem ikiran dalam bidang keagamaan yang melaju dengan ce sesuai dengan tuntutan zaman. Alasannya, konstruksi fiqhiyyahAswaja NU mungkin m asih bisa akom odatif dan survive dalam m enghadapi perubahan sosial. Akan tetapi lain halnya, bila m enelusuri doktrin Aswa NU dalam bidang teologis, yang di dalam nya tidak luntur sebagaim ana konstruksi fiqh. Pem ikiran nyeleneh yang disebut terakhir ini, sebenarnya akibat langsung dari pem ikiran KH. Abdurrahm W ahid (Gus Dur) yang tradisionalis radikal (mem injam istilah Mitsuo Nakamura). Ia m engkom binasi sintesis yang canggih dari apa yang terbaik di dalam nilai-nilai modernitas dan kom itm en terha rasionalitas dan keulam aan m aupun kebudayaan tradisional. Pem ikiran radikal gaya Gus Dur kemud

diikuti oleh tokoh-tokoh NU diantaranya Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj, MA, Masdar F Masudi dan Fa Falakh. Salah satu rekonstruksi Aswaja adalah pandangan bahwa doktrin Aswaja harus dipaham i sebagai Manhaj Al-Fikr atau sebagai metotologi berfikir, bukan Aswaja sebagai mazhab apalagi produk Mazhab. Ini artin berpaham Aswaja berarti bersikap dengan m enggunakan Tawasuth yaitu bersikap ditengahManhaj , tengah antara pem ahaman tektual dengan rasionalism e, bersikap dengan Tawazun berarti Manhaj , berpandangan keagam aan yang berusaha m engembangkan, sikap m oderat Aswaja tercerm in pada m et pengambilan hukum ( bat yang tidak semata-m ata m enggunakan nam un juga mem perhatikan istim ) nash, posisi akal. Dalam wacana berpikir selalu menjem batani antara wahyu dan rasio al-rayu). Metode nash) ( ( seperti inilah yang diimplem entasikan oleh Im am mazhab empat serta generasi berikutnya da m enelurkan hukum -hukum pranata sosial. Sikap lain yang ditunjukkan adalah tawazun atau sikap netral yang dalam berpolitik yaitu tidak m em benarkan kelom pok bergaris keras ( tatharruf, tetapi jika berhadapan dengan penguasa yang lalim ) m ereka tidak segan-segan mengam bil jarak dan mengadakan aliansi. Sedangkan dalam kehidupan so bermasyarakat, Aswaja m em punyai sikap toleran ( ) yang tam pak dalam pergaulan dengan tasamuh sesam a muslim dengan tidak saling m engkafirkan dan terhadap um at lain saling m enghargai. Lebih m enarik, bila m engam ati Aswaja dalam NU. Terminologi Aswaja m asih m em ungkinkan memerlu reinterpretasi (penafsiran ulang). Hal ini karena rum usan baku Aswaja NU belum terlalu tegas. Da qanun asasi (UUD) NU pun belum ada penjelasan yang m endasar m engenai rum usan Aswaja. Di dalam ny KH. Hasyim Asyari (Rais Akbar) m enyebutkan Madzahibul Arbaah (bukan salah satu dari empat mazhab). Penyebutan itu bertujuan agar warga NU yang heterogen wacana pem ikirannya tidak Ini artinya taasub . doktrin itu bukan kebenaran absolut, yang tidak bisa menerim a tawaran pem ikiran baru. Landa pikirnya, tentu karena hal itu m asih merupakan wilayah ijtihadiyah sehingga m ungkin saja dibenarkan jika , kalangan NU itu sendiri melakukan reinterpretasi terhadap teks-teks Aswaja yang ada. Selam a ini orang berpendapat bahwa berhaluan Aswaja adalah mereka yang suka pengajian akbar, m endirikan m adras m engelola ziarah kem akam para ulam a terdahulu, seperti Syekh Burhanuddin di Ulakan Padang Pariam dan wali songo di pulau Jawa, tahlilan, manakiban, shalat Subuh pakai qunut, keseimbangan da m enjalin hubungan antara m anusia dengan tuhannya, manusia dengan sesam anya dan antara manu dengan lingkungannya. Hal inilah yang m enunjukkan bahwa Aswaja sangat prospektif, tidak m ati kar perkem bangan zam an. Pem ikir-pem ikir liberal yang disebut sebelum nya juga berim plikasi terhadap perkem bangan pem ikiran di daerah yang tidak saja di dom inasi oleh pem ikiran kiai-ulam a sepuh, tetapi gerak langkah tokoh m NU m enghiasi wacana baru yang lebih progresif. Menanggapi fenom ena di atas, sepertinya akan menjadi keniscayaan pada era mendatang dan kira perlu kesiapan m ental menguasai elite NU agar dinam ika pem ikiran m ereka tidak dipasung, dan a dibiarkan berkelana hingga sudut langit di awang-awang, tanpa bisa dibum ikan dilingkungan jam iyah yang selalu berpegang kuat pada senjata akomodatif terhadap perkem bangan baru yang lebih baik. Pengurus Departem en Agam a dan Idiologi PW . GP. Ansor Sumbar

KONTEKSTUALISASI ASWAJA
(dari Doktrin ke M anhaj al Fikr )? Oleh: Abu Hafsin
Pendahuluan

Ahli Sunnah W a al-Jamaah (Aswaja) selam a ini difaham i sebagai sebagai suatu sekte keagam aa terbesar dalam Islam dan diklaim sebagai aliran yang paling benar. Itulah karenanya pengikut Aswaj yang lebih sering disebut sebagai kelompok Sunny, sering dipandang oleh outsiders (para Islamolo yang bukan Islam ) sebagai orthodoxy (orthos berarti benar dan doxa berarti pendapat). Islam Sedangkan kelom pok di luar itu diangap sebagai heterodox (hetero berarti lain). Jadi heterodox m erupakan suatu aliran keagam aan yang diangap berbeda dengan keyakinan kebanyakan oran Dalam m anifestasi kehidupan sosial, heterodoxy sering m uncul dalam wujud gerakan-gerakan sempala yang berada di luar m ainstream . Karenanya, dari sudut pandang ethim ologis ini, kelom pok Syiah bis dikategorikan sebagai kelom pok heterodox. Nam un bagaimanakah dengan kelom pok sem palan, yan gerakan keagamaannya berada di luar m ainstream tetapi mengaku pengikut Aswaja? Bagaimana kala m ereka yang jum lahnya tidak banyak itu justeru m enuduh m ayoritas Muslim sebagai kelom pok yan tidak m engikuti Aswaja?

Untuk m enjawab persoalan ini sudah selayaknya jika GP Ansor, sebagai komponen generasi m uda N m encoba berpikir serious m engenai perkem bangan pem ikiran keagam aan. Kesan selama ini bahw Ansor hanya sebagai batu loncatan untuk m enaiki tangga politik, m em ang terrasa begitu kenta Kegiatan intellectual nyaris terabaikan, dan kalaupun ada sepi dari pem inat. Tulisan berikut ini tida akan mencoba menjelaskan m engapa kegiatan-kegiatan Ansar m enjadi sangat pragmatic, tetapi hany akan m em berikan gam baran ilm iyah bahwa Aswaja yang selama ini di klaim oleh NU dan seluruh bada otonom nya sebagai ruh pergerakan itu dapat dibenarkan secara historis dan ilm iyah. Asw aja yang Historis

Pendapat bahwa Aswaja bukan sebagai doktrin m erupakan pengingkaran terhadap kenyataa Pemahaman keagamaan yang tersebar dalam berbagai bidang ilm u-ilm u ke-Islam -an, seperti Fiq Theologi dan Sufism e, yang sekarang dianut oleh kebanyakan um at Islam m erupakan doktrin Aswaj Dengan dem ikian jika Aswaja hanya diakui sebagai manhaj atau metoda pem aham an Islam , pendap ini merupakan pengingkaran terhadap kenyataan. Jadi permasalahan yang penting untu dikem bangkan bukan apakah Aswaja sebagai doktrin itu ada atau tidak, tetapi apakah pembahasa Aswaja itu cukup mendasarkan pada wilayah doktrinal ataukah harus pula m em bahas Aswaja sebag sebuah metoda pem aham an keagam aan. Permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adala apakah pem benaran (justification) terhadap Aswaja itu cukup dengan pendekatan norm atif?

Tradisi pem ikiran Islam yang ada sekarang (Fiqh, theologi, Sufism e dan lainya) tidak lahir dari ruan hampa. Ia lahir dari suatu proses pergumulan yang panjang, yang sudah barang pasti terkait er dengan aspek-aspek sosio-kultural serta sosio-politik yang melingkupinya. Itulah karenanya untu m endapatkan gam baran utuh, pengkajian Aswaja tidak cukup hanya m engandalkan pada kajian-kajia doktrinal dengan pendekatan norm atif, tetapi harus m elibatkan kajian kesejarahan. Kajian kesejaraha ini penting dilakukan untuk m eluruskan pola-pola pem ahaman keagam aan mana yang historis da m ana yang ahistoris.

Ada beberapa alasan m engapa kajian kesejarahan ini sangat penting. Pertam a, banyak um at Islam yan m elihat Aswaja dengan berbagai variasinya hanya sebagai ideologi yang baku, seolah infallible da imm une terhadap perubahan zam an. Dalam konteks ini Aswaja seringkali diartikan secara sederhan yakni sebagai antitesa dari faham Syiah, orthodoxy dari heterodoxy atau sunnah dari bidah. Khusus Indonesia, Aswaja ini bahkan telah diklaim sebagai ideologi dari berbagai organisasi keagamaa Meskipun diantara Ormas Islam yang ada, NU dan badan otonom nya yang paling raj m engkampanyekan dirinya sebagai penerus dan pem elihara faham Aswaja, Orm as-ormas Islam lainny juga telah mengklaim dirinya sebagai kelom pok Aswaja, baik secara im plisit maupun eksplisit. Sala satu keputusan M ajlis Tarjih Muham m adiyah m enyatakan bahwa keputusan tentang iman merupaka akidah ahlul haqq wa al-sunnah.Persis juga m engklalim dirinya lebih berhak m enyandang predik Aswaja dengan alasan bahwa ia tidak berm adzhab (Said, 1999: 114). Dengan dem ikian klali ahlusunnah sebenarnya lebih pantas disandang mereka. Bahkan baru beberapa tahun yang la m uncul fenom ena baru yang sangat menarik karena kelom pok M uslim garis keras telah m engklai dirinya secara eksplisit sebagai kelom pok Jihad Aswaja.

Di tengah m unculnya klaim Aswaja yang dilakukan berbagai organisasi kegam aan di Indonesia saat in sudah selayaknya jika Ansor sebagai kom ponen generasi muda NU, memberikan pemaknaan yan benar dari konteks m anhaji (metodologis). Mengapa tidak dari sudut pandang doktrinal? Karena upay pemaknaan dan pendefinisian kem bali (redefinisi) Aswaja secara doktrinal terkadang menim bulkan ha hal yang paradoksal. Doktrin m erupakan hasil pem ikiran seseorang yang kemudian terlem baga menja ajaran baku. Sudah barang pasti dalam proses pem bakuan ini terkait dan terpengaruh oleh kondi waktu dan tempat. Doktrin yang dihasilkan oleh para ulam a terdahulu belum tentu tepat dengan kondi sekarang. Justeru kalau kita memaknai Aswaja dari sisi doktrinal, kita akan terjebak sendiri. Boleh ja kita tidak lagi bisa dikatakan sebagai bagian dari penganut Aswaja yang hakiki karena telah melakuka pemutlakan pem benaran doktrinal.

Alasan kedua m engapa Aswaja tidak harus difaham i dari sisi doktrinal ini didasarkan atas sua kenyataan bahwa banyak pendapat para Imam yang kita anggap sebagai rujukan tetapi berbeda taja antara satu sam a lainnya. Misalnya al-Junaidi menyatakan bahwa peniadaan sifat-sifat Allah merupaka awal dari sikap tawhid . Ini jelas akan bertentangan dengan faham Im am al-Asyari yang m enyataka bahwa Allah m em iliki sifat. Inilah yang menyulitkan kita untuk bisa m em berikan pem benaran jik Aswaja difaham i dalam konteks doktrinal. Oleh karena itu, untuk mem berikan pembenaran, per kiranya m elihat Aswaja dalam konteks manhaj atau m etodologi pem aham an keagam aan.

Ketiga, dasar pem benaran Aswaja selama ini seringkali bersifat teologis norm atif. Ada dua Hadi riwayat Im am Turm udzi dan satu Hadits riwayat Im am Tabrani yang sering digunakan untu m em benarkan Aswaja. Hadits-hadits tersebut menceritakan tentang akan terjadinya perpecahan kalangan umat Islam sampai 73 kelompok sebagaim ana telah terjadi di kalangan Yahudi dan Kriste Dintara ke 73 kelom pok itu semuanya akan m asuk Neraka kecuali satu kelom pok, yakni kelom po pengikut Sunnah Nabi dan para Sahabatnya. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Tabrani bahka disebutkan secara eksplisit bahwa yang satu kelom pok itu adalah Ahlu Sunah W a al-Jamaah.

Pem benaran secara teologis-norm atif tidak ada salahnya. Pendekatan norm atif tidak harus dihadapka secara diam etrical dengan pendekatan ilm iyah. Dalam banyak hal, keyakinan keagam aan juga per m endapatkan pem benaran norm atif. Dengan dem ikian persoalannya bukan tidak boleh m enggunaka pendekatan norm atif untuk m endukung Aswaja tetapi sejauh mana pendekatan norm atif itu berwata coherent dan tidak paradoxical.

Jika diteliti secara mendalam , ketiga hadits pem benar Aswaja itu berwatak paradoxical dan m ungk sekali lahir saat um at Islam dilanda perpecahan. Hadits-hadits itu m uncul untuk tujuan penyatuan Um Islam yang sudah tercerai berai akibat perang saudara. Bahwa dalam Hadits-hadits tersebut terkandun tujuan yang sangat m ulia, memang tidak diragukan lagi. Namun dalam m em enuhi tujuan yang mul tersebut ada satu prinsip yang terkorbankan, yakni prinsip kesucian M uham mad sebagai Rasulullah.

Kehadiran Nabi Muhamm ad saw. di tengah m asyarakat Jahiliyah sudah barang pasti tidak bis dipisahkan dari m isi kerasulan, baik dalam wujud al-Quran m aupun dalam bentuk prilaku pribadiny Nam un m isi kerasulan yang dibawanya itu seringkali berhadapan dengan kecenderungan umu m asyarakat Jahiliyah yang m enganggap orang sehebat Nabi sejajar dengan para Kahin (tukang ram a Itulah karenanya al-Quran sangat berkepentingan untuk m em bentengi Nabi dari tuduhan sebagai Kah dengan pernyataan yang tegas bahwa apa yang dibawa Nabi benar-benar m erupakan wahyu Alla Kalau al-Quran mencoba meyakinkan masyarakat Arab pra-Islam bahwa apa yang dibawa oleh Nabi i benar-benar wahyu serta m encoba m enjaga Nabi agar terhindar dari tuduhan sebagai peram a pertanyaannya apakah logis jika Nabi kemudian banyak m enyatakan hal-hal yang prediktif? Bukanka hal dem ikian ini bertentangan dengan logika um um yang tersimpul dari al-Quran itu sendiri? Suda barang tentu hal ini tidak m ungkin dilakukan Rasulullah. Itulah karenanya hadits-hadits yang bersif prediktif ini sulit untuk bisa diterim a sebagai landasan norm atif untuk membenarkan Aswaja.

Dengan bersandar pada ketiga alasan di atas, pem benaran atas Aswaja harus dilihat dari aspe kesejarahan. Dari hasil pendekatan kesejarahan ini kem udian Aswaja di rekonstruksi m enjadi konse konsep yang abstrak. Konsep-konsep abstrak inilah yang akan kita jadikan sebagai pola atau mod pemahaman keagam aan. Inilah yang kam i maksudkan Aswaja sebagai metoda pem aham an keagam aa Islam . Pem aham an Asw aja Sebagai M anhaj al Fikr

Dalam tradisi um at Islam di Indonesia, khususnya NU, penganut Aswaja biasanya didefinisikan sebag orang yang m engikuti salah satu m adzhab em pat (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali) dalam bidan Fiqh, m engikuti Im am al-Asyari dan Maturidi dalam bidang akidah dan mengikuti al-Junaydi dan a

Ghazali dalam bidang tasawwuf. Sejauh pengetahuan penulis, definisi ini pertam a kali dirum uskan ole Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari sebagaim ana tertuang dalam Qonun Asasi NU.

Secara doktrinal, pengertian Aswaja di atas sama sekali tidak salah. Pengertian ini m erupakan defin operasional yang ditujukan untuk memudahkan pem aham an Aswaja. Definisi ini mem an diperuntukkan bagi mereka yang, karena profesi dan tingkat keilm uan yang dim iliknya, tidak m ungk m elakukan penelitian kesejarahan terhadap Aswaja. Jadi untuk m emudahkan pemahaman, m ak disediakanlah jawaban yang praktis operasional. Ini seperti Nabi yang ditanya M alaikat Jibril tentan pengertian Iman, Islam dan Ihsan. Jawaban yang diberikan Nabi m erupakan jawaban prakt operasional. Meskipun Nabi yakin persoalan im an tidaklah sesederhana seperti yang digambarkanny Nabi tidak m em berikan pengertian yang njlim et, abstract dan filosofis. Pengertian yang dem ikian i bukan m erupakan konsum si m asyarakat awam. Jadi kalau Nabi memberikan definisi yang susa difaham i awam , m alah justeru dapat m engkaburkan misi dakwah Islam iyahnya. Dengan dem ikian ap yang telah dilakukan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asyari dengan pem berian definisi operasion Aswaja di atas sebenarnya merupakan sikap yang sangat bijak, yang didasarkan atas kenyataan bahw kebanyakan umat Islam di Indonesia saat itu belum memungkinkan untuk bisa dibawa ke ala pem ikiran Aswaja sebagai sebuah m anhaj al fikr.

Pola pendekatan Aswaja sebagai manhaj bisa dilakukan dengan cara m elihat setting sosio-politik da kultural saat doktrin itu lahir. Dengan dem ikian, dalam konteks Fiqh, misalnya, yang harus dijadika dasar pertim bangan bukanlah produknya m elainkan bagaim ana kondisi sosial politik dan budaya ketik Imam Hanafi, Im am Malik, Im am Syafii dan Imam Hanbali melahirkan pem ikiran Fiqhnya. Dalam bidan teologi m aupun Tasawwuf juga harus dilakukan hal yang sam a. Bukan apa doktrin yang ditawarkan ole al-Asyari dan al-Maturudi, al-Junaidi dan al-Ghazali, tetapi pertanyaannya bagaimana kondisi sosi politik m aupun budaya yang telah m elahirkan doktrin tersebut. Jika kita sepakat dengan prose kontekstualisasi ini, maka pem aknaan Aswaja jelas menghendaki kem ampuan untuk m elakuka pemaknaan kem bali terhadap fakta-fakta sejarah yang m elatar-belakangi lahirnya doktrin Aswaja.

Berangkat dari pola pendekatan di atas, yang paling penting dalam mem aham i Aswaja sebagai m anh adalah menagkap makna dari latar belakang kesejarahan untuk kem udian disarikan m enjadi sebua karakter yang m endasari tingkah laku dalam ber-Islam , dalam bernegara dan berbangsa. Atas das inilah KH. Ahmad Siddiq (al-m aghfur lah) benar sekali ketika m erumuskan karakter Aswaja kedalam tig sikap, yakni; tawasuth, itidal dan tawazun (pertengahan, tegak lurus dan keseim bangan). Ketig karakter inilah yang menjadi kerangka acuan Aswaja baik dalam mensikapi permasalaha perm asalahan keagamaan maupun politik. Dan inilah yang sebenarnya menjadi inti dari ca m em aham i Aswaja sebagai sebuah m anhaj al fikr.

Selain ketiga karakter di atas, sebenarnya terdapat satu karakter lainya yang jarang diungkap yak watak Aswaja yang cenderung m em entingkan stabilitas sosial. Watak ini sepintas memang dipandan kurang progresif dan bahkan terkesan stagnan. Ini sudah m enjadi konsekuensi dari kelompok besa Karena besarnya itulah gerakan Aswaja menjadi tidak lincah sebagaim ana gerakan rasionalis Mutazila atau gerakan ekstrim is Khawarij. Jadi persoalan yang selalu dihadapi kelompok pengikut Aswaja i m em ang sangat kompleks, yakni bagaim ana m enciptakan stabilitas untuk kelom pok masyarakat yan m em iliki tingkat heterogenitas tinggi.

Kesim pulan bahwa Aswaja m em iliki karakter tawasuth, itidal, tawazun dan m em entingkan stabilitas i bukan tanpa bukti kesejarahan. Sem uanya dapat dilacak m elalui sejarah kemunculannya. Pertengaha abad kedua Hijriayah m ungkin m enjadi waktu yang tepat sebagai starting point pelacakan lahirny Aswaja. Dianggap tepat karena m asyarakat Islam saat itu terpecah m enjadi beberapa faksi akib perang Siffin, perang antara Imam Ali dan Muawiyah b. Abi Sufyan yang terjadi pada bulan Mei tahu 657.

Perang Sifin telah membuat m am syarakat Muslim terpecah paling tidak m enjadi empat kelom pok, yak kelompok Ali kw, kelompok Muawiyah, kelompok khawarij dan kelom pok Murjiah. Kelom pok Murjia inilah yang sering disebut sebagai proto sunny atau cikal bakal Sunny. Ia merupakan kelom po m ayoritas yang tidak mau terlibat dalam urusan politik praktis. Fungsi sosial mereka adala penyeim bang diantara berbagai faksi yang bertikai. M ereka lebih menyibukkan pada gerakan m oral da kultural serta pengem bangan ilmu pengetahuan. Diantara tokoh Sahabat Nabi yang m enem patka dirinya pada posisi netral adalah Abdullah b. Um ar, Abi Bakrah, Imran b. Husein Muham m ad b. Shala Saad b. Abi W aqas dan lainnya yang pada saat terbunuhnya Usman b. Affan m ulai m enjauhkan diri da urusan politik.

Pada m asa Tabiin, kelompok netralis ini m asih tetap konsisten dengan gerakan-gerakan kulturalny Meskipun diantara mereka ada beberapa yang terjebak dalam watak ekstrim ke-murjiahan-nya secara kom unal mereka masih m enjadi bagian dari kelom pok mayoritas netralis. Imam Abu Hanifah (w 150/767) saat menentang pendapat ekstim kelom pok Khawarij memberikan simpati terhadap kalanga m urjiah tersebut. Ia m engaku bahwa pendapatnya itu sam a seperti pendapat Ahlul Adli was Sunna Labih jauh Abu Hanifah mengatakan Berkenaan dengan julukan Murjit yang engkau berika (sehubungan dengan pendapatku) m aka apakah dosa dari orang-orang yang berbicara dengan ad (adil) dan yang oleh orang-orang yang m enyimpang, sekalipun dijuluki dem ikian (adl)? Sebalikny m ereka ini (bukan Murjit-Murjit tetapi) adalah orang-orang penengah (adl) yang berada di jalan tengah (Rahm an, 1984:5). Karena inilah al-Asyari dalam Maqalat al-Islam iyin (1980:138) m em asukkan Ab Hanifah sebagai kelom pok Murjiah.

W atak Aswaja yang sangat m enekankan pada pentingnya arti keseim bangan serta stabilitas sosi bahkan lebih terlihat lagi dari suatu konsepsi keagam aan yang sangat m engedepankan m akn konsensus (ijma). Dari kata-kata Ahli Sunnah waljam aah itu sendiri secara eksplisit menunjukka bahwa kesepakatan sosial m erupakan hal yang sangat penting dalam m em aham i Islam . Denga penelitian sepintas terhadap al-Muwatha karya Im am Malik b. Anas m isalnya, kita dapat langsung faha bahwa kesepakatan sosial m endapatkan ruang yang cukup leluasa. Setelah mengutip hadith Nab Imam Malik sering memberikan komentar yang m erujuk pada praktek m asyarakat Madinah. Kom enta kom entar itu biasanya diiucapkan dalam rangkaian kata-kata qad madlat al-sunnah, al-sunnah indan al-sunnah allati la ikhtilafa indana, al-amru alm ujtam a alaih indana, al-am ru alladhi la ikhtilafa fi indana. Ini m enunjukkan bahwa Im am Malik m em andang kesepakatan sosial menjadi bagian da m ekanism e pem aham an keagam aan.

Proses pem bentukan kesepakatan sosial yang terjadi secara alam i ini kemudian disanggah oleh Im a al-Syafii. Ia tidak m au m enggunakan tradisi yang hidup (kesepakatan sosial) sebagai sandaran untu m em bangun hukum Islam. Ia kem udian m engam bil langkah dengan cara m elakukan form alisa kesepakatan sosial kedalam bentuk Ijm a. Kesepakatan sosial yang pada masa Imam Malik berorienta ke depan dan terjadi secara inform al (sukuti), menjadi ijm a yang berorientasi ke belakang dan berwata form al.

Bukan saat yang tepat untuk m em bicarakan secara detail pola-pola pendekatan Ushuli baik yan dilakukan oleh Im am Malik maupun al-Syafii. Dengan gam baran singkat di atas, kam i hanya ing m enunjukkan bahwa baik Im am Malik m aupun al-Syafii, meskipun berbeda secara m endasar, tata m em iliki concern yang sama dalam m ensikapi arti pentingnya sebuah jam aah. Jadi meskipun Imam a Syafii lah yang m em otong proses pem bentukan sunnah dalam pengertian tradisi yang hidup (livin radition) dan telah m enghentikan aktivitas roy sebagai alat untuk menafsirkan Sunnah Nabi m enja Sunnah yang hidup, motivasinya jelas untuk tujuan stabilitas jam aah (social stability). Bis dibayangkan, betapa kacaunya pem aham an keagam aan jika Im am al-Syafii tidak melakukan h dem ikian. Jadi konsep stabilitas jam aah inilah yang m enjadi watak Aswaja, dan inilah inti Aswa sebagai sebuah metoda pemahaman keagam aan. Penutup

Pemahaman Aswaja di kalangan warga NU sudah saatnya dilakukan perubahan orientasi dari Aswa sebagai doktrin m enjadi Aswaja sebagai m etoda pem aham an keagamaan. Hal ini penting dilakuka guna memberikan pemaknaan konteks kesejarahan yang benar terhadap Aswaja. Karakter Aswaja yan tawasut, itidal, tawazun dan penekanannya pada stabilitas jam aah itu secara historis ilm iyah dap dipertanggung-jawabkan. Karena ekstrim itas (tatharruf) tidak dikenal dalam sejarah Aswaja, mak aliran Islam keras yang mengklaim dirinya selaku penganut Aswaja bukan hanya paradoksal teta ahistoris.

Melakukan kajian kesejarahan terhadap Aswaja dengan bantuan ilm u-ilm u sosial sebagai pisa analisanya sangat perlu dilakukan. Dengan dem ikian, saat kita harus m elakukan pembenaran doktrina pem benaran itu tidak terkesan normatif, apologetik dan emosional tetapi benar-benar sua pem benaran yang didasarkan pada cara-cara ilm iyah. Untuk tujuan ini, sudah selayaknya jika GP Ans sebagai angkatan m uda NU mem iliki keperdulian untuk m engususng gerakan akadem ik ilm iyah yan selam a ini terrasa sudah m ati. Munculnya berbagai m acam kelom pok yang m engatas-nam aka pengikut Aswaja, tidak hanya cukup disikapi secara bijaksana tetapi juga harus disertai denga argum en-argum en ilm iyah. Jum`at, 18 Mei 2007 00:00:00 Oleh : Ust. A. Zainul Hakim ,SEI. I. PENGERTIAN AHLI SUNNAH W ALJAMA'AH

ASW AJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelas sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirm idzi, Ibnu Majah Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah m enjadi 72 Golongan dan um matku akan terpecah be m enjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kem udian para sahabat berta ; "Siapakah m ereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh m enjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Al wa Ashabi" yakni m ereka yang m engikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh p sahabatku.

Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW m enjelaskan bahwa golongan yang selam at adalah golongan y m engikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu ti sekedar kita m aknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pem ahaman tent ajaran Islam m aka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah W aljam a'ah lebih kita artikan seba "Manhaj Au Thariqoh fi Fahm in Nushus W a Tafsiriha" ( metode atau cara mem aham i nash dan bagaim m entafsirkannya).

Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah W al Jam a'ah sesungguhnya sudah ada sejak zam an Rasulu SAW . Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru m uncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikait dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirum uskan kem bali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Im am Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat m unculnya berba golaongan yang pem aham annya dibidang aqidah sudah tidak m engikuti Manhaj atau thariqoh y dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik kekuasaan. II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASW AJA Ahli Sunnah wal Jama'ah m eliputi pem aham an dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersum ber dari Nash Qur'an maupun Hadist kemudian m enjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.

Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Nam un perbedaan itu sebatas p penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaim dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok

Sunnah W al Jam a'ah tidaklah m engakibatkan keluar dari golongan ASW AJA sepanjang masih m engguna m etode yang disepakati sebagai Manhajul Jam i' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW . Y diriwayatkan oleh Im am Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kem udian ijtihadnya be m aka ia m endapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya m endapatkan satu pahala". O sebab itu antara kelom pok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara m ereka, ti boleh saling m engkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.

Adapun kelom pok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jam i' yaitu m et yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta m erta m engkafir m ereka sepanjang mereka m asih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ula m enem patkan kelom pok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara KH. Hasyim Asy'ari sebagaim ana pernyataan beliau yang m em asukkan Syi'ah Im amiah dan Zaidiy termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah. III. KERANGKA PENILAIAN ASW AJA

Ditinjau dari pem aham an diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah W al Jam a'ah terdapat hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenaran dan disepakati penyim pangannya. Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa; 1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijm a' (kesepakatan para sahabat/Ulam a) 2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim . 3. Tidak ada yang m enyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.

4. Alloh adalah dzat yang m enjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk seg perbuatan m anusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' d Qodharnya Allah.

5. Perbuatan dosa baik kecil m aupun besar tidaklah menyebabkan orang m uslim m enjadi ka sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau m enghalalkan apa s yang diharam kan-Nya.

6. Mencintai para sahabat Rasulillahm erupakan sebuah kewajiban, term asuk juga meyakini bah kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Um ar Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib. m uslim termasuk kepada para penguasa. Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyim pangannya antara lain :

7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi m ungkar m erupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh set

1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bah Sayyidina Ali Bin Abi Thalib m em peroleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wah 'ism ah dan lain-lain.

2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam sepe yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdam dengan Mu'awiyah.

3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah m enjadi masalah serta tidak m enodai iman. Pendap ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.

4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an m aupun Hadist yang tidak bersumber pada kaida kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti m enghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara l

m enghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih) IV. PERKEM BANGAN AHLI SUNNAH W ALJAMA'AH

Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya m em iliki dua kecenderun dalam menyikapi berbagai perkembangan pem ikiran dalam m erum uskan konsep-konsep keagama terutam a yang m enyangkut masalah Aqidah. Kelom pok pertam a senantiasa berpegang teguh kepada n Qur'an dan Hadist dan tidak m au m endiskusikannya. Kelom pok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat ant lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Ham bal. Jika m ereka menyaksiksn sekelom orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-m asalah aqidah, mereka m arah m enyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .

Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang m emilih untuk m elakukan pem bahasan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pem aham an serta mem elihara Aqidah Islam iyah dari berba penyim pangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Tha 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.

Kelom pok kedua ini juga m erasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik ya m enyangkut masalah Aqidah, Fiqh m aupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap m unculnya sikap yang ekstrim . Pertama adalah kelom pok yang terlam pau sangat hati-hati yang kem udian dise sebagai "Kelom pok Tafrith" Kelom pok ini m em ahami agama m urni m engikuti Rasulillah dan p sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau m emberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir m elam p batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelom pok yang m engguna kemaslahatan dan m enuruti kebutuhan perkem bangan secara berlebihan dan kelom pok ini disebut den "kelom pok Ifrath"

Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang m enggunakan dalil-dalil m ant (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah penyim pangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difaham i oleh m asyarakat banyak ketika nam un tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdany "Kallimunnas Bim a Ya'rifuhu W ada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhum uLlahu wa rasuluh" (Bicara kam u dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu mem aham inya, dan tinggalkanlah apa y m ereka ingkari. Apakah kalian m au kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis m arfu' y diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailam i, atau menurut Im am Bukhari dim auqufkan kepada Sayyidina RA.

Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikem bangkan oleh para pem ikir Ahli Sunnah Jama'ah dalam m erespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat m enghindari berbagai bentu antara teks-teks agama dengan kondisi sosial m asyarakat yang berubah-rubah.

Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara teks m elainkan mengikuti Manhaj atau m etode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, k terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) m erupakan satu bentuk kesesa tersendiri, karena ia tidak akan m am pu m em aham i apa yang dikehendaki oleh Ulam a-ulam a Salaf.. jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bim aqooshidi Ulam aa'il Muslim in wa Sa Maadhin) V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH W ALJAM A'AH

Sebagaim ana dinyatakan dim uka, bahwa ASW AJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manh Fikr (m etodologi berfikir) atau faham saja yang didalam nya masih mem uat banyak alaiaran dan m adzh

Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasam uh dan tawazun. Hal ini tercerm in sikap Ahli Sunnah W al Jama'ah yang m endahulukan Nash namun juga m em berikan porsi yang long terhadap akal, tidak m engenal tatharruf (ekstrim ), tidak kaku, tidak jumud (m andeg), tidak eksklusif, ti elitis, tidak gam pang m engkafirkan ahlul qiblat, tidak gam pang m embid'ahkan berbagai tradisi dan perk baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, m uam alah, akhlaq, sosial, politik, bud dan lain-lain. Kelenturan ASW AJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterim a o m ayoritas um at Islam khususnya di Indonesia baik m ereka itu orng yang ber ORMASkan Muham m adiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.

W al hasil salah satu karakter ASW AJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situ dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam m engem as ASWAJA pada masa paska pem erintahan Al-Mutawa setelah puluhan tahun m engikuti Mu'tazilah merupakan pem ikiran cem erlang Al-As'ari da m enyelam atkan um at Islam ketika itu. Kem udian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Im am Al-Juw sebagai murid Al-Asyari m erum uskan kem bali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional j m erupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah W al Jam a'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang m enolak filsa dan m em usatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga m erupakan bukti kedinam isan dan kondusifnya Aja ASW AJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASW AJA sebagaim ana y dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga m erupakan pem ikiran cemerlang yang sangat kondusif.

Bagaim ana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pad kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjem ahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust Zainul Hakim,SEI

12 Juni 2007 Ikhtiar Pemahaman Epistem ologis (Kajian Aswaja) Oleh: Ach Syaiful Ala

Secara term inologis, Aswaja merujuk terhadap suatu kelom pok yang selalu berpegang teguh terhada Al-Quran dan Sunnah serta tradisi sahabat. Penyebutan bagi tiap kelom pok tersebut berbeda-bed Ahm ad Am in m isalnya, dalam Dluha al-Islam menyebut kelompok tersebut dengan ahlul ha (kelom pok yang benar). Sedangkan Im am Hasan al-Asyari dalam Maqalatul Islam iyyin m enyeb kelompok tersebut dengan as-Sawad al-Adzam (kelompok mayoritas), mengutip sebuah Hadits yan berbunyi Ittabiu al-Sawadal Adzam (Ikutilah kelm pok yang terbesar). Ahlus sunnah wal jam aah sendiri dim unculkan KH Hasyim Asyari dalam kitabnya Al-Qanun al-Asasi Nahdlati al-Ulam a, sebagai penggam baran dari keberpihakan Nahdlatul Ulama terhadap faha keislam anan yang digariskan oleh Nabi Muham m ad dan Sahabatnya.

Ada dua prinsip ajaran Ahlussunnah wal jamaah. Yaitu: pertam a penerim aan terhadap Al-Quran dan a Hadits secara taken for quaranted dengan cara melestarikan tradisi (sunnah) yang kembangkan ole Nabi. Kedua penghargaan terhadap tradisi (al-turats) yang berkem bang pada m asa sahabat, tabiin da seterusnya. kedua ajaran tersebut merupakan al-Tsaurah al-Talim iyah (kekayaan ajaran) bagi Nahdlat Ulam a sebagaim ana yang digariskan KH Hasyim Asya Di NU, terdapat penghargaan yang luar biasa terhadap ulam a salaf karena m ereka dianggap sebag penerus tradisi Nabi. Penerim aan m ereka terhadap mazhab m erupakan satu indikasi bahwa dalam h pem ikiran mereka m engikuti ulama (m ujtahid) yang telah diyakini m em iliki kualifikasi keilm uan yan sangat tinggi. Inilah yang membedakan NU dengan Muham madiyah. Muham madiyah dalam Majmuah Majlis Tarjih Muhamm adiyah, m enganggap m azhab tidak leb sebagai rujukan sekunder dalam pem ikiran hukum Islam . Dengan kata lain, M uhamm adiya m enganggap bahwa setiap orang dapat m em iliki kualifikasi keilm uan tersendiri tanpa harus berpija pada m azhab, dengan doktrin al-Ruju ila al-Kitab wa al-Sunnah. Namun begitu Muham m adiya

m enyebut kelom poknya dengan ahlul haq, sebuah kelompok yang konsisten m elestarikan ajaran Na Muham mad. Maka apakah Ahlussunnah wal Jamaah itu?. Lalu, siapakah yang tergolong ke dala ahlussunnah wal-jam aah?

M em bongkar Am bigu

Dalam Ensiklopedi Arab (al-Mausuah al-Arabiyah al-Muyassarah), didefinisikan bahwa ahlussunnah w jam aah itu sebagai: al-Sunnah secara etim ologis berm akna al-tariqah (jalan atau aliran). Dan seca term inologis semua yang datang dari Nabi SAW . Baik dalam bentuk sabda, perbuatan m aupu pengakuan. Ahlussunnah wal Jamaah adalah m ereka yang berpegang teguh pada ajaran tersebu sekaligus m em bela dan m empertahankannya.

Dr. Jalal M Abdul Ham id Musa, m engem ukakan ciri wawasan ahlussunnah wal jamaah denga m engikuti jalan atau aliran para Sahabat dan Tabiien dalam berserah diri dalam m enghadapi masala m asalah mutasyabihat yang terdapat di dalam Al-Quran, dan m enyerahkan hakikat artinya kepada Alla sendiri, tidak suka m engem bangkan pengertian m etaforis (tawil) seperti kebiasaan Mutazilah. Kata a Jamaah dalam konteks ini diartikan sebagai pencirian bahwa mereka m enggunakan dalil-dalil syariya berupa kitabullah, sunnah rasul, ijm a dan qiyas, m ereka m emandangnya sebagai hal yang prinsip.

Penggambaran di atas m erupakan metode pendekatan terhadap pem aham an yang berkem bang kalangan Ahlussunnah wal jam aah yang dinisbatkan kepada Hasan al-Asyari. Dengan dem ikian bera sebenarnya m erupakan aliran pem ikiran (the school of thought) yang m em iliki kerangka tersend dengan tetap m engacu kepada Al-Quran dan al-Sunnah. Dengan sendirinya Ahlussunah wal-jamaa bukanlah m azhab, sebagaim ana polem ik yang terjadi belakangan ini. Dr. Said Aqil berargum enta bahwa kalau ahlussunnah wal jam aah itu adalah m azhab, m aka ada mazhab di dalam mazhab dan i tidak dibenarkan. Selanjutnya dia m engem ukakan bahwa Ahlussunnah wal jam aah adalah m anhaj a fikr (kerangka berfikir) dengan metodologi konsistensti terhadap akar tradisi Nabi dan Sahabatnya.

Rasulullah sendiri tidak pernah merujuk secara spesifik terhadap firqah yang dim aksudkan sebagai a firqah al-najiyah (kelom pok yang selam at. Beliau hanya m enggambarkan bahwa pada saatnya um Islam akan terpecah m enjadi 73 golongan; satu golongan selam at sem entara yang lain tidak, yan kelompok tersebut adalah ahlussunnah wal jam aah. Ketika Sahabat bertanya siapa ahlussunnah w jam aah itu? Rasulullah m enjawab m ereka adalah kelompok yang berpedom an kepada saya (Al-Qura dan al-sunnah) dan sahabat saya (ijm a). Maka dari sini dipaham i bahwa ahlussunnah wal jam aah tida hanya m erujuk pada satu kelom pok tertentu, melainkan pada kelom pok apa saja yang berpegang tegu kepada Al-Quran dan al-Hadits.

Aswaja ala NU

Pem ikiran ahlussunnah yang berkembang di kalangan Nahdlatul Ulam a adalah pem ikiran KH. Hasyi Asyari yang dikutip dari kitabnya al-Qanun al-Asasi li Jam iyati Nahdlati al-Ulama, yaitu : kelom po yang dalam hal aqidah m erujuk pada Imam Hasan al-Asyari dan Abu Mansur al-Maturidi; dalam hal fiq m engikuti pendapat salah satu imam m azhab yang em pat (al-aim m ah al-arbaah), sedangkan dala hal tasawwuf berafiliasi kepada Abu Ham id, Ahm ad Al-Ghazali, dan Abu al-Qasim al-Junaid al-Baghdadi

Dalam konteks Indonesia, pem ikiran ini menjadi grand thougt yang diterim a dan diyakini final ole m ayoritas warga Nahdliyyin. Sehingga tidaklah heran kalau Dr. Said Aqil Siraj ketika m engataka bahwa definisi ini tidak sem purnya (jami dan m ani). Menuruntya, definisi ini akan mengkaburka pemahaman tentang Aswaja yang sebenarnya.

Ketika pem ikiran ini digulirkan, berbagai macam respon berm unculan, baik yang bersifat memu ataupun memaki. Bahkan beliau oleh beberapa kiai sepuh dituduh menyebarkan paham Syiah. Sa Aqil m enjelaskan bahwa ahlussunnah bukanlah mazhab, m elainkan m anhaj al-fikr. Karena definisi yan dirumuskan oleh KH. Hasyim Asari lebih m enggam barkan bahwa ia adalah m azhab qauli. Sehingg definisi tersebut perlu diredifinisikan kem bali.

Pem ikiran seperti ini terus mengalir bak bola salju yang sem akin lam a sem akin besar dan m enja diskursus yang tidak m elelahkan di kalangan warga Nahdliyin, terutam a di kalangan muda NU. Hingg

pada akhirnya pem ikiran Said Aqil menem pati porsi tersendiri pada halaqah-halaqah Aswaja yan diadakan oleh PBNU, untuk m engklarifikasikan pem ikiran yang ditawarkan beliau di hadapan kiai sepuh

Setidaknya, pada bagian tertentu m erupakan upaya reposisi pem ikiran tentang ahlussunnah w jam aah, untuk mencairkan kebekuan yang selam a ini terjadi akibat klaim kebenaran (the truth claim dan upaya apologetik warga Nahdliyin terhadap pem aham an ahlussunah wal jam aah. Nam un begit saya tidak ingin m embuka kem bali ruang polem ik seputar ahlussunah wal jam aah, karena prose pem ikiran, m enurut Michael Faucoult dalam bukunya The Archaeology of Knowledge m enem pati ruan yang terpisah dari teks (objek), sehingga setiap orang mem iliki otoritas tersendiri untuk m engam ati da m enilai sebuah teks. [] *) Penulis, Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN Sunan Am pel Surabaya. ASW AJA Sebagai Manhajul Harakah Oleh : Adien Jauharudin*

Pendahuluan Sebelum panjang lebar menjelaskan soal ASW AJA dan problem kekiniannya, ada baiknya bagi kalan nahdliyyin untuk m engirimkan al-fatihah untuk para pendiri NU, para pejuang NU; Mbah Kholil Bangka Mbah Hasyim , Mbah Wahab, Mbah Ahmad Siddiq, dll.......bagaim anapun tanpa mereka NU tidak akan ha Islam Indonesia tidak akan seperti ini. Mereka semua adalah panutan dan panduan yang selalu hid Mbah Kholil Bangkalan adalah gurunya para guru, tanpa restunya tidak m ungkin NU akan m uncul seba organisasi, Mbah Hasyim adalah rois akbar NU pertam a, sebagai pahlawan nasional juga sebagai sentr ulam a se-Jawa. Mbah Wahab adalah seorang organisator, dinam isator, m otivator dan inisiator ulu ditangannya sebuah organisasi yang kecil dapat menjadi organisasi yang besar, kuat dan rapih dan M Ahm ad Siddiq adalah konseptor ulung NU, ditangannya telah lahir torehan-torehan sejarah; Dekla Hubungan Pancasila dan Islam , Pedom an Berfirkir Nahdlatul Ulama, Khittah Nahdliyyah.....semoga mer akan selalu m enyertai derap langkah, gerak dan dakwah kita.....dan m ereka ditem patkan disisi-Nya sec m ulia. Am ien. Ahlussunnah wal Jamaah (ASWAJA) pada awalnya adalah sebuah gam baran sim ple tentang Islam , dim ada beberapa hadits nabi yang menjelaskan tentang kata-kata Ahlussunnah wal Jamaah, kalau m selam at harus mengikuti pola keagam aan seperti yang digam barkan oleh Rasulullah SAW , den berpegangan teguh terhadap al-Quran, As-sunnah, m engikuti jejak sunnah beliau, dan para saha khulafaurrosyidin. ASWAJA m enjadi rum it adalah pada tahap berikutnya ketika masalah-m asalah um Islam m ulai bermunculan dan tidak ada model pem ecahannya pada zaman Rasul; dari mulai masa politik kenegaraan, pemberontakan, m unculnya ilm u kalam, mantiq, motodologi hukum Islam , problem -problem lainnya. Disinilah arus baru dim ulai, yaitu sebuah arus dim ana perpecahan an kelompok umm at Islam tidak bisa dihindari, terlebih lagi ketika pandangan, pem aham an, dan ajaran su m enjadi ideologi, m aka konsekuensinya adalah membuat seperangkat aturan, kode etik, pedom an berfikir, teori pengetahuan yang akan difungsikan untuk mengawal, mengam alkan dan m enyebarkan ideo tersebut hingga akhir hayat. Apabila kita cermati akan tahapan-tahapan sejarah perkem bangan um mat Islam , m aka akan terl terbagi dalam Lim a (5) tahapan, Pertam a,Masa awal Islam , pada masa ini teks keagam aan m asih hidup, dim ana ada Rasulullah yang m asih bisa m enjadi pusat um mat Islam , ada para sahabat yang senanti m enjaga dan m engamalkan sunnah-sunnah rasul. Sem ua persoalan um mat dapat ditanyakan sec langsung kepada sum bernya. Tetapi pada masa ini hasil ijtihad sahabat sudah diakui dan direstui o Rasul sebagai produk hukum , hal ini pernah terjadi pada sahabat Muadz bin Jabal. Munculnya Kedua, perpecahan umm at Islam, ini terjadi setelah kematian khalifah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib pengangkatan Muawiyah sebagai Khalifah. Disini sudah mulai terjadi pertanyaan-pertanyaan, soal d besar; bagaimana hukumnya orang m ukmin m em bunuh orang m ukm in, pakah termasuk dosa besar. D sini pula m ulai muncul firqah-firqah; Khawarij, Murjiah, Syiah. Masa munculnya ilm u-ilm u kalam , Ketiga, ini terjadi pada abad.....ketika ilm u kalam dan filsafat bercampur dengan persoalan ketauhidan, pada m ini m uncullah aliran Mutazilah yang m erupakan arus dom inan bahkan m enjadi m adzhab resm i neg pada waktu itu, setelah itu perbedaan pendapat pun tidak bisa dihindari, m unculah Asyariyah Maturidiyah.keem pat,runtuhnya khilafah Utsm ani di Turki. Keruntuhan khilafah ini m embawa dampa luar biasa, baik itu pada soal sikap keagam aan, pem erintahan. Pada m asa ini terjadi dua persoalan be apakah perlu mendirikan kehilafahan yang baru atau negara-negara muslim menentukan sendiri ja hidupnya, dari sinilah lahir kongres um mat Islam di Arab Saudi esir dan memunculkan aliran Wahabi dan M penganut Abdul W ahab, di Indonesia berdirinya Nahdlatul Ulam a sebagai benteng kaum tradisio

Kelim a,m encuatnya gerakangerakan Islam kontem porer. Tem a sentral dari m unculnya gerakan-gerak Islam ini adalah persoalan pem urnian ajaran Islam dari unsur Takhayul, Bidah, dan Khurafat, dan sis politik Islam. Terhadap sistem politik Islam terbagi dua, m ereka yang m em aksakan Islam harus m en negara dan sebagian lagi Islam cukup menjadi syariah, ibadah dan etika sosial. Dari lim a tahapan sejarah perkembangan gerakan Islam ini telah m em unculkan pertanyaan-pertanya kenapa selalu terjadi perpecahan dalam diri umm at Islam ?, kenapa kebesaran sejarah um mat islam se lahir dari benturan politik? Kenapa sejarah kejayaan um m at Islam selalu terputus?, adakalanya seja kekuatan politik yang m uncul, sejarah pergulatan pengetahuan yang muncul, tetapi habis itu hilang ta ada jejaknya! Bangunan sejarah um mat Islam selalu m enam pakan sisi sejarah yang tim pang, kini tidak ada bangu sejarah yang terus m enjadi, yang ada adalah sejarah yang selalu terputus, bahkan mengul perdebatan-perdebatan yang pernah ada sebelum nya; seputar bagaimana hukum nya bidah, takhayul khurafat, bagaimana mendialogkan agama dan negara. Dalam sejarah gerakan umm at Islam dunia y terjadi adalah tragedi-tragedi konspirasi, saling bunuh-m em bunuh, eksploitasi, ekspansi, dan terl perselingkuhan dan persekongkolan yang besar antara kekuatan gerakan Islam dengan negara-neg barat . Apa yang terjadi pada perkem bangan um m at islam di dunia, Indonesia pun m engalam i sejarah y serupa. Sejarah perkembangan um mat Islam di Indonesia m engalam i beberapa tahapan,a, pertam terjadinya proses penyebaran Islam oleh walisongo, pada fase ini terjadinya proses dialog ant kebudayaan lokal dan Islam a, proses ini terus m enjadi yang akhirnya m enjadi wajah Islam Indone Kedua, pada awal abad 20, m unculnya organisasi-organisasi massa islam, Sarekat Dagang Islam ya kemudian berubah m enjadi Sarekat Islam , Muhamm adiyah, Nahdlatul Ulam a, Al-Irsyad, baik yang berbasis keagam aan maupun politik. Kemunculan organisasi ini adalah sebagai bagain dari upaya membebas bangsa Indonesia dari cengkraman kolonial dan menyebarkan faham keagamaan m enurut pem aham organisasinya masing-m asing. Ketiga, Fase perum usan konstitusi dasar bangsa Indonesia dan mulai m unculnya perdebatan ideologi tentang perlu tidaknya piagam Jakarta m enjadi salah satu butir da pancasila.Keem pat,m unculnya Islam politik. Kelim a, m encuatnya gerakan-gerakan Islam, baik karena perbedaan pem aham an keagam aan, faktor kepentingan politik, maupun karena m otif ekonom i, sepe Daarul Arqom , LDII, Islam Jam aah, Keenam , pada fase ini, umat Islam dihadapkan pada berbagai dll. gagasan-gagasan yang bersumber dari barat, seperti; modernisasi, pem bangunan, demokratis keadilan, gender, Hak Asasi Manusia, m ultikulturalism e. Disam ping dihadapkan pada isu, m uncul p gerakan-gerakan Islam puritan yang m engetengahkan isu politik Islam dan pem urnian ajaran Isla seperti ; Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Komunikasi Ahlussun wal Jamaah (FKAWJ). Pada saat ini varian isu dan gerakannnya lebih luas. Dari perkem bangan sejarah um m at Islam ini, dim anakah posisi Nahdlatul Ulama? Nahdlatul Ulam a da sejarahnya telah m embuktikan diri sebagai kekuatan bangsa Indonesia yang sangat diperhitungk nasionalismenya bisa menjadi titik tem u antara Islam dan nasionalis, agam a dan negara. P keagam aannya dapat menjadi titik tem u antara kebudayaan lokal dan Islam . fikroh Nahdliyahnya b m enjadi titik tem u antara kepentingan agam a, m asyarakat, negara dan pasar. Dengan jaringan mo sosial, politiknya yang kuat, NU m enjadi kekuatan bangsa yang diperhitungkan dan menjadi m edia kepentingan kelom pok-kelom pok Islam dunia. ASW AJA m enjadi kata kunci dalam m em bangun NU dan Indonesia ke depan, sejauhmana nilai-nilai ASW bisa ditransformasikan keluar dan diinternasilasikan kedalam NU sendiri dan ASW AJA m enjadi ruh Islam Indonesia itu sendiri. Kiranya perlu untuk m engkaji beberapa pem ikiran tokoh-tokoh NU, a ASW AJA dapat diform ulasikan menjai m anhajul harakah, m ereka antara lain; KH. Hasyim Asyari, KH. B Syamsuri, KH. Achmad Siddiq, KH. Bisri Musthofa, KH. Dawam Anwar, KH. Muchit Muzadi, KH. W ahid Za KH. Saifuddin Zuhri, KH. Sahal Mahfudz, KH. Tolchah Hasan dan Kh. Said Aqil Siradj

Asw aja dalam Ruang Lingkup dan Tradisi NU Setting sosial, politik, ekonom i yang m elandasi lahirnya NU Kelahiran Nahdlatul Ulama (NU) adalah hasil dari proses sejarah yang sangat panjang, yang sebelum sudah ada berbagai embrio m enjelang kelahirannya. Em brio-em brio tersebut adalah: 1. Pada bidang ekonom i, kalangan ulam a-ulam a NU sudah m em ikirkan jauh sebelum lahirnya b Nahdlatul Ulama dengan mem bentuk m ata rantai, jaringan saudagar santri yang disebut deng Nahdlatut Tujjar pada tahun 1918. Kelahirannya sebagai bentuk perlawanan terhadap kolon Belanda dan para pengusaha Cina. 2. Pada bidang politik adalah dengan m enggalang tokoh-tokoh nasional dan lokal pada waktu itu un turut serta membangun kesadaran kebangsaan m elalui pendidikan, m aka m uncullah Nahdla W athan pada tahun 1916 yang dalam perjalanannya mengalam i perkem bangan yang sangat pesat.

3.

Pada bidang intelektual dan diskusi pem ikiran telah lahir Taswirul Afkar pada tahun 1922, meskip Taswirul Afkar ini pada pase selanjutnya melebur menjadi lem baga pendidikan bergabung bersa Nahdlatul Wathan, tetapi dari hasil diskusi gagasan dan pem ikirannya cukup mem pengaruhi dal m embangkitkan kesadaran nasionalisme rakyat. 4. Lahirnya Nahdlatul Ulam a adalah mata rantai dari perjuangan panjang Wali Songo, dim ana Wali Son m enyebarkan Islam melalui cara-cara persuasif melalui pendekatan kebudayaan ( budaya asim ilasi ) bukan dengan kekerasan seperti penyebaran Islam di berbagai belahan dunia lainnya. Nahdlatul Ula m enjadi besar karena kem ampuannya dalam m engakom odir dan m engapresiasi kebudayaan lokal d m enjadikannya sebagai basis kekuatan kebudayaan dan tradisi bangsa. 5. Lahirnya Nahdlatul Ulam a adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap ideologi trans-nasio W ahabi yang hendak menyeragam kan ideologi tersebut ke seluruh penjuru dunia dan menjadik Saudi Arabia sebagai satu-satunya pusat kekhalifahan Islam . Secara bahasa, ada tiga kata yang m em bentuk istilah Ahlussunnah wal Jam aah; 1. Ahl, berarti keluarga, golongan atau pengikut. 2. Al-Sunnah,yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW . Maksudnya, sem ua yan datang dari Nabi, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi Muham m ad SAW ( , juz Fath al-Bari XII, hal. 245) 3. Al-Jam aah,yakni apa yang disepakati oleh oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafa Rasyidin (Khalifah Abu Bakr, Umar bin al-Khattab, Utsm an bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Kata Jam aah ini diam bil dari sabda Rasulullah SAW Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang dam ai di surga, m aka hendaklah ia m engikuti al-jam aah (kelom pok yang m enjaga kebersam aan (HR. Al-Tirm idzi (2091), dan al-Hakim (1/77-78) yang nilainya shahih dan disetujui oleh al-Hafizh Dzahabi). Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (471-561 H /1077-1166 M) juga m enjelaskan: Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku se ketetapan beliau). Sedangkan al-Jamaah adalah sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para saha Nabi pada masa Khulafaur Rasyidin yang em pat, yang telah diberi hidayah (m udah-m udahan A m em beri rahm at kepada m ereka sem ua). (Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal. 800). Lebih jelas lagi, Hadlrotussyaikh KH. Hasyim Asyari (1287-1336 H/ 1871-1947) m enyebutkan da kitabnya Ziyadah at-Taliqat (hal. 23-24) sebagai berikut: Adapun Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelom pok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. M erekalah ya m engikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muham ad SAW dan sunnah Khulafaur Rasy setelahnya. Mereka adalah kelom pok yang selam at (al-firqah al-najiyah). Mereka m engatakan, bah kelompok tersebut sekarang ini terhim pun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut M adzhab Han Syafii, Maliki dan Ham bali. Ahlussunnah adalah m ereka yang mengikuti dengan konsisten sem ua jejak-langkah yang berasal dari N Muham m ad SAW dan mem belanya. Mereka mempunyai pendapat tentang m asalah agama baik y fundam ental ushul m aupun divisionalfuru) . Sebagai bandingan Syiah. Di antara mereka ada yang ( ) ( disebutSalaf,yakni generasi awal m ulai dari para Sahabat, Tabiin dan Tabiut Tabiin, dan ada juga yan disebutKholaf yaitu generasi yang datang kem udian. Di antaranya ada yang toleransinya luas terhada , peran akal, dan ada pula yang m em batasi peran akal secara ketat. Di antara mereka juga ada y bersikap reform atif (mujaddidun)dan di antaranya lagi bersikap konservatif (muhafidhun) Golongan ini . m erupakan mayoritas umat Islam.

ASW AJA dan Tradisi Berfikih Kalau pada m asa Asyariyyah dan Maturidiyyah perdebatan ASW AJA lebih banyak pada persoalan teol m aka pada fase m unculnya jam iyyah Nahdlatul Ulam a perdebatan ASWAJA lebih pada persoalan f (persoalan furu) term asuk bagian di dalamnya adalah persoalan khilafiyah (variable-variable furu). Secara definisi ilm u fiqih adalah: Ilmun bi al-ahkam al-syariyyah al-am aliyyah al-m uktasabu min adillatiha al-tafsiliyyah , (fiqih adalah ilm u hukum -hukum syara yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci). Definisi ini mengandung tiga substansi dasar yang sangat krusial, a,ilm u fiqih adalah ilm u yang pertam paling dinam is karena ia menjadi petunjuk moral bagi dinam ika afalul (m ukallafin yang selalu sosial ) berubah dan kom petitif. Kedua, ilm u fiqih sangat rasional, mengingat ia adalah iktisabi(ilm u hasil ilm u kajian, analisis, penelitian, generalisasi, konklusiasi). Di sini terjadi kontak sinergis antara sum transendental adillah dan rasionalitas m ujtahid Ketiga, fiqih adalah ilm u yang m enekankan pada ( ) ( ). aktualisasi, real action atau bisa dikatakan amaliyah, bersifat praktis sehari-hari. Fiqih juga haru , berhubungan erat dan sinergis dengan problem atika manusia, karena fungsi fiqih adalah mengarahk m endorong, dan meningkatkan perilaku m anusia agar sesuai dengan tuntutan agam a. Perilaku manu

tentu tidak terbatas pada wilayah ibadah m ahdhah yang sangat terbatas, nam un juga m encakup aspek ekonom i, pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, kependudukan dan sosial tersebut. Fiqih harus tam m enjadi solusi atas berbagai problem sosial tersebut. Tradisi berfikih NU mengukuti em pat m adzhab; Im am Abu Hanifah, Imam Malik, Im am Syafii dan Im Ahm ad ibnu Ham bal

ASW AJA dan Tradisi Tasaw wuf Kemunculan tasawuf bukan baru terjadi pada generasi m utaakhirin, tetapi sudah ada pada zam Rasulullah SAW . Bedanya, istilah ke-tasawuf-an baru dikenal pada generasi m utaakhirin, sementara p m asa Rasulullah istilah ke-tasawuf-an belum lah dikenal, melainkan yang disebut ke-zuhud-an. Dalam tradisi NU, ada em pat puluh lim a (45) Thariqat Mutabarah (Tarekat yang diakui dan dianggap pegangan), dan dianggap sanadnya m uttashil (bersam bung) ke rasulullah SAW, yaitu; 1) Rum iyyah, 2) Rifaiyyah, 3) Sadiyah, 4) Bakriyah, 5) Justiyah, 6) Um ariyah, 7) Alawiyah, 8) Abbasiyah, 9) Zainiyah, Dasuqiyah, 11) Akbariyah, 12) Bayum iyah, 13) Malam iyah, 14) Ghaibiyah, 15) Tijaniyah, 16) Uwaisiyah, Idrisiyah, 18) Samaniyah, 19) Buhuriyah, 20) Usyaqiyah, 21) Kubrawiyah, 22) Maulawiyah, 23) Jalwatiy 24) Baerum iyah, 25) Ghazaliyah, 26) Ham zawiyah, 27) Haddadiyah, 28) Matbuliyah, 29) Sunbuliyah, Idrusiyah, 31) Utsmaniyah, 32) Syadziliyah, 33) Syabaniyah, 34) Kalsyaniyah, 35) Khadhiriyah, Syathariyah, 37) Khalwatiyah, 38) Bakdasyiyah, 39) Syahrawardiyah, 40) Ahm adiyah (Thariqah), Isawiyah Gharbiyah, 42) Thuruqi Akabiril Auliya, 43) Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, 44) Khalidiyah Naqsyabandiyah, 45) Ahli Mulazam at al-Quran was Sunnah wa Dalailil Khairati wa Talim i Fathil Qaribi Kifayat al-Awam i. Thariqat-thariqat tersebut dijadikan pegangan dan rujukan oleh organisasi Jam iy Ahli Thariqah al-Mutabarah an-Nahdliyah, Organisasi Tarekat se-Indonesia, yang berada di bawah pay organisasi Nahdlatul Ulam a.

NU dan W awasan Strategis Konsepsi Ahlussunnah wal Jam aah (ASW AJA) yang telah diintegrasikan ke dalam tubuh Nahdlatul Ula dan dijadikannya sebagai pedoman, dalam perkem bangannya bukan hanya m elandasi sebatas persoa persoalan keagam aan (baik itu m enyangkut aqidah maupun masalah-m asalah fiqihiyyat) tetapi lebih itu menjadi landasan dalam bersikap, bertindak, berpikir dan beragama. Dalam beberapa kali Muktam NU, ASW AJA selalu m enjadi pem bahasan yang sangat hangat dan m enarik, bahkan forum -forum ka m uda NU non-struktural (m ereka adalah anak-anak m uda NU yang berada di jalur kultural) selalu men perhatian dan m enjadikannya topik-topik diskusi yang m enarik. Pem bahasan yang cukup menghangat adalah apakah ASW AJA ini sebagai teologi-dogm atik ataukah , sebagai Manhajul Fikr Manhajun Nahdlahatau mungkin sebagai , , Harakah Cukup m enarik m encerm ati ? berbagai pertanyaan KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus), bagaim ana sikap ASW AJA dalam kehidupan seh hari? Bagaimana ASW AJA dalam berpolitik, dalam berekonom i dan berbudaya? Bahkan dalam kehidu sehari-hari, ASWAJA diartikan sangat sederhana sekali, baik itu oleh kalangan para dai-dai NU; orang yang berhaluan ASW AJA adalah yang mengikuti salah satu dari em pat madzhab, yang bertasa m engikuti Thariqat Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali, yang suka tahlilan, barjanzian, zia kubur, m anakiban, qunutan, tarawih 20 rakaat. Kekhawatiran ini bisa dipaham i, karena m em ang Nahdlatul Ulam a dari awal pendiriannya, termasuk da Qanun Asasi-nya KH. Hasyim Asyari tidak menyebutkan secara jelas mengenai konsepsi ASW AJA, y dijelaskan hanya Madzhab al-Arbaah adzhab yang em pat), selebihnya, tidak ada rumusan baik dalam (m pergaulan sosial, politik, ekonom i m aupun kebudayaan. Tafsiran-tafsiran ASW AJA berikutnya dilandas pada nilai-nilai, m anhajul fikr, sehingga m enjadi rum usan yang hadir seperti sekarang ini. Pelem bag ASW AJA sehingga menjadi seperti sekarang ini, disusun setelah Mbah Hasyim wafat, pada eranya KH. Bi Sam suri yang kem udian disistem atisir lagi pada eranya KH. Achm ad Siddiq. Karena dari awalnya ASW bukan sebagai lem baga, hanya sebagai landasan berfikir dan landasan bergerak, maka lebih tepat kalau disusun ASWAJA sebagai m anhajul harakah yang akan berfungsi untuk m enggerakkan roda jam iy dan jamaah NU. Harus dipaham i, bahwa ASWAJA dalam tubuh NU selama ini m asih m enjadikan NU stagnan dengan seg potensinya yang ada, baik itu potensi ekonom i, politik, sosial m aupun budaya. Dari banyak potens sem uanya belum m enggerakkan NU m enjadi sebuah organisasi yang solid, rapih dan sejahtera. Selam a yang menjadikan NU mengakar adalah karena adanya ikatan-ikatan tradisional yang semuanya ti terlepas dari hubungan guru-murid m aupun ulam a-rakyat. Sistem patronase kepem im pinan ulama in yang m enguatkan kelem bagaan ASW AJA dalam m asyarakat NU. PBNU pernah melakukan rum usan-rum usan ASW AJA dalam em pat wawasan strategis dalam Muktamar ke-27 No. 002/MNU/1984, yaitu: wawasan tentang ke-NU-an sendiri, wawasan tentang ke-Islam wawasan tentang ke-Indonesia-an. Dan wawasan tentang ke-Sem esta-an (universalitas = internasional

= seluruh kem anusiaan). Empat wawasan strategis inilah yang coba m enghadirkan NU pada setiap m dan dengan wawasan inilah NU m asih dianggap sebagai organisasi m assa Islam yang moderat, meski anggapan ini terkadang ada untungnya tetapi juga ada ruginya. Untungnya adalah dengan dianggap NU sebagai organisasi yang m oderat maka percaturan politik ekonom i dan sosial nasional tetap ha m elibatkan NU, tetapi nilai ruginya adalah dengan anggapan ini m enjadikan NU selalu berada pada pi yang dikorbankan, baik oleh negara, pem ilik modal maupun kekuatan jaringan internasional.

Asw aja dari M adzhabi ke M anhaji Ada beberapa konsep - konsep yang beberapa di antaranya pernah menjadi keputusan dalam Muktam dan Munas NU, seperti Khittah Nahdliyah, Mabadi Khaira Umm ah, Fikrah Nahdliyah dan Maslahah Um m Tiga konsep dari keempat konsep tersebut m enjadi keputusan Nahdlatul Ulama (Khittah Nahdli m erupakan keputusan Muktam ar NU ke 26, Mabadi Khaira Ummah m erupakan keputusan Musyawa Nasional Alim Ulam a NU tahun 1992, Fikrah Nahdliyah merupakan keputusan Msyawarah Nasional A Ulam a NU tahun 2006), sem entara Maslahah Um m ah belum menjadi keputusan Muktam ar NU, hanya s persoalan kemaslahatan umm ah sudah ada rum usan dari beberapa tokoh-tokoh NU. Adanya konsep-konsep ini m enurut penulis adalah sebagai wujud dari transform asi dan internalisasi n nilai ASWAJA agar lebih dapat dipaham i, dan bagi warga Nahdlatul Ulam a dapat menjadi panduan da berfikir dan bertindak. Pada kenyataannya konsep-konsep ini bukan hanya sebatas m enjelaskan p aturan-aturan keagam aan, tetapi juga menyentuh pada persoalan kebudayaan, kebangsaan, politik, ekonom i. Hanya saja rumusan-rumusan ini terkadang tidak disertai dengan turunan konsep yang u sehingga menjadi program NU yang aplikatif. Sebagai sebuah organisasi massa yang besar, NU dalam pengam bilan segala keputusannya mem cenderung sangat hati-hati, selalu dipikirkan akibat, resiko dan m aslahatnya. Keputusannya se m endasarkan pada teks-teks keagamaan, baik itu dari al-Quran, al-Hadits, al-Qiyas, al-Ijm a, Qawaid Us Fiqh, Istihsan, dan m etodologi-m etodologi lainnya. Maka konsep-konsep strategis yang diputuskan seyogyanya m enjadi panduan dan pegangan kita untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan alur dari m adzhabi ke manhaji adalah sebuah landasan konsepsional dan teoritis, dim m adzhab adalah aliran yang di dalamnya m emuat seperangkat aturan-aturan, nilai-nilai, norm a-nor m etodologi, dan dalam prakteknya sudah diam alkan oleh seluruh warga NU dengan m engikuti m adz teologi, madzhab fiqih, dan madzhab tasawuf. Sem entara manhaji adalah sebuah konsep metodologis y selalu berkem bang dan berubah sesuai dengan tuntutan zaman, dalam hal ini perubahan-perubahan tidak sebatas pada persoalan Fiqih-Ushul Fiqihnya saja, tetapi juga harus m am pu m engem bangkan fi fiqih sektoral, detail seperti fiqih perburuhan, pertam bangan, perem puan, fiqih , fiqih nelayan, trafficking fiqih agraris, dan lain-lain. Tetapi fiqih-fiqih sektoral ini sekali lagi, tidak terlepas dari konteks m em perk Jamiyyah Nahdlatul Ulama, dan bukan sebaliknya memperkeruh dan m emporak-porandakan kons konsep fiqhiyyat yang sudah baku, terutam a yang sudah diam alkan oleh kalangan pesantren da kalangan-kalangan ulam a NU. Apa yang telah tersusun dalam madzhab teologi, fiqih dan m adzhab tasawuf sudah mem uat aturan y sudah baku, maka yang kita kembangkan dalam hal ini hanya menyangkut persoalan-persoalan fiqih b itu pada persoalan kaidah ushul fiqih m aupun substansi fiqih dengan tetap melandaskan pandan intinya pada ketentuan yang sudah baku. Banyak persoalan-persoalan yang dihadapi um at saat ini membutuhkan penyelesaian dengan cepat tepat yang bukan hanya berkutat pada persoalan ubudiyahsaja, m elainkan pada aspek penataan keadilan ekonom i dan kesejahteraan. Bagaim ana menyelesaikan sengketa buruh-majikan dalam sebuah ka perusahaan dalam perspektif fiqih, bagaim ana fiqih m enyusun konsep-konsep keadilan ekon m asyarakat kecil yang saat ini dilanda berbagai kesulitan ekonom i karena dihadapkan pada krisis y berkepanjangan dan pasar yang tidak berpihak, bagaim ana penyelesaian para TKW /TKI yang tidak b diselesaikan oleh negara, sem entara negara dan kalangan pengusaha PJTKI swasta hanya m em e keringat para TKW /TKI tersebut, bagaim ana m enyelesaikan persoalan trafficking perem puan, anak, dan apa konsep-konsep konkrit m enurut fiqih, termasuk bagaim ana menyelesaikan kem elut politik dalam tu partai politik seperti PKB dan jam iyyah Nahdlatul Ulam a. Ahlussunnah wal Jam aah (ASW AJA) ditant untuk bisa m enyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Khittah NU adalah landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga NU, secara individual maupun sec organisatoris. Landasan itu adalah paham Ahlussunnah wal Jamaah yang diterapkan m enurut kon kemasyarakatan Indonesia. Khittah ini juga digali dari sejarah perjuangan NU. Muatan isi Khittah adalah ; Dasar-dasar paham keagam aan NU, Sikap Kemasyarakatan NU, Peril keagam aan dan sikap kemasyarakatan NU, Ikhtiar-ikhtiar yang sudah dilakukan NU, Fungsi organisasi pelayanan kepem im pinan ulam a, Hubungan NU dan Kehidupan bernegara.

Nilai-nilai Khittah sendiri sebenarnya m enemukan mom entum nya saat ini, , adanya kam panye pertama perlawanan terhadap ideologi transnasionalyang saat ini sudah m erasuk ke dalam sendi-sendi bangsa Indonesia,kedua adanya krisis kebangsaan yang cukup akut, dimana kesadaran kebangsaannya m ul , luntur, Pancasila tidak lagi dijadikan landasan atau falsafah hidup dan bernegara, pelaksanaan oton yang berlebihan sehingga ham pir-ham pir kita tidak hafal lagi berapa jum lah propinsi di Indonesia, ber jum lah kabupaten atau kota di seluruh Indonesia, dan berapa jum lah lem baga-lem baga ataupun kom tinggi negara. Kaitannya dengan pengamalan Khittah saat ini adalah sudah saatnya Nahdlatul Ulam a dan organi underbow -nya m erum uskan dan m enentukan langkah-langkah strategis dalam m enjaga keutuhan NK dan juga m em pertahankan ke-nusantara-an kita yang saat ini sudah terkoyak-koyak dengan ada berbagai proyek internasionalisasi kasus-kasus yang terjadi di dalam negeri. Sekali lagi, bahwa Khittah adalah pedoman yang merupakan induk dari konsep-konsep turunann Mabadi Khaira Umm ah, Fikrah Nahdliyah berbagai konsep dan Maslahah umm ahyang harus diim plem entasikan dan dijadikan rujukan dengan tetap m enggunakan asas-asas kepeloporan, kem andi dan kesinam bungan. Artinya, bagaimana dengan Khittah NU m am pu menjadi garda depan da m erespon setiap perkembangan zaman, bukan sebagai kuda tunggangan kekuasaan atau kepentin kelompok-kelom pok lain. Mem injam istilah Ahm ad Baso, NU harus m enjadi Fail bukan Maful menjadi subyek bukan obyek. Sem entara Konsepsi Dasar Mabadi Khaira um mah adalah sebuah konsep yang berangkat dari kegaga m em bangun perekonom ian NU, penataan organisasi dan m emperkuat pola silaturahm i antara warga dan para pim pinan NU. Pada m ulanya, prinsip dasar Mabadi Khaira Um mah hanya mengenal tiga prinsip dasar, yaitu; as-Sidq (kejujuran),al-Am anah wal Wafa bil Ahdi (dapat dipercaya dan teguh mem egang janji) at-Taawun dan (gotong royong), tetapi dalam perjalanannya, penjabaran atas konsep ini semakin sistem atis terumuskan, sehingga terjadi penam bahan prinsip m enjadi lim a prinsip, s-Sidq al-Am anah wal yaitu: A , W afa bil Ahdi, al-Adalah, at-Taawun, Istiqom ah. dan Lima nilai di atas tersebut jika dilaksanakan, maka akan menjadi seorang m uslim yang sempurna, dim seorang m uslim yang sempurna adalah yang terdapat kesesuaian antara ucapan, pikiran dan tindak Segala perbuatan baik yang dilakukan oleh seorang m uslim haruslah berkesinambungan, jangan seteng setengah, diperlukan adanya totalitas dan kesungguhan, karena itulah kunci dari keberhasilan. Diperlu sebuah nilai ketulusan, keikhlasan, dan keberanian untuk memulai sesuatu yang diyakini benar dan a bermanfaat buat diri sendiri dan m asyarakat. Keberadaan Fikrah Nahdliyyah sendiri dilandaskan pada beberapa hal, adanya landasan historis pertama, m engenai berdirinya Nahdlatul Ulam a, bahwa berdirinya NU adalah respon terhadap adanya pertarun ideologi, antara ideologi Islam tradisional dan Islam modernis, banyaknya kejadian-kejadian yang kedua, berkem bang, dim ana banyak kelompok-kelom pok atau individu-individu yang m engatasnamakan NU te sikap, pikiran dan tindakannya sudah tidak lagi mencerm inkan kepentingan jam iyyah NU. Oleh karena Fikrah Nahdliyyah ini adalah sem acam panduan yang dinetralisasi dari nilai-nilai ASW AJA NU. Y dim aksud dengan Fikrah Nahdliyyah adalah kerangka berfikir yang didasarkan pada ajaran Ahlussun wal Jam aah yang dijadikan landasan berfikir Nahdlatul Ulama (Khittah Nahdliyyah) untuk m enentukan a perjuangan dalam rangka ishlah-umm ah (perbaikan um at). Khashaish (ciri-ciri) Fikrah Nahdliyyah adalah: 1. Fikrah Tawassuthiyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa bersikap Tawazun (seim bang) dan Itidal (adil) dalam m enyikapi berbagai persoalan. Nahdlatul Ulam atafrith atau tidak ifrath. 2. Fikrah Tasam uhiyah (pola pikir toleran), artinya Nahdlatul Ulam a dapat hidup berdam pingan secar dam ai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara berfikir, dan budayanya berbeda. 3. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul Ulam a senantiasa m engupayakan perbaika m enuju ke arah yang lebih baik ( al-ishlah ila m a huwa al-ashlah ). 4. Fikrah Tathowwuriyah(pola pikir dinam is), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa melakuka kontekstualisasi dalam m erespon berbagai persoalan. 5. Fikrah Manhajiyyah(pola pikir m etodologis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa menggunaka kerangka berfikir yang mengacu kepada m anhaj yang telah ditetapkan oleh Nahdlatul Ulam a.

Selain Fikrah Nahdliyah yang sudah m enjadi ketetapan Nahdlatul Ulam a, barangkali penulis juga perl m engem ukakanbeberapa pokok-pokok fikiran KH. Achmad Siddiq yang berkaitan dengan Fikra Nahdliyyah KH. Achmad Siddiq merum uskan a Dalil Perjuangan Lim a Dalil Hukum hasil . Lim dan , rum usan ini ditujukan untuk; 1) Mem persam akan alam pikiran di dalam NU dan m enciptakan norma

dalam menilai dan menanggapi segala persoalan kehidupan, 2) Menjaga alam pikiran NU dari penet m odernism e,westernism , dan aliran-aliran lain yang m erusak kem urnian Islam dan kepribadian NU, 3 e Mem elihara dan m engembangkan watak, kepribadian NU dan Khittah NU. Pokok-pokok pikiran KH. Achm ad Siddiq ini m uncul pada m asa itu, dim ana westernisasi kolonialisasi dan , kom unism e m asih menggejala di berbagai belahan negara m uslim di dunia term asuk Indonesia khususnya kepentingannya dalam m em perkuat jamiyyah Nahdlatul Ulama. Meskipun Fikrah Nahdliy versi KH. Achmad Siddiq ini belum resm i m enjadi keputusan NU, tetapi sebagian rumusannya dipakai o kalangan NU bahkan term asuk dalam Fikrah Nahdliyah hasil keputusan Munas NU Surabaya y m enambahkan am ar m aruf nahi m unkar dalam klausulnya. KH. Achm ad Siddiq m enyusun Fikrah Nahdliyah berangkat dari sejarah m odernism e barat, m enca watak, arah dan hakikatnya, dengan cara: 1. Menelaah latar belakang perkem bangannya. 2. Kesejajarannya dengan kepentingan penyebaran agama Kristen. 3. W atak im perialism enya. 4. Strategi dan skenario im perialism e barat dalam menghancurkan Islam . 5. Proyek-proyek im perialisme yang bersifat internasional yang dapat m enghancurkan um at Isl dengan cara mendirikan suatu perguruan tinggi dengan nama al-Kulliyyah al-Injliziyyah al-Syarqiyyah al-Muham m adiyah dan mem bina seorang yang bernama M irza Ghulam Ahm ad, yang kem udian m endirikan gerakan AHMADIYAH QADIAN. 6. Im perialisme barat m elakukan pem binaan terhadap Orang-orang Islam , salah satunya ada MUSTHAFA KAMAL AT-TATURK yang berhasil menguasai Turki pada tahun 1924 dan m ensekulerk Turki. Bahwa m odernism e barat selalu berusaha untuk melemahkan jiwa Islam , fanatism e Islam , nilai-nilai aja Islam , semangat jihad Islam , harga diri um at Islam , menimbulkan dan m engembangkan mental pemuj terhadap barat dan segala yang datang dari barat, dengan perkataan lain, gejala-gejala yang le berbahaya sekarang ini bagi kita umat Islam Indonesia dan umat Nahdliyyin khususnya ialah W esternisasim odernism , terutama di bidang e culture (kebudayaan,peny civilitation (peradaban, peny dan ), ) pem ikiran, dan Materialisme-Marxisme-Komunism e bidang filsafat, politik dan ekonom i. Pem bentengan , di terhadap um at Islam dan Front Ahlussunnah wal Jam aah khususnya dari bahaya-bahaya ini, harus dilakukan dengan pem berian pengertian dan kesadaran seluas-luasnya kepada arah, watak dan hak m odernism ewesternism eyang jelas ingin m elem ahkan Islam dan um atnya. Dan pem berian Pedoma Berfikir Positif ala Islam, ala Ahlussunnah wal Jam aah, ala Nahdlatul Ulam a Islamiyah, Fikrah Fikrah ( Sunniyah, Fikrah Nahdliyah ). Sikap yang harus diam bil oleh kalangan generasi ASW AJA adalah: 1. M ENILAI M ASA LALU, berarti: a) Mempertahankan nilai-nilai positif, hasil pem ikiran atau ijtihad generasi yang lalu (sahabat dan ulama mujtahidin), b) Mem urnikannya dari pengaruh a percampuran unsur-unsur khurafat, israiliyyat nashraniyat, dan adat dan kebiasaan yang bertentangan dengan Islam . 2. M ENGEM BANGKAN M ASA KINI , berarti: a) Menerima hal-hal baru yang berm anfaat yang tidak bertentangan dengan Islam, serta mengem bangkannya ke arah yang berm anfaat dan sesuai deng ajaran Islam , b) Menolak dan mencegah hal-hal baru yang bertentangan dengan Islam a m em bahayakan Islam . 3. M ERINTIS MASA DEPAN, berarti: a) M enciptakan konsepsi dan inisiatif baru di bidang teknik perjuangan yang tidak bertentangan dengan azas dan haluan perjuangan ISLAM ALA MADZH AHLUSSUNNAH W AL JAM AAH, b) Mendorong untuk berinisiatif dan berikhtiar untuk mengem bangkan dan memenangkan azas dan haluan perjuangan tersebut, c) Mengadakan usaha atau langkah preve untuk m enutup atau m em persempit jalan berkem bangnya hal-hal yang bertentangan dengan Isl atau m em bahayakan Islam . Lima dalil perjuangan adalah patokan-patokan pikiran di dalam menanggapi soal perjuangan di bid politik, ekonom i, sosial, kebudayaan, dan lain-lain, penyusunan program perjuangan, pelaksanaan program perjuangan. Tanggapan, sikap dan program Nahdlatul Ulam a tentang masalah-m asalah perjuangan didasarkan a prinsip-prinsip, patokan atau kaidah yang disebut Lim a Dalil Perjuangan, yaitu: Jihad fi Sabilillah, Iz Islam wal Muslim in, At-Tawassuth atau al-Itidal atau at-Tawazun, Saddudz Dzariah, Am ar M aruf-Nahi Munkar. Lima dalil hukum adalah patokan-patokan fikiran yang dipergunakan im am-imam Mujtahid di da berijtihad atauberistinbath tentang m asalah-masalah hukum agama Islam , terutam a oleh Im am -im am m adzhab Syafii, antara lain ; Segala sesuatu dinilai menurut niatnya, Bahaya harus disingkirkan, A

kebiasaan dikukuhkan, Sesuatu yang sudah yakin tidak boleh dihilangkan oleh sesuatu yang ma diragukan, Kesukaran (kem asyakkat -an) m embuka kelonggaran. Fikrah Nahdliyah yang disusun oleh KH. Achmad Siddiq menjadi lebih detail dan sistem atis, lebih je dim ana posisi NU harus berada, meskipun akan banyak bersinggungan dengan kelom pok-kelom pok bahkan kalangan orang-orang NU sendiri yang selama ini sudah banyak keluar dari rel NU. Seperti diketahui, bahwa fakta kita hari ini adalah terjadinya arus perang pem ikiran dan paradigm a be besaran di kalangan kaum muda NU, sebagian dari mereka ada yang mengusung mati-m atian isu dem okrasi, pluralisme, gender. Sebagian di antara m ereka m elakukan perlawanan-perlawanan naratif a m em buat pem ikiran-pemikiran tandingan. Bisa jadi arus perang pem ikiran ini m em ang sengaja dicipta atau menjadi skenario besar dalam m encairkan dan m eruntuhkan narasi-narasi yang dim iliki oleh Bangunan dari narasi ini sem uanya terpusat kitab kuning sebuah kitab yang m enjadi panduan dari , kalangan ulam a NU baik dalam pengajaran, -talimdi pesantren-pesantren, m asjid-masjid, madrasahtalim m adrasah m aupun majelis talim , bahkan kuning juga menjadi rujukan dalam pengambilan hukum kitab ini keagam aan di lingkungan Jam iyyah Nahdlatul Ulam a. Maka dengan m elakukan reformasikitab kuning apalagi kitab-kitab yang sangat isi , private m enyangkut hubungan suam i-istri dan guru-m urid, yaitu kitab Uqud al-Lujain dan kitab Talim Mutaallimyang keduanya m erupakan kitab rujukan di kalangan pesantren telah m enim bulkan reaksi berbagai ulama Jika sudah dem ikian, apakah NU diuntungkan dengan cara seperti ini? Ataukah kehancuran sistem sedang melanda NU? Kiranya Fikrah Nahdliyah ini layak untuk direnungkan. Sem entara untuk Persoalan Masalahah Umm ah sudah m enjadi perhatian kalangan ulama-ula Ahlussunnah wal Jamaah dari sebelum NU didirikan, hal ini sesuai dengan peran dan fungsi keberad ulam a yang m em ang menjadi tem pat mengadu rakyat, m engayom i dan m em bantu menyelesai persoalan-persoalan masyarakat sehari-hari, dari m ulai persoalan tata cara beribadah, menik m endoakan banyak rizki, m enangani kelahiran, sunatan, aqeqahan qurban, menshalati, m engkafankan , dan m enguburkan orang m eninggal sampai mentahlilkan orang yang sudah meninggal. Konsepsi dasar M aslahah Umm ah ini berangkat dari konsep penguatan, pengem bangan, fasilitasi m em perjuangkan kepentingan umat baik secara ekonom i, pendidikan, kesehatan, keadilan kesejahteraan. Jamiyyah Nahdlatul Ulam a yang didirikan oleh kalangan ulama tentunya tidak b m elepaskan diri dari fungsi ini, karena Maslahah Ummah ini juga menjadi tujuan ditegakkannya syar Maqashid as-Syariah . Kemaslahatan sendiri adalah sebuah perintah yang m endorong kepada ajakan kebaikan aruf am ar m ( ), kebajikan, dan m enghindari dampak buruk, dan negatif ( unkar Salah satu ciri pem enuhan terhadap nahi m ). kemasalahan rakyat adalah adanya pem enuhan tiga kebutuhan pokok; pemenuhan, sandang, pangan papan. Ketiga kebutuhan ini adalah kebutuhan dasar setiap orang yang harus diperjuangkan, bah dalam perintah-perintah al-Quran m aupun kisah-kisah nabi dan para sahabat bahwa pem enuhan hakdasar ini menjadi lebih utam a didahulukan ketim bang berdakwah, sebagaim ana sabda NabialKada : fakru an yakuna kufran, (Kefakiran m endekatkan diri pada kekufuran). (HR. Abu Naim dari Anas). Selain tercukupinya tiga hal di atas tadi, indikator lain keberhasilan maslahah adalah apabila mam m em enuhi lim a hak dasar manusia, yaitu m enjadi kebebasan beragam a al-din),m elindungi (hifzhu keselam atan jiwa (hifzhu al-nafs), enjaga keam anan harta m (hifzhu al-m al), enjaga kebebasan berfikir m (hifzhu al-aqli), enjaga kelangsungan keturunan dan prestise m (hifzhu al-nasli wa al-ird) . Untuk m enjaga realisasi lim a hak dasar ini, Islam m em punyai banyak instrumen. disyariatkan untuk menjaga Qishas keselam atan jiwa, orang murtad dibunuh untuk m enjaga agama, zina dihukum untuk m enjaga nas orang yang menuduh zina dihukum untuk m enjaga sirik, pencuri dihukum untuk m enjaga harta, m inum -minum an dihukum untuk m enjaga akal. Dasar kaidah ini adalah sabda Nabi Muhamm ad SAW : Apa yang dianggap baik oleh orang-orang Islam , maka dalam pandangan Allah, hal itu juga baik. (HR. Ahm bin Ham bal)

Asw aja dari M anhajul Fikr ke M anhajul Harakah Untuk mensistem atisir dan m enyusun secara konsepsional dari fikroh ke harakah m aka b argum entasinya harus melandaskan pada akar-akar historis Nahdlatul Ulam a dengan menyusun sec lebih sistematis dan konsepsional gagasan-gagasan baru yang bersifat kritis, dan kontektual, diantara adalah; bagaim ana upaya m enggerakkan Trilogi NU yang pernal muncul dalam sejarah ke-NU Nahdlatut Tujjar, Nahdlatul Wathon dan Taswirul afkar, menggerakkan wawasan strategis ke-Aswaja tradisi nusantara, Menggerakkan kaum m ustadhafin, Menggerakkan pribum isasi Islam dan Menggerak sem angat kebangsaan Pertam a,bahwa secara historis ASW AJA adalah sebuah proses yang lahir bukan terus menjadi teta terus berkembang m engikuti dinam ika zaman yang selalu berubah. ASW AJA secara historis kelahiran terbagi dalam dua fase; sebagai sebuah ajaran dan pem ikiran yang sudah lahir dari m asa Rasulullah SA

hal ini dibuktikan dengan adanya hadits nabi yang m enyebut kata Ahlussunnah wal Jamaah seba golongan umat yang akan selam at dari 72 golongan yang akan m asuk neraka. Tetapi secara pelem baga ASW AJA m ulai hadir pada masa m uculnya perpecahan aliran-aliran ilm u kalam yang berujung p munculnya perum usan ilmu-ilm u fiqih. Kedua, ASW AJA dalam lingkup dan tradisi NU menjadi sebuah konsep pelem bagaan ASWAJA yang dalamnya menyangkut rum usan fiqih, akidah, dan rum usan tasawuf. Rum usan-rum usan ini m em ben rum usan pem ikiran dan gerakan. Disebut pem ikiran, karena NU dengan konsep ASW AJAnya mam m engem bangkan berbagai m etodologi hukum -hukum syariah yang sebelum nya tidak ada. Sem ent disebut sebagai gerakan, karena ASW AJA selalu m enjadi ruh pergerakan para ulam a, dari mulai m em b gerakan ekonom i, gerakan politik, gerakan kebudayaan, gerakan keagamaan, gerakan pendidikan gerakan keba Ketiga,dalam perjalanannya, ASW AJA Nahdlatul Ulam a m enjadi ruh dalam m enuangkan gagasan-gagas strategis, yang kem udian gagasan-gagasan ini juga diakui diakomodir sebagai agenda pem bangu nasional, seperti; dengan adanya gagasan kembali ke Khittah Nahdliyah 1926, NU berhasil membangu a) kemandirian organisasi, NU berhasil m enjaga stabilitas pem bangunan, dan NU berhasil menjadi ga terdepan dalam menyebarkan Islam atan lil alam in elalui gerakan Islam dam ai, dan Islam rahm m kebangsaan. Dengan konsep pribum isasi Islam , NU telah menghadirkan dirinya m enjadi kekua tradisional yang progressif, transformatif, kritis dan konstruktif. Dan pada akhirnya NU m enjadi pelo bagi terbentuknya Islam Indonesia dan menjadikannya sebagai m odel bagi pengem bangan Islam negara-negara m uslim lainnya di dunia,dengan adanya gagasan strategis Mabadi Khaira Um m ah, b) telah berim plikasi pada adanya penataan kem bali struktur organsiasi NU dari m ulai tingkat ranting sam pengurus besar, m em bagun kem bali pola kom unikiasi antara NU dengan warganya dan m em ban gerakan ekonom i kerakyatan, dengan adanya gagasan Fikroh Nahdliyah, NU m ensistematisir dirinya c) m enjadi sebuah sistem yang meberikan kerangka m etodologis dan solusi-solusi yang konkrit da m em ecahkan kebekuan dan kejum udan umat, d) dan dengan adanya gagasan Maslahah Umm ah, NU berupaya menegaskan dirinya sebagai organisasi pemberdayaan um at dan perjuangan um at menuju um yang sejahtera dan pelopor bagi pem bangunan m anusia Indonesia yang cerdas, berim an dan bertaqwa. Keem pat,dalam perkem banganya, ASW AJA harus m am pu menjadi garda terdepan dalam m enggerakk sendi-sendi kebangsaan. Semuanya dem i kem aslahatan, kemajuan bangsa dan kejayaan Islam . Da tataran ini ASW AJA harus m em iliki kem am puan untuk menyusun wawasan strategis ke-ASW AJA-an y m eliputi; bagaim ana tradisi ke-nusantara-an, bagaim ana menggerakkan kaum mustadzafin, bagaim m enggerakkan pribum isasi Islam , dan bagaim ana menggerakkan solidaritas kebangsaan. Kelim a, ASW AJA dituntut kem am puannya untuk m erum uskan strategi-strategi konkrit, realistis d visioner, dim ana dalam hal ini ASW AJA dapat m enjadi panduan, pedoman dan pandangan m asyara umum, seperti halnya Madilognya Tan Malaka yang mampu menyusun gerakan nasionalisme-kiri atau Kapitalnya Karl Marx yang m am pu m enyusun pedoman gerakan komunis.

Asw aja dalam Praksis Gerakan Bagaim anakah m embumikan ASW AJA dalam praksis gerakan?. Pertanyaan ini m enjadi penting untuk jawab, agar ASW AJA selalu m enjadi landasan dan pedom an dalam praksis kehidupan sehari-h Ahlussunnah wal Jamaah (ASWAJA) sebagaim ana telah disebutkan dalam bab-bab awal, bukan ha sebagai konsep teologi, melainkan juga sebagai konsep berpikir dan bergerak. Oleh karena itu, harus hubungan sinergis antara ajaran, landasan, sikap, pola pikiran dan tindakan sehingga manjadi s kesatuan yang integral sebagai wujud dari pembum an ASW AJA. Dalam m em bum ikan ASWAJA, terda enam (6) pola pengembangan; landasan keagam aan, konsepsi dasar, orientasi, pola ukhuwah, pend berpikir, dan panduan bergerak I. Landasan keagam aan Berpedom an pada al-Quran, al-Hadits, Ijm a dan Qiyas Mem antapkan Aqidah Ahlussunnah wal Jam aah. Mengem bangkan kontektualisasi dan aktualisasi fiqh Menggerakkan fungsi-fungsi ushul fiqh II. Konsepsi dasar Apresiasi terhadap tradisi-tradisi lokal Menggelorakan sem angat kebangsaan III. Orientasi Melakukan penilaian-penilaian m asa lalu Mem pertahankan nilai-nilai positif m asa lalu dan m emurnikannya dari pengaruh dan pencam pur unsur-unsurkhurafat, israiliyyat, nashraniyat,adat dan kebiasaan yang bertentangan dengan dan Islam

Mengem bangkan m asa kini M enerim a hal-hal baru yang berm anfaat dan sesuai dengan islam dan mengembangkann sesuai dengan Islam dan menolak hal-hal baru yang tidak sesuai dengan islam at m em bahayakan Islam Merintis m asa depan M enciptakan konsepsi-konsepsi baru yang sesuai Islam , m endorong inisiatif-inisiatif dan ikht dan m engem bangkan azas dan haluan perjuangan tersebut, mengadakan usaha dan langk preventif terhadap sesuatu yang bertentangan dengan Islam IV. Pola Ukhuwah Mengem bangkan pola ukhuwah Islam iyah (ke-Islam a-an) Mengem bangkan pola ukhuwah Basyariyah (ke-m anusia-an) Mengem bangkan pola ukhuwah wathoniyah (ke-bangsa-an) Mengem bangkan pola ukhuwah nahdliyah (ke-NU-an) V. Panduan Berpikir Mengem bangkan pola pikir Tawassuthiyah (pola pikir m oderat dengan tetap m engedepank keseim bangan dan keadilan) Mengem bangkan pola pikir Tasam uhiyah (pola pikir toleran) Mengem bangkan pola pikir Ishlahiyah (pola pikir reformatif) Mengem bangkan pola pikir Tathowwuriyah (pola pikir dinam is) Mengem bangkan pola pikir m anhajiyyah (pola pikir metodologis) VI. Panduan bergerak Mengem bangkan aspek-aspek Maslahah Melakukan advokasi kebijakan, mem inim alisir bahaya, m enghindari kerusakan, melakukan gerak preventif, m enjadi kader pelopor, m ewujudkan m ulti effect m aslahat Melakukan pem belaan terhadap kaum Mustadhafin Melakukan pem belaan terhadap kelompok/ perorangan yang dilem ahkan dan ditindas seca struktur sosial-budaya, ekonom i dan politik serta memberdayakan, m em perkuat d m engem bangkan sepuluh kelom pok; faqir, m iskin, am il, muallaf qulubuhum , riqab, gharim , fi sabilillah, ibnu sabil, sail dan mahrum , dan yatim * Sekretaris Jenderal PP IKDAR. Penulis buku AJA ; M anhajul Harakah juga penulis buku ASW dan M enggerakkan Nahdlatut Tujjar. Keduanya di terbitkan oleh Perhim punan Masyarakat Pesantren Indonesia (PMPI) tahun 2008

Anda mungkin juga menyukai